Anda di halaman 1dari 2

STUDI KASUS RISK GRADING MATRIX ASSESSMENT

Untuk setiap kasus dibawah ini, mohon dikaji Dampak, Frekuensi dan Tindakan
yang akan dilakukan berdasarkan Matriks Assesment.

1. Tn Joko Suryono usia 42 tahun di rawat oleh dr Andi SpPD di ruang Melati kelas
III kamar 301 RS Griya Husada dengan keluhan mual dan muntah selama 4 hari.
Tn Joko Suryono adalah pasien lama RS Griya Husada dan sudah sering keluar
masuk RS setahun terakhir dengan diagnosa Gastritis Kronis..
Pada keesokan harinya masuk lagi seorang pasien bernama Tn Joko Sungkono
usia 60 tahun dirawat juga oleh dokter Andi SpPD dengan keluhan sering sakit
kepala, pusing, berputar-putar serta hilangnya keseimbangan disertai mual dan
muntah yang dirasakan hampir setahun terakhir. Dalam anamnesa Tn Joko
Sungkono sering pingsan bila sakit kepalanya kambuh. Dr Andi SpPD
menginstruksikan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan CT Scan
kepala untuk Tn Joko Sungkono dan sudah dijadwalkan untuk pemeriksaan CT
Scan pada keesokan hari. Diagnosa sementara adalah Dispepsia dan Vertigo. Saat
itu kelas III di RS Griya Husada sedang penuh karena banyaknya pasien DBD
yang dirawat di RS tersebut. Peraturan di RS Griya Husada tidak
memperbolehkan merawat pasien dengan nama yang sama di dalam satu kamar
untuk mencegah terjadinya error.
Keesokan harinya Perawat Neni mendatangi Tn Joko Suryono untuk dibawa ke
ruang CT Scan. Tetapi untungnya pada saat akan dilakukan pemeriksaan, petugas
Radiologi mengecek kembali nama dan No MR pasien yang ternyata berbeda
dengan No MR yang berada pada Gelang Identitas pasien. Pemeriksaan CT Scan
dibatalkan dan Tn Joko Suryono diantar kembali ke kamarnya. Kejadian ini
belum pernah terjadi dalam 4 tahun yang lalu.

2. Tn Ali, 58 tahun, direncanakan operasi apendectomi dengan anastesi spinal oleh


dokter bedah disebuah RS T. Semua pemeriksaan menjelang operasi telah
dilakukan dan tidak ada kelainan, termasuk toleransi operasi. Dokter bedah
maupun dokter anestesi telah melakukan visite pre operasi. Informed consent juga
sudah ditandatangani.
Keesokan harinya, operasi dimulai sesuai jadwal, dr Anastesi mulai menyuntikkan
obat anestesi di daerah Lumbal, saat itu Tn Ali berteriak kesakitan. Beberapa
saat kemudian dokter bedah mulai memeriksa ambang rasa nyeri pasien, ternyata
pasien masih belum merasakan respons pembiusan bahkan Tn Ali masih merasa
kesakitan. Dokter bedah menanyakan obat anestesi yang diberikan pada Tn Ali.
Setelah dicek oleh Perawat Anastesi, ternyata obat yang diberikan pada Tn Ali
bukan obat anestesi seperti yang diresepkan, melainkan obat jantung yang bersifat
neurotoksik. Kedua obat tersebut dalam bentuk ampul dan sangat mirip
bentuknya. Tn Ali selanjutnya dipindahkan ke ICU karena merasa sangat
kesakitan dan mengalami shock. Setelah dua hari, pasien dikonsulkan ke dokter
neurologi RS Y. Kemudian bilas spinal, tetapi karena sudah terlalu lama maka
kerusakan sudah bersifat irreversible sehingga Tn Ali mengalami paraplegia.

1
Menurut catatan laporan insiden kejadian ini belum pernah terjadi sejak 10 tahun
RS T berdiri.

3. Pasien Tn. A 65 tahun dengan Penyakit Lambung Kronis dirujuk oleh dokter
Spesialis Penyakit Dalam di Riau untuk dilakukan tindakan Endoskopi di RS.
Bina Sejahtera Jakarta. Sebelumnya kepada pasien telah dijelaskan bahwa
tindakan ini merupakan Prosedur One Day Care (ODC) dengan pembiusan dan
pasien diharuskan untuk puasa sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien masuk RS pada hari Sabtu tanggal 12 Agustus 2006 jam 08.00, dan
tindakan direncanakan jam 09.00 WIB. Setelah melalui persiapan di ruang ODC,
jam 10.00 WIB, pasien dibius olleh dokter Spesialis Anastesi. Kemudian Dokter
Spesialis Penyakit Dalam akan mulai melakukan tindakan, tapi saat monitor
dinyalakan ternyata monitor TV yang biasa dipergunakan untuk Endoskopi tidak
dapat menampilkan gambar. Diputuskan untuk menghentikan tindakan, pasien
dibangunkan dan direncanakan untuk dilanjutkan pada hari Senin tanggal 14
Agustus 2006. Pasien mempertanyakan tertundanya pelayanan dimana sudah
dilakukan pembiusan tapi ternyata tindakan tidak dapat dilaksanakan, disamping
itu Tindakan yang seharusnya hanya ODC, akhirnya harus dirawat sampai 2 hari
menunggu alat yang akan dikirim Suplier. Kejadian seperti ini belum pernah
terjadi sejak 6 tahun selama Rumah Sakit dibuka.

4. Hari Minggu tgl 13 Agustus jam 19.00 Tn B usia 70 thn masuk ke Bangsal
Perawatan Rawat Inap VIP Mawar RS S diantar anaknya dengan Diagnosa
Stroke. Tn B mengalami kelumpuhan pada bagian tubuh sebelah kiri, keadaan
umum baik dan masih sadar. Saat itu Tn B didampingi oleh anaknya Tn G.
Keesokan harinya Tn B ditemukan terjatuh dari tempat tidur, saat diperiksa Tn B
sudah tidak sadarkan diri. Tn B mengalami perdarahan di otak dan akhirnya
meninggal keesokan harinya.. Kejadian ini pernah terjadi 4 tahun yang lalu.

Anda mungkin juga menyukai