Anda di halaman 1dari 4

KASUS RS SUMBER SEHAT

Pada hari Sabtu malam Minggu di masa pasca pandemi Covid-19, karena status PPKM di kota tersebut baru saja dicabut oleh Pemerintah, Pak
Parkit dan Bu Parkit pergi berkendara sepeda motor untuk mengusir rasa bosan setelah lebih dari dua tahun pandemi Covid-19. Dalamperjalanan
pulang setelah makan di kafe, tiba-tiba motor Pak Parkit ditabrak mobil dari belakang.Mobil penabrak langsung pergi meninggalkan Pak Parkit non
maleficence (pelanggaran non manificience). Kepala Pak Parkit terbentur aspal. Saatitu pak Parkit merasa sakit kepala. Pak Parkit menahan diri mencari
pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan dan memilih pulang saja ke rumah karena masih takut tertular virus Corona dan masih trauma atas
pengalaman buruk yang dialami kakak kandungnya 2 tahun lalu saat dirawat dan meninggal di RS (otonomy). Sesampai di rumah Pak Parkit mengeluh
napas terasa sesak, mulaibatuk-batuk dan sakit kepala semakin hebat.

Malam itu sekitar pukul 12 malam, pak Parkit mengetuk pintu rumah tetangganya (pelanggaran autonomy & non manificience), NersSriti,
yang kebetulan seorang perawat yang berpraktik di RS Sumber Sehat di kota tersebut dan juga membuka praktik mandiri di rumahnya. Jam praktek
yang tertera di papan di depan rumahNers Sriti bertuliskan praktek mulai pukul 18.00 WIB-20.00 WIB. Beneficience Saat itu, Ners Sriti, yang sedang
beristirahat setelah sebelumnya bertugas jaga di RS, membukakan pintu dan mempersilahkan Pak Parkit duduk di bangku di teras rumahnya (justice
4&10 dan non maleficence no 1). Pak Parkit minta diberi obat (otonomy) untuk mengobati sakit kepalanya dan obat sesak napas yang biasa ia
konsumsi jika mengalami serangan asma (Pak Parkit sudah memiliki asma sejak lama). Ners Sriti kemudian memberikan obat-obatan dan
menyarankan Pak Parkit untuk pergi ke RS Sumber Sehat agar diperiksa kondisinya. Setelah mendapat obat, Pak Parkit pulang (autonomy 1, 2, 6 8,
9, justice 4&10, beneficence & nonmaleficence minimalisir bahaya).

Pada pagi harinya nyeri kepala Pak Parkit terasa semakin hebat, muntah-muntah, batuk-batuk hebat dan kemudian jatuh pingsan. Bu Parkit
panik dan meminta Ners Sriti ikut mengantar (non maleficence emergency)Pak Parkit ke RS Sumber Sehat. Walaupun Ns Sriti hari itu sedang libur
dari tugas di RS, namunia tetap mengantar Pak Parkit dan Bu Parkit menggunakan mobil pribadi Ners Sriti (beneficence 1, 2, 4, 10 nonmaleficence) .
Perjalanan menuju RS Sumber Sehat cukup lancar namun udara tampak berkabut akibat polusi hebat di kotatersebut. Sesampai di RS, beliau langsung
dibawa masuk ke ruang Triase (penapisan) justice Instalasi Gawat Darurat (IGD). Semua petugas di ruang tersebut menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD)level 2 (beneficence minimalisir bahaya, justice). Kebetulan direktur RS tersebut adalah istri Pak Bupati, sehingga pada masa APD langka
beberapa waktu lalu setiap ada bantuan APD dari dinas kesehatan propinsi maka RS Sumber Sehat selalu menjadi prioritas (bertentangan dengan
justice).

Suasana IGD di RS Sumber Sehat cukup ramai. Tampak seluruh bed pasien penuh terisibahkan beberapa pasien masih belum mendapatkan
bed (potensial justice baik/buruk),. Di halaman depan IGD terdapat meja petugas tempat dilakukan skrining atau penapisan pasien (justice) yang akan
masuk IGD. Pasien-pasien yang dengan demam dan gejala saluran pernapasan, akan ditempatkan di ruang khusus terpisah dari pasien lain
(nonmaleficence 1, justice). Hari itu tampak banyak pasien yang batuk-batuk dan sesak, namun tidak semuapasien mendapat oksigen karena jumlah
tabung oksigen yang terbatas tidak sebanding dengan jumlah pasien yang membutuhkan (Justice).
Dokter yang bertugas saat itu adalah dokter Murai. Ia sudah bertugas selama 16 jam (melebihi durasi jaga normal yang seharusnya 8 jam) karena
beberapa dokter dan tenaga perawat di RS tersebut izin tidak masuk karena sakit dengan gejala Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) (potensial
nonmaleficence). Walaupun dr. Murai merasa lelah dan mengantuk namun ia tetap bertugas agar pelayanan IGD bisa tetap berjalan karena RS tersebut
satu-satunya RS rujukan di kabupaten (Beneficence 1,2, 4, 7).

Setelah melalui proses penapisan, Pak Parkit ditempatkan di ruang isolasi IGD. Sementara itu, sambil menunggu hasil pemeriksaan swab antigen
Pak Parkit keluar, Bu Parkit teringat kembaliperistiwa yang menimpa kakak iparnya, Ny. Merpati, yang sekitar dua tahun lalu meninggal di RS ini.
Bu Parkit mepertanyakan ke perawat alasan mengapa Pak Parkit ditempatkan di ruang isolasi padahal menurutnya Pak Parkit mengalami serangan
asma dan bukan terinfeksi Covid-19Karena perawat sedang sibuk menangani pasien lainnya, Bu Parkit merasa diabaikan dan tidak mendapat
penjelasan yang memuaskan (bertentangan justice hak pasien dapat info).

Kisah Ny. Merpati:

Sudah sejak satu minggu ini, Ny. Merpati, 55 tahun mengalami demam, batuk dan sesaknafas. Kondisinya semakin hari semakin melemah
apalagi beliau memiliki riwayat asma dan mengidap diabetes. Tn Elang, suami Ny. Merpati, sudah sejak 2 hari terakhir mendatangi beberapa rumah
sakit di wilayah Kota dan Kabupaten B namun semua petugas RS yang didatangimengaku penuh begitu tahu riwayat penyakit Ny. Merpati (Justice).
Akhirnya berkat bantuan saudara yang bekerja di RS Sumber Sehat, Ny. Merpati dapat dirawat mulai hari Minggu sore. Sebelum dirawat di ruang
isolasi, dilakukan pemeriksaan swab PCR (nonmaleficence). Tn. Elang bersikukuh ingin menemani isterinya selama dirawat di RS. Pihak RS
menjelaskan bahwa tidak boleh menemanipasien di ruang isolasi untuk mencegah penularan virus Covid-19 (beneficence & nonmaleficence). Dengan
berat hati, Tn Elang mengikuti arahan petugas dan pulang ke rumah. Awalnya ia bingung memikirkan biaya pengobatan istrinya selama di RS karena
sudah sejak pandemi 2 tahun lalu ia dirumahkan dari pekerjaannya, namun staf administrasi RS menjelaskan bahwa biaya pengobatan pasien Covid-
19 akan ditanggung oleh pemerintah (justice & beneficence).

Pada keesokan harinya, Senin sore, Tn Elang sempat berkomunikasi dengan isterinya viaWhatsApp. (Ny. Merpati mengatakan bahwa sejak
dirawat di ruang isolasi tidak ada dokter mapun perawat yang menjelaskan mengenai hasil swab PCR maupun perkembangan kondisi penyakitnya
dan obat apa saja yang diberikan kepadanya(bertentangan beneficence). Malamnya Tn Elang mulai gelisah karena pesan yang dikirim tidak ada tanda
sudah dibaca. Beberapa kali menelpon juga tidak dijawab. Untung Tn Elang sempat mencatat nomor HP salah satu perawat di ruang isolasi. Tn Elang
menelpon perawat tersebut namun tidak diangkat. Tn Elang sempat kesal karena tidak adarespon dari perawat. Akhirnya Tn Elang hanya bisa pasrah
dan mendoakan yang terbaik. “Besokpagi saja ke rumah sakit.” pikir Tn Elang (melanggar nonmaleficence).

Sekitar pukul 02.00 dini hari, Tn Elang mendapat kabar dari RS bahwa isterinya telah meninggal dunia. Tn. Elang terkejut dan segera datang
ke RS dan bertemu dengan dokter yang merawat istrinya. Dokter menjelaskan bahwa Ny. Merpati mengalami komplikasi pada saluran pernapasan
dan jenazah akan ditatalaksana sesuai protokol pemulasaraan jenazah covid-19 (otonomy). “Turut berduka cita ya Pak atas kepergian Ny. Merpati,
kami sudah berusaha melakukan yang terbaik, namun Tuhan berkehendak lain” ucap Dokter (beneficence). Tn Elang segera mengabarkan berita duka
ini ke keluarga besar dan tidak lupa melaporkan juga ke Ketua RT.

Mengingat hasil swab PCR belum keluar, keluarga besar Ny. Merpati keberatan jika pemulasaran jenazah Ny Merpati dilakukan sesuai protokol
Covid-19 (otonomy). Pak Parkit (selaku adik kandung) yang mewakili pihak keluarga Ny. Merpati bersikeras membawa pulang jenazah untuk
disemayamkan di rumah (otonomy). Beberapa saudara kandung dan sepupu-sepupu Ny. Merpati marah kepada petugas kamar jenazah RS karena
dianggap “menahan” jenazah Ny. Merpati. Tn. Elanghanya bisa pasrah dan tertunduk lesu karena sedih ditinggal istri selama-lamanya.
Sebelum meninggalkan Rumah Sakit, peti jenazah dan petugas ambulans dengan APD level 3 disemprot dengan disinfektan (beneficence &
nonmaleficence). Ketika iringan mobil ambulan dan mobil Tn Elang tiba di areal pemakaman, banyak warga yang berkerumun. Warga mendengar
kabar bahwa Ny Merpatiwafat karena Covid-19. Mereka menolak dimakamkan di areal pemakaman warga karena takut tertular. Areal pemakaman
berada di wilayah RW lain (otonomy).

Berkat laporan dari Ketua RT, petugas puskesmas dan aparat desa sudah menunggu disekitar areal pemakaman. Baik petugas puskesmas
maupun aparat desa menjelaskan soal protokol pemulasaran kepada warga yang berkerumun (beneficence). Akhirnya warga mengizinkan untuk
dimakamkan di sana.

Kisah Apoteker Nuri:

Pada hari itu, ada banyak sekali pasien yang menunggu obat di Instalasi Farmasi RumahSakit (IFRS) Sumber Sehat. Apoteker Nuri yang
bertugas sejak pagi hingga pukul 4 sore belumsempat istirahat (beneficence no 1, potensial nonmaleficence). Dia teringat ada 2 pasien yang tadi tidak
sempat dijelaskan informasi obatnya secara lengkap karena pasien tersebut terburu-buru ingin pulang (nonmaleficence). Karena ada pasien yang
meminta obatnya segera diberikan, namun persediaan obat di gudang Rumah Sakit Sumber Sehatsedang kosong, Apoteker Nuri langsung mengganti
obat dengan merek lain sesuai dengan persediaan di rumah sakit, walau dengan zat aktif yang sama (beneficence) . Apoteker Nuri tidak sempat untuk
menginformasikan pergantian merek obat itu pada dokter penulis resep dan pasien yang menebusresepnya (otonomy).

Ramainya penebus resep di IFRS hari itu memaksa Apoteker Nuri bekerja lebih cepat sehingga terjadi pemberian obat yang tidak sesuai
(nonmaleficence). Dia kelelahan sehingga tidak cermat dalam memeriksa resep. Obat untuk Pak Parkit tertukar dengan obat untuk pasien lain yang
bernama depan sama (nonmaleficence). Untungnya, Apoteker Nuri segera menyadari hal tersebut dan langsung menghubungi nomor kontak yang
tertera di kertas tanda terima obat (beneficence). Beruntung obat tersebut belum dikonsumsi, Apoteker Nuri meminta maaf dan menjelaskan hal yang
sebenarnya ke istri Pak Parkit, serta menggantinya dengan obat yang tepat (beneficence).

Anda mungkin juga menyukai