Anda di halaman 1dari 18

RESUME DASAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Resume ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat
Dosen Pengampu:
Vinna Rahayu Ningsih, S.Km., M.Kes

DISUSUN OLEH:
NAMA: FAZELLA RAHMADANTI
NIM: G1D123009
KELAS: 1E

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
JAMBI
2023

A. Teori Perilaku Lawrence Green


Setiap individu memiliki perilakunya sendiri yang berbeda dengan individu lain, termasuk
pada kembar identik sekalipun. Perilaku tidak selalu mengikuti urutan tertentu sehingga
terbentuknya perilaku positif tidak selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif.
Green (1980) mengklasifikasikan beberapa faktor penyebab sebuah tindakan atau perilaku :

a. Faktor pendorong (predisposing factor)

Faktor predisposing merupakan faktor yang menjadi dasar motivasi atau niat seseorang
melakukan sesuatu. Faktor pendorong meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai dan persepsi, tradisi, dan unsure lain yang terdapat dalam diri individu
maupun masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan (Heri, 2009).

b. Faktor pemungkin (enabling factor)

Faktor enabling merupakan faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi


perilaku atau tindakan. Faktor pemungkin meliputi sarana dan prasarana atau fasilitas-
fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku Pemeriksaan Payudara Sendiri
(SADARI), perempuan yang ingin mendapatkan informasi harus lebih aktif dalam mencari
informasi melalui pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, posyandu, dokter
atau bidan praktik,dan juga mencari informasi melalui media massa seper media internet,
media cetak, media elektronik, dan media social.

c.Faktor pendorong atau (reinforcing factor)

Faktor reinforcing merupakan faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya


perilaku seseorang yang dikarenakan adanya sikap suami, orang tua, tokoh masyarakat atau
petugas kesehatan. Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B=F(PF,EF,RF)

Dimana:

B = Behavior

PF = Predisposing factors

EF = Enabling Factors

RF = Reinforcing factors

F = fungsi
d.faktor yang berhubungan dengan perilaku

1.faktor predisposisis(predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap,dalam penelitian ini merupakan pengetahuan
dan sikap petugas kesehatan(instalasi pengolahan air limbah) terhadap kesehatan,terhadap hal
hal yang berkaitan dengan kesehatan,sistem nilai yang dianut petugas kesehatan,tingkat
pendidikan,tingkat social ekonomi dan sebagainnya.faktor ini merupakan faktor yang menjadi
dasar untuk seseorang berprilaku atau dapat pula dikatakan sebagai faktor prefrensi”pribadi”
yang bersifat bawaan yang dapat bersifat mendukung ataupun menghambat seseorang untuk
berprilaku tertentu.

2.Faktor Pemungkin(Enabling Factor)

Faktor ini merupakan krakteristik lingkungan (berupa tempat pelayanan kesehatan) yang
memudahkan petugas dalam berprilaku kesehatan dan setiap keterampilan atau sumber daya
yang diperlukan untuk melaksanakan perilaku.Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan
prasarana atau filsafat kesehatan bagi petugas kesehatan (petugas instalasi pengolahan air
limbah).

3.Faktor penguat (Reinforcing Factor)

Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan (dalam penelitian ini
merupakan petugas instalasi prngolahan air limbah) atau petugas kesehatan lainnya.Termasuk
juga disini undang undang,peraturan peraturan baik dari pemerintah daerah maupun dari
pusat.Faktor penguat juga merupakan faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan
memperoleh dukungan atau tidak.

Menurut Lawrence green (1980) faktor predisposisi yang terdiri dari pengetahuan,tingkah
laku,nilai,keyakinan,dan sosiodemografi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan
motivasi individu dan kinerja kelompok.Walaupun variable sosiodemografi yang terdiri dari
status ekonomi,umur,jenis kelamin,dan keluarga sangat penting,tetapi tidak mempunyai
pengaruh langsung terhadap perilaku dan kinerja.

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang
bersangkutan. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas
kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
Seseorang yang tidak mau mengimunisasikan anaknya di posyandu dapat disebabkan orang
tersebut tidak atau belum mengetahui manfaat imunisasi bagi anaknya (predisposing factors).
Atau barangkali juga karena rumahnya jauh dari posyandu atau puskesmas tempat
mengimunisasikan anaknya (enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas
kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah mengimunisasikan
anaknya(reinforcing factors).

B.TEORI HAELTH BELIAVE MODEL

1. Pengertian health belief model

Health belief model dikemukakan pertama kali oleh Resenstock 1966,kemudian


disempurnakan oleh Becker, dkk 1970 dan 1980.Sejak tahun 1974,teori Health belief model
telah menjadi perhatian para peneliti.Model teori ini merupakan formulasi konseptual untuk
mengetahui persepsi individu apakah mereka menerima atau tidak tentang kesehatan mereka.
Variabel yang dinilai meliputi keinginan individu untuk menghindari kesakitan, kepercayaan
mereka bahwa terdapat usaha agar menghindari penyakit tersebut.Menurut World Health
Organization (WHO) yang dimaksud dengan sehat atau health adalah suatu kondisi tubuh
yang lengkap secara jasmani, mental, dan sosial, dan tidak hanya sekedar terbebas dari suatu
penyakit dan ketidak mampuan atau kecacatan, sedangkan menurut UU No.36 tahun 2009
Tentang Kesehatan,kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,mental,spiritual maupun
social yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Belief dalam bahasa inggris artinya percaya atau keyakinan. Menurut peneliti belief adalah
keyakinan terhadap sesuatu yang menimbulkan perilaku tertentu.Misalnya individu percaya
bahwa belajar sebelum ujian akan berpengaruh terhadap nilai ujian. Jenis kepercayaan
tersebut terkadang tanpa didukung teori teori lain yang dapat dijelaskan secara logika. Health
belief model merupakan suatu konsep yang mengungkapkan alasan dari individu untuk mau
atau tidak mau melakukan perilaku sehat (Janz & Becker,1984).Health belief model juga
dapat diartikan sebagai sebuah konstruk teoretis mengenai kepercayaan individu dalam
berperilaku sehat (Conner, 2005).Health belief model adalah suatu model yang digunakan
untuk menggambarkan kepercayaan individu terhadap perilaku hidup sehat, sehingga
individu akan melakukan perilaku sehat, perilaku sehat tersebut dapat berupa perilaku
pencegahan maupun penggunaan fasilitas kesehatan.Health belief model digunakan sebagai
prediksi berbagai perilaku ini sering digunakan untuk memprediksi perilaku kesehatan
preventif dan juga respon perilaku untuk pengobatan pasien dengan penyakit akut dan
kronis.Namun akhir-akhir ini teori yang berhubungan dengan kesehatan.Konsep utama dari
health belief model adalah perilaku sehat ditentukan oleh kepercaaan individu atau presepsi
tentang penyakit dan sarana yang tersedia untuk menghindari terjadinya suatu penyakit.
Health belief model (HBM) pada awalnya dikembangkan pada tahun 1950an Oleh
sekelompok psikolog sosial di Pelayanan Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat, dalam
usaha untuk menjelaskan kegagalan secara luas partisipasi masyarakat dalam program
pencegahan atau deteksi penyakit. Kemudian, model diperluas untuk melihat respon
masyarakat terhadap gejala-gejala penyakit dan bagaimana perilaku mereka terhadap
penyakit yang didiagnosa, terutama berhubungan dengan pemenuhan penanganan medis.Oleh
karena itu, lebih dari tiga dekade, model ini telah menjadi salah satu model yang paling
berpengaruh dan secara luas menggunakan pendekatan psikososial untuk menjelaskan
hubungan antara perilaku dengan kesehatan. Faktor demografis yang mempengaruhi health
belief model individu adalah kelas sosial ekonomi. Individu yang berasal dari kelas sosial
ekonomi menengah kebawah memiliki pengetahuan yang kurang tentang faktor yang menjadi
penyebab suatu penyakit (Hossack & Leff, 1987 dalam Sarafino, 1994). Faktor demografis
(Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner &
Norman, 2003), dan structural variable (Sarafino, 1994), pada akhirnya mempengaruhi health
belief model pada individu yang mengalami fraktur.

Gambaraa Health belief model terdiri dari 6 dimensi, diantaranya:

a. Perceived susceptibility atau kerentanan yang dirasakankonstruk tentang resiko atau


kerentanan (susceptibility) personal, Hal ini mengacu pada persepsi subyektif
seseorang menyangkut risiko dari kondisi kesehatannya. Di dalam kasus penyakit
secara medis, dimensi tersebut meliputi penerimaan terhadap hasil diagnosa,
perkiraan pribadi terhadap adanya resusceptibilily(timbul kepekaan kembali), dan
susceptibilily (kepekaan) terhadap penyakit secara umum.
b. Perceived severity atau kesriuasan yang dirasa.Perasaan mengenai keseriusan
terhadap suatu penyakit, meliputikegiatan evaluasi terhadap konsekuensi klinis dan
medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan konsekuensi sosial yang
mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan, kehidupan keluarga,dan hubungan
sosial).Banyak ahli yang menggabungkan kedua komponen diatas sebagai ancaman
yangdirasakan (perceived threat).
c. Perceived benefitsm, manfaat yang dirasakan.Penerimaan susceptibility sesorang
terhadap suatu kondisi yang dipercaya dapat menimbulkan keseriusan (perceived
threat) adalah mendorong untuk menghasilkan suatu kekuatan yang mendukung
kearah perubahan perilaku.
d. Perceived barriers atau hambatan yang dirasakan untuk berubah, atau apabila individu
menghadapi rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Sebagai
tambahan untuk empat keyakinan (belief) atau persepsi.
e. Health motivation dimana konstruk ini terkait dengan motivasi individu untuk selalu
hidup sehat. Terdiri atas kontrol terhadap kondisi kesehatannya serta health value
(Conner, 2005).
f. Cues to action suatu perilaku dipengaruhi oleh suatu hal yang menjadi isyarat bagi
seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perilaku. (Becker dkk,1997 dalam
Conner & Norman, 2003).

Health belief model dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya factor demografis
(Rosenstock, 1974 dalam Conner & Norman, 2003), karakteristik psikologis (Conner &
Norman, 2003), dan juga dipengaruhi oleh structural variable, contohnya adalah ilmu
pengetahuan (Sarafino, 1994).
Teori Health belief model menghipotesiskan terdapat hubungan aksi dengan faktor
berikut:

1) Motivasi yang cukup kuat untuk mencapai kondisi yang sehat.

2) Kepercayaan bahwa seseorang dapat menderita penyakit serius dan dapat


menimbulkan sekuele.

3) Kepercayaan bahwa terdapat usaha untuk menghindari penyakit tersebut walaupun hal
tersebut berhubungan dengan finansial.Health belief model juga dapat menjelaskan
tentang perilaku pencegahan pada individu.Hal ini menjelaskan mengapa terdapat
individu yang mau mengambil tindakan pencegahan, mengikuti skrining, dan
mengontrol penyakit yang ada.Perilaku responden juga dapat ditinjau dari pendekatan
modelling dan operant conditioning, sehingga perilaku berubah karena konsekuensinya
(Sarafino, 1994). Modelling dilakukan dengan cara memperhatikan perilaku orang lain

(Bandura, 1969), melakukan observasi dan melakukan modelling terhadap urutan perilaku
dapat merubah perilaku hidup sehat secara efektif (Sarson dkk,1991). Aspek-aspek

pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock adalah sebagai berikut:

a) Ancaman

1. Presepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit (atau kesedian menerima
diagnosa sakit)

2. Presepsi tentang keparahan sakit atau kondisi kesehatannya

b) Harapan

1. Presepsi tentang keuntungan suatu tindakan

2. Presepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan suatu tindakan.

c) Pencetus tindakan : media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang

mengingatkan (reminder)

d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin atau gender,

suku bangsa).

e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan

itu) (Anonim, 2012)

Beberapa factor Health belief model berbasis kognitif (seperti keyakinan dan sikap) dan
berkaitan dengan proses berfikir yang terlibat dalam pengambilan keputusan individu dalam
menentukan cara sehat individu. Dalam kajian psikologi kesehatan, persepsi individu dalam
melakukan atau memilih perilaku sehat dikaji dalam teori Health belief model (HBM). HBM
adalah model kepercayaan kesehatan individu dalam menentukan sikap melakukan atau tidak
melakukan perilaku kesehatan (Conner, 2005)

C.Teori Triad Epidemiologi

1. Teori segitiga (Triangle Theory)


Menurut John Gordon dan La Richt (1950), model ini menggambarkan interaksi tiga
komponen penyebab penyakit, yaitu manusia (host), penyebab (Agent), dan lingkungan
(environment).

Gordon berpendapat bahwa :

1) Penyakit timbul karena ketidakseimbangan antara agent (penyebab) dan manusia (host).

2) Keadaan keseimbangan bergantung pada sifat alami dan karakteristik agent dan host (baik
individu/kelompok).

3) Karakteristik agent dan host akan mengadakan interaksi, dalam interaksi tersebut akan
berhubungan langsung pada keadaan alami dari lingkungan (lingkungan fisik,
sosial,ekonomi, dan biologis).

Untuk memprediksi pola penyakit, model ini menekankan perlunya analisis dan
pemahaman masing-masing komponen.Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidakseimbangan antara ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model
triangle epidemiologi atau triad epidemologi, dan cocok untuk menerangka penyebab
penyakit infeksi. Sebab peran Agent (mikroba) mudah diisolasi dengan jelas dari
lingkungannya. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan mengubah
keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat bertambah atau
berkurangnya penyakit. Hubungan antara ketiga komponen tersebut digambarkan seperti tuas
pada timbangan. Host dan Agent berada di ujung masingmasing tuas, sedangkan environment
sebagai penumpunya.

2. Jaring-Jaring Sebab Akibat (The Web Of Causation)

Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh (1970). Teori ini
sering disebut juga sebagai konsep multi factorial. Dimana teori ini menekankan bahwa suatu
penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya faktor interaksi lingkungan
yang berupa faktor biologis, kimiawi dan sosial memegang peranan penting dalam terjadinya
penyakit. Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah keseimbangan
antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit yang bersangkutan.
Menurut model ini,suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian maka
timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong mata rantai pada
berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan
gaya hidup individu. (azwar, 1998) Contoh: Jaringan sebab akibat yang mendasari penyakit
jantung koroner (PJK) dimana banyak faktor yang merupakan menghambat atau
meningkatkan perkembangan penyakit. Beberapa dari faktor ini instrinsik pada pejamu dan
tetap (umpama LDL genotip), yang lain seperti komponen makanan, perokok, inaktifasi fisik,
gaya hidup dapat dimanipulasi.

3. Teori Roda (The Well Of Causation)

Seperti halnya dengan model jaring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi
dari berbagai faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit dengan tidak begitu
menekankan pentingnya agen. Disini dipentingkan hubungan antara manusia dengan
lingkungan hidupnya. Besarnya peranan dari masing -masing lingkungan bergantung pada
penyakit yang bersangkutan. (Notoatmodjo, 2003) Sebagai contoh peranan lingkungan sosial
lebih besar dari yang lainnya pada stress mental, peranan lingkungan fisik lebih besar dari
lainnya pada sunburn, peranan lingkungan biologis lebih besar dari lainnya pada penyakit
yang penularannya melalui vektor (vektor borne disease) dan peranan inti genetik lebih besar
dari lainnya pada penyakit keturunan. (Notoatmodjo, 2003). Dengan model-model tersebut
diatas hendaknya ditunjukkan bahwa pengetahuan yang lengkap mengenai mekanisme-
mekanisme terjadinya penyakit tidaklah diperuntukkan bagi usaha-usaha pemberantasan yang
efektif. (Notoatmodjo, 2003) Oleh karena banyaknya interaksi-interaksi ekologis maka
seringkali kita dapat mengubah penyebaran penyakit dengan mengubah aspek-aspek tertentu
dari interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya tanpa intervensi langsung pada penyebab
penyakit. (Notoatmodjo, 2003) Model ini menggambarkan hubungan manusia dengan
lingkungannya sebagai roda. Roda tersebut terdiri atas manusia dengan substansi genetik
pada bagian intinya, dan komponen lingkungan biologi, social, fisik mengelilingi penjamu.
Ukuran komponen roda bersifat relative, tergantung problem spesifik penyakit yang
bersangkutan. Contoh pada penyakit herediter tentunya proporsi inti genetik relative besar,
sedang pada penyakit campak status imunitas penjamu dan lingkungan biologik lebih penting
daripada faktor genetik. Peranan lingkungan sosial lebih besar dari yang lainnya dalam hal
strees mental, sebaliknya pada penyakit malaria peran lingkungan biologis lebih besar.

4. Teori Contagion (Contagion theory)


Teori yang mengemukakan bahwa untuk terjadinya penyakit diperlukan adanya kontak antara
satu orang dengan orang lainnya.Teori ini tentu dikembangkan berdasarkan situasi penyakit
pada masa itu di mana penyakit yang melanda kebanyakan adalah penyakit yang menular
yang terjadi karena adanya kontak langsung.Teori ini bermula dikembangkan berdasarkan
pengamatan terhadap epidemi dan penyakit lepra di Mesir. (Bustan, 2002) Di Eropa, epidemi
sampar, cacar dan demam tifus merajalela pada abad ke-14 dan 15. Keadaan buruk yang
dialami manusia pada saat itu telah mendorong lahirnya teori bahwa kontak dengan mahkluk
hidup adalah penyebab penyakit menular. Konsep ini dirumuskan oleh Girolamo Fracastoro
(1483-1553). Teorinya mengatakan bahwa penyakit ditularkan dari satu orang ke orang lain
melalui zat penular (tranference) yang disebut kontangion.

Fracastoro membedakan 3 jenis kontangion, yaitu :

1. Jenis kontangion yang dapat menular melalui kontak langsung misalnya bersentuhan,
berciuman, dan berhubungan seksual.

2. Jenis kontangion yang dapat menular melalui benda-benda perantara (benda tersebut
tidak tertular, namun mempertahankan benih dan kemudian menularkan pada orang lain).
Misalnya melalui pakaian, handuk, dan sapu tangan.

3. Jenis kontangion yang dapat menularkan dalam jarak jauh. Pada mulanya teori
kontagion ini belum dinyatakan sebagai jasad renik atau mikroorganisme yang baru karena
pada saat itu teori tersebut tidak dapat diterima dan tidak berkembang. Tapi penemunya,
Fracastoro tetap dianggap sebagai salah satu seorang perintis dalam bidang epidemiologi
meskipun baru beberapa abad kemudian mulai terungkap bahwa teori kontagion sebagai jasad
renik. Karantina dan kegiatan-kegiatan anti epidemik hanya merupakan tindakan yang
diperkenalkan pada zaman itu setelah efektivitasnya dikonfirmasikan melalui pengalaman
praktik (Anonim, 2010).

5. Teori Hyppocrates (hippocratic theory)

Hippocrates (460-377 SM), yang dianggap sebagai Bapak Kedokteran Modern telah berhasil
membebaskan hambatan-hambatan filosofis pada zaman itu yang bersifat spekulatif dan
superstitif (takhayul) dalam memahami kejadian penyakit. Ia mengemukakan teori tentang
sebab musabab penyakit, yaitu bahwa :

a. Penyakit terjadi karena adanya kontak dengan jasad hidup


b. Penyakit berkaitan dengan lingkungan eksternal maupun internal sesorang.

Teori itu dimuat dalam karyanya berjudul “On Airs, Waters and Places” Hippocrates sudah
dikenal sebagai orang yang tidak pernah percaya dengan takhayul dan keajaiban tentang
terjadinya penyakit pada manusia dan proses penyembuhannya. Dia mengatakan bahwa
masalah lingkungan dan perilaku hidup penduduk dapat mempengaruhi tersebarnya penyakit
dalam masyarakat. Yang dianggap paling mengesankan dari faham atau ajaran Hippocrates
ialah bahwa dia telah meninggalkan cara-cara berpikir mastis-magis dan melihat segala
peristiwa atau kejadian penyakit semata-mata sebagai proses atau mekanisme yang alamiah
belaka. (Ir. Martini, 2010) Kausa penyakit menurut Hippocrates tidak hanya terletak pada
lingkungan, tetapi juga dalam tubuh manusia. Sebagai contoh, dalam bukunya “On the Sacred
Disease” Hippocrates menyebutkan bahwa epilepsi bukan merupakan penyakit yang
berhubungan dengan tahayul atau agama, melainkan suatu penyakit otak yang diturunkan.
Dalam bidang psikiatri, Hippocrates mendahului teori Sigmund Freud dengan hipotesisnya
bahwa kausa melankoli (suatu gejala kejiwaan atau emosi akibat depresi) yang dialami putra
Raja Perdica II dari Macedonia adalah depresi yang dialami Perdica karena jatuh cinta secara
rahasia dengan istri ayahnya (ibu tirinya) (Bannis & Assocatiates, 2001; Grammaticos dan
Diamantis, 2003; Saracci, 2010). Kontribusi Hippocrates untuk epidemiologi tidak hanya
berupa pemikiran tentang kausa penyakit tetapi juga riwayat alamiah sejumlah penyakit. Dia
mendeskripsikan perjalanan hepatitis akut pada bukunya „About Diseases„: Hepatitis akut
dengan cepat menyebar ke urine menunjukkan warna agak kemerahan pada urin, panas
tinggi, serta rasa tidak nyaman. Pasien meninggal dalam waktu 4 hingga 10 hari.(Bannis &
Assocatiates, 2001; Grammaticos dan Diamantis, 2003)

D.Teori Simpul

1.Definisi Ilmu Kesehatan Lingkungan

Menurut WHO pengertian dari kesehatan adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik,
mental dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan
kecacatan. menurut UU No. 23 /1992 kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Sedangkan definisi dari lingkungan menurut Encyclopedia of Science & Technologi (1960)
adalah sejumlah kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme,
dan menurut Slamet Riyadi tahun 1976 yaitu tempat pemukiman dengan segala sesuatunya
dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung
maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari
organisme. Pengertian kesehatan lingkungan menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan
Lingkungan Indionesia) adalah suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang
keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung
terciptanya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia. Menurut WHO (Word Health
Organization) kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada
antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sedangkan
ilmu kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisipliner yang mempelajari dinamika hubungan
interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen
lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
masyrakat dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahan. selain itu sering
kita kenal ilmu sanitasi lingkungan yang merupakan bagian dari kesehatan lingkungan yang
meliputi tatacara dan usaha individu atau masyarakat untuk mengontrol dan mengendalikan
lingkungan hidup ekternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam
kelangsungan hidup manusia (Chandra, 2007).

2. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Ruang Lingkup Kesehatan lingkungan kita bagi menurut WHO dan menurut pasal 22 ayat
(3) UU No. 23 tahun 1992. Ruang lingkup kesehatan lingkungan menurut WHO ada 17
diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Penyediaan Air Minum

2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran

3) Pembuangan Sampah Padat

4) Pengendalian Vektor

5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia

6) Higiene makanan, termasuk higiene susu

7) Pengendalian pencemaran udara

8) Pengendalian radiasi

9) Kesehatan kerja

10) Pengendalian kebisingan


11) Perumahan dan pemukiman

12) Aspek kesling dan transportasi udara

13) Perencanaan daerah dan perkotaan

14) Pencegahan kecelakaan

15) Rekreasi umum dan pariwisata

16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana


alam dan perpindahan penduduk.

17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

3. Tujan Kesehatan Lingkungan.

Tujuan kesehatan lingkunagan dibagi kedalam tujuan khusus dan tujuan umum. Tujuan
kesehatan secara umum adalah sebagai berikut (Chandar, 2007):

a. melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada
kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

b. melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan


dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.

c. melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu diantara masyarakat dan
institusi pemerintah serta lembaga-lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam
atau wabah penyakit menular.

4. Paradigma Kesehatan Lingkungan.

Paradigma kesehatan lingkungan adalah penggambaran model mempelajari hubungan


interaktif antara komponen lingkungan yang berperan dalam timbulnya gangguan kesehatan
terhadap masyarakat dalam suatu wilayah untuk tujuan pencegahan penyakit. Paradigma
kesehatan lingkungan juga sering disebut dengan teori simpulan. Paradigma kesehatan
lingkungan atau teori simpul juga dapat menggambarkan pathogenesis kejadian penyakit.

5. Permasalahan Kesehatan Lingkungan Di Indonesia

Masalah-masalah kesehatan Di Indonesia yang berkaitan dengan lingkungan ada berbagai


macam diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang
kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum
adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syaratsyarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna

2) Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan (maks
500 mg/l) 3) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)

b. Pembuangan Kotoran/Tinja Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban
dengan syarat sebagai berikut :

1) Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi

2) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki mata air atau
sumur

3) Tidak boleh terkontaminasi air permukaan

4) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain

5) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benarbenar diperlukan,
harus dibatasi seminimal mungkin.

6) Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang. 7) Metode

pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.

c. Kesehatan Pemukiman Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :

1) Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang gerak


yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.

2) Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah

3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan


penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan
tikus, kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya
makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang
cukup
4) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena
keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi
yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh tergelincir.

E.Teori Bloom

1. Teori Taksonomi Bloom

a. Pengertian Taksonomi Bloom

Taksonomi Bloom merupakan teori pembelajaran yang digunakan dalam bidang pendidikan.
Taksonomi ini dihasilkan dari karya pemikiran Bloom yang dijadikan sebagai acuan berpikir
yang dapat meningkat karena mudah dalam penerapan dan pemahamannya. Kata taksonomi
sendiri berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu tassein yang berarti
menggolongkan, dan nomos artinya aturan. Jadi, apabila diterjemahkan berdasarkan dua kata
tersebut, taksonomi memiliki arti kegiatan yang menggolongkan suatu aturan-aturan. Adapun
pengertian taksonomi secara istilah adalah suatu proses menggolongkan tingkatan derajat
berpikir yang dapat meningkat dari yang terendah ke tingkat yang lebih tinggi dan memuat
keseluruhan potensi daya pikir manusia.1 Taksonomi dalam pendidikan diperkenalkan oleh
Benjamin S. Bloom yang disebut dengan istilah Taksonomi Bloom. Taksonomi ini resmi
dipublikasikan pada tahun 1956 M. Pada awalnya taksonomi hanya memuat ranah kognitif
saja, tetapi kemudian para ahli terutama Kratwohl dan Anderson mengembangkannya
menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Bloom berpendapat bahwa
tujuan pendidikan harus mampu mencapai ketiga domain (aspek atau ranah) tersebut.
Hakikatnya Taksonomi Bloom adalah pengembangan sistem pengelompokan perilaku belajar
peserta didik yang terukur, dapat diamati, yang berrtujuan untuk membantu perencanaan dan
penilaian hasil belajar. Taksonomi Bloom memusatkan perhatiannya pada ranah pengetahuan,
sikap, dan keterampilan. Adapun pengertian dari masing-masing ranah adalah cognitive atau
dapat disebut dengan kapabilitas intelektual yang memiliki arti sama dengan pengetahuan,
mengetahui, berpikir atau intelek. Affective semakna dengan perasaan, emosi, dan perilaku,
yang terkait dengan perilaku menyikapi, bersikap atau merasa, dan merasakan. Sedangkan
psychomotor semakna sebuah dengan aturan dan keterampilan fisik, terampil dan melakukan.
b. Klasifikasi Taksonomi Bloom

Taksonomi dalam program pendidikan merupakan suatu usaha yang dapat mengubah
tingkah laku peserta didik melalui mata pelajaran yang sedang dipelajarinya. Hal ini sesuai
dengan pendapat Bunyamin S. Bloom yang menyatakan bahwa proses belajar baik di
madrasah maupun di luar madrasah akan menghasilkan tiga pembentukan kemampuan yang
dikenal sebagai Taksonomi Bloom, yaitu pada ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Adapun klasifikasi dari taksonomi adalah sebagai berikut.

1) Ranah Kognitif (Cognition) Ranah kognitif berasal dari kata cognition yang dapat
disamakan dengan knowing yang memiliki arti mengetahui. Berdasarkan arti yang luas,
cognition atau kognisi ialah peroleh, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Dalam ranah
psikologis hasil belajar peserta didik yang meliputi setiap perilaku mental yang memiliki
hubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan, informasi, pemecah masalah,
kesengajaan dan keyakinan. Menurut Bloom, ranah kognitif terdiri atas enam tingkatan yang
disusun secara urutan tingkatan dari rendah ke tingkatan tinggi, yaitu: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis),
sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation).

a) Pengetahuan (Knowledge) Kegiatan pembelajaran yang menghendaki peserta didik


berpikir untuk mengingat sesuatu yang berkaitan dengan hal-hal yang telah dipelajari dan
disimpan dalam ingatan. Hal tersebut meliputi fakta, bahan, benda, gejala, teori, kaidah, dan
prinsip. Pengetahuan yang sudah disimpan dalam ingatan, kemudian digali pada saat
dibutuhkan dalam bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali (recognition).

b) Pemahaman (Comprehension) Kegiatan pembelajaran yang menghendaki peserta


didik memahami materi atau bahan. Pemahaman dapat ditunjukkan dengan kemampuan
menghubungkan antara faktor, antar konsep, dan antar data, serta meramalkan akibat dari
berbagai penyebab suatu gejala.

c) Penerapan (Application) Kegiatan pembelajaran yang menerapkan pengetahuan


berupa kaidah atau metode, konsep, dan petunjuk teknis yang bekerja pada suatu kasus yang
terjadi dalam kehidupan seharihari dan menggunakan pengetahuan untuk memecahkan
masalah.

d) Analisis (Analysis) Kegiatan pembelajaran analisis, peserta didik diajarkan untuk


menguraikan materi ke dalam bagian atau komponen yang lebih terstruktur dan mudah
dimengerti. Peserta didik juga diajarkan untuk dapat menunjukkan suatu masalah dan
memberi solusi untuk penyelesaian masalah.

e) Evaluasi (Evaluation) Kegiatan pembelajaran yang mengandalkan kemampuan untuk


membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersamaan dengan
pertanggungjawaban atas pendapat tersebut yang berdasarkan krteria tertentu.

f) Sintesis (Synthesis) Proses kegiatan pembelajaran yang memadukan dan


menghubungkan bagian-bagian secara logis sehingga dapat membentuk suatu kesatuan atau
pola baru yang terstruktur

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Fauzi, “Daya Serap Siswa Terhadap Pembelajaran Taksnomi Pendidikan Agama
Islam”, 64 diakses pada 05 Januari, 2019.

Aini Wahyuningsih, “Implementasi Taksonomi Bloom Dalam Pembelajaran Matematika di


MA Asyafi‟iyah Desa Jatirejo, Suruh, Kab. Semarang” (Skripsi, Institut
Agama Islam Negeri Salatiga, 2017).

Akhmad Asron Khusni, “Implementasi Taksonomi Bloom Dalam Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam (PAI) Untuk Membentuk Perilaku Teladan Siswa (Studi Kasus di
SMK Darussalam, Taman, Sidoarjo)” (Skripsi, Institut Agama Islam Negeri
Salatiga, 2008).

Hamriah, “Implementasi Kurikulum 2013 Pada Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Model
Makassar”, Jurnal Al-Qalam, vol. 1, no. 20 (2014): 59 diakses pada 29
Oktober, 2018.

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM: Pembelajaran
Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik (Jakarta: Bumi Aksara,
2014), 60.
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia, “000912 Tahun 2013, Kurikulum Madrasah
2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab,” (13
Desember 2013), 4.

Supardi, Penilaian Auntetik Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotor, 178. W.

S. Winkel, Psikologi Pengajaran, 287-288.

Anda mungkin juga menyukai