Anda di halaman 1dari 15

“ PETANG di TAMAN ”

K a r y a : Iwan Simatupang

Para Pemain :

Orang Tua

Lelaki Separuh Baya

Penjual Balon

Wanita

Pemuda

Pemudi

Berlaku

Di sebuah taman, dalam jangka waktu kurang lebih satu jam, terus menerus.

Lelaki              : Mau hujan.

Orang Tua       : Apa ?

Lelaki              : Hari mau hujan. Langit mendung.

Orang Tua       : Ini musim hujan ?

Lelaki              : Bukan. Musim kemarau.

Orang Tua       : Di musim kemarau, hujan tak turun.

Lelaki              : Kata siapa ?

BUNYI GURUH

Orang Tua       : Ini bulan apa ?

Lelaki              : Entah.

Orang Tua       : Kalau begitu saya benar. Ini musim hujan.

Lelaki              : Bulan apa kini rupanya ?

Orang Tua       : Entah.


Lelaki              : Kalau begitu, saya benar, ini musim kemarau.

Orang Tua       : Salah seorang dari kita mesti benar.

Lelaki              : Kalau begitu, baiklah saya kalah. Ini musim hujan.

Orang Tua       : Tidak, tidak !  Yang lebih tua mesti tahu diri, dan mengalah. Ini musim
kemarau.

BUNYI GURUH

Orang Tua       : Kita sama-sama kalah.

Lelaki              : Maksudmu, bukan musim hujan, dan bukan pula musim kemarau ?

Orang Tua       : Habis mau apa lagi ?

Lelaki              : Beginilah, kalau kita terlalu gila hormat.

Orang Tua       : Maumu bagaimana ?

Lelaki              : Ah, kita boleh lebih kasar sedikit.

Orang Tua       : Lantas.

Lelaki              : Akan lebih jelas, musim apa sebenarnya kini.

Orang Tua       : Dan kalau sudah bertambah jelas ?

Lelaki              : (DIAM)

Orang Tua       : (MERENUNG)  Dan kalau segala-galanya sudah ber-tambah jelas, maka kita
pun sudah saling bengkak-bengkak, karena barusan saja telah cakar-cakaran. Dan siapa tahu,
salah seorang dari kita tewas pula dalam cakar-cakaran itu. Atau keduanya kita. Dan ini
semua, hanya oleh karena kita telah mencoba mengambil sikap yang agak kasar terhadap
sesama kita (TIBA-TIBA MARAH) Bah ! Persetan dengan segala musim! Dengan segala
musim !

BUNYI GURUH. TAK BERAPA LAMA MASUK PENJUAL BALON, BALON-


BALONYA BERANEKA WARNA.

Orang Tua       : (KEPADA PB)  Silakan duduk.

Penj. Balon      : (BIMBANG, MASIH SAJA BERDIRI)

Orang Tua       : Ayo, silakan duduk ! (MENEPI DI BANGKU)

Lelaki              : Tentu saja dia menjadi ragu-ragu bapak buat.


Orang Tua       : Kenapa ?

Lelaki              : Pakai silakan segala !  Ini kan taman ? (TIBA-TIBA MARAH) Dia duduk,
kalau dia mau duduk. Dan tidak duduk kalau  dia memang tidak mau duduk. Habis perkara ! 
Bah! (MELIHAT DENGAN GERAM KEPA-DA PB)

Penj. Balon      : (DUDUK)

Lelaki              : (MASIH MARAH) Mengapa kau duduk ?

Penj. Balon      : Eh… karena saya mau duduk.

Orang Tua       : (TIBA-TIBA TERTAWA TERPINGKAL-PINGKAL)

Lelaki              : (SANGAT  MARAH) Mengapa bapak ketawa ?!

Orang Tua       : (DALAM TAWA) Karena… saya mau ketawa…. (TER-BAHAK-BAHAK)

BUNYI GURUH. BERHEMBUS ANGIN, BALON-BALON KENA HEMBUS,


SEBUAH BALON TERLEPAS, CEPAT PENJUAL BALON MENANGKAPNYA.
LELAKI MENERKAM BALON ITU SUPAYA IA TERLEPAS TERBANG
KEUDARA. PENJUAL BALON DAN LELAKI BERGUMUL, BALON-BALON
LAINNYA KINI LEPAS SEMUA DARI TANGAN PENJUAL BALON TERBANG
KEUDARA, SEBUAH BALON ITU DAPAT TERTANGKAP OLEH ORANG TUA
YANG KEMUDIAN BERMAIN-MAIN GEMBIRA, KEKANAK-KANAKAN
DENGAN.

Lelaki              :  (LEPAS DARI PERGULATAN DENGAN PB, BER-DIRI NAFASNYA


SATU-SATU)

Penj. Balon      :    (DUDUK DI TANAH, MENANGIS)

Orang Tua       : (MASIH DENGAN GEMBIRANYA BERMAIN-MAIN DENGAN


BALON TADI)

Lelaki              :    (KEPADA PB)  Mengapa… Hei… mengapa kau menangis

Penj. Balon      :    (TAK MENYAHUT TERUS DUDUK DI TANAH, MENANGIS)

Lelaki              :    (TIMBUL MARAHNYA) Hei…!  Mengapa kau menangis !

Orang Tua       : (SAMBIL BERMAIN-MAIN TERUS DENGAN BALONNYA)  Karena di


memang mau menangis.

Penj. Balon      : (TIBA-TIBA)  Bukan ! Bukan karena itu.

ORANG TUA DAN LELAKI TERCENGANG


 

Lelaki              : Kalau begitu kau menangis karena apa?

Penj. Balon      : Karena balon-balon saya terbang.

Orang Tua       : Oh! Dia pedagang balon yang merasa dirugikan.

Lelaki              : Ooo, itu ! (MEROGOH DOMPET)  Nah, sekedar pengganti kerugianmu.

Penj. Balon      : (BERDIRI) Tidak ! (DUDUK DI BANGKU, TANGIS- NYA MENJADI)


Saya tidak mau dibayar !

OT dan LSB   : (SEREMPAK) Tak mau ?!

Penj. Balon      : (MENGGELENGKAN KEPALA)

Lelaki              : Mengapa ?

Penj. Balon      : Saya lebih suka balon.

Lelaki              : (TAK MENGERTI) Tapi kau kan penjual balon ?

Penj. Balon      : Itu hanya alasan saya saja untuk dapat memegang-megang balo. Saya
pencinta balon.

Lelaki              : Apa-apaan ini ?

Orang Tua       :Mengapa merasa heran ? Dia pencinta balon, titik. Seperti juga orang lain,
pencinta harmonika, pencinta mobil balap, pencinta perempuan-perempuan cantik. Apa yang
aneh dari ini semuanya ?

Lelaki              : (MASIH BELUM HABIS HERANNYA) Jadi kau ini sebenarnya bukan
penjual balon ?

Orang Tua       : (KEPADA PB)  Ini, terima balonmu kembali.

Penj. Balon      : Tidak, bapak pegang saja lah terus.

Orang Tua       : (HERAN) Saya pegang terus ?

Penj. Balon      : Karena saya lihat bahwa bapak juga menyukainya. Saya suka melihat orang
yang suka.

Orang Tua       : (TERTAWA) Ah, ini bukan lagi kesukaan namanya, tapi kenangan.
Kenangan pada dulu. Tidak nak, sebaiknya bila kau sudi, terima kembali balonmu ini.

Penj. Balon      : Saya tak sudi, dan tak berhak menerima kenangan orang (MENOLAK
BALON)
MASUK WANITA DENGAN MENDORONG KERETA BAYI

Wanita             : (MENGGAPAI KEARAH BALON) Berikan kepada saya, kalau tak seorang
pun menghendakinya.

Orang Tua       : (TIBA-TIBA MEMECAHKAN BALON ITU, LALU MELIHAT GELI


KEPADA W)

Lelaki              : (SANGAT MARAH) Mengapa bapak pecahkan ?

Orang Tua       : Karena saya memang mau memecahkannya. Jelas ? (TERTAWA)

Lelaki              : Jahanam !  Orang Tua keparat !  (MENERKAM OT)

Wanita             : (MELERAI) Sudah, sudah! Jangan berkelahi hanya karena itu. Bukan itu
maksud saya tadi dengan meminta balon itu.

Lelaki              : Lepas ! Lepaskan saya ! Biar saya hajar dia dulu !

Wanita             : Jangan !  Jangan ! (MENANGIS)

Lelaki              : (KESAL MELIHAT W MENANGIS)  Akh, air mata lagi !  Persetan !


Mengapa nyonya datang kemari !

Wanita             : (TIBA-TIBA MARAH) Siapa bilang ssya nyonya !

Lelaki              : Ooo, baik, baik ! Jadi, nyonya bukanlah nyonya ?  kalau begitu, nyonya
apa ?  Nona barangkali….?

Wanita             : (GUGUP)  Ti…… (MENANGIS)

Orang Tua       : Ahaa…! Nyonya bukan, nona pun bukan…. Ahaaa…! (TERTAWA)

Penj. Balon      : Sungguh kasar….! Sungguh biadab kalian………! (MENUNTUN WANITA


DUDUK DI BANGKU) Sudahlah , bu ! Jangan hiraukan mereka. Sebaiknya ibu lekas-lekas
pergi dari sini, sebelum mereka menghina ibu lebih parah lagi. Pergilah !

Orang Tua       : (KEPADA PB)  Aha, pergi dengan kau ?  Ahaaai….. Akhirnya sang putri
bertemu dengan pangerannya di tengah sebuah taman. Dan, Ahaa ! Si anak pun akhirnya
bertemu dengan sang ayahnya…. (TERBAHAK-BAHAK)

Penj. Balon      : (TIBA-TIBA MENYADARI MAKNA KATA-KATA DARI OT) Siapa


bilang saya… (MELIHAT SILIH BERGANTI KEPADA OT, W, DAN KEDALAM
KERETA) Tidak ! Tidak ! Saya bukan…

Orang Tua       : (CEPAT MENYELETUK) Bukan apanya, nak ?

Penj. Balon      : (KEPADA OT) Bapak mau menuduh saya ?


Lelaki              : Menuduh apa bung ? Kau tampaknya begitu bernafsu berbincang tentang
suatu tuduhan yang sebenarnya tak ada. Kemudian, kau tampaknya begitu bernafsu menolak
suatu tuduhan yang sebenarnya tak ada itu, ingat! Tuduhan yang tak ada itu, hingga,
(TERTAWA) Saya kini benar-benar mulai curiga dan benar-benar menuduh kau tentang
sesuatu yang dengan terus terang saja kukatakan belum jelas bagiku sendiri.

Penj. Balon      : (BINGUNG)  Tidak !  Tidak !

Wanita             : (ENGAN BERNAFSU SEKALI DATANG MEN-DEKAT KEPADA PB,


MEMPERHATIKAN WAJAH-NYA DENGAN SANGAT TELITI)

Penj. Balon      : (SEMAKIN GUGUP OLEH SIKAP W)  Tidak ! Tidak ! Bukan saya !
(MENCOBA MENUTUP MUKANYA DENGAN KEDUA TANGANNYA)

Wanita             : (GERAM) Ayo, buka tanganmu. Aku mau melihat kau ! Ayo !
(MERENGGUT TANGAN PB DARI MUKANYA)

Penj. Balon     : Tidak ! Bukan saya ! Bukan Saya !

Wanita             : Jahanam ! Ayo, buka kataku ! Buka, Bukaaaa..!

Penj. Balon      : Bukan saya ! Bukan saya !

Wanita             : Kurang ajar ! Kau telah lari, ha ! Lari, dan kau tinggalkan aku sendirian
dengan seluruh keadaan ke dalam mana kau tempatkan aku dengan per-buatanmu. Aku
sendirian harus menanggung semuanya. Aku, seorang wanita, sendirian, hah ! (ME
RENGGUT  KEDUA TANGAN PB DARI MUKA-NYA DENGAN SANGAT KUAT) Ayo,
Buka !

Penj. Balon      : Buka saya ! Bukan saya ! Saya Cuma berbuat sekali saja !

Orang Tua       : (NYELETUK)  Itu kan sudah cukup tolol !

Lelaki              : (MENINGKAHI) Belum tentu. Menurut ilmu kedokteran modern…

Wanita             : Ayo, buka tanganmu ! (KEPADA OT DAN L) Tolong lah saya tuan-tuan !

Lelaki              : Bukan saya tak mau menolong. Tapi saya secara prinsip tak sudi ikut-ikut
campur dalam urusan yang bukan urusan saya.

Wanita             : (KEPADA OT) Ayo pak, tolonglah saya !

Orang Tua       : Saya orang tua…

Lelaki              : Bah !  Apa pula maksudmu dengan kalimat datar serupa itu. Saya Orang
Tua. Semua kami melihat, bahwa bapak memang seorang tua, dan sedikit pun tak ada
memperlihatkan tanda-tanda, bahwa bapak adalah kebalikan dari ucapan itu.
Orang Tua       : (GELI)  Katakanlah saya hanya ingin mempertegas kedudukan saya dalam
peristiwa yang sedang kita hadapi ini, yakni, ketuaan saya melarang saya terlibat sedikit pun
di dalamnya. Dan kalau kalian tanya bagaimana pendirian saya  dalam peristiwa kalian yang
sedikit rumit ini, maka jawab saya ; Saya pro kalian berdua, terlepas dari pertanyaan apakah
benar atau tidak peristiwa itu telah benar-benar terjadi. Tegasnya saya pro setiap peristiwa
beginian.

Lelaki              : Kata-kata, hanya kata-kata yang muluk-muluk ! Sedang yang diminta


sekarang ini dari bapak adalah perbuatan !

Orang Tua       : Kata-kata saya yang mengemukakan pendirian saya itu adalah perbuatan
saya !

Lelaki              : Bagus ! Bagus !  Berkata-katalah terus, dan persaksikanlah betapa kedua


mereka ini sebentar lagi bakal saling telan menelan. (MAJU MENOLONG WANITA
MERENGGUT TANGAN KEDUA TANGAN PB DARI MUKANYA).

Penj. Balon      : (SANGAT DAHSYATNYA)  Bukan saya! Bukan saya! Sungguh mati, saya
Cuma melakukannya sekali saja, tak lebih…

Orang Tua       : (GELI)….dan tak kurang !

Lelaki              : Diam, bangsat !  Cuma sekali… Itu kan sudah cukup ? Maumu berapa kali,
ha ?  Serakah !  Jadi, kau mengaku sekarang ?

Wanita             : (HISTERIS) Aku, aku ditinggalkannya, dan dia menghilang meninggalkan


aku menghadapi semua akibatnya, (BUAS) Ayo, buka tanganmu !

Lelaki              : (SANGAT DAHSYAT) Buka ! Buka !

SETELAH BERGUMUL SEBENTAR, L BERHASIL MERENGGUT- KAN


TERBUKA KEDUA BELAH TANGAN PB. DARI WAJAHNYA, KEDUA
TANGANNYA TERUS DIKEPAT L KEBELAKANG PUNG-GUNGNYA)

Penj. Balon      : Bukan saya ! Bukan saya !

Wanita             : (MAJU DEKAT SEKALI MALIHAT KEWAJAH PB) Bangsat !  Laki-laki


jahanam ! Kurangaj…(TIBA-TIBA MEMEKIK) Bukan ! Bukan !  Ya Tuhan, bukan dia…

L dan OT        : (SEREMPAK) Bukan dia !

Wanita             : Bukan… (PINGSAN, TAPI CEPAT DIPEGANG OT)

Penj. Balon      : (TERUS MERAUNG-RAUNG PUTUS ASA)  Bukan saya ! Cuma sekali !

Lelaki              : (GEMAS MELEPASKAN KEDUA TANGAN PB) Huh, bukan kau…!

Penj. Balon      : Bukan, bukan, bukan sayaaaaa ! Cuma sekaliiiii…..


Orang Tua       : (REPOT MENGIPASI W) Sudah, cukup ! Biar kau melakukannya lebih dari
sekali, sekarang ini soal soal itu sudah tak penting lagi. Ayo mari, daripada kau berteriak-
teriak tak berguna begitu, lebih baik kau, (MELIHAT L) kalian menolong saya dengan dia ini
(TERUS MENGIPASI)

Lelaki              : Menolong bagaimana ?

Orang Tua       : (SANGAT KESAL) Ya, menolong dengan melakukan apa yang lazimnya
dilakukan pada setiap orang yang pingsan seperti dia ini.

Lelaki              : Saya merasa agak segan.

Orang Tua       : Segan ? Kenapa ?

Lelaki              : Dia, eh…. perempuan….

Orang Tua       : ….dan kau laki-laki. Bah ! Lagi-lagi ucapan cemplang. Semua orang
melihat, bahwa  dia ini wanita dan kau memang laki-laki. Lalu, mau apa ?

Lelaki              : Maksud saya, saya…. eh, segan bersentuhan dengan tubuh wanita.

Orang Tua       : Apa ? Apa-apaan ini ! Ayo, lupakan kelaki-lakianmu dan tolong aku !

Lelaki              : Saya adalah jenis laki-laki yang bila bersentuhan dengan tubuh wanita bisa
terus…

Orang Tua       : (MEMOTONG) Saya tahu, saya tahu. Tapi, laki-laki mana yang tidak…?

Lelaki              : Oo, jadi bapak juga menganut prinsip yang sama ?

Orang Tua       : (SANGAT TERCENGANG) Prinsip ? Ah, kata siapa ini soal prinsip. Aku
malah lebih cenderung menyebutnya sebagai penyakit. Ah, persetan dengan semuanya.
Bukankah setiap prinsip adalah penyakit juga ? Dan sekarang kuminta dengan hormat pada
kau; hentikan kesukaanmu yang berlebih-lebihan pada, dan dengan, kata-kata itu. Sadarlah,
bahwa dalam peristiwa seperti ini yang sangat segera dibutuhkan adalah perbuatan, tindakan
cepat. Dan tindakan cepat itu di sini adalah menolong aku berbuat sesuatu dengan wanita
pingsan ini.

Lelaki              : Kalau tak salah, dengan orang pingsan… entah  dia perempuan, entah dia
laki-laki… kita tak dapat ber-buat apa-apa selain daripada menantikan pingsannya lewat
dengan sendirinya.

Orang Tua       : Ya, ya, tapi bagaimana bila pingsannya ini tak bakal lewat ?

Lelaki              : Dalam hal yang demikian, maka dalam arti yang sesungguhnya kita tak lagi
berhadapan dengan seorang wanita pingsan, tapi…

Orang Tua       : (SANGAT TAKUT) Tapi apa ?


Lelaki              : Ya, bisa saja; dengan wanita yang…

Orang Tua       : (SANGAT TAKUT) Yang….?

BAYI DALAM KERETA MENANGIS.

Wanita             : (MENDENGAR BAYINYA MENANGIS, TIBA-TIBA W BERDIRI,


DENGAN CEPAT MENUJU KERETA BAYI ITU) Anakku ! Anakku ! (BERUSAHA
MENYU- RUH DIAM BAYINYA DENGAN CARA MENGO-YANG-GOYANGKAN
KERETA BAYI ITU ) Kalian telah membuat dia bangun ! Bah ! Laki-laki kasar kalian
semua ! (BAYI TERUS MENANGIS).

OT, L, DAN PB SALING BERPANDANGAN

Wanita             : Sungguh laki-laki kasar, kasaar… (KEPADA BAYI) Sstt, sstt, sstt…
diamlah nak, diam. Laki-laki semuanya sama saja tanpa kecuali (MENANGIS)

BAYI DALAM KERETA ITU TAMBAH KUAT MENANGISNYA

Lelaki              : (MENYERBU KE KERETA BAYI) Stop menangis ! Stooooop…!

Wanita             : (MENCEGAH L) Jangan… jangan kau apa-apa kan anakku !

Penj. Balon      : (BERHASIL MENAHAN L) Apa-apaan ini ? Kau mau membunuh bayi ini
barangkali ! Gila, benar-benar telah gila kau !

Lelaki              : (DALAM RANGKULAN KASAR PB) Sudah ku katakan stop ! Berhenti !


Jangan menangis, jangan ada yang menangis ! Jangan ada lagi yang menangis… Aku tak
kuat melihatnya…Tak kuat, Tak kuat melihatnya

Penj. Balon      : (KEPADA W) Sebaiknya ibu pergi saja sekarang.

Orang Tua       : Ya, kau sebenarnya telah menyebutkan kata yang setepatnya. Yakni Ibu
(KEPADA W) Ya, sebaiknya ibu pergi saja.

Wanita             :(AGAK GUGUP) Ibu… Saya Ibu… (MELIHAT BAYI-NYA DALAM


KERETA) Baik, baik, saya kira juga lebih baik bila saya pergi.

Orang Tua       : Nah, bagus, dan jagalah dia (MELIHAT KEDALAM KERETA) baik-baik.
Dia (OT LALU BERDIRI DI SAMPING W, MELIHAT KEPADA BAYI) sungguh manis,
anak yang sehat. (MENGITIK-NGITIK BAYI, KEDENGARAN SUARA BAYI
TERTAWA-TAWA)
Penj. Balon      : (BERDIRI DI SAMPING OT DAN W, IKUT MELI-HAT LUCU KEPADA
BAYI DALAM KERETA ITU)

Lelaki              : (BERHENTI ISAKNYA, PELAN-PELAN BERDIRI DI SAMPING OT, W,


DAN PB, MELIHAT DENGAN TERSENYUM KEPADA BAYI DALAM KERETA)

Orang Tua       : (TERUS MENGITIK BAYI DALAM KERETA)

BUNYI GEMURUH

Orang Tua       : Nah, dengar tuh. Hujan bakal datang. Lekaslah ibu pulang.

Penj. Balon      : Nanti dia (MENUNJUK BAYI) basah, bisa sakit.

Lelaki              : Kalau ibu berjalan cukup cepat, ibu masih bisa kering sampai di rumah.

Wanita             : Baiklah (MELIHAT TERHARU KEPADA KETIGA-NYA)  Terima kasih,


kawan-kawan ! Berkat kalian bertiga, aku telah menemukan diriku kembali. Per- temuan
dengan kalian ini tak akan mudah dapat kulupakan. (MENJABAT TANGAN PB)
Maafkanlah aku, aku telah menempatkan diri saudara tadi dalam kedudukan yang sangat
memalukan. (MENJABAT L, KEMUDIAN OT) Harap saudara-saudara memaafkan aku.
Dan semoga kita saling bertemu lagi (PERGI LENYAP DARI PENTAS)

L, OT dan PB   Sampai bertemu lagu, Bu… (KEMUDIAN MEREKA SALING


BERPANDANGAN PENUH ARTI). BUNYI GURUH + ANGIN

Lelaki              : Langit telah gelap benar. Hari mau hujan.

Orang Tua       : (JENAKA) Kata siapa ?

Lelaki              : Alaa, mau main pencak dengan kata-kata lagi ?

Orang Tua       : Siapa yang mau main kata-kata ?  Lihat tuh, langit justru mulai terang.

L, OT DAN PB, SAMA-SAMA MELIHAT KE LANGIT.

Penj. Balon      : Sungguh ajaib ! Langit benar-benar mulai terang sekarang.

Lelaki              : (HERAN) Dan guruh yang barusan ?


Orang Tua       : (TAMBAH JENAKA) Ya tetap guruh. Soalnya sekarang adalah, bahwa
guruh yang barusan saja kita dengar itu sedikit pun tak ada mempunyai sangkut paut apa-apa
dengan hujan. Hujan tak bakal turun, Jelas…!

Lelaki              : Sungguh saya tak memahaminya lagi (GELENG KE-PALA, DUDUK).

Penj. Balon      : Dan saya… sekiranya ditanyakan secara jujur kepada saya sedikit pun tak
memahami persoalan apa yang sebenarnya yang ada antara kalian berdua. (DUDUK DI
BANGKU. MEMUNGUT BALON YANG DIPECAHKAN OT DARI TANAH, MENIUP
SOBEK-AN-SOBEKANNYA MENJADI BALON KECIL)

Orang Tua       : Itulah celakanya dari tiap taman. Setiap orang yang datang ataulewat taman,
menganggap dirinya merdeka untuk mencampuri setiap pembicaraan, ya setiap pembicaraan,
ya setiap penghidupan, yang ke-betulan sedang berlaku di situ.

Lelaki              : Habis, ini kan taman ?! Ini adalah tempat terbuka untuk umum. Di setiap
tempat umum, ada pembicaraan umum. Oleh sebab itu, setiap orang boleh saja terus ikut
bicara. Demi pendapat umum ! Kalau bapak mau punya pendapat tersendiri, yah… jangan
datang ke taman !

Orang Tua       : Lalu saya harus ke mana ?

Lelaki              : Ke mana saja, asal jangan ke taman.

Orang Tua       : Kau enak saja bicara. Ke mana saja ! (SEDIH, PILU) Saya tak dapat ke
mana-mana.

Lelaki              : Mengapa ?

Orang Tua       : (TIBA-TIBA MENANGIS) Tak ada orang yang menginginkan saya.
Seorang pun tidak.

Lelaki              : Anak-anak bapak ?

Orang Tua       : Delapan orang. Tapi, tak seorang pun dari mereka yang menyukai saya.

Lelaki              : Terlalu ! Dan istri bapak bagaimana ?

Orang Tua       : (MERAUNG) Minah ! Minah !

Penj. Balon      : (SELESAI MEMBUAT BALON) Siapa Minah ?

Lelaki              : Ssst, Ibu… maksud saya ; istri bapak ini.

Penj. Balon      : (TERPERANJAT) I – b – u ?

Lelaki              : Ssst, ibu… maksud saya ; isteri bapak kita ini


Penj. Balon      : Oo, katakan begitu sejak tadi, dong. Hh, saya benar- benar dibikin kaget oleh
perkataan “ Ibu “ tadi… Ehh, mengapa ibu, eh istri bapak ini rupanya ?

Lelaki              : Ssst, jangan kuat-kuat. Saya belum tahu.

Orang Tua       : (MERAUNG-RAUNG) Minah, minaaah !

Lelaki              : Siapa minah, pak ?

Orang Tua       : Minah ! Minah !

Lelaki              : Apakah minah istri bapak ?

Orang Tua       : Minah, minah mengapa kau tinggalkan aku ?

Lelaki              : (KEPADA PB) Oo, jadi minah adalah memang istrinya, dan rupanya ia
minggat.

Orang Tua       : Minah, minah mengapa kau tinggalkan aku, setelah kita hidup bahagia
delapan tahun.

Lelaki              : Wah, delapan tahun. Kalau begitu, dia setiap tahun dapat seorang anak.

Penj. Balon      : Hebat juga si Minah, eh istri bapak kita ini, maksud saya.

Lelaki              : Hebat ? Itu kau katakan hebat ? Huh, begitu rupanya tanggapanmu tentang
manusia dan kemanusiaan ya ? Itu tafsiranmu rupanya tentang wanita, ya ? Aku menyebutnya
; iseng ! Manusia lelaki yang tak punya fantasi, lalu merongrong tubuh manusia perempuan.

Penj. Balon      : Merongrong gimana, ah ! Kalau si perempuan tidak mau dirongrong, saya
kira seluruh persoalan dan filsafat iseng itu tak akan pernah ada.

Lelaki              : Ah, kau tahu apa ! Seolah filsafat iseng itu hanya lah filsafat ranjang dan
hormon yang berlebihan saja. Seandainya bapak kita yang terhormat ini punya fantasi sedikit,
maka apa yang hendak kukatakan adalah ; alangkah baiknya, sekiranya selama delapan tahun
di berumah tangga dengan istrinya yang bernama minah itu, dia cukup membuat dua anak
saja  dan enam novel misalnya, (DENGAN SIKAP YANG SANGAT MENYANGSIKAN)
Tunggu dulu pak ! Minah ini sebenarnya siapa ?

Orang Tua       : (SUARA DATAR) Kucing betina saya. Kucing yang saya sayangi.

L dan PB         : Kkkk… Kucing ?!

Orang Tua       :Dia senantiasa pulang kembali. Tapi kali ini, dia telah menghilang lebih dari
seminggu (MERAUNG) Minah, minah…!

Lelaki              : (KESAL) Kucing !  Dan istri bapak sendiri di mana ?


Orang Tua       : Ada, di rumah.

Lelaki              : Di rumah ? Rumah siapa ?

Orang Tua       : Rumah saya, sudah tentu.

Penj. Balon      : (YANG SEJAK TADI MENDENGARKAN) Sudahlah, hentikan segala


kebohongan ini, tak sadarkah bapak, dan kau bung… Kita telah merangkai “ ambigu “ kita
menjadi tontonan di taman indah ini. Saya tidak mau terlalu jauh terlibat, dan memilih
menarik diri, maaf-kan saya. Permisi, pak tua… bung… Semoga Tuhan berkenan untuk tidak
mempertemukan kita lagi dalam keadaan yang serupa ini, di sini… selamat tinggal...

OT dan L        : Selamat…tinggal….Nak…Bung…! (KEDUANYA KEMUDIAN DUDUK


DI BANGKU, SALING PANDANG DAN MELIHAT PAKAIAN MASING-MASING).

Lelaki              : Pulanglah, pak. Taman ini diadakan kotapraja untuk dapat sekedarnya
menghibur warga kotanya yang letih, yang risau. Apa pula kata mereka nanti di koran, bila
esok pagi mereka dapati bapak di sini mati kedinginan ?

Orang Tua       : (TERISAK-ISAK KECIL)  Mati adalah lebih baik bagiku dalam keadaanku
seperti sekarang ini, minah tak ada lagi, minah…..

Lelaki              : Benar, dan aku pun sependapat dengan bapak. Hanya kematian bapak di
rumah, akan lebih menyamankan kotapraja daripada di sini.

Orang Tua       : Mati di taman lebih indah.

Lelaki              : (TERTAWA)……Indah, ya…. bagi para pecinta roman picisan, yang


menyukai judul-judul seperti “ Mati di Tengah Taman “ atau “ Taman Maut “. Pulanglah,
Pak. Nantikanlah dengan tawakal di rumah apakmu yang penuh dengan cecunguk dan tikus
itu di hari penghabisanmu. Sungguh sangat menyedihkan ! Tapi sayang sekali… jalan lan
memang tak ada lagi bagi bapak.

Orang Tua       : (MERENUNG) Cecunguk, tikus…..

Lelaki              : …….dan kesepian

Orang Tua       : Dan kau nak, bagaimana dengan kau sendiri ?

Lelaki              : (TERSENYUM) Tak lebih baik sedikit pun dari bapak. Habis, kita mau
berbuat apa lagi ? Seperti kata Penjual balon tadi ; aku mencoba menjadikan dari
kegagalanku suatu barang tontonan indah di taman. Bapak lihat kembang api itu, di sana,
bagus, Bukan ? Dan bapak baca tulisan dipapan yang dipancangkan oleh kotapraja di
hadapannya ? Dilarang memetik bunga. (TERSENYUM).

Orang Tua       : Ya, kau pengarang dan mahir benar kau membenam-kan deritamu dibalik
kata-kata yang sewaktu-waktu dapat kau hamburkan. Tapi bagaimana nak dengan
kesunyianmu ? Ikutlah saya ke rumah saya yang apak itu. Agar adan teman saya. Dan agar
ada teman anak.

Lelaki              : Lalu… Istri bapak…?

Orang Tua       : Maafkan saya…istri saya sudah delapan tahun meninggalkan saya, tepatnya
dua minggu, setelah saya membawa minah dari jalanan…Oh… minah…! minaaah ! (SADAR
DARI KETERHANYUTANNYA, MEMEGANG TANGAN L, SUARANYA MENINGGI)
Ayo, anak ikut saja ke rumah saya…

Lelaki              : Terima kasih pak. Kebersamaan kita seperti yang bapak gambarkan tadi
lebih parah lagi daripada kesendirian kita masing-masing.

Orang Tua       : Naluri saya…dan ingat ! Ini naluri orang tua, lho…. berkata keadaan anak
tak jauh bedanya dari keadaan saya.

Lelaki              : Saya tak akan meningkahinya. Tapi telah saya katakan : Usia yang lebih
muda ada pada saya. Kemungkinan-kemungkinan dari kesepian saya jauh lebih banyak.

Orang Tua       : Artinya, anak tak mau ikut saya ?

Lelaki              : Selamat malam, pak (MENYALAM DGN SANGAT MESRANYA PADA


OT) Siapa tahu, besok kita akan bertemu lagi.

Orang Tua       : Besok !

Lelaki              : Ya, besok. Mengapa bapak sangsi akan hari esok ?

Orang Tua       : Dengan keadaan kita seperti ini ?

Lelaki              : Justru karena keadaan kita seperti inilah !

Orang Tua       : (TERTAWA RAGU) Tidak, tidak !  Aku tak mau bertemu kau lagi.
(TERSENYUM) Selamat malam, Nak ! Mudah-mudahan tidurmu nyenyak di mana saat kau
akan tidur malam ini (SAMBIL BATUK-BATUK, PERGI PELAN-PELAN, LENYAP
DARI PENTAS)

L MENAIKKAN LEHER BAJUNYA. BANGKU DIBERSIHKANNYA DENGAN


TANGANNYA. SEMUAGERAK-GERIKNYA MENANDA-KAN, IA MAU TIDUR
MALAM ITU, SEPERTI JUGA MALAM-MALAM SEBELUMNYA, DAN MALAM-
MALAM YANG BAKAL DATANG LAGI, DI BANGKU ITU

Lelaki              : (MELIHAT KE LANGIT) Syukurlah, hujan tak bakal turun. Atau…mudah-


mudahan hujan tak bakal turun malam ini. Tidur di bawah jembatan  dengan udara yang
kotorannya bertumpuk di situ, membuat bengekku semakin jadi (IA MELIHAT
SEKELILING, KALAU-KALAU ADA ORANG YANG DATANG. KEMUDIAN DIA
MEREBAHKAN DIRINYA DI BANGKU ITU).

SUARA-SUARA BINATANG MALAM MULAI KEDENGARAN. ANGIN


MENGHEMBUS DEDAUNAN DITAMAN, GEMERISIK. DI KEJAUHAN
TERDENGAR SUAR MOBIL LEWAT, ANJING ME-NYALAK KEMUDIAN SUARA
KERETA API YANG LEWAT SANGAT JAUH, JAUH SEKALI. TEK BERAPA
LAMA KEMUDIAN, KEDENGARAN SUARA SEORANG PRIA DAN SEORANG
WANITA TERTAWA GENIT, SEMAKIN MENDEKAT. MMASUKLAH KE-
PENTAS SEPASANG MUDA MUDI BERPEGANGAN TANGAN ERAT SEKALI.

Gadis               : (MELIHAT L DI BANGKU) Ssst, ada orang !

Lelaki              : (GELAK TIBA-TIBA) Ya, ya. Bangku ini sudah ada orangnya (DIA
DUDUK DI BANGKU) tapi ini kan taman. Di sana ada bangku kosong (TERTAWA) Ke
sana lah kalian. Saya tak akan melihat, sungguh… (GELAK) Lagi pula, saya sangat
mengantuk.

GADIS DAN PEMUDA NAMPAK MALU

Lelaki              : Ayo, pergilah ke sana, jangan sia-siakan kesempatan, selagi kalian masih
muda. (GELAK) Saya benar-benar tak akan melihat. Lagi pula saya amat letih, amat
mengantuk….

GADIS DAN PEMUDA, SETELAH RAGU-RAGU SEBENTAR, PERGI KE ARAH


YANG TELAH DITUNJUKKAN OLEH L

 Lelaki              : (TERTAWA MENGERTI, SEJENAK IA MENGIKUTI DENGAN


MATANYA, KEMUDIAN IA REBAHKAN KEMBALI TUBUHNYA DI BANGKU ITU)
Lagi pula, saya amat mengantuk… amat letih…. letih……………

SUARA – SUARA BINATANG MALAM SEMAKIN KENTARA. ANGIN


BERHEMBUS, DIKEJAUHAN ANJING MENYALAK DAN SUARA KERETA API
YANG LEWAT…

Anda mungkin juga menyukai