SAMBUNGAN BAUT
5.1 Pendahuluan
Suatu struktur baja pada dasarnya merupakan rangkaian dari elemen-elemen tunggal
yang disambungkan satu sama lain dengan menggunakan alat penyambung. Sambungan
terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung dan pelat
penyambung) dan alat penyambung (atau pengencang). Letak sambungan biasanya pada
ujung-ujung elemen struktur. Sambungan diperlukan apabila [Morisco, dkk. (1994)]:
a. Batang standar tidak cukup panjang.
b. Sambungan yang dibuat untuk menyalurkan gaya dari bagian yang satu ke bagian
yang lainnya, misalkan sambungan antara balok dan tiang/kolom.
c. Sambungan pada struktur rangka batang (truss), dimana batang-batang penyusun
saling membentuk keseimbangan pada satu titik, umumnya diperlukan pelat simpul
sebagai media penyambung.
d. Sambungan yang sengaja dibuat untuk membentuk sendi gerber.
e. Untuk membentuk batang tersusun.
f. Pada tempat dimana terdapat perubahan dimensi penampang lintang batang akibat
perubahan besarnya gaya batang.
Menurut Morisco, dkk. (1994), syarat-syarat sambungan yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
a. Harus kuat, aman tetapi cukup kuat.
b. Pada tempat yang mudah terlihat, sambungan sebaiknya dibuat seindah mungkin.
c. Mudah dilaksanakan, baik pada saat pabrikasi maupun pemasangannya di lapangan.
d. Karena kekakuan dari sambungan baut maupun las yang berbeda, maka pada satu
titik sambungan sebaiknya dihindari penggunaan alat penyambung yang berbeda-
beda.
Terdapat 3 alat penyambung yang dapat digunakan, yaitu paku keling, baut dan las.
Bentuk alat penyambung paku keling dan baut dapat dilihat pada Gambar 1. Saat ini paku
keling sudah tidak digunakan lagi dan kedudukannya sebagai alat sambung telah digeser
oleh baut, terutama baut mutu tinggi. Hal ini karena kelebihan yang dimiliki oleh baut
mutu tinggi dibandingkan paku keling, yaitu jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit,
kemampuan menerima gaya geser yang lebih besar dan penghematan biaya konstruksi.
Selanjutnya pembahasan pada Bab 5 ini fokus mengenai alat penyambung baut dan
terutama baut mutu tinggi (atau disebut juga baut berkekuatan tinggi).
(a) Keling (b) Baut berkepala segi enam (c) Baut badan tangkai
mutu tinggi bergerigi mutu tinggi
Gambar 5.1. Tipe-tipe penyambung (Salmon dan Johnson, 1990)
Terdapat 2 tipe dasar baut mutu tinggi yang ditetapkan dalam ASTM, yaitu Tipe
A325 dan Tipe A490. Kedua baut ini berkepala heksagon (segi enam) tebal yang
digunakan bersama mur segi enam semi finis yang tebal. Salmon dan Johnson (1990)
menjelaskan bahwa Baut A325 yang terbuat dari baja karbon medium dengan perlakuan
panas memiliki kekuatan leleh sekitar 560 MPa sampai 630 MPa tergantung pada
diameternya. Sementara itu Baut A490 yang juga mendapat perlakuan panas, tetapi terbuat
dari baja paduan, memiliki kekuatan leleh sekitar 790 MPa sampai 900 MPa tergantung
pada diameternya. Sifat-sifat material dari baut-baut tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Diameter baut berkekuatan tinggi berkisar ½ sampai dengan 1½ inch. Diameter yang
paling banyak digunakan pada konstruksi bangunan adalah ¾ inch dan 7/8 inch, sedangkan
ukuran yang paling umum pada desain jembatan adalah 7/8 inch dan 1 inch.
Tabel 5.1. Sifat-sifat material baut (Salmon & Johnson, 1990)
Diameter Baut Beban bukti Kekuatan tarik
Tipe Baut (ANSI/ASTM)
(mm) (MPa) minimum (MPa)
A307, baja karbon
6,35 sampai 104 - 60
rendah, Mutu A dan B
A325, baja mutu tinggi
Tipe 1, 2 dan 3 12,7 sampai 25,4 585 825
Tipe 1, 2 dan 3 28,6 sampai 38,1 510 725
A449, baja disepuh dan 6,35 sampai 25,4 585 825
didinginkan 28,6 sampai 38,1 510 725
6,35 sampai 76,2 380 620
A490, baja paduan
12,7 sampai 38,1 825 1035
disepuh dan didinginkan
Beban bukti (atau pada referensi lain disebut dengan proof stress) pada Tabel 5.1
diatas merupakan suatu gaya tarik awal yang diperoleh dari pengencangan awal sehingga
memberikan friksi sehingga cukup kuat dalam memikul beban. Beban bukti diperoleh
dengan mengalikan harga tegangan yang diberikan dengan luas tegangan tarik As dengan
kuat leleh yang diperoleh dengan nilai offset 0,2% (atau 0,2 tangen) atau perpanjangan
karena beban (regangan) sebesar 0,5%. Luas daerah tegangan tarik (As) dihitung sebagai
berikut :
As = (5.1)
dimana :
As = luas tegangan (inch2)
db = diameter nominal baut (inch)
n = banyaknya ulir per inch.
Jenis baut pada perencanaan baut yang ditetapkan pada SNI 03-1729-2002 pasal
13.2.1 mengacu pada SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83, SII 0781-83) atau SNI (0541-
89-A, 0571-89-A dan 0661-89-A) yang sesuai, atau penggantinya.
Pada proses pekerjaan sambungan baut, baut mutu tinggi diketatkan supaya timbul
tegangan tarik yang dispesifikasikan pada baut tersebut dan kemudian menghasilkan gaya
cengkeram yang direncanakan pada simpul sambungan. Selanjutnya transfer beban layanan
aktual melalui suatu simpul sambungan adalah melalui gesekan yang terjadi pada bagian-
bagian yang disambungkan. Transfer beban pada sambungan baut mutu tinggi ini dapat
dilihat pada Gambar 5.2. Simpul dengan baut mutu tinggi dirancang untuk mampu
berprilaku dalam dua tipe, yaitu:
a. Tipe gelincir-kritis (slip-critical, atau dulu disebut friction type), dimana diinginkan
resistensi gelincir (slip) yang tinggi pada beban layanan;
b. Tipe tumpu (bearing type) dimana tidak diperlukan resistensi yang tinggi terhadap
gelincir pada beban layanan.
Dalam SNI 03-1729-2002, diberikan defenisi lebih lengkap dari 2 tipe sambungan
tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Sambungan tipe geser adalah sambungan yang didapat dengan menggunakan baut
mutu tinggi yang dikencangkan menurut batas tarik minimum tertentu sedemikian
hingga hasil aksi jepitan menyalurkan gaya geser rencana pada keadaan batas layan
yang bekerja pada bidang kontak bersama akibat gesekan yang terjadi antara bidang-
bidang kontak.
b. Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang terjadi dengan menggunakan baut
mutu tinggi yang dikencangkan menurut batas tarik baut minimum tertentu, sehingga
gaya-gaya rencana dipindahkan dengan tumpuan dan gesekan pada baut dan elemen-
elemen sambungan pada keadaan kekuatan batas.
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 13.2.2, suatu baut yang memikul gaya terfaktor,
Rn, harus memenuhi :
Ru ≤ R ୬ (5.2)
dimana :
= faktor reduksi kekuatan
Rn = kuat nominal baut
Faktor reduksi untuk sambungan baut adalah 0,75 (lihat SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2).
Selanjutnya perhitungan kekuatan nominal baut akan dibahas pada sub bab berikut.
Rn = m Aୠ τ୳ m Aୠ 0,60f୳ୠ (5.5)
dimana :
f୳ୠ = tegangan tarik putus baut
Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
m = jumlah bidang geser
Persamaan (5.3) diatas mengasumsikan bahwa tidak ada ulir pada bidang-bidang geser.
Apabila pada bidang geser terdapat ulir, maka luas pada akar ulir harus digunakan
menggantikan Ab, dimana luas akar ulir ini sedikit lebih kecil daripada luas tegangan tarik.
Selanjutnya luas akar ulir diambil sebesar 0,70 dari luas bruto, sehingga Persamaan (5.5)
dapat ditulis kembali menjadi:
Rn = m 0,70Aୠ 0,60f୳ୠ 0,45mAୠ f୳ୠ (5.6)
Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 13.2.2.1, kuat geser rencana dari satu baut dihitung
sebagai berikut :
Rd = R ୬
Persamaan diatas sesuai dengan Persamaan (5.2) dengan merupakan faktor reduksi
kekuatan untuk fraktur yang ditetapkan sebesar 0,75. Adapun kuat geser nominal dari satu
baut dapat dihitung sebagai berikut :
Untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
Rn = 0,5mAୠ f୳ୠ (5.7)
Untuk baut dengan ulir pada bidang geser
Rn = 0,4mAୠ f୳ୠ (5.8)
dimana :
db = diameter baut nominal pada daerah tak berulir
tp = tebal pelat
fu = tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau pelat
Soal No. 1
Dua buah pelat dengan mutu BJ. 37 berukuran 18×250 mm disambung dengan baut mutu
tinggi ∅ 22 mm Tipe A325 (fub = 825 MPa) dan tanpa ulir pada bidang geser. Hitunglah
beban tarik maksimum yang dapat dipikul oleh sambungan tersebut.
50 80 80 50
50
P P 80
80
50
50 80 80 50
Jawaban
Perhitungan kekuatan pelat
Kekuatan pelat dihitung dengan cara yang sama seperti pada kasus batang tarik.
Ag =
Lebar lubang (d) =
Luas baut : Ab =
S S
1
A
U
C
U
B
1,2
= 11,762 ton/baut
= 26,374 ton/baut
Dari ke-4 nilai tersebut yang menentukan adalah kekuatan geser baut yaitu : R ୬ 11,76
ton/baut. Maka beban tarik maksimum yang dapat dipikul oleh sambungan merupakan
Soal No. 2
Suatu sambungan baut menghubungkan komponen-komponen struktur tarik seperti
tergambar berikut. Pelat tersebut terbuat dari BJ. 41 (fy = 250 MPa dan fu = 410 MPa).
Baut yang digunakan adalah baut mutu tinggi ∅ 19 mm tipe A325 (fu b = 825 MPa) dengan
ulir pada bidang geser. Hitung jumlah baut yang dibutuhkan apabila sambungan baut
direncanakan sekuat pelatnya dan baut diatur dalam 2 baris !.
Dari perhitungan diatas yang menentukan adalah kekuatan geser baut, yaitu : R
14,03 ton/baut. Karena perencanaan sambungan adalah sekuat pelat, maka jumlah baut
yang dibutuhkan dihitung berdasarkan gaya 54 ton, sehingga:
n = ,
3,84 # 4 baut
Dengan db adalah diameter nominal baut pada daerah tak berulir. Jarak tepi pelat harus
memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4 SNI 03-1729-2002.
Untuk ketentuan jarak maksimum antar pengencang (atau baut), SNI 03-1729-2002
menetapkan bahwa jarak antara pusat baut tidak boleh melebihi 15tp (dengan tp adalah
tebal pelat lapis tertipis didalam sambungan), atau 200 mm. Pada baut yang tidak perlu
memikul beban terfaktor dalam daerah yang tidak mudah berkarat, jaraknya tidak boleh
melebihi 32tp atau 300 mm. Pada baris luar baut dalam arah gaya rencana, jaraknya tidak
boleh melebihi (4tp + 100 mm) atau 200 mm. Untuk lebih jelasnya, pengaturan jarak antar
baut diatas dapat dilihat pada Gambar 5.5 berikut.
Soal No. 3
Suatu sambungan baut 2 irisan direncanakan memikul beban mati (DL) 12 ton dan beban
hidup (LL) 24 ton. Pelat yang disambung dari BJ. 37 (fy = 240 MPa dan fu = 370 MPa) dan
baut mutu tinggi tipe A325 (fu b = 825 MPa) dengan ulir pada bidang geser. Rencanakan
sambungan tersebut dengan menggunakan baut ∅ 19 mm dan baut diatur dalam 2 baris !.
Pelat 8×250 mm2
T/2
T
T/2
Pelat 15×250 mm2
Jawaban
Beban tarik terfaktor, Tu, dihitung sebagai berikut:
Tu =
Perencanaan baut
Kekuatan geser baut:
R = m 0,4 f A 0,75 2 0,4 825 283,4 140283 N/baut
= 14,03 ton/baut
Kekuatan tumpu baut :
R = 2,4 d t f 0,75 2,4 19 15 370 189810 N/baut
= 18,98 ton/baut
Dari perhitungan diatas yang menentukan adalah kekuatan geser baut, yaitu: R 14,03
ton/baut. Jumlah baut yang dibutuhkan adalah:
3,76 $ 4 baut (disusun 2 baris @ 2 baut)
,
n = ,
Pengaturan baut
Syarat SNI 03-1729-2002 :
3 d % & % 15 t atau 200 mm
3 db = 3×19 = 57 mm
15 tp = 15×15 = 225 mm
diambil S = 150 mm
Selanjutnya rencana sambungan baut dengan pengaturan jarak antar baut dapat dilihat pada
gambar berikut.
50
150
50
50 150 50
S 50
150
S 50
S1=50 S2 = 150
telah terlampaui dan kedua permukaan menggelincir satu terhadap lainnya dengan jarak
yang relatif besar.
Dalam SNI 03-1729-2002 butir 13.2.3.1 ditetapkan bahwa untuk sambungan tipe
friksi yang mengunakan baut mutu tinggi yang slipnya dibatasi, satu baut yang hanya
memikul gaya geser terfaktor, Vu, dalam bidang permukaan friksi harus memenuhi:
Vu ≤ Vୢ V୬ [5.11(a)]
Kuat rencana, Vd = φ Vn, adalah kuat geser satu baut dalam sambungan tipe friksi yang
ditentukan sebagai berikut:
Vd = V୬ 1,13 µ m Tୠ [5.11(b)]
dimana :
µ = koefisien gesek, bernilai 0,35 bila bidang kontak dalam keadaan bersih,
sedangkan bila permukaannya diratakan, atau keadaan permukaan lainnya maka
koefisien gesek harus ditentukan berdasar hasil percobaan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
m = jumlah bidang geser
= 1,0 untuk lubang standar
= 0,85 untuk lubang selot pendek dan lubang besar
= 0,70 untuk lubang selot panjang tegak lurus arah kerja gaya
= 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja gaya
Tb = gaya tarik baut minimum pada pemasangan, yang nilainya ditentukan menurut
Tabel 5.3 berikut.
Pada referensi lain, Tb disebut sebagai Proof load, yaitu gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal, yang nilainya dapat ditentukan dengan persamaan berikut
(Mangkoesoebroto, 2007):
Proof load = 0,75 Aୠ (5.12)
Adapun harga Proof stress (atau beban bukti) dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.3. Gaya tarik baut minimum untuk baut yang
diketatkan sepenuhnya (Salmon dan Johnson, 1990)
Ukuran Baut Baut A325 Baut A490
(Inch) (mm) (kN) (kN)
1⁄2 12,7 53 67
5⁄8 15,9 85 107
3⁄4 19,1 125 156
7⁄8 22,2 173 218
1 25,4 227 285
ଵ
1଼ 28,6 249 356
ଵ
1ସ 31,8 316 454
ଷ
1଼ 34,9 378 538
ଵ
1ଶ 38,1 458 658
Terkait kasus geser eksentrik ini, Salmon dan Johnson (1990) menjelaskan dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisisnya, yaitu :
1. Analisis (vektor) elastik, yang mengasumsikan bahwa tidak ada gesekan dengan
pelat yang rigid dan bahwa alat penyambungnya elastik;
2. Analisis kekuatan ultimit (analisis platis) yang mengasumsikan bahwa kelompok
penyambung yang dibebani secara eksentrik akan berotasi di sekitar pusat rotasi
seketika dan bahwa deformasi pada masing-masing penyambung sebanding dengan
jaraknya dari pusat rotasi.
Peraturan AISC tidak memberi spesifikasi mengenai cara analisis mana yang dapat
digunakan oleh desainer (engineer), sejauh masih tetap rasional.
Deformasi pada setiap baut diasumsikan sebanding dengan jaraknya d dari pusat simpul
yang diasumsikan. Bila semua baut dianggap elastik dan berasal dari luas penampang
lintang A yang sama, gaya R juga sebanding dengan jarak d dari titik berat kelompok baut:
(5.14)
Bila gaya-gaya ditulis kembali menurut R1 dan d :
; ; …; (5.15)
Subsitusi Persamaan (5.15) ke dalam Persamaan (5.13) menghasilkan :
M =
= (5.16)
dan dengan cara yang sama diperoleh gaya-gaya pada baut-baut lain yaitu:
; ; … ;
atau secara umum dapat dirumuskan sebagai :
R = (5.17)
Persamaan (5.17) tersebut memberikan gaya R terhadap baut pada jarak d dari pusat rotasi.
Apabila dikehendaki tegangan pada baut, maka persamaan untuk tegangan pada baut dapat
ditulis sebagai:
f = (5.18)
Adalah lebih mudah apabila perhitungan gaya baut R dikerjakan dalam komponen
horizontal dan vertikal menjadi Rx dan Ry. Penguraian gaya R terhadap pusat berat
kelompok baut dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut.
Ry = [5.21(b)]
Dengan mengambil jumlah vektor Rx dan Ry, gaya total R pada baut menjadi :
R = (5.22)
Untuk menghitung gaya total pada baut dalam sambungan geser eksentris seperti Gambar
[5.6(b)], gaya geser Rv adalah:
Rv = (5.23)
di mana N merupakan banyaknya baut dalam kelompok tersebut. Selanjutnya gaya resultan
R menjadi:
R = (5.24)
Persyaratan keseimbangan gaya pada Gambar 5.9 diatas adalah sebagai berikut:
; [5.25(a)]
; [5.25(b)]
; [5.25(c)]
Soal No. 4
Gunakan metode (vektor) elastik untuk menghitung gaya R pada baut no.3 dalam
kelompok baut yang dibebani secara eksentris pada gambar berikut. Semua baut berukuran
sama.
30°
120
1 3
100
100
2 4
120
Jawaban
Soal No. 5
Suatu kelompok baut seperti tergambar berikut direncanakan memikul beban eksentris
sebesar 335 kN. Hitunglah gaya R terbesar yang dipikul oleh baut pada kelompok baut
tersebut dengan menggunakan metode (vektor) elastik. Semua baut berukuran sama.
450 mm
40 80 120 80 40 Pu = 335 kN
40
80
80
80
Sb. x
80
80
pelat t = 12 mm
80
40
Profil IWF
Jawaban
∑ x ଶ ∑ y ଶ 46ଶ 8ଶ 46ଶ 16ଶ 46ଶ 24ଶ 414ଶ 8ଶ 414ଶ 16ଶ
414ଶ 24ଶ 26ଶ 214ଶ
Gaya R terbesar terjadi pada baut yang letaknya paling jauh dari titik berat kelompok baut,
yang dalam hal ini pada baut no. 1, 2, 3 dan 4.
140
1 3
240
Sb. x
2 4
Karena gaya R yang bekerja pada baut-baut tersebut sama besarnya, maka cukup satu baut
34,74 kN
saja yang dianalisis, dalam hal ini baut no. 3, yang dihitung sebagai berikut:
య
20,26 kN
Rx = ∑ మ ∑ మ
య
Ry = ∑ మ ∑ మ
11,96 kN
Gaya geser langsung pada baut dihitung sebagai berikut:
౫
RV =
R3
= 47,38 kN
Soal No. 6
Diketahui suatu sambungan baut dibebani secara eksentris dengan beban Pu = 30 ton
seperti terlihat pada gambar berikut. Semua baut dalam kelompok baut tersebut
berdiameter 22 mm tipe A325 (fu b = 825 MPa) dan tidak ada ulir pada bidang geser.
Periksa apakah sambungan baut tersebut mampu memikul beban yang bekerja dengan
menggunakan metode (vektor) elastis. Pelat yang disambung dari BJ. 37 dengan tebal 12
mm.
Jawaban
Dari gambar soal terlihat bahwa baut no. 1, 3, 4 dan 6 memikul gaya yang paling besar.
Karena baut sebelah atas (no. 1 dan 4) serta baut sebelah bawah (no. 3 dan 6) memikul
tegangan yang sama, maka cukup satu baut saja yang dianalisis, yaitu baut no. 4.
Eksentrisitas e diukur dari pusat rotasi baut (asumsi) adalah :
e = 150 + 150 = 300 mm
150 150
Pu = 30 T
1 4
120
2 5
120
3 6 pelat t = 12 mm
150
Profil IWF 800.300.14.22
300 mm
11,822 ton
7,389 ton
Rx = ∑ మ ∑ మ
Ry = ∑ మ ∑ మ
5 ton
Gaya geser langsung pada baut dihitung sebagai berikut:
RV =
= R R R 11,822 7,389 5
Total gaya R pada baut no. 4 adalah:
R
= 17,124 ton
= 11,725 ton/baut
R = 2,4 dt f
Kekuatan tumpu baut:
Ada 2 tebal pelat yaitu pelat buhul (tp = 12 mm) dan tebal sayap/flens profil (tp = 22 mm).
Selanjutnya Persamaan (5.28) diatas yang merupakan hubungan interaksi sirkular, oleh
peraturan AISC disederhanakan menjadi hubungan garis lutus (linier), yaitu :
C
ୖ౫౪ ୖ౫౬
(5.32)
౨ ୖ౪ ౬ ୖ౬
dengan C merupakan suatu konstanta. Penyederhanaan hubungan interaksi sirkular ke
linier ini dapat dilihat pada Gambar 5.11. Bila Persamaan (5.32) diatas dikalikan dengan
୲ R ୬୲ dan diselesaikan dengan R ୳୲ akan menghasilkan:
≤ C ୲ R ୬୲ ౪ ୖ౫౬ R ୬୲
ୖ
Rut (5.33)
౬ ౬
Nilai C untuk persamaan linier menurut AISC adalah sebesar 1,25 (Salmon dan
Johnson, 1990), sedang referensi lainnya menggunakan C=1,3 (Mangkoesoebroto, 2007).
Dengan menggunakan nilai C = 1,3, maka Persamaan (5.33) dapat ditulis kembali menjadi:
≤ 1,3୲ R ୬୲ ୲ R ୬୴
ୖ౫౬
Rut (5.34)
౬ ୖ౬
౪ ౪
= 1,3 f
౬ ౬
ft [5.36(b)]
ౘ
౫౬
fuv = ౘ
[5.36(c)]
mengingat :
౪
= 0,75 f (5.37)
ౘ
dan :
5.38a
{ 0,4 m f dengan ulir pada bidang geser
౬
0,5 m f tanpa ulir pada bidang geser 5.38b
ౘ
=
maka dengan mensubsitusi Persamaan [5.36(c)] dan [5.38(a)] dan [5.38(b)] ke dalam
Persamaan [5.36(b)] akan diperoleh harga tegangan tarik ft untuk baut dengan ulir pada
bidang geser sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2007):
,
ft = 1,3 0,75f , f
౬
[5.39(a)]
untuk baut tanpa ulir pada bidang geser sebagai:
,
ft = 1,3 0,75f , f
౬
[5.39(b)]
dan :
ft ≤ 0,75f [5.39(c)]
atau dalam peraturan digunakan untuk A325 [ f = 825 MPa (untuk diameter baut ≤ 25,4
mm), ! = 0,75 dan m = 1], sehingga untuk baut dengan ulir pada bidang geser:
ft = 807 1,9f # 621 MPa [5.40(a)]
౫౬
fuv = ౘ
≤ 0,4 ! m f [5.40(b)
dan untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
ft = 807 1,5f # 621 MPa [5.41(c)]
౫౬
fuv = ౘ
≤ 0,5 ! m f [5.41(b)
Dengan dasar perhitungan diatas, selanjutnya SNI 03-1729-2002 pada butir 13.2.2.3
menetapkan bahwa untuk baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul gaya geser
terfaktor, Vu, dan gaya tarik terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi 2 persyaratan
berikut:
0,4 ! m f → dengan ulir pada bidang geser
fuv = ౫ # (
0,5 ! m f → tanpa ulir pada bidang geser
(5.42)
ౘ
౫
!R = ! f A +
(5.43)
dimana:
! = 0,75
n = jumlah baut
m = jumlah bidang geser
syarat tegangan tarik ft untuk baut Tipe A325:
807 1,9f # 621 MPa → dengan ulir pada bidang geser
≤ (
807 1,5f # 621 MPa → tanpa ulir pada bidang geser
ft (5.44)
untuk baut Tipe A307 (baut mutu normal) :
ft ≤ 410 1,9f # 310
dimana :
Vn = 1,13 µ m T [dari Pers.(5.12)]
m = jumlah bidang geser
n = jumlah baut
Tb = gaya tarik baut minimum pada pemasangan.
Soal No. 7
Diketahui suatu sambungan baut memikul beban mati (DL) 15 ton dan beban hidup (LL) 30
ton. Bentuk sambungan dan pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut. Periksa
apakah sambungan baut tersebut aman dalam memikul beban yang bekerja, baik sebagai
sambungan tipe tumpu maupun tipe geser !. (Gunakan baut jenis A325 ∅ 22mm dan tidak
ada ulir pada bidang geser. Asumsikan pula bahwa pelat buhul dan flens kolom kuat
memikul beban yang bekerja)
Kolom
Profil IWF
30°
Tu
Jawaban
Pu = 1,2 15 1,6 30 66 ton
Tu = P T cos α 66 0,866 57,156 ton
Vu = P T sin α 66 0,5 33 ton
౫
fuv = 0,01447 ton⁄mm 144,7 MPa
ౘ
0,5 f m 0,5 0,75 825 1 309,375 MPa
diperoleh : fuv < 0,5 f m …… OK !
dimana:
౫
=
5,5 ton
Vn = 1,13 µ m T µ = 0,35 →
Tb = 17,3 ton (lihat Tabel 5.3)
Vn = 1,13 0,35 1 17,3 6,842 ton
V = 1 6,842 6,842 ton
౫
, ⁄
V !1 , ౘ
" 6,842 %1 ,,& 3,508 ton
diperoleh:
౫
౫
V !1 , ౘ
" …… Tidak OK !
Kesimpulan : Rencana sambungan baut sangat aman sebagai sambungan tipe tumpu, tetapi
tidak aman sebagai sambungan tipe friksi.
Situasi sebelum beban eksternal bekerja dapat dilihat pada Gambar 5.13(b), dimana
baut telah dipasang dengan gaya tarik awal sebesar Tb. Bagian-bagian yang disambungkan
mengalami tekan awal sebesar Ci. Persamaan kesetimbangan gaya adalah:
Ci = Tb (5.46)
Kemudian dikenakan beban eksternal P dan gaya-gaya yang bekerja [lihat Gambar
5.12(c)]. Persamaan keseimbangan selanjutnya adalah:
P + Cf = Tf (5.47)
Subskrip f pada persamaan diatas menunjuk pada kondisi final setelah pemberian beban P.
Gaya P yang bekerja pada sistem tersebut akan memperpanjang baut sebesar
diantara sisi bawah kepala baut dan permukaan kontak di antara kedua pelat yang
disambungkan, diperoleh:
= (5.48)
dengan:
Eb = modulus elastisitas baut
Tf = gaya final di dalam baut setelah beban eksternal bekerja
Pada tekanan yang sama, tekanan antara pelat menurun dan ketebalan pelat naik
sebesar , sehingga diperoleh:
δp = (5.49)
dengan:
Ep = modulus elastisitas dari materi pelat
Cf = gaya tekan final antara bagian-bagian yang disambungkan setelah beban eksternal
dikenakan
T 1 Tୠ 1 P
౦ ౦
ౘ ౘ
= Tୠ
Tf ఽ౦ (5.53)
ଵା
ఽౘ
Soal No. 8
Suatu baut dari jenis A325 berdiameter 22 mm digunakan pada sambungan yang memikul
gaya tarik langsung seperti terlihat pada gambar berikut. Apabila luas daerah kontak antar
pelat Ap = 8000 mm2, maka tentukanlah berapa gaya tarik final dan kenaikan gaya tarik
pada baut tersebut. Asumsikan beban kerja (layan) adalah 20% beban mati dan 80% beban
hidup.
Ru Ru
Jawaban
Ru = R
1,52 R = 17,634 ton
R = 11,601 ton
Dari Tabel 5.3 diperoleh gaya tarik awal pada baut A325 dengan ∅ 22 mm sebesar:
Tb = 17,3 ton
Rasio daerah kontak pelat dengan baut adalah:
21,053
౦
=
ౘ
Gaya tarik final pada baut dihitung sebagai berikut (dimana P per baut sama dengan R):
= T 17,3
,
Tf ఽ౦
,
ఽౘ
= 17,826 ton
Peningkatan gaya tarik = 3,04%.
Soal No. 9
Suatu sambungan baut memikul beban mati (DL) 10 ton dan beban hidup (LL) 25 ton
seperti tergambar berikut. Tentukan berapa baut yang dibutuhkan bila menggunakan baut
A490 berdiameter 19 mm. Asumsikan bahwa ukuran bagian-bagian yang membentuk
sambungan tersebut sudah memenuhi persyaratan.
Tu Tu
Tekanan tumpu awal fbi yang terlihat pada Gambar 5.13(c) diasumsikan seragam di seluruh
daerah kontak bd dan sama dengan:
∑ ౘ
fbi = (5.54)
dimana ∑Tb adalah beban pratarik dikalikan dengan banyaknya baut. Tegangan tarik ftb
pada bagian atas yang disebabkan oleh momen adalah:
⁄
ftb =
ൌ మ
(5.55)
dan tidak boleh melebihi fbi bila tekan di antara bagian-bagian yang disambung
dikehendaki tetap di puncak.
Beban T pada baut puncak sama dengan produk luas ikutan baut (lebar b dikalikan
= f bp
dengan jarak antar baut p) dikalikan dengan ftb, sehingga diperoleh:
T (5.56)
Subsitusi Persamaan (5.55) ke (5.56) menghasilkan:
bp
Dengan mengasumsikan baut puncak sekitar p⁄2 dari puncak, harga T dapat dimodifikasi
T = (5.57)
మ మ
menjadi:
= T
Ttermodifikasi
= (5.58)
మ
Soal No. 10
Tentukan berapa beban layan yang dapat dipikul oleh sambungan baut yang mengalami
geser dan tarik pada gambar berikut. Baut yang digunakan adalah baut A325 dengan
diameter 22 mm tanpa ulir pada bidang gesernya. Anggap beban yang bekerja terdiri dari
20% beban mati dan 80% beban hidup.
120
50
100
100 400
100
50
150.150.14
Kolom
Profil IWF
Jawaban
Menghitung gaya geser dan gaya tarik terfaktor pada baut dengan asumsi bahwa beban-
beban yang bekerja tidak mengatasi tekan awal diantara bagian-bagian yang disambung.
Sumbu netral untuk lentur terletak pada pertengahan bidang kontak.
Dengan menggunakan momen terfaktor Mu dan beban terfaktor Tu per baut masing-masing
Mu = P e
untuk M dan Ttermodifikasi, maka:
౫ ,
Tu = మ మ
= 0,456 P
−
R = 0,75 0,5 f m A
untuk geser
= 23,01 1,125 V
621 A = 0,75 621 π 22
= 17,704 ton
Daftar Pustaka
Badan Standarisasi Nasional, 2000, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, Bandung.
Mangkoesoebroto, S.P., 2007, Struktur Baja, Handout versi e-file (format PDF), Teknik
Sipil ITB.
Morisco, dkk., 1994, Pengetahuan Dasar Struktur Baja, Edisi ke-3, Paguyuban Dosen
Baja Yogyakarta (PADOSBAJAYO), Nafiri, Yogyakarta.
Salmon, C.G., dan Johnson, J.E., 1990, Steel Structures, Emphasizing Load and Resistance
Factor Design, 3rd Edition, HarperCollins, Publisher inc.