1710415310017
2
BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI
3
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
4
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmannirrahim
Puji syukur kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya, serta shalawat dan salam kepada junjungan Nabi besar kita Muhammd
Ada pula tujuan dari penyusunan Skripsi ini untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan Sarjana-1 bagi para mahasiswa dari Program Studi Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Selain itu, Skripsi ini juga bertjuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang bidang ekologi budaya dan arsitektur vernakular bagi para
Dalam penyusunan Skripsi, penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan didalamnya karena oleh segala keterbatasan dan
kemampuan yang penulis miliki sebagai manusia. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
Dalam penyusunan Skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan
bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil, sehingga Sksipsi ini akhirnya dapat
diselesaikan. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati yang paling dalam penulis
mengucapkan terima kasih terkhusus kepada Bapak Sukardi selaku Orang Tua tercinta dari
penulis, yang telah memberikan doa-doa terbaiknya serta selalu memberikan semangat,
motivasi, dan cinta yang tak pernah putus sehingga membuat penulis dapat menyelesaikan
5
Skripsi ini untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosiologi. Penulis juga mengucapkan terima
1. Prof. Dr. H. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc selaku Rektor Universitas Lambung Mangkurat
2. Prof. Dr. H. Budi Suryadi, S.Sos, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
3. Drs. H. Setia Budhi, M.Si, Ph.D selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ketua Program
Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung
Mangkurat
4. Arif Rahman Hakim, S.S.,M.A. selaku Dosen Pembimbing 2yang telah banyak
membantu memberikan saran dan masukan bagi penulis demi kelancaran penulisan
5. Bapak Ismar Hamid, S.S, M.Si selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran
6. Ibu Varinia Pura Damaiyanti, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik
Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung
Mangkurat
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
8. Siti Karlina selaku support terbaik dan orang yang selalu mem push bagi penulis
9. Teman-teman Program Studi Sosiologi, khususnya angkatan 2017, 2018 yang sudah
6
10. Muhammad Luthfi Farizan selaku teman sekelas yang mau direpotkan dalam
penyusunan Skripsi, serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
namun telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih yang tidak
terhingga pada semua pihak yang terlibat, dengan harapan semoga penelitian ini bermanfaat
7
DAFTAR ISI
ALAMAN JUDUL............................................................................................................1
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI................................................................................2
BERITA ACARA UJIAN SKRIPSI..................................................................................3
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI............................................................................4
KATA PENGANTAR.......................................................................................................5
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................3
1.4 Manfaat Hasil Penelitian..........................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................5
2.1 Review Penelitian Terdahulu....................................................................................5
2.2 Uraian Konseptual....................................................................................................7
2.2.1 Kajian Vernakular.............................................................................................7
2.2.2 Rumah Apung (Lanting)..................................................................................10
2.2.3 Karakteristik Rumah Lanting..........................................................................11
2.2.4 Rumah Lanting sebagai Kajian Vernakular Budaya........................................12
2.3 Landasan Teori.......................................................................................................16
2.3.1 Teori Vernakuler.............................................................................................16
2.3.2 Teori Ekologi Budaya.....................................................................................17
2.4 State Of The Art......................................................................................................19
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................20
3.1 Jenis Penelitian.......................................................................................................20
3.2 Pendekatan Penelitian.............................................................................................20
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian..................................................................................21
3.4 Teknik Pengumpulan Data.....................................................................................22
3.5 Teknik Analisis data...............................................................................................24
ii
BAB IV SETTING DAN GAMBARAN LOKASI PENELITIAN..................................27
4.1 Setting Penelitian...................................................................................................27
4.2 Kondisi Geografis Kelurahan Muara Bakanon.......................................................27
4.3 Aktivitas Masyarakat Umum..................................................................................29
4.4 Sejarah Pemukiman................................................................................................30
4.5 Masyarakat Sungai.................................................................................................33
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................................35
5.1 Rumah Lanting di Muara Bakanon........................................................................35
5.1.1 Sejarah Rumah Lanting...................................................................................42
5.1.2 Bentuk-Bentuk Ruang/Bangunan Rumah Lanting...........................................35
5.2 Aktifitas di Rumah Lanting....................................................................................37
5.3 Bahan-Bahan Rumah Lanting................................................................................40
5.3.1 Proses Mendapatkan Bahan.............................................................................42
5.3.2 Proses Membuat Rumah Lanting.....................................................................44
5.3 Bagaimana Hubungan Rumah Lanting Dengan Alam............................................47
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................58
iii
BAB I
PENDAHULUAN
perkembangan zaman, ondisi ini membuat siapa saja menjadi harus beradaptasi
yang ada saat ini sangatlah mengikuti perkembangan zaman. Desain arsitektur
rancangan modern yang lebih hemat daya dan mempunyai prinsip pembangunan
yang berkelanjutan. Semakin terbatasnya sumber daya alam yang ada seolah
mengharuskan siapa saja agar bisa lebih bijak lagi dalam melakukan konstruksi
yang ada di daerah sekitar dan umumnya pembangunan akan dilakukan tanpa
itu pula yang membuatnya berbeda dari bangunan lain. Sebuah daerah yang masih
bangunan yang hampir sama pada suatu daerah dengan konsep desain yang
Desain arsitektur ini juga mewakilkan dari desain arsitektur tradisional yang ada
1
pada sebuah daerah dan memiliki desain tradisional yang diberikan secara turun
temurun yang bisa dianggap sebagai salah satu bentuk warisan dari sebuah budaya
salahsatunya adalah lanting. Ada yang berbeda dari bentuk rumah yang terdapat
perairan sungai. Bentuk badan rumah serupa dengan rumah panggung, hanya saja
tak berkaki, melainkan ditopang oleh gelondongan kayu utuh atau bambu yang
Kelurahan Muara Bakanon merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan
Permata Intan Kabupaten Murung Raya Kalimantan Tengah, pasti identik dengan
lanting yang begitu khas dengan masyarakat sekitar DAS (Daerah Aliran
dan kanan sungai. Rumah lanting terbuat dari material kayu beratap seng. Kayu-
kayu besar disatukan sebagai pelampung dan lantai. Tiang-tiang bangunan juga te
rbuat dari kayu dan dinding atau sekat rumah dari papan. Kayu yang dipilih
biasanya adalah jenis meranti karena cenderung ringan, mudah didapatkan, dan
2
harga terjangkau. Soal luasan dan besar rumah lanting dapat bervariasi sesuai
kelontongan, rumah makan, semacam pom bensin kecil (menjual BBM eceran)
untuk kapal atau perahu bermotor atau biasa disebut cis (perahu kecil
menggunakan mesin), MCK atau toilet terapung (jamban), keramba ikan, dan
kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya lanting, tak ada lagi halangan jarak antara
2020).
3
2. Mengetahui apakah rumah lanting merupakan representasi hubungan
Bakanon.
1. Manfaat Teoritis
wawasan peneliti mengenai studi kasus sosial yang ada dalam suatu
masyarakat.
2. Manfaat Praktis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
di atas sungai Kahayan terbagi dua yaitu pertama rumah lanting tersebut
sarana untuk membudidaya keramba ikan yang berdekatan dengan rumah lanting.
Kedua rumah lanting merupakan milik orang lain dan keramba ikan bukanlah
milik warga itu sendiri melainkan milik orang lain, warga tersebut hanya bekerja
untuk menjaga atau mengurus keramba ikan untuk mendapatkan upah atau gaji.
Fungsi rumah lanting sebagai tempat tinggal dan tempat usaha membudidaya
ikan. Bahan yang digunakan untuk konstruksi rumah lanting adalah dari kayu.
Adapun alasan masyarakat tinggal di rumah lanting, yakni yang pertama, biaya
sewa tanah lebih murah; kedua, air sungai kahayan sangat baik untuk bermukim
dan membuat usaha keramba ikan; ketiga, karena usaha keramba ikan warga
5
tidak membahas tentang arsitektur vernacular dan tentang kajian ekologi budaya
Palangka Raya”. Tujuan dari penelitian ini adalah ingin melihat permasalahan
tentang pola hidup masyarakat Rumah Terapung (lanting) dan faktor penghambat
kebiasaan lama yang ada sejak zaman nenek moyang hingga sekarang yang
menjadi turun temurun menggunakan sungai sebagai sarana MCK dan kehidupan
hanya membahas fungsi lanting sebagai sarana MCK, tidak membahas secara
6
2.2 Uraian Konseptual
etimologis kata Verna berasal dari bahasa latin yang artinya home born slave.
Kata Vernakular juga berasal dari vernaculus (latin) berarti asli (native). Dalam
arsitektur yang berlaku ditempat tertentu/lokal (tidak meniru dari tempat lain).
asli yang dimilki oleh suatu masyarakat yang tumbuh dari kondisi sosial serta
dalam Rogi (2012) yakni melalui diferensiasi tipologi bangunan atas yang hadir
melalui suatu tradisi desain tingkat tinggi dan yang hadir dengan tradisi rakyat
(folk tradition)”. Pembedaan ini lebih sering dikenal dengan dikotomi “high
class style vs low class style”. Dalam kelompok yang kedua, Rapoport menyebut
7
vernakular atas “pre-industrial vernacular” dan “modern vernacular”. Kategori
yang pertama lebih menunjuk pada buah evolusi bangunan primitif, sementara
bangunan asli yang dirancang bangun serta dimiliki oleh suatu masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan kehidupan fisik dasar (rumah tinggal), sosial budaya dan
ekonomi suatu masyarakat, terdiri dari tempat tinggal dan semua bangunan lain ,
pertanian atau ternak, kincir air, bangunan tempat bekerja pengrajin, lumbung,
8
komunitas masyarakat, nilai-nilai, ekonomi, cara pandang hidup suatu
kalaupun ada, sedikit sekali peranannya. Hal ini dibedakan dengan arsitektur
elit, yang dicirikan oleh unsur-unsur gaya desain sengaja dilahirkan untuk
3) Arsitektur yang tanpa dirancang bangun oleh pengrajin, tanpa peran seorang
inovasi dari luar, karena didasarkan pada kebutuhan manusia dan ketersediaan
material bangunan setempat. Sehingga fisik dan kualitas estetika, bentuk dan
9
2.2.2 Rumah Apung (Lanting)
kondisi alam yang berada di sekitarnya, seperti hujan, panas terik matahari dan
penghuninya sebagai tempat yang akan memberikan rasa aman berupa rasa
10
Alasan terkait kondisi fisik sungai yang membuat lanting istimewa yaitu,
pasang-surut air sungai dan banjir di musim hujan. Sifat rumah terapung yang
permukaan air sungai tiba-tiba naik dan meluber hingga ke daratan. Dalam hal
ini, lanting menjadi bagian dari sistem mitigasi bencana lokal. Ketika air sungai
naik, pemilik lanting hanya perlu mengencangkan tali tambatan agar tidak hanyut
terbawa arus, sementara ketika air surut, lanting digeser agak ke tengah agar tidak
tersangkut. Sementara saat musim hujan tiba, banjir seringkali menjangkau hingga
memasuki rumah panggung. Seperti peristiwa 2–3 tahun lalu terjadi banjir setinggi
Palangka Raya selama satu bulan. Mereka yang tinggal di rumah panggung sibuk
Mereka yang memiliki lanting bisa tinggal dan beraktivitas seperti biasa. Itulah
sebabnya dulu, meski mendiami rumah panggung, para keluarga pun berupaya
tradisional Banjar terdiri dari beberapa tipe, yaitu Bubungan Tinggi, Gajah
Baliku, Gajah Manyusu, Balai Laki, Balai Bini, Palimasan, Palimbangan, Cacak
Burung, Tadah Alas, Joglo, dan Lanting. Dari beberapa tipe rumah tradisional
tersebut hampir punah dan bahkan ada yang sudah punah. Setiap tipe memiliki
konsep yang berbeda-beda, baik secara fisik maupun nonfisik. Hal ini terlihat dari
11
4 bentuk dan konstruksi bangunan maupun yang berkaitan dengan latar belakang
di atas air. Adapun ciri arsitektur rumah lanting menurut Syamsiar S. dan Irhamna
dalam Daryanto (2016), yaitu: 1) Bentuk segi empat panjang, konstruksi atap
berbentuk pelana; 2) Pondasi berupa pelampung batang kayu besar dan gelagar
ulin sebagai penyokong lantai papan; 3) Kayu lanan (meranti) digunakan sebagai
material dinding; 4) Ruang dalam terbagi dua, yaitu ruang keluarga dan kamar
dan daratan digunakan titian; 7) Tali kawat besar digunakan sebagai tali pengikat.
sebenarnya aset budaya masyarakat dengan budaya airnya. Rumah lanting dapat
dikembangkan sebagai objek wisata, namun kondisinya perlu diperbaiki dan ditata
dalam konteks vernakular memberikan ciri akan sebuah desain bangunan, dimana
masyarakat etnik sebagai cerminan tradisi selama kurun waktu tertentu dan
12
filosofi nan kuat, juga sebagai wujud apresiasi terhadap nilai setempat baik
material saat itu bersembumber dari seadanya, dan sebagai jawaban atas pengaruh
lingkungan tempat tersebut berada. Hal ini menjadikan arsitektur vernakular tidak
kalah saing dengan aliran arsitektur lainnya sebab selain dibangun berdasarkan
tradisi juga memanfaatkan potensi lokal yang ada, dan mampu untuk beradaptasi
material dan aturan yang mana koherensi itu muncul sebagai akibat terbentuknya
sebuah simbol budaya suatu kawasan dikarenakan maknanya yang orisinil berupa
13
pada saat masa penjajahan di bidang perekonomian dan pertumbuhan penduduk
yang pesat berimbas terhadap perubahan dari sisi arsitektur vernakular yang terus
pada segi potensi, ekonomi, serta budayanya. Penyesuain ini tentunya akan
merubah kebutuhan terhadap bangunan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu
sebagai prasasti dari peradaban yang dibawa turun temurun. Arsitektur vernakular
vernakular tidak hanya terlahir di wilayah pedalaman yang memiliki nilai kearifan
lokal yang tinggi, melainkan juga dapat berkembang di wilayah perkotaan atau
dengan mencerminkan keadaan sosial sekarang dan nantinya yang mana arsitektur
(urban).
14
Fenomena urban vernakular juga timbul akibat pertambahan penduduk
baru dari peradaban yang berkembang dan menjadi solusi baru dari bentukan
mereka masing-masing. Solusi ini sering datang sebagai wujud respon terhadap
dengan zamannya dan terjadi tidak dengan sendirinya melainkan muncul akibat
kondisi di sekitarnya. Identitas ini menjadi dasar dari sebuah kearifan lokal (local
terbentuk. Budaya sendiri memiliki hubungan yang kuat dengan tempat atau
lingkungan alami yang mana diartikan sebagai suatu hubungan kompleks antar
Dalam arsitektur, identitas tidak dapat dipisahkan antara fitur dan karakter
dengan topografi, budaya dan arsitek yang menangani. Suatu wilayah dikatakan
memiliki jati diri apabila memiliki identitas yang membedakannya dengan yang
lain. Vernakular sebagai tolak ukur suatu kawasan yang dikatakan memiliki
15
sebuah identitas. Seiring dengan perkembangan suatu wilayah tentunya,
akulturasi atau proses jalinan hubungan interkultural yang secara langsung atau
akulturasi desain. Definisi dari arsitektur akulturasi ini sendiri merupakan wujud
khas budayanya.
vernakular adalah bahasa setempat, dalam arsitektur istilah ini untuk menyebut
setempat, diungkapkan dalam bentuk fisik arsitektural (tata letak denah, struktur,
suatu langgam atau gaya yang jadi sumber peniruan. Signifikansi dari vernakular
memiliki kualitas yang elusif yaitu: skala yang manusiawi, karena ia diciptakan
16
tradisional, namun ada sedikit perbedaan, tidak terlalu mencolok sehingga dua
tradisional diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan secara turun temurun dari
tradisional selain unsur lokal namun juga terdapat unsur arsitektur elit, dicirikan
oleh unsur-unsur langgam (gaya) yang sengaja dimasukkkan oleh seorang arsitek
membuatnya tidak vernakular (Oliver 1993 dalam Baidani & Wahyudi, 2021).
Ketidaksadaran, proses tidak sadar diri dalam kreasi bentuk bangunan adalah
ekologi budaya pada permulaan tahun 1930-an. Teori ini mengatakan lingkungan
dan budaya tidak dapat dilihat secara terpisah, tetapi merupakan hasil campuran
(mixed product) yang berproses lewat dialektika. Dapat juga dikatakan, proses-
proses ekologi memilki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan bukan entitas
yang masing-masing berdiri sendiri masing-masing atau bukan barang jadi yang
bersifat statis. Kedua hal tersebut memiliki peran yang besar dan saling
17
memengaruhi. Tidak dapat ditolak bahwa lingkungan memang memiki pengaruh
atas budaya dan perilaku manusia, tetapi pada waktu yang sama manusia juga
(2014: 32) menyatakan bahwa pertama, alam dan lingkungan memiliki kehendak
pola hidup, organisasi sosial manusia, seperti model kehidupan sosial masyarakat
dingin akan membangun bentuk rumah yang sengaja dibuat tertutup. Demikian
pula yang tinggal di alam pegunungan, membentuk pola pemukiman yang terdiri
bencana murni sebagai kehendak Tuhan. Jadi, dalam konteks bencana alam yang
murni inisiatif Tuhan, manusia hanya bisa mengurangi dampak yang akan
Dari penjelasan di atas bisa disimpulkan bahwa watak alam yang sering kali
kejam tidak lepas dari perbuatan manusia yang semena-mena atasnya. Bahkan
untuk bencana alam yang memang murni sebagai kehendak Tuhan, manusia tidak
memiliki keberdayaan apa-apa. Namun, pada sisi yang lain manusia dikarunia
18
Tuhan kemampuan untuk memikirkan bagaimana agar alam bisa dikendalikan dan
bagaimana dampak menakutkan dari alam itu bisa diantisipasi. Akhirnya manusia
itu. Maka, alam pun yang sebelumnya dirasakan “pelit” bagi manusia kini mampu
dikembalikan menjadi watak seperti semula, yakni ramah (K. Rachmad, 2014: 47-
48).
Permukaan air sungai tiba-tiba naik dan meluber hingga ke daratan dan
menjadi bagian dari sistem mitigasi bencana lokal membuat rumah lanting serta
sifat rumah terapung yang fleksibel terhadap permukaan sungai merupakan hal
lanting masyarakat menjadi terhindar dari bencana banjir. Bentuk bangunan rumah
rumah lanting dapat merepresentasikan hubungan timbal balik antara manusia dan
alam. Teori yang digunakan dalam menganalisis adalah teori ekologi budaya.
Perbedaan dengan beberapa penelitian terdahulu adalah fokus penelitian ini yang
budaya dari rumah lanting itu sendiri. Tentunya penelitian ini sangat penting
karena membahas tentang bagaimana bentuk rumah lanting dan bagaimana rumah
19
BAB III
METODE PENELITIAN
penelitian yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang
penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objek alamiah, dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2018: 12).
Penelitian ini juga bersifat elaborasi atau peneliti diperbolehkan menggali atau
penelitian yang berbentuk kata, kalimat, gerak tubuh, ekspresi wajah, bagan,
gambar dan foto. Penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
data kualitatif empiris dan data kualitatif bermakna. Data kualitatif empiris adalah
data sebagaimana adanya. Data kualitatif bermakna adalah data dibalik fakta yang
berbahagia. Maka penelitian kualitatif akan lebih banyak berkaitan dengan data
20
kualitatif yang bermakna, oleh karena itu penelitian kualitatif harus mampu
permasalahan yang diteliti cukup kompleks dan dinamis sehingga data yang
diperoleh dari para narasumber tersebut dijaring dengan metode yang lebih
jawaban yang alamiah. Maka penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif karena
yang terjadi di masyarakat mengenai bentuk rumah lanting serta kaitannya dengan
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juni s/d Juli 2022. Alasan
membuat peneliti harus mempersiapkan segalanya dengan baik; kedua, pada bulan
juni 2022 atau setelah idul adha banyak rekan atau kerabat yang datang kedesa
Permata Intan Kabupaten Murung Raya. Alasan penulis memilih lokasi tersebut
adalah:
a. Merupakan salah satu desa yang masih banyak memenggunakan rumah lanting
21
b. Peneliti sangat tertarik dengan rumah lanting karena peneliti sangat penasaran
dengan betuk asli dari rumah lanting yang ada di Muara Bakanon juga
c. Belum ada yang pernah meneliti tentang rumah lanting didesa tersebut.
rumah lanting dan kaitannya dengan kajian ekologi budaya selain sebagai tempat
tinggal masyarakat.
penelitian, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:
yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil
melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber
data, dan ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi pertisipan ini, maka
data yang diperoleh akan lebih lengkap, tajam dan sampai mengetahui pada
tingkat makna dari setiap perilaku yang nampak (Sugiono, 2018: 310).
22
3.4.2 Wawancara
lebih bebas. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta
secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2018:
318)
3) Tukang bangunan
penelitian dari observasi atau wawancara, akan lebih kredibel atau dapat dipercaya
jika didukung dengan adanya dokumen (Sugiono, 2018: 326-327). Dokumen yang
3.4.4 Dokumentasi
sketsa dan lain-lain (Sugiyono, 2018: 326). Dokumentasi akan memperkuat hasil
23
lanting, serta photo bersama para informan. Peneliti melakukan konfirmasi
terlebih dahulu kepada informan sebelum mengambil gambar yang mana yang
mengolah data-data yang ada. Analisis data adalah upaya atau cara untuk
berkaitan dengan penelitian. Definisi lain dari analisis data yakni kegiatan yang
dilakukan untuk mengubah data hasil dari penelitian menjadi informasi yang
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema
dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan
penelitian ini peneliti melakukan reduksi data dengan menyusun setiap jawaban-
jawaban dari para informan yang masih acak sesuai urutan dan memasukkannya
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah men displaykan data
(penyajian data). Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
24
bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dengan men display data, maka
Dalam penelitian ini, data yang disajikan adalah jenis data kualitatif dalam
tentang latar belakang masalah; Bab kedua menjelaskan tentang teori-teori; Bab
dan setelah dilakukan penelitian, maka menjadi lebih terang dan jelas sehingga
mendapatkan hasil yang maksimal (Sugiyono, 2018). Tahapan analisis data yang
kalimat yang sederhana dan mudah dipahami sebagai penjelas agar bisa
25
Proposal
Seminar Proposal
Lapangan
Revisi
Seminar Hasil
Revisi
Ujian Skripsi
26
3.7 Bagan Alir Penelitian
Ide Penelitian
Tujuan Penelitian
Analisa Data:
Mereduksi Data, Menyajikan Data,
Penarikan Kesimpulan
Penyusunan Laporan
27
BAB IV
mengikuti kegiatan para warga setempat seperti ketika ada acara ruah (yang
berkaitan dengan acara kematian seperti menyeratus dan behaul), juga berjalan-
bentuk rumahnnya. Dari observasi ini muncul banyak pertanyaan yang kemudian
119 km², dengan keadaan topografi pada umumnya berbukit-bukit 50%, datar
berlobang 30% dan 20% bergunung, serta berada pada ketinggian ±650 mdpl.
Beriklim basah dengan curah hujan rata-rata antara 2800 mm s.d. 5000 mm/tahun,
dengan hari hujan antara 105-200 hari. Musim kemarau biasanya terjadi pada
28
akhir bulan April sampai dengan bulan Oktober, dengan temperatur rata-rata 27°
C – 32° C.
yang berada di wilayah Kabupaten Murung Raya. Daerah ini awalnya merupakan
tujuh kelurahan lain yang disahkan melalui PERDA Kabupaten Murung Raya
Nomor 3 Tahun 2007. Desa Muara Bakanon pun resmi menjadi Kelurahan Muara
Bakanon pada tanggal 20 April 2007. Kelurahan Muara Bakanon dapat dicapai
baik melalui jalur darat maupun air, namun dengan masih terbatasnya
Barito dengan menggunakan mesin motor. Mesin motor sendiri adalah sebutan
29
Adapun Kelurahan Muara Bakanon secara administratif dapat di lihat pada
penambang emas lokal, pedagang, penyengso (pemotong kayu), dan nelayan ikan.
Sebagian masyarakat bekerja sebagai petani, dan karyawan perusahaan batu bara
sarana merekatkan tali persaudaraan. Menurut Karlina (2022: 42-50) ada beberapa
30
berladang, tanpa menggunakan upah berupa uang akan tetapi saling bayar
mengerjakan pekerjaan pada berbagai upacara yang ada di desa yang dikerjakan
oleh semua masyarakat Muara Bakanon. Kemudian tradisi berbagi sudah menjadi
khas masyarakat seperti berbagi buah-buahan musiman dan juga berbagi lokasi
tambang emas.
Sejarah Kelurahan Muara Bakanon bermula pada tahun 1800-an, kala itu
penduduk DAS Barito mendiami sebagian kecil wilayah yang menjadi cikal bakal
Muara Bakanon. Pemukiman penduduk yang hanya dihuni oleh beberapa kepala
penduduk yang jumlah penduduknya lebih kecil dari kampung. Dari beberapa
kepala keluarga itu diangkatlah seorang ketua tompong yang pertama, bernama
Tungeh yang berasal dari suku Dayak Kahayan datang dari Desa Olung Bomban
(yang sekarang disebut dengan Kec. Tanah Siang) yang berpindah ke wilayah ini
dengan membawa istri dan anaknya. Perpindahan tersebut disebabkan pada masa
31
Tungeh meninggal dunia, maka diangkatlah 2 (dua) orang sekaligus menjadi
ketua tompong, yang merupakan kakak beradik anak Tumenggung Tungeh yang
Nama Bakanon sendiri diambil dari bahasa suku Dayak Siang Murung,
arti Baa adalah baru dan Kanon adalah makanan, dan apabila digabung berarti
kembali dan membuka ladang untuk bercocok tanam. Dan anak Tumenggung
Tungeh yang tertua bernama Aji kearah selatan yaitu daerah Bujang Rempang
(yang merupakan nama Desa Salio terdahulu), sedangkan Bira kearah utara dari
Muara Bakanon yang sekarang menjadi Desa Dirung, Togon anak bungsu dari
Tumenggung Tungeh kearah barat dari Muara Bakanon yaitu ke muara Sungai
Poru yang sekarang mejadi Desa Purnama, Poru sendiri berasal dari Bahasa Siang
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa desa-desa yang berada
disekitar Muara Bakanon memiliki keterikatan sejarah dan latar belakang yang
sebagai ketua tompong saat itu, H. Isai dari Marabahan datang ke Muara Bakanon
untuk merantau mencari kehidupan yang lebih baik. Karena kedekatan mereka
saat itu Agama Islam mulai masuk dan berkembang di Muara Bakanon dan
32
terjadilah peralihan bahasa dari Bahasa Dayak Siang Murung ke bahasa Dayak
Muara Bakanon, Kec. Permata Intan, Kab. Murung Raya, Prov. Kalimantan
Tengah.
Muara karena letaknya dimuara aliran Sungai Barito yang sekarang bernama
Sungai Bakanon. Sehingga dari tahun 1946 Muara Bakanon mulai disebut sebagai
desa sampai dengan tahun 2007. Selanjutnya, pada tahun 1989 Desa Muara
tambahan penghasilan mereka juga mencari hasil hutan untuk dijual kembali,
adapun mata pencaharian ini sudah dilakukan penduduk secara turun temurun
dipimpin oleh Kades yang bernama Gufran J, hingga pada tahun 2002 Kab.
33
4.5 Masyarakat Sungai
tidak terpisah jauh kegiatan sehari-harinya dengan sungai. Terlihat dengan cara
berlabuh perahu, MCK (Mandi Cuci Kakus), dan juga sebagai tempat meletakkan
keramba ikan. Kegiatan lain masyarakat sungai yakni mencari ikan di sungai
34
Karena berada di daerah aliran sungai, maka masyarakat melakukan
perjalanan dengan menggunakan alat transportasi air yang biasa disebut mesin
motor (perahu seperti kelotok berbadan panjang) ketika akan bepergian ke desa-
desa tetangga atau ke kota Puruk Cahu (Kabupaten), dan bisa juga menggunakan
cis (perahu kecil tanpa atap). Masyarakat juga bisa menggunakan feri kecil yang
hanya muat untuk 2-3 buah motor untuk menyebrang sungai barito ketika hendak
ke desa dari perjalanan darat dengan tarif 25.000 rupiah per motor.
Gambar 4.3 alat trasportasi rumah lanting Cis dan Taksi motor
(Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2022)
35
BAB V
Rumah Lanting adalah rumah rakit tradisional dengan pondasi yang terbuat
dari batang yang mengapung terdiri dari 7 (tujuh) sampai 9 (Sembilan) batang
pohon yang besar. Dari segi bangunan bentuk rumah lanting tidak banyak berubah
dari dulu hingga sekarang, bangunan berbentuk persegi panjang terbuat dari kayu
dan dapur terletak di bagian samping rumah menjadi ciri khas rumah lanting.
Bagian dalam rumah lanting seperti ruang tidur dan ruang tamu sama seperti
sebesar apa ruang yang dibuat, sedangkan untuk keperluan mandi dan mencuci
umum) sebagai sarana buang air besar dan buang air kecil yang berada berdekatan
36
pemilik lanting besarnya mau bagaimana, kalau wc nya buat jamban
saja orang karena di lanting ber arus jadi langsung hanyut saja
(wawancara pada tanggal 27 Juni 2022).
menggunakan titian yang terbuat dari batang panjang; 6) Ukuran ruang tamu dan
mengapung di atas air dan menggunakan batang berukuran besar sebagai alat
samping berbeda dengan rumah pada umumnya bagian dapur berada di belakang.
lanting ke pinggiran sungai biasa disebut titian yang terbuat dari batang panjang
yang kokoh.
37
Gambar 5. 1 Bentuk rumah lanting dilihat dari arah depan dan belakang
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2022)
38
di pinggir lanting, handak merengge tinggal tulak ja. (wawancara pada
tanggal 27 juni 2022)
Artinya: orang di lanting ini banyak aja kegiatannya, namanya juga
orang tinggal di sungai sudah pasti disungai aja kerjaan nya. Kalau mau
kemana-mana tinggal menggunakan cis (perahu kecil menggunakan
mesin), kalau mau mandi atau mencuci baju atau mencuci piring
langsung aja keluar lanting enak aja gak susah-susah ngambil air atau
pakai mesin air. Banyak saja pekerjaan di lanting ini, orang mencari
ikan enak aja, mau mincing tinggal duduk dipinggir lanting, mau
menjaring ikan tinggal jalan aja.
kegiatan dirumah lanting yang bisa dilakukan; 2) Banyak keuntungan bila tinggal
dirumah lanting; 3) Cis (perahu kecil yang menggunakan mesin) sebagai alat
transportasi disungai.
bukan hanya sebagai rumah untuk tempat tinggal dan melakukan aktivitas sehari-
hari seperti mencuci, mandi, dan masak tetapi banyak aktivitas yang bisa
dilakukan bagi mereka yang tinggal disana, seperti mereka bisa berjualan diatas
rumah lanting dan jualannya juga beragam, ada pula yang membuat keramba ikan
yang hasilnya bisa untuk dinikmati sendiri atau dijual keorang-orang di desa yang
tinggal di darat.
39
Gambar 5. 2 warung apung tempat taxi motor istirahat di tengah perjalanan
(Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2022)
Masyarakat yang tinggal dirumah lanting juga bisa mendapatkan ikan dengan
cara merengge (menjaring), yang dilakukan diatas lanting atau pergi ketengah
sungai dengan menggunakan cis (perahu kecil yang menggunakan mesin) juga
dengan cara memancing yang dilakukan di halaman rumah mereka. Sama hal nya
seperti rumah didarat yang memiliki kendaraan bermotor atau mobil yang diparkir
di depan rumah atau garasi rumah, di rumah lanting juga punya kendaraan untuk
bepergian untuk menunjang aktivitas mereka yaitu cis (perahu kecil yang
40
menggunakan mesin) yang di parkirkan atau disandarkan disamping maupun
41
rangka/susuk eh bi kayu tabalien/ulin, liwa lanseh atau gelagar eh bi
balok meranti 5x10, lantai bi papan kayu meranti, tulang dinding bi
meranti 5x10 atau 5x7, dinding bi papan meranti bahandang,
bauntunggang bi meranti, sapau bi seng atau mol tirup, pelapon tau
pakai triplek, kasibut atau papan. Amun tali akan manjarat lanting biasa
eh pakai tali sleng aray eh.
Artinya: Membuat rumah lanting ini tuh bahan-bahannya yang ringan-
ringan saja karena berada di atas air mengambang jadi lebih baik jika
tidak menggunakan bahan yang berat. Seperti untuk membuatnya
mengambang menggunakan batang kayu meranti merah dengan
diameter 70-80 cm. Tiang menggunakan kayu batu, rangka/susuk dari
kayu besi/ulin, bawah lantai atau gelagar dari balok meranti 5x10, lantai
dari papan kayu meranti, tulang dinding dari meranti 5x10 atau 5x7,
dinding dari papan meranti merah, pintu dari dari meranti, atap dari
seng atau mol tirup, pelapon bisa menggunakan triplek, kasibut atau
papan. Kalau tali untuk mengikat lanting biasanya menggunakan tali
sleng sebutannya (Wawancara pada tanggal 28 Juni 2022).
bahan yang ringan; 2) Karena rumah lanting mengapung di atas air sungai maka
membuat rumah lanting disesuaikan dengan keadaan lingkungan itu sendiri, yakni
berpikir lebih kreatif bagaimana caranya agar lanting dapat mengapung dengan
baik di atas air yaitu dengan menggunakan bahan serba ringan. Maka dari itu
42
5.1.1 Sejarah Rumah Lanting
ada sejak dulu kala juga karena masyarakat tinggal di area sungai; 2) Bentuk
rumah lanting sejak dulu hingga sekarang tidak berubah hanya ada perubahan
hunian masyarakat Muara Bakanon pada zaman dulu sama halnya seperti rumah-
tempat tinggal. Rumah lanting memiliki bentuk yang sama seperti rumah-rumah
43
samping rumah, juga rumah lanting tentu saja mengapung di atas air. Dari zaman
dulu rumah lanting tidak memiliki perubahan bentuk yang signifikan, hanya
berubah pada pemilihan bahan, seperti bagian atap yang awalnya berbahan dasar
dari dalam hutan hulu sungai; 3) Papan dan balok didapatkan dari penyengsoan
lanting masih bisa didapatkan dari alam mereka sendiri, entah itu dengan cara
44
mencari sendiri atau membeli dari orang lain. Batang sebagai bahan utama
pembuatan rumah lanting bisa didapatkan dari dalam hutan hulu sungai kecil yang
ada di Kelurahan Muara Bakanon, bahan utama lainnya seperti kayu papan dan
balok-balok bisa dibeli dangan cara memesan dari orang yang berpropesi sebagai
penyengso (tukang papan), sedangkan atap yang berbahan seng atau mol tirup
bahkan bahan-bahan seperti paku dan lain-lain biasanya dibeli dari toko bangunan
45
5.3.2 Proses Membuat Rumah Lanting
46
terpasang semua maka tinggal membuat ruang-ruangnya saja, di ruang
samping dibuat dapur lebih kecil dari ruang tengah. Kalau sudah
terserah saja mau membuat ruang tidur dengan ukuran bebas besarnya,
tidak menggunakan kamar juga terserah saja sesuai kemampuan si
pemilik lantimg.
orang yang tinggal di daratan, proses awal pembuatan rumah lanting dengan
rumah lanting berada di atas air dan mengapung, Kemudian si pemilik lanting
harus meminta izin terlebih dahulu kepada masyarakat yang ada di daratan ketika
ingin membangun lanting, proses awal pembuatan rumah lanting dimulai dari
Jika kerangka berbentuk rumah lanting sudah berdiri, maka sang pemilik
makanan seperti kue-kue basah atau bubur kacang, bisa juga dengan
menghidangkan nasi beserta lauknya sebagai simbol rasa syukur karena sudah
47
bisa membuat rumah sebagai tempat tinggal. Proses selanjutnya adalah
pemasangan atap dari bahan seng atau mol tirup, kemudian berlanjut ke
pemasangan lantai yang berbahan papan dari kayu meranti merah, dilanjutkan
dengan pemasangan dinding lanting yang juga berbahan papan meranti merah,
lalu kemudian setelah semua sudah terpasang berlanjut dengan membuat ruang-
ruang di dalam lanting seperti dapur yang berada di bagian sebelah lanting dengan
ukuran lebih kecil dari ruang tengah, kemudian kamar tidur tergantung
kemampuan si pemilik ingin membuat sebanyak apa dan sesuai ukuran lanting.
48
Keterangan informan Ijen (Pemilik rumah lanting): menurutku karna
kami banyak kegiatan diatas sungai jadi kami membuat hunian di atas
sungai supaya mempermudah pekerjaan kami seperti saya yang bekerja
sebagai penyengso saya harus bolak-balik menyebrang untuk bekerja
mencari kayu. Selain itu juga melihat kondisi alam disini kita tinggal
didekat sungai dan hutan jadi orang tua dulu itu memanfaatkan alam
dan hasil alam untuk membuat rumah lanting, karena sungai sebagai
tempat beraktivitas hari-hari, makanya dibuat rumah diatas sungai
supaya mempermudah aktivitas sehari-hari.
membuat rumah diatas sungai; 3) bahan untuk membuat rumah lanting diperoleh
dari hasil hutan sekitar; 4) rumah lanting dapat mengantisipasi bencana lokal
tahunan; 5) situasi alam yang tidak menentu membuat penghuni rumah lanting
harus siaga.
yang ada di masyarakat sekitar dikelilingi oleh sungai barito, maka dari itu
barito. Kemudian, alam sekitar masyarakat yang terdiri dari hutan rimba
sungai barito yang hamper tiap tahun mengalami banjir, membuat para penghuni
rumah lanting juga terhindar dari terendam air banjir, karena rumah lanting
bencana banjir.
49
5.5 Analisa Keberadaan Rumah Lanting Dalam Kajian Ekologi Budaya
tidak dapat dilihat secara terpisah, tetapi merupakan hasil campuran (mixed
ekologi memilki hukum timbal balik. Budaya dan lingkungan bukan entitas yang
bersifat statis. Kedua hal tersebut memiliki peran yang besar dan saling
atas budaya dan perilaku manusia, tetapi pada waktu yang sama manusia juga
rumah lanting merupakan hasil campuran dari lingkungan dan budaya masyarakat
berprofesi sebagai pencari emas serta dengan lingkungan yang dikelilingi oleh
sungai, juga masih banyak pohon-pohon besar dari hutan, maka masyarakat
rumah lanting di atas sungai dengan bahan-bahan yang dihasilkan dari alam
bahwa pertama, alam dan lingkungan memiliki kehendak atas manusia dan
50
lingkungan memiliki sifat sangat menentukan kehidupan manusia. Alam dan
dengan lingkungan. Kedua, manusia tidak kuasa menderita akibat kekuatan alam
bencana alam yang murni inisiatif Tuhan, manusia hanya bisa mengurangi
mutlak, seperti tragedi tsunami, beragam jenis angin topan, dan gempa bumi.
juga dikarenakan bahan-bahan untuk membuat rumah lanting masih sangat mudah
didapat dari hutan alam sekitar. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa alam dan
banjir tahunan dan hampir setiap tahun terjadi. Maka dari itu lanting merupakan
salah satu cara untuk mengurangi dampak yang diberikan oleh banjir bagi
masyarakat. Penghuni rumah lanting tidak akan kalang kabut ketika bencana
banjir datang karena lanting sudah terjamin tidak akan tenggelam oleh air banjir.
51
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Meski ukuran dari rumah lanting berbeda-beda, ada sebagian yang berukuran
besar, ada juga yang berukuran sedang. Akan tetapi dari segi bangunan bentuk
rumah lanting tidak banyak berubah dari dulu hingga sekarang, bangunan
berbentuk persegi panjang terbuat dari kayu dan dapur terletak di bagian samping
rumah menjadi ciri khas rumah lanting. Bagian dalam rumah lanting seperti ruang
tidur dan ruang tamu sama seperti rumah-rumah pada umumnya sesuai dengan
kemampuan masyarakat ingin sebesar apa ruang yang dibuat, sedangkan untuk
keperluan mandi dan mencuci biasanya dilakukan diluar lanting. Masyarakat juga
menggunakan jamban (wc umum) sebagai sarana buang air besar dan buang air
52
lingkungan. Penduduk Kelurahan Muara Bakanon yang tinggal di daerah sungai
sangat mudah didapat dari hutan alam sekitar. Maka dari itu dapat dikatakan
bahwa alam dan lingkungan memberikan pengaruh yang besar bagi kehidupan
Manusia tidak kuasa menderita akibat kekuatan alam yang menampakkan diri
sebagai kehendak Tuhan. Jadi, dalam konteks bencana alam yang murni inisiatif
Tuhan, manusia hanya bisa mengurangi dampak yang akan diterima. Bencana-
bencana alam menjadi bersifat sangat mutlak, seperti tragedi tsunami, beragam
jenis angin topan, dan gempa bumi. Di Kelurahan Muara Bakanon sering terjadi
bencana banjir tahunan dan hampir setiap tahun terjadi. Maka dari itu lanting
merupakan salah satu cara untuk mengurangi dampak yang diberikan oleh banjir
bagi masyarakat. Penghuni rumah lanting tidak akan kalang kabut ketika bencana
banjir datang karena lanting sudah terjamin tidak akan tenggelam oleh air banjir.
6.2 Saran
eksistensi rumah lanting agar tidak punah, baik itu di Kelurahan Muara
53
b. Bagi masyarakat rumah lanting hendaknya meningkatkan hasil dari
54
LAMPIRAN-LAMPIRAN
55
Lampiran 1: Daftar Informan
Nama A
Nama Hadi
Nama Ijen
Nama Isah
Nama Abai
Nama Raja
56
Lampiran 2: LoA Artikel Luaran Penelitian yang Terpublikasi
57
“ARSITEKTUR VERNAKULAR RUMAH LANTING DALAM KAJIAN
Bakanon
Bakanon
3. Apa saja bahan-bahan yang digunakan dalam proses pembuatan rumah lanting
58
Gambar
59
Bagian dalam rumah lanting Sumber: Dokumentasi Peneliti (2022)
(2022)
60
Bagian teras rumah lanting Sumber: Dokumentasi Peneliti (2022)
61
Bbagian belakang dan jalan menuju rumah lanting Sumber:
62
DAFTAR PUSTAKA
Adhyaksa. (2021, Mei 6). Definisi Rumah Sebagai Sebuah Bangunan Untuk
Tempat Tinggal. Adhyaksa Persada Indonesia. Retrieved From
https://www.adhyaksapersada.co.id/pengertian-rumah/
Baidani, N. I., & Wahyudi, H. D. (2021). Arsitektur Vernakular Modern Pada
Desain Gedung Terminal Bimoku. Prosiding (SIAR) Seminar Ilmiah
Arsitektur 2021.
Dalidjo, N. (2020, 18 Maret). Kearifan Lokal Masyarakat Dayak di Sungai Barito.
Retrieved From https://medium.com/nurdiyansah-dalidjo/kearifan-lokal-
masyarakat-dayak-di-sungai-barito-fa3e047745a3
Daryanto, B. (2016). Rumah Lanting: Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan
Aspek Tipologi Bangunan. Info-Teknik, 5(2), 73-82.
Karlina, S., Hamid, I., & An’amta, D. A. A. (2022). Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Program Keluarga Harapan (PKH) Di Kelurahan Muara Bakanon
Kabupaten Murung Raya. Jurnal HUMA, 1 (1).
K. Rachmad, D, S. (2014). Sosiologi Lingkungan. (Jakarta: Rajawali Pers).
Ritzer G. (2012). Teori Sosiologi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
Rogi, O. H. (2012). Arsitektur Vernakular: Patutkah Didefinisikan?. Sabua: Jurnal
Lingkungan Binaan dan Arsitektur, 3(2).
Santoso, S. R., & Rachim, A. M. (2020). Konsep Desain Arsitektur Vernakular
untuk Terminal Tipe-B di Sidoarjo. Tekstur (Jurnal Arsitektur), 1(1), 35-40.
Saputra, A., Ibrahim, O., & Triyani, T. (2020). Pola Hidup Masyarakat pada
Rumah Terapung (Lanting) dalam Memanfaatkan Sungai Sebagai Sarana
MCK di Kawasan Pahandut Seberang RT 05 Kota Palangka Raya. Jurnal
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (JPIPS), 12(1), 1-7.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). (Bandung:
Alfabeta).
Suharjanto, G. (2011). Membandingkan istilah arsitektur tradisional versus
arsitektur vernakular: studi kasus bangunan Minangkabau dan bangunan
63
Bali. ComTech: Computer, Mathematics and Engineering
Applications, 2(2), 592-602.
Suryabrata, S. (2014). Metodologi Penelitian Cetakan Ke 25. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada. Universitas Tanjungpura Pontianak.
Safriani, T. (2019). Kehidupan perekonomian masyarakat rumah lanting di
Sungai Kahayan (Doctoral dissertation, IAIN Palangka Raya).
64