Anda di halaman 1dari 8

Tugas Kelompok

Disusun oleh Kelompok :

1. Adelwis Putri Maynarez (22089139)


2. Naila Raissania Riandra Putri (22004165)
3. Selvi Zalehah (22086118)
4. Boston Wawan Doli Saputra Siregar (22086016)
5. Ivan Maulana (22089114)

Sesi : 0834

Matkul : Pendidikan Pancasila

Materi : Menganalisis Kronologis Perumusan Pancasila Dalam Konteks Sejarah Perjuangan


Bangsa Menjadi Dasar Negara

Nilai-nilai yang terkandung dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara ialah nilai
kebersamaan atau nilai persatuan dan kesatuan. Mereka lebih mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa di atas kepentingan pribadi dan kelompok (golongan). Nilai kebersaman
dalam perumusan dasar negara Indonesia sudah terlihat sejak masa persiapan kemerdekaan
Indonesia.

Nilai luhur perumusan Pancasila ini sudah bisa dilihat saat rapat siding BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Hal ini dikarenakan nilai
kebersamaan atau nilai persatuan dan kesatuan dapat menyatukan atau mengabungkan berbagai
macam jenis perbedaan pendapat yang terjadi pada siding BPUPKI pertama dan juga yang
kedua, seperti yang telah dikutip dalam buku pendidikan kewarganegaarn oleh M. Masan dan
Rachmat.

Dapat kita lihat Mohammad Yamin mempunyai pandangan yang berbeda dengan
Soekarno dan juga Soepomo tentang dasar negara Indonesia merdeka, ketiga orang ini
memiliki pandangan berbeda-beda terhadap konsep dasar negara Indonesia merdeka. Akan
tetapi, hal ini tidak menjadi masalah nantinya dikarenakan nilai kebersamaan dalam proses
perumusan Pancasila membuat segala perbedaan pendapat para ketiga tokoh tersebut yang
menjadi pengagas dasar negara ini tidak menjadikan sebuah penghalang ketiganya untut tetap
Bersatu.

Nilai luhur pada proses perumusan Pancasila bagi bangsa Indonesia terlihar dalam
siding PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sidang PPKI merupakan suatu
contoh yang ada pada nilai sila yang keempat yaitu bermusyawarah untuk menghasilkan
mufakat yang maksudnya dalam bermusyawarah nanti memiliki satu tujuan yaitu menyatukan
pendapat-pendapat yang ada untuk mencapai sebuah kesepakatan.

Misalnya, bisa dilihat para tokoh yang tidak setuju dengan isi piagam Jakarta terutama
pada sila pertama yang cukup kontrovensial karena isinya yakni “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya” yang akhirnya diubah menjadi “Ketuhanan
yang maha esa” nah keberatan ini ditanggapi serius oleh peserta rapat yang lain, sehingga
akhirnya diubah menjadi sila seperti di atas.

Nilai proses perumusan Pancasila bagi bangsa Indonesia juga terlihat pada bagaimana
perbedaan pendapat tidak membuat peserta sidang PPKI terpecah belah. Malah para peserta
sidang PPKI semakin mempererat tali persatuan dan kesatuan bangsa , menciptakan suasana
damai, dan saling menghargai satu sama lain.

Nilai bersama dan nilai pemersatu ini sejalan dengan fungsi ideologi di masyarakat,
yaitu (1) sebagai tujuan atau cita-cita bersama yang hendak dicapai oleh masyarakat, dan (2)
sebagai pemersatu masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang terjadi dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Fungsi ideologi tersebut dalam keberadaannya selaras dengan
tujuan hidup bermasyarakat yaitu untuk mencapai terwujudnya nilai-nilai dalam ideologi
bangsa.

1) Implementasi Pancasila.

Berdasarkan pengalaman sejarah dapat diketahui bahwa upaya implementasi Pancasila


telah dilakukan sejak masa Pemerintahan Presiden Soekarno, yang dibagi menjadi tiga yaitu
(a) tahap perjuangan 1945-1949, (b) pemerintahan RIS, dan (c) tahap setelah Dekrit Presiden
5 Juli 1959. Secara de yure upaya untuk mengimplementasikan Pancasila tersurat dalam UU
No. 4 Tahun 1959 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah, pasal 3 dan
pasal 4 yang dengan tegas menyatakan bidang pendidikan dan pengajaran adalah untuk
mewujudkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.[1] Namun
secara de facto indoktrinasi Pancasila secara terencana dan sistematis belum dapat
direalisasikan karena hambatan politik, ekonomi dan keamanan (http://inprogres.
Wordpress.com/2009/10/26/implementasi-pancasila).

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, implementasi Pancasila gencar


dilaksanakan dengan Penataran P4 dengan tujuan agar setiap warga negara dapat memahami
hak dan kewajibannya sehingga mampu bersikap dan berperilaku dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Secara institusional kebijakan tersebut juga ditempuh melalui jalur
pendidikan, baik tingkat dasar, menengah hingga Perguruan Tinggi, dengan kurikulum yang
berisi materi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam hidup bernegara
berdasarkan Pancasila. Selanjutnya paradigma yang diangkat adalah menciptakan stabilitas
politik yang dinamis, namun paradigma dan kebijakan yang digulirkan ternyata tidak sesuai
dengan jiwa Pancasila. Bahkan Pancasila ditafsirkan dalam hubungan dengan kepentingan
kekuasaan pemerintah yang sentralistik dan otoritarian. Akhirnya periode ini tidak mencapai
hasil yang optimal karena metode dan materi tidak tepat, dan pendidik serta penatar kurang
profesional.

Pada pasca reformasi, pemahaman dan pengamalan Pancasila mengalami berbagai


hambatan yang berat dan sulit diprediksi, yang bermuara pada ancaman disintegrasi bangsa
serta penurunan kualitas kehidupan dan martabat bangsa. Perkembangan yang sangat
memprihatinkan itu terutama disebabkan oleh dinamika politik yang menyalahgunakan
Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dengan mengingkari nilai-nilai luhur untuk
tujuan kekuasaan.

Perilaku politik para pemegang kekuasaan yang mengingkari Pancasila tersebut


akhirnya berpengaruh pada rentannya elemen bangsa dibawahnya untuk melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekuen (Kristiadi, 2011: 529). Akibatnya Pancasila mulai
ditinggalkan, tidak lagi difungsikan sebagai wacana, baik dalam forum diskusi, sarasehan,
seminar maupun dalam program-program pemerintah.

Bahkan di lingkungan perguruan tinggi tidak lagi diajarkan materi Pancasila.


Selanjutnya tantangan lain yang dihadapi adalah munculnya ego kedaerahan dan
primordialisme sempit. Fenomena ini mengindikasikan bahwa Pancasila seolah-olah tidak
lagi memiliki kekuatan untuk dijadikan paradigma dan batas pembenaran dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam perkembangannya, gerakan reformasi yang sebenarnya amat
diperlukan, tampak tergulung oleh derasnya arus eforia kebebasan.
Sehingga sebagian masyarakat seperti lepas kendali dan tergelincir ke dalam perilaku
yang anarkis, timbul berbagai konflik sosial yang tidak kunjung teratasi, dan bahkan di
berbagai daerah timbul gerakan yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa serta
keutuhan NKRI. Bangsa Indonesia sampai saat ini terus dilanda krisis multidimensional di
segenap aspek kehidupan, sehingga terjadi krisis moral yang mengarah pada demoralisasi.

Mencermati pengalaman sejarah perjuangan bangsa tersebut dan dalam kaitan dengan
perspektif ilmu, khususnya teori fungsionalisme struktural, maka Indonesia sebagai suatu
negara yang majemuk sangat membutuhkan nilai bersama yang dapat dijadikan sebagai nilai
pengikat integrasi (integrative value), titik temu (common denominator), jati diri bangsa
(national identity) dan sekaligus nilai yang baik dan mampu diwujudkan (ideal value).

Nilai bersama ini diharapkan dapat diterima, dimengerti, dan dihayati. Dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara, nilai-nilai tersebut dapat diimplementasikan oleh setiap
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sehingga dapat berperan untuk membangun
stabilitas dan komunitas politik, sehingga perlu diinternalisasikan agar dapat dihayati melalui
pendidikan kewarganegaraan (civic education). Implementasi Pancasila melalui pendidikan
kewarganegaraan diperlukan bagi pembangunan manusia seutuhnya kedepan karena Pancasila
mengandung nilai-nilai penting tentang dasar negara, ideologi dan falsafah hidup bangsa.

2) Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila.

Ditinjau dari segi filsafat, sila-sila dari Pancasila harus dipahami dalam satu kesatuan
yang utuh, sebagai satu kesatuan sistematis, yang tidak dapat diubah-ubah urutan dan
tempatnya yang tersusun secara hirarkhis, karena memahami dan memberi arti setiap sila
secara terpisah akan menimbulkan pengertian yang salah tentang Pancasila sebagai satu
kesatuan.

Pada tataran normatif di dalam Pancasila terkandung prinsip yang sangat penting bagi
usaha menjaga kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu persatuan dalam keanekaragaman
yang dijiwai oleh azas Ketuhanan. Mempedomani prinsip tersebut dalam membangun relasi
sosial dalam kehidupan masyarakat perlu didasari atas sikap loyalitas terhadap keberagaman
daerah, suku, agama, budaya, ideologi yang diterima sebagai kenyataan sosial untuk
dikembangkan menjadi jaringan kerjasama dengan dilandasi hubungan spiritual antara
manusia sebagai mahluk Tuhan, dan dalam hubungan dengan sesama serta alam sekitarnya
secara harmonis. Prinsip tersebut selayaknya diwujudkan menjadi sikap dan tindakan yang
mengedapankan iman dan taqwa, segi kemanusiaan dalam bentuk gotong-royong, pemerataan
dan keadilan sosial untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan akibat krisis yang
berkepanjangan.

Mengenai konsep Pancasila, perlu dipahami bersama bahwa secara normatif tidak
berubah, namun dalam kaitan dengan kepentingan politik dan kekuasaan cenderung mengalami
dinamika yang multi kompleks. Adapun tantangan sosialisasi Pancasila dalam menyiasati
perkembangan situasi kedepan adalah pengaruh globalisasi yang melanda seluruh aspek
kehidupan dan praktek pasar bebas, eksploitasi SKA yang membabi buta dan ancaman
fundamentalisme agama.

Atas dasar itu dibutuhkan upaya konstruktif dengan berlandaskan pada interpretasi dan
sosialisasi Pancasila dengan memberdayakan SDM yang cerdas dan memiliki komitmen yang
kuat terhadap Pancasila, dengan memperhatikan perspektif sejarah, hidup tertib dan teratur
sesuai peraturan, menanamkan sikap tenggang rasa, toleransi dan bertanggungjawab,
mendahulukan kepentingan kesejahteraan dan keamanan, mengembangkan jaringan kerjasama
dengan melibatkan institusi dan berbagai kalangan dan menghargai nilai serta norma sosial
dalam kehidupan masyarakat.

3) Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila.

Perwujudan Pancasila yang mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari adalah


bentuk rumusan Pancasila. Secara otentik rumusan Pancasila terdapat di dalam Pembukaan
UUD 1945, yang telah disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Selain diwujudkan
dalam bentuk rumusan, Pancasila juga diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku sehari-hari
baik dalam kaitan dengan kegiatan sosial, budaya, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan
tersedianya peranti lunak berupa pedoman untuk mengatur, mengarahkan, proses dan cara
pelaksanaan organisasi (Moedjanto, 1989: 82-86).

Sebagai sistem nilai, Pancasila merupakan cita-cita luhur yang digali, ditemukan dan
dirumuskan oleh para pendiri bangsa, yang menjadi motivasi bagi sikap, pemikiran, perkataan
dan perilaku bangsa dalam mencapai tujuan hidupnya dan mendukung terwujudnya nilai-nilai
Pancasila. Secara formal nilai-nilai Pancasila harus diterima, didukung dan dihargai oleh
bangsa Indonesia, karena merupakan cita-cita hukum dan cita-cita moral seluruh bangsa
Indonesia (Paulus Wahana, Op.cit., 75-76).

Disadari bahwa rumusan Pancasila terlihat abstrak dan umum, sehingga perlu
penjabaran lebih lanjut, yang dilengkapi dengan pedoman bagi terwujudnya nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Adapun tata urutan peraturan
perundangan di Indonesia diawali dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD
1945, yang merupakan cita-cita hukum, dijabarkan kedalam pasal-pasal UUD 1945 sebagai
norma hukum tertinggi, yang menjadi sumber hukum bagi peratutan perundangan yang lebih
rendah. Proses selanjutnya diharapkan norma-norma hukum dapat mewujudkan nilai-nilai
Pancasila secara operasional dan nyata dalam rangka mewujudkan kesejahteraan bangsa dan
keamanan negara.

4) Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Nasional.

Pada konteks hubungan antara manusia, bangsa dan negara, ideologi berarti sebagai
suatu sistem cita-cita dan keyakinan yang mencakup nilai-nilai dasar, yang dijadikan landasan
bagi masyarakat dalam berbagai aspek kehidupannya. Pancasila yang memuat nilai-nilai dasar
serta cita-cita luhur bangsa memotivasi bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan nasional.

Sejak awal pembentukan, ideologi Pancasila merupakan ideologi dari, oleh dan untuk
bangsa Indonesia. Pancasila yang merupakan falsafah dan pandangan hidup bangsa secara
operasional dijadikan ideologi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan konsensus politik yang
menjanjikan suatu komitmen untuk bersatu dalam sikap dan pandangan guna mewujudkan
tujuan nasional (Paulus Wahana, Op.cit. 91-92).

Nilai-nilai yang telah disepakati bersama tersebut mewajibkan bangsa Indonesia


dengan segala daya dan upaya untuk mewujudkan sesuai dengan situasi dan kondisi nyata serta
menghindari pemikiran dan perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai dasar. Selanjutnya
sebagai ideologi terbuka, Pancasila memiliki keterbukaan, keluwesan yang harus diterima dan
dilaksanakan oleh seluruh golongan yang ada di Indonesia.

Pancasila sebagai ideologi nasional harus mampu memberikan wawasan, azas dan
pedoman normatif bagi seluruh aspek kehidupan, baik ekonomi, politik, sosial dan pertahanan
keamanan serta dijabarkan menjadi norma moral dan norma hukum. Sebagai konsekuensi dari
fungsi ideologi, diharapkan dapat mewujudkan sistem ekonomi Pancasila, khususnya bidang
ketahanan pangan sebagai salah satu pilar utama bagi kelanjutan pembangunan nasional.

5) Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Dasar Negara.

Berdasarkan rumusan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila memiliki
kedudukan sebagai dasar negara karena memuat azas-azas yang dijadikan dasar bagi berdirinya
negara Indonesia. Sebagai dasar filsafat negara, rumusan Pancasila merupakan satu kesatuan
rumusan yang sistematis, yang sila-silanya tidak boleh bertentangan, melainkan harus saling
mendukung satu dengan yang lain. Pancasila harus dipahami secara menyeluruh sebagai satu
kesatuan, dan dalam pelaksanaannya tidak tidak boleh hanya menekankan satu sila atau
beberapa sila dengan mengabaikan sila lainnya.

Pancasila yang memiliki rumusan abstrak, umum, universal justru bertumpu pada
realitas yang dapat dipahami bersama oleh seluruh bangsa Indonesia, yang tidak menimbulkan
pengertian pro dan kontra. Dengan demikian Pancasila dapat dijadikan sebagai azas persatuan,
kesatuan dan kerjasama bagi seluruh bangsa Indonesia.

6) Implementasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Falsafah Pandangan Hidup Bangsa.

Apabila dihayati dengn seksama, rumusan Pancasila yang digali oleh para pendiri
bangsa merupakan hasil proses pemikiran yang panjang untuk menentukan jatidiri dan falsafah
pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyikapi dinamika dan tantangan kehidupan berbangsa
dan bernegara yang multi kompleks ini maka agar falsafah pandangan hidup bangsa dapat
terwujud, maka nilai-nilai Pancasila harus menjadi dasar dalam menentukan perjalanan hidup
dalam mencapai tujuan nasional. Nilai-nilai Pancasila perlu dimaknai dan diimplementasikan
secara nyata dalam upaya menyejahterakan kehidupan masyarakat dan mewujudkan keadilan
sosial.

Berdasarkan nilai-nilai Pancasila tersebut bangsa Indonesia akan memandang


persoalan-persoalan yang dihadapi dan menentukan arah serta mencari solusinya. Dalam
perspektif pembangunan saat ini dan kedepan, pemikiran yang disarankan adalah
mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah pandangan hidup bangsa dengan
kebijakan strategis bidang pangan untuk membangun ketahanan pangan sebagai langkah yang
tepat.

7) Akselerasi Sosialisasi Nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Nasional.

Ideologi Pancasila bukan ideologi yang bersifat totaliter dan bersifat memaksa, seperti
Marxisme. Ideologi Pancasila ini selayaknya disosialisasikan secara sederhana, jelas, praktis
dan terus menerus, baik dalam pemikiran, perkataan, perilaku dan keteladanan, sehingga
mampu menarik dan mengetuk hati setiap rakyat Indonesia. Ideologi Pancasila tetap
menghormati hak individu dan martabat manusia. Pada perkembangannya kedepan, ideologi
Pancasila tidak melancarkan indoktrinasi, melainkan menggunakan cara persuasif dan dialog,
sehingga mampu berperan, membimbing semua warga negara secara bersama dalam
menyelenggarakan kehidupan berbangsa dan bernegara secara sadar, iklas dan menaati serta
mengamalkan kelima sila dari Pancasila. Ideologi Pancasila memaklumi adanya perubahan
nilai sebagai indikator adanya dinamika masyarakat dalam mencapai tujuan nasional (Paulus
Wahana, Loc. Cit., 99).

Anda mungkin juga menyukai