Anda di halaman 1dari 29

BIOGRAFI PUTU WIJAYA

Putu Wijaya yang kita kenal sebagai sastrawan mempunyai nama yang cukup panjang, yaitu I
Gusti Ngurah Putu Wijaya. Dari namanya itu dapat diketahui bahwa ia berasal dari Bali. Putu memang
dilahirkan di Puri Anom, Tabanan, Bali pada tanggal 11 April 1944. Pada masa remaja ia sudah
menunjukkan kegemarannya pada dunia sastra. Saat masih duduk di sekolah menengah pertama di Bali,
ia mulai menulis cerita pendek dan beberapa di antaranya dimuat di harian Suluh Indonesia, Bali.
Ketika duduk di sekolah menengah atas, ia memperluas wawasannya dengan melibatkan diri dalam
kegiatan sandiwara. Setelah selesai sekolah menengah atas, ia melanjutkan kuliahnya di Yogyakarta,
kota seni dan budaya.
Di Yogyakarta, selain kuliah di Fakultas Hukum, UGM, ia juga mempelajari seni lukis di Akademi
Seni Rupa Indonesia (ASRI), drama di Akademi Seni Drama dan Film (Asdrafi), dan meningkatkan
kegiatannya bersastra. Dari Fakultas Hukum, UGM, ia meraih gelar sarjana hukum (1969), dari Asdrafi ia
gagal dalam penulisan skripsi, dan dari kegiatan berkesenian ia mendapatkan identitasnya sebagai
seniman.
Setelah kira-kira tujuh tahun tinggal di Yogyakarta, Putu pindah ke Jakarta. Di Jakarta ia
bergabung dengan Teater Kecil dan Teater Populer. Di samping itu, ia juga bekerja sebagai redaktur
majalah Ekspres. Setelah majalah itu mati, ia menjadi redaktur majalah Tempo (1971--1979). Bersama
rekan-rekannya di majalah Tempo, Putu mendirikan Teater Mandiri (1974).
Pada saat masih bekerja di majalah Tempo, ia mendapat beasiswa belajar drama di Jepang (1973)
selama satu tahun. Namun, karena tidak kerasan dengan lingkungannya, ia belajar hanya sepuluh
bulan. Setelah itu, ia kembali aktif di majalah Tempo. Pada tahun 1975 ia mengikuti International
Writing Program di Iowa, Amerika Serikat. Setelah itu, ia juga pernah menjadi redaktur majalah Zaman
(19791985).
Ia juga mempunyai pengalaman bermain drama di luar negeri, antara lain dalam Festival Teater
Sedunia di Nancy, Prancis (1974) dan dalam Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985). Ia juga
membawa Teater Mandiri berkeliling Amerika dalam pementasan drama Yel dan berpentas di Jepang
(2001). Di samping itu, ia juga pernah mengajar di Amerika Serikat (1985--1988).
Di samping itu, Putu juga menjadi sutradara film dan sinetron serta menulis skenario sinetron.
Film yang disutradarainya ialah film Cas Cis Cus, Zig Zag, dan Plong. Sinetron yang disutradarainya
ialah Dukun Palsu, PAS, None, Warteg, dan Jari-Jari. Skenario yang ditulisnya ialah Perawan Desa,
Kembang Kertas, serta Ramadhan dan Ramona. Ketiga skenario itu memenangkan Piala Citra.
Selama bermukim di Yogyakarta, kegiatan sastranya lebih terfokus pada teater. Ia pernah
tampil bersama Bengkel Teater pimpinan W.S. Rendra dalam beberapa pementasan, antara lain dalam
pementasan Bip-Bop (1968) dan Menunggu Godot (1969). Ia juga pernah tampil bersama kelompok
Sanggar Bambu. Selain itu, ia juga (telah berani) tampil dalam karyanya sendiri yang berjudul Lautan
Bernyanyi (1969). Ia adalah penulis naskah sekaligus sutradara pementasan itu. Naskah dramanya itu
menjadi pemenang ketiga Sayembara Penulisan Lakon yang diselenggarakan oleh Badan Pembina Teater
Nasional Indonesia.Karena kegiatan sastranya lebih menonjol pada bidang teater, Putu Wijaya pun lebih

dikenal sebagai dramawan. Sebenarnya, selain berteater ia juga menulis cerpen dan novel dalam
jumlah yang cukup banyak, di samping menulis esai tentang sastra.
Sejumlah karyanya, baik drama, cerpen, maupun novel, telah diterjemahkan ke dalam bahasa
asing, antara lain bahasa Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, Jepang, Arab, dan Thailand.
Gaya Putu menulis novel tidak berbeda jauh dengan gayanya menulis drama. Seperti dalam karya
dramanya, dalam novelnya pun ia cenderung mempergunakan gaya objektif dalam pusat pengisahan
dan gaya stream of consciousness dalam pengungkapannya.Terhadap karya-karya Putu itu, Rachmat
Djoko Pradopo (dalam Memahami Drama Putu Wijaya: Aduh, 1985) memberi komentar bahwa Putu
berani mengungkapkan kenyataan hidup karena dorongan naluri yang terpendam dalam bawah sadar,
lebih-lebih libido seksual yang ada dalam daerah kegelapan.
Karya-karya Putu Wijaya
a. Drama
1. Dalam Cahaya Bulan (1966)
2. Lautan Bernyanyi (1967)
3. Bila Malam Bertambah Malam (1970)
4. Invalid (1974)
5. Tak Sampai Tiga Bulan (1974)
6. Anu (1974)
7. Aduh (1975)
8. Dag-Dig-Dug (1976)
9. Gerr (1986)
10. Edan
11. Hum-Pim-Pah
12. Dor
13. Blong
14. Ayo
15. Awas
16. Los

17. Aum
18. Zat
19. Tai
20. Front
21. Aib
22. Wah
23. Hah
24. Jpret
25. Aeng
26. Aut
27. Dar-Dir-Dor

b. Novel
1. Bila Malam Bertambah Malam (1971)
2. Pabrik (1976)
3. Stasiun (1977)
4. Keok (1978)
5. Sobat (1981)
6. Lho (1982)
7. Telegram (1972)
8. Tiba-Tiba Malam (1977)
9. Pol (1987)
10. Terror (1991)
11. Merdeka (1994)

12. Perang (1992)


13. Lima (1992)
14. Nol (1992)
15. Dang Dut (1992)
16. Kroco (1995)
17. Byarpet (1995)
18. Cas-Cis-Cus (1995)
19. Aus (1996)
c. Kumpulan Cerpen
1. Bom (1978)
2. Es (1980)
3. Gres (1982)
4. Klop, Bor, Protes (1994)
5. Darah (1995)
6. Yel (1995)
7. Blok (1994)
8. Zig Zag (1996)
9. Tidak (1999)

MONOLOG KUCING
Karya: Putu Wijaya
4

(Ditulis ulang oleh Agus Noor)


I
PANGGUNG SIMPLE DAN SEDERHANA. Mengindikasikan rumah kecil, sederhana, dengan
perabot-perobot sederhana pula, yang menyesuaikan kebutuhan cerita dan pemanggungan.
Panggung masih remang. Terdengar sayup-sayup anak-anak kecil yang berteriak berkejaran
bermain-main sepanjang gang di kampung pinggiran kota. Suara lagu dangdut yang sedang
populer, sayup-sayup terdengar dari radio transistor tetangga. Suara pedagang siomay atau
bakso melinas. Bunyi mangkuk yang dipukul berkali-kali. Teriakan penjual yang makin menjauh.
Deru kendaraan lewat. Tawa perempuan yang kedengarannya sedang bergunjing. Dari radio
lain terdengar sayup suara ustad sedang memberi pengajian. Terdengar suara orang bertengkar.
Suara makian. Teriakan. Panci atau ember dibanting. Lagu dangdut itu masih mendayu merdu.
Bayangan magrib seperti merambat pada panggung. Atmosfir suara-suara perkampungan
pinggiran kota seperti itu menghantar ke pertunjukan
Muncul Tokoh Kita, aktor yang memainkan lakon monolog ini. Terlihat lelah dan loyo.
Membawa tas, juga plastik kresek yang berisi buku-buku. Ia kerepotan dengan semua
bawaannya itu. Ia lunglai menuju pintu rumah. Ia mencoba membuka pintu rumahnya.
Tapi terkunci.
Ia merogoh-rogoh kantung celana dan bajunya. Mencari-cari kunci. Tapi kunci itu tak ada.
Mendengus kesal. Mencoba mengingat-ingat: di mana kunci rumahnya. Lalu ia mengetuk
pintu
TOKOH KITA: Jeng. Jeng (kembali mengetuk pintu, agak lebih keras) Jeng.
Tapi pintu tak dibuka. Ia kembali mengetuk pintu berkali-kali
TOKOH KITA: Jeng. Jeng JENG

Tampak kesal, dan hendak menggedor pindu dengan marah, tetapi kemudian menyabarkan diri.
Kemudian duduk di kursi di beranda rumahnya itu, sambil meletakkan tas dan semua
bawaannya.
TOKOH KITA: Pasti istri saya lagi ke rumah Ibunya Kalau lagingambek, dia memang suka
begitu,

ngabur

ke

rumah

Ibunya. Purik,

kata

orang

Jawa.

Seolah-solah,

kalau

sudah purik begitu, jadi selesai masalahnya


Dari radio tetangga lamat-lamat terdengar lagu pop yang cengeng dinyanyikan mendayu,
Pulangkan saja aku pada ibuku atau ayahku.. dst.
TOKOH KITA: Wah, kok ya pas banget lagunya Anda jangan salah sangka, kalau istri saya
kabur karena saya ringan tangan. Percayalah, saya ini tergolong suami yang baik dan pengertian.
Di panggung dan di keseharian, saya ini suami yang sholeh dan tauladan. Jadi saya paling
pantang melakukan kekerasan. Pantang bagi saya melakukan KDRT.Sumpah, saya nggak suka
KDRT.. Kalau KD.. Kris Dayanti, sih ya suka
Sambil melepas sepatunya.
TOKOH KITA: Maaf, kalau kalian saya ajak ngomong soal yang remeh-temeh begini.
Mungkin kalian berharap saya akan ngomong soal politik atau hal-hal besar lainnya. Tapi saya
bosen. Capek terus-terusan ngomongin soal politik. Dikritik tiap hari, sampai bibir saya dower
pun, tetep saja nggak berubah. Tetap saja kemiskinan makin merata di mana-mana.
Memang, pemerintah bilang, sekarang ini jumlah rakyat miskin sudah berkurang. Tentu saja
berkurang, karena banyak rakyat yang memilih mati bunuh diri. Banyak juga yang mati karna
busung lapar. Dan belakangan ini, banyak sekali rakyat miskin yang mati karna tabung gas
meledak. Pemerintah bilang ledakan tabung gas itu hanya kecelakaan. Aneh kecelakaan kok
konsisten.
Jadi secara statistik memang tidak salah kalau presiden bilang jumlah rakyat miskin dikatakan
makin berkurang Karena setiap hari memang ada orang miskin yang mati karna tabung gas

meledak. Seolah-olah tabung gas itu bukan lagi program konversi minyak tanah, tapi menjadi
program pengurangan jumlah penduduk miskin.
Lho, kok jadi ngrasani pemerintah kayak giniSudah, ah. Nggak baik terus-terusan nyindir
pemerintah. Kita ngobrolin yang ringan-ringan saja. Makanya, saya memilih memainkan lakon
yang menurut saya juga ringan-ringan saja. Soal kucing. Terus terang, tadinya saya juga cukup
repot memilih judul. Soalnya, saya pingin judul ini tidak diasosiasikan macem-macem. Beda
misalnya kalau saya ngasih judul Buaya, misalnya. Atau Cicak. Pasti kalian langsung
menafsirkannnya sebagai sindiran terhadap perseteruan antara Polisi dan KPK. Atau kalau saya
memainkan lakon berjudul Babi, kalian pasti langsung mengkait-kaitkan lakon ini dengan
rekening gendut para perwira polisi.
Susah kan nyari judul yang dikira tidak nyindir? Coba, siapa bisa memberi tahu saya, kira-kira
judul apa yang tidak berarti konotatif? Hayo, apa coba? Tikus? Tikus sudah pasti langsung
mengacu pada para koruptor. Bunglon? Wah, kalau ini sudah pasti menggambarkan perilaku
politikus kita yang dari dulu memang sudah konsisten mirip bunglon. Gampang berubah-rubah
sesuai kepentingan politik mereka. Kerbau? Wah nanti belum-belum saya sudah dicurigai mau
nyindir Presiden Ayo, coba yang lain, apa? (berinteraksi dengan penonton) Luwak? Wah nanti
kalau judul lakon ini Luwak, dikira nyindir lembaga yang hobinya ngeluarin fatwa. Luwak kok
diharamkam. Kayak kurang kerjaan ajah.
Nah, menurut saya judul Kucing lumayan netral. Paling-paling ya dikaitkan dengan kucing
hitam, kucing belang, kucing jejadian,atau mandi kucing Atau paling banter ya dihubunghubungkan dengan kucing garongNah, kalau ada di antara saudara-saudara yang selama ini
merasa perilakunya mirip kucing garong, tolong ndak usah merasa tersindir. Sumpah. Ini hanya
cerita biasa soal kucing. Kucing tetangga saya.
Terdengar suara kucing mengeong. Seperti kelaparan. Seperti merajuk.
TOKOH KITA: Huss..Huss
Kucing itu masih mengeong

TOKOH KITA: Saya bukan penggemar kucing, tapi saya paham sedikit bahasa kucing. Itu
bukang ngeong kucing yang sedang kasmaran. Itu kucing yang sedang keroncongan. Kucing
memang selalu kelaparan.
Terdengar ngeong kucing itu lagi
TOKOH KITA: Ah, kalau itu sepertinya ngeong kucing birahi Itu pasti kucing Miyabi
Kucing terus mengeong genit manja, dan menjauh
TOKOH KITA: Gara-gara kucing itu saya sering bertengkar dengan istri. Tapi bukan lantaran
kucing itu istri saya purik ke rumah ibunya. Sebenarnya agak malu menceritakan ini. Hmmm,
gimana ya mulainya. Soalnya agak nyerempet-nyerempet saru sih. Terus terang, mulut saya tidak
terbiasa ngomongin yang saru-saru. Maklum, mulut turunan priyayi, jadi terbiasa ngomong yang
halus-halus.
Eehhmm, begini. Sebenarnya ini biasa terjadi kok dalam kehidupan suami istri. Saya pinginnya
tiga hari sekali. Sekali-kali bolehlah empat hari sekali. Itu kan wajar. Namanya saja kebutuhan
rohani yang harus terpenuhi. Artinya saya masih suami yang normal. Mestinya istri saya senang,
karna saya masih tetep kenceng setiap malem. Mestinya dia itu harus bersyukur, sebab setelah
puluhan tahun menikah, saya masih tetap fit. Masih sehat. Tidak kena serangan jantung. Tidak
diabet. Ibaratnya, setiap malam, saya selalu hangat, segar dan bertubi-tubi seperti prajurit yang
siap menyerahkan jiwa raga untuk membela negara. Tidak ada kata bosan. Semuanya seakan
yang pertama kali. Itu kan karunia yang harus disyukuri.
Tapi istri saya bilang, dua minggu sekali cukup. Orang lain bahkan ada yang sebulan sekali.
Ya begitulah, semalem akhirnya kami bertengkar lagi. Saya pingin. Tapi istri saya bilang, ini lagi
bulan puasa. Bulan suci. Nggak boleh terlalu sering mikirin birahi.
Saya jadi pusing tujuh keliling. Saya nggak bisa tidur sampai pagi. Saya sahur sambil nggondok.
Lalu tadi saya ngelencer ke segala penjuru kota membunuh waktu. Menunggu saat berbuka, saya
masuki toko-toko buku. Akhirnya saya beli beberapa buku Ini

Mengeluarkan beberapa buku sastra tebal.


TOKOH KITA: Buku-buku sastra lama Bukan lama karena telah menjadi karya klasik, tapi
karena nggak laku. Mana ada sih orang sekarang mau baca buku beginian. Isinya cuman teror
pikiran. Kasihan juga ya penulisnya. Nulis buku setebal gini, tapi nggak laku. Tadi saya beli juga
kerena harganya sudah diobral murah. Kalah sama buku-buku yang sebenarnya nggak bermutu
tapi malah laku, karena promosi yang besar-besaran
Ketimbang membaca novel absurd yang nggak jelas kayak gini, orang-orang memang lebih
menyukai buku-buku yang praktis buat hidup mereka. Misalnya buku Bagaimana Menjadi
Sukses dalam 24 Jam, atau Kaya Tanpa Perlu Modal dan Usaha. Atau kalau pun membeli
buku sastra, orang pasti lebih suka membeli novel yang ringan dan bisa memberikan hiburan.
Bukan novel kayak gini. Covernya saja ketinggalan jaman.
Terus terang, saya beli buku ini, belum tentu juga saya sempat membacanya
Terdengar kumandang adzan dari kejauhan
TOKOH KITA: Alhamdulillah.
Ia mencari-cari kunci di sakunya. Jengkel karena tetap tidak menemukan kuci itu. Ia berdiri
mendangi pintu. Manahan marah. Menggebarak pintu itu. Mencoba membuka paksa gagang
kunci pintu itu.
TOKOH KITA: Bayangkan Gimana nggak jengkel saya! Seharian saya dipanggang
matahari. Kesal oleh lalu lintas yang makin brengsek. Motor bersliweran siap membunuh
pejalan kaki yang meleng. Seharian saya keliling kota. Menahan jengkel. Menahan haus dahaga.
Berusaha agar nggak batal puasa saya. Cepat-cepat pingin sampai rumah. Membayangkan teh
kental manis panas sudah terhidang di meja Tapi pintu terkunci begini. Gimana saya nggak
jengkel.
Terlihat makin sebal dan jengkel. Tapi kemudian seakan teringat sesuatu, dan buru-buru
mencari kuci di beberapa tempat di beranda itu. Di balik kursi. Di bawah keset. Dan kahirnya
menemukan kunci itu ada di sebuah pot bunga.
9

TOKOH KITA: Ahh, kenapa sampai lupa, kalau istri saya selalu ninggalin kunci di sini
Bergegas membuka pintu. Lalu terburu masuk, sembari membawa tas dan semua belanjaannya.
Lalu bergegas menyalakan saklar lampu ruangan itu. Klak. Cahaya menerangi meja makan. Ia
segera menuju meja itu. Tetapi kemudian termangu. Meja itu kososng. Hanya ada vas bunga. Ia
memandangi meja makan yang melompong itu. Dengan lunglai menaruh tas bawaannya di kursi
sebelahnya.
TOKOH KITA: Tau gini, saya nggak usah buru-buru pulang. Saya bisa nunggu buka di warung
sate kambing muda di Cirendeu. Sekarang kalau balik ke situ, tidak akan keburu. Dibayar dua
kali lipat juga tukang taksi tidak akan mau jalan. Mereka juga mau menikmati buka.
Tak ada yang lebih nikmat dari saat buka puasa. Itulah saat saya merasakan nasi adalah nasi,
pisang goreng benar-benar pisang goreng. Dan kehidupan, betapa pun rewelnya, adalah sebuah
puisi.
Memandangi bunga di vas di atas meja makan itu, meraihnya
TOKOH KITA: Apa ya saya mesti buka dengan makan mawar ini(menenggak vas bunga
itu, berharap ada airnya) Sialan, namanya saja bunga plastik.. ya nggak ada airnya.
Dengan kesal ia meraih tas dan belanjaannya. Kesal menaruh semua itu sembarangan dan asalasalan. Lalu ia kembali memakai sepatunya.
TOKOH KITA: Biar saya ke mal saja. Saya mau mengganyang bebek goreng yang paling enak.
Biar harganya selangit. Seratus ribu melayang juga tak apa, asal tidak kecewa. Kalau perlu saya
bisa lanjut nonton bioskop di Pondok Indah Mal.
Lalu ia segera meraih jaket di cantelan. Siap bergegas pergi lagi. Ia hendak membuka pintu.
Dan pada saat itulah terdengar suara kucing mengeong
Ia berhenti. Tak jadi membuka pintu. Mendengarkan suara kucing yang terus mengeong itu.
TOKOH KITA: Pussss.
10

Kucing itu menjawab, ngeooong


TOKOH KITA: Dia pasti juga kelaparan. Seperti saya bilang tadi, saya memang bukan
penggemar kucing, tapi saya bisa memahami suara kucing.
Kucing itu kembali mengeong.
TOKOH KITA: Kalian dengar Itu suara kucing lapar yang mencium bau makanan. Ngeong
kucing yang ngebet makan sesuatu. Ah kalau saja saya mau tekun mempelajari suara kucing,
pasti saya bisa mengerti bahasa kucing seperti nabi Sulaiman
Kucing itu kembali mengeong.
TOKOH KITA: Pussss.
Kucing itu semakin keras mengeong. Ia lalu mencari-cari, di mana kucing itu berada.
TOKOH KITA: Dari sinilah, Saudara-saudara, kisah tentang kucing ini sesungguhnya bermula.
Saya temukan kucing tetangga mengeong di dapur. Dia meratap lembut di depan almari.
Matanya sayu. Ketika saya muncul, dia terus saja mendayu-dayu sambil mencakar-cakar almari,
seperti menunjukkan sesuatu
Saya ikuti petunjuknya, lalu membuka almari. Begitu daun almari terbuka, hidung saya diterjang
bau ikan bakar reca-reca yang sedap sekali. Saya lihat juga ada termos dan gelas kosong dengan
bubuk teh tarik sasetan di dalamnya. Tinggal diseduh saja.
Rupanya semua sudah disiapkan istri saya. Ia juga sudah menyiapkan singkong yang sudah
dibalur bumbu sebelum digoreng. Makanan tradisional dengan bahan baku langsung dari kebun,
lebih sehat, lebih aman, lebih murah dan lebih nikmat dari makanan kalengan keluaran pabrik
mana pun.
Ngeooong, kucing itu seakan nyeletuk, seperti mengatakan: Nah ya kan?!
Ia seakan meraih kucing itu.
11

TOKOH KITA: Saya segera meraih kucing itu, dan membelainya. Ya, ya kamu memang
pinter, Cing
Kucing itu mengeong.
TOKOH KITA: Iya, CingTerimakasih ya, Cing. Coba kalau kamu tadi tidak merintihrintih, aku pasti tidak tahu, kalau istriku sudah menyiapkan semua makanan itu. Pasti saya tadi
sudah makan di restoran bebek goreng yang mahal itu! Kamu sudah menyelamatkan uang
seratus ribuku dari bebek goreng penganut Neo Liberaisme itu!
Kucing itu mengeong.
TOKOH KITA: Oke, aku tidak jadi marah, mari kita nikmati hidup ini! Kucing itu
menggesek-gesekkan kepalanya manja ke tangan saya. Sekarang kamu di sini dulu ya
Meletakkan kucing itu, tak jauh dari meja. Kemudian mengeluarkan beberapa piring dan termos
dan gelas dari dalam lemari, meletakkannya di meja.
TOKOH KITA: Begitulah, Saudara-saudara, kucing yang baik itu sekan menyadarkan saya,
betapa saya mesti bersyukur punya istri yang begitu pengertian Meski sedang ngambek dan
purik pun, dia masih menyiapkan makanan kegemaran saya. Ikan bakar reca-reca.
Banyak yang bilang, kucing memang binatang baik. Kucing itu binatang pilhan Tuhan. Saya
dengar, nabi juga kabarnya menyukai kucing. Banyak juga kisah yang menggambarkan kucing
sebagai binatang yang setia. Menurut saya kucing itu memang mulia. Setidaknya lebih mulai
ketimbang koruptor. Kucing tahu mana makanan yang menjadi haknya, mana yang bukan. Beda
ama koruptor, yang menganggap semua sebagai haknya. Karena itu berhak mengambilnya.
Saya yakin, seburuh-buruknya kucing pasti masuk surge. Tapi sebaik-baiknya koruptor pasti
masuk neraka.
Ya, mulai sekarang, saya akan menyukai kucing
Terdengar suara ngeong yang keras, kemudian suara gemerompyang piring seng jatuh.
12

TOKOH KITA: Bangsat!! Kucing itu mengambil ikan reca-reca saya!(Dengan jengkel
melempar apa saja ke arah kucing yang kabur itu)Dasar binatang ngak tahu diri! Baru saja
dipuji sudah langsung ngembat makanan saya! Anjing, lu! Kerbau, lu! Setan, lu! Saya doain lu
masuk neraka jahanam!
Suasana begitu ribut dan gaduh. Kucing itu terus mengeong, seperti berlarian menghindari
barang-barang yang dilemparkan ke arahnya. Sementara ia terus mengejar-ngejar kucing itu.
TOKOH KITA: Betapa mendidihnya darah saya!! Kucing durjana itu malah sembunyi di
kolong meja sambil terus mencaplok ikan reca-reca saya!
Ia mengambil sepatu. Mengendap dan ancang-ancang hnedak menyambit. Dengan sekuat
tenaga ia melempar sepatu itu. NGEEEEOOONGGG. Terdengar suara kucing menjerit
kesakitan, terkena hantaman sepatu.
TOKOH KITA: Mampus, lu!! LihatKucing itu melotot. Dia tetap berusaha mencaplok ikan
itu untuk dibawa kabur Tangan saya menyambar buku, lalu menembak, tepat mengenai
badannya. Kewan sialan itu terjungkal, lalu lari keluar. Ikan reca-reca saya terkapar berserakan
di lantai. Tak penting lagi. Saya harus hajar maling itu.
Ia dengan geram mengambil sapu, mengendap. Siap-siap memukul.
TOKOH KITA: Lihat, kucing itu bahkan dengan tenang duduk di depan pintu sambil menjilatjilat kakinya yang blepotan bumbu reca-reca yang sedap itu..
Ia seperti ngiler melihat kucing yang tampak begitu nikmat menjilati kakinya. Sekaligus jengkel
karena kucing itu seakan mengejeknya.
TOKOH KITA: Kita nggak boleh memberi hati pada kucing. Kucing itu binatang terkutuk!
Sekali kita memberi kesempatan, dia pasti akan mengulanginya lagi. Kucing itu seperti koruptor,
selalu akan mengulangi kejahatan saat ada kesempatan!
Pelan-pelan ia mengendap, mendekati kucing itu. Lalu begitu melihat kesempatan, ia langsung
menghantam kucing itu dengan sapu. Keras dan telah. Kucing ia mengeong kesakitan. Ia terus
13

menghantam dengan sapu berkali-kali. Menendang kucing itu. Kucing itu terus melolong
kesakitan. Dan terdengar lari menjauhIa terus mengejar.
Terdengar ngeong kucing itu menjauh. Ngeong yang merintih kesakitan.
Dengan kesal ia kembali masuk rumah. Ia berdiri memandangi ikan bakar reca-reca yang
berceceran di lantai. Mengambil ikan reca-reca itu. Memandanginya. Lama. Ngiler. Geram.
Kemudian segera mencampakkan ikan reca-reca itu ke tong sampah.
TOKOH KITA: Saya tidak sudi makan bekas kucing.
Ia terlihat bingung. Memandang ke tong sampah itu. Celingukan, seolah takut ada yang
memergoki, lalu mengambil kembali ikan reca-reca itu dari tong sampah. Membawanya ke meja
makan. Kembali celingukan. Lalu dengan cepat ia membungkus ikan reca-reca itu.
LAMPU PERLAHAN MEREDUP. MENGGELAP.
II
PAGI HARI. Panggung perlahan terang, bersamaan dengan terdengarnya suara siaran berita
pagi dari radio, dengan nadanya yang khas.Radio Republik Indonesia,.. Dengan Berita
Pagi. Dst.
Tokoh Kita muncul dari kamarnya, terlihat segar. Ia bersiul-siul riang. Ia mengambil sepatunya.
Mengelapnya dengan kain. Mengamati apakah sepatu itu sedah bersih dan mengkilap. Mencium
apakah sepatu itu bau atau tidak. Membasahi sepatu itu dengan ludahnya. Lalu kembali
mengelapnya. Pagi yang riang dan menyenangkan bagi tokoh kita. Ia mematut dan merapikan
diri, siap berangkat kerja.
TOKOH KITA: Saya sebenarnya sudah lupa dengan kejadian semalam. Tapi soal kucing ini
rupanya masih menjadi kejutan lagi. Pagi-pagi, Pak RT muncul.
Terdengar suara pintu di ketuk. Tokoh Kita segera membuka pintu.

14

TOKOH KITA: Ooo, Pak RT.. Silakan masuk, Pak Wah, wah wah kok kadingaren, pagipagi begini nongol Silakan, Pak.. Silakan duduk
Seolah menghantar Pak RT masuk dan duduk di kursi.
TOKOH KITA: Dari sinilah, persoalan kucing ini menjadi panjang. Pak RT duduk di kursi itu.
Dia langsung ngajak ngomong serius
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Begini, PakSaya kira pada bulan Ramadan ini, kita semua harus bisa menahan diri,
betul tidak? Saya faham, kalau kita bias jengkel. Itu manusiawi. Hmm begini, saya mendapat
komplin dari Pak Michael, tetangga depan rumah itu, katanya Bapak sudah menzalimi mereka
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Maksud Pak Haji? Menzalimi bagaimana? Saya benar-benar nggak ngerti, Pak
Haji
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Heh heh heh.. Nggak usah-usah formil begitu. Nggak perlu panggil Pak Haji begitu.
Kan nggak enak, saya jadi kelihatan tua. Panggil saja Bang Haji, heh heh heh Begini
Semalem Pak Michael terpaksa membawa kucingnya ke dokter. Kabarnya kucing itu Bapak
pukul. Apa betul? Kalau betul, bukankah itu terlalu
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: O, ya, betul! Semalam kucing itu mencuri makanan saya..
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Inalillahi Terlalu Bapak mungkin tidak suka dengan kucing, tapi Pak Micahel itu
lebih sayang pada kucing daripada anak-anaknya sendiri. Yah, jadi saya kira, Bapak mengerti..

15

kenapa Beliau sangat shock oleh kejadian ini. Tapi Alhamdulillah.. Untung kucing itu tidak perlu
dioperasi. Tapi sekarang kucing itu pincang
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Masih untung hanya pincang, kucing itu mestinya harus mati karena makan
reca-reca saya yang disiapkan untuk buka.
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Istighfar, pak.. Istighfar Yang sabarNamanya juga kucing, Pak. Makanya jangan
meletakkan makanan terbuka di meja. Kalau meletakkan makanan di meja, itu namanya terlalu
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Dia curi dari almari!
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Terklalu.. benar-benar terlalu.. tapi maaf, Pak. Apa kucing bisa membuka almari, Pak?
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Eee ee ya anu, Bang Haji kebetulan pintunya lupa saya tutup
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Ya, ya, ya kalau begitu, ya bukan salah kucingnya, Pak. Maaf, bukan saya
menyalahkan Bapak. Tapi Bapak kan tahu, kucing itu binatang.. Tidak bisa disalahkan. Kitalah,
makhluk yang diberi akal sehat oleh Tuhan, yang harus hati-hati. Kalau tidak, itu ya namanya
terlalu Sekali lagi, binatang itu tak bisa disalahkan. Kita, yang memiliki kesadaran, yang bisa
bersalah
Pause, menjadi Tokoh Kita.

16

TOKOH KITA: Wah itu tidak adil! Kalau ada pencuri mencuri barang saya, meskipun saya lupa
mengunci almari, pencuri itu ya harus dihukum, karena perbuatan mencuri itu melanggar hukum!
Terus Pak RT mau nyuruh saya ngapain? Minta maaf sama Pak Michael karena saya sudah
memukul kucingnya? Tidak! Terima kasih. Kalau disuruh membayar perawatan kucing itu ke
dokter, saya bayar, tapi kalau minta maaf, sorry, itu bukan gaya saya. Bukan salah saya kan?!
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Syukurrsyukurr kalau Bapak faham. Memang begitulah maksud Beliau.. Ee,
maksud saya, Pak Michael memang tidak meminta Bapak untuk minta maaf.. Beliau cuman
menuntut agar Bapak mengganti ongkos berobat kucingnya(merogoh saku dan mengeluarkan
kuitansi) Ini, Pak Kwitansi pengobatan kucing itu dari Pak Michael
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: (Menerima kwitansi yang disodorkan Pak RT. Tampak terperangah. Terbelalak
tak percaya menatap angka-angka di kwitansi itu, lalu bicara kea rah penonton)
Minta ampun! Jumlah angka di kwitansi itu membuat saya kecut. Ini bukan soal duit. Bukan soal
berapa biasya perawatan kucing itu. Tapi saya seperti diledek!
Saudara tahu, jumlah yang ada di dalam kuitansi itu pun membuat istri saya ikut terbakar.
Oh ya, semalam istri saya sudah pulang. Tapi kami masih diem-dieman. Semalem pun, dia tidur
memunggungi saya. Seolah dia hendak menegaskan, agar saya jangan menyentuhnya dulu.
Padahal saya udah pingin banget. Apalagi semalem saya bener-bener marah karna kucing itu.
Entah kenapa, kalau habis marah, libido saya selalu jadi naik sampai ubun-ubun. Tapi, baru saya
senggol sedikit saja, istri saya sudah langsung ngempit rapat-rapat
Saya memperlihatkan soal kwitansi ini pada istri saya. Langsung saja, istri saya menyeprot Pak
RT yang duduk di kursi itu

17

Denger, ya, pak RTKami bukannya tidak punya duit, Pak RT, kata istri saya yang memang
cepat naik darah, tapi ini soal keadilan. Masa kami disuruh mengongkosi kucing ke dokter
padahal binatang itu sudah mencuri reca-reca suami saya? Ini keterlaluan. Kalau perlu ke
pengadilan, kita ramein di pengadilan sekarang supaya jelas! Kita ini masih negara hukum
kan?!
Diam-diam saya mengucap syukur: kucing bangsat itu sudah membuat saya dan istri saya
kompak lagi.
Menghadapi kemarahan istri saya, Pak RT tampak tetap tenang
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Baiklah, baiklahDemi menjaga ketentraman kita bersama, dan agar tidak
merusakkan kekhusukan dan kemuliaan bulan Ramadan, biar saya carikan solusi yang terbaik
Semoga, ini menjadi jalan tengah yang memberi manfaat buat semua Begini. Biarlah ongkos
perawatan kucing itu, saya yang menanggung. Tapi izinkan saya untuk mengatakan kepada Pak
Michael, semua itu dari Bapak. Jadi hubungan keluarga Pak Michael dan keluarga Bapak-Ibu di
sini tetap terpelihara. Bagaimana kalau begitu? Kalau Bapak tak bisa menerima, itu namanya
terlalu
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Lho, lho..kenapa kok jadi Bang Haji yang repot begitu Kami kan jadi nggak
enak, sama Bang Haji
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Yah, bagaimana lagi? Sebagai RT saya merasa bertanggung jawab untuk selalu
mengusahakan perdamaian di antara warga. Bagaimana pun kita harus menjalin ukhuwah dengan
semuanya. Kalau hanya karna kucing, hubungan kita menjadi tidak baik, itu kan namanya
terlalu
Pause, menjadi Tokoh Kita.
18

TOKOH KITA: Aduhh, saya jadi bener-bener nggak enak nih sama Bang Haji. Kalau sampai
Bang Haji yang bayar, rasanya kami malu juga Bang Haji terlalu baik sih. Seperti nabi saja
Ya sudahlah, demi Pak Haji, kami bayar saja, biar tidak berkepanjangan
Mengeluarkan uang, dan menyerahkan ke arah Pak RT. Lalu puse, bergerak berpindah, menjadi
PAK RT, seakan menerima uang yang disodorkan itu.
PAK RT: Baiklah..baiklah. terima kasih (lalu mengantongi sebagian uang itu ke
kantongnya lebih dulu, dan memperlihatkan yang masih dipegangi) kalau begitu, biar ini nanti
saya mapaikan pada Pak Michael Wasalamu alaikum
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Waalaikum salah Bang Haji Silakan Bang Haji
Seakan mengiringi kepergian Pak RT keluar ke pintu
TOKOH KITA: Hati-hati Bang Haji. (mendengus) Hehterlalu
Lalu kembali menutup pintu.
TOKOH KITA: Begitulah, Saudara-saudara, akhirnya ongkos kucing itu ke dokter kami bayar
kontan. Yah, barangkali, inilah yang namanya berkah Ramadan. Saya pun sekali lagi bersyukur,
kucing itu sudah berjasa menjaga keutuhan rumah tangga saya. Memperbaiki hubungan saya dan
istri saya. Ah, TUhan memang bekerja dengan cara yang misterius. Kalau tidak karna kucing itu,
sampai sekarang saya pasti masih cakar-cakar dengan istri soal tiga hari sekali atau dua minggu
sekali itu
Anda tahuBahkan, sorenya, tanpa menunggu waktu berbuka, saat saya sudah kebelet dan
nggak tahan ngampet.. saya langsung menyeret istri saya ke kamar. Hihi dia tak menolaknya..
Memang, kami terpaksa mengeluarkan Rp 200 ribu untuk biaya kucing itu. Jumlah itu cukup
besar, tapi tak pernah saya sesali. Sebab sejak saat itu, kucing itu tidak pernah lagi berani masuk

19

ke dalam rumah saya. Apalagi mencuri. Kalau lewat, dia terus saja berjalan lempeng, tak sudi
atau tak berani menoleh.
Sekali pernah saya lupa menutupkan pintu. Padahal di meja makan sedang ada ayam goreng
yang bau harumnya muntah sampai keluar rumah. Kucing itu pura-pura menjilat-jilat kakinya
yang masih pincang. Kemudian dia berhenti dan memandang ke dalam.
Terdengar suara kecing mengeong pelan.
TOKOH KITA: Tapi hanya memandang. Sama sekali tidak berani masuk. Kakinya yang
pincang itu sudah membelajarkan dia untuk menghormati hak saya, sekali pun dia hanya
binatang.
Terdengar tiba-tiba suara ngeong kucing itu bagai kaget. Bagai menjerit. Kemudian lari
menjauh.
TOKOH KITA: Karna kucing itu pula, saya jadi punya kesempatan mendidik saya. Setidaknya,
saya berharap anak saya yang masih 5 tahun bisa tahu bagaimana ia bersikap kalau ada kucing.
Kalau ada kucing lewat dekat rumah, tidak peduli kucing siapa. usir saja! kata saya. Anak saya
kelihatan bingung, lalu dia berrtanya, Kenapa?
Karena kalau dibiarkan, dia akan jadi maling! Paling tidak dia akan berak seenaknya. Kamu
tahu sendiri kan, kotoran kucing itu bau, sulit hilang! Kalau kucing itu nggak mau kuamu usir
baik-baik, hajar dengan batu! Ya, memang sih, tidak semua kucing jahat. Tapi kita tidak ada
waktu untuk menyeleksi mana kucimng yang jahat mana yang bijaksana. Pukul rata saja,
semuanya maling. Kamu tahu kenapa? Karna seperti kata George Washington, hanya senjata
yang bisa dipakai untuk menjaga perdamaian. Hanya kekerasan yang akan bisa mencegah
kekerasan. Biar pintu terbuka, almari lupa ditutup, kucing itu tidak akan berani lagi masuk,
karena dia terpaksa menghormati kita. Kalau kucing itu masik ngotot mau maling, Bapakmu ini
rela mengeluarkan lagi 200 ribu, asal bias mematahkan kakinya yang satu lagi.
Lalu saya tunjukkan pada anak saya, bagaimana caranya menghadapi kucing maling itu, dengan
melempar buku.
20

Mengambil buku, dan melemparkannya


TOKOH KITA: Rupanya buku-buku itu memang ditakdirkan saya beli untuk dipakai menghajar
kucing maling.
Saat itulah, istri saya keluar kamar. Ia terlihat segar. Rupanya baru keramas. Junub. Ah
perempuan memang jasdi terlihat lebih segar dan menggairahkan saat baru saja keramas. Ingin
saya langsung menubruknya. Tapi rupanya ia marah, karena saya dianggap mengajari anak saya
kekerasan.
Jangan mengajari anak kamu kejam! Protes istri saya.
Lho, hidup ini sudah kejam, kok, jawab saya. Kalau kita tidak ikut kejam, kita akan selalu
jadi sasaran. Sebenarnya ini bukan kekejaman, tetapi ketegasan saja. Supaya tidak ada peluang
orang lain untuk kejam terhadap kita, kita harus tegas. Kita tunjukkan kita bisa kejam!
Itu kan teori kamu!
Boleh dites, tapi itu berarti kita harus masak reca-reca lagi!
Istri saya melengos tak menanggapi. Dia perempuan yang baik. Tau apa mau suami. Eh ternyata
dia sudah membikinkan kembali saya reca-reca
Berjalan ke arah lemari. Mengeluarkan sepiring ikan bakar reca-reca. Mencium harum bau
reca-reca itu. Kemudian menaruhnya di meja. Ia duduk hendak menikmati reca-reca itu
Terdengar suara kucing mengeong. Suara kucing kelaparan, dan pingin dapat makan.
Pelan Tokoh Kita mengambil ikan bakar reca-reca itu dari piring.
Kucing terus mengeong.
Tiba-tiba, sekali sentak, Tokoh Kita melempar piring seng itu ke jendelan. Suara
bergemerontang menghantam dinding.

21

BLACK OUT. Hanya terdengar suara kucing yang terus-terusan mengeram dan menjerit marah.
Lalu sepi.

III
SAAT LAMPU KEMBALI MENYALA: Tokoh Kita sudah duduk di meja makan. Menunggu buka.
Sayup terdengar suara ceramah Qurais Shihab dari televisi, menghantar saaat-saat buka puasa.
Tokoh kita memandangi ikan reca-reca yang terhidang di meja. Tak sabar pingin segera
melahapnya. Tak sabar menunggu waktu berbuka.
Terdengar suara kucing mengeong.
Tokoh kita terlihat kesal mendengar suara kucing itu. Ia berjalan menjauhi, tetapi buru-buru
kembali, dan cepat mengambil piring berisi ikan bakar reca-reca, takut kucing itu akan
menyambarnya. Suara kucing masih mengeong. Tokoh kita lalu berjalan, mendekati jendela,
mengintip.
TOKOH KITA: Lihat kucing itu sudah bengong di situ! (saya menunjuk keluar jendela) Nggak
bakalan ada kapoknya. Namanya juga binatang! Kalian lihat, kucing itu termenung di pagar
rumah. Tapi itu jelas akting. Dia pasti sudah mengendus bau reca-reca ini.
TERDENGAR SUARA ISTRINYA: Tutup saja jendelanya, Pak!
TOKOH KITA: Tidak usah. Justru ini saatnya untuk melihat apa rumah kita ini masih dia
hormati kucing itu.
Tokoh kita lalu membuka jendela lebar-lebar. Membuka pintu, lalu seperti merencanakan
sesuatu: sengaja menaruh piring berisi ikan reca-reca itu di atas meja. Membiarkannya terbuka.
Lalu berpura-pura menjauh dari meja, tetapi masih waspada.
Suara kucing itu terus mengeong.

22

TOKOH KITA: Saya ingin membuktikan, apakah kucing itu masih memiliki nyali. Saya ingin
membuktikan kebenaran teori presiden pertama Amerika Serikat itu. Jangan-jangan teorinya
salah, tapi kita percaya, hanya karna yang ngomong Presiden Amerika.
Kucing itu terlihat nongol di jendela.(Nah disini bisa ada gimmick, dengan memunculkan
boneka kepala kucing, yang seolah-olah nongol di jendela. Boneka kepala kucing ini bias
dimaikan kru). Kucing terus saja mengeong, tetapi tak terjadi apa-apa. Melihat itu, Tokoh Kita
lalu menurunkan piring berisi ikan reca-reca itu dari atas meja dan menaruhnya di lantai
Kucing di jendela itu terus mengeong.
Tokoh Kita siaga dan waspada. Ketika Kucing itu tak beranjak dari jendela, piring itu dengan
sengaja makin di dekatkan kea rah jendela
TERDENGAR SUARA ISTRINYA: Mau makan atau mau ngurus kucing makan?!Ntar ikannya
disambar lagi, baru nyesel!
TOKOH KITA: Nggak bakalan! Kakinya yang pincang itu, sudah membuat dia ngeper sendiri!
Lihat, saya sudah berhasil menghajar binatang itu bagaimana menghormati teritorial kita!
Terdengar sayup adzan magrib.
TERDENGAR SUARA ISTRINYA: Ayo, Pak.., cepet makan! Sudah buka
Kucing di jendela itu terus mengeong, mengintip gelisah
TOKOH KITA: Saya yakin dia nafsu banget pingin makan reca-reca ini. Tapi dia takut. Juga
nggak mau pergi begitu saja. Reca-reca itu memang terlalu indah untuk ditinggalkan.
Tapi tiba-tiba anak saya yang kecil muncul dari samping. Dia membawa batu mau melempar
binatang itu sesuai dengan yang saya ajarkan.
Terdengar kucing itu mengeram, seperrti tak takut, seperti marah, siap menyerang. Suasana jadi
tegang.

23

TOKOH KITA: Rupanya kucing itu tidak takut pada anak saya. Dia malah terlihat siap
menerjang dengan cakarnya. Dia membungkuk menanti serangan.
Kucing itu makin keras mengeram, makin terdengar marah.
TOKOH KITA: Anak saya tak menyadari bahaya, terus mendekat dengan batu di tangan yang
siap dilemparkan. Kucing itu mmulai mengeluarkan cakarnya.
Lalu tiba-tiba terdengar suara kucing yang melengking begitu keras, seperti ada suara yang
menyambar: MEEEOOOONGGGGG
Bersamaan

dengan

itu

TERDENGAR

JERITAN

KETAKUTAN

ISTRI;

Paaaakkk

Awaaaaaasssssss!!!!!!!
Tiba-tiba Tokoh Kita itu langsung meloncat ke arah jendela, sambil memekik menirukan suara
kucing yang siap berkelahi.
TOKOH KITA: Meeeoooooongggggggg!!!!! Meongggg!!!.
Kucing di jendela itu lenyap. Kabur.
Tiba-tiba terdengar suara derum mobil yang mendecit karena direm mendadak. Terdengar suara
kucing yang menjerit kesakitan terlindas roda mobil itu. Suara mobil berhenti. Suara pintu
mobil dibuka dan ditutup dengan kerap dan marah. Suara teriakan perempuan menjerit dan
menangis histeris: Ya Tuhaaannnn. Keteraluan Benar-benar keterlaluan..Ini pembunuhan!
Pembunuhan! Lalu disusul suara teriakan marah seorang laki-laki: Hidup bertetangga kok
nggak pengertian. Katanya beriman. Tapi nggak toleran! Ini benar-benar keterlalun. Suara
peremnpuan terisak menangis melolong. TidaaakkkkTidaaakkk
Tokok Kita memandang ke luar jendela: terpana menyaksikan semua adegan di jalanan di luar
rumahnya itu. Cepat-cepat ia menutup jendela. Menutup pintu. Bagai takut ketahuan. Bahkan
kemudian ia mematikan lampu rumahnya.

24

Suasana gelap remang. Jeda kesunyian. Tokoh Kita tampak mencoba sembunyi dalam kegelapan
ruang itu.
Suara-suara perempuan dan laki-laki yang marah dan histeris itu masih terdengar. Sampai
kemudian sayup-sayup terdengar suara sirene ambulan, melengking dan menjauh.
SUNYI YANG PANJANG.

IV
SAMPAI KEMUDIAN TERDENGAR SUARA KETUKAN PINTU. Pelan. Tokoh Kita terus saja
diam. Membiarkan. Lalu sayup terdengar lagu dangdut Lari Pagidari radio: Eee lari
pagi..lari pagi kita semua lari pagi..lari pagi (lagu Rhoma Irama).Kembali terdengar
ketukan di pintu, agak bertambah keras. Tokoh kita tetap diam. Membiarkan. Ketukan pintu
makin keras. Tokoh Kita gelisah. Akhirnya Tokoh Kita memenyalakan lampu ruangan dan
berjalan membuka pintu.
TOKOH KITA: Eee, Pak RT Silakan Bang Hajibaru lari pagi ya, bang haji Pasti bang
haji mau bilang agar Bulan Ramadan tidak boleh mengumbar emosi kan?
Pause, menjadi PAK RT, yang tampak tengah lari-lari kecil berolah raga
PAK RT: Betul betul betul. Tapi kalau terpaksa ya apa boleh buat. Kalau dibaikin nggak
bias, ya boleh lah kasih pelajaran yang keras. Kalau saja masih berbuat lagi, ya itu namanya
terlalu Tuhan selalu memberi ganjaran yang setimpal
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Eee, maksud, Pak RT?
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Siapa lagi! Ya, Almarhum!
25

Pause, menjadi Tokoh Kita.


TOKOH KITA: Almarhum siapa?
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Ya Almarhum kucing ituKucing yang Bapak bunuh
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Saya tidak membunuh kucing itu, Pak RT! Kan dia mati dilindaa mobil Pak
Michael sendiri.
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Ya untungnya ya memang begitu Kucing itu dilindas mobil Pak Michael sendiri.
Tapi sebenarnya dia sudah mati sejak Bapak mematahkan kakinya. Sejak kakinya patah, kucing
itu tidak berani lagi sembarangan masuk ke rumah. Bukan hanya rumah Bapak, juga rumah saya
dan rumah-rumah yang lain. Dan sejak itu pula, tak ada yang pernah kehilangan ayam atau
makanan lain dari meja secara misterius. Rupanya selama ini kucing itu biang keroknya
Sekarang kita aman
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Syukurlah kalau begitu, Pak RT Jadi serkarang tak ada lagi tai kucing
berserakan di mana-mana
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Ya. Untuk sementara.
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Sementara? Kenapa?

26

Pause, menjadi PAK RT.


PAK RT: Sebab Pak Michael sudah membeli tiga ekor kucing lagi untuk mengganti kesayangan
istrinya itu. Habis istrinya nangis terus kehilangan kucingnya.
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: (Terlihat terhenyak kaget) Berarti kita harus melakukan pembunuhan lagi?
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: He he he heTidak usah. Tidak usah. Itu namanya terlalu Cukup biasakan
mengunci pintu dan almari dapur.
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Dan mematahkan kakinya pada kesempatan pertama bila kucing-kucing itu
mencuri?!
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Betulllbetullllbetulll..
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: Sebab kalau dibiarkan atau dimaafkan, pasti akan mengulang dan lama-lama
jadi penyakit!
Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: Betulllbetullllbetulll..
Pause, menjadi Tokoh Kita.
TOKOH KITA: (Tertawa senang) Kalau begitu kita cs Pak RT!(Mengulurkan tangan mengajak
salaman)
27

Tokoh Kita dan pak RT seperti saling salaman. Pause, menjadi PAK RT.
PAK RT: O ya, saya lupa (sambil merogoh kantungnya, lalu mengulurkan selembar
kwitansi) Menurut Pak Michael yang membunuh kucingnya itu, Bapak. Makanya Bapak diminta
dengan sangat mau mengganti pembelian ketiga kucing yang baru dibeli Pak Michael itu
Wasalamu alaikum Halailuya
Pause, menjadi Tokoh Kita. Tak menjawab. Hanya bengong seolah mengantar Pak RT pergi.
Dan dengan tetap terus bengong menutup pintu. Bersandar ke pintu itu dengan bengong.
Berjalan ke tengah bagai orang linglung.
TOKOH KITA: Saya nggak faham bener-bener nggak faham
Kenapa saya tiba-tiba saya jadi seperti pembunuh yang harus dihukum? Dan Pak RT
menganggap tak ada yang aneh Kemana jiwa nabi Pak RT yang selama ini begitu menjaga
kesejahteraan warga?! Di saat begini, kebaikan mungkin memang tidak diperlukan. Pak RT
hanya pingin cari selamat saja. Ia pingin dianggap bijak. Pingin dikenang sebagai orang yang
pengertian. Jangan-jangan Pak RT pingin muncul sebagai pahlawan.. Dan saya dibiarkan
diinjak-injak, dikorbankan, agar Pak RT bisa tampil sebagai pahlawan
Apakah pahlawan memang memerlukan orang-orang yang menderita untuk menyangganya?
Lalu kenapa saya yang mesti menanggungnya? Kenapa saya dianggap pantas menerima
pemutarbalikkan yang kacau ini?!
Manusia dan binatang sama saja
Mengeluarakan kertas kwitansi, memandanginya
TOKOH KITA: Ini bukan soal kertas dan angka-angka, Pak RT! Kalian pasti juga faham. Tatap
baik-baik, Pak RT! Bukan jumlah yang tertera di sana yang membuat saya mabok tetapi
maknanya. Hakikatnya

28

Di kertas ini saya melihat ketidakberdayaan saya! Tubuh saya seperti menggelepar-gelepar di
kwitansi ini. Tapi tak bisa apa-apa. Saya dipaksa menjadi korban. Saya seperti korban yang
dibutuhkan agar segalanya kembali menjadi normal.
Di sini perasaan saya tak lagi penting (sembari mulai menyobek-nyobek kertas kuitansi
itu) Barangkali orang seperti saya memang tak penting. Tak pernah menjadi penting. Tak pernah
dianggap penting
Saya hanyalah sobekan-sobekan yang tak pentingtak penting. tak penting. tak penting.
tak penting. tak penting. tak penting. tak penting. tak penting.
Sambil terus meracau, ia terus menyobek-nyobek kuitansi itu menjadi potongan-potongan kecil.
Kemudian melemparkannya ke atas. Pada saat bersamaan, potongan-potongan kertas kecil
putih bagai berguguran dari langit.
S E LE S AI

29

Anda mungkin juga menyukai