Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Ari Ramdani

NIM : 17232028
TUGAS : Pendidikan Pancasila
DOSEN : Yusup Rahman Hakim, S.Pd

Biografi K.R.T Radjiman Wedyodiningrat Dan Kontribusi


Dalam Perumusan Pancasila

Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman


Wedyodiningrat adalah seorang dokter yang juga merupakan salah satu tokoh pendiri
Republik Indonesia. Beliau adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah
perjuangan bangsa yang dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKl). Dr Kanjeng Raden
Tumenggung (KRT) Radjiman Wedyodiningrat, lahir di Yogyakarta pada 21 April 1879. Ia
berasal dari keluarga rakyat biasa. Bapaknya, Sutodrono, hanya seorang penjaga sebuah toko kecil
di Yogyakarta.

Pendidikan

Pendidikan Radjiman dimulai dengan model pembelajaran hanya dengan mendengarkan


pelajaran di bawah jendela kelas saat mengantarkan putra Dr. Wahidin Soedirohoesodoke sekolah,
kemudian atas belas kasihan guru Belanda disuruh mengikuti pelajaran di dalam kelas sampai
akhirnya di usia 20 tahun ia sudah berhasil mendapatkan gelar dokter dan mendapat gelar Master
of Art pada usia 24 tahun. Ia juga pernah belajar di Belanda, Perancis, Inggris dan Amerika.
Pilihan belajar ilmu kedokteran yang diambil berangkat dari keprihatinannya ketika
melihat masyarakat Ngawi saat itu dilanda penyakit pes, begitu pula beliau secara khusus belajar
ilmu kandungan untuk menyelamatkan generasi kedepan dimana saat itu banyak Ibu-Ibu yang
meninggal karena melahirkan. Sejak tahun 1934 ia memilih tinggal di Desa Dirgo, Kecamatan
Widodaren, Kabupaten Ngawi dan mengabdikan dirinya sebagai dokter ahli penyakit pes, ketika
banyak warga Ngawi yang meninggal dunia karena dilanda wabah penyakit tersebut. Rumah
kediamannya yang sekarang telah menjadi situs sudah berusia 134 tahun. Begitu dekatny
Radjiman dengan Bung Karno sampai-sampai Bung Karno pun telah bertandang 2 kali ke rumah
tersebut.

Dari Boedi Oetomo Sampai BPUPKI

Dr. Radjiman adalah salah satu pendiri organisasi Boedi Oetomo dan sempat menjadi
ketuanya pada tahun 1914-1915. Dalam perjalanan sejarah menuju kemerdekaan Indonesia, dr.
Radjiman adalah satu-satunya orang yang terlibat secara akif dalam kancah perjuangan berbangsa
dimulai dari munculnya Boedi Utomo sampai pembentukan BPUPKI.
Manuvernya di saat memimpin Budi Utomo yang mengusulkan pembentukan milisi rakyat
disetiap daerah di Indonesia kesadaran memiliki tentara rakyat) dijawab Belanda dengan
kompensasi membentuk Volksraad dan dr. Radjiman masuk di dalamnya sebagai wakil dari Boedi
Utomo. Pada tanggal 29 Mei 1945 yakni pada sidang BPUPKI, ia mengajukan pertanyaan “apa
dasar negara Indonesia jika kelak merdeka?” Pertanyaan ini dijawab oleh Bung Karno dengan
Pancasila. Jawaban dan uraian Bung Karno tentang Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ini
kemudian ditulis oleh Radjiman selaku ketua BPUPKI dalam sebuah pengantar penerbitan buku
Pancasila yang pertama tahun 1948 di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi.
Terbongkarnya dokumen yang berada di Desa Dirgo, Kecamatan Widodaren, Kabupaten Ngawi
ini menjadi temuan baru dalam sejarah Indonesia yang memaparkan kembali fakta bahwa
Soekarno adalah Bapak Bangsa pencetus Pancasila.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 ia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Saigon dan Da
Lat untuk menemui pimpinan tentara Jepang untuk Asia Timur Raya terkait dengan pemboman
Hiroshima dan Nagasaki yang menyebabkan Jepang berencana menyerah tanpa syarat kepada
Sekutu, yang akan menciptakan kekosongan kekuasaan di Indonesia.

Setelah Kemerdekaan

Di masa setelah kemerdekaan RI Radjiman pernah menjadi anggota DPA, KNIP dan
pemimpin sidang DPR pertama di saat Indonesia kembali menjadi negara kesatuan dari RIS. Dr.
Radjiman Wedyodiningrat meninggal di Ngawi, Jawa Timu pada 20 September 1952 pada umur
73 tahun. Oleh pemerintah Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia yang diberikan
bertepatan dengan peringatan hari pahlawan pada 10 November 2013 melalui Keppres No.
68/TK/2013 bersama kedua pahlawan lainnya yakni: Lambertus Nicodemus Palar dan Tahi Bonar
Simatupang.
Sumber : Wikipedia

Anda mungkin juga menyukai