Anda di halaman 1dari 32

Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja

Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

SAMBUNGAN BAUT

5.1 Pendahuluan
Suatu struktur baja pada dasarnya merupakan rangkaian dari elemen-elemen tunggal
yang disambungkan satu sama lain dengan menggunakan alat penyambung. Sambungan
terdiri dari komponen sambungan (pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung dan pelat
penyambung) dan alat penyambung (atau pengencang). Letak sambungan biasanya pada
ujung-ujung elemen struktur. Sambungan diperlukan apabila [Morisco, dkk. (1994)]:
a. Batang standar tidak cukup panjang.
b. Sambungan yang dibuat untuk menyalurkan gaya dari bagian yang satu ke bagian
yang lainnya, misalkan sambungan antara balok dan tiang/kolom.
c. Sambungan pada struktur rangka batang (truss), dimana batang-batang penyusun
saling membentuk keseimbangan pada satu titik, umumnya diperlukan pelat simpul
sebagai media penyambung.
d. Sambungan yang sengaja dibuat untuk membentuk sendi gerber.
e. Untuk membentuk batang tersusun.
f. Pada tempat dimana terdapat perubahan dimensi penampang lintang batang akibat
perubahan besarnya gaya batang.
Menurut Morisco, dkk. (1994), syarat-syarat sambungan yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut:
a. Harus kuat, aman tetapi cukup kuat.
b. Pada tempat yang mudah terlihat, sambungan sebaiknya dibuat seindah mungkin.
c. Mudah dilaksanakan, baik pada saat pabrikasi maupun pemasangannya di lapangan.
d. Karena kekakuan dari sambungan baut maupun las yang berbeda, maka pada satu
titik sambungan sebaiknya dihindari penggunaan alat penyambung yang berbeda-
beda.

Terdapat 3 alat penyambung yang dapat digunakan, yaitu paku keling, baut dan las.
Bentuk alat penyambung paku keling dan baut dapat dilihat pada Gambar 1. Saat ini paku

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 1


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

keling sudah tidak digunakan lagi dan kedudukannya sebagai alat sambung telah digeser
oleh baut, terutama baut mutu tinggi. Hal ini karena kelebihan yang dimiliki oleh baut
mutu tinggi dibandingkan paku keling, yaitu jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit,
kemampuan menerima gaya geser yang lebih besar dan penghematan biaya konstruksi.
Selanjutnya pembahasan pada Bab 5 ini fokus mengenai alat penyambung baut dan
terutama baut mutu tinggi (atau disebut juga baut berkekuatan tinggi).

(a) Keling (b) Baut berkepala segi enam (c) Baut badan tangkai
mutu tinggi bergerigi mutu tinggi
Gambar 5.1. Tipe-tipe penyambung (Salmon dan Johnson, 1990)

Terdapat 2 tipe dasar baut mutu tinggi yang ditetapkan dalam ASTM, yaitu Tipe
A325 dan Tipe A490. Kedua baut ini berkepala heksagon (segi enam) tebal yang
digunakan bersama mur segi enam semi finis yang tebal. Salmon dan Johnson (1990)
menjelaskan bahwa Baut A325 yang terbuat dari baja karbon medium dengan perlakuan
panas memiliki kekuatan leleh sekitar 560 MPa sampai 630 MPa tergantung pada
diameternya. Sementara itu Baut A490 yang juga mendapat perlakuan panas, tetapi terbuat
dari baja paduan, memiliki kekuatan leleh sekitar 790 MPa sampai 900 MPa tergantung
pada diameternya. Sifat-sifat material dari baut-baut tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Diameter baut berkekuatan tinggi berkisar ½ sampai dengan 1½ inch. Diameter yang
paling banyak digunakan pada konstruksi bangunan adalah ¾ inch dan 7/8 inch, sedangkan
ukuran yang paling umum pada desain jembatan adalah 7/8 inch dan 1 inch.
Tabel 5.1. Sifat-sifat material baut (Salmon & Johnson, 1990)
Diameter Baut Beban bukti Kekuatan tarik
Tipe Baut (ANSI/ASTM)
(mm) (MPa) minimum (MPa)
A307, baja karbon
6,35 sampai 104 - 60
rendah, Mutu A dan B
A325, baja mutu tinggi
Tipe 1, 2 dan 3 12,7 sampai 25,4 585 825
Tipe 1, 2 dan 3 28,6 sampai 38,1 510 725
A449, baja disepuh dan 6,35 sampai 25,4 585 825
didinginkan 28,6 sampai 38,1 510 725
6,35 sampai 76,2 380 620
A490, baja paduan
12,7 sampai 38,1 825 1035
disepuh dan didinginkan

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 2


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Beban bukti (atau pada referensi lain disebut dengan proof stress) pada Tabel 5.1
diatas merupakan suatu gaya tarik awal yang diperoleh dari pengencangan awal sehingga
memberikan friksi sehingga cukup kuat dalam memikul beban. Beban bukti diperoleh
dengan mengalikan harga tegangan yang diberikan dengan luas tegangan tarik As dengan
kuat leleh yang diperoleh dengan nilai offset 0,2% (atau 0,2 tangen) atau perpanjangan
karena beban (regangan) sebesar 0,5%. Luas daerah tegangan tarik (As) dihitung sebagai
berikut :
As = (5.1)
dimana :
As = luas tegangan (inch2)
db = diameter nominal baut (inch)
n = banyaknya ulir per inch.
Jenis baut pada perencanaan baut yang ditetapkan pada SNI 03-1729-2002 pasal
13.2.1 mengacu pada SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83, SII 0781-83) atau SNI (0541-
89-A, 0571-89-A dan 0661-89-A) yang sesuai, atau penggantinya.
Pada proses pekerjaan sambungan baut, baut mutu tinggi diketatkan supaya timbul
tegangan tarik yang dispesifikasikan pada baut tersebut dan kemudian menghasilkan gaya
cengkeram yang direncanakan pada simpul sambungan. Selanjutnya transfer beban layanan
aktual melalui suatu simpul sambungan adalah melalui gesekan yang terjadi pada bagian-
bagian yang disambungkan. Transfer beban pada sambungan baut mutu tinggi ini dapat
dilihat pada Gambar 5.2. Simpul dengan baut mutu tinggi dirancang untuk mampu
berprilaku dalam dua tipe, yaitu:
a. Tipe gelincir-kritis (slip-critical, atau dulu disebut friction type), dimana diinginkan
resistensi gelincir (slip) yang tinggi pada beban layanan;
b. Tipe tumpu (bearing type) dimana tidak diperlukan resistensi yang tinggi terhadap
gelincir pada beban layanan.

Gambar 5.2. Transfer beban pada sambungan baut mutu tinggi


(Salmon dan Johnson, 1990)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 3


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Dalam SNI 03-1729-2002, diberikan defenisi lebih lengkap dari 2 tipe sambungan
tersebut, yaitu sebagai berikut :
a. Sambungan tipe geser adalah sambungan yang didapat dengan menggunakan baut
mutu tinggi yang dikencangkan menurut batas tarik minimum tertentu sedemikian
hingga hasil aksi jepitan menyalurkan gaya geser rencana pada keadaan batas layan
yang bekerja pada bidang kontak bersama akibat gesekan yang terjadi antara bidang-
bidang kontak.
b. Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang terjadi dengan menggunakan baut
mutu tinggi yang dikencangkan menurut batas tarik baut minimum tertentu, sehingga
gaya-gaya rencana dipindahkan dengan tumpuan dan gesekan pada baut dan elemen-
elemen sambungan pada keadaan kekuatan batas.

5.2 Perencanaan Sambungan Baut


Menurut SNI 03-1729-2002, kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh
kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi
persyaratan berikut :
a. Gaya dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang
bekerja pada sambungan;
b. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi
sambungan;
c. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang
bekerja padanya.

Keadaan-keadaan batas yang mungkin, atau bentuk-bentuk kegagalan, yang dapat


mempengaruhi kekuatan sambungan dengan baut dapat dilihat pada Gambar 5.3. Ragam
kegagalan yang terdapat pada gambar tersebut dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Kehancuran geser pada batang baut, yaitu patahnya batang baut.
2. Kehancuran geser pada pelat, yaitu retaknya pelat muka atau pelat antara dua lubang
baut.
3. Kehancuran tumpuan pada baut, yaitu hancurnya permukaan selimut baut yang
menumpu pada pelat.
4. Kehancuran tumpuan pada pelat, identik dengan butir 3, hanya saja kehancuran
terjadi pada pelatnya.

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 13.2.2, suatu baut yang memikul gaya terfaktor,
Rn, harus memenuhi :
Ru ≤  R ୬ (5.2)
dimana :
 = faktor reduksi kekuatan
Rn = kuat nominal baut
Faktor reduksi untuk sambungan baut adalah 0,75 (lihat SNI 03-1729-2002 Tabel 6.4-2).
Selanjutnya perhitungan kekuatan nominal baut akan dibahas pada sub bab berikut.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 4


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gambar 5.3. Transfer beban pada sambungan baut mutu tinggi


(Salmon dan Johnson, 1990)

5.2.1. Kekuatan Tarik Baut


Bentuk kegagalan baut akibat gaya tarik dapat dilihat pada Gambar 5.3(e). Kuat
tarik rencana dari suatu baut (Td) menurut SNI 03-1729-2002 adalah:
Rd = ୤ R ୬
Persamaan diatas sesuai dengan Persamaan (5.2) dengan ୤ merupakan faktor reduksi
kekuatan untuk fraktur yang ditetapkan sebesar 0,75. Adapun kekuatan nominal Rn pada
baut yang memikul gaya tarik dihitung sebagai berikut:
Rn = f୳ୠ A୬ (5.3)
dimana:
f୳ୠ = kekuatan tarik dari bahan baut
Luas bersih An harus merupakan luas melalui bagian berulir dari baut yang dikenal sebagai
“luas tegangan tarik”. Menurut Salmon dan Johnson (1990), rasio dari luas tegangan tarik
terhadap luas bruto Ab berkisar dari 0,75 sampai 0,79. Dengan demikian, berdasarkan luas
Ab dari satu baut tersebut diperoleh kekuatan nominal menjadi:
Rn = f୳ୠ 0,75Aୠ 0,75 f୳ୠ Aୠ (5.4)

5.2.2. Kekuatan Geser Baut


Kegagalan baut akibat geser dapat dilihat pada Gambar 5.3(a). Menurut Salmon
dan Johnson (1990), kekuatan geser ultimit secara eksperimental ditemukan sekitar 62%
dari kekuatan tarik ultimit. Selanjutnya koefisien 0,60 digunakan sebagai ganti 0,62. Oleh
karena itu kekuatan nominal Rn untuk sebuah penyambung akan berupa tegangan geser
ultimit τu di seluruh luas bruto Ab baut dikalikan banyaknya bidang geser m, sehingga:

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 5


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Rn = m Aୠ τ୳  m Aୠ 0,60f୳ୠ (5.5)
dimana :
f୳ୠ = tegangan tarik putus baut
Ab = luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
m = jumlah bidang geser
Persamaan (5.3) diatas mengasumsikan bahwa tidak ada ulir pada bidang-bidang geser.
Apabila pada bidang geser terdapat ulir, maka luas pada akar ulir harus digunakan
menggantikan Ab, dimana luas akar ulir ini sedikit lebih kecil daripada luas tegangan tarik.
Selanjutnya luas akar ulir diambil sebesar 0,70 dari luas bruto, sehingga Persamaan (5.5)
dapat ditulis kembali menjadi:
Rn = m 0,70Aୠ 0,60f୳ୠ  0,45mAୠ f୳ୠ (5.6)

Menurut SNI 03-1729-2002 pasal 13.2.2.1, kuat geser rencana dari satu baut dihitung
sebagai berikut :
Rd = ୤ R ୬
Persamaan diatas sesuai dengan Persamaan (5.2) dengan ୤ merupakan faktor reduksi
kekuatan untuk fraktur yang ditetapkan sebesar 0,75. Adapun kuat geser nominal dari satu
baut dapat dihitung sebagai berikut :
Untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
Rn = 0,5mAୠ f୳ୠ (5.7)
Untuk baut dengan ulir pada bidang geser
Rn = 0,4mAୠ f୳ୠ (5.8)

5.2.3. Kekuatan Tumpu Baut


Keadaan batas tumpu berkaitan dengan deformasi sekitar lubang baut, seperti
terlihat pada Gambar 5.3(d). Selain itu, kegagalan sobekan geser pada Gambar 5.3(b) juga
berkaitan erat dengan kegagalan tumpu.
Kekuatan tumpu Rn merupakan gaya yang bekerja pada sisi lubang yang akan
memecah atau merobek pelat. Tinjau Gambar 5.4, dimana jarak ujung pusat lubang baut ke
tepi pelat adalah L. Kegagalan robekan akan terjadi pada garis 1-1 dan 2-2. Selanjutnya
diketahui bahwa semakin besar jarak L maka kemungkinan terjadinya kegagalan robekan
ini akan semakin kecil.
Kuat tumpu rencana, menurut SNI 03-1729-2002, tergantung pada yang terlemah
dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan
sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar dari 1,5 kali diameter lubang, jarak antar
lubang lebih besar daripada 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah
kerja gaya, maka kuat nominal tumpu dihitung sebagai berikut :
Rn = 2,4 dୠ t ୮ f୳ (5.9)
Kuat tumpu yang didapat dari perhitungan di atas berlaku untuk semua jenis lubang baut.
Sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah kerja gaya berlaku persamaan:
Rn = 2,0 dୠ t ୮ f୳ (5.10)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 6


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

dimana :
db = diameter baut nominal pada daerah tak berulir
tp = tebal pelat
fu = tegangan tarik putus yang terendah dari baut atau pelat

Gambar 5.4. Kekuatan tumpu berkaitan dengan jarak ujung


(Salmon dan Johnson, 1990)

Soal No. 1
Dua buah pelat dengan mutu BJ. 37 berukuran 18×250 mm disambung dengan baut mutu
tinggi ∅ 22 mm Tipe A325 (fub = 825 MPa) dan tanpa ulir pada bidang geser. Hitunglah
beban tarik maksimum yang dapat dipikul oleh sambungan tersebut.

50 80 80 50

50
P P 80
80
50

50 80 80 50

Jawaban
Perhitungan kekuatan pelat
Kekuatan pelat dihitung dengan cara yang sama seperti pada kasus batang tarik.
Ag =
Lebar lubang (d) =
Luas baut : Ab =

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 7


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

S S
1

A
U
C
U
B

1,2

An = A୥  ndt  4500  2 25,2 18  3592 mmଶ


Dari Potongan 1-1 (irisan melalui lubang baut A dan B)

Dari Potongan 1-2 (irisan melalui lubang baut A, B dan C)


= A୥  ndt  2    4500  3 25,2 18  2    3859,2 mmଶ
ୗమ୲ ଼଴మ ൈଵ଼
An
ସ୙ ସൈ଼଴

An = 0,85 A୥  0,85 4500  3825 mmଶ


Syarat SNI 03-1729-2002:

Dari perhitungan di atas, An yang menentukan adalah: An = 3592,8 mm2


Ae = An = 3592,8 mm2

 T୬ =  A୥ f୷  0,90 4500 240  972000 N  97,2 ton


Kekuatan pelat untuk kondisi leleh:

 T୬ =  Aୣ f୳  0,75 3592,8 370  997002 N  99,7 ton


Kekuatan pelat untuk kondisi fraktur:

Perhitungan kekuatan baut

 R ୬ =  m 0,5 f୳ୠ Aୠ  0,75 1 0,5 825 380  117562,5 N/baut


Kekuatan geser rencana baut:

= 11,762 ton/baut

 R ୬ =  2,4 dୠt ୮ f୳  0,75 2,4 22 18 370  263736 N/baut


Kekuatan tumpu rencana baut:

= 26,374 ton/baut

Dari ke-4 nilai tersebut yang menentukan adalah kekuatan geser baut yaitu :  R ୬  11,76
ton/baut. Maka beban tarik maksimum yang dapat dipikul oleh sambungan merupakan

 T୬ = 5 11,76  58,8 ton


kekuatan dari 5 baut tersebut, yaitu :

Soal No. 2
Suatu sambungan baut menghubungkan komponen-komponen struktur tarik seperti
tergambar berikut. Pelat tersebut terbuat dari BJ. 41 (fy = 250 MPa dan fu = 410 MPa).
Baut yang digunakan adalah baut mutu tinggi ∅ 19 mm tipe A325 (fu b = 825 MPa) dengan
ulir pada bidang geser. Hitung jumlah baut yang dibutuhkan apabila sambungan baut
direncanakan sekuat pelatnya dan baut diatur dalam 2 baris !.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 8


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Pelat 8×200 mm2


T/2
T
T/2
Pelat 12×200 mm2
Jawaban
Perhitungan kekuatan pelat
Luas total 2 pelat tepi : Ag = 28  200  3200 mm
Luas pelat tengah: Ag = 12  200  2400 mm
Diperoleh luas pelat tengah lebih kecil dari luas total dari pelat tepi, sehingga perhitungan
selanjutnya didasarkan pada pelat tengah saja.
Lebar lubang baut : d = 19  3,2  22,2 mm

Luas baut : Ab =

π19  283,4 mm
Baut diatur dalam 2 baris, diperoleh:
An = A  ndt  2400  2  22,2  12  1867,2 mm
Syarat SNI 03-1729-2002:
An = 0,85  A  0,85  2400  2040 mm
Jadi, An yang menentukan adalah 1867,2 mm2.
Ae = An = 1867,2 mm2

Kekuatan pelat untuk kondisi leleh:


 T =  A f  0,90  2400  250  540000 N  54 ton

Kekuatan pelat untuk kondisi fraktur:


 T =  A f  0,75  1867,2  410  574164 N  57,416 ton

Perhitungan kekuatan baut


Kekuatan geser baut:
 R  =  m 0,4 f A  0,75  2  0,4  825  283,4  140283 N/baut
= 14,03 ton/baut
Kekuatan tumpu baut:
 R  =  2,4 d t f  0,75  2,4  19  12  410  168264 N/baut
= 16,826 ton/baut

Dari perhitungan diatas yang menentukan adalah kekuatan geser baut, yaitu :  R  
14,03 ton/baut. Karena perencanaan sambungan adalah sekuat pelat, maka jumlah baut
yang dibutuhkan dihitung berdasarkan gaya 54 ton, sehingga:

n = , 
 3,84 # 4 baut

5.2.4. Jarak Antar Baut


Menurut SNI 03-1729-2002, jarak antar pusat lubang baut tidak boleh kurang dari 3
kali diameter nominal baut. Jarak minimum dari pusat pengencang ke tepi pelat atau pelat
sayap profil harus memenuhi spesifikasi dalam Tabel 5.2 berikut.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 9


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Tabel 5.2. Jarak tepi minimum (SNI 03-1729-2002)

Dengan db adalah diameter nominal baut pada daerah tak berulir. Jarak tepi pelat harus
memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4 SNI 03-1729-2002.
Untuk ketentuan jarak maksimum antar pengencang (atau baut), SNI 03-1729-2002
menetapkan bahwa jarak antara pusat baut tidak boleh melebihi 15tp (dengan tp adalah
tebal pelat lapis tertipis didalam sambungan), atau 200 mm. Pada baut yang tidak perlu
memikul beban terfaktor dalam daerah yang tidak mudah berkarat, jaraknya tidak boleh
melebihi 32tp atau 300 mm. Pada baris luar baut dalam arah gaya rencana, jaraknya tidak
boleh melebihi (4tp + 100 mm) atau 200 mm. Untuk lebih jelasnya, pengaturan jarak antar
baut diatas dapat dilihat pada Gambar 5.5 berikut.

Gambar 5.5. Pengaturan jarak antar baut (SNI 03-1729-2002)

Soal No. 3
Suatu sambungan baut 2 irisan direncanakan memikul beban mati (DL) 12 ton dan beban
hidup (LL) 24 ton. Pelat yang disambung dari BJ. 37 (fy = 240 MPa dan fu = 370 MPa) dan
baut mutu tinggi tipe A325 (fu b = 825 MPa) dengan ulir pada bidang geser. Rencanakan
sambungan tersebut dengan menggunakan baut ∅ 19 mm dan baut diatur dalam 2 baris !.
Pelat 8×250 mm2
T/2
T
T/2
Pelat 15×250 mm2

Jawaban
Beban tarik terfaktor, Tu, dihitung sebagai berikut:
Tu =

Perhitungan kekuatan pelat


Luas total 2 pelat tepi : Ag =
Luas pelat tengah: Ag =
Diperoleh luas pelat tengah lebih kecil dari luas total dari pelat tepi, sehingga yang
menentukan dalam perhitungan adalah pelat tengah.
File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 10
Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Lebar lubang baut : d = 19  3,2  22,2 mm


π 19  283,4 mm
 
Luas baut : Ab =

Baut diatur dalam 2 baris, diperoleh:
An = A  ndt  3750  2  22,2  15  3084 mm
Syarat SNI 03-1729-2002:
An = 0,85  A  0,85  3750  3188 mm
Jadi, An yang menentukan adalah 3084 mm2.
Ae = An = 3084 mm2

Kekuatan pelat untuk kondisi leleh:


 T =  A f  0,90  3750  240  810000 N  81 ton
Kekuatan pelat untuk kondisi fraktur:
 T =  A f  0,75  3084  370  855810 N  85,58 ton
Diperoleh :  T  81 ton  T  52,8 ton …… Pelat OK !!

Perencanaan baut
Kekuatan geser baut:
 R  =  m 0,4 f A  0,75  2  0,4  825  283,4  140283 N/baut
= 14,03 ton/baut
Kekuatan tumpu baut :
 R  =  2,4 d t f  0,75  2,4  19  15  370  189810 N/baut
= 18,98 ton/baut

Dari perhitungan diatas yang menentukan adalah kekuatan geser baut, yaitu:  R   14,03
ton/baut. Jumlah baut yang dibutuhkan adalah:
 3,76 $ 4 baut (disusun 2 baris @ 2 baut)
,
n = ,

Pengaturan baut
Syarat SNI 03-1729-2002 :
3 d % & % 15 t atau 200 mm
3 db = 3×19 = 57 mm
15 tp = 15×15 = 225 mm
diambil S = 150 mm

1,5 d % & % '4 t  100 mm( atau 200 mm


1,5db = 1,5×19 = 28,5 mm
4tp + 100 = (4×15) + 100 = 160 mm
diambil S1 = 50 mm

Selanjutnya rencana sambungan baut dengan pengaturan jarak antar baut dapat dilihat pada
gambar berikut.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 11


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

50

150

50

50 150 50

Pemeriksaan terhadap geser blok (shear block)

S 50

150

S 50

S1=50 S2 = 150

Atg = 2S  t ୮   250  15  1500 mmଶ


Bidang tarik:

Ant = 2S  t ୮   d  t  250  15  22,2  15  1167 mmଶ

Atg = 2Sଵ  Sଶ t  250  150  15  6000 mmଶ


Bidang geser:

= 2 Sଵ  Sଶ  ଶ d t  2 50  150  ଶ  22,2  15  5001 mmଶ


ଷ ଷ
Ant

 N୬ = 0,750,6f୷ A୴୥  f୳ A୬୲   0,750,6  240  6000  370  1167


Kondisi pelelehan geser –retakan tarik :

= 971842,5 N = 97,2 ton

 N୬ = 0,750,6f୳ A୬ୱ  f୷ A୲୥   0,750,6  370  5001  240  1500


Kondisi retakan geser –pelelehan tarik :

Dari perhitungan diatas adalah :  N୬ = 97,2 ton


= 1102666,5 N = 110,3 ton

Diperoleh :  N୬ = 97,2 ton > Tu = 52,8 ton …… OK !!

5.3 Sambungan Tanpa Slip (Tipe Friksi)


Bila diinginkan adanya tahanan/resistensi terhadap slip (gelincir) pada beban
layanan, maka sambungan tersebut disebut sebagai sambungan tanpa slip, atau sambungan
tipe friksi (gesekan). Slip (gelincir) didefenisikan telah terjadi apabila batas kekuatan gesek

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 12


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

telah terlampaui dan kedua permukaan menggelincir satu terhadap lainnya dengan jarak
yang relatif besar.
Dalam SNI 03-1729-2002 butir 13.2.3.1 ditetapkan bahwa untuk sambungan tipe
friksi yang mengunakan baut mutu tinggi yang slipnya dibatasi, satu baut yang hanya
memikul gaya geser terfaktor, Vu, dalam bidang permukaan friksi harus memenuhi:
Vu ≤ Vୢ  V୬  [5.11(a)]
Kuat rencana, Vd = φ Vn, adalah kuat geser satu baut dalam sambungan tipe friksi yang
ditentukan sebagai berikut:
Vd =  V୬  1,13 µ m Tୠ [5.11(b)]
dimana :
µ = koefisien gesek, bernilai 0,35 bila bidang kontak dalam keadaan bersih,
sedangkan bila permukaannya diratakan, atau keadaan permukaan lainnya maka
koefisien gesek harus ditentukan berdasar hasil percobaan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
m = jumlah bidang geser
 = 1,0 untuk lubang standar
 = 0,85 untuk lubang selot pendek dan lubang besar
 = 0,70 untuk lubang selot panjang tegak lurus arah kerja gaya
 = 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja gaya
Tb = gaya tarik baut minimum pada pemasangan, yang nilainya ditentukan menurut
Tabel 5.3 berikut.
Pada referensi lain, Tb disebut sebagai Proof load, yaitu gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal, yang nilainya dapat ditentukan dengan persamaan berikut
(Mangkoesoebroto, 2007):
Proof load = 0,75 Aୠ    (5.12)
Adapun harga Proof stress (atau beban bukti) dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.3. Gaya tarik baut minimum untuk baut yang
diketatkan sepenuhnya (Salmon dan Johnson, 1990)
Ukuran Baut Baut A325 Baut A490
(Inch) (mm) (kN) (kN)
1⁄2 12,7 53 67
5⁄8 15,9 85 107
3⁄4 19,1 125 156
7⁄8 22,2 173 218
1 25,4 227 285

1଼ 28,6 249 356

1ସ 31,8 316 454

1଼ 34,9 378 538

1ଶ 38,1 458 658

5.4 Geser Eksentris


Geser eksentris merupakan suatu efek yang terjadi atau dialami oleh kelompok baut
akibat adanya beban terpusat P yang bekerja dengan eksentrisitas tertentu (atau garis kerja
beban tidak melalui pusat berat kelompok baut). Beban P yang bekerja secara eksentris ini

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 13


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

selanjutnya akan menimbulkan momen (M = P× e) ditambah beban konsentris P yang


bekerja secara bersamaan pada sambungan baut. Contoh sambungan yang memikul geser
eksentris dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6. (a) Sambungan geser eksentris tipikal, dan


(b) kombinasi momen dan geser langsung

Terkait kasus geser eksentrik ini, Salmon dan Johnson (1990) menjelaskan dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisisnya, yaitu :
1. Analisis (vektor) elastik, yang mengasumsikan bahwa tidak ada gesekan dengan
pelat yang rigid dan bahwa alat penyambungnya elastik;
2. Analisis kekuatan ultimit (analisis platis) yang mengasumsikan bahwa kelompok
penyambung yang dibebani secara eksentrik akan berotasi di sekitar pusat rotasi
seketika dan bahwa deformasi pada masing-masing penyambung sebanding dengan
jaraknya dari pusat rotasi.
Peraturan AISC tidak memberi spesifikasi mengenai cara analisis mana yang dapat
digunakan oleh desainer (engineer), sejauh masih tetap rasional.

5.4.1. Analisis (Vektor) Elastik


Dalam metode ini, kelompok baut yang memikul beban eksentris dianalisis dengan
memperhitungkan luas kelompok baut sebagai penampang lintang elastik yang dipengaruhi
oleh geser dan puntir langsung. Metode analisis ini mengunakan mekanika sederhana dari
konsep-konsep bahan dan telah terbukti sebagai prosedur yang konservatif (Salmon dan
Johnson, 1990).
Berikut ini akan disajikan penurunan persamaan-persamaan untuk menghitung
gaya-gaya yang bekerja pada baut. Tinjau Gambar 5.7, yaitu gambar suatu kelompok baut
yang memikul momen M. Dengan mengabaikan gesekan diantara pelat-pelat, momen
tersebut sama dengan jumlah gaya-gaya yang terlibat dalam Gambar 5.7(b) dikalikan jarak
terhadap titik berat kelompok baut, sehingga diperoleh :
M = (5.13)

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 14


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

(b) Sambungan baut (a) Gaya-gaya pada baut


Gambar 5.7. Sambungan yang memikul momen

Deformasi pada setiap baut diasumsikan sebanding dengan jaraknya d dari pusat simpul
yang diasumsikan. Bila semua baut dianggap elastik dan berasal dari luas penampang
lintang A yang sama, gaya R juga sebanding dengan jarak d dari titik berat kelompok baut:
(5.14)
Bila gaya-gaya ditulis kembali menurut R1 dan d :
; ; …; (5.15)
Subsitusi Persamaan (5.15) ke dalam Persamaan (5.13) menghasilkan :
M =

= (5.16)

Maka gaya pada Baut No.1 (lihat Gambar 5.7.b)

dan dengan cara yang sama diperoleh gaya-gaya pada baut-baut lain yaitu:
; ; … ;
atau secara umum dapat dirumuskan sebagai :
R = (5.17)
Persamaan (5.17) tersebut memberikan gaya R terhadap baut pada jarak d dari pusat rotasi.
Apabila dikehendaki tegangan pada baut, maka persamaan untuk tegangan pada baut dapat
ditulis sebagai:
f = (5.18)

Adalah lebih mudah apabila perhitungan gaya baut R dikerjakan dalam komponen
horizontal dan vertikal menjadi Rx dan Ry. Penguraian gaya R terhadap pusat berat
kelompok baut dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 15


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gambar 5.8. Penguraian gaya baut R terhadap


pusat berat kelompok baut

Selanjutnya persamaan untuk gaya Rx dan Ry diperoleh :


Rx = dan Ry = (5.19)
Subsitusi Persamaan (5.19) ke Persamaan (5.17) menghasilkan:
Rx = dan Ry = (5.20)
Dengan memperhatikan bahwa: , Persamaan (5.20) dapat ditulis:
Rx = [5.21(a)]

Ry = [5.21(b)]
Dengan mengambil jumlah vektor Rx dan Ry, gaya total R pada baut menjadi :
R = (5.22)

Untuk menghitung gaya total pada baut dalam sambungan geser eksentris seperti Gambar
[5.6(b)], gaya geser Rv adalah:
Rv = (5.23)
di mana N merupakan banyaknya baut dalam kelompok tersebut. Selanjutnya gaya resultan
R menjadi:

R = (5.24)

5.4.2. Analisis Kekuatan Ultimit


Metode analisis ini merupakan metode yang paling rasional dibandingkan metode
elastis yang sudah dibahas sebelumnya. Pada metode ini, beban eksentris P menyebabkan
efek rotasi maupun translasi pada kelompok baut, dimana efek tersebut direduksi menjadi
sebuah rotasi murni di sekitar suatu titik. Titik tersebut selanjutnya disebut sebagai Pusat
Rotasi Sesaat, yang letaknya seperti terlihat pada Gambar 5.9.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 16


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gambar 5.9. Pusat rotasi sesaat

Persyaratan keseimbangan gaya pada Gambar 5.9 diatas adalah sebagai berikut:
; [5.25(a)]
; [5.25(b)]
; [5.25(c)]

Selanjutnya untuk analisis kekuatan menggunakan dua pendekatan. Untuk


sambungan tipe tumpu, gelincir (slip) diabaikan sehingga deformasi dari masing-masing
baut sebanding dengan jaraknya dari pusat sesaat. Resistensi dari setiap baut berkaitan
dengan deformasi-bebannya, dan dinyatakan dengan hubungan berikut:
Ri = (5.26)
dimana :
Rult = (5.27)
e = 2,718 (merupakan basis Naperian)
Angka 10 dan 0,55 ditentukan secara eksperimental dan ∆ maksimum pada kegagalan
adalah sekitar 0,34 inch (8,64 mm). Kekuatan geser ultimit mendekati 70% dari
kekuatan tarik.

Soal No. 4
Gunakan metode (vektor) elastik untuk menghitung gaya R pada baut no.3 dalam
kelompok baut yang dibebani secara eksentris pada gambar berikut. Semua baut berukuran
sama.
30°

120
1 3
100

100
2 4

120

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 17


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Jawaban

M = P  e  20  120  2400 ton. mm


e = 120 mm

∑ x   ∑ y   4  60   4  60   54400 mm

  4,411 ton 


Gaya-gaya pada baut no. 3 dihitung sebagai berikut:
 

  2,647 ton 


Rx = ∑ మ ∑ మ
  
Ry = ∑ మ ∑ మ

  4,33 ton 


Gaya geser langsung pada baut dihitung sebagai berikut:
    ,

  2,5 ton 


RH = 
    ,
RV = 

= R   R    R   R   !4,411  4,33  "2,647  2,5


Total gaya R pada baut no. 3 adalah:

R
= 8,742 ton

Soal No. 5
Suatu kelompok baut seperti tergambar berikut direncanakan memikul beban eksentris
sebesar 335 kN. Hitunglah gaya R terbesar yang dipikul oleh baut pada kelompok baut
tersebut dengan menggunakan metode (vektor) elastik. Semua baut berukuran sama.

450 mm
40 80 120 80 40 Pu = 335 kN

40
80
80
80
Sb. x
80
80
pelat t = 12 mm
80
40

Profil IWF

Jawaban
∑ x ଶ  ∑ y ଶ  46ଶ  8ଶ  46ଶ  16ଶ  46ଶ  24ଶ  414ଶ  8ଶ  414ଶ  16ଶ 
414ଶ  24ଶ  26ଶ  214ଶ

= P  e  335  45  15075 kN. cm


= 10416 cm2
M
File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 18
Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gaya R terbesar terjadi pada baut yang letaknya paling jauh dari titik berat kelompok baut,
yang dalam hal ini pada baut no. 1, 2, 3 dan 4.
140

1 3

240

Sb. x

2 4

Karena gaya R yang bekerja pada baut-baut tersebut sama besarnya, maka cukup satu baut

  34,74 kN
saja yang dianalisis, dalam hal ini baut no. 3, yang dihitung sebagai berikut:
 య  

  20,26 kN 
Rx = ∑ మ ∑ మ  
 య   
Ry = ∑ మ ∑ మ  

  11,96 kN 
Gaya geser langsung pada baut dihitung sebagai berikut:
౫ 
RV =  

= R   R   R    34,74  20,26  11,96


Total gaya R pada baut no. 3 adalah:

R3
= 47,38 kN

Soal No. 6
Diketahui suatu sambungan baut dibebani secara eksentris dengan beban Pu = 30 ton
seperti terlihat pada gambar berikut. Semua baut dalam kelompok baut tersebut
berdiameter 22 mm tipe A325 (fu b = 825 MPa) dan tidak ada ulir pada bidang geser.
Periksa apakah sambungan baut tersebut mampu memikul beban yang bekerja dengan
menggunakan metode (vektor) elastis. Pelat yang disambung dari BJ. 37 dengan tebal 12
mm.

Jawaban
Dari gambar soal terlihat bahwa baut no. 1, 3, 4 dan 6 memikul gaya yang paling besar.
Karena baut sebelah atas (no. 1 dan 4) serta baut sebelah bawah (no. 3 dan 6) memikul
tegangan yang sama, maka cukup satu baut saja yang dianalisis, yaitu baut no. 4.
Eksentrisitas e diukur dari pusat rotasi baut (asumsi) adalah :
e = 150 + 150 = 300 mm

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 19


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

150 150
Pu = 30 T

1 4
120
2 5
120
3 6 pelat t = 12 mm

150
Profil IWF 800.300.14.22

300 mm

∑ x   ∑ y   6  75  4  120  91350 mm


Mu = 30 × 300 = 9000 ton.mm

  11,822 ton 
  

  7,389 ton 
Rx = ∑ మ ∑ మ 
  
Ry = ∑ మ ∑ మ 

  5 ton 
Gaya geser langsung pada baut dihitung sebagai berikut:

RV =  

= R    R   R    11,822  7,389  5
Total gaya R pada baut no. 4 adalah:

R 

= 17,124 ton

Pemeriksaan kekuatan baut

R  = m 0,5 f A  0,75  1  0,5  825  379  117253,125 N/baut


Kekuatan geser baut:

= 11,725 ton/baut

R  = 2,4 dt  f
Kekuatan tumpu baut:

Ada 2 tebal pelat yaitu pelat buhul (tp = 12 mm) dan tebal sayap/flens profil (tp = 22 mm).

R   0,75  2,4  22  12  370  175824 N/baut  17,582 ton/baut


Nilai tp yang menentukan adalah: tp = 12 mm, sehingga :

Dari perhitungan diatas R  yang menentukan adalah 11,725 ton/baut. Diperoleh:


R  = 11,725 ton ) R   17,124 ton
Berarti sambungan baut tidak kuat memikul gaya yang bekerja.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 20


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

5.5 Kombinasi Geser dan Tarik


Sebagian besar sambungan baut yang biasa digunakan memikul gaya geser dan gaya
tarik secara bersamaan. Contoh sambungan baut demikian dapat dilihat pada Gambar 5.10,
dimana pada gambar tersebut 2 profil siku menghubungkan pelat badan balok dengan flens
kolom menggunakan baut-baut yang secara bersamaan memikul gaya geser dan tarik.
Tinjau Gambar 5.10(a) tersebut. Gaya momen M mengakibatkan baut pada bagian
atas mengalami gaya tarik yang besarnya sebanding dengan momen yang bekerja.
Akibatnya timbul rotasi ujung yang tentunya akan mengubah kondisi jepit ke dalam
kondisi sendi. Selain itu, pelat badan hanya menanggung sebagian kecil momen lenturnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa momen yng bekerja tidak akan ditahan oleh
baut sebelum terbentuk gaya tarik yang signifikan pada baut tersebut. Sambungan jenis ini
digunakan apabila dikehendaki hanya sebagian kecil momen ujung yang dapat ditahan oleh
baut. Selanjutnya tinjau pula Gambar 5.10(b), dimana momen yang bekerja ditransmisikan
melalui flens balok. Perbedaannya dengan kasus pada Gambar 5.10(a) adalah bahwa
momen yang besar sengaja ditransmisikan sehingga posisi sambungan baut dibuat pada
flens balok, yaitu elemen yang menanggung sebagian besar momen.

Gambar 5.10. Sambungan dengan kombinasi geser dan tarik tipikal

5.5.1. Sambungan Tipe Tumpu


Persamaan interaksi kekuatan dari baut yang memikul geser dan tarik dapat diwakili
oleh suatu hubungan sirkular yang dinyatakan sebagai berikut :
     1,0
ୖ౫౪ ଶ ୖ౫౬ ଶ

‫׎‬౪ ୖ౤౪ ‫׎‬


(5.28)
౬ ୖ౤౬
dimana :
Rut = beban tarik terfaktor pada baut
Ruv = beban geser terfaktor pada baut

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 21


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

୲ R ୳୲ = kekuatan desain baut pada tarik saja (୲  0,75)


୴ R ୳୴ = kekuatan desain baut pada geser saja (୲  0,75)

Kekuatan nominal Rut baut dalam tarik dinyatakan sebagai:


Rnt = Rn = f୳ୠ 0,75Aୠ (5.29)
Kekuatan nominal Ruv baut dalam geser, dimana tidak terdapat ulir pada bidang geser,
dinyatakan sebagai:
Rnv = Rn = mAୠ 0,60f୳ୠ  (5.30)
sedangkan Ruv baut bila mungkin terdapat ulir pada bidang geser adalah:
Rnv = Rn = mAୠ 0,45f୳ୠ  (5.31)

Selanjutnya Persamaan (5.28) diatas yang merupakan hubungan interaksi sirkular, oleh
peraturan AISC disederhanakan menjadi hubungan garis lutus (linier), yaitu :
 C
ୖ౫౪ ୖ౫౬
(5.32)
‫׎‬౨ ୖ౤౪ ‫׎‬౬ ୖ౤౬
dengan C merupakan suatu konstanta. Penyederhanaan hubungan interaksi sirkular ke
linier ini dapat dilihat pada Gambar 5.11. Bila Persamaan (5.32) diatas dikalikan dengan
୲ R ୬୲ dan diselesaikan dengan R ୳୲ akan menghasilkan:
≤ C ୲ R ୬୲  ‫ ׎‬౪ ୖ౫౬ R ୬୲
‫ୖ׎‬
Rut (5.33)
౬ ౤౬

Gambar 5.11. Penyederhanaan hubungan


interaksi sirkular ke linier

Nilai C untuk persamaan linier menurut AISC adalah sebesar 1,25 (Salmon dan
Johnson, 1990), sedang referensi lainnya menggunakan C=1,3 (Mangkoesoebroto, 2007).
Dengan menggunakan nilai C = 1,3, maka Persamaan (5.33) dapat ditulis kembali menjadi:
≤ 1,3୲ R ୬୲  ‫׎‬ ୲ R ୬୴
ୖ౫౬
Rut (5.34)
౬ ୖ౤౬

atau: fut ≤ ୲ f୲ (5.35)


dimana :
ୖ౫౪
fut = [5.36(a)]
୅ౘ

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 22


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

౤౪ ౤౪
= 1,3  f
౬ ౤౬ 
ft [5.36(b)]
ౘ
౫౬
fuv = ౘ
[5.36(c)]
mengingat :
౤౪
= 0,75 f (5.37)
ౘ
dan :
5.38a
{ 0,4 m f dengan ulir pada bidang geser

౤౬
0,5 m f tanpa ulir pada bidang geser 5.38b
ౘ
=

maka dengan mensubsitusi Persamaan [5.36(c)] dan [5.38(a)] dan [5.38(b)] ke dalam
Persamaan [5.36(b)] akan diperoleh harga tegangan tarik ft untuk baut dengan ulir pada
bidang geser sebagai berikut (Mangkoesoebroto, 2007):
,
ft = 1,3 0,75f  , f
౬ 
[5.39(a)]
untuk baut tanpa ulir pada bidang geser sebagai:
,
ft = 1,3 0,75f  , f
౬ 
[5.39(b)]
dan :
ft ≤ 0,75f [5.39(c)]
atau dalam peraturan digunakan untuk A325 [ f = 825 MPa (untuk diameter baut ≤ 25,4


mm), ! = 0,75 dan m = 1], sehingga untuk baut dengan ulir pada bidang geser:
ft = 807  1,9f # 621 MPa [5.40(a)]
౫౬
fuv = ౘ
≤ 0,4 ! m f [5.40(b)
dan untuk baut tanpa ulir pada bidang geser
ft = 807  1,5f # 621 MPa [5.41(c)]
౫౬
fuv = ౘ
≤ 0,5 ! m f [5.41(b)
Dengan dasar perhitungan diatas, selanjutnya SNI 03-1729-2002 pada butir 13.2.2.3
menetapkan bahwa untuk baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul gaya geser
terfaktor, Vu, dan gaya tarik terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi 2 persyaratan
berikut:
 0,4 ! m f → dengan ulir pada bidang geser
fuv =  ౫ # (
0,5 ! m f → tanpa ulir pada bidang geser
(5.42)

౫
!R  = ! f A + 
(5.43)
dimana:
! = 0,75
n = jumlah baut
m = jumlah bidang geser
syarat tegangan tarik ft untuk baut Tipe A325:
807  1,9f # 621 MPa → dengan ulir pada bidang geser
≤ (
807  1,5f # 621 MPa → tanpa ulir pada bidang geser
ft (5.44)
untuk baut Tipe A307 (baut mutu normal) :
ft ≤ 410  1,9f # 310

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 23


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

5.5.2. Sambungan Tipe Friksi


Menurut SNI 03-1729-2002 butir 13.2.3.3, baut pada sambungan yang slipnya
dibatasi dan memikul gaya tarik terfaktor, Tu, harus memenuhi ketentuan berikut:
౐౫
౫

≤ V 1  ౤
, ౘ
 (5.45)

dimana :
Vn = 1,13  µ m T [dari Pers.(5.12)]
m = jumlah bidang geser
n = jumlah baut
Tb = gaya tarik baut minimum pada pemasangan.

Soal No. 7
Diketahui suatu sambungan baut memikul beban mati (DL) 15 ton dan beban hidup (LL) 30
ton. Bentuk sambungan dan pembebanan dapat dilihat pada gambar berikut. Periksa
apakah sambungan baut tersebut aman dalam memikul beban yang bekerja, baik sebagai
sambungan tipe tumpu maupun tipe geser !. (Gunakan baut jenis A325 ∅ 22mm dan tidak
ada ulir pada bidang geser. Asumsikan pula bahwa pelat buhul dan flens kolom kuat
memikul beban yang bekerja)

Kolom
Profil IWF

30°

Tu

Jawaban
Pu = 1,2  15  1,6  30  66 ton
Tu = P  T cos α  66  0,866  57,156 ton
Vu = P  T sin α  66  0,5  33 ton

Pemeriksaan sambungan sebagai tipe tumpu


a. Apabila memikul gaya geser, syarat menurut SNI 03-1729-2002:
౫
fuv = 0,5  m f 
 ౘ
dimana:

Ab = 
π 22  380 mm

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 24


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

౫ 
fuv =   0,01447 ton⁄mm  144,7 MPa
 ౘ 
0,5  f m  0,5  0,75  825  1  309,375 MPa
diperoleh : fuv < 0,5  f m …… OK !

b. Apabila memikul gaya tarik, syarat menurut SNI 03-1729-2002:


౫
 R =  f A  
dimana:
ft = 807  1,5f   807  1,5  144,7  589,95 MPa
౫ ,

= 
 9,526 ton
 R  =  f A  0,75  589,95  380  168135,75 N  16,813 ton
౫
diperoleh: <  R …… OK !


Pemeriksaan sambungan sebagai tipe friksi


Syarat menurut SNI 03-1729-2002:
౐౫
౫ ౤

≤ V !1  , ౘ
"

dimana:
౫ 

= 
 5,5 ton
Vn = 1,13 µ m T µ = 0,35 →
Tb = 17,3 ton (lihat Tabel 5.3)
Vn = 1,13  0,35  1  17,3  6,842 ton
 V = 1  6,842  6,842 ton
౐౫
౤ , ⁄
V !1  , ౘ
"  6,842 %1  ,,&  3,508 ton

diperoleh:
౐౫
౫ ౤

 V !1  , ౘ
" …… Tidak OK !

Kesimpulan : Rencana sambungan baut sangat aman sebagai sambungan tipe tumpu, tetapi
tidak aman sebagai sambungan tipe friksi.

5.6 Sambungan yang Memikul Beban Tarik Aksial


Sambungan batang tarik ini memikul beban tarik aksial tanpa geser, dimana garis
kerja beban tarik tersebut tegak lurus terhadap batang yang dihubungkan dengannya.
Contoh dari jenis sambungan ini dapat dilihat pada Gambar 5.12. Salmon dan Johnson
(1990) menjelaskan bagaimana efek beban eksternal pada baut mutu tinggi yang diberi
gaya tarik awal (pra-tarik). Tinjau Gambar 5.13, yaitu suatu baut tunggal dan bagian pelat
yang disambung oleh baut tersebut. Bagian-bagian yang disambung tersebut memiliki tebal
t dan luas daerah kontaknya adalah An.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 25


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gambar 5.12. Sambungan yang memikul


beban tarik aksial

Situasi sebelum beban eksternal bekerja dapat dilihat pada Gambar 5.13(b), dimana
baut telah dipasang dengan gaya tarik awal sebesar Tb. Bagian-bagian yang disambungkan
mengalami tekan awal sebesar Ci. Persamaan kesetimbangan gaya adalah:
Ci = Tb (5.46)
Kemudian dikenakan beban eksternal P dan gaya-gaya yang bekerja [lihat Gambar
5.12(c)]. Persamaan keseimbangan selanjutnya adalah:
P + Cf = Tf (5.47)
Subskrip f pada persamaan diatas menunjuk pada kondisi final setelah pemberian beban P.

Gambar 5.12. Efek prategang pada sambungan baut


(Salmon dan Johnson, 1990)

Gaya P yang bekerja pada sistem tersebut akan memperpanjang baut sebesar
diantara sisi bawah kepala baut dan permukaan kontak di antara kedua pelat yang
disambungkan, diperoleh:
= (5.48)
dengan:
Eb = modulus elastisitas baut
Tf = gaya final di dalam baut setelah beban eksternal bekerja

Pada tekanan yang sama, tekanan antara pelat menurun dan ketebalan pelat naik
sebesar , sehingga diperoleh:
δp = (5.49)
dengan:
Ep = modulus elastisitas dari materi pelat

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 26


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Cf = gaya tekan final antara bagian-bagian yang disambungkan setelah beban eksternal
dikenakan

Bila kontak terus berlangsung, kompatibilitas deformasi menghendaki supaya δb=δp,


berarti:
୘౜ ି୘ౘ େ౟ ିେ౜
୅ౘ ୉ౘ
= ୅౦ ୉౦
(5.50)
Selanjutnya subsitusi Persamaan (5.46) untuk Cf ke dala, Persamaan (5.50) akan
menghasilkan:
୘౜ ି୘ౘ ୘ౘ ି୘౜ ା୔
= (5.51)
୅ౘ ୉ౘ ୅౦ ୉౦
Modulus elastisitas Eb untuk baut dan Ep untuk pelat pada hakikatnya sama dan dapat
dieliminasi. Kemudian penyelesaian untuk Tf akan menghasilkan:
T୤  Tୠ   Tୠ  T୤  P
୅౦
(5.52)
୅ౘ

T୤ 1    Tୠ 1  P
୅౦ ୅౦
୅ౘ ୅ౘ

= Tୠ 

Tf ఽ౦ (5.53)
ଵା
ఽౘ

Soal No. 8
Suatu baut dari jenis A325 berdiameter 22 mm digunakan pada sambungan yang memikul
gaya tarik langsung seperti terlihat pada gambar berikut. Apabila luas daerah kontak antar
pelat Ap = 8000 mm2, maka tentukanlah berapa gaya tarik final dan kenaikan gaya tarik
pada baut tersebut. Asumsikan beban kerja (layan) adalah 20% beban mati dan 80% beban
hidup.

Ru Ru
Jawaban

Ru = 1,2 0,2R  1,6 0,8R  1,52 R


Beban terfaktor Ru dihitung sebagai berikut:

Kekuatan desain baut:


R ୬ = 0,75f୳ୠ 0,75Aୠ   0,75  825  0,75  ସ  π  22ଶ 

= 176343,75 N = 17,634 ton

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 27


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

kekuatan desain R  dengan beban terfaktor Ru, diperoleh:


Beban layanan R yang digunakan untuk setiap baut dihitung dengan menyamakan

Ru = R 
1,52 R = 17,634 ton
R = 11,601 ton
Dari Tabel 5.3 diperoleh gaya tarik awal pada baut A325 dengan ∅ 22 mm sebesar:
Tb = 17,3 ton
Rasio daerah kontak pelat dengan baut adalah:
 21,053
౦ 
=
ౘ 
Gaya tarik final pada baut dihitung sebagai berikut (dimana P per baut sama dengan R):
= T  17,3
 , 
Tf ఽ౦
  , 
ఽౘ

= 17,826 ton
Peningkatan gaya tarik = 3,04%.

Soal No. 9
Suatu sambungan baut memikul beban mati (DL) 10 ton dan beban hidup (LL) 25 ton
seperti tergambar berikut. Tentukan berapa baut yang dibutuhkan bila menggunakan baut
A490 berdiameter 19 mm. Asumsikan bahwa ukuran bagian-bagian yang membentuk
sambungan tersebut sudah memenuhi persyaratan.

Tu Tu

Kekuatan tarik rencana R  untuk masing-masing baut adalah :


Jawaban

R  = 0,75f 0,75A   0,75  1035  0,75    π  19 




= 164983,205 N = 16,498 ton

Tu = 1,2  10 1,6  25  52 ton


Gaya tarik terfaktor Tu dihitung:

Jumlah baut n yang dibutuhkan adalah:



౫
n =
౤  ,
= 3,15 ≈ 4 baut

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 28


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

5.7 Geser dan Tarik Akibat Pembebanan Eksentris


Tinjau kembali sambungan pada konsol yang terdapat pada Gambar 5.10(a) dan (c).
Beban eksentris yang bekerja pada konsol menyebabkan gaya geser maupun tarik pada
baut-baut bagian atas. Menurut Salmon dan Johnson (1990), gaya-gaya nominal yang
ditanggung oleh baut ditentukan dengan salah satu dari dua pendekatan berikut:
1. dengan pengabaian semua gaya tarik awal pada baut
2. dengan menganggap adanya gaya tarik awal pada baut
Selanjutnya pada sub bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pendekatan yang kedua.
Tinjau Gambar 5.13 dimana momen beban layanan M yang bekerja pada sambungan
konsol menyebabkan gaya tarik pada baut-baut sebelah atas, dengan gaya baut maksimum
berada pada baut paling atas.

Gambar 5.13. Tegangan-tegangan pada permukaan kontak dari sambungan


yang menahan momen dengan memperhitungkan tarik awal pada baut
(Salmon dan Johnson, 1990)

Tekanan tumpu awal fbi yang terlihat pada Gambar 5.13(c) diasumsikan seragam di seluruh
daerah kontak bd dan sama dengan:
∑ ౘ
fbi = (5.54)

dimana ∑Tb adalah beban pratarik dikalikan dengan banyaknya baut. Tegangan tarik ftb
pada bagian atas yang disebabkan oleh momen adalah:
⁄ 
ftb = 
ൌ మ
(5.55)
dan tidak boleh melebihi fbi bila tekan di antara bagian-bagian yang disambung
dikehendaki tetap di puncak.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 29


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Beban T pada baut puncak sama dengan produk luas ikutan baut (lebar b dikalikan

= f bp
dengan jarak antar baut p) dikalikan dengan ftb, sehingga diperoleh:
T (5.56)
Subsitusi Persamaan (5.55) ke (5.56) menghasilkan:
bp 
  

Dengan mengasumsikan baut puncak sekitar p⁄2 dari puncak, harga T dapat dimodifikasi
T = (5.57)
మ మ

menjadi:
= T

Ttermodifikasi 
  
= (5.58)
మ 

Soal No. 10
Tentukan berapa beban layan yang dapat dipikul oleh sambungan baut yang mengalami
geser dan tarik pada gambar berikut. Baut yang digunakan adalah baut A325 dengan
diameter 22 mm tanpa ulir pada bidang gesernya. Anggap beban yang bekerja terdiri dari
20% beban mati dan 80% beban hidup.

120

50
100

100 400

100
50

 150.150.14
Kolom
Profil IWF

Jawaban

Pu = 1,2 0,2 P  1,6 0,8 P  1,52 P


Beban terfaktor Pu:

Menghitung gaya geser dan gaya tarik terfaktor pada baut dengan asumsi bahwa beban-
beban yang bekerja tidak mengatasi tekan awal diantara bagian-bagian yang disambung.
Sumbu netral untuk lentur terletak pada pertengahan bidang kontak.
Dengan menggunakan momen terfaktor Mu dan beban terfaktor Tu per baut masing-masing

Mu = P  e
untuk M dan Ttermodifikasi, maka:


 ౫    ,     
Tu = మ  మ 
= 0,456 P

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 30


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Gaya geser yang dipikul oleh setiap baut adalah:


  0,19 P
౫ , 
V =
Kekuatan disain  R  dari setiap baut dalam geser dan tarik dihitung sebagai berikut:
 


R  = 0,75 0,5 f  m A
untuk geser

= 0,75  0,5  825  1    π  22 




= 117603,557 N = 11,76 ton



 f A =  A 807  1,5 f   621 A
untuk tarik

 A 807  1,5 f  =  A  807   A  1,5  f 


dimana :

= 0,75   π  22  807  0,75  1,5  V 




= 23,01  1,125 V
  621  A = 0,75  621    π  22 


= 17,704 ton

= 23,01  1,125 V  17,704  !


maka:
Tu maks

Dengan asumsi bahwa persamaan interaksi berpengaruh, penyelesaian untuk P diperoleh

0,465 P  23,01  1,125 V → V  0,19 P


dengan menyamakan Tu ke Tu maks, diperoleh:

0,465 P  23,01  0,213 P


P = 33,938 ton

Vu = 0,19 P  0,19  33,938  6,448 ton   R   11,76 ton …… Ok !


Periksa Vu maks dengan batas atas Tu (17,704 ton), diperoleh:

Tu = 0,465 P  0,465  33,938  15,781 ton  T   17,704 ton …… Ok !


Maka kapasitas beban kerja P adalah 33,938 ton.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 31


Diktat Kuliah Struktur Bangunan Baja
Jurusan Teknik Sipil Universitas Cenderawasih

Daftar Pustaka
Badan Standarisasi Nasional, 2000, Tata Cara Perencanaan Struktur Baja untuk
Bangunan Gedung, SNI 03-1729-2002, Bandung.

Mangkoesoebroto, S.P., 2007, Struktur Baja, Handout versi e-file (format PDF), Teknik
Sipil ITB.

Morisco, dkk., 1994, Pengetahuan Dasar Struktur Baja, Edisi ke-3, Paguyuban Dosen
Baja Yogyakarta (PADOSBAJAYO), Nafiri, Yogyakarta.

Salmon, C.G., dan Johnson, J.E., 1990, Steel Structures, Emphasizing Load and Resistance
Factor Design, 3rd Edition, HarperCollins, Publisher inc.

File : Tobok SM Aritonang, M.Eng. Sambungan Baut 32

Anda mungkin juga menyukai