1 (Juni 2019) 31 - 38
Website:
http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip
Hafid Alwan1*
1 Jurusan Teknik Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jenderal Sudirman Km.03 Cilegon, Banten – Indonesia 42443
*Email: hafidalwan@untirta.ac.id
Abstrak
Reaksi dalam sistem gasifikasi meliputi reaksi oksidasi, bouduard, WGR, WGSR, dan metanasi. Reaksi-reaksi
tersebut dapat dimodelkan melalui kesetimbangan reaksi termodinamika untuk memprediksi komposisi gas
produser. Biomassa digambarkan sebagai CHxOyNz dengan agen pengoksidasi berupa udara. Produk gasifikasi
yang disebut dengan gas produser terdiri atas gas CO, CO2, H2, CH4, dan N2. Model yang digunakan untuk
memperkirakan gas produser adalah model homogen atau model schlapfer. Dalam model ini, persamaan reaksi
yang dijadikan model reaksi adalah reaksi water gas shift (WGSR). Reaksi tersebut dapat memprediksi hampir
seluruh komposisi gas produser di dalam sistem gasifikasi. Rasio udara terhadap bahan bakar yang digunakan
(AFR) sebesar 0,3. Nilai konstanta kesetimbangan termodinamik dari model ini sebesar K = 0,262 pada suhu
kesetimbangan gasifikasi 1073 K. Komposisi gas produser yang dihasilkan dari model ini yaitu CO= 24,55 %-mol,
H2= 12,81 %-mol, CO2= 6,89 %-mol, H2O= 13,74 %-mol, dan N2= 40 %-mol.
Abstract
The reaction in the gasification system includes oxidation, bouduard, WGR, WGSR, and methanation reactions.
These reactions can be modeled by the thermodynamic equilibrium reactions to predict the composition of the
producer gas. The biomass is represented as ChxOyNz with air as the oxidizing agent. Gas producer consist of CO,
CO2, H2, CH4 and N2. The model used in estimating producer gas is a homogeneous model or schlapfer model. In this
model the reaction equation used as a reaction model is a water gas shift reaction (WGSR). It can predict almost all
of the gas composition of the output in the gasification system. The ratio of air to fuel used (AFR) is 0.3. The value of
the thermodynamic equilibrium constant of this model is K = 0.262 at the gasification equilibrium temperature of
1073 K. The producer gas composition produced from this model is CO = 24.55 %-mole, H2 = 12.81 %-mole, CO2 =
6.89 %-mole, H2O = 13.74
%-mole and N2 = 40 %-mole.
2
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
Tabel 1. Emisi CO2 yang dihasilkan dalam produksi energi menggunakan berbagai bahan baku
CO2 (g/MJ)
Bahan Disimpan Ditambahkan Konversi
Bahan Baku Emisi ke
Bakar dalam bahan ke dalam dan Pembakaran
lingkungan
baku proses Distribusi
Diesel Minyak bumi 0 13 6 67 86
Biodiesel Minyak Canola -64 14 7 92 49
FT Diesel Kayu -162 7 113 59 17
Etanol Gandum -138 3 89 81 35
Etanol Kayu -135 3 95 81 44
Biomassa merupakan sebutan yang diberikan dapat dimodelkan secara termodinamika untuk
untuk material yang tersisa dari makhluk hidup menentukan komposisi gas produser pada reaksi
terutama tanaman atau hewan. Energi yang kesetimbangan.
terkandung di dalam biomassa berasal dari Gas produser dari biomassa dapat dihasilkan
matahari melalui proses fotosintesis. Sumber melalui dekomposisi termal. Secara umum terdapat
biomassa di Indonesia bervariatif mulai dari tiga jalur konversi termal biomassa, yaitu melalui
sampah kota, limbah hutan, serta limbah pertanian jalur pembakaran, gasifikasi serta pirolisis dan
dan perkebunan. Sumber yang potensial di hidrotermal. Perbedaan ketiga proses tersebut
Indonesia sebagai negara agraris adalah limbah adalah pada kebutuhan udara.
pertanian dan perkebunan. Salah satu contohnya Gas sintesis (syngas) dengan kandungan utama
adalah sekam padi, data dari BPS pada tahun 2018 berupa gas CO dan H2 dari ketiga cara tersebut
menunjukkan bahwa potensi sekam padi di
hanya dihasilkan melalui proses gasifikasi, dimana
Indonesia cukup besar yaitu sekitar 12 juta ton
konversi ini dilakukan menggunakan udara parsial.
dengan lokasi produksi terbesar berada di Jawa
Kedua jenis gas mudah bakar tersebut dapat
Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
dikonversi menjadi turunan bahan kimia lainnya
Data karakteristik beberapa biomassa yang
ataupun digunakan sebagai bahan bakar yang
dinyatakan dalam bentuk analisa ultimat dan
ramah lingkungan, sebagai contoh untuk bahan
proksimat dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
bakar pembangkit kukus, dimana kukus digunakan
Data ini berguna untuk perhitungan neraca massa
untuk membangkitkan energi listrik.
dan energi dalam konversi termokimia, sehingga
Tabel 2. Data analisa ultimat dan proksimat biomassa pertanian dan perkebunan (%db) (Yin, 2011)
Analisa Proksimat Analisa Ultimat (%wt) HHV
No Biomassa (%wt)
VM FC Abu C H N O S Mj/kg
1 Sekam Padi 61,81 16,95 21,24 38,50 5,20 0,45 34,61 - 14,69
2 Baggas Tebu 83,66 13,15 3,20 45,48 5,96 45,21 0,15 - 18,73
3 Jerami 65,47 15,86 18,67 38,24 5,20 0,87 36,26 0,18 15,09
4 Cangkang Sawit 77,28 17,59 5,14 48,34 6,20 2,62 37,44 0,26 20,71
5 Cangkang Kelapa 77,19 22,10 0,71 50,22 5,70 43,37 0 - 20,50
6 Kayu Bambu 86,80 11,24 1,95 48,76 6,32 0,20 42,77 - 20,55
3
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
Gasifikasi biomassa merupakan konversi reaktor gasifikasi dengan teknologi yang fleksibel
termokimia dari bahan bakar biomassa padat menjadi untuk menangani biomassa dan sampah kota hingga
bahan bakar yang mudah terbakar dengan adanya skala yang besar sekalipun. Reaktor unggun
sejumlah oksigen kurang dari yang dibutuhkan untuk terfluidakan dapat meminimalisir tar serta partikulat
pembakaran stoikiometri (Sansaniwale et al., 2017). kecil lainnya di dalam gas produser, dan memiliki nilai
Gasifikasi dilakukan dalam reaktor yang disebut kalor (heating value) gas sintesis yang tinggi serta
gasifier, dan melibatkan berbagai reaksi pembentukan komposisi gas H2 yang besar, sehingga memungkinkan
gas yang mengubah material karbon menjadi gas yang
gas sintesis untuk dikonversi menjadi bahan kimia.
mudah terbakar dan bahan bakar cair. Meskipun
Perolehan produk hasil gasifikasi sangat
merupakan teknologi yang menjanjikan untuk aplikasi
bergantung terhadap beberapa reaksi yang komplek,
pembangkit listrik dan panas, gasifikasi biomassa
seperti fast pyrolysis, partial oxidation pyrolysis,
memiliki beberapa hambatan teknologi yang
gasifikasi arang, konversi tar dan hidrokarbon rantai
membatasi komersialisasinya. Dalam operasi mesin,
pendek, dan water gas shift reaction. Selain proses
gas produser bisa menjadi bahan bakar alternatif yang
yang kompleks tersebut, distribusi produk juga
bisa dikenali untuk transportasi dan pembangkit
dipengaruhi laju perpindahan panas dan waktu
listrik. Hal tersebut tidak hanya menghasilkan listrik
tinggal di reaktor. Karena kompleksnya fenomena
dengan biaya rendah namun juga mengurangi bahaya
yang terjadi di dalam gasifier, maka diperlukan suatu
kesehatan yang diakibatkan oleh emisi dan menjaga
model matematika yang bisa digunakan untuk
kebersihan atmosfer.
membantu memprediksi komposisi keluaran gasifier
Reaksi gasifikasi merupakan reaksi endotermis, serta efisiensi kerja gasifier. Model yang bisa
dengan oksidator berupa udara, kukus, dan oksigen digunakan adalah model laju reaksi kinetika, model
dalam jumlah yang terbatas. Gas yang dihasilkan dari kesetimbangan termodinamika, serta Computational
proses gasifikasi berupa karbon monoksida (CO), Fluid Dynamic (CFD) dan Artificial Neural Network
hidrogen (H2), karbon dioksida (CO2), metana (CH4), (ANN) model (Baruah & Baruah, 2014). Sejumlah
sedikit hidrokarbon berantai tinggi (etena dan etana), penelitian telah dilakukan untuk
air (H2O), nitrogen (N2), dan berbagai partikulat kecil memodelkan proses gasifikasi menggunakan model
seperti arang, abu, tar, alkali, dan senyawa sejenisnya. kesetimbangan termodinamika. Minimalisasi energi
Dalam beberapa penelitian yang dipublikasikan bebas Gibbs merupakan pendekatan model
menjelaskan bahwa komposisi gas produser (CO, CO 2, kesetimbangan termodinamika non-stoikiometri yang
H2, CH4) lebih besar jika menggunakan agen oksidasi telah banyak digunakan untuk memprediksi gas
berupa kukus dibandingkan dengan udara (Aydin et al, sintesis dari proses gasifikasi (Adnan et al., 2017;
2018; Balat et al., 2009; Cempa-Balewicz et al., 2013; Aydin et al., 2018; Cempa-Balewicz et al., 2013; Huang
Shayan et al., 2018). & Ramaswamy, 2009; Jarungthammachote & Dutta,
Tar yang terbentuk dari hasil samping gasifikasi 2008; Miccio et al., 2008; Shayan et al., 2018).
dalam skala kecil tidak terlalu berpengaruh terhadap Beberapa peneliti mengembangkan
gas produser, tetapi jika dalam jumlah yang besar model dengan mempertimbangkan
perlu dilakukan perlakuan khusus untuk pembentukan tar di dalam proses
menghilangkannya sebelum gas produser memasuki gasifikasi (Adnan et al., 2017).
proses selanjutnya. Untuk mengatasi pembentukan tar
yang berlebihan berbagai upaya telah dilakukan. Salah 2. DESKRIPSI MODEL
satunya adalah dengan cara catalytic reforming, untuk Konversi termal biomassa pada sistem gasifikasi
mengkonversi tar menjadi senyawa hidrokarbon dapat dibagi menjadi tiga proses utama, yaitu
ringan (J. Huang et al. 2011; Wang et al., 2008). Adnan pengeringan, pirolisis dan gasifikasi. Pirolisis
et al. (2017) dalam hasil penelitiannya merupakan konversi termal tanpa adanya oksigen
mengungkapkan bahwa produksi tar di dalam gas pada rentang temperatur 400–500°C (Bridgwater,
sintesis dapat ditekan hingga seminimal mungkin 2012). Produk dari pirolisis berupa arang, bio-oil dan
dengan cara mengkombinasikan penggunaan agen gas pirolisis. Agen oksidasi gasifikasi berupa udara
pengoksidasi (udara, kukus, dan oksigen). akan bereaksi dengan arang menghasilkan gas
Untuk menghasilkan gas sintesis dari biomassa produser. Untuk mencapai konversi maksimal,
yang efisien dan bersih dari polutan bergantung pada temperatur gasifikasi berada pada rentang 800oC atau
jenis reaktor yang digunakan, jenis biomassa, agen lebih tinggi. Model matematis yang dibangun sedapat
oksidasi, dan kondisi operasi. Wang et al. (2008) mungkin menggambarkan proses gasifikasi biomassa
dalam hasil penelitiannya memaparkan bahwa secara keseluruhan. Sehingga, model
teknologi gasifikasi memiliki kelebihan dan ini dibangun berdasarkan
kekurangan masing- masing serta agen oksidasi yang pendekatan-pendekatan tertentu, supaya persamaan-
umum digunakan. Pembentukan tar dan arang yang persamaan yang terbentuk dapat
berlebihan, serta nilai kalor gas produser yang rendah diselesaikan. Beberapa asumsi yang digunakan dalam
dapat terjadi, jika pemilihan reaktor, agen oksidasi, penyelesaian model matematis ini diantaranya:
dan kondisi operasinya tidak tepat. a. Biomassa direpresentasikan dalam bentuk
Miccio et al. (2008) dalam penelitiannya CHxOyNz
mengungkapkan bahwa reaktor unggun terfluidakan b. Produk gasifikasi terdiri atas gas CO2, CO, H2, H2O,
(fluidized bed) pada tekanan atmosferik merupakan
4
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
CH4, dan N2
c. Reaksi berjalan pada
kesetimbangan termodinamika
5
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
H : yC B 2 H y H2O yCH 4 G
Cs H2O( g ) CO( g ) H2g 2
(3) 2 (10)
y
c. Reaksi bouduard O : yO B 2 yO U yCO 2 yCO2 2 yH O (11)
G
Cs CO2 ( g ) 2CO( g N : yN B 2 yN U 2 yN
(4) (12)
)
G
d. Reaksi metanasi Hubungan antara konstanta kesetimbangan reaksi
Cs 2H 2 ( g ) CH4 ( g ) berdasarkan neraca massa dan termodinamika pada
(5) fase gas dinyatakan sebagai berikut et al., 2005);
e. Reaksi homogeneous water gas shift
CO H O CO H
P
g 2 g 2g (6)2g K y KT ∘
Empat reaksi pertama (Pers. (2) s/d. (5)) P
merupakan reaksi independen, sedangkan reaksi y
K
ˆ
i
P
(13)
i i
i T ∘
terakhir atau reaksi homogeneous WGS merupakan P
penjumlahan dari reaksi heterogeneous water gas shift
dan reaksi bouduard. Reaksi oksidasi umumnya Dimana i dan Po adalah tekanan
berlangsung dengan sangat cepat dan sempurna,
i ˆ
sedangkan reaksi bouduard, heterogeneous water gas standar/referensi (umumnya 1 bar atau 1 atm). i
shift dan metanasi berlangsung pada reaksi merupakan nilai fugasitas masing-masing komponen.
kesetimbangan. Jika gas produser diperlakukan sebagai gas ideal, dan
Model yang digunakan pada makalah ini adalah kondisi operasi reaktor berada pada tekanan rendah
model homogen atau biasa disebut juga dengan model (atmosferik) dan temperatur tinggi, maka nilai
schlapfer, dimana hanya satu persamaan reaksi yang ˆ
digunakan sebagai model kesetimbangan reaksi fugasitas komponen, i = 1 (Smith et al., 2005). Nilai KT
gasifikasi (Susanto & Beenackers, 1996). Reaksi yang pada persamaan tersebut dapat dicari melalui
digunakan untuk memodelkan sistem gasifikasi ini persamaan berikut:
harus mencakup gas produser yang dihasilkan. KT K 0 K1 K 2
6
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
(14)
Sehingga komposisi gas keluaran dapat diketahui, Dimana harga K0, K1 dan K2 dapat dicari dengan
meskipun hanya menggunakan satu persamaan reaksi. persamaan berikuto ini:
Persamaan reaksi yang digunakan dalam makalah ini G
adalah reaksi homogeneous water gas shift (WGSR), K exp 0 (15)
dimana reaksi ini merupakan reaksi simultan antara 0
reaksi bouduard dan reaksi heterogeneous water gas T
shift (Susanto & Beenackers, 1996). Konstanta R T0
H o
K1 exp 0 0 (16)
kesetimbangan reaksi berdasarkan neraca massa dapat 1
dituliskan sebagai berikut: R T T
0
7
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
1 1 12
Dimana n adalah jumlah data.
Aln B T0 Akurasi model yang dikembangkan dibandingkan
2
K2 dengan data eksperimen yang telah dilakukan oleh
1
B T 2 1 1 1 D 1
2 2
beberapa peneliti ilmiah disajikan pada tabel 3. Model
0 2 2 berbasiskan laju reaksi homogen, yaitu reaksi water
6 2T
0 gas shift menunjukkan nilai RMSE yang cukup kecil.
(17) Nilai RMSE yang kecil memiliki arti, penyimpangan
Go model dengan data eksperimen sangat kecil. Model ini
Dengan 0 menyatakan energi bebas Gibbs standar
valid pada kondisi operasi tekanan yang rendah dan
(J/mol) dan T0 menyatakan temperatur awal (K) dan R komponen gas diperlakukan sebagai gas ideal. Model
menyatakan konstanta gas universal (8.314 J/mol.K). homogen memiliki kelemahan, yaitu parameter input
Ho merupakan perubahan entalpi standar (J/mol), salah satu gas produser (gas CH4) harus didefinisikan.
0
A, B, C, dan D merupakan nilai kapasitas campuran Dari beberapa literatur telah disebutkan bahwa fraksi
reaktan dan produk. mol gas CH4 berkisar antara 2–3%-mol (Aydin et al.,
Neraca energi dari sistem gasifikasi ini dapat 2018; Shayan et al., 2018; Susanto & Beenackers,
dituliskan sebagai berikut: 1996).
T 3.2 Analisa Sensitivitas Temperatur Gasifikasi
H R H R TR ni
n
(18) terhadap Perolehan Gas Produser
c pi dT
i1 TR Sistem gasifikasi yang dimodelkan dalam artikel
Panas reaksi (ΔHR) pada temperatur referensi dihitung ini tidak mengikutsertakan kadar air di dalam
menggunakan panas pembakaran masing-masing reaksinya, artinya proses pengeringan dilakukan di
komponen. ni menunjukkan jumlah setiap omponen i alat yang terpisah dengan proses pirolisa dan
dan CPi menunjukkan kapasitas panas komponen i. gasifikasi. Reaksi yang digunakan sebagai model
Keenam pesamaan aljabar non-linier di atas (8-13) kesetimbangan termodinamika adalah reaksi water
dapat diselesaikan secara simultan untuk memperoleh gas shift (WGSR). Reaksi ini digunakan karena reaksi
nilai fraksi setiap komponen, dimana nilai ini ini sudah mewakili hampir semua komponen gas
menunjukkan komposisi gas produk. produser (kecuali CH4).
Reaksi gasifikasi berlangsung pada tekanan
HASIL DAN PEMBAHASAN atmosferis dengan temperatur gasifikasi 800 oC. Pada
3.1 Validasi Model gambar 2 ditunjukkan bahwa pada temperatur 800oC
Pada bagian ini, hasil yang didapatkan dari model komponen CO dan H2 didalam gas sintesis cukup besar
dibandingkan dengan hasil dari eksperimen beberapa dibandingkan temperatur yang lebih tinggi. Hal ini
peneliti. Kesalahan dalam perbandingan antara nilai juga terlihat pada gambar 3, yaitu rasio antara gas
dari model yang dikembangkan dengan hasil hidrogen (H2)terhadap gas karbon monoksida (CO)
eksperimen diestimasi dengan nilai root-mean-square memiliki harga yang terus menurun jika temperatur
error (RMSE) untuk setiap set data (tabel 3). dinaikkan. Pada beberapa literatur menyebutkan
n bahwa proses gasifikasi dapat berlangsung pada
eksperimen mod el
i i 2
temperatur diatas 800oC (Miccio et al., 2008).
i
Konstanta kesetimbangan
n reaksi (K) dari model perhitungan neraca massa dan
energi sama dengan harga K dari model perhitungan
RMSE (19) termodinamik, yaitu K=0,2618.
Tabel 3. Perbandingan nilai gas produser antara model yang dikembangkan (model homogen) dengan hasil
eksperimen.
Wei et Son et Olgun et Simone Mendiburu Fortunato
Model yang
Komponen al. al. al. et al., et al. et al.
dikembangkan
(2011) (2011) (2011) (2012) (2014) (2017)
CO 21,98 21,62 15,90 24,00 21,60 25,43 22,63
H2 17,90 19,19 16,50 13,50 17,60 19,15 18,43
8
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
9
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
0,45
0,40
0,35
0,30
0,25
yi (%-
0,20
0,15
0,10
0,05
0,00
850 950 1050 1150 1250 1350 1450 1550 1650
Suhu (K)
CO H2 CO2 H2O N2
Agen oksidasi yang digunakan pada sistem merupakan reaktan yang mempengaruhi perolehan
gasifikasi biomassa berupa udara yang memiliki (yield) gas H2 di dalam gas produser. Bisa disimpulkan
komposisi (%-mol) 21% oksigen dan 79% nitrogen.
jika WGSR di dalam sistem gasifikasi ini tidak berjalan
Penggunaan udara sebagai agen oksidasi memang
sebagai mestinya, hal itu diindikasikan dari komposisi
memiliki banyak kelemahan akan tetapi dari segi
gas H2 yang terus menurun dan komposisi H 2O yang
ekonomi jauh lebih murah dibandingkan dengan
terus meningkat. Schuster et al. (2001) juga
oksigen ataupun kukus. Penggunaan udara juga akan
menyimpulkan dalam penelitiannya jika komposisi gas
memberikan efek terhadap peralatan di sisi hilir, yaitu
H2 dapat diperbesar dengan menambahkan kukus ke
pada saat pemisahan. Tentunya hal ini tidak menjadi
dalam sistem gasifikasi sehingga reaksi WGSR dapat
masalah jika gas produser yang dihasilkan digunakan
bergeser ke arah kanan yaitu ke arah produk.
sebagai bahan bakar seperti untuk gas engine ataupun
diesel engine. Pada gambar 2 diperlihatkan bahwa
3.3 Analisa Sensitivitas Temperatur Gasifikasi
harga gas nitorgen (N2) semakin tinggi seiring dengan
terhadap Rasio Gas H2/CO
naiknya temperatur gasifikasi. Pembentukan gas N2 di
Pada gambar 3 diperlihatkan juga rasio antara gas
dalam gas produser perlu dihindari karena akan
H2/CO yang terus mengalami penurunan. Hal ini tentu
mempengaruhi entalpi di aliran gas produser, dan juga
mempengaruhi beban panas yang harus disuplai ke perlu diantisipasi dan dicarikan solusinya, karena gas
dalam sistem gasifikasi. Pada sistem ini panas yang produser yang dihasilkan dan kemudian akan
disuplai agar reaksi dapat berlangsung yaitu sebesar dikonversi menjadi bahan kimia lainnya seperti FT-
211,4 MW. Semakin banyak N2 yang terlibat semakin fuel, methanol, dan sebagainya perlu diperhatikan
besar panas yang harus dimasukkan ke dalam sistem. rasio antara H2/CO yang akan masuk ke dalam reaktor.
Pada gambar 2 terlihat bahwa komposisi gas CO Naiknya temperatur gasifier memberikan efek
semakin besar seiring dengan naiknya temperatur. terhadap perolehan gas H2. Tingginya temperatur
Komposisi CO jelas dipengaruhi oleh komposisi CO 2, menyebabkan H2 terkonversi menjadi H2O. Sebagai
dimana CO sebagian besar dihasilkan dari reaksi hasilnya hal ini juga memberikan dampak
bouduard dengan reaktan karbon dan CO2. Pada menurunnya rasio molar H2/CO di gas produser.
gambar 2 komposisi gas CO2 terus mengalami Komposisi yang dihasilkan di gas produser ini
penurunan seiring dengan naiknya temperatur hal itu merupakan hasil simulasi dengan satu model reaksi.
berbanding terbalik dengan komposisi CO yang terus Jika ditinjau secara keseluruhan sistem gasifikasi ini
meningkat. Komposisi gas H2 di dalam gas produser memiliki lima persamaan reaksi yang mencakup
seluruh komponen gas produser. Penurunan
mengalami penurunan terhadap kenaikan temperatur,
Schuster et al. (2001) menjelaskan bahwa seharusnya komposisi H2 pada gambar 2 dan rasio H 2/CO pada
komposisi gas H2 di dalam gas produser berbanding gambar 3, dapat diminimalisir dengan memodelkan
lurus dengan komposisi gas CO. Jika diperhatikan lebih dari satu persamaan reaksi. Selain itu gas
komposisi H2O di dalam gas produser terus mengalami produser yang dihasilkan, dimodelkan dengan
mengikuti persamaan- persamaan gas nyata, sehingga
kenaikan, padahal jika dilihat dari reaksi yang
penyimpangan yang terjadi di komposisi gas produser
membatasi sistem gasifikasi ini yaitu WGSR, H2O
dapat diminimalisir.
1
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
1,00
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
Rasio
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00
850 950 1050 1150 1250 1350 1450 1550 1650
Suhu (K)
1
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38
1
Jurnal Integrasi Proses Vol. 8, No. 1 (Juni 2019) 31 - 38