Resume ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat
Dosen Pengampu:
Vinna Rahayu Ningsih, S.Km., M.Kes
DISUSUN OLEH:
NAMA: FAZELLA RAHMADANTI
NIM: G1D123009
KELAS: 1E
Faktor predisposing merupakan faktor yang menjadi dasar motivasi atau niat seseorang
melakukan sesuatu. Faktor pendorong meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai dan persepsi, tradisi, dan unsure lain yang terdapat dalam diri individu
maupun masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan (Heri, 2009).
B=F(PF,EF,RF)
Dimana:
B = Behavior
PF = Predisposing factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing factors
F = fungsi
d.faktor yang berhubungan dengan perilaku
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap,dalam penelitian ini merupakan pengetahuan
dan sikap petugas kesehatan(instalasi pengolahan air limbah) terhadap kesehatan,terhadap hal
hal yang berkaitan dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut petugas kesehatan,tingkat
pendidikan,tingkat social ekonomi dan sebagainnya.faktor ini merupakan faktor yang menjadi
dasar untuk seseorang berprilaku atau dapat pula dikatakan sebagai faktor prefrensi”pribadi”
yang bersifat bawaan yang dapat bersifat mendukung ataupun menghambat seseorang untuk
berprilaku tertentu.
Faktor ini merupakan krakteristik lingkungan (berupa tempat pelayanan kesehatan) yang
memudahkan petugas dalam berprilaku kesehatan dan setiap keterampilan atau sumber daya
yang diperlukan untuk melaksanakan perilaku.Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau filsafat kesehatan bagi petugas kesehatan (petugas instalasi pengolahan air
limbah).
Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan (dalam penelitian ini
merupakan petugas instalasi prngolahan air limbah) atau petugas kesehatan lainnya.Termasuk
juga disini undang undang,peraturan peraturan baik dari pemerintah daerah maupun dari
pusat.Faktor penguat juga merupakan faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak.
Menurut Lawrence green (1980) faktor predisposisi yang terdiri dari pengetahuan,tingkah
laku,nilai,keyakinan,dan sosiodemografi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
motivasi individu dan kinerja kelompok.Walaupun variable sosiodemografi yang terdiri dari
status ekonomi,umur,jenis kelamin,dan keluarga sangat penting,tetapi tidak mempunyai
pengaruh langsung terhadap perilaku dan kinerja.
Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan orang
tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors).
Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat
mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas
kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah mengimunisasikan
anaknya(reinforcing factors).
Health belief model dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya factor demografis
(Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner &
Norman, 2003), dan juga dipengaruhi oleh structural variable, contohnya adalah ilmu
pengetahuan (Sarafino, 1994).
Teori Health belief model menghipotesiskan terdapat hubungan aksi dengan faktor
berikut:
3) Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut walaupun hal
tersebut berhubungan dengan finansial.Health belief model juga dapat menjelaskan
tentang perilaku pencegahan pada individu.Hal ini menjelaskan mengapa terdapat
individu yang mau mengambil tindakan pencegahan, mengikuti skrining, dan
mengontrol penyakit yang ada.Perilaku responden juga dapat ditinjau dari pendekatan
modelling dan operant conditioning, sehingga perilaku berubah karena konsekuensinya
(Sarafino, 1994). Modelling dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku orang lain
(Bandura, 1969), melakukan observasi dan melakukan modelling terhadap urutan perilaku
dapat merubah perilaku hidup sehat secara efektif (Sarson dkk,1991). Aspek-aspek
a) Ancaman
1. Presepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit (atau kesedian menerima
diagnosa sakit)
b) Harapan
mengingatkan (reminder)
suku bangsa).
Beberapa factor Health belief model berbasis kognitif (seperti keyakinan dan sikap) dan
berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan keputusan individu dalam
menentukan cara sehat individu. Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam
melakukan atau memilih perilaku sehat dikaji dalam teori Health belief model (HBM). HBM
adalah model kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner, 2005)
1) Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia (host).
2) Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host (baik
individu/kelompok).
3) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan fisik,
sosial,ekonomi, dan biologis).
Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan
pemahaman masing-masing komponen.Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model
triangle epidemiologi atau triad epidemologi, dan cocok untuk menerangka penyebab
penyakit infeksi. Sebab peran Agent (mikroba) mudah diisolasi dengan jelas dari
lingkungannya. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan mengubah
keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit. Hubungan antara ketiga komponen tersebut digambarkan seperti tuas
pada timbangan. Host dan Agent berada di ujung masingmasing tuas, sedangkan environment
sebagai penumpunya.
Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh (1970). Teori ini
sering disebut juga sebagai konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu
penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor interaksi lingkungan
yang berupa faktor biologis, kimiawi dan sosial memegang peranan penting dalam terjadinya
penyakit. Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan
antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan.
Menurut model ini,suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka
timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada
berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan
gaya hidup individu. (azwar, 1998) Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari penyakit
jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang merupakan menghambat atau
meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan
tetap (umpama LDL genotip), yang lain seperti komponen makanan, perokok, inaktifasi fisik,
gaya hidup dapat dimanipulasi.
Seperti halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi
dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu
menekankan pentingnya agen. Disini dipentingkan hubungan antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Besarnya peranan dari masing -masing lingkungan bergantung pada
penyakit yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2003) Sebagai contoh peranan lingkungan sosial
lebih besar dari yang lainnya pada stress mental, peranan lingkungan fisik lebih besar dari
lainnya pada sunburn, peranan lingkungan biologis lebih besar dari lainnya pada penyakit
yang penularannya melalui vektor (vektor borne disease) dan peranan inti genetik lebih besar
dari lainnya pada penyakit keturunan. (Notoatmodjo, 2003). Dengan model-model tersebut
diatas hendaknya ditunjukkan bahwa pengetahuan yang lengkap mengenai mekanisme-
mekanisme terjadinya penyakit tidaklah diperuntukkan bagi usaha-usaha pemberantasan yang
efektif. (Notoatmodjo, 2003) Oleh karena banyaknya interaksi-interaksi ekologis maka
seringkali kita dapat mengubah penyebaran penyakit dengan mengubah aspek-aspek tertentu
dari interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya tanpa intervensi langsung pada penyebab
penyakit. (Notoatmodjo, 2003) Model ini menggambarkan hubungan manusia dengan
lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik
pada bagian intinya, dan komponen lingkungan biologi, social, fisik mengelilingi penjamu.
Ukuran komponen roda bersifat relative, tergantung problem spesifik penyakit yang
bersangkutan. Contoh pada penyakit herediter tentunya proporsi inti genetik relative besar,
sedang pada penyakit campak status imunitas penjamu dan lingkungan biologik lebih penting
daripada faktor genetik. Peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya dalam hal
strees mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran lingkungan biologis lebih besar.
1. Jenis kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung misalnya bersentuhan,
berciuman, dan berhubungan seksual.
2. Jenis kontangion yang dapat menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut
tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain).
Misalnya melalui pakaian, handuk, dan sapu tangan.
3. Jenis kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh. Pada mulanya teori
kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad renik atau mikroorganisme yang baru karena
pada saat itu teori tersebut tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya,
Fracastoro tetap dianggap sebagai salah satu seorang perintis dalam bidang epidemiologi
meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad
renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan anti epidemik hanya merupakan tindakan yang
diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman
praktik (Anonim, 2010).
Hippocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern telah berhasil
membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif dan
superstitif (takhayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia mengemukakan teori tentang
sebab musabab penyakit, yaitu bahwa :
Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places” Hippocrates sudah
dikenal sebagai orang yang tidak pernah percaya dengan takhayul dan keajaiban tentang
terjadinya penyakit pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa
masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit
dalam masyarakat. Yang dianggap paling mengesankan dari faham atau ajaran Hippocrates
ialah bahwa dia telah meninggalkan cara-cara berpikir mastis-magis dan melihat segala
peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau mekanisme yang alamiah
belaka. (Ir. Martini, 2010) Kausa penyakit menurut Hippocrates tidak hanya terletak pada
lingkungan, tetapi juga dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, dalam bukunya “On the Sacred
Disease” Hippocrates menyebutkan bahwa epilepsi bukan merupakan penyakit yang
berhubungan dengan tahayul atau agama, melainkan suatu penyakit otak yang diturunkan.
Dalam bidang psikiatri, Hippocrates mendahului teori Sigmund Freud dengan hipotesisnya
bahwa kausa melankoli (suatu gejala kejiwaan atau emosi akibat depresi) yang dialami putra
Raja Perdica II dari Macedonia adalah depresi yang dialami Perdica karena jatuh cinta secara
rahasia dengan istri ayahnya (ibu tirinya) (Bannis & Assocatiates, 2001; Grammaticos dan
Diamantis, 2003; Saracci, 2010). Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya
berupa pemikiran tentang kausa penyakit tetapi juga riwayat alamiah sejumlah penyakit. Dia
mendeskripsikan perjalanan hepatitis akut pada bukunya „About Diseases„: Hepatitis akut
dengan cepat menyebar ke urine menunjukkan warna agak kemerahan pada urin, panas
tinggi, serta rasa tidak nyaman. Pasien meninggal dalam waktu 4 hingga 10 hari.(Bannis &
Assocatiates, 2001; Grammaticos dan Diamantis, 2003)
D.Teori Simpul
Menurut WHO pengertian dari kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik,
mental dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan
kecacatan. menurut UU No. 23 /1992 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sedangkan definisi dari lingkungan menurut Encyclopedia of Science & Technologi (1960)
adalah sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme,
dan menurut Slamet Riyadi tahun 1976 yaitu tempat pemukiman dengan segala sesuatunya
dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung
maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari
organisme. Pengertian kesehatan lingkungan menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indionesia) adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
terciptanya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Menurut WHO (Word Health
Organization) kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada
antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sedangkan
ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
masyrakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahan. selain itu sering
kita kenal ilmu sanitasi lingkungan yang merupakan bagian dari kesehatan lingkungan yang
meliputi tatacara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan
lingkungan hidup ekternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2007).
Ruang Lingkup Kesehatan lingkungan kita bagi menurut WHO dan menurut pasal 22 ayat
(3) UU No. 23 tahun 1992. Ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut WHO ada 17
diantaranya adalah sebagai berikut:
4) Pengendalian Vektor
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
Tujuan kesehatan lingkunagan dibagi kedalam tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan
kesehatan secara umum adalah sebagai berikut (Chandar, 2007):
a. melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
c. melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu diantara masyarakat dan
institusi pemerintah serta lembaga-lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam
atau wabah penyakit menular.
2) Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks
500 mg/l) 3) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
b. Pembuangan Kotoran/Tinja Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban
dengan syarat sebagai berikut :
2) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur
5) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benarbenar diperlukan,
harus dibatasi seminimal mungkin.
6) Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang. 7) Metode
c. Kesehatan Pemukiman Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
2) Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah
E.Teori Bloom
Taksonomi Bloom merupakan teori pembelajaran yang digunakan dalam bidang pendidikan.
Taksonomi ini dihasilkan dari karya pemikiran Bloom yang dijadikan sebagai acuan berpikir
yang dapat meningkat karena mudah dalam penerapan dan pemahamannya. Kata taksonomi
sendiri berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu tassein yang berarti
menggolongkan, dan nomos artinya aturan. Jadi, apabila diterjemahkan berdasarkan dua kata
tersebut, taksonomi memiliki arti kegiatan yang menggolongkan suatu aturan-aturan. Adapun
pengertian taksonomi secara istilah adalah suatu proses menggolongkan tingkatan derajat
berpikir yang dapat meningkat dari yang terendah ke tingkat yang lebih tinggi dan memuat
keseluruhan potensi daya pikir manusia.1 Taksonomi dalam pendidikan diperkenalkan oleh
Benjamin S. Bloom yang disebut dengan istilah Taksonomi Bloom. Taksonomi ini resmi
dipublikasikan pada tahun 1956 M. Pada awalnya taksonomi hanya memuat ranah kognitif
saja, tetapi kemudian para ahli terutama Kratwohl dan Anderson mengembangkannya
menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bloom berpendapat bahwa
tujuan pendidikan harus mampu mencapai ketiga domain (aspek atau ranah) tersebut.
Hakikatnya Taksonomi Bloom adalah pengembangan sistem pengelompokan perilaku belajar
peserta didik yang terukur, dapat diamati, yang berrtujuan untuk membantu perencanaan dan
penilaian hasil belajar. Taksonomi Bloom memusatkan perhatiannya pada ranah pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Adapun pengertian dari masing-masing ranah adalah cognitive atau
dapat disebut dengan kapabilitas intelektual yang memiliki arti sama dengan pengetahuan,
mengetahui, berpikir atau intelek. Affective semakna dengan perasaan, emosi, dan perilaku,
yang terkait dengan perilaku menyikapi, bersikap atau merasa, dan merasakan. Sedangkan
psychomotor semakna sebuah dengan aturan dan keterampilan fisik, terampil dan melakukan.
b. Klasifikasi Taksonomi Bloom
Taksonomi dalam program pendidikan merupakan suatu usaha yang dapat mengubah
tingkah laku peserta didik melalui mata pelajaran yang sedang dipelajarinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bunyamin S. Bloom yang menyatakan bahwa proses belajar baik di
madrasah maupun di luar madrasah akan menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang
dikenal sebagai Taksonomi Bloom, yaitu pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Adapun klasifikasi dari taksonomi adalah sebagai berikut.
1) Ranah Kognitif (Cognition) Ranah kognitif berasal dari kata cognition yang dapat
disamakan dengan knowing yang memiliki arti mengetahui. Berdasarkan arti yang luas,
cognition atau kognisi ialah peroleh, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam ranah
psikologis hasil belajar peserta didik yang meliputi setiap perilaku mental yang memiliki
hubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan, informasi, pemecah masalah,
kesengajaan dan keyakinan. Menurut Bloom, ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan yang
disusun secara urutan tingkatan dari rendah ke tingkatan tinggi, yaitu: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fauzi, “Daya Serap Siswa Terhadap Pembelajaran Taksnomi Pendidikan Agama
Islam”, 64 diakses pada 05 Januari, 2019.
Hamriah, “Implementasi Kurikulum 2013 Pada Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model
Makassar”, Jurnal Al-Qalam, vol. 1, no. 20 (2014): 59 diakses pada 29
Oktober, 2018.
Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara,
2014), 60.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, “000912 Tahun 2013, Kurikulum Madrasah
2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab,” (13
Desember 2013), 4.