Anda di halaman 1dari 11

BAHAN AJAR

Sistem Sirkulasi pada Manusia

Indikator Pencapaian Kompetensi:


Menjelaskan struktur dan fungsi komponen darah pada manusia
Menjelaskan mekanisme pembekuan darah
Menjelaskan cara penggolongan darah pada manusia
Menjelaskan manfaat penggolongan darah pada tranfusi darah
Menganalisis kaitan struktur organ peredaran darah dengan fungsinya
pada sistem peredaran darah manusia

Membedakan sistole dan diastole pada tekanan darah manusia

Membedakan sistem peredaran darah besar dengan sistem peredaran


darah kecil

Mendeskripsikan masing-masing komponen sistem limfa

Menjelaskan sistem peredaran limfa

Membedakan peredaran limfa dengan peredaran darah

Menjelaskan fungsi sistem limfa


Menganalis kaitan kelainan organ peredaran darah terhadap fungsi
sistem peredaran darah
Sistem Sirkulasi

Sistem Peredaran Sistem Limfa Gangguan Sistem Teknologi Sistem


Darah Peredaran Darah Peredaran Darah

Darah Organ Limpa

Plasma Cairan Limpa


darah

Sel dan Aliran Limpa


keping darah

Eritrosit Leukosit Trombosit


Duktus Limfatikus
Sinistra

Mekanisme Duktus Limfatikus


Pembekuan Darah Dekstra

Golongan Darah

Sistem AB0 Sistem


Rhesus

Manfaat Penggolongan darah


terhadap Tranfusi Darah

Organ Peredaran
darah

Jantung

Pembuluh
Darah

Arteri Kapiler Vena

Mekanisme
Peredaran Darah
pada Manusia

Peredaran darah
pulmonalis

Peredaran darah
sistemik
3.6.1 Darah
Darah adalah cairan tubuh yang terdapat pada jantung dan pembuluh darah. Komponen
penyusun darah, yaitu plasma darah sekitar 55%, sedangkan sel-sel darah dan keping darah
sekitar 45%. Sel darah dan keping darah lebih berat dibandingkan plasma darah, sehingga
komponen tersebut dapat dipisahkan melalui teknik sentrifugal (metode yang digunakan
untuk mempercepat proses pengendapan partikel-partikel).

Gambar 1. Komponen darah setelah proses sentrifugasi


1) Plasma darah
Plasma darah manusia mengandung 90 % air dan 10 % zat-zat terlarut. Zat-zat
terlarut tersebut, yaitu:
a. Protein plasma, terdiri atas albumin, globulin dan fibrinogen.
1. Albumin, terdapat sekitar 55-60% dari keseluruhan protein plasma. Albumin
biosintesis dihati. Albumin berfungsi untuk menjaga volume dan tekanan darah.
2. Globulin membentuk sekitar 35% protein plasma. Terdapat dua jenis globulin yakni:
a. Alfa dan beta globulin, disintesis di hati, berfungsi sebagai pembawa lipid,
hormon, dan berbagai substrat lainnya.
b. Gama globulin (imunoglobulin), merupakan antibodi yang berfungsi dalam
imunitas tubuh dan disintesis di jaringan limfosit.
3. Fibribogen, membentuk sekitar 4% protein plasma, disintesis di hati, dan berfungsi
pada mekanisme pembekuan darah.

Pada plasma darah terdapat pula serum lipoprotein, yaitu senyawa biokimiawi yang
mengandung protein dan lemak. Serum lipoprotein dapat berupa enzim, antigen dan
toksin.
b. Garam (mineral), plasma dan gas terdiri atas O 2 dan CO2. Konsentrasi garam kurang
dari 1 %. Garam ini diserap dari usus dan berfungsi untuk menjaga tekanan osmotik dan
pH darah. Adapun gas yang diserap dari jaringan paru-paru. O 2 berfungsi untuk
pernapasan sel dan CO2 merupakan sisa metabolisme.
c. Zat-zat makanan terdiri atas lemak, glukosa, dan asam amino sebagai makanan sel. Zat
makan ini diserap dari usus.
d. Sampah nitrogen, hasil metabolisme terdiri atas urea dan asam urat. Sampah –sampah
ini diekskresikan oleh ginjal.
e. Zat-zat lain seperti hormon, vitamin dan enzim yang berfungsi untuk metabolisme. Zat-
zat ini dihasilkan oleh berbagai macam sel.
2) Sel darah
a. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel darah merah memiliki bentuk seperti cakram/bikonkaf, tidak mempunyai inti sel
(nukleus), ukurannya kira-kira 0,007 mm, tidak dapat bergerak, dan warnanya kuning
kemerah-merahan, karena di dalamnya mengandung hemoglobin. Warna ini akan bertambah
merah jika di dalamnya mengandung banyak oksigen. Setiap eritrosit mengandung sekitar 300
juta molekul hemoglobin yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin tersusun atas suatu
protein globin, yang terdiri atas 4 rantai polipeptida yang melekat pada 4 gugus hem yang
mengandung zat besi.
Jumlah sel darah merah pada laki-laki sehat sekitar 4,2-5,4 juta sel/mm 3 darah,
sedangkan pada wanita sehat sekitar 3,8-4,8 juta sel/mm 3 darah. Satu tetes darah setara
dengan 50 mm3. Hematokrit adalah rasio volume eritrosit yang dipisahkan dari plasma darah
dengan menggunakan metode sentrifugal dibandingkan total darah. Nilai sampel darah
dinyatakan dalam persentase. Hematokrit laki-laki 42%-54%, sedangkan hematokrit
perempuan 37%-47%. Fungsi eritrosit adalah mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke
seluruh tubuh dan mengikat CO2 dari jaringan tubuh untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
Proses pembentukan eritrosit disebut eritropoiesis, terjadi di sumsum merah tulang dan
diatur oleh hormon eritropoietin. Produksi eritrosit juga dipengaruhi oleh hormon kortison,
hormon tiroid, dan hormon pertumbuhan. Hormon eritropoietin merupakan suatu hormon
lipoprotein yang diproduksi di ginjal. Kecepatan produksi eritropoiten berbanding terbalik
dengan persedian oksigen di dalam jaringan. Jika penerimaan oksigen pada jaringan
berkurang, akan menyebabkan produksi eritrosit semakin meningkat. Rata-rata umur eritrosit
kurang lebih 120 hari. Eritrosit menjadi rusak dan dihancurkan dalam retikulum endotelium
terutama dalam limfa dan hati.

Gambar 2. Sel darah merah (Eritrosit)

b. Sel Darah Putih (Leukosit)


Beberapa ciri-ciri yang di miliki leukosit, yaitu mempunyai nukleus, tidak mempunyai
hemoglobin, ukurannya lebih besar dari eritosit, jumlah lebih sedikit dari eritosit kira-kira
6000-10.000/mm3, adanya pergerakan seperti amoeba. Leukosit berfungsi untuk melindungi
tubuh terhadap benda asing, virus dan bakteri.

Gambar 3. Sel-sel darah putih pada manusia


Macam-macam leukosit, meliputi:
1. Agranulosit
Leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, terdiri dari:
a) Limfosit, memiliki inti sel yang besar dan tiap 1 mm 3 darah mengandung 1500-3000
butir. Fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
b) Monosit, terbanyak dibuat di sumsum merah, ukurannya lebih besar dari limfosit,
fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya tiap 1 mm 3 darah mengandung 100-700 butir.
Di bawah mikroskop terlihat bahwa warna biru sedikit abu-abu, mempunyai inti sedikit
kemerahan.

2. Granulosit
Disebut juga leukosit bergranula terdiri dari:
a) Neutrofil, atau polimor nuklear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang seperti
terpisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya tiap 1 mm 3 darah
mengandung 3000-7000 butir. Neutrofil berfungsi sebagai fagosit yang sangat aktif
menyerang dan menghancurkan bakteri, virus dan agen penyebab cedera lainnya.
b) Eosinofil, ukuran dan bentuknya sama seperti neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya
lebih besar,dan banyaknya tiap 1 mm 3 darah mengandung 100-400 butir. Eosinofil
berfungsi sebagai fagosit yang lemah dan berperan dalam pembuangan racun penyebab
radang pada jaringan yang cedera.
c) Basofil, sel ini kecil dari pada eosinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur. Di
dalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya tiap 1 mm 3 darah
mengandung 20-50 butir dan dibuat di sumsum merah. Basofil berfungsi untuk
meningkatkan aliran darah ke jaringan yang cedera.

3) Keping Darah (Trombosit)


Karakteristik trombosit:
a) Trombosit merupakan fragmen sel, tidak bernukleus, berasal dari megakariosit yang
besar di dalam sumsum tulang.
b) Berjumlah 150.000-400.000 butir sel/mm3 darah, berbentuk tidak beraturan dengan
ukuran setengah dari ukuran eritrositatau berdiameter 2-4 μm, tidak berwarna, dan
mudah pecah jika tersentuh benda kasar.
c) Sitoplasma terbungkus oleh membran plasma yang mengandung berbagai jenis granula
yang berperan dalam proses pembekuan darah.
d) Trombosit merupakan struktur yang sangat aktif, di dalam darah berumur 5-9 hari.
Trombosit yang sudah tua diambil oleh makrofag di hati limfa pada saat darah melewati
organ tersebut.
e) Trombosit berfungsi dalam hemostatis (penghentian), perbaikan pembuluh darah yang
robek, dan pembekuan darah. (Irnaningtyas. 2014:188)

Gambar 4. Trombosit
3.6.2 Mekanisme Pembekuan Darah
1. Proses Pembekuan Darah
Apabila terjadi luka dan darah keluar maka trombosit (keping darah) akan bersentuhan
dengan permukaan luka yang kasar dan pecah sehingga mengeluarkan enzim
trombokinase/tromboplastin. Enzim trombokinase ini akan keluar bercampur dengan plasma
darah. Enzim trombokinase akan mengubah protrombin menjadi trombin dengan bantuan ion
Ca2+ dan vitamin K. Trombin yang terbentuk selanjutnya akan mengubah fibrinogen menjadi
benang-benang fibrin. Fibrin adalah protein berupa benang-benang yang tidak larut dalam
plasma darah. Benang-benang fibrin yang terbentuk akan saling bertautan menutup luka
sehingga darah tidak keluar lagi.

Gambar 5. Proses Pembekuan Darah

Gambar 6. Proses Pembekuan Darah


2. Faktor-Faktor Pembekuan Darah
a. Protrombin
Adalah senyawa globulin yang larut dalam plasma darah. Protrombin dibuat di dalam
hati dengan bantuan vitamin K. Protrombin akan diubah menjadi trombin.
b. Fibrinogen
Adalah protein plasma yang disintesis di hati, dapat diubah menjadi fibrin.
c. Ion Kalsium
Adalah ion anorganik dalam plasma serta dapat diperoleh dari makanan dan tulang. Ion
kalsium diperlukan pada seluruh tahap proses pembekuan darah.
d. Tromboplastin (Trombokinase)
Adalah protein plasma (enzim) yang disintesis di dalam hati dan memerlukan vitamin K
dalam bekerja. Enzim ini merupakan faktor antihemofilia (FAH).
e. Vitamin K
Vitamin E yang sangat penting dalam sintesis protrombin dan faktor pembekuan lainnya
di dalam hati, diabsorpsi dari usus dan bergantung pada garam empedu yang diproduksi
hati. Jika saluran empedu tersumbat oleh batu empedu maka pembekuan darah akan
berkurang.

3.6.3 Cara Penggolongan Darah pada Manusia


A. Golongan Darah
Golongan darah adalah klasifikasi darah suatu individu berdasarkan ada atau
tidaknya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah merah. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah
merah tersebut. Di dunia ini sebenarnya ditemukan sekitar 46 jenis antigen, tetapi yang sangat
dikenal hanya antigen ABO dan Rh (rhesus).
Meskipun semua jenis darah tampak sama, tetapi kandungan proteinnya sangat
beragam. Apabila protein asing yang tidak sesuai masuk ke dalam tubuh maka tubuh akan
berusaha untuk membunuhnya dengan cara penggumpalan (aglutinasi). Protein asing tersebut
dinamakan antigen atau aglutinogen. Adapun penyebab timbulnya zat penolak dinamakan
antibodi atau aglutinin. Aglutinogen terdapat di dalam eritrosit sedangkan aglutinin terdapat
dalam plasma darah.
Penyebaran golongan darah di dunia bervariasi, bergantung pada populasi atau ras,
misalnya sekitar 40-45% bangsa Eropa memiliki golongan darah Rh - (rhesus negatif),
sedangkan bangsa Indonesia hampir 100% memiliki Rh + (rhesus positif) atau kurang dari 1%
yang memiliki Rh- (rhesus negatif).

1. Penggolongan Darah Sistem ABO


Penggolongan darah sistem ABO ditemukan oleh ilmuwan Austria bernama Karl
Landsteiner pada tahun 1900. Karl Landsteiner menemukan perbedaan aglutinogen dan
aglutinin yang terkandung dalam darah manusia. Atas dasar inilah Landsteiner
memperkenalkan sistem penggolongan darah ABO yang membedakan darah ke dalam empat
golongan darah yaitu A, B, AB, dan O.
Penggolongan darah sistem ABO dilakukan berdasarkan ada atau tidaknya antigen
(aglutinogen) tipe A dan tipe B pada permukaan eritrosit, serta antibodi (aglutinin) tipe α
(anti-A) dan tipe β (anti-B) di dalam plasma darahnya. Penggolongan darah sistem ABO
dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini!.
Tabel 1 Golongan Darah Sistem ABO dengan Unsur Aglutinogen dan Aglutininnya
Jenis Golongan Darah Unsur pada Membran Sel Unsur di Dalam Plasma
Darah Merah (Eritrosit) Darah
Aglutinogen (Antigen) Aglutinin (Antibodi)
A A β (anti-B)
B B α (anti-A)
AB A dan B -
O - α (anti-A) dan β (anti-B)

Gambar 7. Perbedaan struktur molekul aglutinogen pada membran eritrosit golongan darah A, B, AB, dan O.
2. Penggolongan Darah Sistem Rh (Rhesus)
Penggolongan darah sistem rhesus ditemukan oleh Karl Landsteiner dan Wiener
pada tahun 1940, setelah melakukan riset dengan menggunakan darah kera rhesus (Macaca
mulatta), yaitu species kera yang banyak dijumpai di India dan Cina.
Penggolongan darah sistem rhesus berdasarkan ada atau tidak adanya aglutinogen
(antigen) RhD pada permukaan sel darah merah. Antigen RhD berperan dalam reaksi imunitas
tubuh. Individu yang memiliki antigen RhD disebut Rh + (rhesus positif), sedangkan individu
yang tidak memiliki antigen RhD disebut Rh - (rhesus negatif). Individu Rh- (rhesus negatif)
tidak memiliki aglutinin anti-RhD dalam plasma darahnya, tetapi akan memproduksi aglutinin
anti-RhD jika bertemu dengan darah Rh+ (mengandung antigen RhD).
Tabel 2 Golongan Darah Sistem Rhesus dengan Unsur Aglutinogen (Antigen)
Jenis Golongan Darah Unsur pada Membran Sel Darah
Merah (Eritrosit)
Aglutinogen (Antigen)
+
Rh (rhesus positif) RhD
-
Rh (rhesus negatif) -

3.6.4 Manfaat penggolongan darah pada transfusi darah


Transfusi darah adalah proses mentransfer darah dari seseorang ke sistem peredaran
darah orang lain. Transfusi darah bertujuan untuk menyelamatkan jiwa yang dilakukan pada
kondisi medis tertentu, misalnya kehilangan darah dalam jumlah besar akibat dari trauma,
operasi, atau tidak berfungsinya organ pembentuk sel darah merah. Transfusi darah juga dapat
digunakan untuk mengobati anemia berat, trombositopenia (berkurangnya trombosit) yang
disebabkan oleh penyakit darah, gangguan pembekuan darah (hemofilia), dan kelainan darah
sel sabit (siklemia) yang memerlukan transfusi darah lebih sering.
Pada awalnya, proses transfusi menggunakan darah secara keseluruhan, tetapi praktik
medis modern biasanya hanya menggunakan komponen darah. Darah harus disimpan di
dalam lemari es untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan memperlambat metabolisme sel.
Transfusi dilakukan setelah 20-30 menit unit darah (kantong darah) dikeluarkan dari lemari
tempat penyimpanan agar pasien tidak menggigil. Sebelum proses transfusi, rincian pribadi
pasien dicocokkan dengan darah yang akan ditransfusikan, untuk mengurangi risiko reaksi
transfusi. Sebuah unit darah yang berisi darah 250 mL-500 mL biasanya diberikan selama 4
jam.
Orang yang memberikan darahnya disebut donor, sedangkan orang yang menerima
darah disebut resipien. Pada saat transfusi darah diberikan, plasma darah dari donor
diencerkan oleh plasma darah resipien sehingga aglutinin (antibodi) donor tidak dapat
menyebabkan aglutinasi (penggumpalan). Namun aglutinogen (antigen) pada sel donor sangat
penting dalam transfusi. Jika golongan darah donor tidak cocok dengan golongan darah
resipien, maka aglutinin (antibodi) dalam plasma darah resipien akan menggumpalkan sel
darah merah donor, akibatnya pembuluh darah kecil akan tersumbat dan terjadi hemolisis
yang akan melepaskan hemoglobin ke dalam aliran darah. Hemoglobin yang terbawa ke
tubulus ginjal akan mengendap dan menutup tubulus, akibatnya ginjal menjadi tidak
berfungsi.
Golongan darah O disebut donor universal, karena golongan darah O tidak memiliki
aglutinogen (antigen) untuk digumpalkan., sehingga dapat diberikan kepada resipien semua
golongan darah, asalkan volume transfusinya sedikit. Golongan darah AB disebut resipien
universal, karena tidak memiliki aglutinin (antibodi) dalam plasma darahnya yang akan
menggumpalkan darah, sehingga dapat menerima darah dari donor semua golongan darah.

Tabel 3 Kesesuaian Transfusi Darah berdasarkan Sistem ABO dan Rhesus


Resipien DONOR
O- O+ A- A+ B- B+ AB- AB+
O- √ X X x X x x x
O+ √ √ X x X x x x
-
A √ X √ x X x x x
+
A √ √ √ √ X x x x
-
B √ X X x √ x x x
B+ √ √ X x √ x x x
-
AB √ X √ x √ x √ x
+
AB √ √ √ √ √ √ √ √
Keterangan:
(√) = sesuai, tidak menyebabkan hemolisis
(x) = tidak sesuai, dapat menyebabkan hemolisis

1) Pengaruh Faktor Rhesus pada Transfusi Darah


Jika seseorang memiliki darah Rh- (rhesus negatif), diberi darah dari donor Rh+
(rhesus positif), maka akan segera memproduksi aglutinin anti-RhD. Transfusi tersebut pada
awalnya tidak membahayakan, tetapi transfusi darah Rh+ selanjutnya akan mengakibatkan
hemolisis sel darah merah donor, karena aglutinin anti-RhD pada resipien yang terbentuk
sudah banyak. Hemolisis adalah pecahnya membran eritrosit sehingga hemoglobin terlepas
bebas ke palsma darah. Akibatnya ginjal harus bekerja keras mengeluarkan sisa pecahan sel-
sel darah merah tersebut. Kondisi ini bukan hanya menyebabkan tujuan transfusi darah gagal,
tetapi akan memperparah kondisi resipien.
2) Pengaruh Faktor Rhesus terhadap Janin saat Kehamilan
Faktor rhesus tidak berpengaruh terhadap kesehatan, tetapi perlu diperhatikan oleh
pasangan ayah-ibu dengan rhesus yang berbeda. Jika ibu memiliki darah rhesus positif dan
janin yang dikandungnya memiliki rhesus negatif, perbedaan ini tidak menimbulkan masalah.
Namun, jika ibu memiliki darah rhesus negatif sedangkan janin yang dikandungnya memiliki
rhesus positif (warisan dari ayah), tubuh ibu secara alamiah akan bereaksi membentuk zat
antibodi anti-RhD untuk melindungi tubuh ibu sekaligus melawan “benda asing” (antigen
RhD darah janin). Akibatnya sel darah merah janin akan pecah dan hancur (hemolisis).
Kondisi ini dapat menyebabkan kematian janin di dalam rahim atau jika lahir bayi menderita
eritroblastosis fetalis, yaitu pembengkakan hati dan limpa, anemia, penyakit kuning (jaudice),
dan gagal jantung.
Eritroblastosis fetalis dapat dicegah dengan pemberian injeksi anti-D (Rho)
imunoglobulin atau RhoGam pada ibu. RhoGam akan menghancurkan sel darah merah janin
yang beredar dalam darah ibu, sebelum sel darah merah janin memicu pembentukan antibodi
ibu yang dapat menembus ke dalam sirkulasi darah janin. Hal tersebut akan membuat janin
terlindung dari serangan antibodi ibu. Injeksi RhoGam terus diulang pada setiap kehamilan
selanjutnya, yaitu kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya.

Tabel 4 Hubungan antara Ayah, Ibu, dan Janin dengan Keperluan Injeksi RhoGam pada Ibu
Injeksi Imunoglobulin
Ibu Ayah Janin
(RhoGam) pada Ibu
Rhesus positif Rhesus positif Rhesus positif Tidak diperlukan
Rhesus negative Rhesus negatif Rhesus negatif Tidak diperlukan
Rhesus positif Rhesus negatif Bisa Rhesus +/- Tidak diperlukan
Rhesus negatif Rhesus positif Bisa Rhesus +/- Diperlukan

Gambar 8. Diagram terjadinya eritroblastolisis fetalis


DAFTAR PUSTAKA

Campbell N.A. Mitchell LG, Reece JB, Taylor MR, Simon EJ. 2010. Biology, 8th ed.
Benjamin Cummings Publishing Company, Inc., Redword City, England.
Ferdinand.P, Fictor dan Moekti Ariebowo. 2009. Praktis Belajar Biologi untuk Kelas XI
SMA/MA. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen pendidikan Nasional.
Firmansyah, Rikky, dkk. 2009. Mudah dan Aktif Belajar Biologi untuk Kelas XI SMA/MA
(BSE). Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen pendidikan Nasional.
Irnaningtyas. 2014. Biologi untuk SMA/MA kelas XI. Jakarta : Erlangga.
Kistinnah, Idun dan Lestari, Endang Sri. 2009. Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungannya
SMA/MA untuk Kelas XI (BSE). Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen pendidikan
Nasional.
Sri Lestari, Endang dan Idun Kistinnah. 2006. Biologi Makhluk Hidup dan Lingkungannya
untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai