Sinopsis: Seorang gadis muda bernama Sinta memiliki kisah asmara dengan Rama, teman semasa kecilnya.
Mereka berdua menjalani hidup penuh kebahagiaan bersama, tetapi semua itu berubah ketika hubungan
mereka tidak direstui oleh orang tua Sinta dan kemunculan orang ketiga. Hidup Sinta berubah drastis
menjadi penuh drama. Pada akhirnya Sinta sendiri yang harus memutuskan arah jalan hidupnya harus ke
mana.
Karakter:
Protagonis
Sinta = Pacarnya Rama, Jawa Cina, 23 tahun, baik, lembut, patuh kepada orang tua; labil, mental yang
lemah.
Rama = Timur, 23 tahun, kuat, humble, suka nongkrong/orangnya asik, setia, pekerja keras; polos,
penyemburu.
Antagonis
Malih (Malin Kundang) = Padang, 27 tahun, mapan, kaya, pintar kepribadian yang dewasa; Bipolar
(berprasangka buruk, penyemburu, agresif, nekat, keras, licik, pembunuh).
Rahwana = Kalimantan, 25 tahun, cepu, taat, jahat namun tidak tegaan.
Pendukung
Pitung (Pitung) = Betawi, 23 tahun, lucu, humble, nyablak, suka nongkrong
Dukun = Jawa, 67 tahun, lucu, serem, goblog
Asisten Dukun = Batak, 55 tahun, goblog, lemot, serem
Ibu Sinta = Jawa, 47 tahun, kalem, lembut, keibuan, setia sama suami
Bapak Sinta = Cina, 50 tahun, tegas, suka nyanyi (tapi ngawur), cina banget, saklek, egois
Ibu Malih = Padang, 60 tahun, lembut, keibuan, sendu karena sifat dari Malih.
Budhe Widi = Jawa, 50 tahun, keibuan, perhatian, gemar membatik; tidak solutif, agamis
Moral
1. Perasaan tidak perlu diatur dengan keseharusan, kebahagiaan bisa diciptakan tanpa memandang
SARA, karena manusia diciptakan dalam suatu sistem penciptaan yang sama.
Sebelum buka tirai dan mulai pementasan, pemusik sudah memainkan musik sebagai musik pembangun
suasana yang akan membawa penonton merasakan suasana dalam Act 1. Musik fade out bareng sama tirai
waktu kebuka, dan di Act 1 menjadi musik latar, dengan suasana yang sama, tapi beda dinamika.
Naskah
Act I “Prologue” (7-10 menit)
A.
Lampu mulai menerang, bersama dengan sayup suara gamelan jawa. Sinta sedang
melanjutkan kursus batiknya. Tampak sehelai kain sudah ¾ jadi. Sudah dicelup dan
setengah kain telah selesai dibatik/ tertutup malam.
Sinta, seorang gadis muda pengrajin batik, memiliki kisah asmara antara Rama—teman dari kecil dan juga
tetangganya—dengan Malih, pemuda yang kaya raya, sukses, sangat dibanggakan oleh orang tua Sinta dan
orangtuanya ingin menjodohkan Malih terhadap Sinta.
Sinta bercerita kepada Budhe Widhi, guru batik Sinta, atas kisahnya yang dialami selama ini.
Sinta : (Masih berkutat dengan batiknya, wajahnya sendu, depresi, tidak tau harus ngapain
sesekali nangis)
Budhe Widhi : (Berjalan masuk ruangan dari belakang sinta, bawa minuman digelas, lalu ditaruh dimeja,
pelan-pelan ya jalannya, lalu mengelus pundak dan kepala Sinta, gesturnya seperti ibu yang sedang
menenangkan anaknya, mimiknya seperti paham dengan apa yang sinta rasakan)
Sinta : (Setelah rambutnya dibelai bude widi, menangis, tapi lirih, sambil masih memegangi batik
yang dibuatnya, lalu berdiri memeluk bude widi)
Bude widi : (Masih mencoba menenangkan sinta) “Itu tehnya diminum dulu nduk, biar tenang”
Sinta : (pelan pelan duduk, sambil minum tehnya)
Bude widi : “Ndak kemanisan kan tehnya nduk?”
Sinta : (menggeleng, sambil meletakkan kembali gelasnya)
Bude widi : “Itu kainmu sini bude rapiin, sayang bagus bagus kok kusut, biar cepet kering juga”
Sinta : (menyerahkan kain, pertahankan ekspresi sayu)
Bude widi : “Nduk, sing uwes ya uwes, kamu itu fokus ngajarin adik adik sanggarmu ini lak yo lebih
manfaat to? Malah bisa jadi conto sing bagus.”
Sinta : (masih diam, sayu)
Bude widhi : (megang pundaknya sinta, sambil mencoba menenangkan)
Sinta : “Bude, izinkan aku untuk bercerita…”
#ALURMUNDUR
Act II “Perundingan”
Sinta pulang dari kampus diantar oleh Rama, hampir setiap hari Sinta diantar pulang oleh Rama. Ayah Ibu
dan Sinta mengadakan rapat menanyakan hubungan Sinta dengan Rama. Bapak Sinta, seorang yang sangat
agamis, kolot, sangat tidak suka Sinta terlalu dekat dengan Rama, karena perbedaan agama dan juga Bapak
Sinta sangat tertarik jika bisa menjodohkan Sintadengan Malih, pemuda yang pintar, mapan, dan punya
banyak bisnis, salah satunya bisnis dengan bapaknya sinta. Dikarenakan Sinta sudah selesai kuliah, jadi
harus diseriuskan untuk pernikahan dengan orang yang mapan/kaya raya dan seagama. Sinta bingung harus
memilih siapa.
Bapak : (Sedang nyantai malem-malem, baca Koran, sambil megang rokok, tapi ngga nyala.)
“Amsyioooong!! Barcelona kalah lagi sama MU!!”
(Membolak balik Koran lagi, terus ketawa-ketawa gajelas)
(bapak naruh Koran dimeja)
“Wo ai, ni ay, wu cheng, chong eng.....” (Menyanyi dengan falsnya, sambil nyari korek
tapi ngga ada, diiringi musik tapi musiknya in tone, jangan fals)
Ibuk : (keluar dari dalam, sambil bawa secangkir kopi)
“Welaaah, bapak itu kalo nggak bisa nyanyi mbok yo ndak usah nanyi... Briziq!!”
Bapak : “Biar bapak ndak isa nyanyi tapi kan bapak ganteng”
Ibuk : “Ealaah gombalmukiyo, ini kopinya biar bapak ndak cerewet.” (sambil naruh kopi diatas
meja)
Bapak : (nyeruput kopi)
“Mphssss aaahhhh.... ibuk itu, kopinya namber wa’an..! Hoki a bapak punya istli secantik
ibuk..”
Ibuk : (ekspresi mukanya kaya bilang ‘apasih ajg’)
Bapak : “Si cicik kok belum pulang ya buk? Bapak dari tadi nungguin, udah lapel bapak ini,
pengen makan sama cicik.”
Ibuk : “Lah lak ya biasanya jam segini an to dia baru pulang, paling ya bentar lagi, udah tunggu
aja”
Bapak : (nyeruput kopi lagi, sambil ngeliat si sinta mau masuk pager rumah dianter sama cowok,
tapi sicowok langsung pulang)
Sinta : (dateng dateng senyum senyum sendiri, terus cium tangan sama babeh nyak)
Ibuk : “Ini anakmu baru pulang pak”
Sinta : “Iya buk, hujan tadi neduh dulu, tapi aku nggak kehujanan kok”
Ibuk : “Ohh.. yowes, kamu masuk dulu, ganti baju, terus nyiapin makan ya nduk.”
Bapak : “hmmm bentar” (sambil berdiri dari duduknya)
“Tadi sama siapa?” (kepo, tapi galak)
MUSIK MULAI MASUK AGAK TEGANG YA, DINAMIKA PERHATIIN, KALEM AJA BOSS
MASUKNYA
Sinta sedih sambil bersenandung – notasi ala tembang Jawa. Sambil sinta memainkan
tangannya, mengambil saputangan batik dari tas nya, berdiri ngeliat langit (Musik ikutin ya,
liriknya menyusul)
A.
Seiring berjalannya waktu, Sinta mulai sedikit menjauh dari Rama. Suatu hari di halaman rumah, Sinta
membantu Ibu Sinta membersihkan halaman, Ibu memberi semangat dan dorongan supaya move on dari
Rama
Ibuk : “Nduk ambil ikrak itu dibelakang kursi”
Sinta : (Ngasih ikrak ke ibuk)
Ibuk : “Katanya muridnya mbak Widi nambah ya?”
Sinta : “Iya buk, ada 5 lagi anak baru”
Ibuk : “Nah itu, diajari mbatik yang bener, jangan diajari nggambar aneh-aneh” (Ketawa kecil)
Sinta : (masih nyapu)
Ibuk : “Jodoh itu nanti dateng sendiri nduk, kamu ndak usah mikir itu”
Sinta : “Iya buk” (Sambil nyapu, tapi ekspresinya masih galau)
B.
Selesai Sinta membantu membersihkan halaman. Malih datang kerumah karena ada bisnis dengan Bapak
Sinta. Ibu Sinta memperkenalkan Malih, Sinta mulai ngobrol dengan Malih, Sinta mulai tertanam perasaan
dengan Malih, dan Malih pun tertarik dengannya.
Malih : (Dateng kerumah, sampe ke halaman, disambut sama ibuk, Sinta disuruh kedalem buat
bikin kopi)
Ibuk : “Ealah nak Malih, kok rapi banget, nggantenge.... ayo duduk dulu, mau di dalem apa
diluar?”
Malih : “Diluar aja gapapa buk” (Terus duduk)
Ibuk : “Cik, kopinya jangan lama-lama!”
: “Cik, kenalan dulu, ini nak Malih, partnernya bapakmu, masih muda, sukses, nguanteng
ya!”
Sinta : (Senyum kecil sambil salaman)
Ibuk : “Cik kamu temenin nak Malih dulu, ibuk mau ganti baju biar ndak bauk kringet” (ibuk
masuk)
Sinta : (duduk dikursi, sambil masih bawa nampan)
Malih : “Bapak mana dek?”
Sinta : “Masih mandi, bentar ya mas, aku cek dulu”
Malih : “Gausah gausah, biar aku tungguin aja, kamu masih kuliah?”
Sinta : “Udah lulus mas, baru aja kerja mas” (Sambil mainan nampan)
“Diminum mas kopinya”
Malih : (Minum kopi)
“Mpphhsss aahhh... kopi buatan mu, Masyaaa Allah Haleluya..”
Sinta : (Senyum-senyum seneng)
Bapak : (Keluar)
“Cik, ganti baju dulu sana biar wangi”
Sinta : (masuk ke dalam, masih senyum)
Malih : “Anaknya cantik pak, hehehe”
BLACKOUT
MUSIK JUGA ABIS YA
Act IV “Lenong”
A.
Beberapa bulan kemudian, Sinta sedang menjalin hubungan dengan Malih. Rama, Pitung dan kawan
kawinnya sedang nongki hangat ditemani secangkir kopi dan senja kaya anak indie.
Obrolan tongkrongan dengan konsep Lenong. (Lenong : adegan mengobrol Rama, Pitung
dan kawan kawan, kalo ngga lucu klean sorakin garing aja gapapa, yang ditonjolin
lenongnya Zahra sama Pitung, yang laen nyorakin dan nyahutin, disini wajib interaksi ke
penonton, gimana caranya biar penonton ikut terbawa interaksi. Waktu klean disini 5-7
menit, kalo emang durasi nggak oke ya maksimal 5 menit ajah!)
Lalu suatu hari, Sinta melewati tongkrongan Rama, Pitung, dan kawan-kawannya. Sinta menyapa Pitung
dan Rama, tetapi ada pendekatan yang berbeda ketika berbicara bersama Rama. Rama menarik Sinta ke
suatu tempat, menanyakan hubungan mereka sekarang bagaimana, kenapa akhir-akhir ini Sinta sedikit
menjauh, Sinta menjelaskan kalau orang tuanya tidak setuju dengan hubungan mereka. Rama juga
menimpali kalau Sinta sedang dekat dengan Malih. Dengan perasaan yang cemburu, Rama meragukan
apakah Malih orang yang sesuai buat Sinta.
B.
Ketika Sinta keluar dari acara tersebut, Sinta bertemu dengan Malih. Malih sedikit berubah sikapnya dan
sedikit agresif kepada Sinta. Pada saat itu, Malih meminta kepastian bahwa Sinta sudah tidak berhubungan
dengan Rama dengan melihat hp Sinta. Sinta akan memberikan hpnya dengan syarat Malih memberikan hp
Malih juga kepadanya. Sinta melihat chat “sayang-sayang” yang tidak dikenal yang disangka perempuan
simpanan Malih, hal ini membuat Sinta tidak ingin berhubungan dengan Malih dan mereka memutusi
hubungan.
Act V “Hilang”
A.
Beberapa hari berlalu, Sinta ditelfon dengan Rama. Sinta menceritakan bahwa selama ini Malih berusaha
menghubunginya tetapi tidak dijawab. Rama membujuk Sinta agar Ia berhenti memikirkan Malih dan mulai
berhubungan kembali dengannya. Sinta menolak dengan alasan bahwa Ia tidak ingin menyakiti perasaan
orang tuanya. Rama tetap bersihkeras ingin hubungan mereka terjalin kembali. Sinta ingin mengakhiri
kontak mereka berdua untuk saat ini.
Setelah itu, ada seseorang bersembunyi, sedang menelfon seseorang misterius. Setelah dia menutup telfon,
dia mendekat menuju Sinta, lalu bangkit,berjalan mengendap endap perlahan mendekati Sinta, ditangannya
sudah ada sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Siap membekap Sinta dari belakang.
Rahwana : “Oke bos, keadaan sepi, tapi inget ya omonganmu, kerjaan ini selesai, saya sudah melihat
uang diatas kasur saya.”
Rahwana : “Ssst sst maaf gadis muda. Ini hanya sebentar saja.”
B.
Sinta bangun lalu menyadari bahwa Ia telah diculik. Setelah memeriksa sekitarnya tiba-tiba datanglah
sesosok Rahwana. Sinta kaget melihat Rahwana lalu bertanya-tanya kepadanya, Rahwana tidak menjawab
dan sibuk sendiri dengan kegiatannya sendiri. Sinta mencoba melarikan diri tetapi Rahwana cegah dengan
kekerasan. Kemudian Rahvana memberikan makanan dan minuman kepada Sinta, tetapi tidak dimakan
oleh Sinta.
Sinta : “… hah… apa ini… aku dimana… rumah siapa ini… ah pusing sekali.”
Rahwana : (Bicara di telefon) “Aman bos, dia sudah dirumah saya. Mana janjimu? Coba foto bayaran
saya.” *membuka pesan “Siap! Bisa umrah 3 kali!”
Sinta : “Heh! Siapa kamu? Saya dimana?!”
Rahwana : “Eh nona muda sudah bangun, mau makan apa Non? Ayam atau Biji Ayam?”
Sinta : “… Jawab pertanyaan ku! Lepasin aku! Kalau kamu ingin harta aku tidak punya apa-
apa.”
Rahwana : “Ohoho tenang aja saja soal harta, itu sudah datang dari rezeki Tuhan… eh bukan deng,
dari rezeki pak Bos hehe. Hayuk atuh makan dulu ini Biji Ayamnya sayang kalau tidak dimakan.”
Sinta : (nendang piring) “Aku tidak lapar!”
Rahwana : “Hadeuh ini orang sok-sokan diet lagi, Okedeh ini minum dul…”
Setelah beberapa saat, muncul suara dari luar ruangan yang mereka tempati, Rahwana menghampiri suara
tersebut. Lalu Malih masuk ke dalam ruangan memukul/menembak Rahwana, Sinta kaget melihat Malih.
Sinta berubah pikiran terhadap Malih, dan Sinta siap akan menjadi istrinya.
Malih : “Iya aku juga minta maaf waktu itu aku sangat agresif, karena aku percaya kalau kamu
adalah wanita pilihan ku. Sebelum pulang, aku ingin mengasihkan sesuatu kepadamu.”
Malih memberi cincin nikah kepada Sinta
Sinta : (Syok) “… Kamu yakin aku adalah pilihanmu?”
Malih : “Lebih dari yang kamu tahu, Sinta”
Act VI “Pencarian”
A.
Sudah 2 Minggu Rama tidak ada kabar dari Sinta. Rama, panik, gelisah, sambil mencoba menelpon Sinta,
tetapi tidak ada jawaban. Lama-lama nomernya tidak aktif, mondar-mandir tak jelas. Dalam kepanikannya
munculah Pitung dan kawan-kawan, berceritalah dia kalau Sinta menghilang. Pitung ikutan bingung, disela-
sela kebingungan salah satu teman Pitung nyeletuk untuk pergi ke Dukun
Rama pelan-pelan masuk, dipandu oleh Asisten Dukun, lalu duduk perlahan sambil ngeliatin sekeling.
Rama datang ke Dukun untuk menanyakan keberadaan Sinta. Dukun meminta satu syarat berupa Bulu
Burung dari Kalimantan, Rama lalu berdiri dengan memegang bulunya. Sang Dukun tiba-tiba hilang, tetapi
muncul suara dukun yang menyuarakan Sinta ada dimana, yang dimana Sinta dan Malih diceritakan akan
menikah. Rama tidak terima dan bersama Pitung dan kawan kawan langsung bergegas menuju Pernikahan
mereka.
Rama : “Waduh kok hilang dia? Ah dukun gratisan gini kah kerjanya?”
As. Dukun : “Alhamdulillah lepas dari magang gajelas ini.”
Muncul suara Dukun
Dukun : “Apa kalian semua ngomongin saya.”
Rama : “Eh masih hidup tu orang ya.”
As. Dukun : “Ampun Bos!”
Dukun : “Rama, Sinta telah diculik oleh Malih, dan dia akan segera menikah. Lupakan Rama,
sudah waktunya anda move on”
Rama : “Apa?! Bagaimana bisa Sinta bisa menikah dengannya? Permisi Dukun dukun, saya harus
segera kesana.”
Rama pergi, Dukun muncul
Dukun : “Haduh ni orang gak ada ucap terimakasih ya.”
As. Dukun : “Bos bos tadi dari mana bos?”
Dukun : “Abis boker gua.”
Act VII “Pernikahan Merah”
Pesta berlangsung, tamu semua bernari pasang-pasangan memakai Topeng. Sinta datang ke ballroom. Lalu
akhirnya si Rama menghampiri Sinta berdansa bareng sambil nyanyi lagu yang mereka kenal. Sampai
akhirnya selesai nyanyi, Sinta merasa kenal sama suara Rama, terus Rama ngelepas topengnya Sinta
(Disambung teman-temannya Rama, Pitung) dan Sinta kaget, akhirnya mereka bertemu.
Musik : Kontemporer, dengan unsur tradisi yang dominan, melatar suarakan adegan
perkelahian.
Koreografi :Aadegan perkelahian. Bisa dengan surealis/ simbolik tari kecak dan barong.
Bisa juga disambung dengan transisi pengadeganan dengan unsur silat betawi, antar genk,
setelah tarian sebagai simbolik perkelahian selesai.
Pitung dan kawan-kawan kalah dalam perkelahian tersisa Rama yang tersuduti oleh Malih dan keamanan.
Rama menggertak Malih kalau dialah sebenarnya akal dari penculikan ini, tetapi mendengar isu tersebut
dari Dukun, Rama ditertawakan.
Malih : “Udahlah boy, kaya gak ada cewe lain aja ngerebut istri di pernikahan orang.”
Rama : “Bukan masalah itu Ling, saya tidak terima Sinta menikahi monster layak kau. Berpura-
pura menjadi pahlawan hah? Rela membunuh teman sendiri? Demi memuaskan hati Sinta?”
Malih : “Dongeng macam apa yang lu ceritain boy? Cerita dari mana hah? “Orang pinter”?
Rama : “… Dukun yang menceritakan itu semua.”
Malih dll. : (tertawa) “Hahaha lol, 2019 masih aja dukun-dukunan, percaya ama lambe turah masih
mending dah daripada ama dukun. Pantes Sinta ogah ama lu.”
Setelah itulah sosok Rahwana muncul hidup kembali membawa Bulu Kalimantan. Malih sangat bingung
dan marah.
Rahwana : “Iya, semua yang dikatakan Rama betul.”
Malih : “The Fvck?! Gi… gimana lu bisa disini, setan?!”
Sinta : “Loh? Kamu?”
Rahwana : “Halo Sinta, dan Rama, mana janjimu itu?”
Malih : “Bedebah ini semua, mati lu setan!”
Malih menembak Rahwana dan dia menghilang, dengan kebingungan Malih, Rama
mengambil kesempatan itu untuk merebut senjata Malih. Tetapi yang terjadi justru, Rama
yang terbunuh. Sinta sangat kaget dan tidak menduga kalau Malih bisa sampai tega
melakukan itu.
Ditengah tragedi itu, seorang ibu datang mengakui kalau dia adalah Ibu Malih yang setiap hari dia chat tapi
tidak pernah dibalas Malih. Sinta sekarang mengerti sosok dibalik chat asing yang berada di HP Malih.
Sinta meninggalkan Malih, lari dari pesta tersebut.
Ibu Malih : “Mamal! Apa yang kamu lakukan hingga terjadi kekacauan seperti ini, kamu pulang ke
Indonesia tidak kabari ibu, ibu sudah chat kamu setiap harinya tidak adanya kamu balas.
Sinta : “…Ibu?”
Ibu Malih : “Ibu tuh siapa nak dimata Malih? Boleh nak kamu sukses sekarang, tapi apa perlu dengan
kondisi ibu sekarang kamu harus melupakan ibu? Apakah karena Sinta, kamu menutup-tutupi ibu untuk
menutup aib bagimu?”
Malih : “Arghh! Diam!”
Dengan kondisi Malih yang lengah, Sinta kabur dari genggamannya.
Malih : “Sinta! Mau kemana kamu! Hei!”
Musik dan koreografi:
Untuk mengisi waktu pergantian kostum Sinta, dan pengosongan panggung, di bagian depan
panggung diisi dengan koreografi dan musik minang. (masih opsional, apakah diisi oleh
nyanyian dari sang ibu beraksen minang, yang sedih dan kecewa. Atau koreo yang
mengangkat dinamika, sebelum akhirnya faded out.)
Musik : fade out dengan iringan kendang minang.
Act I “Rekapitulasi”
B.
Waktu : Sore
Tempat : Interior ruang belajar batik.
Tokoh : Budhe Widhi (guru batik), Sinta.
Sinta selesai menceritakan ke Budhe Widhi, Sinta sangat stress, sakit, dia berharap masihkah ada harapan
untuk hidupnya. Sinta menanyakan solusi untuk hidup kedepannya ke Budhe Widhi. Budhe Widhi berusaha
keras mengasih saran untuk hidupnya Sinta.
Budhe Widhi : “Baik, ibu mengerti, kamu sekarang masih syok dengan apa yang kamu alami.”
Sinta : “… Entahlah bu, telinga sangat berisik mendengar kebisingan malam itu, mata aku sangat
gelap untuk melihat semuanya harus berakhir seperti apa.”
Budhe Widhi : “Maksud kamu apa nak?”
Sinta : “Tidak apa-apa bu…”
Budhe Widhi : “Sudahlah nak, waktu kamu masih panjang untuk memperbarui waktu kamu, perbanyak
sembahyang, orang tua kamu pasti mengerti kamu tidak menikah dengan Ma…”
Sinta : “Mengerti apa orang tuaku?! Bapak hanya mementingkan namanya sendiri! Tidak
mempunyai hati untuk merasakan hati anaknya sendiri.”
Budhe Widhi : “… tidak boleh begitu nak, bagaimanapun juga, itu tetap orang tua kamu. Cobalah sekali
lagi menjelaskan ke Bapak kamu, kamu inginnya bagaimana.”
Sinta : “Sepertinya saya sudah tau harus bagaimana…”
Budhe Widhi : “… lakukan sesuai dengan kata hatimu…”
Sinta pergi
Ketika Sinta hendak bunuh diri, Lagu yang dinyanyikan Rama diputar, seakan memberikan
Sinta memori yang mendalam terhadap Rama
Sinta mendapatkan jawaban dari Budhe Widhi, jawaban yang menurut Sinta adalah harapan terakhir
baginya. Sintai kehilangan arah, dia mengambil pilihan, yaitu mengakhiri hidupnya.
Lirik lagu / puisi dari Sapardi Djoko Damono “aku ingin mencintaimu dengan sederhana”,
menutup adegan, di saat lampu sudah mulai fade out. Hanya siluet tubuh Sinta dan suara
solis menyanyikan.
— Tamat —