Anda di halaman 1dari 2

KISAH 3

ketika malam menjelang dini hari Umar bin Khattab melakukan kebiasaan rutinnya yaitu
berjalan bersama sang pengawal untuk melihat kondisi rakyat. Sesampainya di dusun kecil
terpencil, terdengar suara tangis anak kecil.

Baca juga:
Kisah Umar bin Khattab Bentak Malaikat Munkar-Nakir di Alam Barzakh
Tangisan anak kecil ini memilukan hati Umar. Akhirnya, ia mencari sumber suara tangis
yang ternyata berasal dari rumah gubuk sederhana. Bangunan itu terbuat dari kulit kayu,
di dalamnya ada seorang ibu yang tengah duduk di depan tungku seperti sedang memasak.
Sang ibu sesekali mengaduk panci seraya membujuk anaknya untuk tidur.

"Diamlah wahai anakku. Tidurlah kamu sesaat, sambil menunggu bubur segera masak,"
katanya.

Akhirnya sang anak tertidur. Namun tak lama setelahnya ia kembali terbangun dan
menangis lagi. Kejadian ini terus berulang sampai akhirnya memancing Umar untuk
mengecek apa yang sebenarnya dikerjakan oleh ibu tersebut.

Perlahan Umar mendekat, ia mengetuk pelan sambil mengucap salam. Tak ingin
identitasnya diketahui, Umar bertamu dalam keadaan menyamar.

Setelah pintu dibuka, Umar menanyakan terkait apa yang dimasak ibu tersebut dan apa
yang menyebabkan putranya menangis terus-menerus.

Dengan sedih, sang ibu menceritakan keadaannya. Ia menyebut anaknya menangis karena
lapar padahal ia tak punya makanan apapun di rumah.

Ibu itu juga mengatakan bahwa yang dimasaknya adalah sebongkah batu untuk menghibur
si anak. Ini dilakukan seolah-olah ia tengah memasak membuat makanan. Selain itu, ibu
tersebut bahkan sempat mengumpat kesal terhadap sang pemimpin pada masa itu yang
mana Umar bin Khattab sendiri.

"Celakalah Amirul Mu'minin ibnu Khattab yang membiarkan rakyatnya kelaparan,"

Mendengar hal itu, Umar lalu pergi dan menangis memohon ampun kepada Allah SWT. Ia
merasa menjadi pemimpin yang teledor sampai-sampai tidak tahu ada rakyatnya yang
kesusahan.
Tanpa berpikir panjang, Umar bin Khattab pulang dan mengambil sekarung gandum.
Dibawanya seorang diri karung gandum itu di punggungnya sambil menuju ke rumah ibu
yang memasak batu.

Melihat hal itu, pengawal Umar menawarkan diri untuk membantu. Sayangnya, Umar
justru menolak.

"Apakah kalian mau menggantikanku menerima murka Allah akibat membiarkan rakyatku
kelaparan? Biar aku sendiri yang memikulnya, karena ini lebih ringan bagiku dibanding
siksaan Allah di akhirat nanti," kata Umar yang terus membawa karung gandum tersebut.

Sesampainya di rumah ibu tersebut, Umar langsung memasakkan sebagian gandum untuk
dijadikan makanan. Setelah matang, ibu dan anak itu dipersilakan makan hingga kenyang.

Setelah selesai, Umar segera pamit ke ibu dan anak itu. Ia juga berpesan agar esoknya anak
dan ibu tersebut datang ke Baitul Mal menemui Umar untuk mendapat jatah makan dari
negara.

Sang ibu mengucapkan terima kasih sambil berkata, "Engkau lebih baik dibanding Khalifah
Umar," ucapnya.

Keesokan harinya, sang ibu datang ke Baitul Mal untuk meminta jatah tunjangan pangan
bagi diri dan anaknya. Umar menyambut dengan senyum bahagia.

Saat ibu itu menyadari bahwa orang yang membantunya di malam buta adalah Umar sang
Amirul Mu'minin, ia langsung terkejut. Umar menyambut si ibu sambil mendekat dan
menyampaikan permohonan maafnya.

Beliau tidak sungkan menyampaikan permohonan maafnya sebagai seorang pemimpin.

Anda mungkin juga menyukai