Anda di halaman 1dari 9

PENGUKURAN TINGKAT OPASITAS UDARA EMISI PADA

PEMBAKARAN KARET, KAIN, DAN KERTAS


MENGGUNAKAN OPACITY METER

MEASUREMENT OF AIR EMISSION OPACITY LEVEL ON


BURNING RUBBER, FABRIC, AND PAPER USING OPACITY
METER

Deni Dwi Yudhistira1, Marissa Dwi Ayusari2


Kamis – Kelompok 5A
1, 2)
Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, Jl. Raya Darmaga Kampus IPB
Email: denidwiyudhistira@gmail.com

Abstrak: Salah satu pencemar udara yang tidak luput dari aktivitas perindustrian yaitu asap.
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi di udara, zat
partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida, dan mineral. Tingkat kepekatan asap
dan komposisi asap tergantung dari banyak faktor, seperti jenis bahan yang dibakar, kelembaban,
temperatur api, dan kondisi angin. Kandungan partikel debu dan opasitas yang tinggi dalam
udara ambien merupakan indikator penting yang wajib diperhatikan, dikarenakan dapat
mengganggu dan meresahkan kesehatan manusia. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mempelajari karakteristik fisik-kimia udara emisi, mengukur opasitas udara emisi, dan membuat
justifikasi opasitas udara emisi terhadap baku mutu nasional opasitas udara emisi. Pengukuran
tingkat opasitas menggunakan opacity meter. Bahan yang dijadikan objek penelitian yaitu udara
emisi yang keluar dari proses pembakan karet, kain, dan kertas. Hasil penelitian tingkat opasitas
selama 10 menit dengan interval 15 detik menunjukkan bahwa tingkat opasitas dari emisi
pembakaran karet, kain, dan kertas memiliki hasil yang berfluktuasi di sepanjang waktu
pengukuran. Tingkat opasitas yang berasal dari emisi pembakaran karet, kain, dan kertas secara
berturut-turut sebesar 42.13 %, 19.75 %, dan 10.50 %. Berdasarkan Kepmen LH No.13 Tahun
1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak, rata-rata tingkat opasitas yang dihasilkan
dari pembakaran kertas dan kain berada di bawah batas maksimum, sedangkan pembakaran karet
berada di atas batas maksimum yang diperbolehkan yaitu sebesar 35%. Artinya, tingkat opasitas
yang dihasilkan dari pembakaran kain dan kertas dapat dikategorikan aman, sedangkan tingkat
opasitas dari pembakaran karet berbahaya untuk udara ambien.
Kata kunci: Asap, opacity meter, tingkat opasitas

Abstract: One of the air pollutants from industrial activity did not escape is smoke. Smoke is a
blend or mixture of carbon dioxide, water, a substance which is diffused in the air, particulate
matter, hydrocarbons, organic chemicals, nitrogen oxides, and mineral. Smoke density and
composition of the smoke depends on many factors such as the type of material being burned, the
humidity, the temperature of the fire, and wind conditions. Concentrations of dust particles and
high opacity in the ambient air is an important indicator that must be considered, due to be
annoying and disturbing human health. This research was conducted to aims study the physically-
chemically air emissions, measure the opacity of air emissions, and make the air emissions opacity
justification against national quality standards air opacity emissions. Measuring the level of
opacity using the opacity meter. Materials for the object research is the air emission from the
burning process rubber, fabric, and paper. Research results opacity level for 10 minutes with an
interval of 15 seconds indicates the opacity of emission burning rubber, fabric, and paper have a
result that fluctuates over time measurement. The level of opacity which comes from burning
rubber, fabric, and paper respectively by 42.13 %, 19.75 %, and 10.50 %. Based on Kepmen LH
No.13 of 1995 about Standards of Fixed Source Emission Quality, the average level of opacity
resulting from the burning of paper and fabric are under the maximum limit, while burning rubber
is above the maximum allowed is 35 %. That is, the level of opacity produced by the burning of
paper and fabric are safe, while the level of opacity of burning rubber is dangerous to ambient air.
Keywords: Opacity meter, opacity level, smoke

1
PENDAHULUAN
Perkembangan dan pertambahan penduduk Indonesia yang semakin pesat
mengakibatkan munculnya program-program pembangunan di segala bidang
kehidupan. Salah satu ciri pelaksanaan dari program pembangunan tersebut yaitu
berkembangnya sektor perindustrian. Berkembangnya sektor industri dapat
memberikan dampak positif terhadap meningkatnya taraf hidup manusia. Namun,
baik disadari atau tidak, sektor industri juga dapat memberikan dampak terhadap
pencemaran udara. Salah satu pencemar udara yang tidak luput dari aktivitas
perindustrian yaitu asap.
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang
terdifusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida,
dan mineral. Tingkat kepekatan asap dan komposisi asap tergantung dari banyak
faktor, yaitu jenis bahan yang dibakar, kelembaban, temperatur api, dan kondisi
angin (Faisal et al. 2012). Tingkat kepekatan asap disebut dengan opasitas.
Kandungan partikel debu dan opasitas yang tinggi dalam udara ambien,
merupakan indikator penting yang wajib diperhatikan, dikarenakan dapat
mengganggu dan meresahkan kesehatan manusia. Tingkat opasitas yang baik
harus memenuhi standar baku mutu yang tercantum dalam Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup No.13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak
Bergerak. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan bertujuan
untuk mempelajari karakteristik fisik-kimia udara emisi, mengukur opasitas udara
emisi, dan membuat justifikasi opasitas udara emisi terhadap baku mutu nasional
opasitas udara emisi.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian pengukuran opasitas udara emisi dilakukan di ruang timbang IPB,
pada tanggal 29 Desember 2015. Lokasi pembakaran benda uji berada di atas atap
Gedung Pusat Informasi Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.
Peralatan yang digunakan yaitu opacity meter (model AT-07-01), seperangkat alat
hitung, dan stop wacth. Bahan yang dijadikan objek penelitian yaitu udara emisi
yang keluar dari proses pembakan kertas, kain, dan karet.
Penelitian pengukuran opasitas udara emisi diawali dengan digenggamnya
opacity meter (OM), kemudian opasitas dari asap diamati. Asap yang diamati
yaitu yang memiliki kepekatan paling pekat, biasanya terletak pada bagian
pangkal asap tersebut keluar. Seiring dengan diamatinya udara emisi, salah satu
segmen skala warna hitam pada lensa OM dipilih berdasarkan yang paling mirip
dengan kepekatan asap. Nilai opasitas yang diamati sama dengan angka pada
segmen warna yang dipilih. Ketelitian pengukuran juga dapat ditingkatkan dengan
cara interpolasi. Nilai opasitas dicatat setiap 15 detik selama 10 menit, kemudian
hasil penelitian diisi pada tabel yang dimodifikasi dari standar SNI 19-7117.11-
2005.
Selanjutnya, rata-rata tingkat opasitas dari emisi pembakaran kertas, kain, dan
karet dihitung, serta dibuatkannya grafik hubungan tingkat opasitas terhadap
perubahan waktu. Data-data yang diperoleh dari hasil perhitungan dan grafik
kemudian dianalisis. Rata-rata tingkat opasitas dari setiap emisi pembakaran
benda uji dibandingkan dengan baku mutu yang tercantum dalam Kepmen LH
No.13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.

2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat kepekatan asap atau yang sering disebut dengan opasitas, yaitu suatu
parameter untuk mengetahui apakah asap yang dihasilkan oleh cerobong suatu
industri melebihi batas aman yang sudah ditetapkan atau tidak. Menurut KEP-
205/BAPEDAL/07/1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran
Udara Sumber Tidak Bergerak, opasitas emisi adalah tingkat ketidaktembusan
cahaya yang dihasilkan dari gas buang proses pembakaran pada emisi sumber
tidak bergerak. Badan Lingkungan Hidup menggunakan skala Ringelmann Smoke
Chart untuk menentukan tingkat kepekatan asap (Fauzi dan Siahaan 2013).
Ringelmann Smoke Chart merupakan sebuah kartu yang digunakan untuk
menentukan tingkat kepekatan asap. Kartu Ringelmann terdiri dari 5 buah
tingkatan yang diberi nomor mulai 1 sampai 5. Kartu-kartu tersebut memiliki
warna putih sampai hitam pekat yang dilengkapi dengan skala persentase
kepekatan. Metode Ringelmann dilakukan dengan cara sederhana, yaitu dengan
melihat asap yang keluar dari cerobong serta menyamakan warna asap dengan
salah satu warna dari kartu Ringlemann sehingga tingkat kepekatan dapat
diketahui (Fauzi dan Siahaan 2013). Metode pengukuran tingkat opasitas juga
dapat dilakukan dengan menggunakan opacity meter (OM). Metode opacity meter
memiliki cara yang hampir serupa dengan metode Ringelmann, yaitu dilakukan
dengan cara membandingkan kepekatan asap dengan salah satu segmen skala
warna hitam pada lensa OM. Nilai opasitas yang diamati setara dengan angka
pada segmen warna yang dipilih.
Tingkat kepekatan asap tidak selalu memiliki hasil yang konstan. Menurut
Faisal et al. (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepekatan asap,
yaitu jenis bahan yang dibakar, kelembaban, temperatur api, dan kondisi angin.
Sebagian besar kandungan yang terdapat di dalam asap adalah karbon monoksida,
karbon dioksida, belerang dioksida, nitrogen dioksida, nitrogen oksida, timbal,
hidrokarbon dan lain-lain. Kepekatan asap yang dihasilkan oleh industri
umumnya dihasilkan oleh hidrokarbon yang terkandung di dalam asap. Semakin
tinggi kandungan hidrokarbon maka asap yang dihasilkan juga akan semakin
pekat. Asap pekat yang dihasilkan apabila mengandung senyawa hidrokarbon
umumnya berwarna hitam. Selain hirokarbon, kepekatan asap juga dipengaruhi
oleh kandungan unsur kimia lainnya. Beberapa jenis sumber penghasil asap pada
industri tidak bergerak yaitu industri kertas, industri semen, serta industri besi dan
baja. Hasil pengukuran opasitas dari pembakaran ban, kain, dan kertas disajikan
dalam Tabel 1.

Tabel 1 Tingkat opasitas pembakaran kain, ban, dan kertas


Opasitas (%)
Detik ke-
Kain Karet Kertas
15 10 40 10
30 30 40 10
45 40 50 10
60 10 40 10
75 0 60 10
90 20 40 10
105 20 40 10
120 20 60 10

3
Kain Karet Kertas
Detik ke-
(%) (%) (%)
135 10 50 10
150 30 40 10
165 30 40 10
180 20 50 10
195 30 50 10
210 20 50 10
225 20 50 10
240 20 50 10
255 10 40 10
270 10 40 10
285 20 40 10
300 10 40 10
315 10 40 15
330 10 35 10
345 10 50 10
360 30 50 10
375 20 35 10
390 20 40 10
405 10 30 10
420 30 40 10
435 10 30 15
450 20 30 15
465 10 40 10
480 30 40 10
495 20 40 10
510 20 35 10
525 20 30 10
540 20 40 10
555 30 35 10
570 30 50 15
585 30 45 10
600 30 40 10
Rata-rata 19.75 42.13 10.50

Berdasarkan hasil pengukuran tingkat opasitas dalam Tabel 1, dapat


ditunjukkan bahwa nilai opasitas yang dihasilkan dari emisi pembakaran kain,
karet, dan kertas memiliki hasil yang berfluktuasi disepanjang waktu pengukuran.
Tingkat opasitas yang berfluktuasi dapat disebabkan oleh faktor kecepatan angin.
Semakin besar kecepatan angin, konsentrasi polutan yang diemisikan dari suatu
sumber juga semakin kecil. Penyebaran polutan akan terkumpul di sekitar jarak
maksimum dari sumber emisi, kemudian akan menyebar dengan konsentrasi yang
menurun sampai jarak yang cukup jauh dari sumbernya (Ruhiyat et al. 2008).
Tingkat opasitas yang berfluktuasi juga dapat disebabkan oleh kuantitas benda uji
yang dibakar. Semakin banyak benda uji yang dibakar maka cenderung
menghasilkan tingkat opasitas yang lebih tinggi.
Selanjutnya, dalam Tabel 1 juga dapat ditunjukkan bahwa tingkat opasitas
terbesar berada pada pembakaran karet dengan rata-rata sebesar 42.13 %,
sedangkan yang terendah berada pada pembakaran kertas dengan rata-rata sebesar

4
10.50 %. Selain itu, juga terdapat rata-rata tingkat opasitas yang dihasilkan dari
pembakaran kain sebesar 19.75 %. Menurut Faisal et al. (2012), besarnya tingkat
opasitas salah satunya dipengaruhi oleh jenis bahan yang dibakar. Bahan yang
memiliki kandungan hidrokarbon tinggi dan mengalami pembakaran yang tidak
sempurna maka akan menghasilkan asap yang berwarna hitam dan pekat, dalam
hal ini benda uji karet memiliki kandungan hidrokarbon lebih tinggi dibandingkan
kain dan kertas sehingga tingkat opasitas yang dihasilkan juga cenderung lebih
besar. Grafik tingkat opasitas di setiap benda uji terhadap perubahan waktu
disajikan dalam Gambar 1.

70
60
50
Opasitas (%)

40
30
20
10
0
0 100 200 300 400 500 600 700
Waktu (detik)
Kain Ban Kertas
Gambar 1 Grafik tingkat opasitas terhadap perubahan waktu

Grafik dalam Gambar 1 juga menunjukkan bahwa tingkat opasitas dari


pembakaran karet, kain, dan kertas memiliki hasil yang berfluktuasi di sepanjang
waktu pengukuran. Tingkat opasitas tertinggi berasal dari emisi pembakaran karet
sedangkan yang terendah berasal dari emisi pembakaran kertas, dengan rata-rata
secara berturut-turut sebesar 42.13 % dan 10.50%. Tingkat opasitas yang semakin
tinggi memiliki kandungan asap yang semakin pekat. Asap yang semakin pekat
memiliki gas yang banyak mengandung partikel-partikel debu atau partikulat dari
proses pembakaran (Sari et al. 2012). Selain itu, asap yang semakin pekat juga
memiliki muatan partikulat yang lebih besar sehingga jarak pencemaran emisi
yang dihasilkan cenderung lebih rendah, dengan asumsi tinggi cerobong dan
kecepatan angin konstan. Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa emisi
pembakaran karet lebih berbahaya dibandingkan pembakaran kain dan kertas.
Namun, jarak pencemaran yang dihasilkan oleh emisi pembakaran kertas dan kain
cenderung lebih luas dibandingkan dengan emisi pembakaran karet.
Berdasarkan Kepmen LH No.13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber
Tidak Bergerak (Lampiran 1) dapat ditunjukkan bahwa batas maksimum tingkat
opasitas untuk jenis kegiatan lain yaitu sebesar 35 %. Merujuk pada baku mutu
tersebut, rata-rata tingkat opasitas yang dihasilkan dari emisi pembakaran kertas
dan kain berada di bawah batas maksimum yang diperbolehkan. Namun, rata-rata
tingkat opasitas yang dihasilkan dari emisi pembakaran karet berada di atas batas
maksimum yang diperbolehkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat opasitas
yang dihasilkan dari pembakaran kain dan kertas dapat dikategorikan aman,
sedangkan tingkat opasitas dari pembakaran karet berbahaya bagi udara ambien.

5
Materi partikulat atau particulate matter (PM) merupakan bagian penting pada
asap dengan tingkat opasitas yang tinggi. Materi partikulat adalah partikel
tersuspensi, yang merupakan campuran partikel solid dan droplet cair. Partikel
asap hampir sama dengan fraksi partikel PM 2.5 sehingga dapat menyebar dalam
cahaya dan mengganggu jarak pandang. Materi partikulat juga dapat
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan fisiologi melalui mekanisme
terhirupnya benda asing ke paru. Selain itu, asap dapat menimbulkan iritasi mata,
kulit dan gangguan saluran pernapasan yang lebih berat, fungsi paru berkurang,
bronkitis, asma eksaserbasi, dan kematian dini. Zat dari asap yang tidak kalah
berbahaya yaitu karbon monoksida. Karbon monoksida (CO) beredar melalui
aliran darah dan paru, mengurangi pengiriman oksigen ke jaringan tubuh
(anoksia) menimbulkan gejala sesak napas, kebingungan, dan dada terasa berat
(Faisal et al. 2012).
Penanggulangan pencemaran udara akibat asap dapat dilakukan dengan
memakai peralatan pengendali udara, seperti bag filter, electrostatic precipitator
(ESP), cyclone, dan scrubber (Prayudi dan Susanto 2001). Electrostatic
precipitator (ESP) dapat mengurangi tingkat polusi partikulat atau debu hingga 99
%. ESP menggunakan gaya elektrostatik untuk memisahkan partikel dari gas
buangan. Gas kotor akan mengalir melewati elektroda, kemudian debu atau
partikel yang berada dalam aliran gas tersebut akan menempel. Material yang
menempel pada elektroda dapat dihilangkan dengan cara digetarkan secara
kontinu. Prinsip kerja cyclone adalah partikel yang terdapat dalam aliran gas
berputar menuruti body cyclone. Perputaran tersebut mengakibatkan partikel
menjadi collapse dan jatuh, sehingga gas yang keluar akan menjadi bersih. Bag
filter akan menyaring partikel dengan diameter tertentu berdasarkan ukuran
lubang mesh yang dipasang. Scrubber bekerja dengan memanfaatkan semburan
air dan NaOH.

SIMPULAN
Hasil penelitian tingkat opasitas selama 10 menit dengan interval 15 detik
menunjukkan bahwa tingkat opasitas dari pembakaran karet, kain, dan kertas
memiliki hasil yang berfluktuasi di sepanjang waktu pengukuran. Tingkat opasitas
yang berasal dari emisi pembakaran karet, kain, dan kertas secara berturut-turut
sebesar 42.13 %, 19.75 %, dan 10.50 %. Beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat opasitas, yaitu jenis bahan yang dibakar, kelembaban, temperatur api, dan
kondisi angin. Berdasarkan Kepmen LH No.13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu
Emisi Sumber Tidak Bergerak, rata-rata tingkat opasitas yang dihasilkan dari
emisi pembakaran kertas dan kain berada di bawah batas maksimum, sedangkan
tingkat opasitas dari emisi pembakaran karet berada di atas batas maksimum yang
diperbolehkan yaitu sebesar 35%. Artinya, tingkat opasitas yang dihasilkan oleh
pembakaran kain dan kertas dapat dikategorikan aman, sedangkan tingkat opasitas
dari pembakaran karet berbahaya untuk udara ambien.

DAFTAR PUSTAKA
[Kepmen LH] Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun
1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Jakarta (ID):
Menteri Negara Lingkungan Hidup.

6
[Kepbapedal] Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran
Udara. Jakarta (ID): Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
Faisal F, Yunus F, Harahap F. 2012. Dampak asap kebakaran hutan pada
pernapasan. CDK. 39(1): 31-35.
Fauzi MCR, Siahaan DO. 2013. Rancang bangun alat pengukur tingkat kepekatan
asap berdasarkan Ringelmann Smoke Chart pada perangkat bergerak. J
Teknik POMITS. 2(1): 1-6.
Prayudi T, Susanto JP. 2001. Kualitas debu dalam udara sebagai dampak industri
pengecoran logam ceper. J Teknol Lingkungan. 2(2): 168-174.
Ruhiyat Y, Bey A, Nelwans LO. 2008. Penyebab pencemaran udara di kawasan
industri Cilegon. J Lingkungan. 1(1): 1-11.
Sari IR, Purwanto, Hadiyarto A. 2012. Penanganan dampak lingkungan unit
utilitas pada industri pengolahan tepung tempurung kelapa. J Riset Teknologi
Pencegahan Pencemaran Industri. 2(2): 68-74.

7
Lampiran 1 Baku Mutu Emisi Jenis Kegiatan Lain menurut Kepmen LH No.13
Tahun 1995

8
Lampiran 2 Pembakaran kain, kertas, dan karet di lokasi pengujian

Keterangan: Proses pembakaran kain

Keterangan: Pembakaran karet

Keterangan: Proses pembakaran kertas

Anda mungkin juga menyukai