Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terletak di wilayah Asia
Tenggara. Indonesia merupakan salah satu dari sekian
banyak negara jajahan dan korban kolonialisme Eropa di
Asia Tenggara. Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya
pada tahun 1945 setelah berhasil mengusir penjajah dari
Jepang maupun Belanda. Beberapa negara di dunia juga
telah mengakui kedaulatan negara Indonesia dan berhak
atas wilayahnya. Salah satunya adalah Palestina. Palestina
menjadi salah satu negara pertama yang mengakui
kedaulatan Indonesia. Hal ini disebabkan adanya hubungan
baik antar kedua negara yang demikian juga dengan
persamaan identitas yang sama yaitu memiliki penduduk
mayoritas muslim. Identitas ini menjadi salah satu alasan
mengapa kedua negara ini memiliki hubungan luar negeri
yang baik.
Namun, pada saat ini Palestina menjadi negara yang
hingga kini masih belum meraih kemerdekaannya. Perang
antara Israel dan Palestina yang telah dimulai sejak lama
menjadikan Palestina tidak dapat berdiri merdeka di atas
tanahnya sendiri. Puluhan tahun mengalami perang
membuat Palestina menderita dan mengalami kerugian
yang sangat besar. Namun, walaupun telah berperang
dalam waktu yang sangat lama, mengapa Palestina hingga
saat ini masih bertahan dengan kapasitas militer yang dapat
terbilang tidak ada. Sedangkan Israel memiliki kekuatan
militer dan teknologi yang sangat canggih. Hal ini
disebabkan bantuan-bantuan yang datang dari luar negeri
dan kesediaan untuk tetap mendukung kemerdekaan
Palestina (Arosoaie, 2015).
Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif
mendukung dan memberikan bantuan secara langsung
terhadap Palestina. Sejak dimulainya perang Israel-
Palestina Indonesia turut aktif melakukan kampanye dan
mendorong-mendorong negara lainnya untuk turut
berpartisipasi aktif dalam mendukung Palestina. Salah satu
contohnya adalah Indonesia. Indonesia menjadi tuan rumah
International Conference on the Question of Jerusalem
pada tanggal 14-16 Desember 2015 bekerjasama dengan
Organisasi Kerjasama Islam dan United Nations Committee
on the Inalieable Rights of the Palestinian People. Dalam
forum ini, Indonesia membahas tentang isu Jerusalem.
Indonesia menjadikan isu tersebut menjadi salah satu isu
utama yang harus dibahas. Selain itu Indonesia mengajak
negara-negara yang hadir untuk memberikan dukungan
kepada Palestina dan memberikan bantuan kemanusiaan
(Kementrian Luar Negeri Indonesia, 2019).
Contoh diatas merupakan salah satu diantara sekian
banyak usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
mendukung kemerdekaan Palestina. Keputusan yang
dikeluarkan oleh Indonesia untuk membantu Palestina tentu
melalui mekanisme perumusan kebijakan luar negeri yang
dimana tentu terdapat kepentingan nasional di dalamnya.
Selain itu kebijakan juga dibuat tidak hanya semata-mata
hak prerogatif Presiden ataupun hanya sekedar usulan dari
dewan legislatif. Kemudian setiap negara mempunyai
alasan dalam mengambil sebuah keputusan dan kebijakan
luar negeri. Dengan kata lain, Indonesia juga mempunyai
alasan dan motif untuk terus membantu Palestina.
Indonesia membantu dan turut berpartisipasi aktif
dalam membantu Palestina mempunyai beberapa motif.
Diantaranya yaitu sesuai dengan amanah Undang Undang
Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi untuk menghapuskan
segala bentuk penjajahan dan ketidakmanusiaan.
Kemudian, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.
Soekarno juga telah memberikan amanah dan pesan untuk
tidak meninggalkan Palestina. Pesan ini menjadi landasan
pemerintah Indonesia dalam mengambil keputusan untuk
terus berpartisipasi aktif dalam mendukung Palestina.
(Hoesterey, 2013)
Kemudian, alasan berikutnya yaitu berasal dari
pernyataan tokoh pemuka agama yaitu Ketua Pengurus
Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH.Aqil Siradj. Dalam
pernyatannya beliau mengatakan Nadhlatul Ulama (NU)
telah lama hadir untuk tetap mendukung Palestina hingga
merdeka. Keputusan tersebut tidak akan pernah berubah
hingga Palestina meraih kemerdekaannya (Rijal Mumazziq
Z, 2017). Pernyataan ini merupakan salah satu pernyataan
dari sekian banyak tokoh agama yang juga mengutarakan
pernyataan yang sama. Dengan kata lain, pernyataan-
pernyataan tersebut menjadi landasan Pemerintah
Indonesia sebagai badan eksekutif untuk terus
berpartisipasi aktif dalam mendukung Palestina.
Selanjutnya, Pemerintah Indonesia menjadi lebih aktif
dalam menyikapi Isu Yerusalem sejak pernyataan Presiden
Amerika Serikat, Donald Trump yang mengakui Yerusalem
sebagai Ibukota Israel (BBC , 2017). Bahkan Amerika
Serikat juga telah memindahkan kedutaan besarnya secara
resmi dari Telaviv ke Yerusalem pada tahun 2018
(Sekarwati, 2018). Pernyataan ini menimbulkan pro dan
kontra dalam dunia hubungan internasional. Beberapa
negara yang menjadi sekutu kuat Amerika Serikat
mendukung usaha Trump sebab dia telah melaksanakan
janji kampanyenya. Namun, tidak sedikit juga negara-
negara yang mengecam tindakan sepihak oleh Presiden
Amerika Serikat tersebut (Krieg, 2017).
Indonesia dalam menghadapi peristiwa tersebut
kemudian mengupayakan cara untuk mendukung Palestina
dan salah satu caranya adalah bergabung dalam
keanggotaan DK PBB. Pada dasarnya sebelum peristiwa
tersebut, Indonesia telah membuat rencana dan misi
menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk tampil aktif di
forum internasional. Namun, setelah peristiwa tersebut
Indonesia kini semakin aktif untuk mencari dukungan di
berbagai forum internasional salah satunya di DK PBB.
Salah satu tujuan Indonesia juga agar peluang dalam
mengangkat isu Palestina dalam forum DK PBB semakin
meningkat.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan diatas
bahwa dalam penelitian ini akan dibahas mengenai latar
belakang dan sejarah kebijakan luar negeri Indonesia
terhadap Palestina. Berikutnya, akan dijelaskan juga
bagaimana pengambilan keputusan dalam forum DK-PBB.
Penelitian ini juga akan membahas titik lemah dari berbagai
artikel yang telah membahas sikap Indonesia namun belum
menitikberatkan kepada bagaimana strategi Indonesia
menempatkan dirinya sebagai anggota tidak tetap DK-PB
dari sudut pandang isu Yerusalem. Oleh karena itu, peneliti
akan membahas secara mendalam penelitian ini dengan
judul “Sikap Indonesia Sebagai Anggota Tidak Tetap
Dewan Keamanan PBB Terhadap Isu Yerusalem (2017-
2019)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dibahas dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana Sikap Indonesia Sebagai Anggota
Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB Terhadap Isu
Yerusalem (2017-2019)?”
C. Tujuan Penulisan
Sebagaimana uraian penjelasan latar belakang diatas,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sikap Indonesia sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB terhadap isu
Yerusalem (2017-2019).
2. Untuk mengetahui strategi kebijakan luar negeri
Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB dalam menyikapi isu Yerusalem
(2017-2019).
D. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka
kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian untuk
mencapai tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional merupakan salah satu teori yang
sering ditemui dalam kajian hubungan intenasional.
Kepentingan nasional sendiri mempunyai banyak arti yang
didefinisikan oleh masing-masing ilmuwan dan peneliti.
Dalam penelitian ini akan digunakan konsep kepentingan
nasional untuk menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana
sikap Indonesia terhadap isu Yerusalem.
Kepentingan nasional adalah setiap motivasi, tujuan
utama dan sebab dari sebuah negara membuat kebijakan
luar negeri untuk mencapai kepentingan nasionalnya
terlepas dari bagaimana identitas sebuah negara tersebut.
(Ozpek, 2014). Pengertian ini mempunyai makna bahwa
kepentingan nasional merupakan sekumpulan pendapat
yang datang dari berbagai sudut pandang yang kemudian
menjadi satu untuk memenuhi kebutuhan nasional. Dalam
konteks ini, kepentingan nasional juga berarti setiap
kebijakan yang dikeluarkan oleh negara guna memenuhi
kebutuhan domestik negaranya.
Kepentingan nasional juga dikaji dalam beberapa sudut
pandang. Salah satunya adalah kepentingan nasional dalam
sudut pandang konstruktivisme. Kelompok konstruktivis
yang mulai muncul pada tahun 80-an berpendapat bahwa
kepentingan nasional tidak selamanya bersifat state-centric
dan bertujuan untuk mendapatkan materi. Alexander Wendt
sebagai penggagas utama teori ini mengemukakan bahwa
negara adalah aktor utama dalam dunia hubungan
internasional. Namun peran negara bersifat lebih fleksibel
dan dinamis mengikuti perkembangan dunia dan perubahan
struktur sosial (Rachmawati, 2017). Sehingga, Alexander
Wendt meyakini bahwa kepentingan nasional dapat muncul
karena adanya gagasan yang dibentuk bersama sebab
adanya perubahan struktur sosial dalam masyarakat
hubungan internasional.
Dilihat dari sudut pandang konstruktivisme bahwa
kepentingan nasional Indonesia terhadap isu Yerusalem
(2017-2019) dipengaruhi karena adanya perubahan
keadaan politik dunia internasional. Hal ini dipicu oleh
adanya pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald
Trump yang menyatakan akan memindahkan kantor
kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke
Yerusalem. Hal ini memicu reaksi negara-negara di dunia
yang merespon berupa penolakan pemindahan kantor
kedutaan besar karena hal tersebut sama dengan mengakui
Yerusalem sebagai negara yang berada dalam wilayah
kedaulatan Israel. Hal ini dapat menimbulkan perang
berkepanjangan dan dapat menyebabkan ketidakstabilan
keamanan di wilayah tersebut.
Konsep kepentingan nasional juga dapat dijelaskan
dalam sudut pandang English School. Teori ini
dikemukakan oleh Martin Weight dan Hedley Bull yang
berpendapat bahwa kepentingan nasional dibentuk karena
adanya kesadaran kepentingan bersama dalam menjaga
kestabilan tatanan masyarakat internasional. English
School berpendapat bahwa kepentingan nasional dapat
dipengaruhi karena adanya kepedulian negara lain untuk
menjaga kedaulatan dan entitas negara lainnya. Hal ini
didasari dengan pemikiran tentang pengaruh yang akan
muncul dengan menjaga entitas dan eksistensi negara
lainnya (Umar, 2014).
Dari sudut pandang English School bahwa konsep
kepentingan nasional dapat diaplikasikan ke dalam kasus
sikap Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB terhadap Isu Yerusalem (2017-2019).
Indonesia ingin menjaga entitas dan eksistensi kedaulatan
Palestina. Indonesia melihat dampak positif sebagai output
dalam kebijakan tersebut. Indonesia sendiri mempunyai
kepentingan ingin menjadikan Indonesia sebagai negara
yang menjadi motor penggerak dalam keamanan
internasional. Indonesia juga ingin memposisikan dirinya
sebagai negara yang humanis dengan cara berpartisipasi
aktif dalam semua isu kemanusiaan dan salah satunya
adalah isu Yerusalem. Sikap Indonesia ini mempunyai
tujuan agar Indonesia dipandang sebagai negara yang
mempunyai citra baik sehingga menciptakan kemudahan
untuk melakukan hubungan-hubungan dengan berbagai
negara di dunia.
2. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri adalah aksi eksplisit dan implisit
yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk
mencapai kepentingan nasional yang berada di lingkungan
eksternal negara tersebut. Politik luar negeri juga bisa
diartikan sebagai identitas sebuah negara dalam melakukan
hubungan dengan negara lainnya. Selain itu politik luar
negeri juga dapat didefinisikan sebagai aksi, tindakan dan
atau kebijakan suatu negara terhadap lingkungan
eksternalnya dalam rangka memperjuangkan atau
mempertahankan kepentingan nasionalnya (Aleksius,
2008).
Politik luar negeri sebuah negara cenderung bersifat statis
karena bersifat prinsipal. Berbeda dengan kebijakan luar
negeri yang cenderung dinamis dan berubah-ubah
mengikuti situasi domestik maupun lingkungan luar negeri.
Dalam hal ini, Indonesia mempunyai politik luar negeri
yang bersifat bebas aktif. Bebas berarti sikap yang tidak
memihak kepada satu pihak dalam menyikapi masalah
internasional. Aktif berarti berperan secara konsisten dalam
menciptakan perdamaian dunia dan meredakan ketegangan
antara kedua pihak (Hatta, 1976).
Berdasarkan prinsip politik luar negeri Indonesia yang
bersifat bebas aktif, Indonesia membuat kebijakan tentang
sikap Indonesia terhadap isu Yerusalem berprinsip pada
politik luar negeri bebas aktif. Indonesia tidak berpihak
kepada satu atau dua negara yang terlibat dalam isu terkait
melainkan menempatkan posisi sebagai mediator dan
mencari solusi alternatif di dalam penyelesaian konflik
tersebut. Selain itu prinsip politik bebas aktif juga
mendorong Indonesia untuk terus mengedepankan asas
kemanusiaan dan terus menjadi aktor penggerak
perdamaian dunia. Dengan kata lain, kebijakan Indonesia
untuk mendukung Palestina merupakan implementasi dari
prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Politik luar negeri juga sering disebut sebagai bentuk
implementasi dari perjuangan mewujudkan kepentingan
nasional. Sehingga politik luar negeri sangat erat
hubungannya dengan politik domestik. Bentuk dari politik
luar negeri mempertimbangkan pengaruh politik dalam
negeri sehingga pemerintah dalam merespon isu
internasional harus melihat serta mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian yang akan diterima oleh negara
sebelum menetapkan sebuah kebijakan (Wuryandari,
2008).
Adapun bentuk politik luar negeri yang kemudian di
implementasikan ke dalam kebijakan luar negeri berupa
pernyataan sikap Indonesia didorong oleh aspirasi
masyarakat. Identitas Indonesia yang mayoritas
berpenduduk muslim menekankan kepada pemerintah
untuk segera menyatakan sikap terkait isu Yerusalem.
Kelompok swadaya masyarakat dan beberapa pegiat
pejuang kemerdekaan Palestina juga menghimbau kepada
pemerintah RI untuk segera memberikan respon terhadap
isu Yerusalem. Dengan demikian, aspirasi dari masyarakat
tersebut menjadi bentuk kekuatan kepentingan nasional
yang kemudian diolah menjadi kebijakan luar negeri.
Kemudian, bentuk politik luar negeri juga tidak terlepas
dari prinsip dasar negara dengan kata lain UUD 1945 dan
Pancasila. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 terdapat
kalimat seruan yang menyebutkan untuk ikut andil dalam
menjada perdamaian dunia dan keadilan sosial. Para
pendahulu bangsa memberikan amanah kepada generasi
penerus bangsa untuk terus aktif menjaga keamanan global.
Dengan kata lain, hal ini menjadi prinsip dasar bagi
pemerintah RI yang wajib dilaksanakan dalam menjaga
perdamaian dunia. Pemerintah Republik Indonesia dengan
tegas menyatakan siap membela Palestina karena
menganggap bahwa isu Yerusalem dapat menjadi ancaman
bagi keamanan global. Dengan demikian, Indonesia terus
mengawasi terkait proses perdamaian Palestina dan
mendukung Palestina.
Kebijakan luar negeri adalah sekumpulan keputusan yang
dibuat oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif tertinggi
berdasarkan pertimbangan dewan sebagai lembaga
legislatif, partai politik dan keadaan politik domestik
dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan nasional
sesuai dengan kapabilitas dan kemampuan negeri. (Muller,
2015).
Dalam pengertian diatas menjelaskan bahwa kebijakan
luar negeri berarti sikap ataupun respon sebuah negara
karena sebab melihat suatu kejadian internasional. Setiap
isu internasional mempunyai dampak baik itu kecil maupun
besar di setiap negara yang ada di dunia. Namun yang perlu
digarisbawahi sebelumnya bahwa kebijakan luar negeri
tidak diambil hanya berdasarkan keputusan prerogatif
Presiden. Namun juga melihat pertimbangan dari sisi badan
legislatif, kebutuhan domestik, kepentingan nasional dan
isu-isu domestik yang terdapat dalam sebuah negara.
Kebijakan luar negeri juga dibuat berdasarkan dari
kedua faktor yaitu faktor internal maupun eksternal. Faktor
eksternal merupakan setiap pengaruh atau keadaan yang
dapat mempengaruhi kebijakan dalam negeri yang berasal
dari keadaan dunia internasional. Artinya, keadaan politik
global dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri pada
suatu negara. Selain itu, kebijakan dalam negeri juga dapat
dipengaruhi dari faktor internal. Antara lain yaitu partai
politik, opini publik, media, elit politik, lembaga legislatif,
budaya politik dan kelompok kepentingan (Maksum, 2015).
Agar lebih mudah dalam memahaminya, terdapat
kerangka berpikir yang lebih sistematis bagaimana proses
kebijakan luar negeri dibentuk menurut Jeffrey W.
Taliaffero adalah sebagai berikut:

KEBIJAKAN
LUAR
NEGERI
SISTEMIK DOMESTIK (Dependent
(Independent (Independent Variable)
Variable) Variable) Fleksibel

Nasionalis

Kompromis

Gambar1.1: Kerangka Analisis Perumusan Kebijakan Luar Negeri

Dari tabel diatas faktor eksternal/sistemik dan


Domestik berperan sebagai variabel independen yang
berarti mempunyai fungsi mempengaruhi. Sementara
kebijakan luar negeri berperan sebagai variabel dependen
yang berarti dipengaruhi. Terdapat empat komponen atau
sifat dalam sebuah kebijakan luar negeri. Pertama, fleksibel
yang artinya kebijakan yang ditimbang berdasarkan kondisi
dunia internasional. Kedua, nasionalis yang berarti
kebijakan yang bersifat menjunjung tinggi nilai-nilai
nasionalis dan sesuai dengan cita-cita negara. Ketiga,
kompromis yang berarti kebijakan yang bersifat terbuka
dan kecenderungan untuk bekerjasama demi mencapai
kepentingan bersama.
Melalui kerangka berpikir diatas, dapat dilihat bahwa
Sikap Indonesia dalam menyikapi isu keamanan yang
terjadi di Yerusalem dipengaruhi oleh variabel domestik.
Pemerintah Indonesia telah berulang kali mengeluarkan
pernyataan tentang dukungan untuk memperjuangkan
kemerdekaan Palestina. Hal ini didorong oleh opini publik
yang merupakan bagian dari variabel domestik tersebut.
Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim dan opini
publik yang dinyatakan oleh tokoh masyarakat menjadi
bahan pertimbangan pemerintah Indonesia dalam
menyikapi isu keamanan di Yerusalem. Selain itu, opini
publik juga dibangun berdasarkan amanat UUD 1945 yang
tercantum pada halaman pembukaan yang berbunyi
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia
harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Opini ini disampaikan
oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla. Beliau
mengatakan bahwa mendukung kemerdekaan Palestina
telah menjadi kewajiban Bangsa Indonesia sesuai yang
tercantum dalam amanat dasar negara kita Pancasila.
Selanjutnya, dilihat dari sudut pandang variabel
sistemik/eksternal bahwa setelah perang dingin berakhir isu
keamanan manusia menjadi isu utama yang dibahas dan
dikaji. United Nation Development Program (UNDP)
menyatakan bahwa peran negara bangsa sangat penting
dalam merumuskan konsep keamanan wilayah. Kedaulatan
negara dan keamanan wilayah menjadi fokus utama dalam
agenda keamanan dunia. Oleh sebab itu, isu keamanan
manusia menjadi tanggung jawab bagi seluruh negara
bangsa di dunia tidak terlepas dari Indonesia sebagai salah
satu anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sehingga, keadaan politik tentang isu keamanan manusia
dan wilayah dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri
Indonesia (Padmi, 2015). Dengan demikian, kebijakan luar
negeri dibuat berdasarkan faktor eksternal mengikuti
keadaan dunia internasioal dan juga internal berdasarkan
kekuatan politik domestik salah satunya dari opini publik.
E. Hipotesis
Hipotesis yang dapat diambil tentang bagaimana sikap
Indonesia sebagai anggota tidak tetap DK-PBB terhadap isu
yerusalem adalah:
1. Sikap Indonesia yaitu menolak pemindahan kantor
kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke
Yerusalem.
2. Sikap Indonesia yaitu mendukung kemerdekaan
Palestina dengan mengkampanyekan dan menggalang
suara internasional untuk mendukung kemerdekaan
Palestina.
F. Batasan Penelitian
Batasan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan waktu pada tahun 2017-2019. Pada tahun
2017 Amerika Serikat mengumumkan rencananya
memindahkan kantor kedutaan besar Amerika Serikat ke
Yerusalem. Pertengahan tahun 2018 Amerika Serikat
merealisasikan rencananya dengan memindahkan kantor
kedutaan besarnya secara resmi ke Yerusalem. Selanjutnya
pada awal tahun 2019, Indonesia resmi menjalankan
tugasnya sebagai anggota tidak tetap DK-PBB terhitung
mulai 1 Januari 2019 lalu. Dengan demikian, Indonesia
membuat kebijakannya mengenai sikap dan respon tentang
isu Yerusalem.
G. Metodologi Penelitian
Pada penelitian ini akan menggunakan beberapa
metode atau cara dalam pengambilan data yang bertujuan
untuk mendukung referensi dari penelitian yang telah
dibuat. Metodologi sendiri juga bertujuan untuk
memudahkan dalam pembuatan penelitian ini.
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskripsi analitis. Penelitian ini
dimulai dengan memberikan gambaran secara umum
tentang latar belakang dan sejarah kejadian yang ingin
diteliti. Kemudian, dari gambaran kejadian akan dilakukan
analisa secara periodik dengan data primer dan sekunder.
Adapun tujuannya yaitu untuk memberikan kemudahan
dalam memahami penelitian secara periodik dan sistematis
dengan data-data yang akurat, tepat dan faktual.
Selanjutnya, penelitian ini akan berfokus kepada
bagaimana sikap dan respon Indonesia sebagai anggota
tidak tetap DK-PBB terhadap isu Yerusalem pada tahun
(2017-2019).
2. Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah ada
sebelum penelitian ini dilakukan. (Khrisna, 2017) Dengan
kata lain, data sekunder didapatkan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh orang lain. Adapun data sekunder
yang digunakan berupa literatur seperti tesis, skripsi, jurnal
artikel, buku, peraturan perundang-undangan, website dan
berbagai sumber online lainnya yang berhubungan dengan
kebijakan dan sikap Indonesia sebagai anggota tidak tetap
DK-PBB terhadap isu Yerusalem (2017-2019).
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu pendekatan kepustakaan dimana penelitian ini
memanfaatkan referensi dan sumber berupa artikel, buku,
jurnal, tesis, skripsi dan berbagai referensi offline maupun
online lainnya yang berhubungan dengan analisa tentang
kebijakan luar negeri Indonesia terhadap Palestina dari era
perang dingin hingga tahun (2017-2019). Pendekatan
kepustakaan ini juga menggunakan analisa tentang
bagaimana mekanisme kebijakan luar negeri dibuat untuk
menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana Indonesia
membuat Kebijakan luar negerinya.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pegumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu berdasarkan studi literatur sebab
penelitian ini menggunakan pendekatan kepustakaan.
Beberapa studi literatur yang akan digunakan yaitu berasal
dari website resmi Kementerian Luar Negeri Indonesia,
website dan beberapa berita yang berhubungan dengan
sejarah dan konflik penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pola analogi logika deduktif. Pola pikir analogi
deduktif adalah proses penarikan kesimpulan dari fakta-
fakta umum ke fakta-fakta khusus. (Ruslan, 2015) Fakta
atau premis umum yang dimaksud adalah teori-teori
kebijakan serta setiap prinsip peraturan yang ada, adapun
premis khususnya yaitu kejadian-kejadian yang terjadi di
lapangan.
H. Sistematika Kepenulisan
Sistematika dalam kepenulisan ini terdiri dari lima bab yang
dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas
mengenai keseluruhan isi penulisan penelitian. Kelima bab
tersebut yaitu pendahuluan, objek penelitian, pembahasan,
tinjauan pustaka dan penutup dengan rincian sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kerangka berpikir, hipotesa hingga
sistematika kepenulisan.

BAB II SEJARAH POLITIK LUAR NEGERI


INDONESIA TERHADAP PALESTINA
PADA ERA PERANG DINGIN HINGGA
PASCA ERA PERANG DINGIN (1947-2017)
Bab kedua ini akan menjelaskan secara
periodesasi tentang bagaimana kebijakan
Indonesia terhadap Palestina di era Perang
Dingin hingga setelah era perang dingin. Bab
kedua ini bertujuan untuk memberikan
gambaran secara umum bagaimana sejarah
awal mula hubungan luar negeri antara
Indonesia dengan Palestina.

BAB III DINAMIKA KEANGGOTAAN INDONESIA


DALAM DEWAN KEAMANAN PBB
Bab ketiga akan dijelaskan bagaimana
dinamika dan proses keanggotaan Indonesia
dalam Dewan Keamanan PBB secara singkat
dan periodik. Penulisan pada Bab ketiga ini
bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
hubungan keanggotaan Indonesia di DK PBB
dengan hubungannya dengan Palestina.

BAB IV UPAYA DAN SIKAP INDONESIA


SEBAGAI ANGGOTA TIDAK TETAP
DEWAN KEAMANAN PBB TERHADAP
ISU YERUSALEM (2017-2019)
Bab keempat akan menjelaskan tentang pokok
inti studi kasus bagaimana Indonesia akan
berperan dan bersikap sebagai anggota tidak
tetap DK-PBB terhadap isu Yerusalem.
BAB V PENUTUP

Pada bab terakhir dari penelitian ini berisi


tentang kesimpulan dan jawaban akhir
rumusan masalah dari penelitian ini.
Kemudian, bab ini juga berisi tentang
rekomendasi dan saran tentang kekurangan
dari penelitian yang telah dibuat.

Anda mungkin juga menyukai