TAMAN Iwan Simatupang
TAMAN Iwan Simatupang
TAMAN
a
[Sebuah
lakon
yang
mengusung
eksistensialisme
manusia
yang
di
ejawantahkan
lewat
rangkaian
peristiwa
di
sebuah
Taman]
Tokoh:
LSB
=
Lelaki
Setengah
Baya
OT
=
Orang
Tua
Karya
Iwan
Simatupang
PB
=
Penjual
Balon
W
=
Wanita
Re‐Type
Tim
Kreatif
Teater
AnonimuS
Serang
Banten
teateranonimus@yahoo.
com
2
Oktober
2008
Publikasi
Teater
AnonimuS
(TAMAN,
BANGKU.
OT
MASUK,
BATUK‐BATUK,
DUDUK
DI
BANGKU.
MASUK
LSB,
DUDUK
DI
BANGKU)
LSB Mau hujan
OT Apa?
LSB Hari mau hujan, langit mulai mendung.
OT Ini musim hujan?
LSB Bukan. Musim kemarau.
OT Di musim kemarau, hujan tak turun.
LSB Kata siapa?
Terdengar petir
OT Ini bulan apa?
LSB Entah.
OT Kalau begitu saya benar. Ini musim hujan.
LSB Memang sekarang bulan apa?
OT Entah.
LSB Kalau begitu saya benar. Ini musim kemarau.
OT Salah seorang dari kita pasti benar.
LSB Kalau begitu, baiklah, saya kalah. Ini musim hujan.
OT Tidak, tidak. Yang lebih tua mesti tahu diri, dan mau mengalah. Ini musim kemarau.
Bunyi petir
OT Ternyata kita salah.
LSB Maksudmu, bukan musim kemarau daan bukan musim hujan?
OT Habis mau apa lagi?
LSB Beginilah kalau kita gila hormat.
OT Maumu bagaimana?
LSB Akh, kita bisa sedikit main kasar.
OT Lantas?
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
LSB Supaya lebih jelas, musim apa sebenarnya sekarang?
OT Dan kalau sudah bertambah jelas?
LSB (diam)
OT
(merenung)
Dan
kalau
semuanya
bertambah
jelas,
maka
kit
pun
sudah
berkelahi,
karena
perdebatan
barusan,
dan
siapa
tahu
salah
seoraang
dari
kita
mati
karena
perdebatan
itu.
Atau
kita
berdua.
Dan
ini
semua
hanya
gara‐gara
kita
mencoba
mengambil
sikap
agak
kasar
terhadap
sesama.
(tiba‐tiba
marah).
Bah!
Persetan
dengan
musim!
Dengan
segala
musim!.
(BUNYI
PETIR.
TAK
BERAPA
LAMA
KEMUDIAN
MASUK
PB.
BALONNYA
BERANEKA
WARNA)
OT (kepada PB) Silahkan duduk.
PB (bimbang, tetap berdiri)
OT Ayo, silahkan duduk. (menepi)
LSB Tentu saja dia ragu.
OT Memangnya kenapa?
LSB
Pakai
silahkan
segala!.
Ini
kan
taman!
(tiba‐tiba
marah)
dia
duduk
atau
tidak,
terserah
dia,
habis
perkara!
(melihat
geram
kepada
PB)
PB (duduk)
LSB (masih marah) kenapa kau duduk!?
PB Ee…saya mau duduk.
OT (tertawa keras)
LSB (Sangat marah) Kenapa bapak tertawa?
OT (masih tertawa) Karena…saya mau tertawa…(terbahak‐bahak)
(SUARA
PETIR,
ANGIN
BERHEMBUS,
SEBUAH
BALON
HAMPIR
TERLEPAS.
SEGERA
PB
MENANGKAPNYA.
LSB
MENERKAM
BALON
ITU,
AGAR
BALON
ITU
LEPAS
KE
UDARA.
PB
DAN
LSB
BERGUMUL.
BALON‐BALON
LAINNYA
KINI
LEPAS
DARI
TANGAN
PB,
TERBANG
KE
UDARA.
SEBUAH
BALON
TERTANGKAP
OLEH
OT.
KEMUDIAN
IA
MEMAINKANNYA
DENGAN
GEMBIRA
SEPERTI
KANAK‐KANAK)
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
LSB (lepas dari pergulatan dengan PB, ia berdiri, napasnya tersengal‐sengal)
PB (duduk di tanah, menangis)
OT (masih asyik bermain balon)
LSB (kepada PB) Mengapa…Hei, mengapa menangis?
PB (diam, terus di tanah; menangis)
LSB (marah) Hei, kenapa kau menangis?
OT (sambil terus bermain balon) Karena dia memang mau menangis.
PB (tiba‐tiba) bukan! Bukan itu sebabnya!
OT/LSB (tercengang)
LSB Kalau begitu, kau menangis karena apa?
PB Karena balon‐balon saya terbang.
OT (mengerti) Oo…dia pedagang yang merasa dirugikan. Karena balonnya terbang.
LSB
Oo,
itu…
ini!
(merogoh
dompetnya
dari
saku
belakang)
nah,
ini
sekedar
pengganti
kerugian.
PB (berdiri) tidak! (duduk di bangku, tangisnya menjadi‐jadi) saya tak mau dibayar.
OT/LSB Tidak mau!?
PB (menggeleng‐gelengkan kepalanya)
LSB Mengapa?
PB Saya lebih suka balon.
LSB (tak mengerti) Tapi, kau pedagang balon kan?
PB Itu alasan saya saja untuk dapat memegang balon. Saya pencinta balon.
LSB Apa maksudmu?
OT
Mengapa
merasa
aneh?
Dia
pencinta
balon,
titik.
Seperti
juga
orang
lain,
pencinta
harmonika,
pencinta
mobil
balap,
pencinta
perempuan
cantik.
Apa
anehnya
dari
semua
itu?
LSB (masih heran) Jadi kau bukan penjual balon?
OT Ini, terima kembali balonmu.
PB
Tidak,
bapak
pegang
sajalah.
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
OT (heran) saya pegang?
PB Karena saya lihat bapak juga menyukainya. Saya suka melihat orang yang suka.
OT
Ahh,
ini
bukan
lagi
kesukaan
namanya,
tapi
kenangan.
Tidak
nak,
sebaiknya
kau
ambil
kembali
balonmu
ini.
PB Saya tak sudi dan tak berhak menerima kenangan orang (menolak balon)
Masuk W, mendorong kereta bayi.
W
(menggapai
ke
arah
balon)
berikan
pada
saya
saja,
jika
memang
tak
seorangpun
yang
mau.
OT (tiba‐tiba memecahkan balon itu, lalu melihat ke arah W)
LSB (marah) Hei mengapa bapak pecahkan?
OT Karena saya memang mau memecahkannya. Ngerti? (tertawa)
LSB Bangsat! Dasar orangtua keparat! (menubruk OT)
W
(melerai)
sudah.
Sudah!
Jangan
berkelahi
hanya
karena
itu,
bukan
ini
yang
saya
maksud
tadi.
LSB Lepaskan! Lepaskan aku! Biar kuhajar dia!
W Jangan! Jangan! (menangis)
LSB
(kesal
melihat
W
menangis)
Ah,
air
mata
lagi!
Persetan!
Mengapa
nyonya
datang
kesini!?
W (tiba‐tiba marah) siapa bilang saya nyonya!?
LSB
O…baik,
baik!
Jadi
nyonya
bukan
nyonya.
Kalau
begitu
nyonya
apa?
Nona
barangkali!?
W (gugup) Ti…(menangis)
OT Ahaa..! nyonya bukan, nonapun bukan. Lantas apa? Ahaa…(tertawa)
PB
Sungguh
kasar,
biadab
kalian!
(menuntun
W
duduk
di
bangku).
Sudahlah
bu,
jangan
hiraukan
mereka,
sebaiknya
ibu
lekas
pergi
saja
dari
sini,
sebelum
mereka
menghina
ibu
lebih
parah
lagi
nanti.
Pergilah!
OT
(kepada
PB)Ahaaa…pergi
dengan
kau?
Ahaaa!
Akhirnya
sang
putri
bertemu
sang
pangerannya
di
tengah
taman.
Dan…ahaa!
Si
anakpun
bertemu
dengan
bapaknya!...(terbahak).
PB
(tersadar)
siapa
bilang
saya….(melihat
silih
berganti
pada
OT,
W
dan
ke
dalam
kereta
bayi)
tidak,
tidak.
Saya
bukan….
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
OT (memotong) Bukan apanya nak?
PB (pada OT) Bapak mau menuduh saya?
LSB
Menuduh
apa
bung?
Kau
tampaknya
begitu
bernafsu
bicara
soal
suatu
tuduhan
yang
sebenarnya
tak
ada.
Kemudian,
kau
tampaknya
bernafsu
menolak
tuduhan
itu,
hingga…(tertawa)
saya
kini
benar‐benar
mulai
curiga
dan
menuduh
kau
tentang
suatu
yang…terus
terang
saja,
sesuatu
yang
belum
jelas
bagi
saya.
PB (bingung) tidak! Tidak!
W (bernafsu mendekati PB, memperhatikan wajahnya dengan teliti)
PB
(semakin
gugup)
Tidak!
Tidak!
Bukan
saya!
(mencoba
menutupi
wajahnya
dengan
kedua
telapak
tangannya)
W
(geram)
Ayo,
buka
tanganmu,
aku
mau
melihat
kau!
Ayo!
(merenggut
tangan
PB
dari
wajahnya).
PB Tidak! Bukan saya! Bukan!
W Jahanam! Ayo, buka tanganmu kataku! Buka! Bukaaa!
PB Bukan saya! Bukan saya!
W
Kurang
ajar!
Kau
telah
lari
ha!
Lari
dan
kau
tinggalkan
aku
sendirian.
Karena
perbuatanmu
aku
harus
menanggung
semuanya.
Aku
seorang
wanita,
sendirian!
Cuih!
Ayo
buka!
PB Bukan saya! Bukan saya!
OT (nyeltuk) itu sudah cukup, tolol!
LSB (menimpal OT) belum tentu. Menurut ilmu kedokteran modern…
W Ayo buka tanganmu! (pada OT/LSB) bantu saya, saudara.
LSB
Bukan
saya
tak
mau
menolong,
tapi
saya
secara
prinsipil
tak
mau
ikut
campur
dalam
urusan
yang
bukan
urusan
saya.
W (pada OT) Ayo pak, tolong saya.
OT saya Cuma orang tua.
LSB
Sial!
Apa
maksud
perkataanmu;
saya
orang
tua.
Semua
juga
tahu,
bapak
memang
seorang
tua,
dan
sedikitpun
tak
ada
memperlihatkan
tanda‐tanda
bapak
adalah
kebalikan
dari
ucapan
itu.
OT
(geli)
katakanlah
saya
hanya
ingin
mempertegas
kedudukan
saya
dalam
peristiwa
yang
kita
hadapi
ini.
Ke‐tua‐an
saya
melarang
saaya
terlibat
sedikitpun
ke
dalamnya.
Dan
kalaau
kalian
tanyakan
bagaimana
pendirian
saya
dalam
peristiwa
yang
sedikit
rumit
ini,
maka
jawab
saja,
saya
pro
pada
kalian
berdua,
lepas
dari
pertanyaan
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
apakah
benar
atau
tidak,
peristiwa
itu
telah
benar‐benar
terjadi.
Tegasnya;
saya
pro
pada
setiap
peristiwa
beginian.
LSB Omong kosong! Yang diminta sekarang dari bapak adalah perbuatan!
OT Kata‐kata saya sekarang merupakan pendirian dan perbuatan saya.
LSb
Bagus,
bagus!
Bicaralah
terus
dan
sebentar
lagi
kita
saksikan
mereka
berdua
akan
saling
bantai
(maju
menolong
W
merenggut
tangan
PB
dari
mukanya)
PB
(meraung)
Bukan
saya!
Bukan
saya!
Sungguh
mati,
saya
cuma
melakukannya
satu
kali
saja,
tak
lebih…
OT (geli)…dan tak kurang!
LSB
Diam
bangsat!
Cuma
sekali….itukan
sudaah
cukup?
Maumu
berapa
kali
ha?
Serakah!
Jadi
kau
mengaku
sekarang!?
W
(histeris)
aku….aku
ditinggalkanya
dan
dia
menghilang,
meninggalkan
aku
menghadapi
akibatnya.
(geram)
ayo
buka
tanganmu!
LSB Buka! Buka!
Setelah
bergumul,
LSB
behasil
membuka
tangan
PB
dari
wajahnya,
lantas
tangan
PB
dikepit
ke
belakang
punggungnya.
PB Bukan, bukan saya!
W
(maju
dekat
sekali
ke
wajah
PB)
Bangsat!
Laki‐laki
jahanam!
Kurang
aj…(tiba‐tiba
memekik)
Bukan!
Bukan!
Ya
Tuhan,
bukan
dia.
LSB/OT (serentak) Bukan dia!?
W Bukan….(pingsan, segera dipegang OT)
PB (teriak putus asa) Bukan saya, bukan saya! Cuma sekali! Cuma sekali!
LSB (gemas, melepaskan kedua tangan PB) Huh…bukan kau!.
PB Bukan! Bukan saya, cuma sekali!
OT
(repot
mengipasi
W
yang
sudah
dibaringkan
di
bangku)
Sudah!
Cukup!
Biar
kau
melakukannya
lebih
dari
sekali
tidak
penting
lagi.
Kemarilah,
daripada
kau
berteriak‐
teriak
begitu,
lebih
baik
kau
(melihat
ke
LSB)
kalian
menolong
wanita
ini.
LSB Menolong bagaimana?
OT
(sangat
kesal)
Ya,
menolong
dengan
melakukan
apa
yang
lazimnya
dilakukan
untuk
orang
pingsan.
LSB Saya merasa segan.
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
OT Segan? Kenapa?
LSB Dia, eh…perempuan.
OT
…dan
kau
laki‐laki.
Lagi‐lagi
ucapan
camplang.
Semua
orang
juga
tahu,
dia
ini
perempuan
dan
kau
laki‐laki.
Lantas
kau
mau
apa?
LSB Maksud saya…saya…eh segan bersentuhan dengan tubuh perempuan.
OT Apa? Apa‐apan ini!? Ayo, lupakan ke lelakianmu dan tolong aku.
LSB
Saya
adalah
jenis
laki‐laki
yang
bila
bersentuhan
dengan
tubuh
perempuan
bisa
saja
terus…
OT (cepat‐cepat memotong) saya tahu. Tapi laki‐laki mana yang tidak!?
LSB O…Jadi bapak juga memiliki prinsip yang sama?
OT
(tercengang)
Prinsip?
Akh,
kata
siapa
ini
soal
prinsip.
Aku
malah
lebih
cenderung
menyebutnya
sebagai
penyakit.
Akh,
persetan
dengan
semuanya.
Bukankah
prinsip
adalah
penyakit
juga?
Dan
sekarang
kuminta
dengan
hormat
padamu;
hentikan
sikap
sok
mu
itu.
Sadarlah,
bahwa
dalam
peristiwa
seperti
ini
yang
sangat
dibutuhkan
segera
adalah
perbuatan.
Tindakan
cepat!
Dan
itu
adalah
menolong
aku
berbuat
sesuatu
dengan
wanita
pingsan
ini.
LSB
Kalau
aku
tak
salah,
dengan
orang
pingsan,
entah
dia
laki‐laki
atau
perempuan
kita
tak
dapat
melakukan
apa‐apa
selain
menunggu
ia
siuman.
Tapi…
OT Tapi apa?
LSB Ya…bisa saja; dengan wanita yang….
OT Yang…
Tiba‐tiba bayi dalam kereta menangis
W
(mendengar
bayinya
menangis.
W
tersadar,
tiba‐tiba
ia
berdiri
dan
bergegas
menuju
kereta)
Anakku…anakku
(berusaha
meredakan
tangis
bayinya
dengan
cara
menggoyang‐
goyang
kereta
itu)
Kalian
telah
membangunkannya!
Laki‐laki
kasar
kalian!
(bayi
menangis
terus)
OT, PB dan LSB saling berpandangan
W
Sungguh
kasar
kalian!
Kasar…(ke
bayi
dalam
kereta)
ssst…sst…
diamlah
nak.
Laki‐laki
semuanya
sama
saja,
kasar.
Tanpa
kecuali.
LSB Stop! Stop! Hentikan air matamu.
Tangisan bayi makin menjadi‐jadi.
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
LSB (mendekati kereta bayi) Stop! Jangan menangis! Stop!
W (mencegah LSB) Jangan! Jangan apa‐apakan anakku!
PB
(menahan
LSB)
apa‐apaan
ini?
Kau
mau
membunuh
bayi
ini
ha!?
Gila!
Benar‐benar
sinting
kau!
LSB
(dalam
rangkulan
PB)
sudah
kukatakan
berhenti!
Stop!
Jangan
menangis.
Jangan
lagi
ada
yang
menangis!
Jangan
lagi
ada
yang
menangis…aku
tak
kuat
mendengarnya…
tak
kuat…
(menangis
tersedu‐sedu).
OT,
W
dan
PB
melihat
haru
pada
LSB
yang
mencoba
meredakan
tangisnya.
Dalam
isaknya
LSB
terus
berkata;
janganlah…lagi
ada
yang
menangis….
Aku
tak
kuat…tak
kuat
melihatnya.
PB (kepada W) sebaiknya Ibu pergi saja sekarang.
OT
Ya,
kau
sebenarnya
telah
menyebutkan
kata
yang
setepatnya.
Yakni
Ibu.
(kepada
W)
ya,
sebaiknya
Ibu
pergi
saja.
W
(agak
gugup)
Ibu…
saya
Ibu…
(melihat
kepada
bayinya
dalam
kereta)
baik,
baik.
Saya
kira
juga
lebih
baik
bila
saya
pergi.
OT
Nah
bagus.
Dan
jagalah
dia
(melihat
ke
dalam
kereta)
baik.
Dia
(OT
lalu
berdiri
di
samping
W
melongok
bayi)
sungguh
manis,
anak
yang
sehat.
(menggelitik
bayi
dalam
kereta.
Terdengar
tawa
bayi)
PB (berdiri di samping OT dan W, ikut melihat lucu bayi dalam kereta)
LSB (isaknya berhenti dan juga pelan‐pelan pergi berdiri di samping bayi dalam kereta)
OT
(terus
menggelitik
bayi
yang
terus
tertawa)
Nah,
dengar
tuh.
Hujan
akan
turun.
Lekaslah
Ibu
pulang.
PB Nanti dia (menunjuk bayi) basah, bisa sakit.
LSB Kalau Ibu bergegas, tentunya Ibu tidak akan kehujanan.
W
Baiklah
(melihat
terharu
kepada
ketiganya)
terima
kasih
banyak,
teman‐teman!
Berkat
kalian
aku
telah
menemukan
diriku
kembali.
Pertemuan
dengan
kalian
ini
tak
akan
mudah
aku
lupakan.
(menjabat
tangan
PB)
maafkanlah
aku
yang
telah
membuatmu
malu
(menjabat
tangan
LSB,
kemudian
OT)
Mohon
saudara
memaafkan
aku,
semoga
kita
bisa
bertemu
lagi.
(pergi
keluar
panggung).
OT/LSB/PB Sampai Bertemu lagi bu…(kemudian mereka saling pandang penuh arti)
BUNYI PETIR
LSB Langit telah gelap. Hari mau hujan.
OT (dengan jenaka) kata siapa?
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
LSB alaaa… kamu meledek?
OT Siapa yang meledek? Lihat tuh, langit justru mulai terang.
OT, LSB dan PB (sama‐sama memandang langit)
PB Sungguh ajaib! Langit benar‐benar mulai terang.
LSB (heran) Lalu halilintar tadi?
OT
(tambah
jenaka)
Ya,
tetap
petir
dong.
Soalnya
sekarang
adalah,
bahwa
petir
yang
barusan
saja
kita
dengar
itu
sedikitpun
tak
mempunyai
sangkut‐paut
dengan
hujan.
Hujan
tak
akan
turun,
jelas?
LSB Sungguh saya makin tak paham.(geleng kepala lalu duduk di bangku)
PB
Dan
saya,
sekiranya
ditanyakan
secara
jujur
kepada
saya
sedikitpun
tak
memahami
apa
yang
sebenarnya
terjadi
di
antara
kalian
berdua.
(duduk
di
bangku.
Memungut
pecahan
balon
di
tanah.
Meniup
sobekannya
menjadi
balon
kecil).
OT
Itulah
lucunya
dari
tiap
taman.
Setiap
orang
yang
datang,
lewat
di
taman
menganggap
dirinya
merdeka
untuk
mencampuri
setiap
pembicaraan.
Ya,
setiap
penghidupan
yang
kebetulan
sedang
berlaku
di
situ.
LSB
Habis,
ini
kan
taman!?
Ini
adalah
tempat
terbuka
bagi
umum.
Di
setiap
tempat
umum,
ada
pembicaraan
umum.
Oleh
sebab
itu,
setiap
orang
boleh
saja
terus
ikut
bicara.
Demi
pendapat
umum!
Kalau
bapak
ingin
punya
pendapat
sendiri,
janganlah
datang
ke
taman.
OT Lalu saya harus kemana?
LSB Kemana saja, asal jangan ke taman.
OT kau enak saja bicara. Kemana saja!? (sedih, pilu) saya tak dapat kemana‐mana.
LSB Kenapa?
OT (tiba‐tiba menangis) Tak ada seorangpun yang menginginkan saya. Tak seorang pun.
LSB Anak bapak?
OT Delapan orang. Tapi tak seorangpun dari mereka menyukai saya.
LSB Terlalu! Lalu istri bapak?
OT (tiba‐tiba meraung) Minah! Minah!
PB (masih membuat balon‐balon kecil) siapa minah?
LSB Sst, Ibu. Maksud saya; istri bapak kita ini.
PB (terperanjat) I‐B‐U?
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
LSB Sst, ibu maksud saya istri bapak kita ini.
PB
O…ngomong
dong
dari
tadi.
Hiii,
saya
dibuat
kaget
oleh
perkataan
Ibu
itu
tadi…
eh,
mengapa
ibu,
eh
istri
bapak
kita
ini
rupanya?
LSB Ssst…Jangan kencang‐kencang, sayapun belum tahu.
OT (meraung) Minah! Minah!
LSB Siapa minah pak?
OT Minah! Minah!
LSB Apakah Minah istri bapak?
OT Minah! Kenapa kau tinggalkan aku?
LSB (kepada PB) O, jadi minah itu memang istrinya dan rupanya minggat.
OT
Minah!
Minah!
Mengapa
kau
tinggalkan
aku
setelah
hidup
bahagia
bersama
delapan
tahun.
LSB Delapan tahun. Kalau begitu tiap tahun dia dapat anak satu.
PB Hebat juga si Minah, eh istri bapak kita ini maksud saya.
LSB
Hebat!?
Itu
kau
katakan
hebat?
Huh,
begitu
rupanya
tanggapanmu
tentang
manusia
dan
kemanusiaan
ya?
Itu
tafsiranmu
tentang
wanita
ya?
Aku
menyebutnya:
ISENG!
Manusia
lelaki
yang
tak
punya
fantasi,
lalu
merongrong
tubuh
manusia
perempuan.
PB
Merongrong
gimana
heh?
Kalau
si
perempuan
tidak
mau
dirongrong,
saya
kira
seluruh
persoalan
dan
filsafat
iseng
tidak
akan
pernah
ada.
LSB
Ah,
kau
tahu
apa?
Seolah
filsafat
iseng
itu
hanya
filsafat
ranjang
dan
hormon
yang
berlebihan
saja.
Seandainya
bapak
kita
yang
terhormat
ini
punya
fantasi
sedikit
saja,
maka
apa
yang
hendak
aku
katakan;
alangkah
baiknya,
sekiranya
selama
delapan
tahun
dia
berumah
tangga
dengan
istrinya
yang
bernama
Minah
itu
cukup
membuat
dua
anak
saja
dan
enam
novel
misalnya.
PB
Aha…Rupanya
kau
juga
seorang
pengarang.
Pengarang
gagal,
yang
terdampar
ke
taman
untuk
menganalisa
peristiwa‐peristiwa
kecil
sebagai
hiburan
untuk
melupakan
kegagalanmu
itu.
LSB
Tahu
apa
pula
kau
soal
makna
sebenarnya
dari
kegagalan?
Betapa
banyak
kejadian,
bahwa
kegagalan
itu
merupakan
penampilan
yang
paling
prinsipil
dalam
karya‐karya
yang
punya
mutu
kepalang
tanggung.
Dan
jangan
lupa
kau;
tidak
ada
yang
lebih
dapat
merasakan
apa
arti
berhasil
selain
dia
yang
telah
mengalami
kegagalan.
OT Minah! O…Minah! Telah kucari‐cari kau kemana‐mana. Dimana kau, O minah?
LSB Apa dia tak ada di rumah salah satu anak bapak yang delapan itu?
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
OT tidak ada.
PB Apa Bapak sudah pasang iklan di koran?
LSb Soal seperti ini tak layak diiklankan.
PB
Banyak
saya
baca
iklan
demikian.
Seperti
yang
saya
baca
tadi
pagi
di
salah
satu
koran,
bunyinya:ADINDA
NUR!
KEMBALILAH
KEPADA
KAKANDA.
PINTU
RUMAH
KAKANDA
SELALU
TERBUKA
LEBAR
UNTUK
KAU.
KAKANDA
TELAH
MEMAAFKAN
SEMUANYA.
LSB
(marah)
laki‐laki
bubur!
Setelah
istrinya
yang
bernama
nur
itu
berbuat
jahannam
dengan
laki‐laki
lain,
kemudian
ari
ketahuan
berbuat
begitu,
nah
sekarang
sang
suami
berwatak
daun
pisang
pembungkus
itu
mau
mengambil
sikap
seorang
pahlawan
dari
roman‐roman
abad
pertengahan.
Dan
sikap
ini
di
pertontonkannya
pada
kita,
masyarakat
abad
ke
20
ini,
melaluui
medium
komunikasi
yang
paling
murah
dan
paling
vulgar;
surat
kabar.
Anjing!
PB
Vulgar!
Pasang
iklan
di
surat
kabar
adalah
cara
praktis.
Dan
jangan
lupa,
bukan
Cuma
suami
si
Nur
itu
saja
yang
yang
telah
berbuat
seperti
itu.
LSB
Pers
abad
ke
21
ini
akan
lebih
tertolong
apabila
mereka
menolak
iklan‐iklan
bergaya
suami
si
Nur
itu.
Dan
tahukah
kita
berapa
lagi
berkeliaran
lelaki
macam
suami
si
Nur
ini
di
luar
kantor
iklan
surat
kabar?
Bayangkan,
sekiranya
semua
senasib
dengan
suami
si
Nur
ini
berbuat
hal
yang
sama.
OT (memotong)Saya juga telah menyuruh siarkan kehilangan Minah melalui radio.
LSB Ck…ck…hebat. Lantas hasilnya bagaimana?
OT Nol
LSB Seperti yang kuduga.ckckck…
OT (kembali meraung‐raung) Minah! O, Minaaah!
LSB
(Dengan
sikap
yang
agak
menyangsikan)
Tunggu
dulu
pak.
Minah
ini
sebenarnya
siapa?
OT (dengan suara datar) Kucing betina saya.
LSB/PB Kkk…ucing!?
OT
Dia
senantiasa
pulang
kembali.
Tapi
kali
ini,
dia
telah
menghilang
lebih
dari
seminggu
(meraung)
Minah!
Minah!.
OT ada di rumah.
LSB Di rumah? Rumah siapa?
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
OT Rumah saya.
LSB
Rupanya
bapak
mau
mempermainkan
kami.
Kata
bapak
tadi,
bapak
tidak
bias
kemana‐mana.
Tak
seorangpun
menyukai
bapak.
OT itu benar. Dan istri saya juga tidak menyukai saya.
LSB Mengapa?
OT
Dia
istri
saya
yang
kedua.
Dia
hanya
menginginkan
harta
saya
saja.
Setelah
harta
saya
habis,
dia
pun
tak
menginginkan
saya
lagi.
LSB Lalu siapa yang ingin dilihatnya sekarang?
OT Laki‐laki lain. Lebih muda, lebih gagah.
LSB
Hmmm,
tentu
saja,
masa
dia
mencari
laki‐laki
yang
lebih
tua
dan
lebih
buruk
dari
bapak.
Dan
kini
dimana
laki‐laki
itu?
OT Sudah tentu di rumah saya.
LSB Hmm, ya sudah tentu.
OT Dia telah menggantikan kedudukan saya di rumah.
LSB Hm… tentu saja. Kecuali sikat gigi bapak saja yang saya kira tak diambilnya.
OT Juga sikat gigi saya.
LSB
Wah,
laki
laki
yang
sungguh
hebat.
Sungguh
hebat!
Juga
sikat
gigi
bapak!
Lalu
bapak
tidur
dimana
kini?
OT Di rumah saya juga. Tapi di gudangnya. Sebelah kamar babu dan bersama Minah.
LSB
Kalaulah
saya
boleh
bertanya
terakhir
kalinya,
istri
bapak
yang
pertama
ada
di
mana
sekarang?
OT Mati, delapan tahun silam.
LSB Namanya?
OT Minah. (tiba‐tiba meraung) Minah! Minah!
LSB (termangu, mengerti duduk perkaranya sekarang)
PB Bangsat! (memecahkan balon‐balon kecil yang dibuatnya)
LSB Hei kenapa kamu?
PB
(sangat
marah,
sebuah
balon
kiranya
sangat
sulit
untuk
dipecahkan.
Lalu
ditaruhnya
di
tanah.
Di
injak)
bangsat!
(Keluar
panggung).
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
LSB
(setelah
diam
hening
sejenak)
hari
telah
petang
pak,
pulanglah
ke
rumah.
Itu
lebih
baik
bagimu
dan
bagiku.
OT (pilu) Pulang ke rumah mana nak?
LSB Ke gudang apekmu. Sebelah kamar babumu.
OT Tanpa minah?
LSB (pilu) Tanpa Minah. Minah kedua‐duanya.
OT (menangis) Tak dapat aku, nak. Tak dapat. Lagipula aku tak mau.
LSB
Pulanglah
pak,
taman
ini
dibuat
untuk
dapat
sekedar
menghibur
warga
kotanya
yang
letih
dan
risau.
Apapula
yang
akan
mereka
katakan
nanti
di
korang,
bila
esok
mereka
mendapati
bapak
di
sini
mati
kedinginan.
OT Mati bagiku lebih baik dalam keadaan begini. Minah tak ada lagi. Minah….
LSB
Benar,
dan
aku
pun
sependapat
dengan
bapak.
Hanya
kematian
bapak
dalam
gudang
apek
itu
akan
lebih
enak
dibanding
di
sini.
OT Mati di taman lebih indah.
LSB
(ketir)
Indah.
Ya…bagi
pencinta
roman
picisan,
yang
menyukai
judul‐judul
seperti
‘Mati
di
tengah
Taman’
atau
‘Taman
maut’
pulanglah
pak,
nantikanlah
dengan
tawakal
di
gudang
apekmu
yang
penuh
cecunguk
dan
tikus
itu
di
hari
penghabisanmu.
Sungguh
sangat
menyedihkan!
Tapi
saying
sekali…Jalan
lain
tak
ada
lagi
bagi
bapak.
OT (merenung) Cecunguk, tikus…
LSB …dan kesepian.
OT Dan kau nak, bagaimana kau sendiri?
LSB
(tersenyum)
Tak
lebih
baik
sedikitpun
dari
bapak.
Habis,
kita
mau
berbuat
apa
lagi?
Seperti
kata
Penjual
Balon
tadi;
saya
mencoba
menjadikan
kegagalanku
sebagai
tontonan
indah
di
Taman.
Bapak
lihat
bunga
itu?
Di
sana?
Bagus
bukan?
Dana
bapak
baca
tulisan
di
papannya?
“DILARANG
MEMETIK
BUNGA”…(tersenyum)…
OT
Ya,
kau
pengarang,
mahir
benar
kau
memendamkan
deritamu
di
balik
kata‐kata
yang
sewaktu‐waktu
dapat
kau
hamburkan.
Tapi
bagaimana
nak
dengan
kesunyianmu?
Ikut
saya
saja
ke
gudang
apek
itu,
menghibur
saya.
LSB
Terima
kasih
pak,
kebersamaan
kita
seperti
yang
bapak
katakan,
itu
lebih
parah
daripada
kesendirian
kita
masing‐masing.
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)
Publikasi
Teater
AnonimuS
OT
Naluri
saya!
Ingat,
ini
naluri
orang
tua
lho.
Berkata,
keadaan
anak
tak
jauh
bedanya
dengan
keadaan
saya.
LSB saya. Kemungkinan kesepian pada saya jauh lebih banyak.
OT artinya anak tak mau ikut saya?
LSB Selamat malam pak, (bersalaman) siapa tahu besok kita akan bertemu lagi.
OT Dengan keadaan kita seperti ini?
LSB Justeru karena keadaan kita seperti ini.
OT
(tertawa)
Tidak,
tidak.
Aku
tak
mau
bertemu
kamu
lagi!
(tersenyum)
selamat
malam,
nak.
Semoga
tidurmu
nyenyak
(sambil
batuk,
ia
pergi
keluar
panggung)
LSB
menaikkan
kerah
bajunya.
Bangku
dibersihkan
dengan
tanganya.
Semua
gerak‐
geriknya
menandakan
ia
mau
tidur
malam
itu.
Seperti
juga
malam‐malam
sebelumnya
dan
malam
yang
akan
datang.
Di
bangku
itu….
LSB
(melihat
ke
langit)
Syukurlah
hujan
tak
akan
turun.
Atau…mudah‐mudahan
hujan
tak
turun
malam
ini.
Tidur
di
kolong
jembatan,
dengan
udara
kotorannya
yang
bertumpuk
di
situ.
Membuat
bengekku
kambuh
lagi.
Gadis (melihat ke LSB) ssst, ada orang.
LSB
(tertawa)
Ya,
ya.
Bangku
ini
sudaah
ada
orangnya.
(dia
duduk
di
bangku)
Tapi
inikan
taman.
Di
sebelah
sana
ada
bangku
kosong.
(tertawa)
kesanalah
kalian.
Saya
tak
akan
melihat…
lagipula
saayaa
sangat
mengantuk.
Gadis dan pemuda malu.
LSB
Ayo
pergilah
kesana.
Jangan
sia‐siakan
kesempatan.
Selagi
kalian
masih
muda.
Saya
benar‐benar
tak
akan
melihat,
sungguh.
Lagipula
saya
amat
letih.
Gadis daan Pemuda ragu‐raagu sebentar, kemudian pergi kea rah yang ditunjuk LSB.
LSB
(tertawa
mengerti,
sejenak
ia
mengikuti
keduanya
dengan
matanya.
Kemudian
merebahkan
diri
di
bangku
itu)
Lagipula
saya
sangat
mengantuk,
letih…lelah….
Tamat
Naskah
lakon
Taman
karya
Iwan
Simatupang
Publikasi
lakon
ini
untuk
kemajuan
perteateran
Indonesia
(Non
profit
oriented)