Anda di halaman 1dari 11

Petang Di Taman

Karya Iwan Simatupang


“Itulah celakanya dari setiap taman. Setiap orang yang datang atau lewat, menganggap
merdeka dirinya untuk mencampuri setiap pembicaraan. Ya, setiap penghidupan yang
kebetulan sedang berlaku di situ.”
Para Pemain:
Orang Tua
Lelaki Setengah
Pencinta Balon
Wanita

RINGKAS CERITA
Dalam cuaca yang tidak menentu. Seorang Tua terbatuk-batuk menyeret langkahnya menuju
Taman. Seorang Lelaki Setengah Baya yang entah dari mana asalnya, juga memasuki Taman.
Terjadilah perdebatan antara kedua orang asing tersebut, tentang cuaca yang mereka sendiri
tidak mengetahui secara pasti musim apa sebenarnya kini. Perdebatan belum lagi
mendapatkan hasil yang memuaskan bagi mereka, datanglah Seorang Pencinta Balon yang
mereka kira Penjual Balon. Si Pencinta Balon menjadi terganggu oleh kesalah tafsiran
tersebut. Dan ini pun dialami oleh Seorang Wanita yang datang kemudian bersama Bayinya.
Kejadian di Taman merupakan konflik-konflik yang tidak ada hubungannya satu sama lain,
yang menceritakan pergulatan Manusia dalam kehadirannya melawan kesepian dan
ketidakmengertian. Yang sangat ironis dari cerita ini ialah dimana Taman yang seharusnya
merupakan tempat kenyamanan dan ketenangan bagi orang-orang yang mengunjunginya
justru di sini menjadi sebaliknya.
ADEGAN SATU
TAMAN. BANGKU.
ORANG TUA MASUK, BATUK-BATUK, DUDUK DI BANGKU.
MASUK LAKI-LAKI SETENGAH BAYA, DUDUK DI BANGKU.
LSB : Mau hujan.
OT : Apa?
LSB : Hari mau hujan. Langit mendung.
OT : Ini musim hujan?
LSB : Bukan, musim kemarau.
OT : Di musim kemarau, hujan tak turun.
LSB : Kata siapa?
OT : Ini bulan apa?
LSB : Entah.
OT : Kalau begitu, saya benar. Ini musim hujan.
LSB : Bulan apa kini rupanya?
OT : Entah.
LSB : Kalau begitu saya benar. Ini musim kemarau.
OT : Salah seorang dari kita musti benar.
LSB : Kalau begitu, baiklah saya mengalah. Ini musim hujan.
OT : Tidak, tidak. Yang lebih muda musti tahu menghormati yang lebih tua. Ini musim hujan.
(SUARA GEMURUH)
OT : Kita sama-sama salah.
LSB : Maksudmu, bukan musim hujan dan bukan pula musim kemarau?
OT : Habis mau apa lagi?
LSB : Beginilah kalau gila hormat.
OT : Kamu bagaimana?
LSB : Ah, kita boleh lebih kasar sedikit.
OT : Lantas?
LSB : Akan lebih jelas, musim apa sebenarnya kini.
OT : Dan kalau sudah bertambah jelas?
LSB : (DIAM)
OT : (MERENUNG) Dan kalau segalanya sudah bertambah jelas, maka kita pun sudah saling
bengkak-bengkak, atau tewas, karena barusan saja telah cakar-cakaran. Dan siapa tahu, salah
seorang dari kita tewas pula dalam cakar-cakaran itu, atau keduanya. Dan ini semua, hanya
karena kita telah mencoba mengambil sikap yang agak kasar terhadap sesama kita (TIBA-
TIBA MARAH) Bah! Persetan dengan segala musim.
BUNYI GEMURUH. TAK LAMA KEMUDIAN, MASUK PENCINTA BALON. BALON-
BALONNYA BERANEKA WARNA.
OT : (KEPADA PB) Silahkan duduk.
PB : (BIMBANG, MASIH SAJA BERDIRI)
OT : Ayo. Silahkan duduk (MENEPI KE BANGKU)
LSB : Tentu saja bapak telah membuat dia menjadi ragu-ragu.
OT : Kenapa? LSB : Pakai dipersilahkan segala. Ini ..... kan taman. (TIBA-TIBA MARAH)
Dia duduk kalau dia mau duduk. Dan dia tidak duduk, kalau dia memang tak mau duduk.
Habis perkara. BAH! (MELIHAT GERAM KEPADA PB)
PB : (DUDUK)
LSB : (MASIH MARAH) Mengapa kau duduk?
PB : Eh ..... Saya mau duduk.
OT : (TIBA-TIBA TERTAWA TERPINGKAL-PINGKAL)
LSB : (SANGAT MARAH) KENAPA BAPAK TERTAWA?
OT : (DALAM TAWA) Karena .... saya mau ketawa. (TERTAWA TERBAHAKBAHAK)

ADEGAN DUA
BERBUNYI GEMURUH, BERHEMBUS ANGIN. BALON-BALON KENA HEMBUSAN
ANGIN. SEBUAH BALON MAU LEPAS. CEPAT-CEPAT PB MENANGKAPNYA. LSB
MENERKAM BALON ITU, INGIN SUPAYA IA LEPAS SEMUA. DARI TANGAN PB,
TERBANG KE UDARA. PB DAN LSB BERGUMUL, BALON-BALONNYA KINI
TERBANG SEMUANYA DARI TANGAN PB. SEBUAH BALON DAPAT DITANGKAP
OLEH ORANG TUA, YANG KEMUDIAN DAPAT PERMAINAN GEMBIRA SEPERTI
KANAK-KANAK ATAU ANAK KECIL SAJA.
PB : (DUDUK DI TAMAN SAMBIL MENANGIS)
OT : (MASIH GEMBIRA BERMAIN-MAIN DENGAN BALON)
LSB : (KEPADA PB) Mengapa ........ hey, kau menangis?
OT : (SAMBIL BERMAIN-MAIN TERUS DENGAN BALON) Karena memang dia mau
menangis.
PB : Bukan, bukan karena itu (TIBA-TIBA)
OT/LSB : (TERCENGANG) Em?
LSB : Kalau begitu, kau menangis karena apa?
PB : Karena balon-balon saya terbang.
OT : (MENGERTI) Oooooo, dia pedagang yang merasa dirugikan.
LSB : Ooooo, itu (MEROGOH DOMPET DARI SAKU CELANANYA) Nah, ini sekedar
pengganti kerugianmu.
PB : (MENGGELENG SAMBIL BERDIRI) Tidak (DUDUK DIBANGKU) *
(TANGISNYA MENJADI-JADI) Saya tak mau dibayar.
OT/LSB : (SEREMPAK) Tak mau?
PB : Saya lebih suka balon.
LSB : Kenapa?
PB : (MENGGELENGKAN KEPALANYA)
LSB : (TAK MENGERTI) Tapi, kau kan menjualnya?
PB : Itu hanya alasan saya saja untuk memegang balon-balon. Saya pencinta balon.
LSB : Apa-apaan ini?!
OT : Mengapa merasa aneh? Dia pencinta balon, seperti juga orang lain pencinta harmonika,
pencinta mobil balap, pencinta perempuan-perempuan cantik. Apa yang aneh dari ini
semuanya?
LSB : (MASIH HABIS HERANNYA) Jadi, kau sebenarnya bukan penjual balon?
OT : (KEPADA PB) Ini, terima balonmu kembali.
PB : Tidak, bapak pegang sajalah terus.
OT : (HERAN) Saya pegang terus?
PB : Karena saya lihat bahwa bapak juga menyukainya. Saya suka melihat orang yang suka
balon.
OT : (TERTAWA KECIL) Ah, ini bukan lagi kesukaan namanya, tapi kenangan. Kenangan
kepada dulu. Tidak, anak. Sebaiknya bila kau sudi menerima kembali balon ini.
PB : Saya tak sudi, dan tidak berhak menerima kenangan orang.
W : (MASUK. MENGGAPAI KE ARAH BALON) Berilah kepada saya, kalau tak seorang
pun menghendakinya.
OT : (TIBA-TIBA MEMECAHKAN BALON ITU, LALU MELIHAT DENGAN GELI
PADA WANITA ITU)
LSB : Kenapa bapak pecahkan? (SANGAT MARAH)
OT : Karena saya memang mau memecahkannya. Jelas? (TERTAWA)
LSB : Jahanam. Orang tua keparat. (MENERKAM ORANG TUA)
W : (MELERAI) Sudah, sudah. Jangan berkelahi hanya karena itu. Bukan itu maksud saya
dengan meminta balon itu.
LSB : Lepas, lepaskan saya, biar saya hajar dulu dia.
W : Jangan, jangan. (MENANGIS)
LSB : (KESAL MELIHAT WANITA ITU MENANGIS) Ah, air mata lagi, persetan.
Mengapa nyonya datang kemari?
W : (TIBA-TIBA SANGAT MARAH) Siapa bilang saya nyonya?
LSB : O, baik, baik. Jadi nyonya bukanlah nyonya. Kalau begitu nyonya apa? Nona barang
kali?
W : (GUGUP) Ti ......... (MENANGIS)
OT : Ahaaaaa, nyonya bukan ........ nona pun bukan. Ahaaaaaaaaa (KETAWA)
PB : Sungguh kasar, sungguh biadab kalian. (MENUNTUN WANITA ITU SUPAYA
DUDUK DIBANGKU) Sudahlah bu,. Jangan hiraukan mereka. Sebaiknya ibu lekas-lekas
saja pergi dari sini sebelum mereka menghina ibu lebih parah lagi nanti. Pergilah.
OT : (KEPADA PB) Ahaaaaa, pergi dengan kau? Ahaaaaa, akhirnya sang putri bertemu sang
pangerannya di tengah taman. Dan ...... ahaaaaa, sianakpun akhirnya bertemu dengan sang
ayah (TERTAWA TERBAHAK-BAHAK)
PB : (TIBA-TIBA MENYADARI MAKNA KATA-KATA ORANG TUA ITU) Siapa bilang
saya ......... (MELIHAT SILIH BERGANTI KEPADA ORANG TUA, WANITA DAN KE
DALAM KERETA BERISI OROK) Tidak, tidak ........ saya bukan ...........
OT : (CEPAT-CEPAT NYELETUK) Bukan apanya, nak?
PB : (KEPADA ORANG TUA) Bapak mau menuduh saya?
LSB : Menuduh apa, bung? Kau nampaknya begitu bernafsu untuk berbicara tentang sesuatu
dan tuduhan yang sebenarnya tidak ada. Kemudian, kau tampaknya begitu bernafsu menolak
tuduhan itu, ingat. Tuduhan yang tidak ada itu, hingga ..... (TERTAWA) Saya ini benar-benar
mulai curiga, dan benar-benar menuduh kau tentang sesuatu yang dengan terus terang saja
aku katakan belum jelas bagiku sendiri ....
PB : (BINGUNG) Tidak, tidak.
W : (DENGAN BERNAFSU SEKALI DATANG MENDEKAT PADA PB,
MEMPERHATIKAN WAJAH PB DENGAN SANGAT TELITI)
PB : (SEMAKIN GUGUP DENGAN SIKAP WANITA ITU) Tidak, tidak. Bukan saya.
(MENCOBA MENUTUPI WAJAHNYA DENGAN KEDUA TANGANNYA)
W : (GERAM) Ayo, buka tanganmu. Aku mau melihat kau, ayo!!! (MERENGGUT
TANGAN PB DARI MUKANYA) PB : Tidak! Bukan saya. Bukan saya.
W : Jahanam. Ayo, buka tanganmu kataku. Buka. Buka!
PB : Kurang ajar. Kau telah lari, ha! Lari, dan kau tinggalkan aku sendiri dengan seluruh
keadaan kedalah mana kau tempatkan aku dengan perbuatanmu. Aku sendirian harus
menanggung semuanya. Aku seorang wanita, sendirian. Bah! (MERENGGUT DENGAN
SANGAT KUAT KEDUA TANGAN PB DARI MUKANYA) Ayo, bukaaaaaaaa!!!
PB : Bukan saya. Bukan saya. Saya Cuma berbuat sekali saja.
OT : (NYELETUK) Itukan sudah cukup, tolol.
LSB : (MENINGKAH OT) Belum tentu, menurut ilmu kedokteran modern.
W : Ayo, buka tanganmu (KEPADA OT DAN LSB) Tolonglah saya tuan-tuan.
OT : Bukan saya tak mau menolong. Tapi secara prinsipiil, saya tak sudi ikut campur dalam
urusan yang bukan yang bukan urusan saya.
W : (KEPADA OT) Ayo, pak, tolonglah saya.
OT : Saya orang tua.
LSB : Bah! Apa pula dengan maksudmu itu, dengan kalimat kotor serupa itu. Saya orang tua.
Kami semua melihat bahwa bapak memang orang tua, dan tidak ada tanda-tanda yang
memperlihatkan bahwa bapak adalah kebalikan dari ucapan itu.
OT : (GELI) Katakanlah saya ingin mempertegas kedudukan saya dalam peristiwa yang
sedang kita hadapi ini, yakni ketuaan saya melarang saya terlibat sedikit pun di dalamnya.
Dan kalau kalian tanyakan bagaimana pendirian saya dalam peristiwa kalian yang sedikit
rumit ini, maka jawab saya: saya pro kalian berdua.
Lepas dari pertanyaan apakah benar apakah tidak peristiwa itu telah benar-benar terjadi.
Tegasnya, saya pro setiap peristiwa beginian.
LSB : Kata-kata, hanya kata-kata muluk. Sedang yang diminta dari bapak sekarang ini adalah
perbuatan.
OT : Kata-kata saya yang mengemukakan pendirian saya itu adalah perbuatan saya.
LSB : Bagus. Bagus. Berkatalah terus dan persaksikanlah betapa kedua mereka ini sebentar
lagi bakal saling telan menelan.
PB : (SANGAT DAHSYAT) Bukan sayaaaaaaaa! Bukan saya, sungguh mati saya hanya
melakukan sekali saja, tak lebih ........
OT : (GELI) ....... dan tak kurang!
LSB : Diam, bangsat! Cuma sekali itu kan sudah cukup. Maumu berapa kali, ha? Serakah!
Jadi, kau mengaku sekarang?
W : (HISTERIS) Aku ....... aku ditinggalkannya, dan dia meninggalkan aku dan dia
menghilang. Dan aku menghadapi akibatnya. (BUAS) Ayo, buka tanganmu!
LSB : (SANGAT DAHSYAT) Buka! Buka! (SETELAH BERGUMULAN SEBENTAR LSB
BERHASIL MERENGGUTKAN DUA TANGAN PB DARI WAJAHNYA HINGGA TE
SEDANG KEDUA TANGANNYA TERUS DIKEMPIT OLEH LSB KE BELAKANG
PUNGGUNGNYA)
PB : Bukan saya, bukan saya.
W : (MAJU DEKAT SEKALI, MELIHAT WAJAH PB) Bangsat, laki-laki jahanam. Kurang
ajar! (KETIKA SUDAH MELIHAT WAJAH PB, WANITA ITU TERKEJUT) Bukan ........?
Bukan kau (PINGSAN, TAPI CEPAT-CEPAT DIPEGANG OLEH ORANG TUA)
OT/LSB : (SEREMPAK) Bukan dia?
PB : Bukan saya, bukan saya. Cuma sekali, cuma sekali.
LSB : (GEMAS, MELEPASKAN TANGAN PB) Huh, bukan kau .......!
PB : Bukan saya, bukan, bukan saya. Cuma sekaliiiiiiiii
OT : (OT REPOT MENGIPASI WANITA YANG DALAM PADA ITU SAYA TERGOLER
KAN DI BANGKU) Sudah cukup. Biar kau melakukannya lebih dari sekali, sekarang ini
soal itu sudah tak penting lagi. Mari, daripada kau berteriak-teriak tak berguna itu lebih baik
kau ........ (MELIHAT KE LSB) Kalian ........ menolong saya dengan dia ini (TERUS
MENGIPAS WANITA)
LSB : Menolong bagaimana?
OT : (SANGAT KESAL) Ya, menolong apa saja yang lajim dikerjakan.
LSB : Saya merasa agak segan?
OT : Segan? Kenapa?
LSB : Dia, eh ....... perempuan.
OT : ..... Dan kau laki-laki. BAH! Laki-laki ucapannya complang. Semua orang melihat
bahwa dia ini memang wanita dan kau laki-laki. Lalu, mau mu apa?
LSB : Maksud saya ....., saya .... eh, segan bersentuhan dengan perempuan.
OT : Apa? Apa-apaan ini, ayo .... lupakan kelaki-lakianmu itu dan tolonglah aku.
LSB : Saya adalah jenis laki-laki yang bila bersentuhan dengan tubuh wanita, bisa saja
terus .............
OT : (CEPAT MEMOTONG) Saya tahu, saya tahu. Tapi laki-laki mana yang tidak .........
LSB : O, jadi bapak menganut prinsip yang sama?
OT : (SANGAT TERCENGANG) Prinsip? Ah, kata siapa ini soal prinsip. Aku malah lebih
cenderung menyebutnya sebagai penyakit. Ah, persetan dengan semuanya. Bukankah setiap
prinsip penyakit juga? Hentikan kesukaan yang agak berlebihan itu, sadarlah bahwa dalam
peristiwa seperti ini, yang sangat segera dibutuhkan adalah perbuatan tindakan cepat. Dan
tindakan cepat itu disini adalah perbuatan tindakan cepat. Dan tindakkan cepat itu disini
adalah menolong atau berbuat sesuatu dengan wanita yang pingsan ini.
LSB :Kalau aku tidak salah, dengan orang pingsan, entah dia perempuan entah dia laki-laki,
kita tak dapat berbuat apa-apa selain menantikan pingsannya lewat dengan sendirinya.
OT : Ya, ya. Tapi bagaimana bila pingsannya ini tak bakal lewat?
LSB : Dalam hal yang demikian, maka dalam arti yang sesungguhnya kita telah berhadapan
lagi dengan seorang wanita pingsan tapi .......... .
OT : (SANGAT TAKUT) Tapi apa?
LSB : Ya, bisa saja dengan wanita yang ............
OT : (SANGAT TAKUT) Yang.......??? SUARA OROK DALAM KERETA MENANGIS
W : (MENDENGAR OROK MENANGIS, WANITA ITU TIBA-TIBA BERDIRI, LALU
CEPAT-CEPAT MENUJU KERETA) Anakku, anakku. (BERUSAHA MENYURUH DIAM
OROKNYA DENGAN CARA MENGGOYANGKAN KERETANYA) Kalian telah
membuat dia bangun, BAH! Laki-laki kasar kalian semua (SUARA OROK MENANGIS
TERUS) (LSB, OT, PB, SALING BERPANDANGAN)
W : Sungguh laki-laki kasar, kasar ...... (KEPADA OROKNYA DALAM KERETA)
Ssssst, ssst, ssst .... diamlah, anak, diam. Laki-laki semua sama saja, kasar. Tanpa terkecuali.
(MENANGIS)
LSB : Stop, stop, stop dengan air matamu, mau apa kau? (OROK DALAM KERETA
TAMBAH KUAT MENANGIS, MAU MENYERBU KE KERETA OROK) Stop menangis,
stooooop!!!
W : (MENCEGAH LSB) Jangan ..... jangan apa-apakan anakku.
PB : (BERHASIL MENAHAN LSB) Apa-apaan ini? Kau mau membunuh orok ini?
Barangkali kau gila, benar-benar telah gila kau.
LSB : (DALAM RANGKULAN KASAR DARI PB) Sudah aku katakan stop! Berhenti.
Jangan menangis, jangan ada yang menangis. Jangan lagi ada yang menangis...... aku tak kuat
melihatnya. Aku tak kuat (MENANGIS TERSENDU. OT, W, PB MELIHAT TERHARU
KEPADA LSB YANG MENCOBA MENINDAS TANGIS ISAKNYA. MEREKA
TERHARU. DAN DIANTARA ISAKNYA, LSB MEMISAHKAN) Jangan ..... lagi ada yang
menangis ........ aku tak kuat ..... tak kuat melihatnya ..............
PB : Sebaiknya ibu pergi sekarang (KEPADA WANITA)
OT : Ya, sebenarnya kau telah menyebutkan kata yang sebenarnya. Yakni, ibu. (KEPADA
WANITA) Ya, sebaiknya ibu pergi saja.
W : (GUGUP) Ibu ..... saya ibu ..... (MELIHAT KEPADA BAYINYA DALAM KERETA)
Baik, baik, saya kira juga lebih baik bila saya pergi.
OT : Nah, bagus dan jagalah. (MELIHAT KE DALAM KERETA) Baik-baik dia. (OT LALU
BERDIRI DI SAMPING WANITA, MELIHAT KEPADA OROK DI DALAM KERETA)
Sungguh manis. Anak yang sehat. (MENGITIK-ITIK OROK KEDENGARAN SUARA
OROK TERTAWA)
PB : (BERDIRI DI SAMPING IT, DAN W, IKUT MELIHAT OROK DENGAN
LUCUNYA)
LSB : (BERHENTI ISAKNYA DAN JUGA MELIHAT OROK ITU DI SAMPING OT, W
DAN PB MELIHAT TERSENYUM KEPADA OROK TERSEBUT)
OT : (TERUS MENGITIK OROK YANG TERUS TERTAWA DENGAN GELINYA)
(BUNYI GURUH) Nak, dengan itu, hujan bakal datang. Lekaslah ibu pulang.
PB : Nanti dia ..... (MENUNJUK KEPADA KERETA) ..... dia basah, bisa sakit.
LSB : Kalau ibu berjalan cukup cepat, ibu masih bisa kering sampai di rumah.
W : Baiklah. (MELIHAT TERHARU PADA KETIGANYA) Terima kasih banyak, kawan-
kawan. Berkat kalian bertiga, aku telah menemui diriku kembali. Pertemuan dengan kali ini
tak akan mudah dapat aku lupakan (MENJABAT TANGAN PB) Maafkan aku, aku telah
menempatkan diri saudara tadi dalam kedudukan yang sangat memalukan.
(MENJABAT TANGAN OT KEMUDIAN TANGAN LSB) Harap saudarasaudara sudi
memaafkan aku dan semoga kita saling bertemu lagi (PERGI)
OT/LSB/PB : Sampai bertemu lagi ....... lagi bu. (KEMUDIAN MEREKA SALING
BERPANDANGAN PENUH ARTI)

ADEGAN KETIGA
BUNYI GURUH
LSB : Langit telah gelap benar. Hari mau hujan.
OT : Kata siapa?
LSB : Alaaaaa, mau main pencak dengan kata-kata lagi?
OT : Siapa yang mau main pencak dengan kata-kata? Lihat itu, langit justru mulai terang.
LSB : (HERAN) Dan guruh yang barusan?
OT : (TAMBAH JENAKA) Ya, tetap guruh. Soalnya sekarang adalah ....... bahwa guruh
yang barusan saja kita dengar itu, sedikitpun tak ada sangkut pautnya dengan hujan. Hujan
tak bakal turun lagi. Jelas?
LSB : Sungguh saya tak memahami lagi (GELENG-GELENG KEPALA DUDUK DI
BANGKU MEMUNGUT BALON-BALON)
PB : Dan saya ....... sekiranya ditanyakan secara jujur kepada saya. Sedikit pun saya tak
memahaminya apa yang sebenarnya yang ada di antara kalian berdua. (DUDUK DI
BANGKU, MEMUNGUT BALON-BALON YANG DIPECAHKAN OT DARI TANAH.
MENIUP SOBEKKANNYA MENJADI BALON-BALON KECIL)
OT : Itulah celakanya dari setiap taman. Setiap orang yang datang atau lewat, menganggap
merdeka dirinya untuk mencampuri setiap pembicaraan. Ya, setiap penghidupan yang
kebetulan sedang berlaku di situ.
LSB : Habis ..... ini kan taman. Ini adalah tempat terbuka untuk umum. Di setiap tempat
umum, ada pembicaraan umum. Oleh sebab itu setiap orang terus berbicara. Demi pendapat
umum, kalau bapak mau mendapatkan tersendiri ......... yah jangan ke taman.
OT : Lalu saya harus ke mana?
LSB : Ke mana saja, asal jangan ke taman.
OT : Kau enak saja bicara. Ke mana saja ....... (SEDIH, PILU) Jadi saya tak dapat ke taman.
LSB : Mengapa?
OT : (TIBA-TIBA MENANGIS) Tak ada seorang pun yang menginginkan saya. Seorang pun
tidak.
LSB : Anak-anak bapak?
OT : Delapan orang. Tapi tak seorang pun yang menginginkan saya. Seorang pun tidak.
LSB : Terlalu. Dan ...... istri bapak, bagaimana?
OT : (TIBA-TIBA MERAUNG) Mince ......... Mince!
PB : (DALAM SAAT ITU TELAH SIAP MEMBUAT BEBERAPA BALON BALON
KECIL DARI SOBEKKAN-SOBEKKAN BALONNYA TADI) Siapa Mince?
LSB : Sssst ..... ibu. Maksud saya, istri bapak kita ini.
PB : (TERPERANJAT) Ibu?!
LSB : Istri bapak kita ini.
PB : Oooo, katakan sejak tadi dong. Hhhh, saya benar-benar dibikin kaget oleh perkataan ibu
itu tadi. Eh ..... mengapa ibu .... Eeee, istri bapak kita ini rupanya?
LSB : Ssssst, jangan kuat-kuat. Saya sendiri belum tahu.
OT : (MERAUNG-RAUNG) Mince ....... Mince!
LSB : Siapa Mince, pak?
OT : Mince ..... oh, Mince.
LSB : Apakah Mince itu istri bapak?
OT : Mince, Mince. Mengapa kau tinggalkan aku setelah kita hidup delapan tahun.
LSB : Wah, delapan tahun. Kalau begitu, dia setiap tahun dapat seorang anak.
PB : Hebat juga di Mince, eh ..... istri bapak kita ini maksud saya.
LSB : Hebat? Itu kau katakan hebat? Huh, begitu rupanya tanggapanmu tentang manusia dan
kemanusiaannya, ya? Itu tafsiranmu rupanya wanita, ya? Aku menyebutnya iseng. Manusia
yang tak punya fantasi, lalu meronggong tubuh manusia lain.
PB : Meronggong gimana, ah. Kalau si perempuan tak mau dirongrong, saya kira seluruh
persoalan dan filsafat iseng itu tak pernah ada.
LSB : Ah, tahu apa. Seolah filsafat iseng itu hanyalah filsafat ranjang dan hormon yang
berlebihan saja. Seandainya, bapak kita ini punya fantasi, maka apa yang aku katakkan
adalah: Alangkah bahagianya alangkah baiknya, sekiranya selama delapan tahun dia berumah
tangga dengan istrinya yang bernama Mince itu cukup membuat anak dua orang saja dan
enam buah novel misalnya.
PB : Ahaaa, kau seorang pengarang rupanya. Pengarang gagal yang kemudian terdampar di
taman untuk menganalisa peristiwa-peristiwa kecil sebagai hiburan untuk melupakan
kegagalanmu itu.
LSB : Tahu apa pula kau tentang makna sebenarnya dari kegagalan? Betapa banyak kejadian,
bahkan kegagalan itu merupakan penampilan yang paling prinsipiil terhadap karya-karyanya
yang tak punya mutu kepalang tanggung. Dan jangan lupa, tidak ada yang lebih dapat
merasakan apa arti berhasil selain daripada dia yang mengalami kegagalan.
OT : Mince! O, Mince. Telah kucari-cari kau ke mana-mana. Di mana kau Mince.
LSB : Apakah salah seorang anak dari anak bapak yang delapan orang itu tak ada di rumah?
OT : Tidak.
PB : Apakah bapak sudah pasang iklan dikoran?
LSB : Soal-soal itu tak layak dikorankan.
LSB : Soal-soal itu tak layak dikorankan.
PB : Banyak saja iklan-iklan yang demikian. Seperti yang saya baca pagi tadi disalah satu
koran berbunyi: “Adinda, Nur ..... Kembalilah kepada kakanda, pintu rumah kakanda selalu
terbuka lebar untuk kau, karena kakanda telah memaafkan semuanya”
LSB : (MARAH) Laki-laki bubur, ha! Setelah istri yang bernama Nur itu berbuat jahanam
dengan laki-laki lain, kemudian lari karena ketahuan berbuat begitu,. Nah, sekarang suami
berwatak daun pisang pembukus itu mau mengambil seorang pahlawan dari roman-roman
abad pertengahan, dan sikap ini dipertontonkan pada kita, masyarakat dari abad XX ini
dengan medium komunikasi yang paling prinsipiil paling vulgar, surat kabar. BAH!
PB : Vulgar? Melalui iklan surat kabar adalah cara yang paling praktis. Dan jangan lupa,
bukan suami si Nur itu saja yang telah berbuat begitu.
LSB : Pada abad XX ini akan lebih tertolong apabila mereka menolak iklan-iklan bergaya si
suami si Nur itu. Dan tahu kita ... berapa lagi lelaki yang berkeliaran macam suami si Nur itu
di luar kantor iklan surat kabar? Bayangkan, sekiranya semua senasib dengan suami si Nur
ini berbuat hal yang sama.
OT : (NYELETUK) Saya juga telah menyuruh menyiarkan kehilangan Mince melalui radio.
LSB : Tsyk, tsyk, tsyk. Hebat. Dan bagaimana hasilnya?
OT : Nol.
LSB : Seperti yang aku duga. Tsyk, tsyk, tsyk.
OT : (MERAUNG) Mince ...... oh Mince!
LSB : (DENGAN SIKAP YANG MENYANGSIKAN) Tunggu dulu, pak. Mince ini
sebenarnya siapa?
OT : (SUARA DATAR) Kucing.
LSB/PB : (TERCENGANG) Kucing???!!!
OT : Iya, kucing betina saya. Kucing yang saya sayangi. Dia senantiasa pulang kembali. Tapi
kali ini, dia telah menghilang lebih dari seminggu (MERAUNG) Mince ....... Mince!
LSB : (KESAL SEKALI) Kucing!!! Dan istri bapak sendiri di mana?
OT : Ada di rumah.
LSB : Di rumah? Rumah siapa?
OT : Rumah saya, sudah tentu.
LSB : Ah, rupanya bapak mempermain-mainkan kami. Kata bapak tadi bapak tidak bisa ke
mana-mana. Tak seorang pun yang menyukai bapak.
OT : Benar, sebenarnya. Dan istri saya juga tak suka kepada saya.
LSB : Mengapa?
OT : Dia istri saya yang kedua. Dia hanya menginginkan harta saya saja. Dan setelah harta
saya habis dijualnya untuk dibelikan barang-barang yang di hadapan notaris dinyatakan
sebagai miliknya sendiri, lalu saya tak ingin dia lihat lagi katanya.
LSB : Lalu, siapa yang ingin dilihatnya sekarang?
OT : Laki-laki lain, yang lebih muda dan lebih gagah.
LSB : Hmmmm, tentu, tentu. Masakkan dia bakal mencari laki-laki yang jauh tua dan lebih
buruk dari bapak. Dan sekarang di mana laki-laki yang lebih muda dan lebih gagah.
OT : Di rumah saya tentu.
LSB : Hmm, ya sudah tentu. Sudah tentu.
OT : Dia telah mengganti kedudukan saya dalam arti yang menyeluruh.
LSB : Hmmm, tentu ..... tentu. Kecuali sikat gigi bapak sajalah saya kira yang tak ikut
diambilnya.
OT : Juga sikat gigi saya.
LSB : Wah, laki-laki yang sungguh hebat. Sungguh hebat, juga sikat gigi. Dan lalu, bapak
kini tidur di mana?
OT : Di rumah saya juga, tapi digudangnya. Sebelah kamar babu, dan bersama Mince.
LSB : Kalau boleh saya mengajukan pertanyaan yang terakhir, istri bapak yang pertama
sekarang ada di mana?
OT : Mati. Delapan tahun yang lalu.
LSB : Namanya?
OT : Mince! (TIBA-TIBA DIA MERAUNG KEMBALI) Mince, Mince.
LSB : (TERMANGU-MANGU, MENGERTI KINI DUDUK PERSOALANNYA YANG
SEBENARNYA)
PB : (SANGAT KESAL, GERAM) Bah! (KARENA MEMECAHKAN BALONBALON
KECIL-KECIL SEMUANYA SATU PERSATU)
LSB : (KEPADA PB) Hai, mengapa kau?!
PB : (SANGAT KESAL, SEBUAH BALON KECIL SULIT DIPECAHKAN DENGAN
TANGANNYA) (DENGAN SANGAT MARAHNYA BALON KECIL ITU
DITARUHNYA DI ATAS TANAH) (LALU DIINJAK-INJAKNYA DENGAN
GEMASNYA) Bah!!! (IA PERGI) (LENYAP DARI PENTAS)

ADEGAN KEEMPAT
DIKAJAUHAN TERDENGAR SUARA ORANG AZAN, MENUNJUKKAN PUKUL
ENAM PETANG/MAGRIB
OT : (PILU) Pulang ke rumah mana, anak?
LSB : Ke gudang apekmu, sebelah kamar babumu.
OT : Tanpa Mince? LSB : (PILU SEKALI) Ya, tanpa Mince. Mince kedua-duanya .......
OT : (MENANGIS TERISAK-ISAK SEDIH KECIL) Tak dapat aku nak, tak dapat. Dan juga
aku tak mau.
LSB : Pulanglah, pak. Taman ini diadakan Kotpraja untuk dapat sekedar menghibur
warganya kotanya yang ketih, yang risau. Apa pula kata mereka nanti di koran, bila esok pagi
mereka melihat bapak di sini mati kedinginan.
OT : Mati adalah lebih bagiku dalam keadaan seperti ini. Mince tak ada lagi. Mince ..............
LSB : Benar, aku pun sependapat dengan bapak. Hanya kematian bapak dalam gudang
apekmu itu akan lebih menyamankan Kotapraja daripada di sini.
OT : Mati di taman lebih indah.
LSB : (TERTAWA) Indah, iya ..... bagi pencinta roman picisan, yang menyukai judul-judul
seperti: “MATI DI TENGAH TAMAN” atau “TAMAN MAUT”. Pulanglah pak. Nantikan
dengan tawakal di gudang apekmu yang penuh dengan cecunguk dan tikus sampai hari
penghabisanmu. Sungguh sangat menyedihkan. Tapi sayang sekali ..... jalan lain memang tak
ada lagi bagi bapak.
OT : (MERENUNG) Cecunguk ..... tikus.
LSB : ........ dan kesepian.
OT : Dan kau anak? Bagaimana dengan kau sendiri?
LSB : (TERSENYUM) Tidak lebih baik sedikit pun dari bapak. Habis kita mau berbuat apa
lagi? Seperti kata pencinta balon tadi, aku menjadikan kegagalanku sebagai barang tontonan
di taman. Bapak lihat kembang itu? Bagus, bukan? Dan bapak baca tulisan di papan yang
dipancangkan oleh Kotapraja di hadapannya. DILARANG MEMETIK BUNGA
(TERSENYUM)
OT : Iya, kau pengarang dan mahir benar kau benamkan deritamu dibalik kata-kata yang
sewaktu-waktu dapat kau hamburkan. Tapi bagaimana, anak, dengan kesunyianmu? Ikutlah
saya ke gudang apek saya itu. Agar ada teman saya. Agar adan teman, nak.
LSB : Terima kasih pak, kebersamaan kita yang bapak gambarkan itu lebih-lebih parah lagi
daripada kesendirian kita masing-masing.
OT : Naluri saya ..... dan ingat, ini naluri orang tua, lho. Keadaan anak tak jauh bedanya
dengan keadaan saya.
LSB : Saya tak akan menyangkalnya. Tapi, telah saya katakan tadi, usia yang lebih muda ada
pada saya. Kemungkinan dari kesepian saya jauh lebih banyak.
OT : Artinya, anak tak mau ikut saya?
LSB : Selamat malam, pak. (MENYALAMI DENGAN SANGAT MESRANYA PADA
ORANG TUA) Siapa tahu, besok kita bertemu lagi.
OT : Besok?
LSB : Ya, besok. Mengapa bapak sangsi dengan hari esok?
OT : (TERTAWA SAYU) Tidak, tidak, aku tidak mau lagi bertemu dengan kau
(TERSENYUM) Selamat malam, anak. Mudah-mudahan tidur nyenyak di mana saja kau
akan tidur malam ini. (SAMBIL BATUK-BATUK, PERGI PELAN-PELAN LENYAP
DARI PENTAS)
LSB : (MELIHAT KE LANGIT) Syukurlah, hujan tak bakal turun, mudah-mudahan hujan
tak bakal turun pada malam ini. Tidur di bawah jembatan dengan udara kotornya yang
bertumpuk di sini membuat bengekku semakin menjadi.
LSB MENAIKKAN LEHER BAJUNYA. BANGKU DIBERSIHKAN DENGAN
TANGANNYA. SEMUA GERAK GERIKNYA MENANDAKAN BAHWA IA MAU
TIDUR MALAM ITU.
SEPERTI JUGA MALAM-MALAM SEBELUMNYA. DALAM MALAM YANG BAKAL
DATANG LAGI DI BANGKU ITU .................................................
PERLAHAN-LAHAN LAMPU MATI.
DAN SELESAILAH SANDIWARA INI.

Anda mungkin juga menyukai