Karya: Iwan Simatupang Produksi: Teater Kencana Sutradara: Efriadi
Karya: Iwan Simatupang Produksi: Teater Kencana Sutradara: Efriadi
NASKAH PERTAMA
PETANG DI TAMAN
Karya : Iwan Simatupang
Produksi : Teater Kencana
Sutradara : Efriadi
“Itulah celakanya dari setiap taman. Setiap orang yang datang atau lewat, menganggap
merdeka dirinya untuk mencampuri setiap pembicaraan. Ya, setiap penghidupan yang
kebetulan sedang berlaku di situ.”
PARA PEMAIN
FIKRYOSEPH sebagai ORANG TUA (OT)
RIZZAL sebagai LELAKI SETENGAH BAYA (LSB)
BACHRUDIN sebagai PENCINTA BALON (PB)
AYU ERLITA sebagai WANITA (W)
RINGKAS CERITA
Dalam cuaca yang tidak menentu. Seorang Tua terbatuk-batuk menyeret langkahnya menuju Taman.
Seorang Lelaki Setengah Baya yang entah dari mana asalnya, juga memasuki Taman. Terjadilah
perdebatan antara kedua orang asing tersebut, tentang cuaca yang mereka sendiri tidak mengetahui
secara pasti musim apa sebenarnya kini. Perdebatan belum lagi mendapatkan hasil yang memuaskan
bagi mereka, datanglah Seorang Pencinta Balon yang mereka kira Penjual Balon. Si Pencinta Balon
menjadi terganggu oleh kesalahan tafsiran tersebut. Dan ini pun dialami oleh Seorang Wanita yang
datang kemudian bersama Bayinya. Kejadian di Taman merupakan konflik-konflik yang tidak ada
hubungannya satu sama lain, yang menceritakan pergulatan Manusia dalam kehadirannya melawan
kesepian dan ketidakmengertian. Yang sangat ironis dari cerita ini ialah dimana Taman yang
seharusnya merupakan tempat kenyamanan dan ketenangan bagi orang-orang yang mengunjunginya
justru di sini menjadi sebaliknya. (Efr.)
ADEGAN SATU
TAMAN. BANGKU.
ORANG TUA MASUK, BATUK-BATUK, DUDUK DI BANGKU.
MASUK LAKI-LAKI SETENGAH BAYA, DUDUK DI BANGKU.
ADEGAN DUA
BERBUNYI GEMURUH, BERHEMBUS ANGIN. BALON-BALON KENA HEMBUSAN ANGIN. SEBUAH BALON
MAU LEPAS. CEPAT-CEPAT PB MENANGKAPNYA. LSB MENERKAM BALON ITU, INGIN SUPAYA IA LEPAS
SEMUA. DARI TANGAN PB, TERBANG KE UDARA. PB DAN LSB BERGUMUL, BALON-BALONNYA KINI
TERBANG SEMUANYA DARI TANGAN PB. SEBUAH BALON DAPAT DITANGKAP OLEH ORANG TUA,
YANG KEMUDIAN DAPAT PERMAINAN GEMBIRA SEPERTI KANAK-KANAK ATAU ANAK KECIL SAJA.
ADEGAN KETIGA
BUNYI GURUH
LSB : Langit telah gelap benar. Hari mau hujan.
OT : Kata siapa?
LSB : Alaaaaa, mau main pencak dengan kata-kata lagi?
OT : Siapa yang mau main pencak dengan kata-kata? Lihat itu, langit justru mulai terang.
LSB : (HERAN) Dan guruh yang barusan?
OT : (TAMBAH JENAKA) Ya, tetap guruh. Soalnya sekarang adalah ....... bahwa guruh yang barusan
saja kita dengar itu, sedikitpun tak ada sangkut pautnya dengan hujan. Hujan tak bakal turun lagi.
Jelas?
LSB : Sungguh saya tak memahami lagi (GELENG-GELENG KEPALA DUDUK DI BANGKU MEMUNGUT
BALON-BALON)
PB : Dan saya ....... sekiranya ditanyakan secara jujur kepada saya. Sedikit pun saya tak
memahaminya apa yang sebenarnya yang ada di antara kalian berdua. (DUDUK DI BANGKU,
MEMUNGUT BALON-BALON YANG DIPECAHKAN OT DARI TANAH. MENIUP SOBEKKANNYA MENJADI
BALON-BALON KECIL)
OT : Itulah celakanya dari setiap taman. Setiap orang yang datang atau lewat, menganggap
merdeka dirinya untuk mencampuri setiap pembicaraan. Ya, setiap penghidupan yang kebetulan
sedang berlaku di situ.
LSB : Habis ..... ini kan taman. Ini adalah tempat terbuka untuk umum. Di setiap tempat umum,
ada pembicaraan umum. Oleh sebab itu setiap orang terus berbicara. Demi pendapat umum, kalau
bapak mau mendapatkan tersendiri ......... yah jangan ke taman.
OT : Lalu saya harus ke mana?
LSB : Ke mana saja, asal jangan ke taman.
OT : Kau enak saja bicara. Ke mana saja ....... (SEDIH, PILU) Jadi saya tak dapat ke taman.
LSB : Mengapa?
OT : (TIBA-TIBA MENANGIS) Tak ada seorang pun yang menginginkan saya. Seorang pun tidak.
LSB : Anak-anak bapak?
OT : Delapan orang. Tapi tak seorang pun yang menginginkan saya. Seorang pun tidak.
LSB : Terlalu. Dan ...... istri bapak, bagaimana?
OT : (TIBA-TIBA MERAUNG) Mince ......... Mince!
PB : (DALAM SAAT ITU TELAH SIAP MEMBUAT BEBERAPA BALON-BALON KECIL DARI SOBEKKAN-
SOBEKKAN BALONNYA TADI) Siapa Mince?
LSB : Sssst ..... ibu. Maksud saya, istri bapak kita ini.
PB : (TERPERANJAT) Ibu?!
LSB : Istri bapak kita ini.
PB : Oooo, katakan sejak tadi dong. Hhhh, saya benar-benar dibikin kaget oleh perkataan ibu itu
tadi. Eh ..... mengapa ibu .... Eeee, istri bapak kita ini rupanya?
LSB : Ssssst, jangan kuat-kuat. Saya sendiri belum tahu.
OT : (MERAUNG-RAUNG) Mince ....... Mince!
LSB : Siapa Mince, pak?
OT : Mince ..... oh, Mince.
LSB : Apakah Mince itu istri bapak?
OT : Mince, Mince. Mengapa kau tinggalkan aku setelah kita hidup delapan tahun.
LSB : Wah, delapan tahun. Kalau begitu, dia setiap tahun dapat seorang anak.
PB : Hebat juga di Mince, eh ..... istri bapak kita ini maksud saya.
LSB : Hebat? Itu kau katakan hebat? Huh, begitu rupanya tanggapanmu tentang manusia dan
kemanusiaannya, ya? Itu tafsiranmu rupanya wanita, ya? Aku menyebutnya iseng. Manusia yang tak
punya fantasi, lalu meronggong tubuh manusia lain.
PB : Meronggong gimana, ah. Kalau si perempuan tak mau dirongrong, saya kira seluruh
persoalan dan filsafat iseng itu tak pernah ada.
LSB : Ah, tahu apa. Seolah filsafat iseng itu hanyalah filsafat ranjang dan hormon yang berlebihan
saja. Seandainya, bapak kita ini punya fantasi, maka apa yang aku katakan adalah: Alangkah
bahagianya alangkah baiknya, sekiranya selama delapan tahun dia berumah tangga dengan istrinya
yang bernama Mince itu cukup membuat anak dua orang saja dan enam buah novel misalnya.
PB : Ahaaa, kau seorang pengarang rupanya. Pengarang gagal yang kemudian terdampar di
taman untuk menganalisa peristiwa-peristiwa kecil sebagai hiburan untuk melupakan kegagalanmu
itu.
LSB : Tahu apa pula kau tentang makna sebenarnya dari kegagalan? Betapa banyak kejadian,
bahkan kegagalan itu merupakan penampilan yang paling prinsipil terhadap karya-karyanya yang tak
punya mutu kepalang tanggung. Dan jangan lupa, tidak ada yang lebih dapat merasakan apa arti
berhasil selain daripada dia yang mengalami kegagalan.
OT : Mince! O, Mince. Telah kucari-cari kau ke mana-mana. Di mana kau Mince.
LSB : Apakah salah seorang anak dari anak bapak yang delapan orang itu tak ada di rumah?
OT : Tidak.
PB : Apakah bapak sudah pasang iklan di koran?
LSB : Soal-soal itu tak layak dikorankan.
LSB : Soal-soal itu tak layak dikorankan.
PB : Banyak saja iklan-iklan yang demikian. Seperti yang saya baca pagi tadi di salah satu koran
berbunyi: “Adinda, Nur ..... Kembalilah kepada kakanda, pintu rumah kakanda selalu terbuka lebar
untuk kau, karena kakanda telah memaafkan semuanya”
LSB : (MARAH) Laki-laki bubur, ha! Setelah istri yang bernama Nur itu berbuat jahanam dengan
laki-laki lain, kemudian lari karena ketahuan berbuat begitu,. Nah, sekarang suami berwatak daun
pisang pembungkus itu mau mengambil seorang pahlawan dari roman-roman abad pertengahan, dan
sikap ini dipertontonkan pada kita, masyarakat dari abad XX ini dengan medium komunikasi yang
paling prinsipil paling vulgar, surat kabar. BAH!
PB : Vulgar? Melalui iklan surat kabar adalah cara yang paling praktis. Dan jangan lupa, bukan
suami si Nur itu saja yang telah berbuat begitu.
LSB : Pada abad XX ini akan lebih tertolong apabila mereka menolak iklan-iklan bergaya si suami si
Nur itu. Dan tahu kita ... berapa lagi lelaki yang berkeliaran macam suami si Nur itu di luar kantor iklan
surat kabar? Bayangkan, sekiranya semua senasib dengan suami si Nur ini berbuat hal yang sama.
OT : (NYELETUK) Saya juga telah menyuruh menyiarkan kehilangan Mince melalui radio.
LSB : Tsyk, tsyk, tsyk. Hebat. Dan bagaimana hasilnya?
OT : Nol.
LSB : Seperti yang aku duga. Tsyk, tsyk, tsyk.
OT : (MERAUNG) Mince ...... oh Mince!
LSB : (DENGAN SIKAP YANG MENYANGSIKAN) Tunggu dulu, pak. Mince ini sebenarnya siapa?
OT : (SUARA DATAR) Kucing.
LSB/PB : (TERCENGANG) Kucing???!!!
OT : Iya, kucing betina saya. Kucing yang saya sayangi. Dia senantiasa pulang kembali. Tapi kali
ini, dia telah menghilang lebih dari seminggu (MERAUNG) Mince ....... Mince!
LSB : (KESAL SEKALI) Kucing!!! Dan istri bapak sendiri di mana?
OT : Ada di rumah.
LSB : Di rumah? Rumah siapa?
OT : Rumah saya, sudah tentu.
LSB : Ah, rupanya bapak mempermain-mainkan kami. Kata bapak tadi bapak tidak bisa ke mana-
mana. Tak seorang pun yang menyukai bapak.
OT : Benar, sebenarnya. Dan istri saya juga tak suka kepada saya.
LSB : Mengapa?
OT : Dia istri saya yang kedua. Dia hanya menginginkan harta saya saja. Dan setelah harta saya
habis dijualnya untuk dibelikan barang-barang yang di hadapan notaris dinyatakan sebagai miliknya
sendiri, lalu saya tak ingin dia lihat lagi katanya.
LSB : Lalu, siapa yang ingin dilihatnya sekarang?
OT : Laki-laki lain, yang lebih muda dan lebih gagah.
LSB : Hmmmm, tentu, tentu. Masakkan dia bakal mencari laki-laki yang jauh tua dan lebih buruk
dari bapak. Dan sekarang di mana laki-laki yang lebih muda dan lebih gagah.
OT : Di rumah saya tentu.
LSB : Hmm, ya sudah tentu. Sudah tentu.
OT : Dia telah mengganti kedudukan saya dalam arti yang menyeluruh.
LSB : Hmmm, tentu ..... tentu. Kecuali sikat gigi bapak sajalah saya kira yang tak ikut diambilnya.
OT : Juga sikat gigi saya.
LSB : Wah, laki-laki yang sungguh hebat. Sungguh hebat, juga sikat gigi. Dan lalu, bapak kini tidur
di mana?
OT : Di rumah saya juga, tapi di gudangnya. Sebelah kamar babu, dan bersama Mince.
LSB : Kalau boleh saya mengajukan pertanyaan yang terakhir, istri bapak yang pertama sekarang
ada di mana?
OT : Mati. Delapan tahun yang lalu.
LSB : Namanya?
OT : Mince! (TIBA-TIBA DIA MERAUNG KEMBALI) Mince, Mince.
LSB : (TERMANGU-MANGU, MENGERTI KINI DUDUK PERSOALANNYA YANG SEBENARNYA)
PB : (SANGAT KESAL, GERAM) Bah! (KARENA MEMECAHKAN BALON- BALON KECIL-KECIL
SEMUANYA SATU PERSATU)
LSB : (KEPADA PB) Hai, mengapa kau?!
PB : (SANGAT KESAL, SEBUAH BALON KECIL SULIT DIPECAHKAN DENGAN TANGANNYA) (DENGAN
SANGAT MARAHNYA BALON KECIL ITU DITARUHNYA DI ATAS TANAH) (LALU DIINJAK-INJAKNYA
DENGAN GEMASNYA) Bah!!! (IA PERGI) (LENYAP DARI PENTAS)
ADEGAN KEEMPAT
DIKAJAUHAN TERDENGAR SUARA ORANG AZAN, MENUNJUKKAN PUKUL ENAM PETANG/MAGRIB
➢ TEMA : Keresahan
Tema yang diangkat oleh Iwan Simatupang dalam drama ini adalah keresahan, karena pada
drama ini menceritakan perasaan yang membuat setiap orang ingin mengutarakan segala
perasaan. Percakapan yang terjadi cukup luas pembahasannya karena semua tokoh memiliki
kisah sendiri-sendiri.
➢ KARAKTER/PENOKOHAN :
a. Orang Tua (OT)
Orang Tua ini merupakan tokoh antagonis dalam drama ini, di mana menjadi fokus
dari tokoh-tokoh lainnya dan setiap kali muncul dalam pembicaraan. Orang Tua memiliki sikap
yang berwibawa, menghormati orang lain dan mengalah.
b. Lelaki Separuh Baya (LSB)
Lelaki separuh baya ini merupakan tokoh antagonis dalam drama ini, di mana menjadi
fokus dari tokoh-tokoh lainnya dan setiap kali muncul dalam pembicaraan. Lelaki separuh
baya adalah orang yang pemarah.
c. Penjual Balon (PB)
Penjual balon merupakan tokoh tritagonis, ia mempunyai sikap yang kekanak-
kanakan dan gampang menangis.
d. Wanita (W)
Wanita merupakan tokoh tritagonis, ia adalah orang yang gampang menangis dan tidak
berpikir sebelum bertindak .
f. Gadis
Gadis adalah tokoh tritagonis, ia adalah orang yang genit dan tidak memiliki pikiran
panjang karena melakukan hal yang menjijikan di tempat umum.
➢ SETTING/LATAR :
a. Latar Tempat
Latar tempat drama Petang di Taman karya Iwan Simatupang adalah di taman.
b. Latar Waktu
Latar waktu pada drama Petang di Taman karya Iwan Simatupang terjadi pada malam hari.
c. Latar Suasana
Latar suasana pada drama Petang di Taman karya Iwan Simatupang memiliki suasana yang
menegangkan.
NASKAH KEDUA
SI MOMON JAGOAN KEBON SARI
PARA PEMERAN :
Si Momon : Aris ( momon )
Maria : Dina
Menir : M.Ichsanul Kamil
Lala : Iva
Emak : Nawal
Dudung : Leon Yoga
Pengawal : Aziz
Pengawal : Meniiiirrrrrrrr,,, Nona Maria sedang berjalan dengan mesranya bersama si Momon
di desa
Menir : What over dongkrak! ( kaget dan melotot karena marah )
Pengawal : Idiiihhh lebai gila ( sambil berbisik )
Alhasil Menir marah dan menyuruh pengawal untuk membawa Maria pulang.
Menir : Apa kamu bilaaangggg???? Yang bener???
Pengawal : Iya,,, Suwer deh… takewer – kewer.
Menir : Ayo kita kesana,,, kalau you orang bohong ke I . I hajar you orang!!
Pengawal : Baa.. baik tuan. ( langsung berlari menghampiri Maria Di taman….)
Menir : Mariaaa!!! (sambil berteriak ) What are you doing??? Pengawal seret Maria pulang.
Pengawal : Nona, Nona Maria,,, disuruh segera pulang oleh Tuan, Eh Papa Menir, Eh… Tuan
Menir papa Nona. ( sambil menarik tangan Maria dan di seret pulang ).
Maria : What? Apa – apaan ini papa… I don’t want to go home,,,!!!
Mooooo……Moooooonnnnnnn….. !!!!
Momon : Mariaaaaaaaaa,
Lala : Papa jangan kejam sama sister, kasihan dia.
Menir : You, juga pulaaang… cepat ( bentak menir )
Momon : Bapak apa itu suruh babunya seret – seret anaknya… Bapak apaan itu ? Gak genah blassssss.
Menir : Heh Mon. Maria tu anak – anak gue,,, keluarga gue… terserah gue dong mau gue
apain. ( Berbalik dan berjalan pulang )
Momon : Dasar menir… awas. Besok tak parani kowe,,, tak cegat,,, tak begal… pokok e ati –
ati..! ( berteriak sambil menunjuk – nunjuk ke arah Menir yang berjalan pergi.
Dudungpun pergi berjalan menuju kediaman si Menir. Sedangkan Emak yang mengetahui niat
buruk si Dudung langsung memperingatkan si Momon.
Emak : Momooon. Anakku seng Ganteng. Ati – ati sama si Dudung. Sekarang Dudung ke
rumah Menir untuk mendapatkan hadiah sayembara dari Menir. Sayembara untuk menangkapmu..!!!
Momon : AAAppppaaaaaaAAAAA? Tiidaaaaakkkkkk!!!
Emak : Wes tooo… Ojo Lebay!!
Momon : Yang Bener?
Emak : Enelannn!
Momon : Ciyuuus???
Emak : Hu’um
Momon : Mi apa?
Emak : Momonnnn… wong tuwo di guyoni. Pokok seng ati- ati lo le!
Momon : Engge Mak,,, Emakku saying. ( sambil berjalan pergi )
Apa iya si Dudung tega,,, diakan Sohibku ( ( sambil berpikir )
➢ TEMA : PERCINTAAN
Tema drama ini ialah tentang percintaan yang di balut suasana penjajahan zaman
dahulu.
➢ ALUR/PLOT : Alur Maju
Alur yang digunakan adalah alur maju karena diceritakan secara runtut dari awal hingga
akhir cerita.
a. Pelukisan Awal Cerita
“Pada zaman dahulu kala hiduplah sorang pemuda gagah berani dari kota Malang. Ia
bernama Si Momon . Ia tinggal di sebuah desa di selatan kota Malang yang bernama desa Kebon
Sari. Dan di desanya pula ia dikenal sebagai jagoan silat.Tak segan ia membantu orang lain yang
membutuhkan bantuan. Sejak desa Kebon Sari di datangi oleh Sekutu , sering terjadi bentrok, antara
penduduk pribumi dengan Bule – bule Sekutu…. Sampai pada suatu hari datanglah Menir dengan
kedua putrinya dan 1 pengawalnya datang ke desa untuk mencari makan siang”.
b. Komplikasi atau Pertikaian Awal
“Keesokan harinya Maria dan Lala sedang berjalan – jalan di taman . Tak sengaja Maria
bertemu dengan Si Momon. Maria dan Si Momonpun saling memandang dari kejauhan dan pada
saat itulah muncul benih – benih cinta diantara mereka berdua”.
c. Klimaks atau Titik Puncak Konflik
“Setelah itu di rumah menirr …
Menir yang merasa kesal sekaligus takut akan ancaman Si Momon , menyuruh pengawal untuk
mengadakan Sayembara untuk menangkap si Momon dan membawanya ke hadapan Menir untuk di
bunuh.
(Pengawal menyebarkan selebaran Sayembara untuk menangkap Si Momon. )”
d. Penyelesaian
“Saat Si Momon sedang merasakan kesakitan , Dudung sangat menyesal dan dia langsung merebut
pistol yang ada pada pengawal lalu dia langsung menembak kea rah Menir)
Dudung : (Merebut dan menembak Menir )Meniirrrrrrr!!!
Backsound : Battle 38
Dan akhirnya peluru itu menancap tepat di dadanya Si Menir. Menirpun tidak selamat,dan akhirnya
meninggal.
Dan pada akhirnya berkat perjuangan Momon. Mereka hidup dengan tentram dan bahagia. Hidup
saling berdampingan….Maria memutuskan tetap tinggal di Desa KebonSari dan menikah dengan Si
Momon. Da Adiknya Lala kembali ke Negaranya…”
➢ KARAKTER/PENOKOHAN :
Si Momon : Seorang pemuda gagah berani, suka membantu dan menolong orang lain.
Menir : Serang yang sombong, congkak, kasar.
Maria : Seseorang yang mudah jatuh cinta, sayang kepada Momon.
Lala : Adik yang menyayangi kakaknya Maria.
Dudung : Seseorang yang tidak konsisten. Seorang sahabat yang awalnya setia kepada
Momon tetapi karena uang ia berkhianat dengan Momon, kemudian menyesal akan
perbuatannya sehingga kembali menolong Momon.
Pengawal : Seseorang yang mengikuti perintah tuannya selayaknya pegawal pada umumnya.
➢ SETTING/LATAR :
a. Latar tempat : Desa kebon sari, di kedai makan Emak, di rumah Menir, di taman, di lapangan.