Anda di halaman 1dari 88

GUBERNUR JAWA TIMUR

PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR


NOMOR 123 TAHUN 2016
TENTANG
PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS)
RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH MOJOKERTO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 29 ayat (1)


huruf r Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang
Peraturan Internal (Hospital By Laws) Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah Mojokerto.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang


Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan
Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang
Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950
(Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400);

5. Undang-Undang
-2-

5. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4431);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4502) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 171,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5340);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan
Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4502);
12. Peraturan
-3-

12. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang


Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
13. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
28 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Pelayanan Publik;
14. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/02/M.PAN/1/2007 tentang Pedoman Organsasi
Satuan Kerja di Lingkungan Instansi Pemerintah Yang
Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum;
15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2007
tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan
Standar Pelayanan Minimal;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah;
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian
Standar Pelayanan Minimal;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/Menkes/Per
/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit;
20. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228/Menkes/SK/
III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah;
21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 772/Menkes/SK/
VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit
(Hospital By Laws);
22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/MENKES/SK
/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014
tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit;

24. Peraturan
-4-
24. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 98 Tahun 2014
tentang Pedoman Penerapan Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah sebagaimana telah dengan
Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor
98 Tahun 2014 tentang Pedoman Penerapan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
25. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 69 Tahun 2010
tentang Pedoman Teknis Penetapan Remunerasi Bagi
Pejabat Pengelola, Pegawai dan Dewan Pengawas Badan
Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Daerah Provinsi
Jawa Timur;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PERATURAN INTERNAL


(HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT KUSTA SUMBERGLAGAH
MOJOKERTO.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :


1. Daerah adalah Provinsi Jawa Timur.
2. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Daerah Provinsi
Jawa Timur.
3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.
4. Dinas adalah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
5. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT
adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Timur.
6. Rumah Sakit adalah UPT Rumah Sakit Kusta Sumberglagah
Mojokerto.
7. Direktur adalah Direktur Rumah Sakit Kusta Sumberglagah,
yang berkedudukan sebagai Pimpinan Badan Layanan
Umum Daerah Rumah Sakit Kusta Sumber Glagah.
8. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat
BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit
Kerja pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di lingkungan
pemerintah daerah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari
keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
9. Pola
-5-
9. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
yang selanjutnya disingkat PPK-BLUD adalah Pola
Pengelolaan Keuangan BLUD yang memberikan fleksibilitas
berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian
dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada
umumnya.
10. Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital Bylaws) dan atau
disebut sebagai tata kelolaadalah peraturan organisasi
rumah sakit (Corporate Bylaws) dan peraturan internal staf
medis (Medical Staff Bylaws).
11. Peraturan organisasi rumah sakit(Corporate Bylaws) adalah
peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah
Provinsi Jawa Timur sebagai pemilik dengan Dewan
Pengawas, Pejabat Pengelola dan Staf Medis rumah sakit
beserta fungsi, tugas, tanggungjawab, kewajiban,
kewenangan dan haknya masing-masing dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola korporasi yang baik (good
corporate governance).
12. Peraturan internal staf medis (Medical Staff Bylaws) adalah
peraturan yang mengatur tentang fungsi, tugas,
tanggungjawab, kewajiban, kewenangan dan hak,
pengaturan pencegahan dan penyelesaian konflik dari Staf
Medis di rumah sakit dalam rangka menyelenggarakan tata
kelola klinis yang baik (good clinical governance).
13. Dewan Pengawas adalah Dewan yang mewakili Pemilik,
terdiri dari Ketua dan Anggota yang bertugas melakukan
Pengawasan terhadap pengelolaan Rumah Sakit yang
dilakukan oleh Pejabat Pengelola dan memberikan nasihat
kepada Pejabat Pengelola dalam menjalankan kegiatan
pengelolaan Rumah Sakit.
14. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara nyata dan
tegas diatur dalam lini organisasi yang terdiri dari Direktur,
Kepala Sub Bagian Tata, Kepala Seksi Pelayanan Medis dan
Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian
dan Pengembangan.
15. Jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab, kewajiban, kewenangan dan hak
seseorang pegawai dalam satuan organisasi yang dalam
pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan atau
keterampilan tertentu serta bersifat mandiri.
16. Pejabat
-6-
16. Pejabat pengelola rumah sakit adalah Kepala Unit Pelaksana
Teknis, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi
Pelayanan Medis dan Kepala Seksi Upaya Kesehatan
Masyarakat dan Penelitian dan Pengembangan.
17. Pelayanan Kesehatan adalah segala kegiatan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada seseorang dalam
rangka promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
18. Staf Medis Fungsional yang selanjutnya disingkat SMF
adalah Dokter Umum, Dokter Gigi, Dokter Spesialis dan
Dokter Gigi Spesialis yang bekerja purna waktu maupun
paruh waktu di unit pelayanan rumah sakit.
19. Instalasi adalah gabungan dari beberapa unit pelayanan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan dan kegiatan
operasional lain.
20. Unit pelayanan adalah unit yang menyelenggarakan upaya
kesehatan, yang meliputi Rawat Jalan, Rawat Inap, Gawat
Darurat, Rawat Intensif, Kamar Operasi, Radiologi,
Laboratorium,Kemoterapi, PONEK, Fisioterapi, Prothesa,
Farmasi, dan Gizi.
21. Unit kerja adalah tempat staf medis dan profesi kesehatan
lain yang menjalankan profesinya, dapat berbentuk
instalasi, unit dan lain-lain.
22. Komite Medik adalah perangkat rumah sakit untuk
menerapkan tata kelola klinis (clinical governance) agar staf
medis di rumah sakit terjaga profesionalismenya melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medis, dan
pemeliharaan etika dan disiplin profesi medis.
23. Sub Komite adalah kelompok kerja di bawah Komite Medis
yang dibentuk untuk mengatasi masalah khusus, yang
anggotanya terdiri dari staf medis dan tenaga profesi
lainnya.
24. Kewenangan Klinis (Clinical Previlege) adalah hak khusus
seorang staf medis untuk melakukan sekelompok pelayanan
medis tertentu dalam lingkungan rumah sakit untuk suatu
periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan
klinis (Clinical Appointment).
25. Penugasan klinis (clinical appointment) adalah penugasan
Direktur rumah sakit kepada seorang staf medis untuk
melakukan sekelompok pelayanan medis di rumah sakit
berdasarkan daftar kewenangan klinis yang telah ditetapkan
baginya.
26. Kredensial
-7-

26. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap staf medis


untuk menentukan kelayakan diberikan kewenangan klinis
(clinical privilege).
27. Rekredensial adalah proses reevaluasi terhadap staf medis
yang telah memiliki kewenangan klinis (clinical privilege)
untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis
tersebut.
28. Audit medis adalah upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien dengan menggunakan rekam medis yang
dilaksanakan oleh profesi medis.
29. Dokter mitra adalah dokter yang bekerjasama dengan
rumah sakit karena keahliannya, berkedudukan sejajar
dengan rumah sakit, bertanggung jawab secara mandiri dan
bertanggung gugat secara proporsional sesuai perjanjian
kerjasama yang berlaku di rumah sakit.
30. Dokter tamu atau staf medis tamu adalah dokter yang
karena keahlian atau reputasinya diundang oleh rumah
sakit untuk melakukan tindakan yang tidak atau belum
dapat dilakukan oleh staf medis yang ada di rumah sakit
atau untuk melaksanakan alih ilmu pengetahuan dan
teknologi.
31. Kewenangan klinis tenaga keperawatan adalah uraian
intervensi keperawatan dan kebidanan yang dilakukan oleh
tenaga keperawatan berdasarkan area praktiknya.
32. Peraturan Internal Staf Keperawatan adalah aturan yang
mengatur tata kelola klinis untuk menjaga profesionalisme
tenaga keperawatan di rumah sakit.
33. Audit Keperawatan adalah upaya evaluasi secara profesional
terhadap mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
kepada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang
dilaksankan oleh profesi perawat dan bidan.
34. Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan
dengan reputasi dan kompetensi yang baik untuk menelaah
segala hal yang terkait dengan tenaga keperawatan
35. Buku putih adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh tenaga keperawatan yang digunakan
untuk menentukan kewenangan klinis.

36. Satuan
-8-

36. Satuan Pemeriksa Internal adalah perangkat rumah sakit


yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian
internal dalam rangka membantu Direktur untuk
meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan dan pengaruh
lingkungan sosial sekitarnya (social responsibility) dalam
menyelenggarakan bisnis yang sehat.
37. Komite RS adalah perangkat RS untuk menerapkan tata
kelola RS agar staf non medis dan staf teknis secara
administrasi agar menjaga profesionalismenya melalui
mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi dan
pemeliharaan etika dan disiplin profesinya
38. Tenaga administrasi adalah orang atau sekelompok orang
yang bertugas melaksanakan administrasi perkantoran
guna menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan.
39. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah
Pegawai Negeri Sipil Rumah Sakit Sumberglagah.
40. Tenaga Non PNS adalah tenaga yang berkedudukan bukan
pegawai negeri sipil yang direkrut oleh rumah sakit
berdasarkan formasi kebutuhan rumah sakit.
41. Efisiensi adalah pengelolaan keuangan dalam pelaksanaan
pengadaan barang /jasa harus diusahakan dengan
menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai
sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya
dan dapat dipertanggungjawabkan.
42. Darurat adalah Suatu keadaan yang sukar (sulit), yang
terjadinya tidak tersangka sangka yang memerlukan
keputusan tindakan yang tepat dan penanggulangan segera.
43. Mendesak adalah Suatu keadaan yang memaksa untuk
segera dilakukan, dipenuhi, diselesaikan karena ada dalam
keadaan darurat, genting, hampir habis waktunya dan
mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas pelayanan
atau tidak berjalanya proses pelayanan.
44. Tarif adalah biaya yang harus dibayar oleh
pelanggan/pasien karena mendapatkan pelayanan di
Rumah Sakit.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2

(1) Penyusunan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital


Bylaws) atau Tata Kelola Rumah Sakit ini dimaksudkan
sebagai pedoman bagi Rumah Sakit dalam upaya
meningkatkan mutu pelayanan.
(2) Penyusunan
-9-

(2) Penyusunan Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital


Bylaws) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk :
a. tercapainya hubungan kerja yang baik antara Pemerintah
Provinsi, Dinas Kesehatan, Pejabat Pengelola, dan Staf
Medis;
b. memacu profesionalisme dengan tanggung jawab terhadap
mutu layanan Rumah Sakit;
c. memaksimalkan kinerja organisasi guna mewujudkan
pelayanan prima yang profesional, beretika, dan
berorentasi pada pelanggan dengan prinsip transparansi,
akuntabilitas, dapat dipercaya dan memiliki daya saing
yang kuat baik regional maupun nasional; dan
d. mendorong pengelolaan Rumah Sakit yang profesional,
transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan
kemandirian.

BAB III
RUANG LINGKUP

Pasal 3

Peraturan Gubernur ini mengatur mengenai Tata Kelola Rumah


Sakit yang merupakan peraturan internal rumah sakit (Hospital
By Laws) terdiri dari Peraturan internal Korporasi (Corporate
Bylaws) dan Peraturan internal Staf Medis (Medical Staf Bylaws)
serta peraturan lain yang berhubungan dengan Tata Kelola
Rumah Sakit.

Pasal 4

(1) Tata Kelola Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal


3, memuat :
a. struktur organisasi;
b. prosedur kerja;
c. pengelompokan fungsi yang logis; dan
d. pengelolaan Sumber Daya Manusia.
(2) Struktur organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, menggambarkan posisi jabatan, pembagian tugas,
fungsi, tanggung jawab, kewenangan dan hak dalam
organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(3) Prosedur
- 10 -

(3) Prosedur kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,


menggambarkan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi
jabatan dan fungsi dalam organisasi.
(4) Pengelompokan fungsi yang logis sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) huruf c, menggambarkan pembagian
yang jelas dan rasional antara fungsi pelayanan dan fungsi
pendukung yang sesuai dengan prinsip pengendalian intern
dalam rangka efektifitas pencapaian organisasi.
(5) Pengelolaan sumberdaya manusia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1) huruf d, merupakan pengaturan dan
kebijakan yang jelas mengenai sumber daya manusia yang
berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif dan
kompeten untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi
secara efisien, efektif, dan produktif.

Pasal 5

(1) Peraturan internal rumah sakit (Hospital By Laws)


sebagaimana dimaksud pada pasal 3, menganut prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a. transparansi;
b. akuntabilitas;
c. responsibilitas; dan
d. independensi.
(2) Transparansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,
merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar
kebebasan arus informasi agar informasi secara langsung
dapat diterima bagi yang membutuhkan sehingga dapat
menumbuhkan kepercayaan.
(3) Akuntabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang
dipercayakan pada Rumah Sakit agar pengelolaannya dapat
dipertanggung jawabkan kepada semua pihak.
(4) Responsibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
merupakan kesesuaian atau kepatuhan di dalam pengelolaan
organisasi terhadap bisnis yang sehat serta perundang-
undangan.
(5) Independensi sebagaimana pada ayat (1) huruf d, merupakan
kemandirian pengelolaan organisasi secara profesional tanpa
benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai peraturan perundang-undangan
dan prinsip bisnis yang sehat.
BAB IV
- 11 -

BAB IV
PERATURAN INTERNAL KORPORASI
(CORPORATE BY LAWS)
Bagian Kesatu
Falsafah, Visi, Misi, Tujuan Strategis, Motto
Dan Nilai-Nilai Dasar

Paragraf 1
Falsafah, Visi dan Misi
Pasal 6

(1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya Rumah Sakit


mempunyai falsafah memberikan pelayanan kesehatan
dengan mutu yang setinggi-tingginya dan melaksanakan
tugas dan fungsi rumah sakit dengan sebaik-baiknya dalam
rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
(2) Dalam rangka mewujudkan falsafah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Rumah Sakit mempunyai visi menjadi Rumah
Sakit Kusta Dengan Pelayanan Modern Bertaraf Nasional.
(3) Untuk mencapai visi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Rumah Sakit mempunyai misi :
a. menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang
komprehensif, informatif dan terpercaya;
b. menyediakan pola pelayanan kesehatan yang kompetitif
dan sistem rujukan yang transparan;
c. mengembangkan sarana, prasarana dan SDM; dan
d. mewujudkan kinerja keuangan yang luarbiasa secara
berkesinambungan.
(4) Visi dan Misi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dan ayat (3), disetujui oleh Gubernur Jawa Timur melalui
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
(5) Visi dan Misi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) diumumkan ke publik oleh Direktur.
(6) Visi dan Misi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) ditinjau secara berkala oleh Tim yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Direktur.

Paragraf 2
Tujuan Strategis, Motto dan Nilai-Nilai Dasar

Pasal 7
(1) Untuk mencapai visi dan misi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6, Rumah Sakit mempunyai tujuan strategis untuk :
a. menyediakan
- 12 -

a. menyediakan jasa unggulan berupa jasa layanan


kesehatan berbasis teknologi informasi (trustworthy
healing information);
b. menggunakan teknologi unggulan berupa jasa layanan
kesehatan dihasilkan melalui proses bisnis terintegrasi
berbasis teknologi informasi;
c. menggunakan manusia unggulan yaitu Sumberdaya
manusia yang merupakan basis untuk membangun daya
saing Rumah Sakit yang dikelola dengan system
manajemen yang memperlakukan personel sebagai
manusia berpengetahuan; dan
d. memiliki basis keuangan yang kuat.
(2) Untuk mencapai tujuan strategis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Rumah Sakit mempunyai motto “Jujur, ramah,
dan terpercaya dalam pelayanan”.
(3) Dalam rangka menerapkan motto sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) Rumah Sakit memakai nilai-nilai dasar sebagai
berikut:
a. berjiwa kepemimpinan;
b. memiliki integritas kejujuran;
c. keramahan;
d. menghargai perbedaan dan berwawasan lingkungan; dan
e. menghasilkan produk layanan prima yang bernilai
ekonomis bagi pelanggan dan organisasi.

Bagian Kedua
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Pasal 8

(1) Rumah Sakit berkedudukan sebagai UPT pada Dinas dan


merupakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi sebagai
unsur pendukung tugas Gubernur di bidang pelayanan
kesehatan.
(2) Rumah Sakit dipimpin oleh seorang Direktur yang
berkedudukan sebagai Direktur Rumah Sakit, yang berada di
bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui
Kepala Dinas Kesehatan.

Pasal 9

(1) Rumah Sakit mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas


Dinas di bidang promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif
penyakit kusta dan penelitian pengembangan penyakit kusta
serta melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat Strata II di
wilayah kerjanya.

(2) Untuk
- 13 -

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat


(1), Rumah Sakit mempunyai fungsi:
a. penyusunan rencana dan program rumah sakit kusta;
b. pelaksanaan ketatausahaan;
c. pengawasan dan pengendalian operasional rumah sakit
kusta;
d. pelayanan medis penyakit kusta;
e. penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non
medis;
f. pelaksanaan pelayanan kesehatan umum masyarakat;
g. penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan;
h. penyelenggaraan pelayanan rujukan pasien, spesimen,
Ilmu pengetahuan dan teknologi serta program;
i. penyelenggaraan koordinasi dan kemitraan kegiatan
rumah sakit kusta;
j. penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan diklat;
k. pelaksanaan monitoring dan evaluasi program;
l. pelaksanaan pembinaan wilayah di bidang teknis;
m. pelaksanaan pelayanan kesehatan masyarakat melalui
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif baik
dalam Upaya Kesehatan Perorangan maupun Upaya
Kesehatan Masyarakat di dalam gedung maupun di luar
gedung di wilayah kerjanya; dan
n. pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala
Dinas.

Bagian Ketiga
Kewenangan dan Tanggung Jawab Pemerintah Daerah

Pasal 10

(1) Pemerintah daerah dalam hal ini Gubernur, sebagai pemilik


Rumah Sakit mempunyai kewenangan sebagai berikut:
a. menetapkan peraturan internal Rumah Sakit (Hospital By
Laws) dan Pedoman Penetapan Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Rumah Sakit;
b. mengangkat dan memberhentikan Pejabat Pengelola dan
Dewan Pengawas sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku;
c. menyetujui dan mengesahkan Rencana Bisnis Anggaran,
dan Rencana Strategis Bisnis setelah disetujui oleh Dewan
Pengawas;
d. menyetujui
- 14 -

d. menyetujui atas rencana rumah sakit dalam mutu dan


keselamatan pasien dan menindaklanjuti laporan tentang
program mutu dan keselamatan pasien melalui Dewan
Pengawas dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur;
e. memberikan pendelegasian kewenangan kepada Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur untuk memberikan
persetujuan terhadap kebijakan dan prosedur operasional
Rumah Sakit setelah disetujui oleh Dewan Pengawas;
f. menyetujui pendidikan para professional kesehatan serta
penelitian;
g. melakukan evaluasi kinerja Dewan Pengawas pada akhir
masa jabatannya melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Timur;
h. memberikan sanksi kepada pegawai yang melanggar dan
memberikan penghargaan kepada pegawai yang
berprestasi sesuai ketentuan yang berlaku; dan
i. melakukan evaluasi dan/atau meminta laporan mengenai
kinerja keuangan maupun kinerja non keuangan.
(2) Sebagai Pemilik Rumah Sakit, Pemerintah Daerah
bertanggungjawab:
a. menutup defisit anggaran Rumah Sakit yang bukan
karena kesalahan dalam pengelolaan dan setelah diaudit
secara independen; dan
b. menerima gugatan atas terjadinya kerugian pihak lain,
termasuk pasien, akibat kelalaian dan atau kesalahan
dalam pengelolaan rumah sakit.

Bagian Keempat
Dewan Pengawas
Paragraf 1
Kedudukan, Tugas dan Wewenang

Pasal 11

(1) Dewan Pengawas merupakan unit non struktural pada


Rumah Sakit yang melakukan pembinaan dan pengawasan
Rumah Sakit secara internal yang bersifat non teknis
perumahsakitan yang melibatkan unsur masyarakat,
bersifat independen, dibentuk dan bertanggungjawab
kepada Gubernur.
(2) Dewan Pengawas berfungsi sebagai perwakilan pemilik
(governing body) Rumah Sakit dalam melakukan pembinaan
dan pengawasan non teknis perumahsakitan secara internal
di Rumah Sakit, dan pembinaan serta pengawasan
dituangkan dalam Keputusan Dewan Pengawas yang bersifat
kolektif kolegial.
(3) Dalam
- 15 -

(3) Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam


ayat (2), Dewan Pengawas mempunyai tugas melakukan
pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan Rumah
Sakit yang dilakukan oleh pejabat pengelola sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) Dewan Pengawas berkewajiban:
a. memberikan pendapat dan saran kepada Gubernur
mengenai Rencana Strategis Bisnis dan Rencana Bisnis
Anggaran yang diusulkan oleh Pejabat Pengelola;
b. mengikuti perkembangan Rumah Sakit dan memberikan
pendapat dan saran kepada Gubernur mengenai setiap
masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan Rumah
Sakit;
c. melaporkan kepada Gubernur tentang kinerja Rumah
Sakit;
d. memberikan nasehat kepada Pejabat Pengelola Rumah
Sakit dalam melaksnakan pengelolaan BLUD;
e. melakukan evaluasi dan penilaian kinerja baik keuangan
maupun non keuangan, serta memberikan saran dan
catatan-catatan penting untuk ditindaklanjuti oleh
pejabat pengelola; dan
f. memonitor tindak lanjut hasil evaluasi dan penilaian
kinerja.

Paragraf 2
Keanggotaan

Pasal 12

(1) Keanggotaan Dewan Pengawas Rumah Sakit terdiri dari :


a. unsur Pemilik Rumah Sakit yang berasal dari pejabat
pada Perangkat Daerah yang membidangi urusan
pemerintahan bidang kesehatan;
b. unsur Pemilik Rumah Sakit yang berasal dari pejabat
pada Perangkat Daerah yang membidangi urusan
pemerintahan bidang pengelola keuangan daerah; dan
c. unsur tokoh masyarakat merupakan tenaga ahli di
bidang perumahsakitan.
(2) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Dewan Pengawas,
setiap calon anggota Dewan Pengawas harus memenuhi
persyaratan:
a. memiliki
- 16 -

a. memiliki integritas, dedikasi dan memahami masalah-


masalah yang berkaitan dengan perumahsakitan, serta
dapat menyediakan waktu yang cukup untuk
melaksanakan tugasnya;
b. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
c. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi
anggota direksi atau komisaris atau Dewan Pengawas
yang dinyatakan bersalah sehingga menyebabkan suatu
badan usaha pailit;
d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana;
dan
e. tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
penyelenggaraan Rumah Sakit.
(3) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas Dewan
Pengawas, Pemimpin Rumah Sakit dapat mengangkat
seorang Pegawai Negeri Sipil sebagai Sekretaris Dewan
Pengawas.
(4) Sekretaris Dewan Pengawas bertugas dalam pengelolaan
ketatausahaan Dewan Pengawas dan Sekretaris bukan
merupakan anggota Dewan Pengawas.
(5) Anggota Dewan Pengawas dan Sekretaris Dewan Pengawas
diberikan honorarium atau imbalan dengan memperhatikan
azas kepatutan, kewajaran dan rasionalitas serta sesuai
kemampuan keuangan Rumah Sakit dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(6) Segala biaya yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
tugas Dewan Pengawas dibebankan kepada anggaran
Rumah Sakit.

Paragraf 3
Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 13

(1) Dewan Pengawas Rumah Sakit dibentuk dengan Keputusan


Gubernur atas usulan Direktur Rumah Sakit melalui Kepala
Dinas Kesehatan.
(2) Masa jabatan anggota Dewan Pengawas ditetapkan selama 5
(lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk satu kali
masa jabatan berikutnya.
(3) Keanggotaan Dewan Pengawas berakhir karena :
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri; atau
c. diberhentikan.
(4) Anggota
- 17 -

(4) Anggota Dewan Pengawas dapat diberhentikan sebelum


waktunya oleh Gubernur.
(5) Pemberhentian Anggota Dewan Pengawas apabila :
a. habis masa jabatan;
b. tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik;
c. tidak melaksanakan ketentuan perundang-undangan;
d. terlibat dalam tindakan yang merugikan rumah sakit;
e. mempunyai benturan kepentingan dengan Rumah Sakit;
atau
f. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Bagian Keenam
Pejabat Pengelola
Paragraf 1
Susunan

Pasal 14

(1) Susunan Pejabat Pengelola Rumah Sakit terdiri atas :


a. Direktur;
b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha;
c. Kepala Seksi Pelayanan Medis; dan
d. Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian
dan Pengembangan.
(2) Susunan Pejabat Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan perubahan, baik jumlah maupun
jenisnya, setelah melalui analisis organisasi guna memenuhi
tuntutan perubahan.
(3) Perubahan susunan Pejabat Pengelola sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

Paragraf 2
Pengangkatan

Pasal 15

(1) Pengangkatan dalam jabatan dan penempatan Pejabat


Pengelola Rumah Sakit ditetapkan berdasarkan kompetensi
dan kebutuhan praktik bisnis yang sehat.
(2) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan keahlian berupa pengetahuan, ketrampilan dan
sikap perilaku yang diperlukan dalam tugas jabatannya.

(3) Kebutuhan
- 18 -

(3) Kebutuhan praktik bisnis yang sehat sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) merupakan kesesuaian antara
kebutuhan jabatan, kualitas dan kualifikasi sesuai
kemampuan keuangan Rumah Sakit.
(4) Pejabat Pengelola diangkat dan diberhentikan oleh
Gubernur.
(5) Evaluasi Kinerja Pejabat Pengelola dilaksanakan satu tahun
sekali.
(6) Kinerja Pejabat Pengelola dievaluasi oleh Gubernur.

Paragraf 3
Persyaratan

Pasal 16

Untuk dapat diangkat menjadi Direktur, seseorang harus


memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. seorang tenaga medis yang memenuhi kriteria keahlian,
integritas, kepemimpinan dan pengalaman di bidang
perumahsakitan;
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk
mengembangkan usaha guna kemandirian Rumah Sakit;
c. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
d. tidak pernah menjadi pemimpin perusahaan yang
dinyatakan pailit; dan
e. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
menjalankan praktek bisnis yang sehat di Rumah Sakit.

Pasal 17

Untuk dapat diangkat menjadi Kepala Sub Bagian Tata Usaha,


seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. mempunyai latar belakang pendidikan minimal S1 atau
setara S1 yang memenuhi kriteria keahlian, integritas,
kepemimpinan dan diutamakan yang berpengalaman
dilingkup administrasi rumah sakit, tata usaha, keuangan
dan akuntansi;
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk
mengembangkan pelayanan umum dan tata usaha guna
kemandirian keuangan;
c. mampu memimpin, mengarahkan melaksanakan koordinasi
di lingkup pelayanan umum, tata usaha dan keuangan
Rumah Sakit;
d. mampu
- 19 -

d. mampu melaksanakan perbuatan hukum;


e. tidak pernah menjadi pengelola dan/atau penanggung jawab
keuangan perusahaan yang dinyatakan pailit ;
f. berstatus Pegawai Negeri Sipil;
g. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pelayanan umum serta
mampu menjalankan prinsip pengelolaan tata usaha dan
keuangan yang sehat di Rumah Sakit; dan
h. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.

Pasal 18

Untuk dapat diangkat menjadi Kepala Seksi Pelayanan Medis


seseorang harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. seorang tenaga medis atau Sarjana S2 manajemen rumah
sakit yang memenuhi kriteria keahlian, integritas,
kepemimpinan dan diutamakan yang pengalaman di lingkup
pelayanan medis;
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk
mengembangkan pelayanan medis yang profesional;
c. mampu memimpin, mengarahkan dan melaksanakan
koordinasi di lingkup pelayanan medis;
d. mampu melaksanakan perbuatan hukum;
e. berstatus Pegawai Negeri Sipil;
f. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pelayanan di Rumah
Sakit; dan
g. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.

Pasal 19

Untuk dapat diangkat menjadi Kepala Seksi Upaya Kesehatan


Masyarakat dan Penelitian Pengembangan seseorang harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. seorang dengan latar belakang pendidikan Sarjana
Kesehatan yang memenuhi kriteria keahlian, integritas,
kepemimpinan dan diutamakan yang berpengalaman di
lingkup Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Penelitian
Pengembangan (Litbang);
b. berkelakuan baik dan memiliki dedikasi untuk
mengembangkan UKM dan Litbang;
c. mampu memimpin, mengarahkan dan melaksanakan
koordinasi di lingkup UKM dan Litbang;
d. mampu
- 20 -

d. mampu melaksanakan perbuatan hukum;


e. berstatus Pegawai Negeri Sipil;
f. bersedia membuat surat pernyataan kesanggupan untuk
meningkatkan dan mengembangkan pelayanan di Rumah
Sakit; dan
g. memenuhi syarat administrasi kepegawaian.

Paragraf 4
Tanggung jawab dan Tugas

Pasal 20

Direktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14


bertanggungjawab kepada Gubernur melalui Kepala Dinas
Kesehatan terhadap operasional dan keuangan rumah sakit
secara umum dan keseluruhan, yang meliputi:
a. kebenaran kebijakan Rumah Sakit;
b. kelancaran, efektifitas dan efisiensi kegiatan rumah sakit;
c. kebenaran program kerja, pengendalian, pengawasan dan
pelaksanaan serta laporan kegiatannya; dan
d. meningkatkan akses, keterjangkauan dan mutu pelayanan
kesehatan.

Pasal 21

(1) Dalam melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 20, Direktur mempunyai tugas memimpin dan
membina, mengkoordinasikan, mengawasi serta
melaksanakan pengendalian terhadap pelaksanaan tugas
rumah sakit sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Direktur berwenang:
a. memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepada
seluruh unsur yang ada di rumah sakit;
b. menetapkan kebijakan operasional rumah sakit;
c. menetapkan peraturan, pedoman, petunjuk teknis,
panduan dan prosedur tetap Rumah Sakit;
d. memberikan penghargaan kepada pegawai, karyawan dan
profesional yang berprestasi sesuai peraturan perundang-
undangan;
e. memberikan
- 21 -

e. memberikan sanksi yang bersifat mendidik sesuai dengan


peraturan yang berlaku;
f. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian pejabat
keuangan dan pejabat teknis kepada Gubernur;
g. mendatangkan ahli, profesional konsultan atau lembaga
independen manakala diperlukan;
h. menetapkan organisasi pelaksana dan organisasi
pendukung dengan uraian tugas masing-masing;
i. menandatangani perjanjian dengan pihak lain untuk jenis
perjanjian yang bersifat teknis operasional pelayanan;
j. mendelegasikan sebagian kewenangan kepada jajaran di
bawahnya; dan
k. meminta pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dari
semua pejabat pengelola dibawah Direktur.

Pasal 22

(1) Kepala Sub Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas:


a. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi kegiatan surat menyurat, urusan rumah tangga,
kehumasan dan protokol, kearsipan serta perpustakaan;
b. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi administrasi kepegawaian serta pengembangan
SDM;
c. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi administrasi dan penatausahaan dan pengelola
keuangan;
d. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi perlengkapan peralatan kantor dan asset;
e. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi pengelolaan tata laksana dan tata kelola
organisasi, peraturan perundang-undangan serta perizinan
operasional serta peralatan penunjang medis dan non
medis;
f. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi pelayanan penunjang yang meliputi pengelolaan
Instalasi Pemeliharaan Sarana, Instalasi Pengelolaan
Limbah dan lingkungan serta laundry/linen, ambulans,
gudang, pengelolaan medis/penunjang medis, gas elpiji,
penanggulangan kebakaran, teknik dan pemeliharaan
fasilitas serta pengelolaan air bersih; dan
g. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Direktur.
(2) Dalam
- 22 -

(2) Dalam melaksanakan tugas, Kepala Sub Bagian Tata Usaha


dibantu oleh:
a. Koordinator Bagian Umum dan Kepegawaian; dan
b. Koordinator Bagian Keuangan dan Anggaran.
(3) Koordinator yang tersebut dalam ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(4) Koordinator yang tersebut dalam ayat (2) mempunyai tugas
dan fungsi sesuai dengan bidangnya dan bertanggung jawab
kepada Direktur melalui Kepala Sub Bagian Tata Usaha.

Pasal 23

(1) Kepala Seksi Pelayanan Medis, mempunyai tugas:


a. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program pelayanan medis, keperawatan dan
penunjang;
b. mengelola kegiatan pelayanan medis yang meliputi
pelayanan gawat darurat, rawat jalan, rawat inap,
pelayanan kamar operasi serta pelayanan lainnya sesuai
kebutuhan dan perkembangan di masyarakat;
c. mengelola kegiatan pelayanan keperawatan yang meliputi
asuhan keperawatan dan/atau asuhan kebidanan dalam
pelayanan gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat
intensif, pelayanan kamar operasi serta pelayanan
keperawatan lainnya sesuai kebutuhan dan perkembangan
di masyarakat;
d. mengelola kegiatan pelayanan penunjang yang meliputi
penunjang medis dan penunjang klinis yang terdiri dari
rawat intensif, farmasi, radiologi, laboratorium, sanitasi,
bagian pusat pelayanan sterilisasi (central sterilization
services department), rekam medik, rehabilitasi medik
(ortotik prostestik dan fisioloterapi), gizi dan jasa boga,
pemulasaraan jenazah serta pelayanan penunjang lainnya
sesuai kebutuhan dan perkembangan di masyarakat;
e. mengelola data dan informasi yang berkaitan dengan
pelayanan medis, keperawatan dan penunjang medis; dan
f. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Direktur.
(2) Dalam Melaksanakan tugas, Kepala Seksi Pelayanan Medis
dibantu oleh:
a. Koordinator Medis;
b. Koordinator Keperawatan; dan
c. Koordinator Penunjang Medis.
(3) Koordinator
- 23 -

(3) Koordinator yang tersebut dalam ayat (2) diangkat dan


diberhentikan oleh Direktur.
(4) Koordinator yang tersebut dalam ayat (2) mempunyai tugas
dan fungsi sesuai dengan bidangnya dan bertanggung jawab
kepada Direktur melalui Kepala Seksi Pelayanan Medis.

Pasal 24

(1) Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian


Pengembangan, mempunyai tugas:
a. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program kesehatan sesuai dengan program
prioritas;
b. mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan Upaya
Kesehatan Masyarakat di Kabupaten/Kota binaan;
c. mengkoordinasi, menyelenggarakan serta memfasilitasi
kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan
program pelayanan kesehatan;
d. mengkoordinasi penyusunan perencanaan, monitoring dan
evaluasi program;
e. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi pelayanan penunjang yang meliputi Instalasi
Pembuangan Limbah dan pengelolaan lingkungan, laundry
dan penata graha, serta UKM;
f. melaksanakan dan mengkoordinasi survey kepuasaan
masyarakat;
g. mengelola Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit;
h. mengelola data dan informasi yang berkaitan dengan
kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat dan Penelitian dan
pengembanganRumah Sakit;
i. menyusun dan menganalisa program kerjasama di bidang
pendidikan, pelatihan, penelitian dan pelayanan kesehatan
termasuk sarana dan Sumber Daya Manusia;
j. menyusun dan menganalisa laporan tahunan dan profil
Rumah Sakit;
k. menyusun perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan
evaluasi program promosi serta pelayanan publik Rumah
Sakit; dan
l. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Direktur.
(2) Dalam Melaksanakan tugas, Kepala Seksi UKM dan Litbang
dibantu:
a. Koordinator
- 24 -

a. Koordinator UKM dan Litbang; dan


b. Koordinator Perencanaan RS dan Pengembangan SDM.
(3) Koordinator yang tersebut dalam ayat (2) diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(4) Koordinator yang tersebut dalam ayat (2) mempunyai tugas
dan fungsi sesuai dengan bidangnya dan bertanggung jawab
kepada Direktur.

Paragraf 4
Pemberhentian

Pasal 25

(1) Pejabat Pengelola berhenti karena:


a. meninggal dunia; dan
b. memasuki masa pensiun.
(2) Pejabat Pengelola dapat diberhentikan karena :
a. berhalangan secara tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-
turut;
b. tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dengan baik;
c. melanggar misi, kebijakan atau ketentuan-ketentuan lain
yang telah digariskan;
d. mengundurkan diri karena alasan yang patut; dan
e. Terlibat dalam suatu perbuatan melanggar hukum.

Bagian Keenam
Organisasi Pelaksana
Paragraf 1
Instalasi

Pasal 26

(1) Guna penyelenggaraan kegiatan pelayanan, pendidikan dan


pelatihan serta penelitian dan pengembangan kesehatan
dibentuk instalasi yang merupakan unit pelayanan non
struktural.
(2) Pembentukan instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur.
(3) Instalasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin
oleh seorang Kepala dalam jabatan fungsional yang
diangkat dan diberhentikan oleh Direktur.
(4) Instalasi dibentuk dari gabungan beberapa unit pelayanan.
(5) Unit
- 25 -

(5) Unit Pelayanan yang belum menjadi bagian dari instalasi


merupakan unit berdiri sendiri yang dikepalai oleh kepala
unit atau seorang koordinator unit yang diangkat dan
diberhentikan oleh Direktur.
(6) Instalasi atau Unit Pelayanan mempunyai tugas membantu
Direktur dalam penyelenggaraan pelayanan fungsional
sesuai dengan fungsinya.
(7) Kepala Instalasi atau Kepala Unit Pelayanan bertanggung
jawab kepada Direktur melalui Kepala Seksi Pelayanan
Medis, dan Koordinator yang membidangi.
(8) Dalam melaksanakan kegiatan operasional pelayanan
Instalasi dan Unit Pelayanan wajib berkoordinasi dengan
bidang/bagian dan/atau seksi/sub bagian terkait.
(9) Kepala Instalasi dan Kepala Unit Pelayanan dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga fungsional
dan/atau tenaga non fungsional.
(10) Pembentukan dan perubahan instalasi dan Unit Pelayanan
didasarkan atas analisis organisasi dan kebutuhan.
(11) Perubahan jumlah dan jenis Instalasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatas ditetapkan dengan
Keputusan Direktur dan dilaporkan secara tertulis kepada
Gubernur melalui Kepala Dinas.

Pasal 27

Kepala Instalasi atau Unit Pelayanan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 25 ayat (3), mempunyai tugas:
a. membuat program, tujuan, dan sasaran kegiatan pelayanan
pada instalasi atau unit masing-masing;
b. mengelola sumber daya, aset dan bahan pakai habis pada
Instalasi atau unit pelayanan masing-masing;
c. membuat pedoman kerja, pengendalian mutu dan
administrasi pada instalasi atau unit pelayanan masing-
masing; dan
d. melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi, serta
melaporkan kajian kegiatan kepada Direktur.

Paragraf 2
Staf Fungsional

Pasal 28

(1) Staf fungsional terdiri dari:


a. Staf Medis Fungsional;
b. Staf Keperawatan Fungsional; dan
c. Staf Fungsional lainnya.
(2) Staf
- 26 -

(2) Staf Medis Fungsional yang kemudian disingkat SMF,


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan
kelompok profesi medik terdiri dari dokter, dokter spesialis,
dokter gigi dan dokter gigi spesialis yang melaksanakan
tugas profesi meliputi diagnosis, pengobatan, pencegahan
akibat penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan,
penyuluhan kesehatan, pendidikan dan latihan serta
penelitian dan pengembangan di instalasi dalam jabatan
fungsional.
(3) Staf Keperawatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, merupakan kelompok profesi keperawatan
yang melaksanakan tugas profesinya dalam memberikan
asuhan keperawatan di instalasi dalam jabatan fungsional.
(4) Staf fungsional lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c, merupakan tenaga fungsional diluar tenaga
fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
yang melaksanakan tugas sesuai profesinya dalam
melaksanakan tugas pada unit atau instalasi sesuai jabatan
fungsionalnya.

Pasal 29

(1) Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 28 ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban
kerja.
(2) Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, staf fungsional
dikelompokkan berdasarkan bidang keahliannya.

Bagian Ketujuh
Organisasi Pendukung
Paragraf 1
Satuan Pemeriksa Internal

Pasal 30

(1) Guna membantu Direktur dalam bidang pengawasan


internal dan monitoring dibentuk Satuan Pemeriksa
Internal.
(2) Satuan Pemeriksa Internal berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Direktur.
(3) Satuan
- 27 -

(3) Satuan Pemeriksa Internal dibentuk dan ditetapkan dengan


keputusan Direktur.
(4) Satuan Pemeriksa Internal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mempunyai tugas:
a. melakukan kajian dan analisa terhadap rencana
investasi rumah sakit khususnya sejauh mana uraian
pengkajian dan pengelolaan resiko telah dilaksanakan
oleh unit-unit yang lain;
b. melakukan penilaian terhadap sistem pengendalian,
pengelolaan, pemantauan, efektifitas dan efisiensi sistem
dan prosedur, dalam bidang keuangan, operasi dan
pelayanan, pemasaran, sumber daya manusia dan
pengembangan rumah sakit;
c. melakukan penilaian dan pemantauan mengenai sistem
pengendalian informasi dan komunikasi yang meliputi :
1. informasi penting rumah sakit terjamin
keamanannnya;
2. fungsi sekretariat rumah sakit dalam pengendalian
informasi dapat berjalan dengan efektif;
3. penyajian laporan-laporan rumah sakit memenuhi
peraturan dan perundang-undangan;
d. melaksanakan tugas khusus dalam lingkup
pengendalian internal yang ditugaskan Direktur;
(5) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4), Satuan Pemeriksa Internal mempunyai unit
monitoring yang bersifat independen.
(6) Unit monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
diperlukan untuk:
a. membantu Direktur agar dapat secara efektif
mengamankan investasi dan aset Rumah Sakit;
b. melakukan penilaian desain dan implementasi
pengendalian internal; dan
c. melakukan analisa dan evaluasi efektif proses sesuai dan
prosedur pada semua bagian dan unit kegiatan rumah
sakit;
(7) Masa kerja Satuan Pemeriksa Internal selama 5 (lima) tahun
dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan
berikutnya.

Paragraf
- 28 -

Paragraf 2
Komite – Komite

Pasal 31

(1) Dalam mengawal mutu pelayanan kesehatan berbasis


keselamatan pasien, mengembangkan pelayanan, program
pendidikan, pelatihan serta mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dibentuk komite-komite.
(2) Komite-komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan wadah profesional dan memiliki otoritas dalam
organisasi staf medik, keperawatan, etik dan hukum,
pencegahan dan pengendalian infeksi, farmasi dan terapi,
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), rekam medis serta tenaga kesehatan
lain.
(3) Komite-komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari:
a. Komite Medik;
b. Komite Etik dan Hukum;
c. Komite Keperawatan;
d. Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi;
e. Komite Farmasi dan Terapi;
f. Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien;
g. Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit;
h. Komite Rekam Medis;
i. Komite Tenaga Kesehatan Lain.
(4) Komite-komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan institusi non struktural yang berada dibawah
serta bertanggung jawab kepada Direktur.

Pasal 32

(1) Komite Medik sebagaimana diamksud dalam Pasal 31 ayat


(2) huruf a merupakan organisasi non struktural di rumah
sakit yang dibentuk dengan Keputusan Direktur.
(2) Komite Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
merupakan wadah perwakilan SMF.
(3) Komite Medik berkedudukan dibawah dan bertanggung
jawab kepada Direktur, meliputi hal-hal yang berkaitan
dengan:
a. mutu pelayanan medis;
b. pembinaan etik kedokteran; dan
c. pengembangan profesi medis.
(4) Komite
- 29 -

(4) Komite Medik mempunyai masa kerja 3 (tiga) tahun.


(5) Direktur menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya
yang diperlukan bagi Komite Medik untuk melaksanakan
fungsinya.

Pasal 33

(1) Susunan organisasi Komite Medik terdiri dari:


a. ketua;
b. sekretaris; dan
c. anggota yang terbagi dalam Subkomite.
(2) Ketua Komite Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktur dengan memperhatikan masukan
dari staf medis.
(3) Sekretaris Komite Medik dan Ketua Sub komite ditetapkan
oleh Direktur berdasarkan rekomendasi dari Ketua Komite
Medik dengan memperhatikan masukan dari staf medis.
(4) Keanggotaan Komite Medik ditetapkan oleh Direktur dengan
mempertimbangkan sikap profesional, reputasi, dan
perilaku.
(5) Jumlah keanggotaan Komite Medik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disesuaikan dengan jumlah staf medis di
Rumah Sakit.
(6) Dalam hal diperlukan Wakil Ketua Komite Medik, maka
Wakil Ketua Komite Medik diusulkan oleh Ketua Komite
Medik dan ditetapkan oleh Direktur.

Pasal 34

(1) Komite Medik mempunyai tugas meningkatkan


profesionalisme staf medis yang bekerja di rumah sakit
dengan cara:
a. melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan
melakukan pelayanan medik di rumah sakit;
b. memelihara mutu profesi staf medis; dan
c. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi medik.
(2) Dalam melaksanakan tugas kredensial Komite Medik
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. penyusunan dan pengkompilasian daftar Kewenangan
Klinis sesuai dengan masukan dari kelompok staf medis
berdasarkan norma keprofesian yang berlaku;

b. penyelenggaraan
- 30 -

b. penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian:


1. Kompetensi;
2. Kesehatan fisik dan mental;
3. Perilaku;
4. Etika profesi.
c. evaluasi data pendidikan profesional kedokteran
berkelanjutan;
d. wawancara terhadap permohonan Kewenangan Klinis;
e. penilaian dan pemutusan Kewenangan Klinis yang
adekuat;
f. pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan
rekomendasi Kewenangan Klinis kepada Komite Medik;
g. melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya
masa berlaku Surat Penugasan Klinis dan adanya
permintaan dari Komite Medik;
h. rekomendasi Kewenangan Klinis dan penerbitan Surat
Penugasan Klinis.
(3) Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf
medis Komite Medik memiliki fungsi sebagai berikut:
a. pelaksanaan audit medis;
b. rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka
pendidikan berkelanjutan bagi staf medik;
c. rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka
pendidikan berkelanjutan bagi staf medik rumah sakit;
dan
d. rekomendasi proses pendampingan bagi staf medis yang
membutuhkan.
(4) Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin, etika, dan
perilaku profesi staf medik Komite Medik memiliki fungsi
sebagai berikut :
a. pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran;
b. pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan
pelanggaran disiplin;
c. rekomendasi pendisiplinan perilaku profesional di rumah
sakit; dan
d. pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan
keputusan etis pada asuhan medis pasien.

Pasal 35

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Medik


berwenang:
a. memberikan
- 31 -

a. memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis


(delineation of clinical privilege);
b. memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical
appointment);
c. memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis
(clinical privilege) tertentu;
d. memberikan rekomendasi perubahan/modifikasi rincian
kewenangan klinis (delineation of clinical privilige);
e. memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;
f. memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran
berkelanjutan;
g. memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring); dan
h. memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.

Pasal 36

(1) Untuk membantu dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan


wewenangnya, Komite Medik membentuk Sub Komite.
(2) Sub Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari :
a. Sub Komite Kredensial;
b. Sub Komite Mutu Profesi; dan
c. Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
(3) Tiap-tiap Sub Komite dipimpin oleh seorang Ketua Sub
Komite yang ditetapkan oleh Direktur berdasarkan
rekomendasi dari Ketua Komite Medik dengan
memperhatikan masukan dari staf medik yang bekerja di
rumah sakit.
Pasal 37

(1) Sub Komite Kredensial sebagaimana dimaksud dalam Pasal


36 ayat (2) huruf a memiliki peran melakukan penapisan
(kredensial/rekredensial) bagi seluruh staf medik di Rumah
Sakit.
(2) Sub Komite Kredensial terdiri dari atas ketua, sekretaris, dan
anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada
ketua Komite Medik.
(3) Sub Komite Kredensial melakukan penilaian kompetensi
seorang staf medis dan menyiapkan berbagai instrumen
kredensial yang disahkan Direktur.

(4) Instrumen
- 32 -

(4) Instrumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit


meliputi kebijakan rumah sakit tentang kredensial dan
kewenangan klinis, pedoman penilaian kompetensi klinis, dan
formulir yang diperlukan.
(5) Pada akhir proses kredensial, Komite Medik menerbitkan
rekomendasi kepada Direktur mengenai lingkup Kewenangan
Klinis seorang staf medis.
(6) Sub Komite Kredensial melakukan rekredensial bagi setiap
staf medis yang mengajukan permohonan pada saat
berakhirnya masa berlaku Surat PenugasanKlinis.

Pasal 38

(1) Staf medis mengajukan permohonan Kewenangan Klinis


kepada Direktur Rumah Sakit dengan mengisi formulir
daftar rincian Kewenangan Klinis yang telah disediakan
rumah sakit dengan dilengkapi bahan-bahan pendukung.
(2) Berkas permohonan staf medis yang telah lengkap
disampaikan oleh Direktur kepada Komite Medik untuk
dilakukan pengkajian oleh Subkomite Kredensial.
(3) Pengkajian oleh Subkomite Kredensial sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) meliputi elemen:
a. kompetensi:
1. berbagai area kompetensi sesuai standar kompetensi
yang disahkan oleh lembaga pemerintah yang
berwenang untuk itu;
2. kognitif;
3. afektif;
4. psikomotor;
b. kompetensi fisik;
c. kompetensi mental/perilaku; dan
d. perilaku etis
(4) Kewenangan klinis yang diberikan mencakup derajat
kompetensi dan cakupan praktik.
(5) Daftar rincian Kewenangan Klinis diperoleh dengan cara:
a. menyusun daftar Kewenangan Klinis dilakukan dengan
meminta masukan dari setiap Kelompok Staf Medis;
b. mengkaji Kewenangan Klinis bagi pemohon dengan
menggunakan daftar rincian Kewenangan Klinis; dan
c. mengkaji ulang daftar rincian Kewenangan Klinis bagi
staf medis dilakukan secara periodik.
(6) Rekomendasi pemberian Kewenangan Klinis dilakukan oleh
Komite Medik berdasarkan masukan dari Sub Komite
Kredensial.

(7) Sub
- 33 -

(7) Sub Komite Kredensial melakukan rekredensial bagi setiap


staf medis yang mengajukan permohonan pada saat
berakhirnya masa berlaku Surat Penugasan Klinis dengan
rekomendasi berupa :
a. kewenangan klinis yang bersangkutan dilanjutkan;
b. kewenangan klinis yang bersangkutan ditambah;
c. kewenangan klinis yang bersangkutan dikurangi;
d. kewenangan klinis yang bersangkutan dibekukan untuk
waktu tertentu; dan/atau
e. kewenangan klinis yang bersangkutan diubah/
dimodifikasi; dan
f. kewenangan klinis yang bersangkutan diakhiri.
(8) Bagi staf medis yang ingin memulihkan Kewenangan
Klinis yang dikurangi atau menambah Kewenangan Klinis
yang dimiliki dapat mengajukan permohonan kepada Komite
Medik melalui Direktur. Selanjutnya, Komite Medik
menyelenggarakan pembinaan profesi antara lain melalui
mekanisme pendampingan (proctoring).

Pasal 39

(1) Sub Komite Mutu Profesi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 36 ayat (2) huruf b, bertugas menjaga mutu profesi
para staf medis, dengan cara melakukan audit medis,
merekomendasikan pendidikan berkelanjutan dan
memfasilitasi proses pendampingan staf medis.
(2) Sub Komite Mutu Profesi terdiri dari :
1. Ketua;
2. Sekretaris; dan
3. Anggota

Pasal 40

(1) Pelaksanaan audit medis sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 39 harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting
yaitu:
a. sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap
kompetensi masing-masing staf medis pemberi
pelayanan di rumah sakit;

b. sebagai
- 34 -

b. sebagai dasar untuk pemberian Kewenangan


Klinis/Clinical Privilege sesuai kompetensi yang dimiliki;
c. sebagai dasar bagi Komite Medik dalam
merekomendasikan pencabutan atau penangguhan
Kewenangan Klinis/Clinical Privilege;
d. sebagai dasar bagi Komite Medik dalam
merekomendasikan perubahan/modifikasi rincian
Kewenangan Klinis seorang staf medis.
(2) Langkah-langkah pelaksanaan audit medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. pemilihan topik yang akan dilakukan audit;
b. penetapan standar dan kriteria;
c. penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit;
d. membandingkanstandar/kriteria dengan pelaksanaan
pelayanan;
e. melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar
dan kriteria;
f. menerapkan perbaikan;
g. rencana reaudit.
(3) Subkomite Mutu Profesi dapat merekomendasikan
pendidikan berkelanjutan bagi staf medis :
a. menentukan pertemuan ilmiah yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf medis
dengan pengaturan waktu yang disesuaikan;
b. pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan
kasus antara lain meliputi kasus kematian (deathcase),
kasus sulit maupun kasus langka;
c. setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi,
kesimpulan dan daftar hadir peserta yang akan
dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin
profesi;
d. notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip
Sub Komite Mutu Profesi;
e. Sub Komite Mutu Profesi bersama-sama dengan
kelompok staf medis menentukan kegiatan ilmiah yang
akan dibuat oleh Sub Komite Mutu Profesi yang
melibatkan staf medis rumah sakit sebagai narasumber
dan peserta aktif;
f. setiap kelompok staf medis wajib menentukan minimal
satu kegiatan ilmiah yang akan dilaksanakan dengan
Sub Komite Mutu Profesi pertahun;
g. Sub
- 35 -

g. Sub Komite Mutu Profesi bersama dengan bagian


pendidikan dan penelitian rumah sakit memfasilitasi
kegiatan tersebut dan dengan mengusahakan satuan
angka kredit dari ikatan profesi;
h. menentukan kegiatan ilmiah yang dapat diikuti oleh
masing-masing staf medis setiap tahun dan tidak
mengurangi hari cuti tahunannya;
i. memberikan persetujuan terhadap permintaan staf
medis sebagai masukan kepada Manajemen.
(4) Sub Komite Mutu Profesi dapat memfasilitasi proses
pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang
membutuhkan :
a. menentukan nama staf medis yang akan mendampingi
staf medis yang sedang mengalami sanksi
disiplin/mendapatkan pengurangan Kewenangan Klinis;
b. komite medik berkoordinasi dengan Direktur untuk
memfasilitasi semua sumber daya yang dibutuhkan
untuk proses pendampingan (proctoring) tersebut.

Pasal 41

(1) Sub Komite Etika Dan Disiplin Profesi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c mempunyai peran
dalam upaya pendisiplinan staf medis.
(2) Sub Komite Etika dan Displin Profesi terdiri dari: Ketua,
Sekretaris, Anggota.

Pasal 42

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Sub Komite Etika dan


Displin Profesi memiliki semangat yang berlandaskan :
a. peraturan internal Rumah Sakit;
b. peraturan internal staf medis;
c. etika Rumah Sakit; dan
d. norma etika medis dan norma-norma bioetika.
(2) Tolok ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional
staf medis yaitu:
a. pedoman pelayanan kedokteran di Rumah Sakit;
b. prosedur kinerja pelayanan di Rumah Sakit;
c. daftar kewenangan klinis di Rumah Sakit;
d. kode etik kedokteran Indonesia;
e. pedoman
- 36 -

e. pedoman perilaku profesional kedokteran/buku


penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik;
f. pedoman pelanggaran disiplin kedokteran yang berlaku
di Indonesia;
g. pedoman pelayanan medik/klinik; dan
h. standar prosedur operasional asuhan medis.
(3) Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel
yang dibentuk oleh Ketua Sub Komite Etika dan Disiplin
Profesi, panel terdiri dari 3 orang staf medis atau lebih
dalam jumlah ganjil dengan susunan sebagai berikut :
a. 1 (satu) orang dari Sub Komite Etika dan Disiplin
Profesi yang memiliki disiplin ilmu yang berbeda dari
yang diperiksa;
b. 2 (dua) orang atau lebih staf medis dari disiplin ilmu
yang sama dengan yang diperiksa dapat berasal dari
dalam rumah sakit atau luar rumah sakit, baik atas
permintaan Komite Medik dengan persetujuan Direktur
atau Direktur Rumah Sakit terlapor.
(4) Mekanisme pemeriksaan pada upaya pendisiplinan perilaku
profesional, adalah sebagai berikut:
a. sumber laporan:
1. perorangan : manajemen rumah sakit, staf medis
lain, tenaga kesehatan lain atau tenaga non
kesehatan, pasien atau keluarga pasien;
2. non perorangan : hasil konferensi kematian, hasil
konferensi klinis.
b. dasar dugaan pelanggaran disiplin profesi menyangkut
hal-hal antara lain:
1. kompetensi klinis;
2. penatalaksanaan kasus medis;
3. pelanggaran disiplin profesi;
4. penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan kedokteran di
rumah sakit; dan
5. ketidakmampuan bekerja sama dengan staf rumah
sakit yang dapat membahayakan pasien;
c. pemeriksaan:
1. dilakukan oleh panel pendisiplinan profesi;
2. melalui proses pembuktian;
3. dicatat oleh petugas sekretariat Komite Medik;
4. terlapor dapat didampingi oleh personil dari rumah
sakit tersebut;
5. panel
- 37 -

5. panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai


kebutuhan; dan
6. seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel
disiplin profesi bersifat tertutup dan pengambilan
keputusannya bersifat rahasia.
d. keputusan:
keputusan panel yang dibentuk oleh Sub Komite Etika
dan Disiplin Profesi diambil berdasarkan suara
terbanyak, untuk menentukan ada atau tidak
pelanggaran disiplin profesi kedokteran di rumah sakit,
bilamana terlapor merasa keberatan dengan keputusan
panel, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
keberatannya dengan memberikan bukti baru kepada
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi yang kemudian
akan membentuk panel baru, keputusan ini bersifat
final dan dilaporkan kepada Direktur melalui Komite
Medik.
e. rekomendasi pemberian tindakan pendisiplinan profesi
pada staf medis oleh Sub Komite Etika dan Disiplin
Profesi di rumah sakit berupa:
1. peringatan tertulis;
2. limitasi (reduksi) Kewenangan Klinis;
3. bekerja dibawah supervisi dalam waktu tertentu
oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk
pelayanan medis tersebut; dan
4. pencabutan Kewenangan Klinis sementara atau
selamanya.
f. pelaksanaan Keputusan
keputusan Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
tentang pemberian tindakan disiplin profesi diserahkan
kepada Direktur oleh Ketua Komite Medik sebagai
rekomendasi, selanjutnya Direktur melakukan
eksekusi.
(5) Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi menyusun materi
kegiatan pembinaan profesionalisme kedokteran,
pelaksanaan pembinaan profesionalisme kedokteran dapat
diselenggarakan dalam bentuk ceramah, diskusi,
simposium, lokakarya yang dilakukan oleh unit kerja
rumah sakit seperti unit pendidikan dan penelitian atau
Komite Medik.

(6) Sub
- 38 -

(6) Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi mengadakan


pertemuan pembahasan kasus dengan mengikutsertakan
pihak-pihak terkait yang kompeten untuk memberikan
pertimbangan pengambilan keputusan etis.

Pasal 43

(1) Komite Medik dalam melaksanakan tugasnya melakukan


berbagai jenis rapat.
(2) Rapat Komite Medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. rapat rutin bulanan dilakukan bersama dengan staf
medis yang diselenggarakan setiap 1(satu) bulan sekali;
b. rapat koordinasi dengan pejabat pengelola Rumah Sakit
yang diselenggarakan minimal dalam 3 (tiga) bulan
sekali;
c. rapat khusus, dilakukan sewaktu-waktu guna
membahas yang sifatnya urgent; dan
d. Rapat tahunan, diselenggarakan sekali setiap tahunan.
(3) Rapat Rutin dipimpin oleh Ketua Komite Medik atau
Sekretaris apabila ketua tidak dapat hadir.
(4) Rapat Rutin dinyatakan sah apabila dihadiri oleh paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) anggota Komite Medik atau dalam
hal kuorum tersebut tidak tercapai maka rapat dinyatakan
sah setelah ditunda dalam batas waktu 15 menit,
selanjutnya rapat dianggap kuorum.
(5) Setiap Rapat khusus dan rapat tahunan wajib dihadiri oleh
pejabat pengelola Rumah Sakit dan pihak-pihak lain yang
ditentukan oleh Ketua Komite Medik.
(6) Keputusan rapat komite medik didasarkan atas suara
terbanyak.
(7) Dalam hal jumlah suara yang diperoleh sama maka Ketua
berwenang untuk menyelenggarakan pemungutan suara
ulang.
(8) Perhitungan suara hanyalah berasal dari anggota Komite
Medik yang hadir.
(9) Direktur dapat mengusulkan perubahan atau pembatalan
setiap keputusan yang diambil pada rapat rutin dan/atau
rapat khusus sebelumnya dengan syarat usul tersebut
dicantumkan dalam pemberitahuan atau undangan rapat.
(10) Dalam hal usulan perubahan atau pembatalan keputusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak diterima dalam
rapat maka usulan tersebut tidak dapat diajukan lagi
dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak saat
ditolaknya usulan tersebut.
Pasal 44
- 39 -

Pasal 44

(1) Rapat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat


(2) diadakan apabila:
a. ada permintaan dan tanda tangan paling sedikit 3 (tiga)
anggota staf medis;
b. ada keadaan atau situasi tertentu yang sifatnya
mendesak untuk segera ditangani oleh Komite Medik;
dan
c. rapat khusus dinyatakan sah apabila dihadiri paling
sedikit 2/3 (dua per tiga) anggota Komite Medik, atau
dalam hal kuorum, tidak tercapai maka rapat khusus
dinyatakan sah setelah dilaksanakan pada hari
berikutnya.
(2) Undangan rapat khusus harus disampaikan oleh Ketua
Komite Medik kepada seluruh anggota paling lambat 24
(dua puluh empat) jam sebelum rapat dilaksanakan;
(3) Undangan rapat khusus harus mencantumkan tujuan
spesifik dari rapat tersebut;
(4) Rapat khusus yang diminta oleh anggota staf medis
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a harus dilakukan 7
(tujuh) hari setelah diterimanya surat permintaan rapat
tersebut.

Pasal 45

(1) Rapat Tahunan Komite Medik sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 43 ayat (2) diselenggarakan sekali dalam
setahun;
(2) Rapat Komite Medik wajib menyampaikan undangan
tertulis kepada seluruh anggota serta pihak-pihak lain
yang perlu diundang paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum
rapat diselenggarakan.

Pasal 46

(1) Komite Etik dan Hukum sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 30 ayat (2) huruf b dibentuk guna membantu
Direktur untuk menyosialisasikan kewajiban rumah sakit
kepada semua unsur yang ada di rumah sakit meliputi
kewajiban umum rumah sakit, kewajiban rumah sakit
terhadap masyarakat, kewajiban rumah sakit terhadap
staf, menyelesaikan masalah medikolegal dan etika rumah
sakit serta melakukan koordinasi dengan Biro Hukum dan
HAM Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur dan Tim
Penasehat/Advokasi Hukum yang ditunjuk Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Timur dalam menyelesaikan masalah
medikolegal.
(2) Komite
- 40 -

(2) Komite Etik dan Hukum merupakan badan non struktural


yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur.
(3) Komite Etik dan Hukum dibentuk dan ditetapkan dengan
Keputusan Direktur.
(4) Dalam melaksanakan tugas Komite Etik dan Hukum
berfungsi :
a. menyelenggarakan dan meningkatkan komunikasi
medikoetikolegal, baik internal maupun ekternalRumah
Sakit;
b. menyelenggarakan dan meningkatkan pengetahuan
etika dan hukum bagi petugas di Rumah Sakit; dan
c. menyelenggarakan dan meningkatkan kemampuan
resiko manajemen terhadap masalah-masalah etika dan
hukum di Rumah Sakit.
(5) Tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sampai dengan (4) disampaikan secara tertulis kepada
Direktur dalam bentuk rekomendasi.
(6) Bahan pertimbangan berupa rekomendasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5), adalah berdasarkan penugasan
dari Direktur.

Pasal 47

(1) Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


31 ayat (2) huruf c dibentuk dalam rangka mewujudkan
tata kelola klinis yang baik.
(2) Komite Keperawatan merupakan wadah non-struktural
rumah sakit yang keanggotaannya terdiri dari tenaga
keperawatan yang mempunyai fungsi utama
mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme
tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial,
menjaga mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin
profesi.
(3) Komite Keperawatan berada dibawah serta bertanggung
jawab kepada Direktur.
(4) Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1)
bukan merupakan wadah perwakilan dari staf
keperawatan.
(5) Susunan organisasi Komite Keperawatan terdiri dari :
a. Ketua;
b. Sekretaris; dan
c. Sub Komite;
(6) Ketua
- 41 -

(6) Ketua Komite Organisasi Komite Keperawatan ditetapkan


oleh Ditrektur dengan memperhatikan masukan dari
tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit.
(7) Sekretaris dan Sub Komite diusulkan oleh Ketua Komite
Keperawatan dan ditetapkan oleh Direktur dengan
memperhatikan masukan dari tenaga keperawatan yang
bekerja di Rumah Sakit.

Pasal 48

(1) Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


31 ayat (3) huruf c mempunyai tugas pokok membantu
Direktur dalam melakukan kredensial, pembinaan disiplin
dan etika profesi tenaga keperawatan serta pengembangan
profesi berkelanjutan.
(2) Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud
ayat (1), Komite Keperawatan mempunyai fungsi :
a. penyelenggaraan konsultasi keperawatan;
b. penyelenggaraan tukar pendapat, kebijakan, dan
pelaksanaan pelayanan;
c. pemberian motivasi dalam pemecahan masalah profesi
keperawatan melalui pembelajaran;
d. penggalian inovasi dan ide-ide yang membangun dan
pembaharuan ke arah perbaikan profesi keperawatan;
e. penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran kepada
profesi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang
dimiliki; dan
f. penyelenggaraan advokasi dengan memberikan
perlindungan dan dukungan kepada profesi dalam
menerima hak-haknya termasuk masalah hukum.
(3) Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan ayat (2), Komite Keperawatan
mempunyai wewenang :
a. membuat dan membubarkan panitia kegiatan
keperawatan (Panitia Ad Hoc) secara mandiri maupun
bersama Bidang Keperawatan;
b. mengusulkan rencana kebutuhan tenaga keperawatan
dan proses penempatan tenaga keperawatan
berdasarkan tinjauan profesi;
c. mengusulkan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan
prasarana keperawatan;
d. membimbing perawat dalam kesuksesan kerja dan
karir; dan
e. memberikan pertimbangan tentang bimbingan dan
konseling keperawatan.

Pasal 49
- 42 -

Pasal 49

(1) Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 30


ayat (2) dipimpin seorang ketua komite yang ditetapkan oleh
Direktur berdasarkan rekomendasi dari Koordinator
Keperawatan dengan memperhatikan masukan dari staf
keperawatan yang bekerja di rumah sakit.
(2) Komite Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari beberapa sub komite, yaitu:
a. Sub Komite Kredensial;
b. Sub Komite Mutu Profesi;
c. Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi.
(3) Sub Komite Kredensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a mempunyai tugas:
d. menyusun daftar rincian kewenangan klinis;
e. menyusun buku putih;
f. menerima hasil verifikasi persyaratan kredensial
d. merekomendasikan tahapan proses kredensial;
e. merekomendasikan pemulihan kewenangan klinis bagi
setiap tenaga keperawatan;
f. melakukan kredensial ulang secara berkala setiap 3
(tiga) tahun;
g. membuat laporan seluruh proses kredensial kepada
Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada
Direktur.
h. dalam menjalankan tugasnya, Sub Komite Kredensial
dapat mengusulkan dibentuknya team ad hoc, kepada
semua komite keperawatan
(4) Sub Komite Mutu Profesi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) huruf b mempunyai tugas :
a. menyusun data dasar profil tenaga keperawatan sesuai
area praktek;
b. merekomendasikan perencanaan pengembangan
profesional berkelanjutan tenaga keperawatan;
c. melakukan audit asuhan keperawatan;
d. memfasilitasi proses pendampingan tenaga
keperawatan sesuai kebutuhan;
e. Dalam menjalankan tugasnya, Sub Komite Mutu Profesi
dapat mengusulkan dibentuknya team ad hoc kepada
Ketua Komite Keperawatan baik insidental atau
permanen.
(5) Sub
- 43 -

(5) Sub Komite Etik dan Disiplin Profesi sebagaimana


dimaksud dalam ayat (2) huruf c mempunyai tugas:
a. melakukan sosialisasi kode etik profesi tenaga
keperawatan;
b. melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga
keperawatan;
c. melakukan penegakan disiplin profesi keperawatan;
d. merekomendasikan penyelesaian masalah-masalah
pelanggaran disiplin dan masalah-masalah etik dalam
kehidupan profesi dan asuhan keperawatan;
e. merekomendasikan pencabutan kewenangan klinis
dan/atau surat penugasan klinis; dan
f. memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan
etis dalam asuhan keperawatan.
(6) Guna menindaklanjuti rekomendasi dari Sub Komite Etik
dan Disiplin Profesi, komite keperawatan membentuk team
ad hoc baik insindentil atau permanen.

Pasal 50

(1) Komite Keperawatan dan Sub Seksi Keperawatan


melaksanakan kerja dan koordinasi secara berkala dan
berkesinambungan melalui rapat koordinasi keperawatan.
(2) Rapat Koordinasi Keperawatan terdiri dari: Rapat Kerja,
Rapat Rutin, Rapat Pleno, dan Sidang tahunan.
(3) Rapat Kerja :
a. rapat Kerja Keperawatan dilaksanakan dalam setahun
sekali dan bersifat terbuka;
b. rapat Kerja Keperawatan dipimpin oleh Ketua Komite
Keperawatan atau Koordinator Keperawatan dan
dihadiri oleh Sekretaris Komite Keperawatan, sub
komite, panitia-panitia keperawatan dan kepala ruang
keperawatan;
c. agenda rapat kerja adalah membuat rencana kerja
keperawatan dalam 5 (lima) tahun.
(4) Rapat Rutin
a. rapat rutin keperawatan dilaksanakan 3 (tiga) bulan
sekali diikuti oleh Sub Seksi Keperawatan, Komite
Keperawatan, Kepala Ruang Keperawatan dan seluruh
anggota Komite Keperawatan;
b. agenda rapat rutin adalah membahas masalah-masalah
Keperawatan;
c. rapat
- 44 -

c. rapat rutin Keperawatan dipimpin oleh Koordinator


Keperawatan atau Ketua Komite Keperawatan.
(5) Rapat Pleno
a. rapat pleno keperawatan diadakan sewaktu-waktu bila
dibutuhkan;
b. rapat pleno dipimpin oleh Ketua Komite Keperawatan
atau Koordinator Keperawatan dan dihadiri oleh
Sekretaris Komite Keperawatan, Sub Komite dan Kepala
ruang Keperawatan;
c. agenda rapat pleno adalah membahas persoalan etik
dan displin staf keperawatan.
(6) Sidang Tahunan
a. Sidang tahunan Keperawatan diadakan satu kali dalam
setahun;
b. sidang Tahunan dipimpin oleh Ketua Komite
Keperawatan atau Kepala Seksi Keperawatan dan
dihadiri oleh Sekretaris Komite Keperawatan, Sub
Komite, Koordinator Keperawatan, Panitia-Panitia
Keperawatan dan Kepala Ruang Keperawatan;
c. agenda sidang tahunan adalah membuat rencana kerja
keperawatan dalam 1 (satu) tahun dan mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan pada tahun yang telah lalu; dan
d. keputusan yang diambil harus disetujui sekurang-
kurangnya oleh 2/3 peserta yang hadir.

Pasal 51

(1) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf d dibentuk guna
membantu Direktur dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi.
(2) Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mempunyai
tugas:
a. memberikan pertimbangan kepada Direktur dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI);
b. menyusun serta menetapkan, menyosialisasikan dan
mengevaluasi kebijakan PPI Rumah Sakit;
c. melaksanakan investigasi dan penanggulangan
masalah Kejadian Luar Biasa (KLB) bersama Tim PPI
Rumah Sakit;

d. merencanakan
- 45 -

d. merencanakan, mengusulkan pengadaaan alat dan


bahan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pencegahan
dan pengendalian infeksi dan aman bagi yang
menggunakan;
e. membuat pedoman tata laksana pencegahan dan
pengendalian infeksi;
f. melaksanakan pemantauan terhadap upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi;
g. memberikan penyuluhan masalah infeksi kepada
tenaga medik, non medik dan tenaga lainnya serta
pengguna jasa rumah sakit; dan
h. menerima laporan atas kegiatan tim PPI dan membuat
laporan berkala kepada Direktur.
(3) Komite PPI merupakan badan non struktural yang berada
dibawah serta bertanggung jawab kepada Direktur.
(4) Komite PPI dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
Direktur setelah mempertimbangkan masukan dari
pengelola lain.

Pasal 52

(1) Komite Farmasi dan Terapi sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 31 ayat (2) huruf e dibentuk guna membantu
Direktur dalam rangka mencapai budaya pengelolaan dan
penggunaan obat secara rasional.
(2) Komite Farmasi dan Terapi mempunyai tugas:
a. mengembangkan kebijakan tentang penggunaan obat di
Rumah Sakit;
b. melakukan seleksi dan evaluasi obat yang akan masuk
dalam Formularium Rumah Sakit;
c. mengembangkan standar terapi;
d. mengidentifikasi permasalahan dalam penggunaan
obat;
e. melakukan intervensi dalam meningkatkan penggunaan
obat yang rasional;
f. mengoordinir penatalaksanaan reaksi obat yang tidak
dikehendaki;
g. mengoordinir penatalaksanaan medication error; dan
h. menyebarluaskan informasi terkait kebijakan
penggunaan obat di Rumah Sakit
(3) Komite Farmasi dan Terapi merupakan badan
nonstruktural yang berada dibawah serta bertanggung
jawab kepada Direktur.
(4) Komite
- 46 -

(4) Komite Farmasi dan Terapi dibentuk dan ditetapkan


dengan keputusan Direktur setelah mempertimbangkan
masukan dari para pengelola lain.

Pasal 53

(1) Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien


dibentuk guna membantu Direktur dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan di Rumah Sakit.
(2) Susunan Komite PMKP terdiri dari :
a. Ketua PMKP; dan
b. Sekretaris.
1. Sub Komite Mutu;
2. Sub Komite Keselamatan Pasien; dan
3. Sub Komite Manajemen Resiko.
c. Penanggung jawab Pengumpul Data.
(3) Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
mempunyai tugas:
a. melaksanakan keselamatan pasien di Rumah Sakit
sehingga tercipta suatu system dimana Rumah Sakit
membuat asuhan pasien lebih aman;
b. melaksanakan pengawasan dan pengendalian system
mutu pelayanan di Rumah Sakit pada aspek struktur,
proses, output dan outcome sehingga proses perbaikan
mutu pelayanan dapat berjalan secara terus menerus;
c. menyusun kebijakan, prosedur dan program-program
kegiatan yang menyangkut keselamatan pasien dan
mutu pelayanan serta manajerial resiko di Rumah
Sakit;
d. melaksanakan rapat-rapat koordinasi dengan Direktur
terkait dalam rangka keselamatan pasien, peningkatan
mutu pelayanan, dan manajerial resiko;
e. mengoordinasikan dan mensinkronisasi antara fungsi
manajemen mutu, manajemen resiko, dan keselamatan;
dan
f. memberikan saran dan rekomendasi kepada Direktur
agar program keselamatan pasien dan perbaikan mutu
pelayanan berjalan secara berkesinambungan.

(4) Sekretaris
- 47 -

(4) Sekretaris mempunyai tugas:


a. melaksanakan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien di semua unit fungsional melalui
pengumpulan data pelaporan sensus harian indikator
mutu dan insiden keselamatan Pasien;
b. melakukan rekapitulasi data laporan sensus harian
peningkatan mutu dan keselamatan pasien;
c. melakukan rekapitulasi laporan kejadian potensial
cidera (KPC), kejadian nyaris cidera (KNC), kejadian
tidak cidera (KTC), kejadian tidak diharapkan KTD) dan
kejadian sentinel;
d. memeriksa, mengkaji dan meneliti kembali data yang
telah terkumpul, dari segi kelengkapan dan kejelasan
masalah dan kesesuaiannya lalu dipersiapkan untuk
proses berikutnya;
e. melakukan fungsi administrasi pendokumentasian
kegiatan program peningkatan mutu dan keselamatan
Pasien;
f. melakukan tabulasi dan analisis data dengan metode
statistik sederhana menggunakan distribusi frekuensi,
narasi, tabel dan grafik; dan
g. melakukan evaluasi sistem pelaporan program
peningkatan mutu dan keselamatan Pasien.
(5) Sub komite mutu mempunyai tugas :
a. melaksanakan fungsi administratif berkaitan dengan
program dan kegiatan Komite Mutu Pelayanan Rumah
Sakit secara ketat dan teratur;
b. mempersiapkan rapat intern dan rapat koordinasi
dengan pihak manajemen;
c. memberi saran dan masukan tentang perbaikan mutu
yang berhubungan dengan form atau naskah penting
terkait dokumentasi dari Komite Mutu dan Keselamatan
Pasien;
d. mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan data
peningkatan mutu manajemen klinis Rumah Sakit;
e. menetapkan dan melaksanakan program kegiatan
kendali mutu area klinis dan manajerial disetiap
bagian/unit pelayanan dalam rangka peningkatan
mutu pelayanan Rumah Sakit;
f. melaksanakan program dan kegiatan peningkatan mutu
pelayanan di semua unit melalui proses penilaian
langsung (survey dan riset);
g. menyelenggarakan
- 48 -

g. menyelenggarakan pelatihan manajemen mutu, teknis


pelayanan dan komunikasi;
h. melaksanakan fungsi administratif lainnya yang terkait
dengan perbaikan jasa pelayanan di Rumah Sakit; dan
1. melakukan evaluasi pelaksanaan program mutu
pelayanan Rumah Sakit.
(6) Sub komite keselamatan pasien mempunyai tugas:
a. Melaksanakan fungsi administratif berkaitan dengan
program dan kegiatan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
secara ketat dan teratur;
b. Mempesiapkan rapat intern dan rapat koordinasi
dengan pihak manajemen terkait dengan keselamatan
Pasien;
c. Memberi saran dan masukan tentang perbaikan
Keselamatan Pasien yang berhubungan dengan form
atau naskah penting terkait dokumentasi dari Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien;
d. Mengumpulkan, menganalisis, dan menyimpulkan data
insiden keselamatan pasien rumah sakit;
e. Menetapkan dan melaksanakan program kegiatan
pendidikan dan pelatihan keselamatan pasien disetiap
bagian/unit pelayanan;
f. Melakukan monitoring pelaksanaan program
pendidikan dan pelatihan keselamatan pasien Rumah
Sakit ; dan
g. Melakukan evaluasi pelaksanaan program keselamatan
Pasien di Rumah Sakit.
(7) Sub komite Manajemen Resiko mempunyai tugas :
a. Melaksanakan fungsi administratif berkaitan dengan
program dan kegiatan Manajemen Risiko Rumah Sakit
secara ketat dan teratur;
b. Mempersiapkan rapat intern dan rapat koordinasi
dengan pihak manajemen;
c. Memberi saran dan masukan tentang perbaikan
manajemen risiko yang berhubungan dengan
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien;
d. Mengkoordinir unit kerja untuk menyusun risk register
unit;
e. Melakukan penilaian dan analisis risiko di Rumah
Sakit;
f. Melaksanakan assesmen risiko dan penanganan
perbaikan serta solusi penyelesaian; dan
g. Melakukan evaluasi pelaksanaan manajemen risiko
Pasien di Rumah Sakit.

(8) Penanggungjawab
- 49 -

(8) Penanggung jawab pengumpul data mempunyai tugas :


a. melaksanakan pengumpulan data indikator mutu di
unit kerja/instalasi Rumah Sakit melalui sensus
harian;
b. melaporkan dan melakukan analisa resiko KPC, KNC,
KTC, KTD dan kejadian sentinel sesuai dengan Standar
Prosedur Operasional; dan
c. Melakukan Evaluasi pelaksanaan program peningkatan
mutu dan keselamatan Pasien di unit kerja/instalasi.
(9) Dalam pelaksanaan tugas Komite Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien bertanggungjawab kepada Direktur.

Pasal 54

(1) Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit


dibentuk guna membantu Direktur dalam Pengembangan
Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS.
(2) Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
merupakan badan non struktural yang berada dibawah
serta bertanggung jawab kepada Direktur.
(3) Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
mempunyai tugas:
a. pengembangan kebijakan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja Rumah Sakit (K3RS);
b. pembudayaan perilaku K3RS;
c. pengembangan SDM K3RS;
d. pembuatan Standart Operational Procedure (SOP) K3RS
e. pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat
kerja;
f. pelayanan Kesehatan Kerja;
g. pengembangan program pemeliharaan pengelolaan
limbah padat , cair, dan gas;
h. pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang
berbahaya;
i. pengembangan manajemen tanggap darurat;
j. pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan
pelaporan kegiatan K3; dan
k. review program tahunan.
(4) Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
(K3RS) dibentuk dan ditetapkan dengan keputusan
Direktur setelah mempertimbangkan masukan dari
pengelola lain.
Pasal 55
- 50 -

Pasal 55

(1) Komite Rekam Medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal


30 ayat (2) huruf h dibentuk guna membantu Direktur
dalam Penyelenggaraan pengelolaan rekam medis yang
memenuhi standar yang telah ditetapkan.
(2) Komite Rekam Medis mempunyai tugas:
a. memberikan saran-saran dan pertimbangan-
pertimbangan dalam hal penyimpanan rekam medis
dan menjamin bahwa semua informasi dicatat sebaik-
baiknya dan menjamin tersedianya data yang
diperlukan untuk menilai pelayanan yang diberikan
kepada seorang pasien;
b. menjamin telah dijalankannya dengan baik filling
records, pembuatan indeks, penyimpanan rekam medis
dan tersedianya rekam medis dari semua pasien;
c. mengajukan usul-usul kepada Direktur Rumah Sakit
tentang perubahan dalam isi rekam medis; dan
d. Membina kerjasama dengan penasehat hukum dalam
hal hubungan-hubungan keluar dan pengeluaran
data/keterangan untuk badan-badan di luar Rumah
Sakit.
(3) Komite Rekam Medis merupakan badan non struktural
yang berada dibawah serta bertanggung jawab kepada
Direktur.
(4) Komite Rekam Medis dibentuk dan ditetapkan dengan
keputusan Direktur setelah mempertimbangkan masukan
dari pengelola lain.

Pasal 56

(1) Komite Tenaga Kesehatan Lain merupakan badan non


struktural yang berada dibawah serta bertanggung jawab
kepada Direktur.
(2) Komite Tenaga Kesehatan Lain dibentuk dan ditetapkan
dengan keputusan Direktur setelah mempertimbangkan
masukan dari pengelola lain.
(3) Komite Tenaga Kesehatan Lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (2) huruf i dibentuk guna membantu
Direktur dalam memelihara mutu profesi, etika dan disiplin
tenaga kesehatan selain medis dan paramedis.

(4) Komite
- 51 -

(4) Komite Tenaga Kesehatan Lain mempunyai tugas:


a. meningkatkan Profesionalisme tenaga Tenaga
Kesehatan Lain yang bekerja di Rumah Sakit dengan
cara:
1. melakukan Kredensial bagi seluruh Tenaga
Kesehatan Lain yang akan melakukan pelayanan di
Rumah Sakit;
2. memelihara mutu profesi tenaga Tenaga Kesehatan
Lain;
3. menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi Tenaga
Kesehatan Lain.
b. melaksanakan fungsi kredensial, Komite Tenaga
Kesehatan Lain memiliki tugas :
1. menyusun daftar rincian kewenangan klinis;
2. melakukan verifikasi persyaratan kredensial;
3. merekomendasikan kewenangan klinis tenaga
Tenaga Kesehatan Lain;
4. merekomendasikan pemulihan kewenangan klinis;
5. melakukan kredesial ulang secara berkala sesuai
waktu yang ditetapkan; dan
6. melaporkan seluruh proses kredensial kepada ketua
komite Tenaga Kesehatan Lain untuk diteruskan
kepada Direktur.
c. melaksanakan fungsi menjaga disiplin dan etika profesi
tenaga Tenaga Kesehatan Lain, meliputi:
1. melakukan sosialisasi kode etik dan disiplin profesi
tenaga Tenaga Kesehatan Lain;
2. melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi
tenaga Tenaga Kesehatan Lain;
3. merekomendasikan penyelesaian masalah
pelanggaran disiplin dan masalah etik dalam
kehidupan profesi dan pelayanan asuhan dan
kebidanan;
4. merekomendasikan pencabutan kewenangan klinis;
dan
5. memberikan pertimbangan dalam mengambil
keputusan etis dalam asuhan Tenaga Kesehatan
Lain dan kebidanan.
d. melaksanakan tugas dan fungsi kewenangan :
1. memberikan rekomendasi rincian kewenangan
klinis;
2. memberikan
- 52 -

2. memberikan rekomendasi perubahan rincian


kewenangan klinis;
3. memberikan rekomendasi penolakan kewenangan
klinis tertentu;
4. memberikan rekomendasi surat penugasan klinis;
5. memberikan rekomendasi tindak lanjut audit Tenaga
Kesehatan Lain dan kebidanan;
6. memberikan rekomendasi pendidikan Tenaga
Kesehatan Lain dan pendidikan kebidanan
berkelanjutan; dan
7. memberikan rekomendasi pedampingan dan
memberikan rekomendasi pemberian tindakan
disiplin.

BAB V
TATA KERJA

Pasal 57

(1) Dalam melaksanakan tugasnya setiap Kepala Unit Kerja di


lingkungan Rumah Sakit wajib menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan cross functional
approach secara vertikal dan horisontal baik di
lingkungannya serta dengan instalasi lain sesuai tugas
masing-masing.
(2) Setiap Kepala Unit Kerja bertanggungjawab memimpin dan
mengkoordinasikan bawahan dan memberikan bimbingan
serta petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya.
(3) Setiap Kepala Unit Kerja wajib mengikuti dan mematuhi
petunjuk dan bertanggungjawab kepada atasan serta
menyampaikan laporan berkala pada waktunya.
(4) Setiap laporan yang diterima oleh koordinator dan
penanggungjawab instalasi dari bawahan wajib diolah dan
dipergunakan sebagai bahan perubahan untuk menyusun
laporan lebih lanjut dan untuk memberi petunjuk kepada
bawahan.
(5) Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pelayanan
Medis, Kepala Seksi Upaya Kesehatan Masyarakat dan
Penelitian dan Pengembangan, Koordinator dan Kepala Unit
wajib menyampaikan laporan berkala kepada atasannya.

(6) Dalam
- 53 -

(6) Dalam menyampaikan laporan kepada atasannya tembusan


laporan lengkap dengan semua lampirannya dan
disampaikan pula kepada Unit kerja lain yang secara
fungsional mempunyai hubungan kerja.
(7) Dalam melaksanakan tugasnya, setiap Koordinator dibantu
oleh kepala Unit Kerja di bawahnya dan dalam rangka
pemberian bimbingan dan pembinaan kepada bawahan
masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.

BAB VI
PERATURAN INTERNAL STAF MEDIK
(MEDICAL STAFF BY LAWS)
Bagian Kesatu
Maksud dan Tujuan

Pasal 58

(1) Peraturan Internal Staf Medis disusun agar Komite Medik


dapat menyelenggarakan tata kelola klinis yang baik (Good
Clinical Governance) melalui mekanisme kredensial,
peningkatan mutu profesi, dan penegakan disiplin profesi
terhadap staf medik Rumah Sakit
(2) Tujuan dari Peraturan Internal Staf Medik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk:
a. tercapainya kerjasama yang baik antara staf medik
dengan pemilik Rumah Sakit atau yang mewakili
diantara staf medis dengan Direktur;
b. tercapainya sinergisme antara manajemen dan profesi
medis untuk kepentingan pasien;
c. terciptanya tanggung jawab staf medik terhadap mutu
pelayanan medis di Rumah Sakit; dan
d. memberikan dasar hukum bagi mitra bestari (peer group)
dalam pengambilan keputusan profesi melalui Komite
Medik yang dilandasi semangat bahwa hanya staf medik
yang kompeten dan berperilaku profesional saja yang
boleh melakukan pelayanan medis di Rumah Sakit.

Bagian Kedua
SMF
Paragraf 1
Jenis

Pasal 59

SMF Rumah Sakit terdiri dari:


a. SMF PNS;
b. SMF Non PNS;
c. Staf Medik Tamu; dan
d. Peserta PPDS/PPDGS.
Pasal 60
- 54 -

Pasal 60

(1) SMF PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a


terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan
dokter gigi spesialis yang berstatus sebagai PNS dan
ditetapkan berdasarkan Keputusan penempatan di rumah
sakit.
(2) Masa kerja SMF PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sampai yang bersangkutan memasuki masa pensiun sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 61

(1) SMF Non PNS, sebagaimana diamksud dalam Pasal 59


huruf b terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dokter
gigi, dan dokter gigi spesialis yang berstatus tenaga kontrak
dan yang telah terikat perjanjian kerja dengan rumah sakit
dan ditetapkan berdasarkan Keputusan penempatan di
rumah sakit oleh Direktur.
(2) SMF Non PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berhenti secara otomatis sebagai Staf Medis Fungsional
Rumah Sakit apabila telah menyelesaikan masa
kontraknya atau berhenti atas persetujuan bersama.
(3) SMF Non PNS yang telah menyelesaikan masa kontraknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat bekerja kembali
untuk masa kontrak berikutnya setelah menandatangani
kesepakatan baru dengan pihak Rumah Sakit.

Pasal 62

Staf Medik Tamu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59


Huruf c merupakan dokter tamu, yaitu dokter dari luar Rumah
Sakit yang karena reputasi dan/atau keahliannya diundang
secara khusus untuk membantu menangani kasus-kasus yang
tidak dapat ditangani sendiri oleh staf medik yang ada di Rumah
Sakit atau untuk mendemonstrasikan suatu keahlian tertentu
atau teknologi baru.
Pasal 63

Peserta PPDS/PPDGS, yaitu Dokter/Dokter Gigi yang secara sah


diterima sebagai Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis,
serta membantu memberikan pelayanan kesehatan dalam
rangka pendidikan, mempunyai kualifikasi sesuai dengan
kompetensi di bidangnya serta mempunyai hak dan kewajiban
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 2
- 55 -

Paragraf 2
Persyaratan

Pasal 64

(1) Semua staf medis yang melaksanakan praktik kedokteran


pada unit-unit pelayanan Rumah Sakit, termasuk unit-unit
pelayanan yang melakukan kerjasama operasional dengan
Rumah Sakit, wajib menjadi anggota Kelompok SMF.
(2) Untuk menjadi anggota Staf Medis Fungsional rumah sakit
seorang staf medis harus memiliki:
a. Kompetensi yang dibutuhkan;
b. Surat Tanda Registrasi (STR); dan
c. Surat Ijin Praktik (SIP).
(2) Selain memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) staf medis harus memiliki kesehatan jasmani dan rohani
yang baik (fit) untuk melaksanakan tugas dan tanggung-
jawabnya serta memiliki perilaku, moral dan etik yang baik.

Pasal 65

(1) Keanggotaan Kelompok SMF merupakan hak khusus


(previlege) yang dapat diberikan kepada dokter yang secara
terus menerus mampu memenuhi kualifikasi, standar dan
persyaratan yang ditentukan.
(2) Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
tanpa membedakan ras, agama, warna kulit, jenis kelamin,
keturunan, status ekonomi dan pandangan politisnya.

Pasal 66

(1) Kelompok SMF dipimpin oleh seorang Ketua yang dipilih


oleh anggotanya.
(2) Ketua Kelompok SMF dapat dijabat oleh Dokter PNS atau
Dokter Non PNS
(3) Masa bakti Ketua Kelompok Staf Medis adalah minimal 3
(tiga) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali
periode berikutnya.
(4) Pemilihan Ketua Kelompok SMF diatur dengan mekanisme
yang disusun oleh Komite Medik dengan persetujuan
Direktur.
(5) Ketua Kelompok SMF ditetapkan dengan Keputusan
Direktur.
Paragraf 3
- 56 -

Paragraf 3
Fungsi, tugas, tanggungjawab dan
Kewajiban Staf Medis fungsional

Pasal 67

(1) SMF Rumah Sakit berfungsi sebagai pelaksana pelayanan


medis, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan di bidang pelayanan medis.
(2) Dalam melaksanakan fungsinya SMF mempunyai tugas:
a. melaksanakan kegiatan profesi yang komprehensif
meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif;
b. membuat rekam medis sesuai fakta, tepat waktu dan
akurat;
c. meningkatkan kemampuan profesi melalui program
pendidikan atau pelatihan berkelanjutan;
d. menjaga agar kualitas pelayanan sesuai standar profesi,
standar pelayanan medis, dan etika kedokteran; dan
e. menyusun, mengumpulkan, menganalisa dan membuat
laporan pemantauan indikator mutu klinik.

Pasal 68

(1) Dalam melaksanakan tugasnya SMF dikelompokkan sesuai


bidang spesialisasi/keahliannya atau menurut cara lain
berdasarkan pertimbangan khusus.
(2) Setiap kelompok SMF sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
minimal terdiri atas 2 (dua) orang dokter dengan bidang
keahlian sama.
(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
tidak dapat dipenuhi maka dapat dibentuk kelompok SMF
yang terdiri atas dokter dengan keahlian berbeda dengan
memperhatikan kemiripan disiplin ilmu atau tugas dan
kewenangannya.

Pasal 69

Tanggungjawab Kelompok SMF meliputi:


a. melakukan evaluasi atas kinerja praktik Dokter berdasarkan
data yang komprehensif;
b. memberikan kesempatan kepada para Dokter untuk
mengikuti pendidikan kedokteran berkelanjutan;
c. memberikan
- 57 -

c. memberikan masukan melalui Ketua Komite Medik kepada


Direktur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan praktik
kedokteran;
d. memberikan laporan secara teratur paling sedikit 1 (satu)
kali setiap tahun melalui Ketua Komite Medik kepada
Direktur atau Kepala Seksi Pelayanan Medis tentang hasil
pemantauan indikator mutu klinik, evaluasi kinerja praktik
klinis, pelaksanaan program pengembangan staf, dan lain-
lain yang dianggap perlu; dan
e. melakukan perbaikan standar prosedur operasional serta
dokumen-dokumen yang terkait.

Pasal 70

Kewajiban Kelompok SMF meliputi:


a. menyusun standar prosedur operasional pelayanan medis,
meliputi bidang administrasi, manajerial dan bidang
pelayanan medik;
b. menyusun indikator mutu klinis; dan
c. menyusun uraian tugas dan kewenangan untuk masing-
masing anggotanya.

Pasal 71

(1) Terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi SMF dilakukan


penilaian kinerja oleh Direktur sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Evaluasi yang menyangkut keprofesian dilakukan oleh
Komite Medik sesuai ketentuan yang berlaku.
(3) SMF yang memberikan pelayanan medik dan menetap di
unit kerja tertentu secara fungsional menjadi tanggung
jawab Komite Medik, khususnya dalam pembinaan masalah
keprofesian.

Pasal 72

(1) SMF PNS yang sudah pensiun dapat diangkat kembali


sebagai SMF Non PNS atau Staf Medis Tamu sepanjang yang
bersangkutan memenuhi persyaratan.
(2) Untuk dapat diangkat kembali sebagai SMF Non PNS atau
diangkat kembali sebagai Staf Medis Tamu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus terlebih dahulu mengajukan
permohonan kepada Direktur.
(3) Untuk
- 58 -

(3) Untuk menerima atau menolak permohonan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) Direktur meminta Komite Medik
untuk melakukan kajian kompetensi calon staf medik
melalui Subkomite Kredensial Staf Medis.

Pasal 73

SMF diberhentikan dengan hormat karena:


a. telah memasuki masa pensiun;
b. permintaan sendiri;
c. tidak lagi memenuhi kualifikasi sebagai Staf Medis; dan
d. berhalangan tetap selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.

Pasal 74

SMF dapat diberhentikan dengan tidak hormat apabila


melakukan perbuatan melawan hukum dengan ancaman pidana
lebih dari 5 (lima) tahun.

Paragraf 2
Pembinaan dan Sanksi

Pasal 75

(1) Dalam hal SMF dinilai kurang mampu atau melakukan


tindakan klinik yang tidak sesuai dengan standar pelayanan
sehingga menimbulkan kecacatan dan/atau kematian maka
Komite Medik dapat melakukan penelitian.
(2) Bila hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membuktikan bahwa Staf Medis Fungsional melakukan
tindakan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan, maka
Komite Medik dapat mengusulkan kepada Direktur agar
SMF yang bersangkutan dikenai sanksi berupa sanksi
administratif.
(3) Pemberlakuan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus dituangkan dalam bentuk Keputusan Direktur dan
disampaikan kepada SMF yang bersangkutan dengan
tembusan kepada Komite Medik.
(4) Dalam hal SMF tidak dapat menerima sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) maka yang bersangkutan dapat
mengajukan sanggahan secara tertulis dalam waktu 15 (lima
belas) hari sejak diterimanya Keputusan.
(5) Dalam
- 59 -

(5) Dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak


diterimanya Surat Sanggahan, Direktur harus
menyelesaikan secara adil dan seimbang dengan
mengundang semua pihak yang terkait.
(6) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersifat
final.

Pasal 76

Seluruh Staf Medis Rumah Sakit, yang melakukan pelanggaran


terhadap aturan perundang-undangan, aturan rumah sakit,
klausul-klausul dalam perjanjian kerja atau etika dapat
diberikan sanksi yang beratnya tergantung dari jenis dan berat
ringannya pelanggaran.

Pasal 77

Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dan


Pasal 76 dilakukan oleh Direktur setelah mendengar pendapat
Komite Medik dalam hal ini Subkomite Etika dan Disiplin
Profesi Medis dengan mempertimbangkan tingkat kesalahannya.

Pasal 78

Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dapat berupa:


a. teguran lisan atau tertulis;
b. penghentian praktik untuk sementara waktu;
c. pemberhentian dengan tidak hormat bagi SMF PNS; dan/atau
d. pemutusan perjanjian kerja bagi SMF Non PNS yang masih
berada dalam masa kontrak kerja.

Bagian Kedua
Kewenangan Klinis (Clinical Privilege)
Paragraf 1
Pemberian

Pasal 79

(1) Semua pelayanan medis hanya boleh dilakukan oleh staf


medis yang telah diberi Kewenangan Klinis oleh Direktur.
(2) Kewenangan Klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa Surat Penugasan Klinis.
(3) Kewenangan
- 60 -

(3) Kewenangan Klinis diberikan oleh Direktur atas


rekomendasi Komite Medik melalui Subkomite Kredensial
sesuai dengan Prosedur Penerimaan Anggota SMF.
(4) Kewenangan Klinis diberikan kepada seorang anggota SMF
untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 80

Kewenangan Klinis Sementara (KKS) merupakan Kewenangan


Klinis yang diberikan Direktur berdasarkan Kewenangan Klinis
yang dimiliki di Rumah Sakit, dengan menyesuaikan kondisi
pelayanan yang ada di Rumah Sakit kepada Dokter Tamu yang
bersifat sementara.

Pasal 81

Pemberian Kewenangan Klinis ulang dapat diberikan setelah


yang bersangkutan memenuhi syarat dengan mengikuti
prosedur Rekredensial dari Subkomite Kredensial Komite Medik.

Paragraf 2
Proses Penilaian Kewenangan Klinis

Pasal 82

Kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memberikan


rekomendasi Kewenangan Klinis:
a. pendidikan:
1. lulus dari sekolah kedokteran yang terakreditasi;
2. menyelesaikan program pendidikan kedokteran.
b. perizinan (lisensi):
1. memiliki surat tanda registrasi yang sesuai dengan
bidang profesi;
2. memiliki ijin praktek dari Dinas Kesehatan setempat
yang masih berlaku.
c. kegiatan penjagaan mutu profesi:
1. menjadi anggota organisasi yang melakukan penilaian
kompetensi bagi anggotanya;
2. berpartisipasi aktif dalam proses evaluasi mutu klinis.
d. kualifikasi personal:
1. riwayat disiplin dan etik profesi;
2. keanggotaan dalam perhimpunan profesi yang diakui;
3. keadaan
- 61 -

3. keadaan sehat jasmani dan mental, termasuk tidak


terlibat penggunaan obat terlarang dan alkohol yang
dapat mempengaruhi kualitas pelayanan terhadap
pasien;
4. riwayat keterlibatan dalam tindakan kekerasan;
5. memiliki asuransi proteksi profesi.
e. pengalaman di bidang keprofesian:
1. riwayat tempat pelaksanaan praktik profesi;
2. riwayat tuntutan medis atau klaim oleh pasien selama
menjalankan profesi.

Paragraf 3
Pembatasan Kewenangan Klinis
Pasal 83

(1) Komite Medik dapat memberi rekomendasi kepada


Direktur agar Kewenangan Klinis anggota SMF dibatasi
berdasarkan keputusan dari Subkomite Kredensial;
(2) Pembatasan Kewenangan Klinis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dipertimbangkan bila anggota SMF yang
bersangkutan dalam pelaksanaan tugasnya dianggap tidak
sesuai dengan standar pelayanan medis dan standar
prosedur operasional yang berlaku.
(3) Ketidaksesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dipandang dari sudut kinerja klinik, sudut etik dan
disiplin profesi medis dan dari sudut hukum.

Pasal 84

(1) Sub komite Kredensial membuat rekomendasi pembatasan


Kewenangan Klinis anggota SMF melalui prosedur sebagai
berikut:
a. ketua SMF mengajukan surat untuk mempertimbangkan
pencabutan Kewenangan Klinis dari anggotanya kepada
Ketua Komite Medik;
b. Komite Medik meneruskan permohonanan tersebut
kepada Subkomite Kredensial untuk meneliti kinerja
klinis, etika dan disiplin profesi medis anggota SMF yang
bersangkutan;
c. Subkomite Kredensial berhak memanggil anggota SMF
yang bersangkutan untuk memberikan penjelasan dan
membela diri setelah sebelumnya diberi kesempatan
untuk membaca dan mempelajari bukti-bukti tertulis
tentang pelanggaran/penyimpangan yang telah
dilakukan;
d. Subkomite Kredensial dapat meminta pendapat dari
pihak lain yang terkait.
Paragraf 4
- 62 -

Paragraf 4
Pencabutan dan Pengakhiran Kewenangan Klinis

Pasal 85

(1) Pencabutan kewenangan klinis dilaksanakan oleh Direktur


atas rekomendasi Komite Medik yang berdasarkan usulan
dari Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi dan SubKomite
Kredensial.
(2) Pencabutan Kewenangan Klinis dilaksanakan apabila:
a. adanya gangguan kesehatan (fisik dan mental);
b. adanya kecelakaan medis yang diduga karena
inkompetensi;
c. mendapat tindakan disiplin dari Komite Medik.

Pasal 86

(1) Pengakhiran Kewenangan Klinis dilaksanakan oleh Direktur


atas rekomendasi Komite Medik berdasarkan usulan dari
Subkomite Etika dan Disiplin Profesi dan Subkomite
Kredensial.
(2) Pengakhiran Kewenangan Klinis dilaksanakan apabila
Surat Penugasan Klinis (SPK) apabila:
a. habis masa berlakunya;
b. dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2)

Bagian Ketiga
Penugasan Klinis (Clinical Appointment)

Pasal 87

(1) Setiap staf medis yang melakukan asuhan medis harus


memiliki SPK dari Direktur berdasarkan rincian
Kewenangan Klinis setiap staf medis yang direkomendasikan
Komite Medik.
(2) Tanpa SPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seorang
staf medis tidak dapat menjadi anggota kelompok (member)
staf medis sehingga tidak boleh melakukan pelayanan medis
di Rumah Sakit.

Bagian
- 63 -

Bagian keempat
Peraturan Pelaksanaan Tata Kelola Klinis

Pasal 88

Untuk melaksanakan tata kelola klinis diperlukan aturan-


aturan profesi bagi staf medis secara tersendiri diluar Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff By Laws), aturan profesi
tersebut antara lain:
a. pemberian pelayanan medis dengan standar profesi, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional serta
kebutuhan medis pasien;
b. kewajiban melakukan konsultasi dan/atau merujuk pasien
kepada dokter, dokter spesialis dengan disiplin yang sesuai;
c. kewajiban melakukan pemeriksaan patologi anatomi
terhadap semua jaringan yang dikeluarkan dari tubuh
dengan pengecualiannya.

Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Rumah Sakit,
Pasien, dan Dokter
Paragraf
Hak dan Kewajiban Rumah Sakit

Pasal 89

(1) Setiap pegawai rumah sakit wajib menjaga kerahasiaan


informasi tentang pasien;
(2) Pemberian informasi medis yang menyangkut kerahasiaan
pasien hanya dapat diberikan atas persetujuan Direktur
atau Kepala Seksi Pelayanan Medis.

Pasal 90

(1) Dalam memberikan layanan kesehatan Rumah Sakit


berhak untuk:
a. menentukan jumlah, jenis, dan kualifikasi sumber daya
manusia sesuai dengan klasifikasi Rumah Sakit;
b. menerima imbalan jasa pelayanan serta menentukan
remunerasi/jasa pelayanan, insentif, dan penghargaan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. melakukan
- 64 -

c. melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam rangka


mengembangkan pelayanan;
d. menerima bantuan dari pihak lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. menggugat pihak yang mengakibatkan kerugian;
f. mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan;
g. mempromosikan layanan kesehatan yang ada di Rumah
Sakit Kusta Sumberglagah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
h. mendapatkan insentif pajak bagi Rumah Sakit publik
dan Rumah Sakit yang ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Pendidikan.
(2) Dalam memberikan layanan kesehatan Kewajiban Rumah
Sakit meliputi :
a. memberikan informasi yang benar tentang pelayanan
Rumah Sakit Indera kepada masyarakat;
b. memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan
pasien sesuai dengan standar pelayanan RumahSakit;
c. memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan dengan
kemampuan pelayanannya;
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat
tidak mampu atau miskin;
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan
memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak
mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang
muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan
kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi
kemanusian;
g. membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah sebagai acuam dalam melayani pasien
h. menyelenggarakan rekam medis;
i. menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak
antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu,
sarana untuk orang cacat, wanita menyusi, anak-anak,
lanjut usia;

j. melaksanakan
- 65 -

j. melaksanakan sistem rujukan;


k. menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan
standar profesi dan etika serta peraturan perundang-
undangan;
a) memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai hak dan kewajiban pasien;
b) menghormati dan melindungi hak-hak pasien;
c) melaksanakan etika Rumah Sakit;
d) memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan
penanggulangan bencana;
e) melaksanakan program pemerintah dibidang kesehatan
baik secara regional maupun nasional;
f) membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik
kedokteran dan tenaga kesehatan lainnya;
g) menyusun dan melaksanakan peraturan internal
Rumah Sakit (hospital by laws);
h) melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi
semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan
tugas; dan
i) memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit
sebagai kawasan tanpa rokok.

Paragraf 2
Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 91

(1) Dalam menerima layanan kesehatan hak pasien meliputi :


a. memperoleh informasi mengenai tata tertib dan
peraturan yang berlaku di Rumah Sakit Kusta
Sumberglagah;
b. memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban
pasien;
c. memperoleh layanan kesehatan yang manusiawi, adil,
jujur, dan tanpa dikriminasi;
d. memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
dengan standar profesi dan standar prosedur
oparasional;
e. memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi;
f. mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapat;
g. memilih
- 66 -

g. memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan


keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah
Sakit;
h. meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai Surat Ijin Praktik
(SIP) baik dalam maupun di luar Rumah Sakit;
i. mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang
diderita termasuk data-data medisnya;
j. mendapat informasi yang meliputi diagnosa dan tata
cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif
tindakan, resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi,
dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta
perkiraan biaya pengobatan;
k. memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan
yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
l. didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
m. menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu
pasien lainnya;
n. memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya
selama dalam perawatan di Rumah Sakit;
o. mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan
Rumah Sakit terhadap dirinya;
p. menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
q. menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila
Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana, dan
r. mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak
sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak
dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Dalam menerima layanan kesehatan pasien mempunyai
kewajiban untuk:
a. mematuhi peraturan dan tata tertib yang berlaku di
Rumah Sakit ;
b. memberikan informasi yang akurat dan lengkap tentang
keluhan riwayat medis yang lalu, hospitalisme
medikasi/pengobatan dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan kesehatan pasien;
c. mengikuti
- 67 -

c. mengikuti rencana pengobatan yang diadviskan oleh


dokter termasuk intruksi para perawat dan profesional
kesehatan yang lain sesuai dokter;
d. memberlakukan staf rumah sakit dan pasien lain
dengan bermartabat dan hormat serta tidak melakukan
tindakan yang mengganggu pekerjaan rumah sakit;
e. menghormati privasi orang lain dan barang milik
rumah sakit;
f. tidak membawa alkohol dan obat-obat yang tidak
mendapat persetujuan/senjata kedalam Rumah Sakit;
g. menghormati bahwa Rumah Sakit adalah area bebas
rokok;
h. meninggalkan barang berharga di Rumah dan
membawa hanya barang-barang yang penting selama
tinggal di Rumah Sakit;
i. memastikan bahwa kewajiban financial atas asuhan
pasien sebagaimana kebijakan Rumah Sakit;
j. melunasi/memberikan imbalan jasa atas pelayanan
rumah sakit/dokter;
k. bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya sendiri
bila mereka menolak pengobatan atau advis dokternya;
dan
l. memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian
yang telah dibuat.

Paragraf 3
Hak dan Kewajiban Dokter

Pasal 92

(1) Dalam melaksanakan layanan kesehatan dokter


mempunyai hak:
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi dan
Standar Prosedur Operasional;
b. memberikan pelayanan medis sesuai dengan Standar
Profesi dan Standar Prosedur Operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari
pasien; dan
d. menerima imbalan jasa sesuai dengan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit.
(2) Dalam melaksanakan layanan kesehatan dokter
mempunyai kewajiban:
a. memberikan
- 68 -

a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan Standar


Profesi dan Standar Prosedur Operasional serta
kebutuhan medis;
b. merujuk ke dokter lain, bila tidak mampu;
c. merahasiakan informasi pasien, meskipun pasien
sudah meninggal;
d. melakukan pertolongan darurat, kecuali bila yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu; dan
e. menambah IPTEK dan mengikuti perkembangan.

Bagian Keenam
Peninjauan Dan Perbaikan
Peraturan Internal Staf Medis

Pasal 89

(1) Perubahan terhadap Peraturan Internal Staf Medis


(Medical Staf Bylaws) dapat dilakukan berdasarkan adanya
perubahan peraturan perundang-undangan yang
mendasarinya
(2) Waktu perubahan peraturan internal staf medis ini
dilakukan paling lama setiap 3 (tiga) tahun.
(3) Perubahan yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Komite Medik Rumah Sakit disampaikan kepada Direktur
untuk selanjutnya diusulkan untuk ditetapkan dalam
Peraturan Gubernur.

BAB VII
PENGELOLAAN SUMBER DAYA MANUSIA
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 90

Pengelolaan Sumber Daya Manusia merupakan pengaturan dan


kebijakan yang jelas mengenai Sumber Daya Manusia yang
berorientasi pada pemenuhan secara kuantitatif dan kualifikatif
untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi secara efisien.

Bagian Kedua
Penerimaan dan Pengangkatan

Pasal 91

(1) Sumber Daya Manusia Rumah Sakit terdiri dari:


a. PNS; dan
b. Non PNS.
(2) Mekanisme
- 69 -

(2) Mekanisme penerimaan pegawai Rumah Sakit diatur sebagai


berikut :
a. penerimaan PNS dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. penerimaan Non PNS dapat dengan cara:
1) rekrutmen ;
2) penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
pihak ketiga(Outsourching);
3) Kerja Sama Operasional (KSO);
4) magang ; dan
5) cara-cara lain yang efektif dan efisien.
(3) Rekrutmen pegawai Non PNS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b angka (1), dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan dan dilakukan dengan cara seleksi yang
meliputi:
a. seleksi administrasi yang dilakukan oleh tim Pemerintah
Provinsi;
b. test psikologi;
c. seleksi akademik dan ketrampilan;
d. wawancara; dan
e. test kesehatan.
(4) Penerimaan Pegawai outsourching sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b angka (2), dilaksanakan berdasarkan
kebutuhan tenaga yang ditetapkan oleh Direktur dan
dilakukan oleh Panitia Pengadaan Barang dan Jasa sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
(5) Kerjasama Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b angka (3), dilaksanakan sesuai kebutuhan dan
dilakukan oleh Direktur dengan pihak ketiga.

Pasal 92

(1) Pegawai Rumah Sakit non PNS sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 91 ayat (1) huruf b, dapat dipekerjakan secara
tetap atau berdasarkan kontrak kerja.
(2) Pengangkatan dan pemberhentian PNS disesuaikan dengan
peraturan perundangan-undangan.
(3) Pengangkatan pegawai non PNS dilakukan berdasarkan
pada prinsip efisiensi, ekonomis dan produktif dalam
peningkatan pelayanan.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai Rumah Sakit
yang berasal dari non PNS diatur dalam Peraturan Gubernur
tersendiri.
Bagian
- 70 -

Bagian Ketiga
Rotasi dan Promosi Pegawai

Pasal 93

(1) Dalam rangka meningkatkan kinerja dan pengembangan


karir perlu dilakukan rotasi PNS dan non PNS dengan
mempertimbangkan :
a. penempatan seseorang pada pekerjaan yang sesuai
dengan pendidikan dan ketrampilannya;
b. masa kerja di unit tertentu;
c. pengalaman pada bidang tugas tertentu; dan
d. kegunaannya dalam menunjang karir.
(2) Mutasi pegawai dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

Pasal 94

(1) Tehadap pegawai PNS dan Non PNS yang telah memenuhi
persyaratan tertentu dapat dilakukan promosi jabatan.
(2) Promosi jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan kepada pegawai atas dasar kinerja,
pangkat/golongan dan/atau pendidikan formal/non formal
dan ditetapkan oleh Direktur.

Bagian Keempat
Disiplin Pegawai

Pasal 95

(1) Disiplin merupakan suatu kondisi yang tercipta dan


terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku yang
menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,
keteraturan, dan ketertiban.
(2) Penilaian disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan pertimbangan pada data-data yang tertuang
dalam :
a. daftar hadir;
b. laporan kegiatan; dan
c. Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai.
(3) Penerapan disiplin dan pemberian sanksi kepada Pegawai
Negeri Sipil Rumah Sakit mengacu kepada Peraturan dan
Perundang-undangan tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
(4) Penerapan disiplin dan pemberian sanksi kepada Pegawai
NonPNS Rumah Sakit akan diatur lebih lanjut oleh Direktur.
Bagian
- 71 -

Bagian Kelima
Penghargaan dan Sanksi

Pasal 96

(1) Dalam rangka mendorong motivasi kerja dan produktifitas


pegawai, Rumah Sakit menerapkan kebijakan pemberian
penghargaan bagi pegawai yang mempunyai kinerja baik
dengan memberikan kesempatan pengembangan karier dan
sanksi bagi pegawai yang tidak memenuhi ketentuan atau
melanggar peraturan yang ditetapkan.
(2) Kenaikan pangkat PNS merupakan penghargaan yang
diberikan atas prestasi kerja dan pengabdian pegawai yang
bersangkutan terhadap negara berdasarkan sistem kenaikan
pangkat reguler dan kenaikan pangkat pilihan sesuai
ketentuan yang berlaku.
(3) Penghargaan terhadap pegawai non PNS merupakan
penghargaan yang diberikan atas prestasi kerja pegawai yang
bersangkutan terhadap kinerja Rumah Sakit dan diberikan
berdasarkan sistem remunerasi Rumah Sakit.
(4) Penghargaan kepada PNS diberikan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur PNS.
(5) Penghargaan kepada pegawai non PNS diatur dan ditetapkan
oleh Direktur.

Pasal 97

(1) PNS yang melakukan pelanggaran akan diberikan sanksi


sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.
(2) Non PNS yang melakukan pelanggaran akan diberikan
sanksi sesuai dengan peraturan rumah sakit yang
ditetapkan oleh Direktur.

Bagian keenam
Pemberhentian Pegawai

Pasal 98

(1) Pemberhentian PNS diatur menurut peraturan tentang


pemberhentian PNS.
(2) Pemberhentian pegawai non PNS dilakukan menurut
Peraturan Gubernur.
BAB VIII
- 72 -

BAB VIII
REMUNERASI

Pasal 99

(1) Dewan Pengawas, Pejabat Pengelola dan pegawai Rumah


Sakit diberikan Remunerasi.
(2) Remunerasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan imbalan kerja yang dapat berupa gaji, tunjangan
tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, dan jasa
pelayanan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Remunerasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan
Gubernur tersendiri.

BAB IX
STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Pasal 100

(1) Untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan dan kualitas


pelayanan umum yang diberikan Rumah Sakit, Kepala Dinas
Kesehatan menetapkan Standar Pelayanan Minimal
berdasarkan usulan dari Direktur.
(2) Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan, dan kesetaraan layanan serta kemudahan
untuk mendapatkan layanan.

BAB XI
PENGELOLAAN DAN PENATAUSAHAAN KEUANGAN
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 101

(1) Penatausahaan keuangan Rumah Sakit didasarkan pada


prinsip pengelolaan keuangan bisnis yang sehat.
(2) Pengelolaan keuangan sebagaimana pada ayat (1) dilakukan
secara tertib, efektif, efisien, transparasi dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Dalam pengelolaan keuangan Rumah Sakit sebagai UPT
Dinas dengan status BLUD penuh memperoleh fleksibilitas
berupa:
a. pengelolaan
- 73 -

a. Pengelolaan pendapatan dan biaya;


b. Pengelolaan kas;
c. pengelolaan utang;
d. pengelolaan piutang;
e. pengelolaan investasi;
f. pengadaan barang dan/atau jasa;
g. penyusunan akuntansi, pelaporan dan
pertanggungjawaban;
h. pengelolaan surplus dan defisit;
i. kerjasama dengan pihak lain;

Bagian Kedua
Pengelolaan Kas

Pasal 102

(1) Dalam pengelolaan kas, BLUD rumah sakit


menyelenggarakan :
a. perencanaan penerimaan dan pengeluaran kas;
b. Pemungutan pendapatan atau tagihan;
c. penyimpanan kas dan mengelola rekening bank;
d. Pembayaran;
e. perolehan sumber dana untuk menutup defisit jangka
pendek; dan
f. pemanfaatan surplus kas jangka pendek untuk
memperoleh tambahan.
(2) Penerimaan BLUD-rumah sakit disetorkan ke rekening
BLUD Rumah Sakit tidak lebih dari dua kali dua puluh
empat jam kecuali hari libur dan cuti bersama dan
dilaporkan kepada pejabat keuangan BLUD-rumah sakit.

Bagian Ketiga
Pengadaan Barang Dan Atau Jasa

Pasal 103

(1) Pengadaan barang dan/atau jasa di Rumah Sakit


dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi
pengadaan barang/jasa Pemerintah.
(2) Pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat diberikan fleksibilitas berupa pembebasan
sebagian dan/atau seluruhnya dari ketentuan umum
pengadaan barang/jasa pemerintah dengan berdasar pada
prinsif efisiensi, efektif, transparan, bersaing, adil, akuntabel
dan praktek bisnis yang sehat.
(3) Fleksibilitas
- 74 -

(3) Fleksibilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diberikan


terhadap pengadaan barang/jasa yang sumber dananya
berasal dari :
a. jasa layanan;
b. hibah tidak terikat;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain; dan
d. lain-lain pendapatan rumah sakit yang sah.

Pasal 104

(1) Pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal


103 ayat (2) berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa
yang ditetapkan oleh Gubernur.
(2) Ketentuan pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus dapat menjamin ketersediaan
barang/jasa yang lebih bermutu, lebih murah, proses
pengadan yang sederhana dan cepat serta mudah
menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung
pelayanan rumah sakit.

Pasal 105

Pengadaan barang dan/atau jasa yang dananya berasal dari


hibah terikat dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan
pengadaan dari pemberi hibah, atau ketentuan pengadaan
barang dan/atau jasa yang berlaku bagi BLUD Rumah Sakit
Sumberglagah sepanjang disetujui pemberi hibah.

Pasal 106

Pengadaan barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 103, diselenggarakan berdasarkan jenjang nilai yang
diatur dalam Peraturan Gubernur tersendiri.

Bagian Keempat
Tarif layanan
Pasal 107

(1) Rumah Sakit dapat memungut biaya kepada masyarakat


sebagai imbalan atas barang dan/atau jasa layanan yang
diberikan.
(2) Imbalan
- 75 -

(2) Imbalan atas barang dan/atau jasa layanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam bentuk tarif yang
disusun atas dasar perhitungan unit cost.
(3) Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk
imbalan hasil yang wajar dari investasi dana dan untuk
menutup seluruh atau sebagian dari biaya per unit layanan.
(4) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa besaran tarif dan/atau pola tarif sesuai jenis layanan
Rumah Sakit.

Pasal 108

(1) Tarif layanan Rumah Sakit diusulkan oleh Direktur kepada


Gubernur melalui Kepala Dinas.
(2) Tarif layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
(3) Penetapan tarif layanan sebagaimana dimaksud pada
ayat(2),mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan
layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat.

Pasal 109

(1) Peraturan Gubernur mengenai tarif layanan Rumah Sakit


dapat dilakukan perubahan sesuai kebutuhan.
(2) Perubahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dilakukan secara keseluruhan maupun per unit layanan.

Bagian Kelima
Pendapatan dan Biaya
Paragraf 1
Pendapatan

Pasal 110

Pendapatan Rumah Sakit dapat bersumber dari:


a. jasa layanan;
b. hibah;
c. hasil kerjasama dengan pihak lain;
d. APBD;
e. APBN; dan
f. lain-lain pendapatan yang sah.

Pasal 111
- 76 -

Pasal 111

(1) Pendapatan rumah sakit yang bersumber dari jasa layanan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf a, dapat
berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang
diberikan kepada masyarakat.
(2) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari hibah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf b, dapat
berupa hibah terikat dan hibah tidak terikat.
(3) Hasil kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 110 huruf c, dapat berupa perolehan dari
kerjasama operasional, sewa menyewa dan usaha lainnya
yang mendukung tugas dan fungsi rumah sakit.
(4) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf d, dapat
berupa pendapatan yang berasal dari Pemerintah Daerah
dalam rangka pelaksanaan program atau kegiatan di rumah
sakit.
(5) Pendapatan Rumah Sakit yang bersumber dari APBN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 huruf e, dapat
berupa pendapatan yang berasal dari pemerintah pusat
dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi dan/atau tugas
pembantuan dan lain-lain.
(6) Rumah Sakit dalam melaksanakan anggaran dekonsentrasi
dan/atau tugas pembantuan, proses pengelolaan keuangan
diselenggarakan secara terpisah berdasarkan ketentuan
yang berlaku.
(7) Lain-lain pendapatan yang sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 110 huruf f, antara lain:
a. hasil penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan;
b. hasil pemanfaatan kekayaan;
c. jasa giro;
d. pendapatan bunga;
e. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang
asing;
f. komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa
Rumah Sakit; dan
g. hasil investasi.

Pasal 112
- 77 -

Pasal 112

(1) Seluruh pendapatan rumah sakit, kecuali yang berasal dari


hibah terikat, dikelola untuk membiayai pengeluaran rumah
sakit sesuai RBA dan DPA.
(2) Hibah terikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperlakukan sesuai peruntukannya.
(3) Seluruh pendapatan rumah sakit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 110 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f
dilaksanakan melalui rekening kas rumah sakit dan dicatat
dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada
jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan
obyek pendapatan BLUD.
(4) Seluruh pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilaporkan kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
setiap bulan.

Paragraf 2
Biaya
Pasal 113

(1) Biaya Rumah Sakit merupakan biaya operasional dan biaya


non operasional.
(2) Biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup seluruh biaya yang menjadi beban rumah sakit
dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi.
(3) Biaya non operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup seluruh biaya yang menjadi beban rumah sakit
dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi.
(4) Biaya rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan untuk membiayai program peningkatan
pelayanan, kegiatan pelayanan dan kegiatan pendukung
pelayanan.
(5) Pembiayaan program dan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dialokasikan sesuai dengan kelompok, jenis,
program dan kegiatan.

Pasal 114

(1) Biaya operasional terdiri dari:


a. biaya pelayanan; dan
b. biaya umum dan administrasi.
(2) Biaya
- 78 -

(2) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf


a mencakup seluruh biaya operasional yang berhubungan
langsung dengan kegiatan pelayanan.
(3) Biaya umum dan administrasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b mencakup seluruh biaya operasional yang
tidak berhubungan langsung dengan kegiatan pelayanan.
(4) Biaya pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
dari;
a. biaya pegawai;
b. biaya bahan;
c. biaya jasa pelayanan;
d. biaya barang dan jasa;
e. biaya pemeliharaan; dan
f. biaya pelayanan lain-lain.
(5) Biaya umum dan administrasi sebagaimana pada ayat (3)
terdiri dari:
a. biaya pegawai;
b. biaya administrasi kantor;
c. biaya pemeliharaan;
d. biaya barang dan jasa;
e. biaya promosi; dan
f. biaya umum dan administrasi lain-lain.

Pasal 115

Biaya non operasional terdiri dari:


a. biaya bunga;
b. biaya administrasi bank;
c. biaya kerugian penjualan aset tetap;
d. biaya kerugian penurunan nilai barang; dan
e. biaya non operasional lain-lain.

Pasal 116

(1) Seluruh pengeluaran biaya rumah sakit yang bersumber


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 dilaporkan kepada
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) setiap bulan.
(2) Seluruh pengeluaran biaya rumah sakit yang bersumber
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) Pengesahan
yang dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggungjawab
(SPTJ).
Pasal 117
- 79 -

Pasal 117

(1) Pengeluaran biaya Rumah Sakit diberikan fleksibilitas dengan


mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan.
(2) Fleksibilitas pengeluaran biaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan pengeluaran biaya yang disesuaikan dan
signifikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang
batas RBA yang telah ditetapkan secara definitif.
(3) Fleksibilitas pengeluaran biaya Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk biaya
operasional yang berasal dari pendapatan selain dari APBN/
APBD dan hibah terikat.
(4) Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, Direktur dapat
mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBD kepada
PPKD melalui Kepala Dinas.

Pasal 118

(1) Ambang batas RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117


ayat (2) ditetapkan dengan besaran prosentase 10% dari
target pendapatan.
(2) Prosentase ambang batas tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), merupakan kebutuhan yang dapat
diprediksi, dapat dicapai, terukur, rasional dan dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Besaran prosentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan
operasional Rumah Sakit.
(4) Besaran prosentase sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
ditetapkan dalam RBA dan DPA oleh PPKD.

Bagian Keenam
Pelaporan dan Pertanggungjawaban

Pasal 119

(1) Rumah Sakit menerapkan sistem informasi manajemen


keuangan sesuai dengan kebutuhan praktek bisnis yang
sehat.
(2) Setiap transaksi keuangan rumah sakit dicatat dalam
dokumen pendukung yang dikelola secara tertib.

Pasal 120
- 80 -

Pasal 120

(1) Rumah sakit menyelenggarakan akuntansi dan laporan


sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan
oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia untuk manajemen
bisnis yang sehat.
(2) Rumah Sakit mengembangkan dan menetapkan sistem
akuntansi dengan berpedoman pada standar akuntansi yang
ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 121

(1) Dalam rangka menyelenggarakan akuntansi dan pelaporan


keuangan rumah sakit menyusun kebijakan akuntansi yang
berpedoman pada kebijakan akuntansi yang ditetapkan oleh
Gubernur.
(2) Kebijakan akuntansi rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), digunakan sebagai dasar dalam pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan asset, kewajiban,
ekuitas dana, pendapatan dan biaya.

Pasal 122

(1) Laporan keuangan Rumah Sakit terdiri dari :


a. Laporan realisasi anggaran merupakan laporan yang
menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja,
transfer, surplus/deficit dan pembiayaan yang masing-
masing diperbandingkan dengan anggaran dalam satu
periode.
b. neraca yang menggambarkan posisi keuangan mengenai
asset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal tertentu;
c. laporan operasional yang berisi informasi jumlah
pendapatan dan biaya rumah sakit selama satu periode;
d. Laporan perubahan ekuitas yang menginformasikan
mutasi ekuitas pada periode bersangkutan;
e. laporan arus kas yang menyajikan informasi kas
berkaitan dengan aktivitas operasional, investasi, dan
aktivitas pendanaan dan/atau pembiayaan yang
menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran
dan saldo akhir kas selama periode tertentu; dan
f. catatan atas laporan keuangan yang berisi penjelasan
naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam laporan
keuangan.
(2) Laporan
- 81 -

(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


disertai dengan laporan kinerja yang berisikan informasi
pencapaian hasil/keluaran Rumah Sakit.
(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaporkan secara berkala kepada Dinas dan Badan
Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi, kemudian
dilaporkan kepada Gubernur.

Pasal 123

(1) Setiap triwulan rumah sakit menyusun dan menyampaikan


laporan operasional dan laporan arus kas kepada PPKD,
paling lambat 15 (lima belas) hari setelah periode pelaporan
berakhir.
(2) Setiap semesteran dan tahunan rumah sakit wajib
menyusun dan menyampaikan laporan keuangan lengkap
yang terdiri dari laporan operasional, neraca, laporan arus
kas dan catatan atas laporan keuangan disertai laporan
kinerja kepada PPKD untuk dikonsolidasikan ke dalam
laporan keuangan pemerintah daerah, paling lambat 2 (dua)
bulan setelah periode pelaporan berakhir.

Pasal 124

Penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 122 ayat (2) untuk kepentingan konsolidasi, dilakukan
berdasarkan standar akutansi pemerintahan.

Bagian Ketujuh
Perencanaan Dan Penganggaran
Paragraf 1
Perencanaan

Pasal 125

(1) Rumah Sakit wajib menyusun Rencana Strategi Bisinis.


(2) Renstra Bisnis Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), mencakup pernyataan visi, misi program strategis,
pengukuran pencapaian kinerja, rencana pencapaian lima
tahunan dan proyeksi keuangan lima tahunan.

Pasal 126
- 82 -

Pasal 126

Renstra bisnis Rumah Sakit sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 125 ayat (1), dipergunakan sebagai dasar penyusunan
Rencana Bisnis Anggaran (RBA) dan evaluasi kinerja.

Paragraf 2
Penganggaran
Pasal 127

(1) Rumah Sakit menyusun RBA tahunan yang berpedoman


kepada RSB
(2) RBA merupakan penjabaran lebih lanjut dari program dan
kegiatan Rumah Sakit dengan berpedoman pada
pengelolaan keuangan.
(3) Penyusunan RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disusun berdasarkan:
a. prinsip anggaran berbasis kinerja;
b. perhitungan akutansi biaya menurut jenis layanan; dan
c. kebutuhan pendanaan dan kemampuan pendapatan yang
diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain,
APBD, APBN dan sumber-sumber pendapatan rumah
sakit lainnya.

Pasal 128

(1) RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127, memuat :


a. kinerja tahun berjalan;
b. asumsi makro dan mikro;
c. target kinerja;
d. analisis dan perkiraan biaya satuan;
e. perkiraan harga;
f. anggaran pendapatan dan biaya;
g. besaran persentase ambang batas;
h. prognosa laporan keuangan;
i. perkiraan maju (forward estimate);
j. rencana pengeluaran investasi/modal; dan
k. ringkasan pendapatan dan biaya untuk konsolidasi
dengan RKA-SKPD/APBD.
(2) RBA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disertai dengan
usulan program, kegiatan, standar pelayanan minimal dan
biaya dari keluaran yang akan dihasilkan.
Bagian
- 83 -

Bagian Kedelapan
Pelaksanaan Anggaran

Pasal 129

(1) DPA-BLUD rumah sakit mencakup antara lain :


a. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran BLUD;
b. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pendapatan
BLUD;
c. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja Tidak
Langsung BLUD;
d. Rekapitulasi Belanja Langsung menurut Program dan
Kegiatan BLUD;
e. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Belanja
Langsung menurut Program dan per Kegiatan BLUD;
f. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Penerimaan
Pembiayaan BLUD;
g. Rincian Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pengeluaran
Pembiayaan BLUD.
(2) DPA-BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan
oleh kepala PPKD untuk mendapat pengarahan.
(3) DPA-BLUD yang telah disahkan oleh PPKD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) sebagai dasar pelaksanaan
anggaran.
(4) Dalam hal DPA-BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
belum disahkan oleh PPKD, Rumah Sakit Sumber Glagah
dapat melakukan pengeluaran uang setinggi-tingginya
sebesar angka DPA-BLUD.

Bagian Kesembilan
Surplus dan Defisit Anggaran

Pasal 130

(1) Surplus anggaran BLUD-Rumah Sakit merupakan selisih


lebih antara realisasi pendapatan dan realisasi biaya BLUD-
Rumah Sakit pada satu tahun anggaran.
(2) Surplus anggaran BLUD-Rumah Sakit dapat digunakan
dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas permintaan
Gubernur disetorkan sebagian atau seluruhnya ke kas
daerah dengan memper-timbangkan posisi likuiditas BLUD-
Rumah Sakit.
Pasal 131
- 84 -
Pasal 131

(1) Defisit anggaran BLUD-Rumah Sakit merupakan selisih


kurang antara realisasi pendapatan dengan realisasi biaya
BLUD-Rumah Sakit pada satu tahun anggaran.
(2) Defisit anggaran BLUD-Rumah Sakit dapat diajukan usulan
pembiayaannya pada tahun anggaran berikutnya kepada
PPKD.

Pasal 132

Kerugian pada BLUD-rumah sakit yang disebabkan oleh


tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang,
diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai penyelesaian kerugian daerah.

Bagian Kesepuluh
Kerjasama

Pasal 133

(1) Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan,


rumah sakit dapat melakukan kerjasama dengan pihak lain.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan
berdasarkan prinsip efisiensi, efektifitas, ekonomis dan
saling menguntungkan.

Pasal 134

(1) Kerjasama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 133 ayat (1), dapat berupa :
a. kerjasama dalam upaya pelayanan kesehatan;
b. kerjasama sewa menyewa; dan
c. usaha lain yang menunjang tugas dan fungsi rumah sakit.
(2) Kerjasama operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, merupakan perikatan antara rumah sakit dengan
pihak lain, melalui pengelolaan manajemen dan proses
operasional secara bersama dengan pembagian keuntungan
sesuai kesepakatan kedua belah pihak.
(3) Sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, merupakan penyerahan hak penggunaan/pemakaian
barang rumah sakit kepada pihak lain atau sebaliknya
dengan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan
untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara
berkala.
(4) Usaha
- 85 -

(4) Usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi rumah


sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
merupakan kerjasama dengan pihak lain yang menghasilkan
pendapatan bagi rumah sakit dengan tidak mengurangi
kualitas pelayanan umum yang menjadi kewajiban BLUD-
rumah sakit.

BAB XII
PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAIN

Pasal 135

(1) Pengelolaan Sumber daya lain yang terdiri dari sarana,


prasarana, gedung dan tanah akan dilakukan sesuai dengan
peraturan peundang-undangan yang berlaku.
(2) Pengelolaan sumber daya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan
mutu pelayanan dan kelancaran pelaksanaan tugas pokok
dan fungsi rumah sakit.

BAB XII
PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH RUMAH SAKIT

Pasal 136

(1) Direktur menunjuk pejabat yang bertanggungjawab atas


mengelola lingkungan Rumah Sakit
(2) Lingkungan Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), meliputilingkungan fisik, biologi, kimia, serta
pembuangan limbah yang berdampak pada kesehatan
lingkungan internal dan eksternal serta halaman, taman,
dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(3) Tugas pokok pengelola lingkungan dan limbah Rumah Sakit
meliputi pengelolaan limbah dan sampah, pengawasan dan
pengendalian vector/serangga, sistem pengelolaan
lingkungan fisik dan biologi rumah sakit serta menyediakan
fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan pendidikan,
pelatihan penelitihan/pengembangan dibidang penyehatan
lingkungan rumah sakit.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya pengelola lingkungan dan
limbah Rumah Sakit mempunyai fungsi :
a. penyehatan
- 86 -

a. penyehatan ruang dan bangunan Rumah Sakit;


b. penyehatan makanan dan minuman;
c. penyehatan air bersih dan air minum;
d. pemantauan pengelolaan linen;
e. pengelolaan sampah;
f. pengendalian serangga dan binatang pengganggu;
g. desinfeksi dan sterilisasi ruang;
h. pengelolaan air limbah; dan
i. upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.

BAB XIII
PEMBINAAN , PENGAWASAN, EVALUASI DAN
PENILAIAN KINERJA
Bagian Kesatu
Pembinaan dan Pengawasan

Pasal 137

(1) Pembinaan teknis Rumah Sakit dilakukan oleh Gubernur


melalui Sekretaris Daerah dan pembinaan keuangan
rumah sakit dilakukan oleh PPKD.
(2) Pengawasan Operasional Rumah Sakit dilakukan oleh
Satuan Pemeriksa Internal sebagai internal auditor yang
berkedudukan langsung dibawah Direktur.
(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit selain
dilakukan oleh Gubernur, PPKD, Internal Auditor juga
dilakukan oleh Dewan Pengawas.

Bagian Kedua
Evaluasi dan Penilaian Kinerja

Pasal 138

(1) Visi dan Misi dipergunakan sebagai pedoman untuk


membuat perencanaan pelaksanaan, pengendalian,
evaluasi dan penilaian kinerja bagi Rumah Sakit.
(2) Visi dan Misi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila
terjadi perubahan kebijakan oleh Pemilik Rumah Sakit.
(3) Review/perubahan Visi dan Misi Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh
Direktur kepada Gubernur melalui Kepala Dinas sesuai
hasil rapat Tim Evaluasi Visi dan Misi Rumah Sakit.
(4) Visi dan Misi rumah sakit disahkan melalui Keputusan
Gubernur dan dipublikasikan oleh Direktur.
(5) Evaluasi
- 87 -

(5) Evaluasi dan penilaian kinerja Direktur sesuai ketentuan


peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Evaluasi dan penilaian kinerja rumah sakit dilakukan
setiap tahun oleh Gubernur dan/atau Dewan Pengawas
terhadap aspek keuangan dan non keuangan.
(7) Evaluasi dan penilaian kinerja dilakukan bertujuan untuk
mengukur tingkat pencapaian hasil pengelolaan Rumah
Sakit sebagaimana ditetapkan dalam RSB dan RBA.
(8) Hasil Evaluasi dan penilaian kinerja Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaporkan dalam
bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LKJiP) setiap tahun disampaikan kepada Gubernur.

BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 139

(1) Dalam hal pegawai Rumah Sakit dituntut berkaitan


kesalahan institusi, maka Rumah Sakit bertanggungjawab
selama kesalahan yang dilakukan masih mengikuti aturan
atau Standar Prosedur Operasional.
(2) Apabila tuntutan yang diajukan adalah kesalahan yang
berkaitan dengan individu dan tidak mengikuti aturan atau
SPO yang diberlakukan, maka Rumah Sakit Kusta tidak
bertanggung jawab terhadap terjadinya kesalahan
dimaksud.

Pasal 140

Struktur, nama, jumlah, dan fungsi satuan organisasi fungsional


lain yang tidak tercantum di dalam Hospital Bylaws beserta
perubahannya ini ditetapkan dengan Keputusan Direktur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XV
- 88 -

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 141

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya
dalam Berita Daerah Provinsi Jawa Timur

Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal 5 Desember 2016

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd.

Dr. H. SOEKARWO

Diundangkan di Surabaya
pada tanggal 5 Desember 2016

an. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI


JAWA TIMUR
Kepala Biro Hukum

ttd

Dr.HIMAWAN ESTU BAGIJO, SH.,MH


Pembina Utama Muda
NIP. 19640319 198903 1 00111 010

BERITA DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 NOMOR 123


SERI E.

Anda mungkin juga menyukai