Dr Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat, lahir di Yogyakarta pada 21 April
1879. Ia berasal dari keluarga rakyat biasa. Bapaknya, Sutodrono, hanya seorang penjaga sebuah
toko kecil di Yogyakarta.
Pendidikan
Pendidikan Radjiman dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan pelajaran di
bawah jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodo ke sekolah, kemudian
atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai akhirnya di usia
20 tahun ia sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar Master of Art pada usia 24
tahun. Ia juga pernah belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika melihat
masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula beliau secara khusus belajar ilmu
kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang meninggal
karena melahirkan.
Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi dan
mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika banyak warga Ngawi yang meninggal
dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah kediamannya yang sekarang telah menjadi
situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatnya Radjiman dengan Bung Karno sampai-
sampai Bung Karno pun telah bertandang dua kali ke rumah tersebut.
Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr. Radjiman adalah satu-satunya orang
yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa dimulai dari munculnya Boedi Utomo
sampai pembentukan BPUPKI. Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan
pembentukan milisi rakyat disetiap daerah di Indonesia (kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab
Belanda dengan kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai
wakil dari Boedi Utomo.
Pada tanggal 29 Mei 1945 yakni pada sidang BPUPKI, ia mengajukan pertanyaan “apa dasar negara
Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan Pancasila. Jawaban
dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini kemudian ditulis oleh
Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku Pancasila yang pertama
tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi. Terbongkarnya dokumen yang
berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi ini menjadi temuan baru dalam
sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus
Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da Lat
untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pemboman
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.
Setelah kemerdekaan
Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP dan pemimpin
sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat meninggal di Ngawi, Jawa Timu pada 20 September 1952 pada umur
73 tahun. Oleh pemerintah Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia yang diberikan
bertepatan dengan peringatan hari pahlawan pada 10 November 2013 melalui Keppres No.
68/TK/2013 bersama kedua pahlawan lainnya yakni: Lambertus Nicodemus Palar dan Tahi Bonar
Simatupang.
PERAN