Anda di halaman 1dari 15

PETANG DI TAMAN

KARYA : IWAN SIMATUPANG


RINGKAS CERITA
Dalam cuaca yang tidak menentu. Seorang Tua terbatuk-batuk menyeret langkahnya menuju
Taman. Seorang Lelaki Setengah Baya yang entah dari mana asalnya, juga memasuki Taman.
Terjadilah perdebatan antara kedua orang asing tersebut, tentang cuaca yang mereka sendiri
tidak mengetahui secara pasti musim apa sebenarnya kini.
Perdebatan belum lagi mendapatkan hasil yang memuaskan bagi mereka, datanglah Seorang
Pencinta Balon yang mereka kira Penjual Balon. Si Pencinta Balon menjadi terganggu oleh
kesalah tafsiran tersebut. Dan ini pun dialami oleh Seorang Wanita yang datang kemudian
bersama Bayinya.
Kejadian di Taman merupakan konflik-konflik yang tidak ada hubungannya satu sama lain,
yang menceritakan pergulatan Manusia dalam kehadirannya melawan kesepian dan
ketidakmengertian. Yang sangat ironis dari cerita ini ialah dimana Taman yang seharusnya
merupakan tempat kenyamanan dan ketenangan bagi orang-orang yang mengunjunginya
justru di sini menjadi sebaliknya. (Efr.)
1
ADEGAN SATU
TAMAN. BANGKU.
ORANG TUA MASUK, BATUK-BATUK, DUDUK DI BANGKU.
MASUK LAKI-LAKI SETENGAH BAYA, DUDUK DI BANGKU.
Lelaki Ssetengah Baya : Mau hujan.
Orang Tua : Apa?
Lelaki Setengah Baya : Hari mau hujan. Langit mendung.
Orang Tua : Ini musim hujan?
Lelaki Setengah Baya : Bukan, musim kemarau.
Orang Tua : Di musim kemarau, hujan tak turun.
Lelaki Setengah Baya : Kata siapa?
Orang Tua : Ini bulan apa?
Lelaki Setengah Baya : Entah.
Orang Tua : Kalau begitu, saya benar. Ini musim hujan.
Lelaki Setengah Baya : Bulan apa kini rupanya?
Orang Tua : Entah.
Lelaki Setengah Baya : Kalau begitu saya benar. Ini musim kemarau.
Orang Tua : Salah seorang dari kita musti benar.
Lelaki Setengah Baya : Kalau begitu, baiklah saya mengalah. Ini musim hujan.
Orang Tua : Tidak, tidak. Yang lebih muda musti tahu menghormati yang lebih tua. Ini
musim hujan. (SUARA GEMURUH)
Orang Tua : Kita sama-sama salah.
Lelaki Setengah Baya : Maksudmu, bukan musim hujan dan bukan pula musim kemarau?
Orang Tua : Habis mau apa lagi?
Lelaki Setengah Baya : Beginilah kalau gila hormat.
Orang Tua : Kamu bagaimana?
Lelaki Setengah Baya : Ah, kita boleh lebih kasar sedikit.
Orang Tua : Lantas?
Lelaki Setengah Baya : Akan lebih jelas, musim apa sebenarnya kini.
Orang Tua : Dan kalau sudah bertambah jelas?
2
Lelaki Setengah Baya : (DIAM)
Orang Tua : (MERENUNG) Dan kalau segalanya sudah bertambah jelas, maka kita pun
sudah saling bengkak-bengkak, atau tewas, karena barusan saja telah cakarcakaran. Dan siapa
tahu, salah seorang dari kita tewas pula dalam cakar-cakaran itu, atau keduanya. Dan ini
semua, hanya karena kita telah mencoba mengambil sikap yang agak kasar terhadap sesama
kita (TIBA-TIBA MARAH) Bah! Persetan dengan segala musim.
BUNYI GEMURUH. TAK LAMA KEMUDIAN, MASUK PENCINTA BALON.
BALON-BALONNYA BERANEKA WARNA.
Orang Tua : (KEPADA PB) Silahkan duduk.
Penjual Balon : (BIMBANG, MASIH SAJA BERDIRI)
Orang Tua : Ayo. Silahkan duduk (MENEPI KE BANGKU)
Lelaki Setengah Baya : Tentu saja bapak telah membuat dia menjadi ragu-ragu.
Orang Tua : Kenapa?
Lelaki Setengah Baya : Pakai dipersilahkan segala. Ini ..... kan taman. (TIBA-TIBA
MARAH) Dia duduk kalau dia mau duduk. Dan dia tidak duduk, kalau dia memang tak mau
duduk. Habis perkara. BAH! (MELIHAT GERAM KEPADA PB)
Penjual Balon : (DUDUK)
Lelaki Setengah Baya : (MASIH MARAH) Mengapa kau duduk?
Penjual Balon : Eh ..... Saya mau duduk.
Orang Tua : (TIBA-TIBA TERTAWA TERPINGKAL-PINGKAL)
Lelaki Setengah Baya : (SANGAT MARAH) KENAPA BAPAK TERTAWA?
Orang Tua : (DALAM TAWA) Karena .... saya mau ketawa. (TERTAWA
TERBAHAKBAHAK)
ADEGAN DUA
BERBUNYI GEMURUH, BERHEMBUS ANGIN. BALON-BALON KENA HEMBUSAN
ANGIN. SEBUAH BALON MAU LEPAS. CEPAT-CEPAT PB MENANGKAPNYA. LSB
MENERKAM BALON ITU, INGIN SUPAYA IA LEPAS SEMUA. DARI TANGAN PB,
TERBANG KE UDARA. PB DAN LSB BERGUMUL, BALON-BALONNYA KINI
TERBANG SEMUANYA DARI TANGAN PB. SEBUAH BALON DAPAT DITANGKAP
OLEH ORANG TUA, YANG KEMUDIAN DAPAT PERMAINAN GEMBIRA SEPERTI
KANAK-KANAK ATAU ANAK KECIL SAJA.
3
Penjual Balon : (DUDUK DI TAMAN SAMBIL MENANGIS)
Orang Tua : (MASIH GEMBIRA BERMAIN-MAIN DENGAN BALON)
Lelaki Setengah Baya : (KEPADA PB) Mengapa ........ hey, kau menangis?
Orang Tua : (SAMBIL BERMAIN-MAIN TERUS DENGAN BALON) Karena memang dia
mau menangis.
Penjual Baya : Bukan, bukan karena itu (TIBA-TIBA)
Orang Tua/Lelaki Setengah Baya : (TERCENGANG) Em?
Lelaki Setengah Baya : Kalau begitu, kau menangis karena apa?
Penjual Baya : Karena balon-balon saya terbang.
Orang Tua : (MENGERTI) Oooooo, dia pedagang yang merasa dirugikan.
Lelaki Setengah Baya : Ooooo, itu (MEROGOH DOMPET DARI SAKU CELANANYA)
Nah, ini sekedar pengganti kerugianmu.
Penjual Baya : (MENGGELENG SAMBIL BERDIRI) Tidak (DUDUK DIBANGKU) *
(TANGISNYA MENJADI-JADI) Saya tak mau dibayar.
Orang Tua/Lelaki Setengah Baya : (SEREMPAK) Tak mau?
Penjual Balon : Saya lebih suka balon.
Lelaki Setengah Baya : Kenapa?
Penjual Balon : (MENGGELENGKAN KEPALANYA)
Lelaki Setengah Baya : (TAK MENGERTI) Tapi, kau kan menjualnya?
Penjual Baya : Itu hanya alasan saya saja untuk memegang balon-balon.
Saya pencinta balon.
Lelaki Setengah Baya : Apa-apaan ini?!
Orang Tua : Mengapa merasa aneh? Dia pencinta balon, seperti juga orang lain pencinta
harmonika, pencinta mobil balap, pencinta perempuan-perempuan cantik. Apa yang aneh dari
ini semuanya?
Lelaki Setengah Baya : (MASIH HABIS HERANNYA) Jadi, kau sebenarnya bukan penjual
balon?
Orang Tua : (KEPADA PB) Ini, terima balonmu kembali.
Penjual Balon : Tidak, bapak pegang sajalah terus.
Orang Tua : (HERAN) Saya pegang terus?
Penjual Balon : Karena saya lihat bahwa bapak juga menyukainya.
Saya suka melihat orang yang suka balon.
4
Orang Tua : (TERTAWA KECIL) Ah, ini bukan lagi kesukaan namanya, tapi kenangan.
Kenangan kepada dulu. Tidak, anak. Sebaiknya bila kau sudi menerima kembali balon ini.
Penjual Balon : Saya tak sudi, dan tidak berhak menerima kenangan orang.
Wanita : (MASUK. MENGGAPAI KE ARAH BALON) Berilah kepada saya, kalau tak
seorang pun menghendakinya.
Orang Tua : (TIBA-TIBA MEMECAHKAN BALON ITU, LALU MELIHAT DENGAN
GELI PADA WANITA ITU)
Lelaki Setengah Baya : Kenapa bapak pecahkan? (SANGAT MARAH)
Orang Tua : Karena saya memang mau memecahkannya. Jelas? (TERTAWA)
Lelaki Setengah Baya : Jahanam. Orang tua keparat. (MENERKAM ORANG TUA)
Wanita : (MELERAI) Sudah, sudah. Jangan berkelahi hanya karena itu. Bukan itu maksud
saya dengan meminta balon itu.
Lelaki Setengah Baya : Lepas, lepaskan saya, biar saya hajar dulu dia.
Wanita : Jangan, jangan. (MENANGIS)
Lelaki Setengah Baya : (KESAL MELIHAT WANITA ITU MENANGIS) Ah, air mata lagi,
persetan. Mengapa nyonya datang kemari?
Wanita : (TIBA-TIBA SANGAT MARAH) Siapa bilang saya nyonya?
Lelaki Setengah Baya : O, baik, baik. Jadi nyonya bukanlah nyonya. Kalau begitu nyonya
apa? Nona barang kali?
Wanita : (GUGUP) Ti ......... (MENANGIS)
Orang Tua : Ahaaaaa, nyonya bukan ........ nona pun bukan. Ahaaaaaaaaa (KETAWA)
Penjual Balon : Sungguh kasar, sungguh biadab kalian. (MENUNTUN WANITA ITU
SUPAYA DUDUK DIBANGKU) Sudahlah bu,.
Jangan hiraukan mereka. Sebaiknya ibu lekas-lekas saja pergi dari sini sebelum mereka
menghina ibu lebih parah lagi nanti. Pergilah.
Orang Tua : (KEPADA PB) Ahaaaaa, pergi dengan kau? Ahaaaaa, akhirnya sang putri
bertemu sang pangerannya di tengah taman. Dan ...... ahaaaaa, sianakpun akhirnya bertemu
dengan sang ayah (TERTAWA TERBAHAK-BAHAK)
Penjual Balon : (TIBA-TIBA MENYADARI MAKNA KATA-KATA ORANG TUA ITU)
Siapa bilang saya ......... (MELIHAT SILIH BERGANTI KEPADA ORANG TUA,
WANITA DAN KE DALAM KERETA BERISI OROK) Tidak, tidak ........ saya bukan
...........
Orang Tua : (CEPAT-CEPAT NYELETUK) Bukan apanya, nak?
Penjual Balon : (KEPADA ORANG TUA) Bapak mau menuduh saya?
5
LSB : Menuduh apa, bung? Kau nampaknya begitu bernafsu untuk berbicara tentang sesuatu
dan tuduhan yang sebenarnya tidak ada. Kemudian, kau tampaknya begitu bernafsu menolak
tuduhan itu, ingat. Tuduhan yang tidak ada itu, hingga ..... (TERTAWA) Saya ini benar-benar
mulai curiga, dan benar-benar menuduh kau tentang sesuatu yang dengan terus terang saja
aku katakan belum jelas bagiku sendiri ....
Penjual Balon : (BINGUNG) Tidak, tidak.
Wanita : (DENGAN BERNAFSU SEKALI DATANG MENDEKAT PADA PB,
MEMPERHATIKAN WAJAH PB DENGAN SANGAT TELITI)
Penjual Baya : (SEMAKIN GUGUP DENGAN SIKAP WANITA ITU) Tidak, tidak. Bukan
saya. (MENCOBA MENUTUPI WAJAHNYA DENGAN KEDUA TANGANNYA)
Wanita : (GERAM) Ayo, buka tanganmu. Aku mau melihat kau, ayo!!! (MERENGGUT
TANGAN PB DARI MUKANYA)
Penjual Balon : Tidak! Bukan saya. Bukan saya.
Wanita : Jahanam. Ayo, buka tanganmu kataku. Buka. Buka!
Penjual Balon : Kurang ajar. Kau telah lari, ha! Lari, dan kau tinggalkan aku sendiri dengan
seluruh keadaan kedalah mana kau tempatkan aku dengan perbuatanmu. Aku sendirian harus
menanggung semuanya. Aku seorang wanita, sendirian. Bah! (MERENGGUT DENGAN
SANGAT KUAT KEDUA TANGAN PB DARI MUKANYA) Ayo, bukaaaaaaaa!!!
Penjual Balon : Bukan saya. Bukan saya. Saya Cuma berbuat sekali saja.
Orang Tua : (NYELETUK) Itukan sudah cukup, tolol.
Lelaki Setengah Baya : (MENINGKAH OT) Belum tentu, menurut ilmu kedokteran modern.
Wanita : Ayo, buka tanganmu (KEPADA OT DAN LSB) Tolonglah saya tuan-tuan.
Orang Tua : Bukan saya tak mau menolong. Tapi secara prinsipiil, saya tak sudi ikut campur
dalam urusan yang bukan yang bukan urusan saya.
Wanita : (KEPADA OT) Ayo, pak, tolonglah saya.
Orang Tua : Saya orang tua.
Lelaki Setengah Baya : Bah! Apa pula dengan maksudmu itu, dengan kalimat kotor serupa
itu. Saya orang tua. Kami semua melihat bahwa bapak memang orang tua, dan tidak ada
tanda-tanda yang memperlihatkan bahwa bapak adalah kebalikan dari ucapan itu.
Orang Tua : (GELI) Katakanlah saya ingin mempertegas kedudukan saya dalam peristiwa
yang sedang kita hadapi ini, yakni: ketuaan saya melarang saya terlibat sedikit pun di
dalamnya. Dan kalau kalian tanyakan bagaimana pendirian saya dalam peristiwa kalian yang
sedikit rumit ini, maka jawab saya: saya pro kalian berdua.
6
Lepas dari pertanyaan apakah benar apakah tidak peristiwa itu telah benar-benar terjadi.
Tegasnya, saya pro setiap peristiwa beginian.
Lelaki Setengah Baya : Kata-kata, hanya kata-kata muluk. Sedang yang diminta dari bapak
sekarang ini adalah perbuatan.
Orang Tua : Kata-kata saya yang mengemukakan pendirian saya itu adalah perbuatan saya.
Lelaki Setengah Baya : Bagus. Bagus. Berkatalah terus dan persaksikanlah betapa kedua
mereka ini sebentar lagi bakal saling telan menelan.
Penjual Balon : (SANGAT DAHSYAT) Bukan sayaaaaaaaa! Bukan saya, sungguh mati saya
hanya melakukan sekali saja, tak lebih ........
Orang Tua : (GELI) ....... dan tak kurang!
Lelaki Setengah Baya : Diam, bangsat! Cuma sekali itu kan sudah cukup. Maumu berapa
kali, ha? Serakah! Jadi, kau mengaku sekarang?
Wanita : (HISTERIS) Aku ....... aku ditinggalkannya, dan dia meninggalkan aku dan dia
menghilang. Dan aku menghadapi akibatnya.
(BUAS) Ayo, buka tanganmu!
Lelaki Setengah Baya : (SANGAT DAHSYAT) Buka! Buka! (SETELAH BERGUMULAN
SEBENTAR LSB BERHASIL MERENGGUTKAN DUA TANGAN PB DARI
WAJAHNYA HINGGA TE SEDANG KEDUA TANGANNYA TERUS DIKEMPIT OLEH
LSB KE BELAKANG PUNGGUNGNYA)
Penjual Balon : Bukan saya, bukan saya.
Wanita : (MAJU DEKAT SEKALI, MELIHAT WAJAH PB) Bangsat, laki-laki jahanam.
Kurang ajar! (KETIKA SUDAH MELIHAT WAJAH PB, WANITA ITU TERKEJUT)
Bukan ........? Bukan kau (PINGSAN, TAPI CEPAT-CEPAT DIPEGANG OLEH ORANG
TUA)
Orang Tua/Lelaki Setengah Baya : (SEREMPAK) Bukan dia?
Penjual Balon : Bukan saya, bukan saya. Cuma sekali, cuma sekali.
Lelaki Setengah Baya : (GEMAS, MELEPASKAN TANGAN PB) Huh, bukan kau .......!
Penjual Balon : Bukan saya, bukan, bukan saya. Cuma sekaliiiiiiiii
Orang Tua : (OT REPOT MENGIPASI WANITA YANG DALAM PADA ITU SAYA
TERGOLER KAN DI BANGKU) Sudah cukup. Biar kau melakukannya lebih dari sekali,
sekarang ini soal itu sudah tak penting lagi. Mari, daripada kau berteriak-teriak tak berguna
itu lebih baik kau ........ (MELIHAT KE LSB) Kalian ........ menolong saya dengan dia ini
(TERUS MENGIPAS WANITA)
Lelaki Setengah Baya : Menolong bagaimana?
Orang Tua : (SANGAT KESAL) Ya, menolong apa saja yang lajim dikerjakan.
Lelaki Setengah Baya : Saya merasa agak segan?
7
Orang Tua : Segan? Kenapa?
Lelaki Setengah Baya : Dia, eh ....... perempuan.
Orang Tua : ..... Dan kau laki-laki. BAH! Laki-laki ucapannya complang. Semua orang
melihat bahwa dia ini memang wanita dan kau laki-laki. Lalu, mau mu apa?
Lelaki Setengah Baya : Maksud saya ....., saya .... eh, segan bersentuhan dengan perempuan.
Orang Tua : Apa? Apa-apaan ini, ayo .... lupakan kelaki-lakianmu itu dan tolonglah aku.
Lelaki Setengah Baya : Saya adalah jenis laki-laki yang bila bersentuhan dengan tubuh
wanita, bisa saja terus .............
Orang Tua : (CEPAT MEMOTONG) Saya tahu, saya tahu. Tapi laki-laki mana yang tidak
.........
Lelaki Setengah Baya : O, jadi bapak menganut prinsip yang sama?
Orang Tua : (SANGAT TERCENGANG) Prinsip? Ah, kata siapa ini soal prinsip. Aku malah
lebih cenderung menyebutnya sebagai penyakit.
Ah, persetan dengan semuanya. Bukankah setiap prinsip penyakit juga? Hentikan kesukaan
yang agak berlebihan itu, sadarlah bahwa dalam peristiwa seperti ini, yang sangat segera
dibutuhkan adalah perbuatan tindakan cepat. Dan tindakan cepat itu disini adalah perbuatan
tindakan cepat. Dan tindakkan cepat itu disini adalah menolong atau berbuat sesuatu dengan
wanita yang pingsan ini.
Lelaki Setengah Baya :Kalau aku tidak salah, dengan orang pingsan, entah dia perempuan
entah dia laki-laki, kita tak dapat berbuat apa-apa selain menantikan pingsannya lewat dengan
sendirinya.
Orang Tua : Ya, ya. Tapi bagaimana bila pingsannya ini tak bakal lewat?
Lelaki Setengah Baya : Dalam hal yang demikian, maka dalam arti yang sesungguhnya kita
telah berhadapan lagi dengan seorang wanita pingsan tapi .......... .
Orang Tua : (SANGAT TAKUT) Tapi apa?
Lelaki Setengah Baya : Ya, bisa saja dengan wanita yang ............
Orang Tua : (SANGAT TAKUT) Yang.......???
SUARA OROK DALAM KERETA MENANGIS
Wanita : (MENDENGAR OROK MENANGIS, WANITA ITU TIBA-TIBA BERDIRI,
LALU CEPAT-CEPAT MENUJU KERETA) Anakku, anakku. (BERUSAHA MENYURUH
DIAM OROKNYA DENGAN CARA MENGGOYANGKAN KERETANYA)
Kalian telah membuat dia bangun, BAH! Laki-laki kasar kalian semua (SUARA OROK
MENANGIS TERUS) (LSB, OT, PB, SALING BERPANDANGAN)
Wanita : Sungguh laki-laki kasar, kasar ...... (KEPADA OROKNYA DALAM KERETA)
8
Ssssst, ssst, ssst .... diamlah, anak, diam. Laki-laki semua sama saja, kasar. Tanpa terkecuali.
(MENANGIS)
Lelaki Setengah Baya : Stop, stop, stop dengan air matamu, mau apa kau? (OROK DALAM
KERETA TAMBAH KUAT MENANGIS, MAU MENYERBU KE KERETA OROK) Stop
menangis, stooooop!!!
Wanita : (MENCEGAH LSB) Jangan ..... jangan apa-apakan anakku.
Penjual Balon : (BERHASIL MENAHAN LSB) Apa-apaan ini? Kau mau membunuh orok
ini? Barangkali kau gila, benar-benar telah gila kau.
Lelaki Setengah Baya : (DALAM RANGKULAN KASAR DARI PB) Sudah aku katakan
stop! Berhenti. Jangan menangis, jangan ada yang menangis. Jangan lagi ada yang
menangis...... aku tak kuat melihatnya. Aku tak kuat (MENANGIS TERSENDU. OT, W, PB
MELIHAT TERHARU KEPADA LSB YANG MENCOBA MENINDAS TANGIS
ISAKNYA. MEREKA TERHARU. DAN DIANTARA ISAKNYA, LSB MEMISAHKAN)
Jangan ..... lagi ada yang menangis ........ aku tak kuat ..... tak kuat melihatnya ..............
Penjual Balon : Sebaiknya ibu pergi sekarang (KEPADA WANITA)
Orang Tua : Ya, sebenarnya kau telah menyebutkan kata yang sebenarnya. Yakni, ibu.
(KEPADA WANITA) Ya, sebaiknya ibu pergi saja.
Wanita : (GUGUP) Ibu ..... saya ibu ..... (MELIHAT KEPADA BAYINYA DALAM
KERETA) Baik, baik, saya kira juga lebih baik bila saya pergi.
Orang Tua : Nah, bagus dan jagalah. (MELIHAT KE DALAM KERETA) Baik-baik dia.
(OT LALU BERDIRI DI SAMPING WANITA, MELIHAT KEPADA OROK DI DALAM
KERETA) Sungguh manis. Anak yang sehat. (MENGITIK-ITIK OROK KEDENGARAN
SUARA OROK TERTAWA)
Penjual Balon : (BERDIRI DI SAMPING IT, DAN W, IKUT MELIHAT OROK DENGAN
LUCUNYA)
Lelaki Setengah Baya : (BERHENTI ISAKNYA DAN JUGA MELIHAT OROK ITU DI
SAMPING OT, W DAN PB MELIHAT TERSENYUM KEPADA OROK TERSEBUT)
Orang Tua : (TERUS MENGITIK OROK YANG TERUS TERTAWA DENGAN
GELINYA) (BUNYI GURUH) Nak, dengan itu, hujan bakal datang. Lekaslah ibu pulang.
Penjual Balon : Nanti dia ..... (MENUNJUK KEPADA KERETA) ..... dia basah, bisa sakit.
Lelaki Setengah Baya : Kalau ibu berjalan cukup cepat, ibu masih bisa kering sampai di
rumah.
Wanita : Baiklah. (MELIHAT TERHARU PADA KETIGANYA) Terima kasih banyak,
kawan-kawan. Berkat kalian bertiga, aku telah menemui diriku kembali. Pertemuan dengan
kali ini tak akan mudah dapat aku lupakan (MENJABAT TANGAN PB) Maafkan aku, aku
telah menempatkan diri saudara tadi dalam kedudukan yang sangat memalukan.
9
(MENJABAT TANGAN OT KEMUDIAN TANGAN LSB) Harap saudarasaudara sudi
memaafkan aku dan semoga kita saling bertemu lagi (PERGI)
Oang Tua/Lelaki Setengah Baya/Penjual Balon : Sampai bertemu lagi ....... lagi bu.
(KEMUDIAN MEREKA SALING BERPANDANGAN PENUH ARTI)
ADEGAN KETIGA
BUNYI GURUH
Lelaki Setengah Baya : Langit telah gelap benar. Hari mau hujan.
Orang Tua : Kata siapa?
Lelaki Setengah Baya : Alaaaaa, mau main pencak dengan kata-kata lagi?
Orang Tua : Siapa yang mau main pencak dengan kata-kata? Lihat itu, langit justru mulai
terang.
Lelaki Setengah Baya : (HERAN) Dan guruh yang barusan?
Orang Tua : (TAMBAH JENAKA) Ya, tetap guruh. Soalnya sekarang adalah ....... bahwa
guruh yang barusan saja kita dengar itu, sedikitpun tak ada sangkut pautnya dengan hujan.
Hujan tak bakal turun lagi. Jelas?
Lelaki Setengah Baya : Sungguh saya tak memahami lagi (GELENG-GELENG KEPALA
DUDUK DI BANGKU MEMUNGUT BALON-BALON)
Penjual Balon : Dan saya ....... sekiranya ditanyakan secara jujur kepada saya.
Sedikit pun saya tak memahaminya apa yang sebenarnya yang ada di antara kalian berdua.
(DUDUK DI BANGKU, MEMUNGUT BALON-BALON YANG DIPECAHKAN OT
DARI TANAH. MENIUP SOBEKKANNYA MENJADI BALON-BALON KECIL)
Orang Tua : Itulah celakanya dari setiap taman. Setiap orang yang datang atau lewat,
menganggap merdeka dirinya untuk mencampuri setiap pembicaraan. Ya, setiap penghidupan
yang kebetulan sedang berlaku di situ.
Lelaki Setengah Baya : Habis ..... ini kan taman. Ini adalah tempat terbuka untuk umum. Di
setiap tempat umum, ada pembicaraan umum. Oleh sebab itu setiap orang terus berbicara.
Demi pendapat umum, kalau bapak mau mendapatkan tersendiri ......... yah jangan ke taman.
Orang Tua : Lalu saya harus ke mana?
Lelaki Setengah Baya : Ke mana saja, asal jangan ke taman.
Orang Tua : Kau enak saja bicara. Ke mana saja ....... (SEDIH, PILU) Jadi saya tak dapat ke
taman.
Lelaki Setengah Baya : Mengapa?
10
Orang Tua : (TIBA-TIBA MENANGIS) Tak ada seorang pun yang menginginkan saya.
Seorang pun tidak.
Lelaki Setengah Baya : Anak-anak bapak?
Orang Tua : Delapan orang. Tapi tak seorang pun yang menginginkan saya. Seorang pun
tidak.
Lelaki Setengah Baya : Terlalu. Dan ...... istri bapak, bagaimana?
Orang Tua : (TIBA-TIBA MERAUNG) Mince ......... Mince!
Penjual Balon : (DALAM SAAT ITU TELAH SIAP MEMBUAT BEBERAPA
BALONBALON KECIL DARI SOBEKKAN-SOBEKKAN BALONNYA TADI) Siapa
Mince?
Lelaki Setengah Baya : Sssst ..... ibu. Maksud saya, istri bapak kita ini.
Penjual Balon : (TERPERANJAT) Ibu?!
Lelaki Setengah Baya : Istri bapak kita ini.
Penjual Balon : Oooo, katakan sejak tadi dong. Hhhh, saya benar-benar dibikin kaget oleh
perkataan ibu itu tadi. Eh ..... mengapa ibu .... Eeee, istri bapak kita ini rupanya?
Lelaki Setengah Baya : Ssssst, jangan kuat-kuat. Saya sendiri belum tahu.
Orang Tua : (MERAUNG-RAUNG) Mince ....... Mince!
Lelaki Setengah Baya : Siapa Mince, pak?
Orang Tua : Mince ..... oh, Mince.
Lelaki Setengah Baya : Apakah Mince itu istri bapak?
Orang Tua : Mince, Mince. Mengapa kau tinggalkan aku setelah kita hidup delapan tahun.
Lelaki Setengah Baya : Wah, delapan tahun. Kalau begitu, dia setiap tahun dapat seorang
anak.
Penjual Balon : Hebat juga di Mince, eh ..... istri bapak kita ini maksud saya.
Lelaki Setengah Balon : Hebat? Itu kau katakan hebat? Huh, begitu rupanya tanggapanmu
tentang manusia dan kemanusiaannya, ya? Itu tafsiranmu rupanya wanita, ya? Aku
menyebutnya iseng. Manusia yang tak punya fantasi, lalu meronggong tubuh manusia lain.
Penjual Balon : Meronggong gimana, ah. Kalau si perempuan tak mau dirongrong, saya kira
seluruh persoalan dan filsafat iseng itu tak pernah ada.
Lelaki Setengah Balon : Ah, tahu apa. Seolah filsafat iseng itu hanyalah filsafat ranjang dan
hormon yang berlebihan saja. Seandainya, bapak kita ini punya fantasi, maka apa yang aku
katakkan adalah: Alangkah bahagianya alangkah baiknya, sekiranya selama delapan tahun
dia berumah tangga dengan istrinya yang bernama Mince itu cukup membuat anak dua orang
saja dan enam buah novel misalnya.
11
Penjual Balon : Ahaaa, kau seorang pengarang rupanya. Pengarang gagal yang kemudian
terdampar di taman untuk menganalisa peristiwa-peristiwa kecil sebagai hiburan untuk
melupakan kegagalanmu itu.
Lelaki Setengah Baya : Tahu apa pula kau tentang makna sebenarnya dari kegagalan?
Betapa banyak kejadian, bahkan kegagalan itu merupakan penampilan yang paling prinsipiil
terhadap karya-karyanya yang tak punya mutu kepalang tanggung. Dan jangan lupa, tidak ada
yang lebih dapat merasakan apa arti berhasil selain daripada dia yang mengalami kegagalan.
Orang Tua : Mince! O, Mince. Telah kucari-cari kau ke mana-mana. Di mana kau Mince.
Lelaki Setengah Baya : Apakah salah seorang anak dari anak bapak yang delapan orang itu
tak ada di rumah?
Orang Tua : Tidak.
Penjual Balon : Apakah bapak sudah pasang iklan dikoran?
Lelaki Setengah Baya : Soal-soal itu tak layak dikorankan.
Lelaki Setengah Baya : Soal-soal itu tak layak dikorankan.
Penjual Balon : Banyak saja iklan-iklan yang demikian. Seperti yang saya baca pagi tadi
disalah satu koran berbunyi: “Adinda, Nur ..... Kembalilah kepada kakanda, pintu rumah
kakanda selalu terbuka lebar untuk kau, karena kakanda telah memaafkan semuanya”
Lelaki Setengah Baya : (MARAH) Laki-laki bubur, ha! Setelah istri yang bernama Nur itu
berbuat jahanam dengan laki-laki lain, kemudian lari karena ketahuan berbuat begitu,. Nah,
sekarang suami berwatak daun pisang pembukus itu mau mengambil seorang pahlawan dari
roman-roman abad pertengahan, dan sikap ini dipertontonkan pada kita, masyarakat dari abad
XX ini dengan medium komunikasi yang paling prinsipiil paling vulgar, surat kabar. BAH!
Penjual Balon : Vulgar? Melalui iklan surat kabar adalah cara yang paling praktis. Dan
jangan lupa, bukan suami si Nur itu saja yang telah berbuat begitu.
Lelaki Setengah Baya : Pada abad XX ini akan lebih tertolong apabila mereka menolak iklan-
iklan bergaya si suami si Nur itu. Dan tahu kita ... berapa lagi lelaki yang berkeliaran macam
suami si Nur itu di luar kantor iklan surat kabar? Bayangkan, sekiranya semua senasib
dengan suami si Nur ini berbuat hal yang sama.
Orang Tua : (NYELETUK) Saya juga telah menyuruh menyiarkan kehilangan Mince melalui
radio.
Lelaki Setengah Baya : Tsyk, tsyk, tsyk. Hebat. Dan bagaimana hasilnya?
Orang Tua : Nol.
Lelaki Setengah Baya : Seperti yang aku duga. Tsyk, tsyk, tsyk.
Orang Tua : (MERAUNG) Mince ...... oh Mince!
12
Lelaki Setengah Baya : (DENGAN SIKAP YANG MENYANGSIKAN) Tunggu dulu, pak.
Mince ini sebenarnya siapa?
Orang Tua : (SUARA DATAR) Kucing.
Lelaki Setengah Baya/Pejual Balon : (TERCENGANG) Kucing???!!!
Orang Tua : Iya, kucing betina saya. Kucing yang saya sayangi. Dia senantiasa pulang
kembali. Tapi kali ini, dia telah menghilang lebih dari seminggu (MERAUNG) Mince .......
Mince!
Lelaki Setengah Baya : (KESAL SEKALI) Kucing!!! Dan istri bapak sendiri di mana?
Orang Tua : Ada di rumah.
Lelaki Setengah Baya : Di rumah? Rumah siapa?
Orang Tua : Rumah saya, sudah tentu.
Lelaki Setengah Baya : Ah, rupanya bapak mempermain-mainkan kami. Kata bapak tadi
bapak tidak bisa ke mana-mana. Tak seorang pun yang menyukai bapak.
Orang Tua : Benar, sebenarnya. Dan istri saya juga tak suka kepada saya.
Lelaki Setengah Baya : Mengapa?
Orang Tua : Dia istri saya yang kedua. Dia hanya menginginkan harta saya saja. Dan setelah
harta saya habis dijualnya untuk dibelikan barang-barang yang di hadapan notaris dinyatakan
sebagai miliknya sendiri, lalu saya tak ingin dia lihat lagi katanya.
Lelaki Setengah Baya : Lalu, siapa yang ingin dilihatnya sekarang?
Orang Tua : Laki-laki lain, yang lebih muda dan lebih gagah.
Lelaki Setengah Baya : Hmmmm, tentu, tentu. Masakkan dia bakal mencari laki-laki yang
jauh tua dan lebih buruk dari bapak. Dan sekarang di mana laki-laki yang lebih muda dan
lebih gagah.
Orang Tua : Di rumah saya tentu.
Lelaki Setengah Baya : Hmm, ya sudah tentu. Sudah tentu.
Orang Tua : Dia telah mengganti kedudukan saya dalam arti yang menyeluruh.
Lelaki Setengah Baya : Hmmm, tentu ..... tentu. Kecuali sikat gigi bapak sajalah saya kira
yang tak ikut diambilnya.
Orang Tua : Juga sikat gigi saya.
Lelaki Setengah Baya : Wah, laki-laki yang sungguh hebat. Sungguh hebat, juga sikat gigi.
Dan lalu, bapak kini tidur di mana?
Orang Tua : Di rumah saya juga, tapi digudangnya. Sebelah kamar babu, dan bersama Mince.
13
Lelaki Setengah Baya : Kalau boleh saya mengajukan pertanyaan yang terakhir, istri bapak
yang pertama sekarang ada di mana?
Orang Tua : Mati. Delapan tahun yang lalu.
Lelaki Setengah Baya : Namanya?
Orang Tua : Mince! (TIBA-TIBA DIA MERAUNG KEMBALI) Mince, Mince.
Lelaki Setengah Baya : (TERMANGU-MANGU, MENGERTI KINI DUDUK
PERSOALANNYA YANG SEBENARNYA)
Penjual Balon : (SANGAT KESAL, GERAM) Bah! (KARENA MEMECAHKAN
BALONBALON KECIL-KECIL SEMUANYA SATU PERSATU)
Lelaki Setengah Baya : (KEPADA PB) Hai, mengapa kau?!
Penjual Balon : (SANGAT KESAL, SEBUAH BALON KECIL SULIT DIPECAHKAN
DENGAN TANGANNYA)
(DENGAN SANGAT MARAHNYA BALON KECIL ITU DITARUHNYA DI ATAS
TANAH)
(LALU DIINJAK-INJAKNYA DENGAN GEMASNYA) Bah!!! (IA PERGI)
(LENYAP DARI PENTAS)
ADEGAN KEEMPAT
DIKAJAUHAN TERDENGAR SUARA ORANG AZAN, MENUNJUKKAN PUKUL
ENAM PETANG/MAGRIB
Orang Tua : (PILU) Pulang ke rumah mana, anak?
Lelaki Setengah Baya : Ke gudang apekmu, sebelah kamar babumu.
Orang Tua : Tanpa Mince?
Lelaki Setengah Baya : (PILU SEKALI) Ya, tanpa Mince. Mince kedua-duanya .......
Orang Tua : (MENANGIS TERISAK-ISAK SEDIH KECIL) Tak dapat aku nak, tak dapat.
Dan juga aku tak mau.
Lelaki Setengah Baya : Pulanglah, pak. Taman ini diadakan Kotpraja untuk dapat sekedar
menghibur warganya kotanya yang ketih, yang risau. Apa pula kata mereka nanti di koran,
bila esok pagi mereka melihat bapak di sini mati kedinginan.
Orang Tua : Mati adalah lebih bagiku dalam keadaan seperti ini.
Mince tak ada lagi. Mince ..............
Lelaki Setengah Baya : Benar, aku pun sependapat dengan bapak. Hanya kematian bapak
dalam gudang apekmu itu akan lebih menyamankan Kotapraja daripada di sini.
14
Orang Tua : Mati di taman lebih indah.
Lelaki Setengah Baya : (TERTAWA) Indah, iya ..... bagi pencinta roman picisan, yang
menyukai judul-judul seperti: “MATI DI TENGAH TAMAN” atau “TAMAN MAUT”.
Pulanglah pak. Nantikan dengan tawakal di gudang apekmu yang penuh dengan cecunguk
dan tikus sampai hari penghabisanmu. Sungguh sangat menyedihkan. Tapi sayang sekali .....
jalan lain memang tak ada lagi bagi bapak.
Orang Tua : (MERENUNG) Cecunguk ..... tikus.
Lelaki Setengah Baya : ........ dan kesepian.
Orang Tua : Dan kau anak? Bagaimana dengan kau sendiri?
Lelaki Setengah Baya : (TERSENYUM) Tidak lebih baik sedikit pun dari bapak. Habis kita
mau berbuat apa lagi? Seperti kata pencinta balon tadi, aku menjadikan kegagalanku sebagai
barang tontonan di taman.
Bapak lihat kembang itu? Bagus, bukan? Dan bapak baca tulisan di papan yang dipancangkan
oleh Kotapraja di hadapannya.
DILARANG MEMETIK BUNGA (TERSENYUM)
Orang Tua : Iya, kau pengarang dan mahir benar kau benamkan deritamu dibalik kata-kata
yang sewaktu-waktu dapat kau hamburkan. Tapi bagaimana, anak, dengan kesunyianmu?
Ikutlah saya ke gudang apek saya itu. Agar ada teman saya. Agar adan teman, nak.
Lelaki Setengah Baya : Terima kasih pak, kebersamaan kita yang bapak gambarkan itu lebih-
lebih parah lagi daripada kesendirian kita masing-masing.
Orang Tua : Naluri saya ..... dan ingat, ini naluri orang tua, lho. Keadaan anak tak jauh
bedanya dengan keadaan saya.
Lelaki Setengah Baya : Saya tak akan menyangkalnya. Tapi, telah saya katakan tadi, usia
yang lebih muda ada pada saya. Kemungkinan dari kesepian saya jauh lebih banyak.
Orang Tua : Artinya, anak tak mau ikut saya?
Lelaki Setengah Baya : Selamat malam, pak. (MENYALAMI DENGAN SANGAT
MESRANYA PADA ORANG TUA)
Siapa tahu, besok kita bertemu lagi.
Orang Tua : Besok?
Lelaki Setengah Baya : Ya, besok. Mengapa bapak sangsi dengan hari esok?
Orang Tua : (TERTAWA SAYU) Tidak, tidak, aku tidak mau lagi bertemu dengan kau
(TERSENYUM) Selamat malam, anak. Mudah-mudahan tidur nyenyak di mana saja kau
akan tidur malam ini. (SAMBIL BATUK-BATUK, PERGI PELAN-PELAN LENYAP
DARI PENTAS)
15
Lelaki Setengah Baya : (MELIHAT KE LANGIT) Syukurlah, hujan tak bakal turun, mudah-
mudahan hujan tak bakal turun pada malam ini. Tidur di bawah jembatan dengan udara
kotornya yang bertumpuk di sini membuat bengekku semakin menjadi.
LSB MENAIKKAN LEHER BAJUNYA. BANGKU DIBERSIHKAN DENGAN
TANGANNYA. SEMUA GERAK GERIKNYA MENANDAKAN BAHWA IA MAU
TIDUR MALAM ITU. SEPERTI JUGA MALAM-MALAM SEBELUMNYA. DALAM
MALAM YANG BAKAL DATANG LAGI DI BANGKU ITU
.................................................
PERLAHAN-LAHAN LAMPU MATI.
DAN SELESAILAH SANDIWARA INI.

Anda mungkin juga menyukai