PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang terletak di wilayah Asia
Tenggara. Indonesia merupakan salah satu dari sekian
banyak negara jajahan dan korban kolonialisme Eropa di
Asia Tenggara. Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya
pada tahun 1945 setelah berhasil mengusir penjajah dari
Jepang maupun Belanda. Beberapa negara di dunia juga
telah mengakui kedaulatan negara Indonesia dan berhak
atas wilayahnya. Salah satunya adalah Palestina. Palestina
menjadi salah satu negara pertama yang mengakui
kedaulatan Indonesia. Hal ini disebabkan adanya hubungan
baik antar kedua negara yang demikian juga dengan
persamaan identitas yang sama yaitu memiliki penduduk
mayoritas muslim. Identitas ini menjadi salah satu alasan
mengapa kedua negara ini memiliki hubungan luar negeri
yang baik.
Namun, pada saat ini Palestina menjadi negara yang
hingga kini masih belum meraih kemerdekaannya. Perang
antara Israel dan Palestina yang telah dimulai sejak lama
menjadikan Palestina tidak dapat berdiri merdeka di atas
tanahnya sendiri. Puluhan tahun mengalami perang
membuat Palestina menderita dan mengalami kerugian
yang sangat besar. Namun, walaupun telah berperang
dalam waktu yang sangat lama, mengapa Palestina hingga
saat ini masih bertahan dengan kapasitas militer yang dapat
terbilang tidak ada. Sedangkan Israel memiliki kekuatan
militer dan teknologi yang sangat canggih. Hal ini
disebabkan bantuan-bantuan yang datang dari luar negeri
dan kesediaan untuk tetap mendukung kemerdekaan
Palestina (Arosoaie, 2015).
Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif
mendukung dan memberikan bantuan secara langsung
terhadap Palestina. Sejak dimulainya perang Israel-
Palestina Indonesia turut aktif melakukan kampanye dan
mendorong-mendorong negara lainnya untuk turut
berpartisipasi aktif dalam mendukung Palestina. Salah satu
contohnya adalah Indonesia. Indonesia menjadi tuan rumah
International Conference on the Question of Jerusalem
pada tanggal 14-16 Desember 2015 bekerjasama dengan
Organisasi Kerjasama Islam dan United Nations Committee
on the Inalieable Rights of the Palestinian People. Dalam
forum ini, Indonesia membahas tentang isu Jerusalem.
Indonesia menjadikan isu tersebut menjadi salah satu isu
utama yang harus dibahas. Selain itu Indonesia mengajak
negara-negara yang hadir untuk memberikan dukungan
kepada Palestina dan memberikan bantuan kemanusiaan
(Kementrian Luar Negeri Indonesia, 2019).
Contoh diatas merupakan salah satu diantara sekian
banyak usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk
mendukung kemerdekaan Palestina. Keputusan yang
dikeluarkan oleh Indonesia untuk membantu Palestina tentu
melalui mekanisme perumusan kebijakan luar negeri yang
dimana tentu terdapat kepentingan nasional di dalamnya.
Selain itu kebijakan juga dibuat tidak hanya semata-mata
hak prerogatif Presiden ataupun hanya sekedar usulan dari
dewan legislatif. Kemudian setiap negara mempunyai
alasan dalam mengambil sebuah keputusan dan kebijakan
luar negeri. Dengan kata lain, Indonesia juga mempunyai
alasan dan motif untuk terus membantu Palestina.
Indonesia membantu dan turut berpartisipasi aktif
dalam membantu Palestina mempunyai beberapa motif.
Diantaranya yaitu sesuai dengan amanah Undang Undang
Dasar (UUD) 1945 yang berbunyi untuk menghapuskan
segala bentuk penjajahan dan ketidakmanusiaan.
Kemudian, Presiden Republik Indonesia pertama, Ir.
Soekarno juga telah memberikan amanah dan pesan untuk
tidak meninggalkan Palestina. Pesan ini menjadi landasan
pemerintah Indonesia dalam mengambil keputusan untuk
terus berpartisipasi aktif dalam mendukung Palestina.
(Hoesterey, 2013)
Kemudian, alasan berikutnya yaitu berasal dari
pernyataan tokoh pemuka agama yaitu Ketua Pengurus
Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH.Aqil Siradj. Dalam
pernyatannya beliau mengatakan Nadhlatul Ulama (NU)
telah lama hadir untuk tetap mendukung Palestina hingga
merdeka. Keputusan tersebut tidak akan pernah berubah
hingga Palestina meraih kemerdekaannya (Rijal Mumazziq
Z, 2017). Pernyataan ini merupakan salah satu pernyataan
dari sekian banyak tokoh agama yang juga mengutarakan
pernyataan yang sama. Dengan kata lain, pernyataan-
pernyataan tersebut menjadi landasan Pemerintah
Indonesia sebagai badan eksekutif untuk terus
berpartisipasi aktif dalam mendukung Palestina.
Selanjutnya, Pemerintah Indonesia menjadi lebih aktif
dalam menyikapi Isu Yerusalem sejak pernyataan Presiden
Amerika Serikat, Donald Trump yang mengakui Yerusalem
sebagai Ibukota Israel (BBC , 2017). Bahkan Amerika
Serikat juga telah memindahkan kedutaan besarnya secara
resmi dari Telaviv ke Yerusalem pada tahun 2018
(Sekarwati, 2018). Pernyataan ini menimbulkan pro dan
kontra dalam dunia hubungan internasional. Beberapa
negara yang menjadi sekutu kuat Amerika Serikat
mendukung usaha Trump sebab dia telah melaksanakan
janji kampanyenya. Namun, tidak sedikit juga negara-
negara yang mengecam tindakan sepihak oleh Presiden
Amerika Serikat tersebut (Krieg, 2017).
Indonesia dalam menghadapi peristiwa tersebut
kemudian mengupayakan cara untuk mendukung Palestina
dan salah satu caranya adalah bergabung dalam
keanggotaan DK PBB. Pada dasarnya sebelum peristiwa
tersebut, Indonesia telah membuat rencana dan misi
menjadi anggota tidak tetap DK PBB untuk tampil aktif di
forum internasional. Namun, setelah peristiwa tersebut
Indonesia kini semakin aktif untuk mencari dukungan di
berbagai forum internasional salah satunya di DK PBB.
Salah satu tujuan Indonesia juga agar peluang dalam
mengangkat isu Palestina dalam forum DK PBB semakin
meningkat.
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan diatas
bahwa dalam penelitian ini akan dibahas mengenai latar
belakang dan sejarah kebijakan luar negeri Indonesia
terhadap Palestina. Berikutnya, akan dijelaskan juga
bagaimana pengambilan keputusan dalam forum DK-PBB.
Penelitian ini juga akan membahas titik lemah dari berbagai
artikel yang telah membahas sikap Indonesia namun belum
menitikberatkan kepada bagaimana strategi Indonesia
menempatkan dirinya sebagai anggota tidak tetap DK-PB
dari sudut pandang isu Yerusalem. Oleh karena itu, peneliti
akan membahas secara mendalam penelitian ini dengan
judul “Sikap Indonesia Sebagai Anggota Tidak Tetap
Dewan Keamanan PBB Terhadap Isu Yerusalem (2017-
2019)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dibahas dalam penelitian
ini adalah “Bagaimana Sikap Indonesia Sebagai Anggota
Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB Terhadap Isu
Yerusalem (2017-2019)?”
C. Tujuan Penulisan
Sebagaimana uraian penjelasan latar belakang diatas,
maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui sikap Indonesia sebagai anggota
tidak tetap Dewan Keamanan PBB terhadap isu
Yerusalem (2017-2019).
2. Untuk mengetahui strategi kebijakan luar negeri
Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB dalam menyikapi isu Yerusalem
(2017-2019).
D. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka
kerangka berpikir yang digunakan dalam penelitian untuk
mencapai tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional merupakan salah satu teori yang
sering ditemui dalam kajian hubungan intenasional.
Kepentingan nasional sendiri mempunyai banyak arti yang
didefinisikan oleh masing-masing ilmuwan dan peneliti.
Dalam penelitian ini akan digunakan konsep kepentingan
nasional untuk menjelaskan lebih lanjut tentang bagaimana
sikap Indonesia terhadap isu Yerusalem.
Kepentingan nasional adalah setiap motivasi, tujuan
utama dan sebab dari sebuah negara membuat kebijakan
luar negeri untuk mencapai kepentingan nasionalnya
terlepas dari bagaimana identitas sebuah negara tersebut.
(Ozpek, 2014). Pengertian ini mempunyai makna bahwa
kepentingan nasional merupakan sekumpulan pendapat
yang datang dari berbagai sudut pandang yang kemudian
menjadi satu untuk memenuhi kebutuhan nasional. Dalam
konteks ini, kepentingan nasional juga berarti setiap
kebijakan yang dikeluarkan oleh negara guna memenuhi
kebutuhan domestik negaranya.
Kepentingan nasional juga dikaji dalam beberapa sudut
pandang. Salah satunya adalah kepentingan nasional dalam
sudut pandang konstruktivisme. Kelompok konstruktivis
yang mulai muncul pada tahun 80-an berpendapat bahwa
kepentingan nasional tidak selamanya bersifat state-centric
dan bertujuan untuk mendapatkan materi. Alexander Wendt
sebagai penggagas utama teori ini mengemukakan bahwa
negara adalah aktor utama dalam dunia hubungan
internasional. Namun peran negara bersifat lebih fleksibel
dan dinamis mengikuti perkembangan dunia dan perubahan
struktur sosial (Rachmawati, 2017). Sehingga, Alexander
Wendt meyakini bahwa kepentingan nasional dapat muncul
karena adanya gagasan yang dibentuk bersama sebab
adanya perubahan struktur sosial dalam masyarakat
hubungan internasional.
Dilihat dari sudut pandang konstruktivisme bahwa
kepentingan nasional Indonesia terhadap isu Yerusalem
(2017-2019) dipengaruhi karena adanya perubahan
keadaan politik dunia internasional. Hal ini dipicu oleh
adanya pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald
Trump yang menyatakan akan memindahkan kantor
kedutaan besar Amerika Serikat dari Tel Aviv ke
Yerusalem. Hal ini memicu reaksi negara-negara di dunia
yang merespon berupa penolakan pemindahan kantor
kedutaan besar karena hal tersebut sama dengan mengakui
Yerusalem sebagai negara yang berada dalam wilayah
kedaulatan Israel. Hal ini dapat menimbulkan perang
berkepanjangan dan dapat menyebabkan ketidakstabilan
keamanan di wilayah tersebut.
Konsep kepentingan nasional juga dapat dijelaskan
dalam sudut pandang English School. Teori ini
dikemukakan oleh Martin Weight dan Hedley Bull yang
berpendapat bahwa kepentingan nasional dibentuk karena
adanya kesadaran kepentingan bersama dalam menjaga
kestabilan tatanan masyarakat internasional. English
School berpendapat bahwa kepentingan nasional dapat
dipengaruhi karena adanya kepedulian negara lain untuk
menjaga kedaulatan dan entitas negara lainnya. Hal ini
didasari dengan pemikiran tentang pengaruh yang akan
muncul dengan menjaga entitas dan eksistensi negara
lainnya (Umar, 2014).
Dari sudut pandang English School bahwa konsep
kepentingan nasional dapat diaplikasikan ke dalam kasus
sikap Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB terhadap Isu Yerusalem (2017-2019).
Indonesia ingin menjaga entitas dan eksistensi kedaulatan
Palestina. Indonesia melihat dampak positif sebagai output
dalam kebijakan tersebut. Indonesia sendiri mempunyai
kepentingan ingin menjadikan Indonesia sebagai negara
yang menjadi motor penggerak dalam keamanan
internasional. Indonesia juga ingin memposisikan dirinya
sebagai negara yang humanis dengan cara berpartisipasi
aktif dalam semua isu kemanusiaan dan salah satunya
adalah isu Yerusalem. Sikap Indonesia ini mempunyai
tujuan agar Indonesia dipandang sebagai negara yang
mempunyai citra baik sehingga menciptakan kemudahan
untuk melakukan hubungan-hubungan dengan berbagai
negara di dunia.
2. Politik Luar Negeri
Politik luar negeri adalah aksi eksplisit dan implisit
yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk
mencapai kepentingan nasional yang berada di lingkungan
eksternal negara tersebut. Politik luar negeri juga bisa
diartikan sebagai identitas sebuah negara dalam melakukan
hubungan dengan negara lainnya. Selain itu politik luar
negeri juga dapat didefinisikan sebagai aksi, tindakan dan
atau kebijakan suatu negara terhadap lingkungan
eksternalnya dalam rangka memperjuangkan atau
mempertahankan kepentingan nasionalnya (Aleksius,
2008).
Politik luar negeri sebuah negara cenderung bersifat statis
karena bersifat prinsipal. Berbeda dengan kebijakan luar
negeri yang cenderung dinamis dan berubah-ubah
mengikuti situasi domestik maupun lingkungan luar negeri.
Dalam hal ini, Indonesia mempunyai politik luar negeri
yang bersifat bebas aktif. Bebas berarti sikap yang tidak
memihak kepada satu pihak dalam menyikapi masalah
internasional. Aktif berarti berperan secara konsisten dalam
menciptakan perdamaian dunia dan meredakan ketegangan
antara kedua pihak (Hatta, 1976).
Berdasarkan prinsip politik luar negeri Indonesia yang
bersifat bebas aktif, Indonesia membuat kebijakan tentang
sikap Indonesia terhadap isu Yerusalem berprinsip pada
politik luar negeri bebas aktif. Indonesia tidak berpihak
kepada satu atau dua negara yang terlibat dalam isu terkait
melainkan menempatkan posisi sebagai mediator dan
mencari solusi alternatif di dalam penyelesaian konflik
tersebut. Selain itu prinsip politik bebas aktif juga
mendorong Indonesia untuk terus mengedepankan asas
kemanusiaan dan terus menjadi aktor penggerak
perdamaian dunia. Dengan kata lain, kebijakan Indonesia
untuk mendukung Palestina merupakan implementasi dari
prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
Politik luar negeri juga sering disebut sebagai bentuk
implementasi dari perjuangan mewujudkan kepentingan
nasional. Sehingga politik luar negeri sangat erat
hubungannya dengan politik domestik. Bentuk dari politik
luar negeri mempertimbangkan pengaruh politik dalam
negeri sehingga pemerintah dalam merespon isu
internasional harus melihat serta mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian yang akan diterima oleh negara
sebelum menetapkan sebuah kebijakan (Wuryandari,
2008).
Adapun bentuk politik luar negeri yang kemudian di
implementasikan ke dalam kebijakan luar negeri berupa
pernyataan sikap Indonesia didorong oleh aspirasi
masyarakat. Identitas Indonesia yang mayoritas
berpenduduk muslim menekankan kepada pemerintah
untuk segera menyatakan sikap terkait isu Yerusalem.
Kelompok swadaya masyarakat dan beberapa pegiat
pejuang kemerdekaan Palestina juga menghimbau kepada
pemerintah RI untuk segera memberikan respon terhadap
isu Yerusalem. Dengan demikian, aspirasi dari masyarakat
tersebut menjadi bentuk kekuatan kepentingan nasional
yang kemudian diolah menjadi kebijakan luar negeri.
Kemudian, bentuk politik luar negeri juga tidak terlepas
dari prinsip dasar negara dengan kata lain UUD 1945 dan
Pancasila. Pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 terdapat
kalimat seruan yang menyebutkan untuk ikut andil dalam
menjada perdamaian dunia dan keadilan sosial. Para
pendahulu bangsa memberikan amanah kepada generasi
penerus bangsa untuk terus aktif menjaga keamanan global.
Dengan kata lain, hal ini menjadi prinsip dasar bagi
pemerintah RI yang wajib dilaksanakan dalam menjaga
perdamaian dunia. Pemerintah Republik Indonesia dengan
tegas menyatakan siap membela Palestina karena
menganggap bahwa isu Yerusalem dapat menjadi ancaman
bagi keamanan global. Dengan demikian, Indonesia terus
mengawasi terkait proses perdamaian Palestina dan
mendukung Palestina.
Kebijakan luar negeri adalah sekumpulan keputusan yang
dibuat oleh pemerintah sebagai lembaga eksekutif tertinggi
berdasarkan pertimbangan dewan sebagai lembaga
legislatif, partai politik dan keadaan politik domestik
dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan nasional
sesuai dengan kapabilitas dan kemampuan negeri. (Muller,
2015).
Dalam pengertian diatas menjelaskan bahwa kebijakan
luar negeri berarti sikap ataupun respon sebuah negara
karena sebab melihat suatu kejadian internasional. Setiap
isu internasional mempunyai dampak baik itu kecil maupun
besar di setiap negara yang ada di dunia. Namun yang perlu
digarisbawahi sebelumnya bahwa kebijakan luar negeri
tidak diambil hanya berdasarkan keputusan prerogatif
Presiden. Namun juga melihat pertimbangan dari sisi badan
legislatif, kebutuhan domestik, kepentingan nasional dan
isu-isu domestik yang terdapat dalam sebuah negara.
Kebijakan luar negeri juga dibuat berdasarkan dari
kedua faktor yaitu faktor internal maupun eksternal. Faktor
eksternal merupakan setiap pengaruh atau keadaan yang
dapat mempengaruhi kebijakan dalam negeri yang berasal
dari keadaan dunia internasional. Artinya, keadaan politik
global dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri pada
suatu negara. Selain itu, kebijakan dalam negeri juga dapat
dipengaruhi dari faktor internal. Antara lain yaitu partai
politik, opini publik, media, elit politik, lembaga legislatif,
budaya politik dan kelompok kepentingan (Maksum, 2015).
Agar lebih mudah dalam memahaminya, terdapat
kerangka berpikir yang lebih sistematis bagaimana proses
kebijakan luar negeri dibentuk menurut Jeffrey W.
Taliaffero adalah sebagai berikut:
KEBIJAKAN
LUAR
NEGERI
SISTEMIK DOMESTIK (Dependent
(Independent (Independent Variable)
Variable) Variable) Fleksibel
Nasionalis
Kompromis