Anda di halaman 1dari 15

TAMAN
 a

[Sebuah
lakon
yang
mengusung
eksistensialisme

manusia
yang
di
ejawantahkan
lewat
rangkaian
peristiwa

di
sebuah
Taman]


Tokoh:


LSB
=
Lelaki
Setengah
Baya

OT
=
Orang
Tua

Karya
Iwan
Simatupang
 PB
=
Penjual
Balon

W
=
Wanita

Re‐Type


Tim
Kreatif
Teater

AnonimuS
 

Serang
Banten


teateranonimus@yahoo.
com


2
Oktober
2008


Publikasi

Teater
AnonimuS


(TAMAN,
BANGKU.
OT
MASUK,
BATUK‐BATUK,
DUDUK
DI
BANGKU.
MASUK
LSB,

DUDUK
DI
BANGKU)


LSB
 
 Mau
hujan


OT
 
 Apa?


LSB
 
 Hari
mau
hujan,
langit
mulai
mendung.


OT
 
 Ini
musim
hujan?


LSB
 
 Bukan.
Musim
kemarau.


OT
 
 Di
musim
kemarau,
hujan
tak
turun.


LSB
 
 Kata
siapa?



 
 Terdengar
petir


OT
 
 Ini
bulan
apa?


LSB
 
 Entah.


OT
 
 Kalau
begitu
saya
benar.
Ini
musim
hujan.


LSB
 
 Memang
sekarang
bulan
apa?


OT
 
 Entah.


LSB
 
 Kalau
begitu
saya
benar.
Ini
musim
kemarau.


OT
 
 Salah
seorang
dari
kita
pasti
benar.


LSB
 
 Kalau
begitu,
baiklah,
saya
kalah.
Ini
musim
hujan.


OT
 
 Tidak,
tidak.
Yang
lebih
tua
mesti
tahu
diri,
dan
mau
mengalah.
Ini
musim
kemarau.



 
 Bunyi
petir


OT
 
 Ternyata
kita
salah.


LSB
 
 Maksudmu,
bukan
musim
kemarau
daan
bukan
musim
hujan?


OT
 
 Habis
mau
apa
lagi?


LSB
 
 Beginilah
kalau
kita
gila
hormat.


OT
 
 Maumu
bagaimana?


LSB
 
 Akh,
kita
bisa
sedikit
main
kasar.


OT
 
 Lantas?


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


LSB
 
 Supaya
lebih
jelas,
musim
apa
sebenarnya
sekarang?


OT
 
 Dan
kalau
sudah
bertambah
jelas?


LSB
 
 (diam)


OT
 (merenung)
Dan
kalau
semuanya
bertambah
jelas,
maka
kit
pun
sudah
berkelahi,

karena
perdebatan
barusan,
dan
siapa
tahu
salah
seoraang
dari
kita
mati
karena

perdebatan
itu.
Atau
kita
berdua.
Dan
ini
semua
hanya
gara‐gara
kita
mencoba

mengambil
sikap
agak
kasar
terhadap
sesama.
(tiba‐tiba
marah).
Bah!
Persetan

dengan
musim!
Dengan
segala
musim!.


(BUNYI
PETIR.
TAK
BERAPA
LAMA
KEMUDIAN
MASUK
PB.
BALONNYA
BERANEKA

WARNA)


OT
 
 (kepada
PB)
Silahkan
duduk.


PB
 
 (bimbang,
tetap
berdiri)


OT
 
 Ayo,
silahkan
duduk.
(menepi)


LSB
 
 Tentu
saja
dia
ragu.


OT
 
 Memangnya
kenapa?


LSB
 Pakai
silahkan
segala!.
Ini
kan
taman!
(tiba‐tiba
marah)
dia
duduk
atau
tidak,

terserah
dia,
habis
perkara!
(melihat
geram
kepada
PB)


PB
 
 (duduk)


LSB
 
 (masih
marah)
kenapa
kau
duduk!?


PB
 
 Ee…saya
mau
duduk.


OT
 
 (tertawa
keras)


LSB
 
 (Sangat
marah)
Kenapa
bapak
tertawa?


OT
 
 (masih
tertawa)
Karena…saya
mau
tertawa…(terbahak‐bahak)


(SUARA
PETIR,
ANGIN
BERHEMBUS,
SEBUAH
BALON
HAMPIR
TERLEPAS.
SEGERA
PB

MENANGKAPNYA.
LSB
MENERKAM
BALON
ITU,
AGAR
BALON
ITU
LEPAS
KE
UDARA.

PB
DAN
LSB
BERGUMUL.
BALON‐BALON
LAINNYA
KINI
LEPAS
DARI
TANGAN
PB,

TERBANG
KE
UDARA.
SEBUAH
BALON
TERTANGKAP
OLEH
OT.
KEMUDIAN
IA

MEMAINKANNYA
DENGAN
GEMBIRA
SEPERTI
KANAK‐KANAK)


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


LSB
 
 (lepas
dari
pergulatan
dengan
PB,
ia
berdiri,
napasnya
tersengal‐sengal)


PB
 
 (duduk
di
tanah,
menangis)


OT
 
 (masih
asyik
bermain
balon)


LSB
 
 (kepada
PB)
Mengapa…Hei,
mengapa
menangis?


PB
 
 (diam,
terus
di
tanah;
menangis)


LSB
 
 (marah)
Hei,
kenapa
kau
menangis?


OT
 
 (sambil
terus
bermain
balon)
Karena
dia
memang
mau
menangis.


PB
 
 (tiba‐tiba)
bukan!
Bukan
itu
sebabnya!


OT/LSB

 (tercengang)


LSB
 
 Kalau
begitu,
kau
menangis
karena
apa?


PB
 
 Karena
balon‐balon
saya
terbang.


OT
 
 (mengerti)
Oo…dia
pedagang
yang
merasa
dirugikan.
Karena
balonnya
terbang.


LSB
 Oo,
itu…
ini!
(merogoh
dompetnya
dari
saku
belakang)
nah,
ini
sekedar
pengganti

kerugian.


PB
 
 (berdiri)
tidak!
(duduk
di
bangku,
tangisnya
menjadi‐jadi)
saya
tak
mau
dibayar.


OT/LSB

 Tidak
mau!?


PB
 
 (menggeleng‐gelengkan
kepalanya)


LSB
 
 Mengapa?


PB
 
 Saya
lebih
suka
balon.


LSB
 
 (tak
mengerti)
Tapi,
kau
pedagang
balon
kan?


PB
 
 Itu
alasan
saya
saja
untuk
dapat
memegang
balon.
Saya
pencinta
balon.


LSB
 
 Apa
maksudmu?


OT
 Mengapa
merasa
aneh?
Dia
pencinta
balon,
titik.
Seperti
juga
orang
lain,
pencinta

harmonika,
pencinta
mobil
balap,
pencinta
perempuan
cantik.
Apa
anehnya
dari

semua
itu?


LSB
 
 (masih
heran)
Jadi
kau
bukan
penjual
balon?


OT
 
 Ini,
terima
kembali
balonmu.


PB
 
 Tidak,
bapak
pegang
sajalah.

Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


OT
 
 (heran)
saya
pegang?


PB
 
 Karena
saya
lihat
bapak
juga
menyukainya.
Saya
suka
melihat
orang
yang
suka.


OT
 Ahh,
ini
bukan
lagi
kesukaan
namanya,
tapi
kenangan.
Tidak
nak,
sebaiknya
kau

ambil
kembali
balonmu
ini.


PB
 
 Saya
tak
sudi
dan
tak
berhak
menerima
kenangan
orang
(menolak
balon)



 
 Masuk
W,
mendorong
kereta
bayi.


W
 (menggapai
ke
arah
balon)
berikan
pada
saya
saja,
jika
memang
tak
seorangpun

yang
mau.


OT
 
 (tiba‐tiba
memecahkan
balon
itu,
lalu
melihat
ke
arah
W)


LSB
 
 (marah)
Hei
mengapa
bapak
pecahkan?


OT
 
 Karena
saya
memang
mau
memecahkannya.
Ngerti?
(tertawa)


LSB
 
 Bangsat!
Dasar
orangtua
keparat!
(menubruk
OT)


W
 (melerai)
sudah.
Sudah!
Jangan
berkelahi
hanya
karena
itu,
bukan
ini
yang
saya


maksud
tadi.


LSB
 
 Lepaskan!
Lepaskan
aku!
Biar
kuhajar
dia!


W
 
 Jangan!
Jangan!
(menangis)


LSB
 (kesal
melihat
W
menangis)
Ah,
air
mata
lagi!
Persetan!
Mengapa
nyonya
datang

kesini!?


W
 
 (tiba‐tiba
marah)
siapa
bilang
saya
nyonya!?


LSB
 O…baik,
baik!
Jadi
nyonya
bukan
nyonya.
Kalau
begitu
nyonya
apa?
Nona

barangkali!?


W
 
 (gugup)
Ti…(menangis)


OT
 
 Ahaa..!
nyonya
bukan,
nonapun
bukan.
Lantas
apa?
Ahaa…(tertawa)


PB
 Sungguh
kasar,
biadab
kalian!
(menuntun
W
duduk
di
bangku).
Sudahlah
bu,
jangan

hiraukan
mereka,
sebaiknya
ibu
lekas
pergi
saja
dari
sini,
sebelum
mereka
menghina

ibu
lebih
parah
lagi
nanti.
Pergilah!


OT
 (kepada
PB)Ahaaa…pergi
dengan
kau?
Ahaaa!
Akhirnya
sang
putri
bertemu
sang

pangerannya
di
tengah
taman.
Dan…ahaa!
Si
anakpun
bertemu
dengan

bapaknya!...(terbahak).


PB
 (tersadar)
siapa
bilang
saya….(melihat
silih
berganti
pada
OT,
W
dan
ke
dalam
kereta

bayi)
tidak,
tidak.
Saya
bukan….


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


OT
 
 (memotong)
Bukan
apanya
nak?


PB
 
 (pada
OT)
Bapak
mau
menuduh
saya?


LSB
 Menuduh
apa
bung?
Kau
tampaknya
begitu
bernafsu
bicara
soal
suatu
tuduhan
yang

sebenarnya
tak
ada.
Kemudian,
kau
tampaknya
bernafsu
menolak
tuduhan
itu,

hingga…(tertawa)
saya
kini
benar‐benar
mulai
curiga
dan
menuduh
kau
tentang

suatu
yang…terus
terang
saja,
sesuatu
yang
belum
jelas
bagi
saya.


PB
 
 (bingung)
tidak!
Tidak!


W
 
 (bernafsu
mendekati
PB,
memperhatikan
wajahnya
dengan
teliti)


PB
 (semakin
gugup)
Tidak!
Tidak!
Bukan
saya!
(mencoba
menutupi
wajahnya
dengan

kedua
telapak
tangannya)


W
 (geram)
Ayo,
buka
tanganmu,
aku
mau
melihat
kau!
Ayo!
(merenggut
tangan
PB

dari
wajahnya).


PB
 
 Tidak!
Bukan
saya!
Bukan!


W
 
 Jahanam!
Ayo,
buka
tanganmu
kataku!
Buka!
Bukaaa!


PB
 
 Bukan
saya!
Bukan
saya!


W
 Kurang
ajar!
Kau
telah
lari
ha!
Lari
dan
kau
tinggalkan
aku
sendirian.
Karena

perbuatanmu
aku
harus
menanggung
semuanya.
Aku
seorang
wanita,
sendirian!

Cuih!
Ayo
buka!


PB
 
 Bukan
saya!
Bukan
saya!


OT
 
 (nyeltuk)
itu
sudah
cukup,
tolol!


LSB
 
 (menimpal
OT)
belum
tentu.
Menurut
ilmu
kedokteran
modern…


W
 
 Ayo
buka
tanganmu!
(pada
OT/LSB)
bantu
saya,
saudara.


LSB
 Bukan
saya

tak
mau
menolong,
tapi
saya
secara
prinsipil
tak
mau
ikut
campur
dalam

urusan
yang
bukan
urusan
saya.


W
 
 (pada
OT)
Ayo
pak,
tolong
saya.


OT
 
 saya
Cuma
orang
tua.


LSB
 Sial!
Apa
maksud
perkataanmu;
saya
orang
tua.
Semua
juga
tahu,
bapak
memang

seorang
tua,
dan
sedikitpun
tak
ada
memperlihatkan
tanda‐tanda
bapak
adalah

kebalikan
dari
ucapan
itu.


OT
 (geli)
katakanlah
saya
hanya
ingin
mempertegas

kedudukan

saya
dalam
peristiwa

yang
kita
hadapi
ini.
Ke‐tua‐an
saya
melarang
saaya
terlibat
sedikitpun
ke
dalamnya.

Dan
kalaau
kalian
tanyakan
bagaimana
pendirian
saya
dalam
peristiwa
yang
sedikit

rumit
ini,
maka
jawab
saja,
saya
pro
pada
kalian
berdua,
lepas
dari
pertanyaan

Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


apakah
benar
atau
tidak,
peristiwa
itu
telah
benar‐benar
terjadi.
Tegasnya;
saya
pro

pada
setiap
peristiwa
beginian.


LSB
 
 Omong
kosong!
Yang
diminta
sekarang
dari
bapak
adalah
perbuatan!


OT
 
 Kata‐kata
saya
sekarang
merupakan
pendirian
dan
perbuatan
saya.


LSb
 Bagus,
bagus!
Bicaralah
terus
dan
sebentar
lagi
kita
saksikan
mereka
berdua
akan

saling
bantai
(maju
menolong
W
merenggut
tangan
PB
dari
mukanya)


PB
 (meraung)
Bukan
saya!
Bukan
saya!
Sungguh
mati,
saya
cuma
melakukannya
satu

kali
saja,
tak
lebih…


OT
 
 (geli)…dan
tak
kurang!


LSB
 Diam
bangsat!
Cuma
sekali….itukan
sudaah
cukup?
Maumu
berapa
kali
ha?
Serakah!

Jadi
kau
mengaku
sekarang!?


W
 (histeris)

aku….aku
ditinggalkanya
dan
dia
menghilang,
meninggalkan
aku

menghadapi
akibatnya.
(geram)
ayo
buka
tanganmu!


LSB
 
 Buka!
Buka!


Setelah
bergumul,
LSB
behasil
membuka
tangan
PB
dari
wajahnya,
lantas
tangan
PB

dikepit
ke
belakang
punggungnya.


PB
 
 Bukan,
bukan
saya!


W
 (maju
dekat
sekali
ke
wajah
PB)
Bangsat!
Laki‐laki
jahanam!
Kurang
aj…(tiba‐tiba

memekik)
Bukan!
Bukan!
Ya
Tuhan,
bukan
dia.


LSB/OT

 (serentak)
Bukan
dia!?


W
 
 Bukan….(pingsan,
segera
dipegang
OT)


PB
 
 (teriak
putus
asa)
Bukan
saya,
bukan
saya!
Cuma
sekali!
Cuma
sekali!


LSB
 
 (gemas,
melepaskan
kedua
tangan
PB)
Huh…bukan
kau!.


PB
 
 Bukan!
Bukan
saya,
cuma
sekali!


OT
 (repot
mengipasi
W
yang
sudah
dibaringkan
di
bangku)
Sudah!
Cukup!
Biar
kau

melakukannya
lebih
dari
sekali
tidak
penting
lagi.
Kemarilah,
daripada
kau
berteriak‐
teriak
begitu,
lebih
baik
kau
(melihat
ke
LSB)
kalian
menolong
wanita
ini.


LSB
 
 Menolong
bagaimana?


OT
 (sangat
kesal)
Ya,
menolong
dengan
melakukan
apa
yang
lazimnya
dilakukan
untuk

orang
pingsan.


LSB
 
 Saya
merasa
segan.


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


OT
 
 Segan?
Kenapa?


LSB
 
 Dia,
eh…perempuan.


OT
 …dan
kau
laki‐laki.
Lagi‐lagi
ucapan
camplang.
Semua
orang
juga
tahu,
dia
ini

perempuan
dan
kau
laki‐laki.
Lantas
kau
mau
apa?


LSB
 
 Maksud
saya…saya…eh
segan
bersentuhan
dengan
tubuh
perempuan.


OT
 
 Apa?
Apa‐apan
ini!?
Ayo,
lupakan
ke
lelakianmu
dan
tolong
aku.


LSB
 Saya
adalah
jenis
laki‐laki
yang
bila
bersentuhan
dengan
tubuh
perempuan
bisa
saja

terus…


OT
 
 (cepat‐cepat
memotong)
saya
tahu.
Tapi

laki‐laki
mana
yang
tidak!?


LSB
 
 O…Jadi
bapak
juga
memiliki
prinsip
yang
sama?


OT
 (tercengang)
Prinsip?
Akh,
kata
siapa
ini
soal
prinsip.
Aku
malah
lebih
cenderung

menyebutnya
sebagai
penyakit.
Akh,
persetan
dengan
semuanya.
Bukankah
prinsip

adalah
penyakit
juga?
Dan
sekarang
kuminta
dengan
hormat
padamu;
hentikan

sikap
sok
mu
itu.
Sadarlah,
bahwa
dalam
peristiwa
seperti
ini
yang
sangat

dibutuhkan
segera
adalah
perbuatan.
Tindakan
cepat!
Dan
itu
adalah
menolong
aku

berbuat
sesuatu
dengan
wanita
pingsan
ini.


LSB
 Kalau
aku
tak
salah,
dengan
orang
pingsan,
entah
dia
laki‐laki
atau
perempuan
kita

tak
dapat
melakukan
apa‐apa
selain
menunggu
ia
siuman.
Tapi…


OT
 
 Tapi
apa?


LSB
 
 Ya…bisa
saja;
dengan
wanita
yang….


OT
 
 Yang…



 
 Tiba‐tiba
bayi
dalam
kereta
menangis


W
 (mendengar
bayinya
menangis.
W
tersadar,
tiba‐tiba
ia
berdiri
dan
bergegas
menuju

kereta)


Anakku…anakku
(berusaha
meredakan
tangis
bayinya
dengan
cara
menggoyang‐
goyang
kereta
itu)
Kalian
telah
membangunkannya!
Laki‐laki
kasar
kalian!
(bayi

menangis
terus)



 
 OT,
PB
dan
LSB
saling
berpandangan


W
 Sungguh
kasar
kalian!
Kasar…(ke
bayi
dalam
kereta)
ssst…sst…
diamlah
nak.
Laki‐laki

semuanya
sama
saja,
kasar.
Tanpa
kecuali.


LSB
 
 Stop!
Stop!
Hentikan
air
matamu.



 
 Tangisan
bayi
makin
menjadi‐jadi.


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


LSB
 
 (mendekati
kereta
bayi)
Stop!
Jangan
menangis!
Stop!


W
 
 (mencegah
LSB)
Jangan!
Jangan
apa‐apakan
anakku!


PB
 (menahan
LSB)
apa‐apaan
ini?
Kau
mau
membunuh
bayi
ini
ha!?
Gila!
Benar‐benar

sinting
kau!


LSB
 (dalam
rangkulan
PB)
sudah
kukatakan
berhenti!
Stop!
Jangan
menangis.
Jangan
lagi

ada
yang
menangis!
Jangan
lagi
ada
yang
menangis…aku
tak
kuat
mendengarnya…

tak
kuat…
(menangis
tersedu‐sedu).


OT,
W
dan
PB
melihat
haru
pada
LSB
yang
mencoba
meredakan
tangisnya.
Dalam

isaknya
LSB
terus
berkata;
janganlah…lagi
ada
yang
menangis….
Aku
tak
kuat…tak

kuat
melihatnya.


PB
 
 (kepada
W)
sebaiknya
Ibu
pergi
saja
sekarang.


OT
 Ya,
kau
sebenarnya
telah
menyebutkan
kata
yang
setepatnya.
Yakni
Ibu.
(kepada
W)

ya,
sebaiknya
Ibu
pergi
saja.


W
 (agak
gugup)
Ibu…
saya
Ibu…
(melihat
kepada
bayinya
dalam
kereta)
baik,
baik.
Saya

kira
juga
lebih
baik
bila
saya
pergi.


OT
 Nah
bagus.
Dan
jagalah
dia
(melihat
ke
dalam
kereta)
baik.

Dia
(OT
lalu
berdiri
di

samping
W
melongok
bayi)
sungguh
manis,
anak
yang
sehat.
(menggelitik
bayi

dalam
kereta.
Terdengar
tawa
bayi)


PB
 
 (berdiri
di
samping
OT
dan
W,
ikut
melihat
lucu
bayi
dalam
kereta)


LSB
 
 (isaknya
berhenti
dan
juga
pelan‐pelan
pergi
berdiri
di
samping
bayi
dalam
kereta)


OT
 (terus
menggelitik
bayi
yang
terus
tertawa)
Nah,
dengar
tuh.
Hujan
akan
turun.

Lekaslah
Ibu
pulang.


PB
 
 Nanti
dia
(menunjuk
bayi)
basah,
bisa
sakit.


LSB
 
 Kalau
Ibu
bergegas,
tentunya
Ibu
tidak
akan
kehujanan.


W
 Baiklah
(melihat
terharu
kepada
ketiganya)
terima
kasih
banyak,
teman‐teman!

Berkat
kalian
aku
telah
menemukan
diriku
kembali.
Pertemuan
dengan
kalian
ini
tak

akan
mudah
aku
lupakan.
(menjabat
tangan
PB)
maafkanlah
aku
yang
telah

membuatmu
malu
(menjabat
tangan
LSB,
kemudian
OT)
Mohon
saudara

memaafkan
aku,
semoga
kita
bisa
bertemu
lagi.
(pergi
keluar
panggung).


OT/LSB/PB
 Sampai
Bertemu
lagi
bu…(kemudian
mereka
saling
pandang
penuh
arti)



 
 BUNYI
PETIR


LSB
 
 Langit
telah
gelap.
Hari
mau
hujan.


OT
 
 (dengan
jenaka)
kata
siapa?


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


LSB
 
 alaaa…
kamu
meledek?


OT
 
 Siapa
yang
meledek?
Lihat
tuh,
langit
justru
mulai
terang.


OT,
LSB
dan
PB
(sama‐sama
memandang
langit)


PB
 
 Sungguh
ajaib!
Langit
benar‐benar
mulai
terang.


LSB
 
 (heran)
Lalu
halilintar
tadi?


OT
 (tambah
jenaka)
Ya,
tetap
petir
dong.
Soalnya
sekarang
adalah,
bahwa
petir
yang

barusan
saja
kita
dengar
itu
sedikitpun
tak
mempunyai
sangkut‐paut
dengan
hujan.

Hujan
tak
akan
turun,
jelas?


LSB
 
 Sungguh
saya
makin
tak
paham.(geleng
kepala
lalu
duduk
di
bangku)


PB
 Dan
saya,
sekiranya
ditanyakan
secara
jujur
kepada
saya
sedikitpun
tak
memahami

apa
yang
sebenarnya
terjadi
di
antara
kalian
berdua.
(duduk
di
bangku.
Memungut

pecahan
balon
di
tanah.
Meniup
sobekannya
menjadi
balon
kecil).


OT
 Itulah
lucunya
dari
tiap
taman.
Setiap
orang
yang
datang,
lewat
di
taman

menganggap
dirinya
merdeka
untuk
mencampuri
setiap
pembicaraan.
Ya,
setiap

penghidupan
yang
kebetulan
sedang
berlaku
di
situ.


LSB
 Habis,
ini
kan
taman!?
Ini
adalah
tempat
terbuka
bagi
umum.
Di
setiap
tempat

umum,
ada
pembicaraan
umum.
Oleh
sebab
itu,
setiap
orang
boleh
saja
terus
ikut

bicara.
Demi
pendapat
umum!
Kalau
bapak
ingin
punya
pendapat
sendiri,
janganlah

datang
ke
taman.


OT
 
 Lalu
saya
harus
kemana?


LSB
 
 Kemana
saja,
asal
jangan
ke
taman.


OT
 
 kau
enak
saja
bicara.
Kemana
saja!?
(sedih,
pilu)
saya
tak
dapat
kemana‐mana.


LSB
 
 Kenapa?


OT
 
 (tiba‐tiba
menangis)
Tak
ada
seorangpun
yang
menginginkan
saya.
Tak
seorang
pun.


LSB
 
 Anak
bapak?


OT
 
 Delapan
orang.
Tapi
tak
seorangpun
dari
mereka
menyukai
saya.


LSB
 
 Terlalu!
Lalu
istri
bapak?


OT
 
 (tiba‐tiba
meraung)
Minah!
Minah!


PB
 
 (masih
membuat
balon‐balon
kecil)
siapa
minah?


LSB
 
 Sst,
Ibu.
Maksud
saya;
istri
bapak
kita
ini.


PB
 
 (terperanjat)
I‐B‐U?


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


LSB
 
 Sst,
ibu
maksud
saya
istri
bapak
kita
ini.


PB
 O…ngomong
dong
dari
tadi.
Hiii,
saya
dibuat
kaget
oleh
perkataan
Ibu
itu
tadi…
eh,

mengapa
ibu,
eh
istri
bapak
kita
ini
rupanya?


LSB
 
 Ssst…Jangan
kencang‐kencang,
sayapun
belum
tahu.


OT
 
 (meraung)
Minah!
Minah!


LSB
 
 Siapa
minah
pak?


OT
 
 Minah!
Minah!


LSB
 
 Apakah
Minah
istri
bapak?


OT
 
 Minah!
Kenapa
kau
tinggalkan
aku?


LSB
 
 (kepada
PB)
O,
jadi
minah
itu
memang
istrinya
dan
rupanya
minggat.


OT
 Minah!
Minah!
Mengapa
kau
tinggalkan
aku
setelah
hidup
bahagia
bersama
delapan

tahun.


LSB
 
 Delapan
tahun.
Kalau
begitu
tiap
tahun
dia
dapat
anak
satu.


PB
 
 Hebat
juga
si
Minah,
eh
istri
bapak
kita
ini
maksud
saya.


LSB
 Hebat!?
Itu
kau
katakan
hebat?
Huh,
begitu
rupanya
tanggapanmu
tentang
manusia

dan
kemanusiaan
ya?
Itu
tafsiranmu
tentang
wanita
ya?
Aku
menyebutnya:
ISENG!

Manusia
lelaki
yang
tak
punya
fantasi,
lalu
merongrong
tubuh
manusia
perempuan.


PB
 Merongrong
gimana
heh?
Kalau
si
perempuan
tidak
mau
dirongrong,
saya
kira

seluruh
persoalan
dan
filsafat
iseng
tidak
akan
pernah
ada.


LSB
 Ah,
kau
tahu
apa?
Seolah
filsafat
iseng
itu
hanya
filsafat
ranjang
dan
hormon
yang

berlebihan
saja.
Seandainya
bapak
kita
yang
terhormat
ini
punya
fantasi
sedikit
saja,

maka
apa
yang
hendak
aku
katakan;
alangkah
baiknya,
sekiranya
selama
delapan

tahun
dia
berumah
tangga
dengan
istrinya
yang
bernama
Minah
itu
cukup
membuat

dua
anak
saja
dan
enam
novel
misalnya.


PB
 Aha…Rupanya
kau
juga
seorang
pengarang.
Pengarang
gagal,
yang
terdampar
ke

taman
untuk
menganalisa
peristiwa‐peristiwa
kecil
sebagai
hiburan
untuk

melupakan
kegagalanmu
itu.


LSB
 Tahu
apa
pula
kau
soal
makna
sebenarnya
dari
kegagalan?
Betapa
banyak
kejadian,

bahwa
kegagalan
itu
merupakan
penampilan
yang
paling
prinsipil
dalam
karya‐karya

yang
punya
mutu
kepalang
tanggung.
Dan
jangan
lupa
kau;
tidak
ada
yang
lebih

dapat
merasakan
apa
arti
berhasil
selain
dia
yang
telah
mengalami
kegagalan.


OT
 
 Minah!
O…Minah!
Telah
kucari‐cari
kau
kemana‐mana.
Dimana
kau,
O
minah?


LSB
 
 Apa
dia
tak
ada
di
rumah
salah
satu
anak
bapak
yang
delapan
itu?


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


OT
 
 tidak
ada.


PB
 
 Apa
Bapak
sudah
pasang
iklan
di
koran?


LSb
 
 Soal
seperti
ini
tak
layak
diiklankan.


PB
 Banyak
 saya
 baca
 iklan
 demikian.
 Seperti
 yang
 saya
 baca
 tadi
 pagi
 di
 salah
 satu

koran,
 bunyinya:ADINDA
 NUR!
 KEMBALILAH
 KEPADA
 KAKANDA.
 PINTU
 RUMAH

KAKANDA
 SELALU
 TERBUKA
 LEBAR
 UNTUK
 KAU.
 KAKANDA
 TELAH
 MEMAAFKAN

SEMUANYA.


LSB
 (marah)
 laki‐laki
 bubur!
 Setelah
 istrinya
 yang
 bernama
 nur
 itu
 berbuat
 jahannam

dengan
 laki‐laki
 lain,
 kemudian
 ari
 ketahuan
 berbuat
 begitu,
 nah
 sekarang
 sang

suami
 berwatak
 daun
 pisang
 pembungkus
 itu
 mau
 mengambil
 sikap
 seorang

pahlawan
 dari
 roman‐roman
 abad
 pertengahan.
 Dan
 sikap
 ini
 di
 pertontonkannya

pada
 kita,
 masyarakat
 abad
 ke
 20
 ini,
 melaluui
 medium
 komunikasi
 yang
 paling

murah
dan
paling
vulgar;
surat
kabar.
Anjing!


PB
 Vulgar!
Pasang
iklan
di
surat
kabar
adalah
cara
praktis.
Dan
jangan
lupa,
bukan
Cuma

suami
si
Nur
itu
saja
yang
yang
telah
berbuat
seperti
itu.


LSB
 Pers
abad
ke
21
ini
akan
lebih
tertolong
apabila
mereka
menolak
iklan‐iklan
bergaya

suami
si
Nur
itu.
Dan
tahukah
kita
berapa
lagi
berkeliaran
lelaki
macam
suami
si
Nur

ini
 di
 luar
 kantor
 iklan
 surat
 kabar?
 Bayangkan,
 sekiranya
 semua
 senasib
 dengan

suami
si
Nur
ini
berbuat
hal
yang
sama.


OT
 
 (memotong)Saya
juga
telah
menyuruh
siarkan
kehilangan
Minah
melalui
radio.


LSB
 
 Ck…ck…hebat.
Lantas
hasilnya
bagaimana?


OT
 
 Nol


LSB
 
 Seperti
yang
kuduga.ckckck…


OT
 
 (kembali
meraung‐raung)
Minah!
O,
Minaaah!


LSB
 (Dengan
 sikap
 yang
 agak
 menyangsikan)
 Tunggu
 dulu
 pak.
 Minah
 ini
 sebenarnya

siapa?


OT
 
 (dengan
suara
datar)
Kucing
betina
saya.


LSB/PB

 Kkk…ucing!?


OT
 Dia
 senantiasa
 pulang
 kembali.
 Tapi
 kali
 ini,
 dia
 telah
 menghilang
 lebih
 dari

seminggu
(meraung)
Minah!
Minah!.


LSB
 
 (Kesal)
Kucing!
 Dan
istri
bapak
sendiri
ada
di
mana?


OT
 
 ada
di
rumah.


LSB
 
 Di
rumah?
Rumah
siapa?


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


OT
 
 Rumah
saya.


LSB
 Rupanya
 bapak
 mau
 mempermainkan
 kami.
 Kata
 bapak
 tadi,
 bapak
 tidak
 bias

kemana‐mana.
Tak
seorangpun
menyukai
bapak.


OT
 
 itu
benar.
Dan
istri
saya
juga
tidak
menyukai
saya.


LSB
 
 Mengapa?


OT
 Dia
 istri
 saya
 yang
 kedua.
 Dia
 hanya
 menginginkan
 harta
 saya
 saja.
 Setelah
 harta

saya
habis,
dia
pun
tak
menginginkan
saya
lagi.


LSB
 
 Lalu
siapa
yang
ingin
dilihatnya
sekarang?


OT
 
 Laki‐laki
lain.
Lebih
muda,
lebih
gagah.


LSB
 Hmmm,
 tentu
 saja,
 masa
 dia
 mencari
 laki‐laki
 yang
 lebih
 tua
 dan
 lebih
 buruk
 dari

bapak.
Dan
kini
dimana
laki‐laki
itu?


OT
 
 Sudah
tentu
di
rumah
saya.


LSB
 
 Hmm,
ya
sudah
tentu.


OT
 
 Dia
telah
menggantikan
kedudukan
saya
di
rumah.


LSB
 
 Hm…
tentu
saja.
Kecuali
sikat
gigi
bapak
saja
yang
saya
kira
tak
diambilnya.


OT
 
 Juga
sikat
gigi
saya.


LSB
 Wah,
laki
laki
yang
sungguh
hebat.
Sungguh
hebat!
Juga
sikat
gigi
bapak!
Lalu
bapak

tidur
dimana
kini?


OT
 
 Di
rumah
saya
juga.
Tapi
di
gudangnya.
Sebelah
kamar
babu
dan
bersama
Minah.


LSB
 Kalaulah
saya
boleh
bertanya
terakhir
kalinya,
istri
bapak
yang
pertama
ada
di
mana

sekarang?


OT
 
 Mati,
delapan
tahun
silam.


LSB
 
 Namanya?


OT
 
 Minah.
(tiba‐tiba
meraung)
Minah!
Minah!


LSB
 
 (termangu,
mengerti
duduk
perkaranya
sekarang)


PB
 
 Bangsat!
(memecahkan
balon‐balon
kecil
yang
dibuatnya)


LSB
 
 Hei
kenapa
kamu?


PB
 (sangat
marah,
sebuah
balon
kiranya
sangat
sulit
untuk
dipecahkan.
Lalu
ditaruhnya

di
tanah.
Di
injak)
bangsat!
(Keluar
panggung).


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


DIKEJAUHAN
 TERDENGAR
 SUARA
 LONCENG
 GEREJA.
 MENANDAKAN
 SUDAH



PETANG.


LSB
 (setelah
 diam
 hening
 sejenak)
 hari
 telah
 petang
 pak,
 pulanglah
 ke
 rumah.
 Itu
 lebih

baik
bagimu
dan
bagiku.


OT
 
 (pilu)
Pulang
ke
rumah
mana
nak?


LSB
 
 Ke
gudang
apekmu.
Sebelah
kamar
babumu.


OT
 
 Tanpa
minah?


LSB
 
 (pilu)
Tanpa
Minah.
Minah
kedua‐duanya.


OT
 
 (menangis)
Tak
dapat
aku,
nak.
Tak
dapat.
Lagipula
aku
tak
mau.


LSB
 Pulanglah
pak,
taman
ini
dibuat
untuk
dapat
sekedar
menghibur
warga
kotanya
yang

letih
dan
risau.
Apapula
yang
akan
mereka
katakan
nanti
di
korang,
bila
esok
mereka

mendapati
bapak
di
sini
mati
kedinginan.


OT
 
 Mati
bagiku
lebih
baik
dalam
keadaan
begini.
Minah
tak
ada
lagi.
Minah….


LSB
 Benar,
 dan
 aku
 pun
 sependapat
 dengan
 bapak.
 Hanya
 kematian
 bapak
 dalam

gudang
apek
itu
akan
lebih
enak
dibanding
di
sini.


OT
 
 Mati
di
taman
lebih
indah.


LSB
 (ketir)
 Indah.
 Ya…bagi
 pencinta
 roman
 picisan,
 yang
 menyukai
 judul‐judul
 seperti

‘Mati
 di
 tengah
 Taman’
 atau
 ‘Taman
 maut’
 pulanglah
 pak,
 nantikanlah
 dengan

tawakal
 di
 gudang
 apekmu
 yang
 penuh
 cecunguk
 dan
 tikus
 itu
 di
 hari

penghabisanmu.
Sungguh
sangat
menyedihkan!
Tapi
saying
sekali…Jalan
lain
tak
ada

lagi
bagi
bapak.


OT
 
 (merenung)
Cecunguk,
tikus…


LSB
 
 …dan
kesepian.


OT
 
 Dan
kau
nak,
bagaimana
kau
sendiri?


LSB
 (tersenyum)
Tak
lebih
baik
sedikitpun
dari
bapak.
Habis,
kita
mau
berbuat
apa
lagi?

Seperti
 kata
 Penjual
 Balon
 tadi;
 saya
 mencoba
 menjadikan
 kegagalanku
 sebagai

tontonan
indah
di
Taman.
Bapak
lihat
bunga
itu?
Di
sana?
Bagus
bukan?
Dana
bapak

baca
tulisan
di
papannya?
“DILARANG
MEMETIK
BUNGA”…(tersenyum)…


OT
 Ya,
kau
pengarang,
mahir
benar
kau
memendamkan
deritamu
di
balik
kata‐kata
yang

sewaktu‐waktu
 dapat
 kau
 hamburkan.
 Tapi
 bagaimana
 nak
 dengan
 kesunyianmu?

Ikut
saya
saja
ke
gudang
apek
itu,
menghibur
saya.


LSB
 Terima
 kasih
 pak,
 kebersamaan
 kita
 seperti
 yang
 bapak
 katakan,
 itu
 lebih
 parah

daripada
kesendirian
kita
masing‐masing.


Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)

Publikasi

Teater
AnonimuS


OT
 Naluri
saya!
Ingat,
ini
naluri
orang
tua
lho.
Berkata,
keadaan
anak
tak
jauh
bedanya

dengan
keadaan
saya.


LSB
 
 
saya.
Kemungkinan
kesepian
pada
saya
jauh
lebih
banyak.


OT
 
 artinya
anak
tak
mau
ikut
saya?


LSB
 
 Selamat
malam
pak,
(bersalaman)
siapa
tahu
besok
kita
akan
bertemu
lagi.


OT
 
 Dengan
keadaan
kita
seperti
ini?


LSB
 
 Justeru
karena
keadaan
kita
seperti
ini.


OT
 (tertawa)
Tidak,
tidak.
Aku
tak
mau
bertemu
kamu
lagi!
(tersenyum)
selamat
malam,

nak.
Semoga
tidurmu
nyenyak
(sambil
batuk,
ia
pergi
keluar
panggung)


LSB
menaikkan
kerah
bajunya.
Bangku
dibersihkan
dengan
tanganya.
Semua
gerak‐
geriknya
 menandakan
 ia
 mau
 tidur
 malam
 itu.
 Seperti
 juga
 malam‐malam

sebelumnya
dan
malam
yang
akan
datang.
Di
bangku
itu….


LSB
 (melihat
ke
langit)
Syukurlah
hujan
tak
akan
turun.
Atau…mudah‐mudahan
hujan
tak

turun
 malam
 ini.
 Tidur
 di
 kolong
 jembatan,
 dengan
 udara
 kotorannya
 yang

bertumpuk
di
situ.
Membuat
bengekku
kambuh
lagi.


(IA
 MELIHAT
 SEKELILING,
 KALAU‐KALAU
 ADA
 ORANG
 DATING.
 KEMUDIAN
 IA



MEREBAHKAN
 DIRI,
 SUARA
 BINATANG
 MALAM
 MULAI
 TERDENGAR.
 ANGIN

MENGHEMBUS,
 DEDAUNAN
 DI
 TAMAN
 BERGEMERISIK.
 DI
 KEJAUHAN
 TERDENGAR

SALAK
 ANJING,
 DERU
 MOBIL.
 TAK
 BERAPA
 LAMA
 TERDENGAR
 SUARA
 LELAKI
 DAN

PEREMPUAN.
 TERTAWA
 GENIT
 DAN
 MAKIN
 DEKAT.
 MASUKLAH
 SEPASANG
 MUDA‐
MUDI
BERPEGANGAN
TANGAN
ERAT
SEKAALI
KE
PINGGANG)


Gadis
 
 (melihat
ke
LSB)
ssst,
ada
orang.


LSB
 (tertawa)
Ya,
ya.
Bangku
ini
sudaah
ada
orangnya.
(dia
duduk
di
bangku)
Tapi
inikan

taman.
 Di
 sebelah
 sana
 ada
 bangku
 kosong.
 (tertawa)
 kesanalah
 kalian.
 Saya
 tak

akan
melihat…
lagipula
saayaa
sangat
mengantuk.



 
 Gadis
dan
pemuda
malu.


LSB
 Ayo
pergilah
kesana.
Jangan
sia‐siakan
kesempatan.
Selagi
kalian
masih
muda.
Saya

benar‐benar
tak
akan
melihat,
sungguh.
Lagipula
saya
amat
letih.



 
 Gadis
daan
Pemuda
ragu‐raagu
sebentar,
kemudian
pergi
kea
rah
yang
ditunjuk
LSB.


LSB
 (tertawa
 mengerti,
 sejenak
 ia
 mengikuti
 keduanya
 dengan
 matanya.
 Kemudian

merebahkan
diri
di
bangku
itu)
Lagipula
saya
sangat
mengantuk,
letih…lelah….


SUARA
 BINATANG
 MALAM
 MAKIN
 NYARING,
 ANGIN
 BERHEMBUS,
 SALAK
 ANJING



DAAN
KERETA
YANG
LEWAT


Tamat

Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang

Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia

(Non
profit
oriented)


Anda mungkin juga menyukai