Anda di halaman 1dari 262

UNIVERSITAS INDONESIA

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA


INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI
MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT DAN AHP

TESIS

MAHARINA DESIMARIA
2006609514

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI
JAKARTA
2022
UNIVERSITAS INDONESIA

STRATEGI PENINGKATAN KINERJA


INSPEKTORAT JENDERAL KEMENTERIAN DALAM NEGERI
MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT DAN AHP

TESIS

MAHARINA DESIMARIA
2006609514

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI
KEKHUSUSAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN PUBLIK
JAKARTA
2022
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,


dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Maharina Desimaria


NPM : 2006609514
Tanda Tangan :

Tanggal : 4 Juli 2022

ii
PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:


Nama : Maharina Desimaria
NPM : 2006609514
Program Studi : Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik
Judul Tesis : Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri Menggunakan Analisis
SWOT dan AHP

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu
Administrasi (M.A.) pada Program Studi Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik,
Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si. ( )

Ketua Sidang : Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc. ( )

Sekretaris Sidang : Dr. Umanto, M.Si. ( )

Penguji : Dr. Achmad Lutfi, M.Si.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 4 Juli 2022

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri Menggunakan Analisis SWOT dan AHP”. Penulisan
tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Administrasi, Program Studi Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik, Fakultas
Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Chandra Wijaya, M.Si., M.M., selaku Dekan Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Indonesia;
2. Dr. Phil. Reza Fathurrahman, MPP., selaku Sekretaris Program Pascasarjana, Fakultas
Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia;
3. Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si., selaku dosen pembimbing yang saya hormati,
sayangi dan banggakan, saya mengucapkan terima kasih atas segala perhatian,
bimbingan, motivasi yang telah membimbing dengan penuh kesabaran serta dedikasi
pada proses penyusunan tesis;
4. Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc., selaku Ketua Sidang, yang telah memberikan
masukan dan arahan untuk menyempurnakan tesis ini;
5. Dr. Umanto, M.Si., selaku Sekretaris Sidang, yang telah memberikan masukan dan
arahan untuk menyempurnakan tesis ini;
6. Dr. Achmad Lutfi, M.Si., selaku Penguji, yang telah memberikan masukan dan arahan
untuk menyempurnakan tesis ini;
7. Seluruh dosen dan tenaga pengajar, tenaga administrasi, dan perpustakaan Fakultas
Ilmu Administrasi Universitas Indonesia atas ilmu dan bantuannya dalam masa
perkuliahan dan penyusunan tesis;
8. Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri Bapak Dr. Tumpak Haposan
Simanjuntak, MA, CRGP, QGIA, CFrA, CGCAE, yang selalu mendukung saya dalam
penyelesaian tesis ini;

iv
9. Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Bapak Dr. Muhamad Nur, ME,
CRGP.,CFrA., CGCAE, Inspektur II Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
Bapak Dr. Ucok Abdulrauf Damenta, Mag.rer.publ, CGCAE., serta seluruh pejabat dan
teman-teman pada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri yang telah
berkontribusi besar dalam penyelesaian tesis;
10. Rekan-rekan Bagian Analisa dan Evaluasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri yang selalu memberikan dukungan dan perhatian;
11. Suami saya tercinta Raden Nuh Wardhanu, yang selalu memberikan dukungan dan
doa untuk keberhasilan saya;
12. Rekan-rekan bimbingan yang selalu menguatkan dan saling memberi motivasi;
13. Teman-teman Magister Administrasi dan Kebijakan Publik Angkatan 2020 yang
sangat kompak dan sportif serta saling memberikan dukungan selama masa
perkuliahan;
14. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Saya menyadari terdapat kesalahan dan kekurangan di dalam penyusunan tesis ini.
Untuk itu, saya berharap kepada seluruh pihak dapat memberikan masukan yang
bermanfaat demi perbaikan penelitian di masa mendatang. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat.

Jakarta, 4 Juli 2022


Peneliti

v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Maharina Desimaria


NPM : 1906459845
Program Studi : Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik
Fakultas : Ilmu Administrasi
Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti, Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Strategi Peningkatan KinerjaInspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri


Menggunakan Analisis SWOT dan AHP

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagaipenulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian, pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 4 Juli 2022
Yang menyatakan,

(Maharina Desimaria)

vi
ABSTRAK

Nama : Maharina Desimaria


Program Studi : Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik
Judul : Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri Menggunakan Analisis SWOT dan AHP
Pembimbing : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si.

Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri memiliki peran penting dalam


melakukan pengawasan baik pada internal Kementerian Dalam Negeri maupun pada
Pemerintah Daerah. Selama 5 tahun terakhir, jumlah temuan kerugian negara dari
pemeriksa eksternal tidak menurun secara konsisten, indeks reformasi birokrasi tidak
tercapai, hasil survey dari lembaga eksternal menunjukkan nilai kepuasan masyarakat
terhadap kinerja Kementerian Dalam Negeri rendah, serta masih ditemukan permasalahan
hukum atas penyelenggaraan pemerintahan daerah. Untuk meningkatkan kinerja
Inspektorat Jenderal maka dibutuhkan strategi yang tepat. Tujuan dari penelitian ini
adalah: Bagaimana strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri melalui analisis faktor internal dan eksternal organisasi. Penelitian ini
menggunakan pendekatan post-positivism, dan menggunakan konsep SWOT untuk
mendapatkan skor IFAS dan EFAS serta AHP untuk menentukan prioritas strategi yang
dihasilkan dari SWOT. Hasil analisis menunjukkan bahwa aktor yang paling realistis
dalam meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri adalah
APIP, dan yang harus diprioritaskan adalah agar APIP yang telah memiliki sertifikasi
pengawasan menguasai perkembangan tekhnologi informasi dengan memanfaatkan
dukungan dan kerjasama dari lembaga dan sistem dari Kementerian/Lembaga lain.

Kata kunci: Strategi, Peningkatan kinerja, Inspektorat Jenderal, SWOT, AHP.

vii

Universitas Indonesia
ABSTRACT

Name : Maharina Desimaria


Study Program : Administrative Sciences
Title : Performance Improvement Strategy of the Inspectorate General
of the Ministry of Home Affairs Using SWOT and AHP Analysis
Counsellor : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si

The Inspectorate General of the Ministry of Home Affairs plays an important role
in both internal Ministry of Home Affairs oversight and local government oversight.
APIP's role as an assurance and consulting partner is in high demand among
stakeholders, as there are no findings of state losses from external examiners, the
Bureaucratic Reform index is achieved, the public satisfaction index for the performance
of the Ministry of Home Affairs rises, and no legal problems are discovered in the
implementation of local government. The high stakeholder demand for improved internal
supervisor performance necessitates the implementation of the appropriate strategy.
Thus, the research question can be formulated as follows: How is the strategy for
improving the performance of the Inspectorate General of the Ministry of Internal Affairs
through an analysis of internal and external organizational factors? This study employs
a post-positivism approach, utilizing the concept of SWOT to obtain IFAS, EFAS, and
AHP scores in order to determine the priorities of strategies resulting from SWOT. The
analysis results show that APIP is the most realistic actor in improving the performance
of the Inspectorate General of the Ministry of Home Affairs, and what must be prioritized
is that APIP that has been certified for supervision masters the development of
information technology by leveraging support and cooperation from institutions and
systems from other Ministries/Institutions.

Keywords: Strategy, Organizational Performance, Inspectorate General, SWOT, AHP.

viii

Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................. vi
ABSTRAK ..................................................................................................................... vii
ABSTRACT ................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ...................................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Permasalahan Penelitian ...............................................................................25
1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 26
1.4. Signifikansi Penelitian ..................................................................................26
1.5. Sistematika Penelitian...................................................................................26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 28
2.1 Tinjauan Pustaka........................................................................................... 28
2.2 Kerangka Teori ............................................................................................. 50
2.2.1. Organisasi ........................................................................................... 50
2.2.2. Manajemen Strategi ........................................................................... 54
2.2.3. Pengawasan ........................................................................................ 56
2.2.4. Kinerja ................................................................................................ 60
2.2.5. Lingkungan Organisasi ...................................................................... 62
2.3 Operasionalisasi Konsep ...............................................................................67
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 69
3.1. Pendekatan Penelitian ...................................................................................69
3.2. Jenis Penelitian ............................................................................................. 70

ix

Universitas Indonesia
3.2.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat ............................................... 71
3.2.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan ................................................. 72
3.3. Populasi dan Sampel ..................................................................................... 72
3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ...................................................... 74
3.5. SWOT ...........................................................................................................75
3.6. Analytic Hierarchy Process (AHP) .............................................................. 84
3.6.1. Studi Dokumentasi ............................................................................. 91
3.6.2. Focus Group Discussion-1 (FGD) ..................................................... 93
3.6.3. Kuesioner SWOT ............................................................................... 93
3.6.4. Focus Group Discussion-2 (FGD) ..................................................... 95
3.6.5. Kuesioner AHP .................................................................................. 96
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 100
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................ 100
4.2. Gambaran Umum Data Penelitian .............................................................. 105
4.2.1 Gambaran Responden Internal Kuesioner SWOT ........................... 105
4.2.2 Gambaran Responden Eksternal Kuesioner SWOT ........................ 109
4.2.3 Gambaran Responden AHP ............................................................. 112
4.3 Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri menggunakan analisis SWOT dan AHP ............................. 112
4.3.1 Mengidentifikasi Faktor Internal dan Eksternal ............................... 113
4.3.2 Pembobotan Internal Faktor Analysis System (IFAS) dan Eksternal
Faktor Analysis System (EFAS) ....................................................... 142
4.4 Perumusan Strategi Kebijakan dengan Menggunakan AHP ...................... 149
4.4.1 Decomposition (Penyusunan Hierarki) ............................................ 150
4.4.2 Comparative Judgement (Penilaian Responden Perbandingan
Berpasangan) .................................................................................... 154
4.4.3 Synthesis of Priority (Penentuan Bobot Prioritas) ........................... 163
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 183
5.1 Simpulan .....................................................................................................183
5.2 Saran 184
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 186

Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Level Kapabilitas APIP ..................................................................................4


Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan BPK RI yang Berulang dan ...................... 11
Tabel 1.3 Hasil Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi .........................................20
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................................... 41
Tabel 2.2 Matriks SWOT.............................................................................................. 76
Tabel 2.3 Skala Perbandingan Prioritas AHP ............................................................... 87
Tabel 2.4 Operasionalisasi Konsep ...............................................................................67
Tabel 3.1 Skala Perbandingan Secara Berpasangan ..................................................... 71
Tabel 3.2 Jumlah Aparatur Sipil Negara Itjen Kemendagri .........................................73
Tabel 3.3 Jumlah Responden Eksternal Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri ...........................................................................................................73
Tabel 3.4 Responden Analytical Hierarchy Process (AHP) .........................................74
Tabel 3.5 Faktor internal dan indikatornya...................................................................92
Tabel 3.6 Faktor Eksternal dan indikatornya ................................................................ 92
Tabel 3.7 Matriks SWOT.............................................................................................. 96
Tabel 4.1 Perumusan Identifikasi Faktor Internal ...................................................... 114
Tabel 4.2 Perumusan Identifikasi Faktor Eksternal .................................................... 114
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Responden atas Faktor-Faktor Internal ............................. 116
Tabel 4.4 Ringkasan Pembobotan Faktor-Faktor Internal ..........................................117
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Responden atas Faktor-Faktor Eksternal ........................... 130
Tabel 4.6 Ringkasan Pembobotan Faktor-Faktor Eksternal .......................................131
Tabel 4.7 Hasil Penghitungan Score IFAS .................................................................143
Tabel 4.8 Hasil Penghitungan Score EFAS ................................................................ 144
Tabel 4.9 SWOT ........................................................................................................146
Tabel 4.10 Posisi titik, Luas Kuadran, dan Prioritas Strategi .......................................147
Tabel 4.11 Bobot Responden AHP ...............................................................................159
Tabel 4.12 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Aktor ......................................164
Tabel 4.13 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Unsur .....................................165
Tabel 4.14 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Unsur .....................................166
Tabel 4.15 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Unsur .....................................167

xi

Universitas Indonesia
Tabel 4.16 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
BPKP dalam unsur Teknologi Informasi .................................................... 168
Tabel 4.17 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
BPKP dalam unsur Kualitas SDM.............................................................. 169
Tabel 4.18 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
BPKP dalam unsur Komitmen ...................................................................171
Tabel 4.19 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
PEMDA dalam unsur Teknologi Informasi ................................................172
Tabel 4.20 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
PEMDA dalam unsur Kualitas SDM.......................................................... 173
Tabel 4.21 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
PEMDA dalam unsur Komitmen ............................................................... 175
Tabel 4.22 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
APIP dalam unsur Teknologi Informasi ..................................................... 176
Tabel 4.23 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
APIP dalam unsur Kualitas SDM ............................................................... 177
Tabel 4.24 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan Aktor
APIP dalam unsur Komitmen .....................................................................179
Tabel 4.25 Hasil Penentuan Bobot Prioritas Alternatif ................................................181

xii

Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hasil Survei terhadap Indeks Implementasi Berakhlak ........................... 23


Gambar 2.1 Model Konseptual Organisasi ..................................................................54
Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Strategis ................................................77
Gambar 2.3 Analisis SWOT ........................................................................................ 78
Gambar 2.4 Proses Manajemen Strategis ....................................................................80
Gambar 2.5 Score Faktor-Faktor Evaluasi Internal dan Eksternal Organisasi ............81
Gambar 2.6 Struktur Metodologi SWOT ....................................................................83
Gambar 2.7 Kerangka Berfikir SWOT ........................................................................84
Gambar 2.8 Struktur Hirarki AHP ...............................................................................87
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal ...............................................101
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal Tahun 2022 ........................... 101
Gambar 4.3 Struktur Organisasi Sekretariat Inspektorat Jenderal ............................. 102
Gambar 4.4 Struktur Sekretariat Inspektorat Jenderal ...............................................104
Gambar 4.5 Kuadran dan Luas Matrik dalam Analisis SWOT .................................149
Gambar 4.6 Hierarki Model AHP ..............................................................................153
Gambar 4.7 Nilai Prioritas Level Kriteria .................................................................164
Gambar 4.8 Prioritas Unsur pada Aktor BPKP ......................................................... 165
Gambar 4.9 Prioritas Unsur pada Aktor PEMDA ..................................................... 166
Gambar 4.10 Prioritas Unsur pada Aktor APIP ........................................................... 167
Gambar 4.11 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur .................. 168
Gambar 4.12 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Kualitas
SDM .......................................................................................................170
Gambar 4.13 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP .......................................171
Gambar 4.14 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur
Teknologi Informasi...............................................................................172
Gambar 4.15 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA ...................................174
Gambar 4.16 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dalam ........................ 175
Gambar 4.17 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dalam .............................. 176
Gambar 4.18 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dalam .............................. 178
Gambar 4.19 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dalam .............................. 179

xiii

Universitas Indonesia
Gambar 4.20 Prioritas Global Aktor, Unsur dan Alternatif .........................................180
Gambar 4.21 Prioritas Global Alternatif......................................................................181
Gambar 4.22 Ringkasan Analisis Sensitivitas ............................................................. 182

xiv

Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Rekapitulasi Kasus Tindak Pidana Korupsi oleh Kepala Daerah
Tahun 2018 s.d. 2022 .................................................................................9
Grafik 1.2 Rekapitulasi Sertifikasi Keahlian Pegawai Inspektorat Jenderal
Tahun 2022 ................................................................................................ 7
Grafik 1.3 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan BPK RI berupa Temuan Kerugian
Negara pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d. 2021 ............10
Grafik 1.4 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa Temuan
Administrasi pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d. 2021 ...13
Grafik 1.5 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa Temuan
Kerugian Negara pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d.
2021..........................................................................................................14
Grafik 1.6 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa Temuan
Administrasi pada Pemerintah Provinsi Tahun 2016 s.d. 2021 ...............16
Grafik 1.7 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa ..................17
Grafik 1.8 Target dan Capaian Indeks Reformasi Birokrasi .....................................19
Grafik 1.9 Hasil Survei Eksternal Kepuasan Masyarakat atas Pelayanan Publik .....21
Grafik 1. 10 Hasil Survei Eksternal Kepuasan Masyarakat atas Persepsi Korupsi ......21
Grafik 1.11 Diagram Hasil Survei Pejabat Kementerian Dalam Negeri atas .............22
Grafik 4.1 Profil Responden Berdasar Jenis Kelamin ...............................................106
Grafik 4.2 Profil Responden Berdasarkan Usia ......................................................... 107
Grafik 4.3 Profil Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan .................................108
Grafik 4.4 Profil Responden Berdasarkan Jabatan .................................................... 108
Grafik 4.5 Profil Responden Eksternal Berdasar Jenis Kelamin ............................... 109
Grafik 4.6 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Usia.........................................110
Grafik 4.7 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Jenjang Pendidikan .................111
Grafik 4.8 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Instansi ..................................111
Grafik 4.9 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Jabatan ....................................112

xv

Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Semua yang ada di dunia ini pasti akan mengalami perubahan, jadi mau tidak mau,
atau siap tidak siap, perubahan itu pasti terjadi. Begitu pula dengan organisasi, setiap
organisasi pasti akan melakukan perubahan dalam rangka memenuhi tuntutan baik dari
internal organisasi maupun dari eksternal serta untuk mencapai efektivitas organisasi.
Menurut Wibowo (2020) bahwa tujuan akhir organisasi adalah tercapainya efektivitas
organisasional melalui berbagai perubahan yang berkelanjutan, untuk mencapainya
dipengaruhi oleh perilaku individu, proses kelompok dan sosial, dan proses
organisasional. Perubahan organisasi harus dilakukan dengan sistematis, yang didasarkan
terhadap upaya menyesuaikan dengan berbagai perubahan-perubahan, organisasi harus
mengantisipasi perubahan yang telah terjadi, sedang terjadi, ataupun perubahan yang
akan terjadi. Oleh sebab itu sebaiknya organisasi harus terus-menerus melakukan evaluasi
secara internal maupun eksternal secara terus menerus, hal ini guna menentukan strategi
organisasi dalam mengantisipasi perubahan lingkungan terhadap organisasi yang
dimilikinya serta seluruh sistem yang melingkupinya. Setiap organisasi baik publik
maupun privat membutuhkan strategi untuk bertahan dan untuk mencapai kesuksesan
organisasi yang dipimpinnya. Perencanaan strategi sangat penting bagi organisasi karena
akan berdampak positif pada kinerja dan kesuksesan organisasi.
Untuk organisasi pemerintah, meningkatkan kualitas birokrasi bukan hanya
persoalan bagaimana merubah individunya saja, namun harus mengupayakan bagaimana
merubaha sistem yang ada dalam organisasi itu sendiri, sistem tersebut dapat berupa
regulasi-regulasi yang ada dalam organisasi, struktur yang ada apakah telah sesuai dengan
kebutuhan, serta melakukan pembenahan yang adala dalam kelembagaan organisasi
tersebut. Jika organisasi hanya ingin melakukan perubahan pada sumber daya aparaturnya
saja sedangkan sistem yang ada dalam organisasi tidak dirubah maka hal ini menjadi sia-
sia, karena aparatur akan selalu mengikuti sistem yang ada dalam organisasi itu sendiri.
lebih lanjut pimpinan dalam organisasi harus mempunyai komitmen yang kuat untuk
melakukan perubahan dalam organisasi, karena jika pimpinan organisasi tidak berubah
maka aparatur bawahannya akan sulit menolak. Hal ini lah yang akan terjadi jika dalam

1
Universitas Indonesia
2

suatu organisasi hanya berfokus kepada perubahan aparatur dan mengabaikan sistem
yang ada dalam organisasi, oleh karena itu pembenahan sistem yang ada dalam organisasi
sangat penting. Di era globalisasi saat ini dimana komunikasi dan informasi sangat
terbuka, telah menuntut organisasi pemerintah untuk melakukan reformasi birokrasi
diberbagai aspek. Untuk mewujudkan tuntutan zaman tersebut pemerintah tentunya harus
memiliki sumber daya aparatur yang mempunyai kapabilitas yaitu sumber daya yang
memiliki integritas, agile, adaptif dan memiliki kemampuan teknis, kemampuan
manajerial dan sosial cultural, sehingga dapat terwujud good governance.
Untuk mewujudkan good governance, maka organisasi pemerintah harus
mempersiapkan sumber daya aparatur yang berkualitas, karena dengan hal tersebut, maka
perubahan itu akan terjadi, sumber daya aparatur menjadi subjek atau objek dalam setiap
perubahan dalam organisasi. Berbagai kajian dan informasi yang kita dapat, bahwa masih
banyak masyarakat yang kecewa akan buruknya kinerja birokrasi, hal ini disebabkan
berbagai hal diantaranya adalah sumber daya aparatur yang tidak siap menghadapi
berbagai perubahan. Rendahnya produktivitas dan motivasi dari aparatur pemerintahan
mulai dari level tertinggi sampai dengan level yang paling bawah (kepala desa) yang
seharusnya sebagai pelayan masyarakat (service provider) justru malah minta dilayani
oleh masyarakat. Kekecewaan masyarakat akan kinerja aparatur yang tidak memberikan
pelayanan dengan baik, maka pemerintah harus mengambil sikap dengan menentukan
langkah-langkah yang nyata untuk merubah kinerja aparatur itu sendiri. Perubahan
kinerja aparatur tersebut harus didukung dengan kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan kualitas aparatur agar lebih profesional dan memberikan pendidikan dan
pelatihan yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Selain faktor internal organisasi, perubahan dalam organisasi juga disebabkan
karena perubahan dari eksternal, seperti terjadinya globalisasi dan revolusi atas teknologi
informasi (e-Government) hal ini merupakan salah satu tantangan dalam upaya
mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, serta
mempunyai komitmen yang tinggi. Selain faktor dari globalisasi dan revolusi teknologi,
perubahan atas lingkungan politik, sosial dan ekonomi, yang terjadi sangat cepat, serta
semakin tingginya arus atas informasi dari seluruh dunia yang dapat meneyebabkan
infiltrasi/aliran berbagai budaya serta terjadinya ketimpangan informasi pada masyarakat
(digital divide). Perubahan-perubahan ini memerlukan aparatur negara yang mempunyai

Universitas Indonesia
3

knowledge/pengetahuan dan skill/keterampilan yang handal agar mampu mengantisipasi,


dan menggali potensi serta cara yang baru untuk menghadapi berbagai tuntutan akan
perubahan. Disamping itu, aparatur negara juga harus bisa meningkatkan daya saing, dan
mampu menjaga keutuhan akan bangsa dan wilayah dalam negara. Berdasarkan hal itu,
diperlukan berbagai upaya yang lebih holistik dan saling terintegrasi untuk mendorong
upaya peningkatan kinerja birokrasi atau aparatur negara sehingga tercipta pemerintahan
yang bersih serta akuntabel yang merupakan tujuan reformasi dan tuntutan dari
masyarkat. Pengalaman dari berbagai negara menggambarkan bahwa reformasi birokrasi
merupakan langkah yang sanat menentukan atas pencapaian kemajuan dalam negara
tersebut. Melalui program reformasi birokrasi, langkah yang dilakukan melalui penataan
terhadap sistem terkait penyelenggaraan pemerintahan dan kinerja atas birokrasi aparatur
yang tidak hanya untuk mencapai efektif dan efisien tetapi juga birokrasi harus mampu
menjadi tulang punggung dalam berbangsa serta bernegara. Pada tujuan akhirnya, bahwa
keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam perwujudan
good governance.
Kementerian Dalam Negeri termasuk daftar Kementerian yang tertulis di UUD
1945 yang tidak dapat dirubah oleh Presiden. Oleh karenanya, kinerja Kemendagri
menjadi faktor penentu serta berpengaruh besar dalam pencapaian visi Presiden dan
Wakil Presiden Republik Indonesia (RI). Guna mewujudkan visi Presiden dan Wakil
Presiden, maka segala penatalaksanaan kewajiban serta fungsi Kemendagri selalu
berpijak pada visinya. Kemendagri adalah organisasi yang besar dan kompleks, untuk
menjamin akuntabilitas pengelolaan anggaran dan program maka dibutuhkan
pengawasan yang ketat. Seperti yang diutarakan oleh Jiang, L., André, P., & Richard, C.,
(2018) bahwa Organisasi yang besar dan kompleks memiliki kecenderungan memiliki
permintaan yang tinggi untuk audit, karena fungsi audit yang menjamin mutu.
Inspektorat Jenderal merupakan satu-satunya unit kerja eselon I pada Kementerian
Dalam Negeri yang melakukan fungsi pengawasan di tubuh Kementerian Dalam Negeri
dan eksternal pemerintah provinsi. Pengawasan sangat penting pada sistem pemerintahan
mengingat jika kewenangan yang diberikan tanpa pengawasan akan berdampak pada
kekuasaan yang absolute, seperti yang dikemukakan oleh Lord Action seorang
sejahrahwan dari Inggris bahwa “Power tends to corrupt; absolute power corrupts
absolutely, kekuasaan yang mutlak cenderung untuk korup”. Aktor yang memiliki

Universitas Indonesia
4

kewajiban guna mengawasi pengelolaan manajemen yakni Aparat Pengawasan Intern


Pemerintah (APIP). Pengelolaan manajemen akan sukses jika kendali atas kondisi
internal berjalan dengan lancar. Inspektorat punya kewajiban guna melakukan
pengawasan atas efektifnya manajemen internal mengawal dan menjaga sejak dini
sebagai pengingat (early warning) agar aktivitas pengendalian terfokus pada pencegahan
dan pendeteksian terjadinya penyimpangan-penyimpanan pada manajemen. Dengan
beban tugas Inspektorat Jenderal yang cukup berat, Inspektorat Jenderal telah melakukan
berbagai strategi dan inovasi, diantaranya adalah peningkatan kapabilitas APIP,
berdasarkan surat Deputi Kepala BPKP nomor SP-2652/D3/04/2019 tanggal 31
Desember 2019 tentang Hasil Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) atas Penilaian
Mandiri Kapabilitas APIP pada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
sebagaimana pada tabel 1.1. berikut ini:
Tabel 1.1
Level Kapabilitas APIP
APIP telah mampu memberikan keyakinan memadai atas pencapaian
Level 5 tujuan organisasi K/L/D dalam bentuk pencapaian efektivitas dan
(Optimized) efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset, serta
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
APIP secara berkelanjutan telah menjadi mitra strategis bagi organisasi
K/L/D. Selain itu, hasil pengawasan APIP terkait tata kelola, manajemen
Level 4 risiko, dan pengendalian (GRC) telah menunjukkan adanya evaluasi
(Institutionalized) perbaikan kualitas pengawasan secara terus-menerus untuk mendukung
pencapaian tujuan organisasi K/L/D.
APIP telah melaksanakan aktivitas pengawasan (assurance dan
consulting) sesuai dengan standar dan praktik profesional. Dalam
Level 3 kondisi ini, hasil pengawasan APIP sudah berkualitas dan memberikan
(Delivered) keyakinan memadai atas ketataan dan 3E, peringatan dini dan
peningkatan efektivitas MR, serta perbaikan tata kelola bagi organisasi
K/L/D.
APIP telah melaksanakan mandat pengawasan dengan kualifikasi dan
Level 2 kompetensi SDM yang memadai. Namun, aktivitas pengawasan yang
(Structured) dilakukan belum sesuai dengan standar minimal dan praktik profesional
yang disyaratkan.
Level initial dalam kapabilitas APIP menunjukkan bahwa organisasi
APIP telah terbentuk dan telah memiliki mandat untuk melakukan
Level 1 pengawasan intern. Kondisi tersebut menjadi landasan bagi APIP untuk
(Initial) melaksanakan aktivitas pengawasan meskipun belum sepenuhnya
didukung oleh infrastruktur (SDM dan Praktik Profesional) yang
memadai.
Sumber: Peraturan BPKP Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penilaian Kapabilitas APIP
pada Kementerian/Lembaga/Pemda

Universitas Indonesia
5

Berdasarkan tabel 1.1. di atas, terlihat bahwa kapabilitas APIP pada Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri telah mencapai level 3 dari skala 5, kapabilitas APIP
level 3 ini disebut “delivered” yang menunjukkan bahwa APIP telah melaksanakan
aktivitas pengawasan (assurance dan consulting) sesuai dengan standar dan praktik
profesional. Dalam kondisi ini, hasil pengawasan APIP sudah berkualitas dan
memberikan keyakinan memadai atas ketataan dan 3E (Ekonomis, Efisien, dan Efektif),
peringatan dini dan peningkatan efektivitas manajemen risiko, serta perbaikan tata kelola
bagi organisasi. Level kapabilitas APIP berfungsi menginformasikan bahwasannya
makin tinggi dari nilai level yang dipunyai oleh Inspektorat, maka makin baik juga
kapabilitas dan kualitas yang dimiliki oleh Inspektorat tersebut.
Level kapabilitas APIP ini secara implisit dapat menggambarkan bahwa level
efektivitas program dan kegiatan yang merupakan salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan dalam tata kelola pemerintahan, meningkatknya kapabilitas APIP harus
dilakukan secara berkelanjutan, karena dengan meningkatkan kapabilitas APIP maka akan
berpengaruh positif terhadap kapabilitas organisasi, untuk itu APIP dalam kapasitasnya
adalah sebagai unsur pengawas internal pemerintah yang harus terus-menerus meningkatkan
kapasitas dan kapabilitasnya supaya dapat memberikan penilaian terhadap program dan
kegiatan secara independensi dan objektif sehingga dapat memberi nilai tambah bagi
organisasi. Meningkatnya kapabilitas APIP pasti akan membuat organisasi lebih efektif,
karena sesungguhnya APIP memegang peranan yang sangat penging dalam mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik. Saat ini level kapabilitas APIP di tingkat pusat maupun
daerah masih bervariasi, namun pada intinya tiap-tiap APIP mempunyai kewenangan yang
equal yakni mewujudkan Kementerian/ Lembaga/ Pemerintah Daerah mencapai tujuan
organisasi dengan sukses. APIP melakukan keweanganan dengan melakukan pengawasan
berupa kegiatan penjaminan (assurance), pemberian saran (advicer) secara independen,
obyektif dan profesional terhadap jalannya manajemen Risiko, pengendalian internal dan
efektivitas tata kelola organisasi.
Wujud komitmen dan dukungan pimpinan Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri dalam mendukung strategi dan inovasi adalah tersedianya piagam Internal
Audit (Internal Audit Charter), piagam ini menjadi dasar dalam organisasi untuk
mengelola bagaimana melakukan audit internal bisa melakukan tugas-tugasnya serta
membantu dalam melaksanaka fungsi oversight dan memberi sinyal yang jelas akan

Universitas Indonesia
6

independensi oleh audit internal. Strategi dan upaya-upaya lain yang telah dilakukan guna
mengantisipasi perubahan organisasi sebagai berikut: 1) mengikutsertakan pegawai untuk
mengikuti pendidikan dan pelatihan pengawasan hal ini bertujuan agar pegawai memiliki
sertifikasi keahlian pengawasan sepeti manajemen risiko, audit forensik, audit internal,
pengadaan barang/jasa, dan lain-lain; 2) Untuk menghadapi tuntutan globalisasi terhadap
perkembangan tekhnologi informasi, Inspektorat Jenderal telah menyediakan aplikasi
pengawasan Inspektorat Jenderal atau SIWASIAT, hal ini bertujuan untuk memudahkan
dalam menindaklanjuti hasil pengawasan, perencanaan pengawasan, pengaduan
masyarakat dan penilaian jabatan fungsional pengawasan, kegiatan ini yang semula
dilakukan secara manual kini telah berbasis tekhnologi; 3) Kapabilitas APIP terus-
menerus ditingkatkan, menurut Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
selaku organisasi pembina APIP, bahwa saat ini kapabilitas APIP pada Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri telah level tiga dari skala lima, hal ini menunjukkan
bahwa kapabilitas APIP telah berubah dari watchdog atau mencari-cari kesalahan
menjadi consulting partner atau mitra kerja. Capaian kapabilitas APIP ini bukanlah hal
yang mudah karena banyak indikator penilaian yang dilakukan oleh BPKP, capaian
kapabilitas APIP level tiga ini merupakan wujud komitmen pimpinan dan jajaran dalam
mengantisipasi perubahan lingkungan; 4) Untuk menetapkan strategi Inspektorat Jenderal
tentunya tidak terlepas dari kewenangan dan mandat yang diberikan, kewenangan
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri diatur dalam peraturan perundang-
undangan dan peraturan pemerintah, dimana secara eksplisit menegaskan bahwa
Inspektorat Jenderal melaksanakan fungsi sebagai pengawas atau pengendali internal
untuk mewujudkan efektivitas organisasi; 5) Untuk menghadapi perubahan lingkungan
dan risiko yang akan dihadapi, maka setiap tahun disusun Permendagri tentang rencana
pengawasan. Setiap organisasi tidak bisa bekerja secara silo-silo, organisasi harus
berkolaborasi dengan organisasi lainnya, saat ini dalam mengantisipasi perubahan
eksternal, Inspektorat Jenderal telah melakukan kolaborasi dengan berbagai instansi
pemerintah lainnya yang terkait dengan pengawasan atau pencegahan korupsi, seperti
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), Aparat Penegak Hukum (APH), dan Ombudsman. Kolaborasi ini dituangkan
dalam suatu ikatan formal dalam bentuk Memorandum of Understanding dan Perjanjian
Kerjasama.

Universitas Indonesia
7

Upaya peningkatan kapasitas pengawasan juga terus ditingkatkan, pada tahun 2022
sebanyak 62 pegawai Inspektorat Jenderal telah memiliki sertifikasi pengawasan dari
lembaga yang independent dan kredibel, sebagaimana grafik berikut ini:

Grafik 1.1 Rekapitulasi Sertifikasi Keahlian Pegawai Inspektorat Jenderal


Tahun 2022
30 29

25

20

15
10 9
10
6
4
5 2
1 1
0

CGAP CRMP CRMO CRGP QIA PBJ CFrA CGCAE

Sumber: Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.1 di atas terlihat bahwa tahun 2022 tren pegawai yang
memiliki sertifikasi pengawasan meningkat, sebanyak 1 orang telah memiliki Certified
Government Auditing Professional (CGAP) adalah program sertifikasi yang dirancang
khusus untuk para auditor yang bekerja di pemeintahan yang berada di semua level,
sebanyak 1 orang telah memiliki CRMP atau Certified Risk Management Professional
merupakan pengakuan atas kompetensi SDM atas manajemen risiko, sertifikat ini
diberikan oleh LSPMR (Lembaga Sertifikasi Profesi Manajemen Risiko) kepada para
profesional agar dapat menerapkan dan mengembangkan MRKT (Manajemen Risiko
Korporat Terintegrasi), sebanyak 2 orang telah memiliki sertifikasi CRMO atau Chief
Risk Management Officer adalah eksekutif yang bertanggung jawab untuk
memungkinkan tata kelola risiko yang signifikan secara efisien dan efektif, dan peluang
terkait, untuk bisnis dan berbagai segmennya, sebanyak 10 orang telah bersertifikasi
CRGP atau Sertifikasi Certified in Risk Governance Professional ini dirancang bagi para
professional dengan jabatan atau peran di tingkat organ organisasi yang bersifat strategik,
sebanyak 9 orang telah bersertifikasi QIA atau Qualified Internal Auditor (QIA)
merupakan sertifikasi profesi pada aspek audit internal yang menggambarkan kualitas

Universitas Indonesia
8

serta profesionalisme dari aparatur yang memilikinya, sebanyak 29 orang telah memiliki
sertifikasi pengadaan barang/jasa pemerintah, sebanyak 4 orang telah memiliki sertifikasi
CFrA atau Certified Forensic Auditor adalah sertifikasi profesi di bidang audit forensik
yang telah mendapat pengakuan dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan
sebanyak 6 orang telah memiliki sertifikasi CGCAE atau Certified of Government Chief
Audit Executive untuk pimpinan APIP.
Meskipun berbagai strategi telah dilakukan, namun secara faktual Inspektorat
Jenderal masih menghadapi berbagai tantangan utama dalam peningkatan kinerja, yaitu:
1)rendahnya Indeks Reformasi Birokrasi Kemendagri oleh KEMENPANRB; 2)
tingginya jumlah temuan kerugian negara pada Kemendagri atas hasil pemeriksaan BPK
RI; 3) rendahnya kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan Kemendagri; 4)
rendahnya kepercayaan publik terhadap Kemendagri; 5) masih terdapat kepala daerah
yang tersangkut kasus korupsi (Itjen Kemendagri selaku Binwas Pemda); dan 6)
rendahnya kepercayaan K/L Teknis terhadap Kemendagri (Itjen Kemendagri selaku
Koordinator Binwas).
Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan oleh APIP terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah mempunyai tujuan guna menciptakan agar tata kelola pemerintahan
dapat berjalan dengan baik, dimana hal ini secara tidak langsung atau otomatis dapat
menekan angka korupsi yang terjadi di daerah, seperti yang kita ketahui dari berbagai
jurnal dan media bahwa masih banyak kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi
bahkan terjadi operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, bahkan
bukan hanya kepala daerah, banyak Aparatur Sipil Negara yang terkena kasus korupsi
setipa tahunnya tidak menurun secara konsisten, banyak kasus kepala daerah yang
tersangkut kasus korupsi dapat terlihat bahwa dalam 6 tahun terakhir kepala daerah yang
terkena kasus korupsi oleh KPK masih cukup tinggi, pada tahun 2016 sebanyak 34 kepala
daerah, tahun 2017 sebanyak 68 kepala daerah, tahun 2018 sebanyak 143 kepala daerah,
tahun 2019 sebanyak 77 kepala daerah, tahun 2020 sebanyak 61 kepala daerah, tahun
2021 sebanyak 6 kepala daerah, sebagaimana diagram berikut ini:

Universitas Indonesia
9

Grafik 1.2 Rekapitulasi Kasus Tindak Pidana Korupsi oleh Kepala Daerah
Tahun 2016 s.d. 2021

114

66
53 48
29
21
13 15 11 13
1 5

2016 2017 2018 2019 2020 2021

Pemerintah Provinsi Pemerintah Kabupaten/Kota

Sumber: Komisi Pemberantasan Korupsi, data diolah kembali oleh peneliti (2022)

Melihat tabel di atas terlihat jelas angka korupsi kepala daerah yang terjadi di
pemerintahan daerah memiliki angka yang cukup tinggi terutama di pemerintahan
Kabupaten dan Kota. Hampir 87% lebih kasus-kasus korupsi terjadi pada proses
pengadaan barang dan jasa, oleh karena itu Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri harus mengawal proses pengadaan barang dan jasa dan memberikan assurance,
monitoring dan evaluasi serta memberikan asistensi kepada daerah. Sebagaimana
tertera pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang atau jasa
pemerintah, bahwa APIP bertugas untuk melakukan pengawasan pengadaan barang
dan jasa, APIP betugas melakukan pengawasan pada internal atas pelaksanaan tugas
dan fungsi serta memastikan bahwa setiap kegiatan atas pengelolaan keuangan negara
telah akuntabel. Sebagai panduan APIP dalam melakukan pengawasan, BPKP telah
menerbitkan peraturan terkait probity audit, kehadiran APIP dalam probity audit
diharapkan dapat memberikan keyakinan yang memadai, rasa aman dan nyaman
kepada pimpinan, sehingga pimpinan tidak terjerumus ke ranah hukum dikarenakan
hasil probity yang tidak berkualitas.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) setiap tahun melakukan pemeriksaan atas
kinerja, pemeriksaan dengan tujuan tertentu dan pemeriksaan atas laporan keuangan.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK dari tahun 2017 sampai dengan tahun
2021, masih terdapat temuan terkait lemahnya Sistem Pengendalian Internal (SPI) dan
ketidakpatuhan Kementerian Dalam Negeri terhadap peraturan perundang-undangan dan

Universitas Indonesia
10

temuan terkait kerugian negara yang jumlahnya cukup signifikan. Sebagaimana pada
grafik 1.3 berikut ini:

Grafik 1.3 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan BPK RI berupa Temuan Kerugian


Negara pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d. 2021

20.427.919.156,23
19.586.541.648,91

16.132.647.320,48

11.556.541.038,44

6.821.848.274,57

2017 2018 2019 2020 2021

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2017 s.d. 2021,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.3 di atas terlihat bahwa hasil pemeriksaan BPK RI atas
lemahnya Sistem Pengendalian Internal dan ketidakpatuhan terhadap perundang-
undangan yang menyebabkan kerugian negara tidak menurun secara konsisten. Hal ini
bisa disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah rendahnya kepedulian APIP
terhadap hasil pengawasan eksternal seperti BPK. Hasil pemeriksaan BPK belum menjadi
entry point APIP untuk melakukan pembinaan terhadap unit kerja yang terdapat temuan
kerugian negara, kurangnya pembinaan, monitoring atau asistensi dari APIP terhadap unit
kerja tersebut, menyebabkan temuan kerugian negara setiap tahun tidak menurun secara
konsisten. Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian telah beberapa kali menyampaikan
bahwa diharapkan ke depan tidak terdapat lagi temuan kerugian negara pada Kementerian
Dalam Negeri, tentunya hal ini harus betul-betul dikawal oleh Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri. APIP harus melakukan montioring secara berkelanjutan
sehingga apabila terjadi kesalahan maka APIP segera memberikan early warning
terhadap unit kerja terkait, hal ini bertujuan ketika pemeriksaan eksternal seperti BPK

Universitas Indonesia
11

melakukan pemeriksaan, maka kesalahan-kesalahan telah dimitigasi, dan angka temuan


kerugian negara tidak ditemukan lagi.
Pengendalian internal sangat diperlukan untuk mencegah temuan dari pemeriksa
ekstenal, pengendalian internal yang dilakukan oleh APIP merupakan representasi dari
rangakaian kegiatan yang ada dalam organisasi, proses dari pengendalian internal
tujuannya adalah untuk memberikan keyakinan memadai terkait pencapaian dari tujuan
pengendalian operasional secara efektif dan efisien, keandalan atas laporan keuangan, dan
kepatuhan terhadap peraturan-peraturan (COSO, 2013). Lebih lanjut Cuomo (2007)
menyampaikan bahwa dengan diimplementasikannya pengendalian internal pada
organisasi dapat melindungi aset organisasi dari fraud dan tentunya membantu
manajemen dalam melaksanakan segala aktivitasnya. Pengendalian internal sangat
diperlukan dalam organisasi, karena dengan dengan pengendalian maka akan memitigasi
risiko-risiko yang tidak diinginkan.
Rendahnya pengendalian internal pada Inspektorat Jenderal, selain mengakibatkan
tingginya angka temuan kerugian negara oleh pemeriksa eksternal sebagaimana tersebut
di atas, juga menyebabkan temuan dari BPK yang berulang-ulang setiap tahunnya dan
hal ini perlu mendapat perhatian dari Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
agar tidak terjadi di tahun-tahun mendatang, adapun temuan-temuan yang berulang
tersebut, sebagaimana yang tertera pada tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan BPK RI yang Berulang dan


Perlu Mendapat Perhatian

No Jenis Belanja Temuan Berulang


1 Belanja Pegawai Kelebihan pembayaran belanja pegawai (tunjangan kinerja)
2 Belanja Barang a. Kelebihan pembayaran belanja kegiatan non operasional
b. Kelebihan pembayaran belanja pemeliharaan
c. Kelebihan pembayaran belanja jasa konsultansi
d. Kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas
e. Belanja barang tidak didukung dengan bukti yang lengkap
3 Belanja Modal a. Keterlambatan pekerjaan
b. Kelebihan pembayaran atas kontrak pengadaan jasa
konstruksi yang terjadi karena kekurangan volume pekerjaan
atau pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis serta
pemborosan
4 PNBP Penatausahaan piutang PNBP belum tertib (tidak akurat dan
tidak dapat ditelusuri)

Universitas Indonesia
12

No Jenis Belanja Temuan Berulang


5 Persediaan a. Pencatatan mutasi persediaan tidak sesuai stock opname
b. Tidak menyelenggarakan kartu stock
c. Penyimpanan dan pengamanan tidak memadai
6 Aset Tetap a. Laporan kondisi BMN tidak akurat
b. Aset belum diberikan label
c. Aset dikuasai pihak lain
d. Satker masih mencatat aset yang telah diserahterimakan
kepada satker lain
e. Penggunaan aset tanpa surat ijin
Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2016 s.d. 2020,
data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan tabel 1.2 di atas, dapat disimpulkan terjadinya temuan BPK pada
Kementerian Dalam Negeri yang berulang-ulang setiap tahunnya yaitu temuan belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP),
Persediaan, dan Aset tetap. Adapun penyebab utama terjadinya temuan yang berulang
ulang tersebut adalah koordinasi dan kerjasama antara pemeriksa eksternal dan internal
selama ini belum berjalan efektif. Alzeban dan Gwillam (2014) menyatakan bahwa
hubungan atau koordinasi serta kerjasama antara auditor pada internal dan eksternal
sangat penting dan sangat bermanfaat untuk audit dalam organisasi dan pemangku
kepentingan eksternal. Sebagai contoh koordinasi dan kerjasama yang dilakukan oleh
auditor mencakup perencanaan bersama dan saling tukar-menukar informasi, opini, serta
laporan untuk memfasilitasi agar audit berkualitas tinggi dan guna mencegah terjadinya
pengulangan kerja yang tidak perlu. Badara dan Saidin (2014) menyatakan bahwa dalam
rangka meningkatkan operasionalisasi organisasi menuju pencapaian tujuan, hal yang
sangat penting yang harus diketahui oleh semua auditor adalah mereka tahu bahwa tugas
dan peran antara auditor eksternal dan internal adalah sama-sama untuk menciptakan agar
organisai dapat berjalan sesuai dengan ketentuan sehingga dapat berjalan secara efektif
dan efisien.
Selanjutnya, berdasarkan Pasal 683 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13
Tahun 2021 terkait Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri menyebutkan
bahwasanya Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri sebagai unit kerja yang
melakukan tugas pengawasan dan menjalankan fungsi pengawasan pada internal
Kementerian Dalam Negeri juga melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Terkait hal tersebut Inspektorat Jenderal telah melaksanakan fungsi

Universitas Indonesia
13

pengawasan terhadap 12 Unit Kerja Eselon I pada internal Kementerian Dalam Negeri
dan Unit Pelaksana Tugas Kementerian Dalam Negeri yang berada di daerah, atas hasil
pengawasan dari para APIP tersebut yang dilakukan setiap tahun dengan hasil
pengawasan sebagaimana pada grafik 1.4 di bawah ini:

Grafik 1.4 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa Temuan


Administrasi pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d. 2021

588

465 475
430
352 327
275 273
225
186

2016 2017 2018 2019 2021

Temuan Rekomendasi

Sumber: Laporan Hasil Pengawasan APIP Inspektorat Jenderal Kemendagri,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.2 di atas, terlihat bahwa hasil pengawasan APIP Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri terhadap internal Kementerian Dalam Negeri
terdapat temuan administrasi yang cukup tinggi, hal ini disebabkan masih terjadi miss
persepsi terhadap fungsi APIP, fungsi APIP sebagai pengendali internal masih sebatas
wacana, karena APIP masih nyaman dengan fungsi sebagai pengawas atau pemeriksa.
Hailemariam (2014) menyebutkan persepsi adalah proses untuk mencapai kesadaran atau
pemahaman informasi sensorik atau itu adalah gambaran mental atau pengakuan intuitif
pengalaman ketika menyadari unsur-unsur lingkungan. Hailemariam (2014) menyatakan
bahwa agar berfungsi dengan efektif, maka auditor internal dan pengguna jasa audit harus
sama-sama memiliki pemahaman tentang apa saja yang membuat kegitan audit internal
memiliki value added. Apabila antara auditor dan auditee gagal dalam pemahaman
tersebut, maka hal ini dapat menyebabkan timbulnya persepsi bahwa audit internal yang
dilakukan kepada internal organisasi justru akan menghambat tercapainya tujuan
organisasi.

Universitas Indonesia
14

Miss persepsi APIP terhadap fungsi pengendalian internal terhadap auditee


khususnya pada Kementerian Dalam Negeri adalah pada satuan unit kerja eselon I
Kementerian Dalam Negeri dan pada Organisasi Perangkat Daerah yang berada di daerah
dalam hal ini adalah pegawai yang bekerja dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD), bahwa kinerja yang dilakukan oleh APIP sangat penting untuk disamakan
persepsi atau pemahaman bahwa apa yang dilakukan oleh APIP tujuannya adalah untuk
membuat organisasi berjalan lebih efektif dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai dan bukan sebagai faktor yang akan menghambat atau membuat gagal dalam
mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Untuk menyelesaikan miss persepsi ini maka
pimpinan harus memberikan pemahaman tentang betapa pentingnya fungsi audit internal,
maka antara auditor dan auditee akan bekerjasama dan saling mendukung proses
pengawasan (Cohen & Sayag, 2010). Kurangnya pemahamana ini maka menyebabkan
tingkat temuan APIP selaku pengendali internal hampir sama dengan tingkat temuan dari
pemeriksa eksternal, hal ini dapat terlihat dari temuan kerugian negara, sebagaimana tabel
1.5 berikut ini:
Grafik 1.5 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa Temuan
Kerugian Negara pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d. 2021

1.005.903.184,50
1.081.630.495,00 1.103.757.928,00
776.198.905,64
164.446.617,42

2016
2017
2018
2019
2021

Sumber: Laporan Hasil Pengawasan APIP Inspektorat Jenderal Kemendagri,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.5. di atas, bahwa rekapitulasi hasil pengawasan APIP


Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri terdapat temuan temuan kerugian negara
cukup tinggi. Peran APIP menjamin bahwa program dan anggaran yang digunakan telah

Universitas Indonesia
15

tepat dengan sasaran, Roussy (2013) berpendapat bahwasanya ada dua macam peran
auditor internal yakni membantu penyelenggaraan pemerintahan agar dapat berjalan
sesuai ketentuan dan melakukan pengawasan atas suatu program yang telah selesai
dikerjakan. Badara dan Saidin (2014) menyatakan bahwa pengalaman melakukan audit
merupakan faktor yang penting yang perlu dipertimbangkan ketika ingin menguji
efektivitas audit internal, karena pengalaman melakukan audit memungkinkan auditor
dapat memberikan output audit yang lebih baik sehingga bisa menghasilkan rekomendasi
yang berkualitas. Pengalaman audit merupakan suatu hal yang mengacu terhadap
berbagai jenis pengetahuan serta keterampilan yang diperoleh auditor, pengalaman
tersebut sebagai hasil secara jangka panjang dari pekerjaan yang pernah dilakukan pada
profesi audit yang gunanya untuk meningkatkan efektivitasnya dalam melaksanakan
rangkaian kegiatan audit, hal ini seperti yang dinyatakan oleh Badara dan Saidin (2014)
Selanjutnya berdasarkan pada Pasal 377 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
terkait Pemda, menyebutkan bahwa Menteri Dalam Negeri menjalankan pengawasan
umum kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, mencakup 9 aspek yaitu
melakukan pengawasan atas 1) urusan pemerintahan yang menjadi kewenganan pada
daerah provinsi, 2) kelembagaan pada daerah provinsi, 3) kepegawaian pada perangkat
daerah provinsi, 4) keuangan pada daerah provinsi, 5) pembangunan daerah provinsi, 6)
pelayanan publik di daerah provinsi, 7) kerja sama pada daerah provinsi, 8) kebijakan
pada daerah provinsi, dan 9) Gubernur dan DPRD pada daerah provinsi. Pengawasan
umum secara teknis dikerjakan oleh APIP Kementerian Dalam Negeri dan pengawasan
teknis dilaksanakan oleh Kementerian Teknis yang mempunyai dana dekonsentrasi atau
tugas pembantuan pada pemerintah provinis. Kementerian Dalam Negeri juga memeriksa
urusan teknis yang ada pada Kementerian Dalam Negeri mencakup 3 aspek yaitu 1)
Kependudukan dan pencatatan sipil 2) Pembinaan masyarakat desa 3) Ketentraman,
ketertiban dan perlindungan masyarakat. Dalam menjalankan pengawasan umum APIP
mempunyai tujuan untuk mewujudkan clean governance, dan tidak terjadi kesalahan pada
tahun-tahun mendatang, selanjutnya APIP akan mengeluarkan hasil pemeriksaan berupa
temuan dan rekomendasi yang wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi,
sebagaimana yang tertuang dalam PP nomor 12 tahun 2017 bahwa paling lambat 60 hari
sejak Laporan Hasil Pemeriksaan diterima oleh Pemda maka wajib hukumnya

Universitas Indonesia
16

menindaklanjuti temuan dan rekomendasi tersebut, sebagaimana rekapitulasi di grafik di


bawah ini:

Grafik 1.6 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa Temuan


Administrasi pada Pemerintah Provinsi Tahun 2016 s.d. 2021

1368

1065
986
871
717 757
634
534
442 440

2016 2017 2018 2019 2021

Temuan Rekomendasi

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan APIP Inspektorat Jenderal Kemendagri,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.6 di atas, masih terdapat temuan APIP berupa kesalahan
administrasi pada pemerintah provinsi cukup tinggi, bahkan pada tahun 2021 terdapat 440
temuan dan 757 rekomendasi, hal ini disebabkan karena Standar Operasional Prosedur
(SOP) tentang mekanisme pendampingan atau pembinaan terhadap daerah belum ada,
APIP dalam melakukan pembinaan seperti monitoring, reviu, asistensi dan
pendampingan masih bersifat parsial-parsial dan belum secara berkelanjutan. Jika SOP
telah tersusun dengan baik, seharusnya tidak terdapat lagi temuan administrasi yang
cukup signifikan, dikarenakan sebelum APIP melakukan pemeriksaan maka APIP telah
melaksanakan prosedur yang awal yaitu reviu, monitoring dan asistensi.
Selanjuntya berikut adalah grafik hasil pengawasan APIP berupa temuan kerugian
negara pada Pemerintah Provisi, sebagaimana tabel 1.7 berikut ini:

Universitas Indonesia
17

Grafik 1.7 Rekapitulasi Hasil Pengawasan Inspektorat Jenderal berupa


Temuan Kerugian Negara pada Pemerintah Provinsi Tahun 2016 s.d. 2021

47.136.757.447,00

18.000.000,00 1.115.821.818,00 214.547.995,00 204.748.509,00

2016 2017 2018 2019 2021

Sumber: Laporan Hasil Pemeriksaan APIP Inspektorat Jenderal Kemendagri,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.5. di atas, rekapitulasi hasil pengawasan Inspektorat Jenderal


Kementerian Dalam Negeri pada pemerintah provinsi terdapat peningkatan temuan
kerugian negara yang signifikan, dengan peningkatan jumlah temuan kerugian negara
tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja Inspektorat Jenderal sebagai sebagai early
warning dengan melakukan asistensi atau pendampingan pada setiap pemerintah provinsi
untuk memitigasi terjadinya penyimpangan tidak optimal. Salah satu faktor yang
mempengaruhi tingginya temuan kerugian negara pada pemda atas hasil pemeriksaan
APIP dikarenakan kemampuan teknis APIP dalam melakukan pembinaan belum optimal.
APIP sebagai pengendali internal seharusnya melakukan pembinaan kepada pemerintah
provinsi agar tidak terdapat temuan kerugian negara. selain kemampuan teknis APIP
belum memadai, sumber daya manusia yang ada baik secara kuantitas maupun kualitas
belum memadai, sehingga pelaksanaan pendampingan maupun pengawasan oleh APIP
kepada Pemerintah Provinsi tidak optimal.
APIP merupakan internal audit yang melakukan pengendalian atas pelaksanaan
kegiatan dan anggaran melalui asistensi, reviu, dan evaluasi, sehingga apabila
pengendalian internal tersebut telah dilakukan secara optimal maka temuan pemeriksaan
internal akan semakin rendah dan menunjukkan bahwa kinerja APIP semakin baik. Hal
ini sebagaimana diungkapkan oleh Boynton & Johnson (2006) bahwa internal audit
merupakan fungsi pengawasan atas pengendalian internal yang melakukan pengujian

Universitas Indonesia
18

serta pengevaluasian atas cukup serta efektifnya pengendalian. Berpijak pada Peraturan
Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 terkait SPIP guna mengawasi kondisi internal dimaknai
bahwasannya semua laju aktivitas audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya atas penyelenggaraan kewajiban serta fungsi organisasi guna memberi
keyakinan yang proporsional. Bahwasannya aktivitas sudah dikerjakan menyesuiaikan
patokan yang sudah dicanangkan dengan efektif serta efisien bagi kepentingan pimpinan
guna menciptakan kepemerintahan yang bagus.
Saat ini, ada tuntutan kepada birokrasi supaya bisa melakukan pergerakan lebih luwes,
dinamis, bersih, dan akuntabel sehingga bisa menyesuaikan perubahan yang silih berganti
dengan cepat serta dipenuhi ketidakpastian, diantara program pemerintah guna menciptakan
hal tersebut yakni lewat rencana reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi adalah usaha guna
mewujudkan pembaharuan dan perubahan prinsipil atas aturan diselenggarakannya sebuah
pemerintahan, di samping itu, reformasi birokrasi yakni rencana strategis guna menyusun
aparatur negara supaya semakin memiliki daya serta sukses dalam menjalankan kewajiban
umum pemerintahan dan pembangunan nasional dalan pelayanan. Reformasi Birokrasi
merupakan gagasan dari pemerintah yang fokusnya pada penanaman prinsip pemerintahan
yang bersih atau clean government dan pemerintahan yang baik atau good governance.
sebagaimana yang kita ketahui bahwa ada delapan area perubahan yang harus dilakukan oleh
semua instansi pemerintahan dalam upaya mewujudukan good governance, pelaksanaan
reformasi birokrasi itu sendiri telah diberikan reward oleh Kementerian Pendayagunaan
Aparatur dan Reformasi Birokrasi apabila target-target yang telah ditetapkan oleh Menpan
dapat tercapai secara optimal. dan perubahan pada delapan area perubahan tersebut
diharapkan bukan hanya perubahan pada dokumen yang ada, namun betul-betul perubahan
secara fundamental, yaitu perubahan budaya kerja dan komitmen untuk melakukan
perubahan secara bersama dari pucuk pimpinan sampai ke bawahan, serta perubahan itu
bukan hanya pada sumber daya aparaturnya tetapi sampai ke sistem yang ada dalam
organisasi itu sendiri. Karena jika hanya merubah aparaturnya saja, namun sistem dalam
organisasi itu tidak dirubah, makan akan sia-sia, karena aparatur setiap tahun akan berubah,
disebabkan pensiun, wafat, mutasi dan lain sebagainya. oleh karena itu perubahan sistem
merupakan hal yang sangat penting.
Dalam mewujudkan terciptanya reformasi birokrasi di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri, maka APIP berkewajiban melakukan pengawasan internal guna memotivasi

Universitas Indonesia
19

terciptanya sistem pemerintahan yang berintegritas. Pengawasan internal diharap memiliki


landasan yang kokoh serta sistematis, dan mampu untuk mendeteksi dini atas adanya
dugaan perilaku koruptif dan penyelewengan wewenang di lembaganya. Dalam hal ini
APIP memiliki peran yang sangat penting dan strategis pada saat pengimplementasian
reformasi birokrasi yang merupakan tugas serta fungsi APIP sebagai Penilai Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.
Hasil evaluasi nilai indeks reformasi birokrasi tahun 2020 pada Kementerian Dalam
Negeri adalah sebagaimana grafik 1.8 di bawah ini:

Grafik 1.8 Target dan Capaian Indeks Reformasi Birokrasi


Kementerian Dalam Negeri Tahun 2017 s.d. 2021

82,00 83,00 84,00 85,01 87,01

75,03
75,02 78,53
75,43 75,90

2017
2018
2019
2020
2021

Target Capaian

Sumber: Renstra Kementerian Dalam Negeri dan LHE Menpan RB 2022,


data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa nilai reformasi birokrasi di


Kementerian Dalam Negeri belum mencapai target yang telah ditetapkan dalam
Kepemendagri nomor 061-4733 tahun 2020 tentang Roadmap Reformasi Birokrasi
Kementerian Dalam Negeri tahun 2020-2024 yang menyatakan bahwa target nilai indeks
reformasi birokrasi pada Kementerian Dalam Negeri tahun 2020 dan 2021 adalah 85,01,
sedangkan hasil evaluasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi
Birokrasi yang dituangkan di surat Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi
Birokrasi nomor B/40/M.RB.06/2021 tanggal 31 Maret 2021 bahwa nilai indeks reformasi
birokrasi Kementerian Dalam Negeri tahun 2020 adalah 75,90, selanjutnya berdasarkan
surat Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi nomor

Universitas Indonesia
20

B/03/M.RB.06/2022 tanggal 7 Maret 2022 bahwa nilai indeks reformasi birokrasi


Kementerian Dalam Negeri tahun 2021 adalah 78,53.
Tidak tercapainya nilai indeks reformasi birokrasi pada Kementerian Dalam Negeri
tentunya disebabkan oleh berbagai permasalahan, permasalahan yang khusus adalah pada
fungsi pengawasan yang tidak berjalan secara optimal, sehingga target-target yang harus
dicapai dan sudah dicanangkan oleh Menteri Dalam Negeri yang tertuang pada Roadmap
Reformasi Birokrasi Kementerian Dalam Negeri tidak tercapai. Tidak berjalannya fungsi
pengawasan dalam mewujudkan target-target disebabkan karena disain struktur pada
Inspektorat Jenderal masih dirasakan belum sesuai dengan kebutuhan organisasi. Beban
kerja yang sangat tinggi dalam melakuan pembinaan, pengawasan dan mengawal target-
target reformasi birokrasi bukanlah pekerjaan yang ringan, hal ini membutuhkan struktur
dan sarana prasarana yang mumpuni.
Pada hasil evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi Kementerian Dalam Negeri
Tahun 2020 diketahui nilai profesionalitas ASN masih rendah dengan nilai 64 dari skala
100 dan nilai mutu pengelolaan pengadaan barang dan jasa masih kurang dengan nilai 0
dari skala 100, sebagaimana tabel 1.3 berikut ini:

Tabel 1.3 Hasil Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi


Kementerian Dalam Negeri Tahun 2021

No Hasil Antara Skala Nilai Keterangan

1 Profesionalitas ASN 0-100 64,00 Rendah


2 Mutu Pengelolaan Pengadaan 0-100 0 Kurang
Barang dan Jasa
Sumber: Surat Menpan-RB Nomor B/40/M. RB.0 6/2021 tanggal 31 Maret 2021,
data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.3 di atas, rendahnya profesionalitas ASN dan kurangnya mutu
pengelolaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Kementerian Dalam Negeri
dikarenakan rendahnya pengawasan Inspektorat Jenderal terhadap profesionalitas ASN
pada setiap Unit Kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri, seperti kegiatan asistensi dan
pengawasan APIP terhadap harmonisasi/sinkronisasi peraturan perundang-undangan,
penyederhanaan birokrasi terkait penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan
fungsional belum diterapkan secara menyeluruh, pola pengembangan sumber daya
manusia belum terintegrasi antara Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia dan

Universitas Indonesia
21

Institut Pemerintahan Dalam Negeri, pembangunan manajemen talenta dan


pengembangan pegawai berbasis kompetensi belum tersedia, tindak lanjut terhadap hasil
monitoring dan evaluasi penanganan benturan kepentingan belum optimal, serta hasil
pengawasan Inspektorat Jenderal belum menjadi feedback bagi organisasi dan belum
disusunnya ikhtisar hasil pengawasan secara nasional kepada Presiden sesuai amanat PP
nomor 12 tahun 2017 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sehingga hasil pengawasan belum menjadi dasar untuk
pengambilan kebijakan secara nasional.
Kepuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diberikan oleh Kementerian
Dalam Negeri masih rendah, hal ini terlihat dari hasil survei dari Kemenpan-RB yang
dituangkan dalam surat Menpan-RB bahwa terhadap masyarakat yang telah mendapatkan
pelayanan Kementerian Dalam Negeri menunjukkan trend yang negatif, sebagaimana
grafik 1.9 dan 1.10 di bawah ini:

Grafik 1.9 Hasil Survei Eksternal Kepuasan Masyarakat atas Pelayanan Publik
pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2021
Bobot Capaian
10
10
3,56
3,19

2019
2020

Sumber: Surat Menpan-RB Nomor B/40/M. RB.0 6/2021 tanggal 31 Maret 2021,
data diolah kembali oleh penulis (2022)

Grafik 1. 10 Hasil Survei Eksternal Kepuasan Masyarakat atas Persepsi Korupsi


pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2021
Bobot Capaian
10 10
3,67
3,21

2019
2020

Sumber: Surat Menpan-RB Nomor B/40/M. RB.0 6/2021 tanggal 31 Maret 2021,
data diolah kembali oleh penulis (2022)
Berdasarkan grafik 1.9 dan 1.10 di atas, terlihat bahwa kepuasan masyarakat
terhadap kualitas pelayanan Kementerian Dalam Negeri mengalami penurunan dari tahun

Universitas Indonesia
22

2019 dengan nilai 3,56 turun menjadi 3,19 pada tahun 2020 dari bobot 10 yang
menunjukkan trend negatif. Begitu pula kepuasan masyarakat terhadap persepsi korupsi
pada Kementerian Dalam Negeri mengalami penurunan dari tahun 2019 dengan nilai 3,67
turun menjadi 3,21 pada tahun 2020 dari bobot 10 yang menunjukkan trend negatif. Hal
ini disebabkan karena lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal
terhadap penyelenggaraan pelayanan publik pada tiap-tiap Unit Kerja Eselon I
Kementerian Dalam Negeri, sehingga indeks kualitas pelayanan publik pada
Kementerian Dalam Negeri mendapat nilai rendah. Pemerintah bertangung jawab secara
legal terhadap penyelenggaraan pelayanan publik dan melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraannya (Chapman & Cowdell, 1998).
Selanjutnya hasil survei integritas jabatan terhadap responden pegawai
Kementerian Dalam Negeri, sebagaimana grafik 1.11 di bawah ini:

Grafik 1.11 Diagram Hasil Survei Pejabat Kementerian Dalam Negeri atas
Pemahaman terhadap Kinerjanya Tahun 2021

Memahami kinerja, ukuran, dan kontribusi terhadap


18%
organisasi

Tidak memahami kinerja dan ukuran atau kinerja dan


kontribusi 38%

Hanya memahami kinerjanya 30%

Tidak memahami kinerja, ukuran, dan kontribusi 14%

Tidak memahami kinerja, ukuran, dan kontribusi


Hanya memahami kinerjanya
Tidak memahami kinerja dan ukuran atau kinerja dan kontribusi
Memahami kinerja, ukuran, dan kontribusi terhadap organisasi

Sumber: Surat Menpan-RB Nomor B/40/M. RB.0 6/2021 tanggal 31 Maret 2021,
data diolah kembali oleh penulis (2022)

Berdasarkan grafik 1.11 di atas, menunjukkan secara keseluruhan hanya 18%


pegawai yang memahami kinerjanya, ukuran kinerja, dan kontribusinya terhadap kinerja

Universitas Indonesia
23

organisasi, sedangkan 82% responden belum sepenuhnya memahami kinerjanya, ukuran


kinerja, atau kontribusinya terhadap kinerja organisasi. Dengan kata lain budaya kerja
yang berorientasi hasil belum secara intensif dan masif diinternalisasikan kepada seluruh
pegawai di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Rendahnya pemahaman pegawai atas
kinerja dan kontribusinya terhadap organisasi disebabkan budaya kerja yang berorientasi
hasil belum secara intensif dan masif diinternalisasikan kepada seluruh pegawai di
Kementerian Dalam Negeri. Inspektorat Jenderal sebagai unit pendukung pada
Kementerian Dalam Negeri harus mampu memberikan feedback atas hasil
pengawasannya terkait upaya yang harus dilakukan terhadap seluruh pimpinan unit kerja
eselon I untuk segera melakukan internalisasi terkait tugas pokok dan fungsi dari unit
kerjanya masing-masing.
Selanjutnya berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Accelerated Culture
Transformation (ACT) yang merupakan pengembangan dari Emotional and Spiritual
Quotient (ESQ) terhadap pegawai Kementerian Dalam Negeri tahun 2022, terdapat hasil
sebagaimana gambar 1.1 di bawah ini:

Gambar 1.1 Hasil Survei terhadap Indeks Implementasi Berakhlak


Kementerian Dalam Negeri Tahun 2022

Sumber: Ary Ginanjar Agustian, Founder ESQ Group, Februari 2022

Berdasarkan gambar 1.1 di atas, Ary Ginanjar Agustian sebagai founder ESQ
Group bekerjasama dengan Kemenpan-RB telah melakuan survey indeks impelementasi
Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan
Kolaboratif (BERAKHLAK) di Kementerian Dalam Negeri melalui kuesioner secara

Universitas Indonesia
24

online kepada seluruh pegawai Kementerian Dalam Negeri dengan hasil yang
menunjukkan indeks core values yang mendapat nilai rendah atau kategori C terdapat
pada 4 faktor yaitu berorientasi pelayanan (43,5%), kompetensi (40,8), harmonis
(38,0%), dan adaptif (47,9%), selanjutnya yang mendapat nilai cukup atau kategori B
terdapat pada 2 faktor yaitu akuntabel (54,2%) dan kolaboratif (54,6%), adapun yang
mendapai nilai tinggi atau kategori A adalah loyal (77,8%). Ada beberapa kelemahan
yang wajib secepatnya untuk dilakukan perbaikan yaitu kompetensi, harmonis, adaptif,
akuntabel dan kolaborasi. Untuk memperbaiki tata kelola manajemen ini maka fungsi
pengawasan harus segera dilakukan transformasi, agar target-target kinerja dapat tercapai
sesuai yang diharapkan.
Melihat kondisi faktual problem di atas, maka peningkatan kinerja Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri, melalui strategi-strategi yang tepat merupakan
upaya yang prioritas yang harus dilakukan. Untuk melakukan penelitian ini, penulis
menyadari bahwa tidak ada satupun organisasi yang betul-betul mumpuni, karena setiap
organisasi pasti memiliki kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman. Untuk
mengetahui dan menetapakn strategi yang tepat maka penulis mengawali penelitian ini
dengan mendapatkan informasi mengenai kekuatan dan kelemahan dari internal
organisasi serta peluang dan ancaman dari eksternal organisasi. Hal ini akan penulis
lakukan dengan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan kuesioner baik kepada
internal maupun eksternal organisasi.
Meskipun selama ini Inspektorat Jenderal telah melakukan berbagai strategi untuk
meningkatkan kinerja, namun belum berdasarkan kekuatan dan kelemahan serta peluang
dan tantangan yang dihadapi. Untuk itu agar penulis mendapatkan gambaran yang jelas
serta melakukan analisis terhadap permasalahan lingkungan internal (kekuatan dan
kelemahan) dan eksternal (peluang dan tantangan) penulis menggunakan analisis SWOT,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Rangkuti (2019) bahwa kinerja organisasi dapat
ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal, dan kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT.
Dalam menyusun strategi yang tepat, maka harus melakukan identifikasi terhadap
kekuatan (strength), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan tantangan
(threats). Setelah mengetahui faktor internal dan eksternal (SWOT) yang dapat
mempengaruhi kinerja Inspektorat Jenderal baik pengaruh secara positif maupun negatif,

Universitas Indonesia
25

selanjutnya dapat menentukan strategi yang paling rasional dan memungkinkan dapat
dilakukan, karena tidak mungkin semua strategi dapat dilaksanakan, mengingat
keterbatasan sumber daya yang ada. Dengan melakukan identifikasi terhadap SWOT,
maka kelemahan yang ada tentunya dapat diatasi dengan solusi yang paling tepat,
ancaman yang ada dapat dimitigasi atau dicegah, memanfaatkan peluang-peluang yang
ada sehingga organisasi betul-betul memahami keadaan internal dan eksternalnya
selanjutnya dapat mengembangkan strategi dan tujuan yang sesuai atau rasional untuk
dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Namun analisis SWOT menghasilkan banyak strategi alternatif, sehingga kita perlu
strategi alternatif yang paling prioritas, untuk menentukan strategi yang terbaik maka
langkah selanjutnya organisasi dapat melakukannya dengan metode Analitical Hierarchy
Process (AHP). Selanjutnya diharapkan formulasi kebijakan yang didapat dari AHP akan
menjadi pilihan strategi yang paling tepat dengan mempertimbangkan sumber daya yang
ada.

1.2. Permasalahan Penelitian


Berdasarkan latar belakang di atas, untuk mengetahui substansi permasalahan
kinerja disusun deskripsi faktual problem kinerja Inspektorat Jenderal dari beberapa
sumber sebagai berikut:
a. Hasil Pemeriksaan BPK RI berupa Temuan Kerugian Negara dan Temuan Berulang
pada Kementerian Dalam Negeri Tahun 2016 s.d. 2020;
b. Berdasarkan Hasil Penilaian Kemenpan RB terhadap Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi pada Kementerian Dalam Negeri diketahui bahwa hanya 18% pegawai
Kementerian Dalam Negeri yang memahami kinerja, ukuran dan kontribusi terhadap
organisasi.
c. Ketidaksesuaian antara target dan capaian indeks Reformasi Birokrasi pada periode
tahun 2016-2021.
d. Rendahnya indeks Kepuasan Masyarakat atas Pelayanan Publik pada Kementerian
Dalam Negeri Tahun 2021.
e. Ketidakpuasan masyarakat atas persepsi Korupsi pada Kementerian Dalam Negeri
Tahun 2021.
f. Rendahnya indeks Implementasi Berakhlak pada Kemendagri Tahun 2022.

Universitas Indonesia
26

Berdasarkan faktual problem di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan


penelitian mengenai strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri. Untuk itu dirumuskan pertanyaan penelitian “Bagaimanakah Strategi
yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri?”

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah menganalisis strategi yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

1.4. Signifikansi Penelitian


a. Bagi Instansi
Secara praktis penulis berharap agar tulisan ini bisa menjadi rujukan bagi decision
maker atau pengambil kebijakan pada Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
sehingga kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dalam melakukan
pembinaan, pengawasan, pendampingan dan mengawal target-target yang telah
ditetapakan dapat tercapai. Ke depan diharapkan Inspektorat Jenderal mampu menjadi
role model dan menjadi unit kerja pengawasan yang terbaik.

b. Bagi Penulis
Hasil penelitian ini secara konseptual diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan khususnya pada bidang ilmu administrasi dan kebijakan publik, penulis
menerapkan ilmu-ilmu yang selama ini diperoleh lalu menyelarakan antara teori yang
didapat dengan praktek. Selanjutnya penelitian ini bermanfaat guna meningkatkan
pengalaman, wawasan dalam mengidentifikasi permasalahan internal dan eksternal
organisasi dan menentukan strategi dalam organisasi. Penelitian ini juga diharapkan
dapat memberikan manfaat bagi peneliti-peneliti lainnya yang mengambil tema yang
sama, atau juga pihak-pihak lain yang sekiranya tertarik dengan permasalahan dalam
penelitian yang penulis lakukan.

1.5. Sistematika Penelitian


Dalam penulisan ini, sistematika penelitian disajikan dalam 5 Bab, sebagai berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN

Universitas Indonesia
27

Menjelaskan mengenai latar belakang yang mengandung faktual problem dan


menguraikan permasalahan konseptual (conceptual problem, perumusan masalah,
reasoning penggunaan SWOT, kelebihan dan kekurangan SWOT dan AHP,
permasalahan penelitian, tujuan dan signifikansi penelitian, serta sistematika
penelitian.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Menjelaskan tentang perbandingan riset-penelitian sebelumnya yang setipe, rangka
teori yang memuat serta sesuai inti problematika yang kemudian diulas, kerangka
pemikiran, dan operasionalisasi konsep dari basis teori yang akan digunakan.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Menjelaskan tentang pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan
data, lokasi penelitian, dan jenis data penelitian dan teknis analisis data.
BAB 4 GAMBARAN UMUM DAN PEMBAHASAN
Menjelaskan tentang gambaran tentang organisasi Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri yang akan diteliti, hasil analisis dari data-data yang
sudah dikumpulkan, analisis data sesuai teknis analisis data dalam pendekatan
penelitian ini.
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Menerangkan beberapa kesimpulan hasil penelitian dan disertai dengan saran-saran
yang bermanfaat untuk peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri di masa mendatang.

Universitas Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini secara mendalam menyajikan bahasan terkait strategi peningkatan kinerja.
Tinjauan pustaka merupakan pembahasan yang berkaitan dengan hasil-hasil penelitian
terdahulu yang memiliki tema/pokok bahasan sesuai dengan penelitian ini, sedangkan
kerangka teori merupakan teori-teori yang akan dijadikan peneliti sebagai dasar
penyusunan kerangka penelitian., yaitu tentang strategi, lingkungan organisasi,
pengawasan, kinerja organisasi, SWOT dan AHP guna memperoleh perbandingan serta
sebagai bahan rujukan penelitian.
Pembahasan dalam penelitian-penelitian dimaksud akan digunakan untuk
memperoleh perbandingan serta menjadi bahan rujukan peneliti dalam menyusun
penelitian ini. Di sisi lain, dalam konteks kerangka teori peneliti akan menguraikan
berbagai pendapat ahli terkati objek penelitian yaitu Strategi Peningkatan Kinerja
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.

2.1 Tinjauan Pustaka


Dalam penelitian ini peneliti melakukan tinjauan terhadap hasil-hasil penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan konsep pengawasan, strategi peningkatan kinerja,
SWOT dan AHP. Sejauh ini cukup banyak penelitian yang membahas mengenai strategi
peningkatan kinerja namun berbagai literatur yang ada lebih banyak membahas tentang
kinerja pada organisasi selain organsiasi pengawasan. Penelitian yang secara spesifik
membahas terkait kinerja organisasi pengawasan masih sangat terbatas, apalagi dengan
lokus penelitian di Kementerian Dalam Negeri dan menggunakan analisis SWOT dan
AHP. Oleh karena itu, penelitian mengenai strategi peningkatan kinerja di Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri menggunakan analisis SWOT dan AHP menjadi
menarik untuk diteliti. Peneliti mengambil beberapa contoh penelitian yang relevan untuk
dijadikan sebagai tinjauan pustaka.
Tinjauan pustaka menurut Neuman (2014) memiliki beberapa tujuan, yakni: (1)
untuk menunjukkan keterkaitan dengan kerangka pengetahuan dan membangun
kredibilitas sehingga pembaca mengetahui bahwa peneliti memahami penelitian
sebelumnya dan mengetahui masalah utamanya, (2) untuk menunjukkan alur penelitian

Universitas Indonesia

28
29

sebelumnya dan menguraikan keterkaitannya dengan penelitian saat ini, (3) untuk
mengintegrasikan dan meringkas beberapa penelitian untuk menentukan arah penelitian
kedepannya, (4) untuk memperkaya gagasan peneliti sehingga seorang peneliti dapat
mengambil manfaat dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan pendapat Neuman (2014)
tersebut, pada subbab ini peneliti akan menjelaskan beberapa riset yang lampau yang ada
kaitannya dengan riset kali ini sebagai bahan atau rujukan dalam memberikan
pemahaman kepada peneliti. Adapun contoh penelitian yang dinilai relevan untuk
menjadi tinjauan pustaka adalah sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang berjudul “Performance Measurement, Accountability, and
Improved Performance” oleh Halachmi, A. (2002). Penelitian ini dilatarbelakangi karena
selama 20 tahun terakhir, pengukuran kinerja telah menjadi item yang menonjol untuk
pemerintah di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, minat terhadap pengukuran kinerja
ditunjukkan ketika Presiden Clinton menandatangani undang-undang pada tahun 1993,
Government Performance and Result Act (GPRA). Undang-undang serupa dapat
ditemukan di tingkat nasional dan negara bagian (provinsi) di Kanada, Australia, Selandia
Baru, serta beberapa Eropa Barat. Pengukuran kinerja untuk akuntabilitas adalah tentang
verifikasi data terkait pemanfaatan sumber daya, apakah sumber daya telah digunakan
sebagaimana dimaksud dan dengan cara yang paling ekonomis. Oleh karena itu,
kepatuhan terhadap standar akuntansi yang disepakati adalah suatu keharusan. Data
kinerja adalah salah satu modal untuk mendukung pencapaian target. Pengukuran kinerja
adalah tentang eksplorasi dan belajar dari pengalaman. Data kinerja adalah subjek untuk
analisis, tetapi merupakan hanya sebagian dari masukan yang masuk ke dalam upaya
untuk memperoleh pelajaran dan ide-ide untuk diuji di masa depan. Skema pengukuran
kinerja untuk akuntabilitas tidak dapat berfokus hanya pada kinerja. Ketika pengukuran
kinerja diperkenalkan untuk meningkatkan akuntabilitas, manajer dan bawahan akan
memiliki peluang untuk menyimpang dari rencana. Hasil penelitian menyatakan bahwa
pengukuran kinerja dapat bermanfaat untuk kedua tujuan yaitu akuntabilitas dan
peningkatan kinerja. Namun, itu tidak berarti bahwa skema pengukuran yang sama dapat
melayani keduanya pada waktu yang sama atau hanya sebagai dengan baik, semuanya
saling mendukung dan simultan.
Penelitian kedua berjudul “Who gets What, When, and How: Performance
Measures for Accountability? For Improved Performance” yang ditulis oleh Halachmi,

Universitas Indonesia
30

A. (2002). Penelitian ini membahas terkait pengukuran kinerja yang dapat berkontribusi
pada produktivitas yang lebih bagus serta kemampuan yang lebih baik. Namun, bagi
setiap tujuan mungkin diperlukan skema pengukuran yang berbeda. Selanjutnya
penelitian ini juga mengeksplorasi kemungkinan bahwa minat baru dalam pengukuran
kinerja berkaitan dengan politik administrasi dan keinginan auditor legislatif untuk
mendapatkan keuntungan. Praktik terbaik dunia menyarankan bahwa informasi kinerja
harus diaudit secara independen. Memang, standar internasional saat ini baru
dikembangkan untuk isu ini. saat ini, sebagaimana audit independen atas informasi
keuangan, audit kinerja merupakan fungsi penting, audit independen atas informasi
keuangan ukuran kinerja, dalam berbagai bentuk, menjadi diterima sebagai bagian dari
praktik terbaik untuk kemampuan akun kinerja di sebagian besar yurisdiksi. Informasi ini
harus mencakup berbagai kegiatan pemerintah untuk memungkinkan penilaian kinerja
keuangan, kepatuhan hukum dan keadilan, kesetaraan dan kejujuran, dan kinerja
organisasi dan programnya. Tentu saja, jenis informasi dan tingkat detailnya diberikan
akan bervariasi sesuai dengan tingkat akuntabilitas, tetapi akan didasarkan pada informasi
yang sama yang dibutuhkan pemerintah untuk manajemen yang efektif. Hasil penelitian
menyatakan bahwa mempercayakan auditor eksternal untuk menyetujui atau
mengevaluasi manfaat kinerja pengukuran yang digunakan mengurangi keleluasaan
pegawai untuk berbuat kesalahan.
Penelitian ketiga berjudul “Performance Contracting as an Instrument for
Improving Performance in Government: An Indian Experience.” yang ditulis oleh
Chaturvedi, D., & Gautam, V. (2013). Artikel ini membahas terkait efektivitas kontrak
kinerja atau dan dampaknya terhadap peningkatan kinerja Pemerintah di India. Latar
belakang penelitian ini adalah pengembangan dan penerapan kinerja melalui sistem
manajemen kinerja yang efektif di pemerintahan telah menjadi salah satu tantangan utama
para pembuat kebijakan di pemerintah India. Kinerja secara sederhana dapat didefinisikan
sebagai prestasi terhadap tingkat tujuan, sasaran, dan target yang diharapkan yang ingin
dicapai, diukur melalui proses yang terdefinisi dengan baik. Sistem manajemen kinerja
yang efektif juga dapat dianggap sebagai "instrumen yang digunakan" untuk
mempengaruhi anggota organisasi dan yang memiliki kepentingan lainnya menggapai
goal serta target organisasi. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa proses kontrak
kinerja dampak yang nyata dan positif kepada kerja-kerja kementerian di Pemerintah

Universitas Indonesia
31

India. Ini juga memiliki berkontribusi pada penyempurnaan visi dan misi organisasi dan
integrasinya dengan tujuan organisasi. Namun, prosesnya telah didorong oleh pegawai
negeri sipil. Namun sayangnya kontrak kinerja ini belum terintegrasi dengan proses
penganggaran, dan penilaian kinerja serta sistem insentif berbasis kinerja. Studi ini telah
memungkinkan validasi kerangka kerja yang ada PMS dan menggabungkan proses RFD
dalam kerangka terintegrasi umum dari PMS.
Penelitian keempat yang berjudul “Performance Management in Local
Government: The Application of System Dynamics to Promote Data Use” yang ditulis
oleh Bianchi, C., & Rivenbark, W. C. (2014). Penelitian ini menggambarkan bagaimana
dinamika sistem dapat digunakan untuk membantu pejabat lokal beralih dari penerapan
pengukuran kinerja ke implikasi manajemen sumber daya, yang biasa disebut sebagai
manajemen kinerja. Mengingat bahwa pengukuran kinerja telah menjadi norma
profesional di pemerintah daerah yang memiliki kewajiban untuk benar-benar
menggunakan data kinerja untuk kemampuan akun dan untuk peningkatan layanan
dengan memperhitungkan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk mempertahankan
kinerja yang dikelola dengan baik melalui sistem pengukuran. Oleh karena itu, sangat
urgen untuk tiap-tiap akademisi dan praktisi supaya terus mencari pendekatan untuk
membantu manajemen kinerja menjadi norma profesional di pemerintah daerah. Hasil
penelitian ini adalah bahwa dinamika sistem akhirnya mengubah pengukuran kinerja di
daerah menjadi menggunakan metode yang dinamakan manajemen kinerja yang
dianggap mempunyai indikator yang jelas dalam mengukur pencapaian target dan kinerja
yang dihasilakan.
Penelitian kelima, yang berjudul “The learning organization and its dimensions
as key faktors in firms' performance” yang ditulis oleh Davis, D., & Daley, B. J. (2008).
Latar belakang penelitian ini berangkat dari pertarungan global yang sengit, maraknya
teknologi informasi serta terbitnya ekonomi yang basisnya pengetahuan yang secara
berkelanjutan menciptakan wilayah bisnis dunia. Organisasi global yang akan benar-
benar unggul di masa depan adalah mereka yang menemukan cara memanfaatkan
komitmen serta kecapakan manusia supaya belajar terus menerus di di berbagai level
lembaga. Penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih besar dan presisi diperoleh
mengenai faktor-faktor apa di perusahaan yang secara langsung dipengaruhi oleh perilaku
pembelajar, perilaku organisasi dan faktor-faktor apa yang tak langsung bisa

Universitas Indonesia
32

menimbulkan pengaruh kepada kinerja. Penelitian ini memperluas penelitian tentang


organisasi pembelajaran menggunakan kumpulan konstruksi terukur yang konsisten dan
tervalidasi melalui kuesioner. Lebih lanjut, penelitian ini menyoroti perlunya konsistensi
ukuran empiris kinerja bisnis yang diakui oleh masyarakat khususnya pada sektor bismis.
Studi ini juga berkontribusi pada pemahaman tentang hubungan antara konstruksi
organisasi pembelajaran dan kinerja bisnis serta terus mendefinisikan kegunaan,
kesesuaian, dan validitas sebagai ukuran pembelajaran organisasi.
Penelitian keenam yang berjudul “Using Task Clarification and Feedback
Training to Improve Staff Performance in an East African Nongovernmental
Organization” yang ditulis oleh Durgin, A., Mahoney, A., Cox, C., Weetjens, B. J., &
Poling, A. (2014). Penelitian ini menggunakan desain multiple-baseline untuk
menggambarkan efektivitas pelatihan umpan balik dalam meningkatkan kinerja
pengawas dan pelatih hewan di sebuah organisasi non-pemerintah yang berkantor pusat
di Afrika Timur. Dimana sebelum pelatihan umpan balik kinerja pegawai belum optimal.
Kinerja meningkat ketika supervisor diajarkan untuk menggunakan bantuan pekerjaan
dan memberikan umpan balik, dan mencapai tingkat tinggi dan konsisten selama fase
berikutnya. Hasil penelitian ini tampaknya menjadi yang pertama secara eksperimental
dan dapat diimplementasikan dalam rangka meningkatkan kinerja di organisasi non-
pemerintah yang bekerja di daerah yang miskin akan sumber daya.
Penelitian ketujuh berjudul “Can performance appraisals motivate employees to
improve performance? A Mexican study” yang ditulis oleh Selvarajan, T. T., &
Cloninger, P. A. (2012). Dalam studi karyawan Meksiko ini, penulis menguji keterkaitan
antara karakter dalam pemberian nilai atas kinerja (sumber penilaian, tujuan penilaian)
serta dampak yang dialami karyawan atas penilaian karakteristik (rasa ada yang dirasakan
dan keakuratan penilaian yang dialami) dan hasil penilaian (penilaian kepuasan serta
motivasi untuk meningkatkan kinerja). Penulis berhipotesis bahwa penilaian
multisumber, penilaian yang digunakan untuk administrasi dan penilaian perkembangan
(multipurpose appraisal) dan penilaian yang memiliki tingkat kekayaan umpan balik
akan mengarah pada akurasi dan persepsi yang lebih adil saat penilaian. Selanjutnya
penulis berhipotesis bahwa tingkat yang lebih tinggi dari persepsi keadilan dan akurasi
akan mengarah pada tingkat kepuasan penilaian karyawan yang lebih tinggi dan motivasi

Universitas Indonesia
33

guna memperbaiki kerja-kerja di masa depan. Hasil berdasarkan survei dari Karyawan
Meksiko memberikan dukungan untuk sebagian besar hubungan yang dihipotesiskan.
Penelitian kedelapan yang judulnya “The influence of compensation,
development, and supervision towards the performance of civil servants in depok city
government, Indonesia” yang ditulis oleh Kadarisman, M. (2019). Yang dituju dari riset
kali ini yakni guna memahami serta menganalisa dampak kompensasi, pembinaan, dan
pengawasan kepada kerja-kerja aparatur sipil negara pegawai di wilayah Pemerintah Kota
Depok. Riset tersebut memakai Metode Campuran, dimana memadukan metode
kuantitatif dan kualitatif secara bersamaan. Kuantitatif desain menggunakan explanatory
survey, dan analisis data menggunakan Structural Equations Pemodelan (SEM) dan
perangkat lunak Lisrel versi 8.72. Selain itu juga menggunakan metode deskriptif,
kualitatif, dan purposive sampling untuk memperoleh penjelasan yang mendalam dan
menyeluruh. Instrumen penelitian menggunakan angket, observasi, wawancara, dan
FGD, yang dianalisis dengan pendekatan emic, etik (verstehen), dan triangulasi. Hasil
penelitian adalah: 1.) Kompensasi berpengaruh signifikan pada taraf 5% kesalahan
terhadap kinerja PNS sebesar 0,61. Ada juga indikator yang membentuk Variabel
Kompensasi yang memberikan terbesar kontribusi disini adalah Indikator X5 sebesar 0,86
yaitu tentang keadilan dalam memberi bonus. Kebijakan pemberian ganti rugi ternyata
mampu meningkatkan kinerja PNS. 2.) Pengaruh pembangunan terhadap kinerja pegawai
negeri sipil signifikan dengan tingkat kesalahan 5%, sebesar 3,77, tetapi itu memiliki
hubungan negatif. Artinya, pembangunan PNS terbukti dapat meningkatkan kinerja
mereka. Namun, kondisi ini bisa berdampak negatif berdampak jika pembangunan tidak
sesuai dengan kebutuhan. 3.) Memiliki signifikan pengaruh antara pengawasan terhadap
PNS dengan tingkat kesalahan 5%. Artinya pengawasan Pemerintah Kota Depok
terhadap PNS sangat penting dilakukan untuk menjaga eksistensi organisasi, memotivasi
PNS untuk mampu berkembang dan disiplin dalam melaksanakan beban kerja.
Pengawasan mampu mencerdaskan masyarakat pelayan untuk mematuhi dan menikmati
aturan, prosedur, dan kebijakan yang ada, sehingga mereka dapat menghasilkan performa
terbaik. Pengawasan PNS berjalan sangat baik, sehingga memberikan beberapa manfaat
antara lain pemenuhan norma yang berlaku dan penegakan disiplin kerja yang konsisten.
Hal ini juga mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerjanya, yang pada

Universitas Indonesia
34

akhirnya memiliki berpengaruh pada besarnya take home pay, karena besarnya
pendapatan dihitung berdasarkan kinerja PNS secara nyata.
Penelitian kesembilan yang berjudul “Kinerja Organisasi Dinas Sosial Dalam
Implementasi Program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) Sebagai Penanggulangan
Kemiskinan Di Kabupaten Cirebon” yang ditulis oleh Khoirunnisa, Nida (2019).
Penelitian ini menganalisis kinerja organisasi Dinas Sosial dalam implementasi Program
Rumah Tidak Layak Huni (rutilahu) sebagai penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
Cirebon tahun 2014-2018. Di Millenium Development Goals (MDGs), kemiskinan ada
di antara beberapa target utama untuk dituntaskan oleh banyak negara, Termasuk
Indonesia. Kemiskinan bukan saja kewajiban dari Pemerintah Pusat melainkan Pemda
harus bersinergi dalam memerangi angka kemiskinan di Indonesia. BPS mencatat di
tahun 2017 masyarakat miskin di Kabupaten Cirebon berjumlah 279,55 ribu jiwa dari 2,6
juta jiwa penduduk, mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebanyak 313,21 ribu jiwa
(BPS Jawa Barat, 2017). Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon dalam
menanggulangi Kemiskinan adalah dengan membuat Program Rumah Tidak Layak Huni
(RTLH) untuk penduduk miskin. Dalam riset kali ini memakai pendekatan Postpositivism
dengan memakai metode kualitatif.
Hasil riset menyatakan bahwasannya Kinerja Dinas Sosial dalam program rutilahu
di Kabupaten Cirebon tahun 2014-2018 belum begitu memuaskan dan signifikan, karena
realisasi masih jauh dari target. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya permasalahan
dalam pelaksanaan program dan penyebabnya yakni berbagai faktor yang memberikan
pengaruh, yaitu faktor internal dan eksternal organisasi Dinsos. Masalah-masalah yang
masih banyak ditemukan dalam program rutilahu Dinsos di Kabupaten Cirebon yaitu
tidak sesuainya antara penerima bantuan dengan kriteria Calon Keluarga Penerima
Manfaat (CKPM) sesuai dengan by name by address disebabkan karena Dinsos jarang
melakukan pemutahiran data, pentingnya pemutakhiran data karena masalah perumahan
sifatnya dinamis dan akan berubah-beruh terus. Sosialisasi program yang belum merata
sampai ke akar masyarakat, bahkan pemahaman dari pihak Desa masih banyak yang
belum sepenuhnya memahami teknis dalam program rutilahu Dinsos. Mengenai faktor
internal yang dapat mempengaruhi kinerja Dinsos dalam program rutilahu yaitu
keterampilan (skills), sistem (system), sumber daya manusia (staff), strategi (strategy),
dan budaya organisasi (shared values). Namun, faktor internal yang paling menonjol yang

Universitas Indonesia
35

dapat mempengaruhi kinerja Dinsos sehingga berkinerja belum baik yaitu sistem (system)
anggaran dan jumlah anggaran. Mengenai faktor eskternal yang dapat mempengaruhi
kinerja Dinsos dalam program rutilahu yaitu faktor ekonomi dan faktor sosiokultural.
Namun, faktor internal yang paling menonjol yang dapat mempengaruhi kinerja Dinsos
sehingga berkinerja belum baik yaitu faktor ekonomi. Sedangkan faktor-faktor lainnya
sudah baik.
Penelitian kesepuluh judulnya “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kinerja Organisasi Sekretariat Wakil Presiden Dalam Memberikan Dukungan Kepada
Wakil Presiden Ditinjau Dari Perspektif Kerangka 7s Mckinsey (Studi Tahun 2015-2019)
yang ditulis oleh Furkon Effi Ratna (2021). Kinerja organisasi di Lapan ditinjau dari
konsep 7‟S McKinsey dapat dijelaskan sebagai tahapan penyusunan strategi belum
semua dilakukan oleh Lapan seperti belum menganalisis lingkungan eksternal dengan
melibatkan stakeholder, belum menentukan prioritas implementasi strategi, dan belum
melakukan cascading strategi dan target kinerja. Renstra kemudian dibreakdown ke
dalam perencanaan kinerja tahunan tetapi belum dijadikan acuan dalam penyusunan
perencanan tahunan, dan hasil monev terhadap capaian strategi belum ditindaklanjuti
sebagai bahan perbaikan selanjutnya. Organisasi Lapan sebagai wadah dalam
melaksanakan tugas dan fungsi belum bersifat Right sizing. Sistem yang merupakan
bagian dari organisasi belum seluruhnya diimplementasikan, sebagian hanya sebatas
dokumentasi saja, dan belum ada pengawasan berjenjang. Dengan Style Kepala Lapan
yang baru sebagai seorang demokratis memiliki 6 peran yaitu visionary, strategies,
politician, champaigner, coach, dan change agent. Bentuk komunikasi yang dilakukan
beliau adalah bentuk lisan dan tulisan. Sampai saat ini belum ada Renstra SDM sebagai
roadmap yang digunakan dalam melakukan penataan pegawai. Kondisi staffing di Lapan
belum dapat dikatakan The Right Man on The Right Place and the right man in the right
job. Kondisi SDM saat ini belum seluruhnya dapat mendukung pencapaian tujuan
organisasi secara optimal, apalagi rasio pendanaan untuk peningkatan kualitas SDM yang
masih rendah (dibawah 1% dari total anggaran Lapan). Budaya organisasi secara tertulis
ditetapkan oleh Kepala Lapan dan telah diterapkan. Budaya organisasi secara tersirat
telah dilakukan dengan menindaklanjuti setiap kebijakan pemerintah, melakukan
penyempurnaan strategi, organisasi, sistem, tetapi belum diterapkan pada konsep staffing
dan mekanisme peningkatan skills di Lapan.

Universitas Indonesia
36

Upaya pengembangan kinerja organisasi Lapan berdasarkan konsep 7‟S McKinsey


antara lain melalui penyusunan Renstra untuk periode selanjutnya, yaitu 2015-2019 harus
melibatkan stakeholders (Kemenkeu, Bappenas, KemPANRB, dan instansi pengguna
produk layanan) untuk menjaring aspirasi stakeholders terhadap Lapan. Penyusunan
dokumen perencanaan harus dilakukan secara konsisten agar ada keselarasan antara
indikator kinerja, target, realisasi kinerja dan anggaran dalam dokumen perencanaan.
Untuk mendukung struktur organisasi di Lapan, perlu dilakukan keselarasan antara tugas
dan fungsi Satker di Lapan. Sistem yang ada harus dioptimalkan pemanfaatannya, perlu
diriviu dan dimonev serta dilakukan pengawasan secara berjenjang. Renstra SDM perlu
segera dilegalkan oleh Kepala Lapan sesuai dengan periode Renstra Lapan dan
diimplementasikan untuk penataan staffing di Lapan. Melihat kondisi skills yang masih
harus mendapat perhatian lebih, diperlukan komitmen pimpinan untuk mengalokasikan
anggaran dalam rangka peningkatan kualitas skills pegawai secara bertahap. Budaya
organisasi yang sudah baik yang digunakan sebagai pengikat seluruh pegawai Lapan
harus dipertahankan dan ditingkatkan. Sikap para pimpinan juga menjadi contoh
bawahannya dalam melakukan suatu pekerjaan.
Penelitian kesebelas judulnya “Strategi Peningkatan Kapasitas Aparat Pengawasan
yang Profesional di BNN Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih,
Bebas KKN dan Akuntabel” yang ditulis oleh Bambang Sugiharto (2013). Inspektorat
Utama BNN mempunyai peran strategis dalam bidang pengawasan internal. Maka dari
itu dibutuhkan suatu perubahan dengan merumuskan bagaimana strategi penguatan
kapasitas. Hasil penelitian didapatkan beberapa alternatif strategi berupa rekrutmen
APIP, peninjauan ulang pada materi pelatihan dan pengembangan, meningkatkan
pendidikan formal lanjutan yang sesuai dengan latar belakang pengawasan dan penerapan
manajemen kinerja.
Penelitian keduabelas judulnya “Strategi Kebijakan Pembangunan Daerah
Kabupaten Klaten: Pendekatan Analisis SWOT dan AHP” yang ditulis oleh Asri Dwi
Asmarani (2010). Tesis ini fokusnya adalah pada pemilihan strategi yang terbaik untuk
Kabupaten Klaten dalam upaya mewujudkan pembangunan Daerahnya, pendekatan yang
digunakan adalah analisis SWOT dan AHP. Penelitian ini menggunakan 2 Instrumen
Kuesioner yaitu SWOT dan AHP. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa sasaran

Universitas Indonesia
37

pembangunan yang harus diproritaskan adalah untuk memeprkuat perekonomian mikro


dengan cara meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian ketigabelas judulnya “Mixing qualitative and quantitative methods in
pursuit of richer answers to real-world questions” yang ditulis oleh Sharon Gilad (2021).
Metode kualitatif relatif langka dalam riset administrasi publik. Ketidakseimbangan
antara kualitatif dan kuantitatif ini metode menimbulkan beberapa permasalahan.
Akhirnya, metode campuran dan kolaborasi antara
penelitian kualitatif dan kualitatif, sangat penting untuk lebih banyak dialog antar
akademisi dan praktisi dalam administrasi publik. Lebih fleksibel, peka konteks,
metodologis dan dibutuhkan kemampuan untuk memperluas cakrawala empiris dan
teoritis oleh peneliti dan membuat peneliti lebih tepat untuk menanggapi masalah
masyarakat yang beragam.
Penelitian keempatbelas judulnya “Concept-Based Integration of Project
Management and Strategic Management of Rubber Dam Projects Using the SWOT–AHP
Method” yang ditulis oleh Mohammad Kazem Ghorbani, Hossein Hamidifar ,
Charalampos Skoulikaris and Michael Nones (2022). Dalam penelitian ini, berdasarkan
analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman) analisis, berbagai standar dan
proses dalam manajemen proyek (PM) terintegrasi dalam kerangka manajemen strategis
(SM) dari organisasi yang bertanggung jawab untuk pengelolaan infrastruktur hidrolik
skala kecil yang baru, misalnya proyek bendungan karet. Faktor internal dan eksternal
penting dalam PM dan SM organisasi proyek bendungan karet di Iran. Dimulai dengan
identifikasi, diadaptasi, dan diintegrasikan. Setelah itu, faktor-faktor tersebut dibobot,
dievaluasi,dan dianalisis menggunakan proses hierarki analitik (AHP) dan metode
gabungan SWOT-AHP. Berdasarkan hasil tersebut, total bobot skor faktor internal dan
eksternal masing-masing adalah 2,353 dan 2,718. Oleh karena itu, strategi utama
organisasi yang diturunkan adalah WO. Ini berarti bahwa kelemahan dapat dikurangi
melalui peluang yang tersedia untuk proyek. Akhirnya, metodologi baru disebut "matriks
strategi" yang dihasilkan dari "matriks prioritas" diusulkan untuk memprioritaskan dan
menentukan kemungkinan strategi organisasi. Output menunjukkan tiga prioritas pertama
sebagai campuran dari alternatif strategi utama, misalnya W1O1, W7O1, dan W9O1.
Oleh karena itu, organisasi diusulkan untuk menggunakan manfaat ekonomi proyek
rubber dam untuk memantau lebih lanjut unit organisasi, proyek manajemen sumber

Universitas Indonesia
38

daya, dan manajemen pemangku kepentingan proyek (bukan pemangku kepentingan


proyek). Penelitian yang diusulkan dapat dipahami sebagai percontohan untuk
pengelolaan berkelanjutan dalam pembangunan negara, di mana manajemen proyek
strategis dapat menghasilkan manfaat operasional yang penting.
Penelitian kelimabelas judulnya Strategy development by using SWOT - AHP” yang
ditulis oleh Dijana Oreski (2012). Penelitian tersebut menggunakan kombinasi analisis
SWOT dan Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam perencanaan strategis pariwisata
kota kecil Eropa Tengah Varazdin, yang terletak di barat laut Kroasia. Analisis SWOT
mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang diprioritaskan oleh pakar bidang
pariwisata melalui AHP. Faktor SWOT yang diprioritaskan digunakan dalam perumusan
strategi menggunakan matriks TOWS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi
komunikasi proaktif dan strategi isolasi dengan strategi promosi pemasaran yang efektif
adalah strategi terbaik yang dapat diterapkan.
Penelitian keenambelas judulnya ”Sustainable development goals assessment of
Erzurum province with SWOT‑AHP analysis” yang ditulis oleh Çağlar Kıvanç Kaymaz,
Salih Birinci1, Yusuf Kızılkan (2020). Pembangunan berkelanjutan merupakan salah
satu isu yang banyak dihadapi negara maju dan berkembang fokus di dunia.
Keberlanjutan sumber daya manusia dan alam sangat besar penting untuk mengamankan
dunia dan masa depan bersama umat manusia. Dalam konteks ini, Studi ini bertujuan
untuk mengevaluasi struktur sosial ekonomi Erzurum dengan hierarki analitis proses
(AHP) dan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman digital
mempertimbangkan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Hal-hal yang termasuk
dalam Agenda 21 Laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan 17 SDGs yang ditentukan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa diambil menjadi pertimbangan dalam upaya ini. Sejalan
dengan pendapat para ahli, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang diciptakan
oleh tujuan pembangunan berkelanjutan untuk Erzurum provinsi dianalisis secara statistik
dengan AHP. Prioritas dan nilai bobot masing-masing sub-kriteria dihitung. Menurut
analisis ini, “kekayaan alam, budaya” dan sumber daya sejarah untuk potensi pariwisata”
menempati urutan pertama di antara kekuatan provinsi mengenai tujuan pembangunan
berkelanjutan. Kelemahannya termasuk “investasi yang tidak mencukupi” dan budaya
wirausaha”. Namun, kriteria “status wilayah prioritas untuk pembangunan” menonjol
sebagai peluang yang paling penting. Ancaman termasuk “kehilangan tenaga kerja karena

Universitas Indonesia
39

kriteria migrasi dari daerah pertanian”. Setelah analisis statistik, kuantitatif hasil yang
dibuat untuk realisasi terbaik dari pembangunan berkelanjutan untuk daerah adalah dinilai
untuk menentukan tujuan dan strategi baru. Saran ditawarkan untuk menentukan peluang
dan kekuatan, ancaman dan kelemahan dengan membangun strategi baru dan membuat
rencana demikian.
Penelitian ketujuhbelas judulnya ” Stakeholders’ Perceptions of New Digital Energy
Management Platform in Municipality of Loulé, Southern Portugal: A SWOT-AHP
Analysis” yang ditulis oleh David Gago, Paula Mendes, Pedro Murta, Nuno Cabrita and
Margarida Ribau Teixeira (2022). Studi ini bertujuan untuk mengembangkan analisis
multi-stakeholder untuk mengidentifikasi strategi terbaik untuk integrasi Platform
Manajemen Energi Digital (DEMP) baru. Kotamadya Loulé (Selatan Portugal) digunakan
sebagai studi kasus. A. Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman (SWOT) kerangka
kerja yang dikombinasikan dengan kerangka Analytical Hierarchy Process (AHP) dan
TOWS Matriks digunakan untuk menganalisis persepsi pemangku kepentingan untuk
mengusulkan strategi untuk mengintegrasikan DEMP. Lima kelompok pemangku
kepentingan fokus terlibat. Hasil menunjukkan bahwa pemangku kepentingan
mempertimbangkan bahwa aspek positif DEMP lebih besar daripada aspek negatifnya
sekitar 36%. Kekuatan peringkat dengan 34,4%, Peluang dengan 33,8%, Kelemahan
dengan 20,2%, dan Ancaman dengan 11,6%. Urutan faktor dengan skor keseluruhan
tertinggi menurut pemangku kepentingan adalah O1(12,7%) > S2(11,1%) > W2 (7,4%)
> T3 (4,1%). Berdasarkan persepsi pemangku kepentingan, strategi yang paling cocok
adalah yang menggunakan Kekuatan dan Peluang sistem (strategi SO), dan strategi yang
memanfaatkan Peluang saat berhadapan dengan Kelemahan (strategi WO), mencapai
prevalensi dibandingkan dengan strategi lainnya masing-masing sebesar 34% dan 27%.
Oleh karena itu, proses partisipasi yang melibatkan kelompok pemangku kepentingan
dalam pelaksanaan dan pemantauan DEMP memberikan rencana aksi dan konsensus
yang mampu memenuhi tantangan pengelolaan energi lingkungan dan kota.
Penelitian kedelapan belas judulnya ”Cross-border electricity trade for Nepal: a
SWOTAHP analysis of barriers and opportunities based on stakeholders’ perception”
yang ditulis oleh Shobhakar Dhakal, Pratik Karki & Subina Shrestha (2021). Diberkahi
dengan lebih dari 40.000 MW potensi tenaga air ekonomi relatif terhadap permintaan
domestiknya yang baru lahir, Nepal dapat mengekspor listrik kepada tetangganya yang

Universitas Indonesia
40

mengalami defisit daya di BBIN (Bhutan, Bangladesh, India dan Nepal) sebagai kawasan
ekonomi strategis peluang. Potensi hidro yang belum dimanfaatkan di Nepal, ditambah
dengan pola permintaan musiman komplementer BBIN, perbedaan dalam waktu beban
puncak, dan pertumbuhan listrik yang berkembang pesat permintaan di Bangladesh dan
India, menguntungkan untuk regional kerjasama kelistrikan, khususnya untuk Nepal.
Studi ini menggunakan Pendekatan SWOT-AHP-TOWS untuk mengidentifikasi
hambatan dan peluang utama untuk perdagangan listrik lintas batas dan untuk
memberikan wawasan tentang kemungkinan strategi untuk Nepal.
Penelitian kesembilan belas judulnya “Object-based geographical data model for
determination of the cemetery sites using SWOT and AHP integration” yang ditulis oleh
Yakup Emre Coruhlu, Volkan Baser & Okan Yildiz (2021). Sementara pada masa
feodalisme tanah adalah sumber kekayaan, hanya memiliki nilai finansial, hari ini itu
telah menjadi berharga sebagai sumber daya yang terbatas. Tidak boleh dilupakan bahwa
tanah menjadi langka, jadi itu harus direncanakan dan dikelola dengan sangat baik. Agar
pemakaman dapat berkelanjutan dan efektif dikelola, sangat penting untuk
mengumpulkan, menyimpan, dan memeriksa informasi yang terkait dengan situs-situs ini
seperti lainnya jenis daerah. Sebuah desain database geografis dikembangkan untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang ada terkait pengelolaan
pemakaman secara nasional sesuai dengan ISO standar 19152.
Penjelasan pada penelitian di atas telah memberikan kontruks yang penting terkait
strategi peningkatan kinerja organisasi menggunakan analisis SWOT dan AHP yang
dapat menjadi dasar peneliti dalam membangun kerangka penelitian dalam tesis ini.
Adapun rangkuman dari penelitian-penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
41

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan

1 Halachmi, Performance Pengukuran kinerja merupakan kegiatan rutin pada Penelitian memiliki Lokus penelitian atau
A. (2002). Measurement, tingkat instansi, pengukuran menunjukan adanya dua hal tema yang sama pembahasan tidak pada
Accountability, and yang menjadi tujuan utama yaitu dorongan untuk yaitu terkait kinerja instansi pengawasan dan
Improved Performance membangun akuntabilitas yang lebih besar atau lebih organisasi spesisfik terkait pengaruh
baik, dan kedua, dorongan untuk meningkatkan kinerja, pengukuran kinerja terhadap
atau produktivitas. Pengukuran kinerja dapat akuntabilitas dan
memberikan kontribusi dan pengaruh untuk peningkatan kinerja.
meningkatkan akuntabilitas dan kinerja yang lebih baik.
Namun bukan berarti pengukuran kinerja dapat berfokus
penuh kepada kedua hal tersebut, namun hanya dapat
memberikan kontrubusi untuk mendorong akuntabilitas
dan kinerja yang lebih baik.
2 Halachmi, Who gets What, When, Pengukuran kinerja dapat berkontribusi pada Penelitian memiliki Lokus penelitian atau
A. (2002). and How: Performance produktivitas yang lebih bagus dan kecakapan pegawai tema yang sama pembahasan tidak pada
Measures for yang lebih baik. Namun, bagi setiap tujuan mungkin yaitu terkait kinerja instansi pengawasan dan
Accountability? For diperlukan skema pengukuran yang berbeda. Artikel ini organisasi spesisfik terkait pengaruh
Improved Performance? mengeksplorasi kemungkinan bahwa minat baru dalam pengukuran kinerja terhadap
pengukuran kinerja berkaitan dengan politik akuntabilitas dan
administrasi dan keinginan auditor legislatif untuk peningkatan kinerja.
mendapatkan keuntungan.
3 Chaturvedi, Performance Contracting Efektivitas Kontrak Kinerja berpengaruh terhadap Penelitian memiliki Lokus penelitian di indian
D., & as an Instrument for peningkatan kinerja Pemerintah India. Hasil penelitian tema yang sama dan bukan merupakan
Gautam, V. Improving Performance mengungkapkan bahwa Kontrak Kinerja punya dampak yaitu terkait kinerja lembaga pengawasan.
(2013). in Government: An yang jelas dan positif kepada kerja-kerja kementerian di organisasi
Indian Experience. Pemerintah India. Kontrak kinerja membantu penilaian
yang objektif terhadap kementerian dan upaya yang
terfokus pada pencapaian target organisasi, dan

Universitas Indonesia
42

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


memungkinkan orientasi kinerja di kalangan pegawai
negeri. Hal ini juga memiliki kontribusi pada
penyempurnaan visi dan misi organisasi dan
integrasinya dengan tujuan organisasi.
4 Bianchi, C., Performance Dinamika sistem dapat digunakan untuk mmebantu Penelitian memiliki Lokus penelitian tidak pada
& Management in Local pejabat lokal beralih dari penerapan pengukuran kinerja tema yang sama instansi pengawasan dan
Rivenbark, Government: The ke manajemen kinerja. Cara kerjanya adalah dengan yaitu terkait kinerja pembahasan terkait kinerja
W. C. Application of System menggunakan data kinerja untuk mengelola sumber organisasi lebih spesifik kepada
(2014). Dynamics to Promote daya agar kinerja dapat dikelola dengan baik. perubahan pengukuran
Data Use kinerja menjadi manajemen
kinerja, sedangkan penelitian
yang akan diteliti oleh
penulis adalah terkait
peningkatan kinerja.
5 Davis, D., & The learning Bahwasannya ada keterkaitan positif antara perilaku Riset memiliki tema Selain lokus penelitian yang
Daley, B. J. organization and its lembaga pembelajar dengan peningkatan kinerja yang sama yaitu berbeda, teori yang
(2008). dimensions as key faktors terkait kinerja digunakan lebih kepada
in firms' performance organisasi pengaruh organisasi
pembelajar terhadap kinerja.
6 Durgin, A., Using Task Clarification Kinerja meningkat ketika supervisor diajarkan untuk Penelitian memiliki Lokus penelitian berbeda,
Mahoney, and Feedback Training menggunakan bantuan pekerjaan dan memberikan tema yang sama studi kasus pada Afrika
A., Cox, C., to Improve Staff umpan balik, dan mencapai tingkat tinggi dan konsisten yaitu terkait kinerja Timur dan pada organisasi
Weetjens, B. Performance in an East selama fase berikutnya, di mana supervisor organisasi non publik.
J., & Poling, African menggunakan bantuan pekerjaan secara mandiri.
A. (2014). Nongovernmental
Organization
7 Selvarajan, Can performance Penelitian ini menguji keterkaitan antara karakter Penelitian memiliki Selain lokus penelitian yang
T. T., & appraisals motivate penilaian kinerja (sumber penilaian, tujuan penilaian dan tema yang sama berbeda, pembahasan hanya
Cloninger, employees to improve kekayaan umpan balik) dan dampak yang dialami oleh yaitu terkait kinerja berfokus kepada pengukuran
P. A. (2012). performance? A Mexican karyawan terhadap penilaian karakteristik (keadilan organisasi kinerja yang yang
study yang dirasakan dan akurasi penilaian yang dirasakan) mempengaruhi motivasi
dan hasil penilaian (penilaian kepuasan dan motivasi

Universitas Indonesia
43

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


untuk meningkatkan). Hasilnya adalah karakteristik pegawai dalam
penilaian kinerja dapat mempengruhi motivasi pegawai meningkatkan kinerja.
untuk berkinerja lebih baik.
8 Kadarisman, The influence of Yang ingin dituju dari riset kali ini adalah untuk Penelitian memiliki Lokus penelitian tidak pada
M. (2019). compensation, memahami dan menganalisa dampak kompensasi, tema yang sama instansi pengawasan.
development, and pembinaan, serta pengawasan kepada kerja-kerja ASN yaitu terkait kinerja
supervision towards the pegawai di lingkungan Pemerintah Kota Depok. Hasil organisasi
performance of civil penelitian menyatakan bahwa peningkatan kompetensi
servants in depok city PNS terbukti dapat meningkatkan kinerja mereka.
government, Indonesia Namun, kondisi ini bisa berdampak negatif berdampak
jika peningkatan kompetensi tidak sesuai dengan
kebutuhan
9 Khoirunnisa, Kinerja Organisasi Dinas Temuan riset menyatakan bahwasannya Penelitian memiliki Lokus penelitian tidak pada
Nida (2019) Sosial Dalam Kinerja Dinas Sosial dalam program rutilahu di tema yang sama instansi pengawasan.
Implementasi Program Kabupaten Cirebon tahun 2014-2018 belum begitu yaitu terkait kinerja
Rumah Tidak Layak Huni memuaskan dan signifikan, karena realisasi masih jauh organisasi
(Rutilahu) Sebagai dari target. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya
Penanggulangan permasalahan dalam pelaksanaan program dan
Kemiskinan Di diakibatkan oleh faktor-faktor yang bisa memberikan
Kabupaten Cirebon pengaruh, yakni faktor internal dan faktor eksternal
organisasi Dinsos.
10 Furkon Effi Analisis Faktor-Faktor Temuan riset menyatakan bahwasannya faktor-faktor Penelitian memiliki Lokus penelitian tidak pada
Ratna (2021) Yang Mempengaruhi kinerja Setwapres ditinjau dari Kerangka 7S McKinsey tema yang sama instansi pengawasan.
Kinerja yaitu structure dimana sudah ada kejelasan pembagian yaitu terkait kinerja
Organisasi Sekretariat tugas dan fungsi serta adanya koordinasi yang baik; style organisasi dan pada
Wakil Presiden Dalam dimana kepemimpinan demokratis membuat komunikasi lembaga publik.
Memberikan berjalan baik disertai keterlibatan langsung pimpinan
Dukungan Kepada Wakil dalam pelaksanaan tugas; dan shared values yang disertai
Presiden Ditinjau Dari kegiatan internalisasi dan penguatan. Sementara faktor
Perspektif Kerangka 7s strategy dimana masih terdapat kegiatan unit kerja yang
Mckinsey (Studi Tahun belum sesuai dengan program prioritas Wakil Presiden
2015-2019) serta kegiatan evaluasi yang masih berfokus pada

Universitas Indonesia
44

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


perubahan target kinerja; system dimana
pengimplementasian SOP belum seluruhnya sesuai serta
belum adanya mekanisme khusus dalam pengawasan;
staff dimana masih kurangnya jumlah ASN sebagai
Pramusaji Kepresidenan serta penempatan yang belum
sesuai latar belakang pendidikan; serta skills
yang belum seluruhnya sesuai dengan kebutuhan
organisasi dan belum didukung oleh pelatihan yang
menunjang.
11 Bambang Strategi Peningkatan Inspektorat Utama BNN mempunyai peran strategis Penelitian memiliki Lokus berbeda, yaitu bukan
Sugiharto Kapasitas Aparat dalam bidang pengawasan internal. Maka dari itu metode penelitian pada Inspektorat Jenderal
(2013) Pengawasan yang dibutuhkan suatu perubahan dengan merumuskan yang sama yaitu Kemendagri.
Profesional di BNN bagaimana strategi penguatan kapasitas. Hasil penelitian menggunakan
Dalam Rangka didapatkan beberapa alternatif strategi berupa rekrutmen SWOT serta
Penyelenggaraan APIP, peninjauan ulang pada materi pelatihan dan bertempat di
Pemerintahan yang pengembangan, meningkatkan pendidikan formal instansi
Bersih, Bebas KKN dan lanjutan yang sesuai dengan latar belakang pengawasan pengawasan.
Akuntabel dan penerapan manajemen kinerja.
12 Asri Dwi Strategi Kebijakan Tesis ini berfokus pada pemilihan strategi terbaik bagi Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Asmarani Pembangunan Daerah Kabupaten Klaten dalam melakukan pembangunan menggunakan instansi pengawasan.
(2010) Kabupaten Klaten: Daerahnya, dengan menggunakan pendekatan analisis analisis SWOT
Pendekatan Analisis SWOT dan AHP. Penelitian ini menggunakan 2 untuk menentukan
SWOT dan AHP Instrumen Kuesioner yaitu SWOT dan AHP. Hasil strategi yang akan
penelitian menyimpulkan bahwa sasaran pembangunan dilaksanakan.
yang harus diproritaskan adalah meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, dengan cara memperkuat
perekonomian mikro.
13 Sharon Mixing qualitative and Metode kualitatif relatif langka dalam riset administrasi Penggunaan metode Penelitian tersebut lebih
Gilad (2021) quantitative methods in publik. Ketidakseimbangan antara kualitatif dan penelitian berupa menganalisis penggunaan
pursuit of richer answers kuantitatif ini metode menimbulkan beberapa Mix methodes. metode penelitian campuran,
to real-world questions. permasalahan. Akhirnya, metode campuran dan sedangkan penelitian ini
kolaborasi antara menjawab pertanyaan atau

Universitas Indonesia
45

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


penelitian kualitatif dan kualitatif, sangat penting untuk kasus penelitian
lebih banyak dialog antar akademisi dan praktisi dalam menggunakan metode
administrasi publik. Lebih fleksibel, peka konteks, campuran.
metodologis
dan dibutuhkan kemampuan untuk memperluas
cakrawala empiris dan teoritis oleh peneliti dan membuat
peneliti lebih tepat untuk menanggapi masalah
masyarakat yang beragam.
14 Mohammad Concept-Based Dalam penelitian ini, berdasarkan analisis SWOT Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Kazem Integration of Project (kekuatan, kelemahan, menggunakan instansi pengawasan.
Ghorbani, Management and peluang, ancaman) analisis, berbagai standar dan proses analisis SWOT
Hossein Strategic Management of dalam manajemen proyek (PM) terintegrasi dalam untuk menentukan
Hamidifar , Rubber Dam Projects kerangka manajemen strategis (SM) dari organisasi yang strategi yang akan
Charalampos Using the SWOT–AHP bertanggung jawab dilaksanakan.
Skoulikaris Method untuk pengelolaan infrastruktur hidrolik skala kecil yang
and Michael baru, misalnya proyek bendungan karet. Faktor internal
Nones dan eksternal penting dalam PM dan SM organisasi
(2022) proyek bendungan karet di Iran. Dimulai dengan
identifikasi, diadaptasi, dan diintegrasikan. Setelah itu,
faktor-faktor tersebut dibobot, dievaluasi,dan dianalisis
menggunakan proses hierarki analitik (AHP) dan metode
gabungan SWOT-AHP. Berdasarkan hasil tersebut, total
bobot skor faktor internal dan eksternal masing-masing
adalah 2,353 dan 2,718.
Oleh karena itu, strategi utama organisasi yang
diturunkan adalah WO. Ini berarti bahwa kelemahan
dapat dikurangi melalui peluang yang tersedia untuk
proyek. Akhirnya, metodologi baru disebut "matriks
strategi" yang dihasilkan dari "matriks prioritas"
diusulkan untuk memprioritaskan dan menentukan
kemungkinan strategi organisasi. Output menunjukkan
tiga prioritas pertama sebagai campuran dari

Universitas Indonesia
46

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


alternatif strategi utama, misalnya W1O1, W7O1, dan
W9O1. Oleh karena itu, organisasi diusulkan untuk
menggunakan manfaat ekonomi proyek rubber dam
untuk memantau lebih lanjut unit organisasi, proyek
manajemen sumber daya, dan manajemen pemangku
kepentingan proyek (bukan pemangku kepentingan
proyek).
Penelitian yang diusulkan dapat dipahami sebagai
percontohan untuk pengelolaan berkelanjutan dalam
pembangunan
negara, di mana manajemen proyek strategis dapat
menghasilkan manfaat operasional yang penting.
15 Dijana Strategy development by Penelitian tersebut menggunakan kombinasi analisis Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Oreski using SWOT - AHP SWOT dan Analytic Hierarchy Process (AHP) dalam menggunakan instansi pengawasan.
(2012) perencanaan strategis pariwisata kota kecil Eropa Tengah analisis SWOT
Varazdin, yang terletak di barat laut Kroasia. Analisis untuk menentukan
SWOT mengidentifikasi faktor internal dan eksternal strategi yang akan
yang diprioritaskan oleh pakar bidang pariwisata melalui dilaksanakan.
AHP. Faktor SWOT yang diprioritaskan digunakan
dalam perumusan strategi menggunakan matriks TOWS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi
proaktif dan strategi isolasi dengan strategi promosi
pemasaran yang efektif adalah strategi terbaik yang dapat
diterapkan.
16 Çağlar Sustainable development Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu isu Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Kıvanç goals assessment of yang banyak dihadapi negara maju dan berkembang menggunakan instansi pengawasan.
Kaymaz, Erzurum fokus di dunia. Keberlanjutan sumber daya manusia dan analisis SWOT
Salih province with alam sangat besar penting untuk mengamankan dunia dan untuk menentukan
Birinci1, SWOT‑AHP analysis masa depan bersama umat manusia. Dalam konteks ini, strategi yang akan
Yusuf Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi struktur sosial dilaksanakan.
Kızılkan ekonomi Erzurum dengan hierarki analitis
(2020)

Universitas Indonesia
47

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


proses (AHP) dan analisis kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman digital mempertimbangkan tujuan
pembangunan berkelanjutan (SDGs). Hal-hal yang
termasuk dalam Agenda 21 Laporan Perserikatan
Bangsa-Bangsa dan 17 SDGs yang ditentukan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa diambil menjadi
pertimbangan dalam upaya ini. Sejalan dengan pendapat
para ahli, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
yang diciptakan oleh tujuan pembangunan berkelanjutan
untuk Erzurum provinsi dianalisis secara statistik dengan
AHP. Prioritas dan nilai bobot masing-masing sub-
kriteria dihitung. Menurut analisis ini, “kekayaan alam,
budaya” dan sumber daya sejarah untuk potensi
pariwisata” menempati urutan pertama di antara kekuatan
provinsi mengenai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kelemahannya termasuk “investasi yang tidak
mencukupi” dan budaya wirausaha”. Namun, kriteria
“status wilayah prioritas untuk pembangunan”
menonjol sebagai peluang yang paling penting. Ancaman
termasuk “kehilangan tenaga kerja karena kriteria
migrasi dari daerah pertanian”. Setelah analisis statistik,
kuantitatif hasil yang dibuat untuk realisasi terbaik dari
pembangunan berkelanjutan untuk daerah adalah dinilai
untuk menentukan tujuan dan strategi baru. Saran
ditawarkan untuk menentukan peluang
dan kekuatan, ancaman dan kelemahan dengan
membangun strategi baru dan membuat rencana
demikian.
17 David Gago, Stakeholders’ Studi ini bertujuan untuk mengembangkan analisis multi- Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Paula Perceptions of New stakeholder untuk mengidentifikasi strategi terbaik untuk menggunakan instansi pengawasan.
Mendes, Digital Energy integrasi Platform Manajemen Energi Digital (DEMP) analisis SWOT
Pedro Murta, Management Platform in baru. Kotamadya Loulé (Selatan Portugal) digunakan untuk menentukan

Universitas Indonesia
48

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


Nuno Municipality of Loulé, sebagai studi kasus. A. Kekuatan, Kelemahan, Peluang, strategi yang akan
Cabrita and Southern Portugal: dan Ancaman (SWOT) kerangka kerja yang dilaksanakan.
Margarida A SWOT-AHP Analysis dikombinasikan dengan kerangka Analytical Hierarchy
Ribau Process (AHP) dan TOWS Matriks digunakan untuk
Teixeira menganalisis persepsi pemangku kepentingan untuk
(2022) mengusulkan strategi untuk mengintegrasikan DEMP.
Lima kelompok pemangku kepentingan fokus terlibat.
Hasil menunjukkan bahwa pemangku kepentingan
mempertimbangkan bahwa aspek positif DEMP lebih
besar daripada aspek negatifnya sekitar 36%. Kekuatan
peringkat dengan 34,4%, Peluang dengan 33,8%,
Kelemahan dengan 20,2%, dan Ancaman dengan 11,6%.
Urutan faktor dengan skor keseluruhan tertinggi menurut
pemangku kepentingan adalah O1(12,7%) > S2(11,1%)
> W2 (7,4%) > T3 (4,1%). Berdasarkan persepsi
pemangku kepentingan, strategi yang paling cocok
adalah yang menggunakan Kekuatan dan Peluang sistem
(strategi SO), dan strategi yang memanfaatkan Peluang
saat berhadapan dengan Kelemahan (strategi WO),
mencapai prevalensi dibandingkan dengan strategi
lainnya masing-masing sebesar 34% dan 27%. Oleh
karena itu, proses partisipasi yang melibatkan kelompok
pemangku kepentingan dalam pelaksanaan dan
pemantauan DEMP memberikan rencana aksi dan
konsensus yang mampu memenuhi tantangan
pengelolaan energi lingkungan dan kota.
18 Shobhakar Cross-border electricity Diberkahi dengan lebih dari 40.000 MW potensi tenaga Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Dhakal, trade for Nepal: a air ekonomi menggunakan instansi pengawasan.
Pratik Karki SWOTAHP relatif terhadap permintaan domestiknya yang baru lahir, analisis SWOT
& Subina analysis of barriers and Nepal dapat mengekspor listrik untuk menentukan
Shrestha opportunities based kepada tetangganya yang mengalami defisit daya di strategi yang akan
(2021) BBIN (Bhutan, dilaksanakan.

Universitas Indonesia
49

No Peneliti Judul Hasil Persamaan Perbedaan


on stakeholders’ Bangladesh, India dan Nepal) sebagai kawasan ekonomi
perception strategis peluang. Potensi hidro yang belum
dimanfaatkan di Nepal, ditambah dengan pola
permintaan musiman komplementer BBIN, perbedaan
dalam waktu beban puncak, dan pertumbuhan listrik yang
berkembang pesat permintaan di Bangladesh dan India,
menguntungkan untuk regional kerjasama kelistrikan,
khususnya untuk Nepal. Studi ini menggunakan
Pendekatan SWOT-AHP-TOWS untuk mengidentifikasi
hambatan dan peluang utama untuk perdagangan listrik
lintas batas dan untuk memberikan wawasan tentang
kemungkinan strategi untuk Nepal
19 Yakup Emre Object-based Sementara pada masa feodalisme tanah adalah sumber Peniliti Lokus penelitian tidak pada
Coruhlu, geographical data model kekayaan, hanya memiliki nilai finansial, hari ini itu telah menggunakan instansi pengawasan.
Volkan for determination of the menjadi berharga sebagai sumber daya yang terbatas. analisis SWOT
Baser & cemetery sites using Tidak boleh dilupakan bahwa tanah menjadi langka, jadi untuk menentukan
Okan Yildiz SWOT and AHP itu harus direncanakan dan dikelola dengan sangat baik. strategi yang akan
(2021) integration Agar pemakaman dapat berkelanjutan dan efektif dilaksanakan.
dikelola, sangat penting untuk mengumpulkan,
menyimpan, dan memeriksa informasi yang terkait
dengan situs-situs ini seperti lainnya jenis daerah. Sebuah
desain database geografis dikembangkan untuk
mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang
ada terkait pengelolaan pemakaman secara nasional
sesuai dengan ISO
standar 19152.
Sumber: diolah kembali oleh penulis (2022)

Universitas Indonesia
50

Penelitian terdahulu sebagaimana pada matrik di atas menjadi referensi dan


rujukan peneliti dalam melakukan penelitian terkait strategi peningkatan kinerja
organisasi. Hal tersebut dikarenakan penelitian tersebut di atas memiliki keterkaitan
dengan tema yang peneliti ambil, walaupun memberikan informasi yang berbeda-beda,
perbedaan tersebut terdapat pada fokus, lokus serta metode penelitian.
Keseluruhan penelitian terdahulu tersebut merupakan sumber rujukan bagi peneliti
dalam melakukan penelitian. Hal ini karena seluruh penelitian memiliki keterkaitan
namun memberikan informasi yang berbeda-beda, baik dari segi fokus dan lokus
permasalahan. Penelitian terdahulu di atas menjelasakan tentang bagaimana memilih
strategi prioritas menggunakan SWOT dan AHP baik di berbagai negara maupun di
organisasi baik publik maupun privat. Keterbaruan daripada penelitian ini adalah
pemilihan strategi peningkatan kinerja pada organisasi pengawasan, karena belum ada
penelitian yang secara spesifik meneliti tentang strategi yang harus dilakukan dalam
rangka peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal sebagai satu-satunya organisasi yang
memiliki fungsi pengawasan internal pada Kementerian Dalam Negeri.

2.2 Kerangka Teori


Pada bagian kerangka teori ini akan diuraikan berbagai teori sebagai dasar untuk
melakukan penelitian. Kerangka teori ini maksudnya adalah untuk memberikan gambaran
komprehensif mengenai konsep-konsep yang akan diteliti. Selain untuk memberikan
gambaran, teori tersebut juga menjadi patokan peneliti untuk menyusun instrumen
penelitian yang kemudian digunakan untuk memperoleh informasi maupun data yang
akan dianalisis menjadi temuan penelitian.

2.2.1. Organisasi
Menurut Jones (2013) di buku Organizational theory, design, and change
menyatakan organisasi adalah “an organization is a tool people use to coordinate their
actions to obtain something they desire or value that is, to achieve their goals”,
Organisasi adalah instrumen yang dipakai seseorang guna mengkoordinir aksi mereka
guna memperoleh apa yang mereka mau ataupun hargai guna menggapai apa yang ingin
mereka tuju. Artinya suatu organisasi bisa digunakan oleh seseorang selaku wadah untuk
mengkoordinir suatu tujuan yang sama oleh semua anggota organisasi dimana menurut

Universitas Indonesia
51

anggota organisasi tersebut tujuan yang ingin dicapai merupakan sesutau yang berharga.
Ambarwati, A. (2018) menyatakan bahwa organisasi dapat dimaknai sebagai sebuah grup
yang mencakup 2 (dua) ataupun lebih orang yang kerjasama guna menggapa target
khusus dengan bersamaan. Organisasi adalah wadah bertemunya orang dengan
terstruktur, terpimpin, terkendalai, terencana, rasional saat menggunakan berbagai
sumber daya baikitu metode, material, lingkungan, dan uang serta sarana dan prasaranan,
dan yang lainnya yang mana dipakai dengan efisien dan efektif supaya dapat menggapai
apa yang ingin dituju oleh sebuah organisasi.
Selanjutnya menurut Jones (2013) menyebutkan definisi organisasi lainnya yaitu
“An organization is a response to and a means of satisfying some human need” yang
artinya sebuah organisasi terbentuk dari suatu respon untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Maka dari itu organisasi diharap bisa memberikan pelayanan maksimal dan
mencukupi segala apa yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan lebih efektif dibanding
dengan penggolongan manusia yang lebih kecil dan lebih alamiah, misal keluarga, grup
persahabatan serta lingkungan masyarakat. Berbicara terkait lingkungan, Jones (2013)
mendefinisikan lingkungan organisasi adalah “The organizational environment is the set
of forces and conditions that operate beyond an organization’s boundaries but affect its
ability to acquire and use resources to create value” yang artinya bahwa lingkungan
organisasi adalah seperangkat kekuatan serta keadaan yang bekerja di luar batas
organisasi tapi bisa memberikan pengaruh pada kompetensinya guna mendapat &
memakai sumber daya guna memberikan nilai.
Selanjutnya Jones (2013) juga menulis terkait budaya organisasi sebagaimana
berikut ini “Organizational culture is the set of shared values and norms that controls
organizational members interactions with each other and with suppliers, customers, and
other people outside the organization.” Yang artinya budaya organisasi adalah susunan
nilai dan norma umum yang mengontrol hubungan anggota organisasi satu sama lain baik
internal maupun eksternal organisasi. Maka dari itu organisasi berasal dari suatu
kebutuhan masyarakat dimana organisasi memiliki lingkungan dimana didalamnya
terdapat budaya organisasi dimana budaya organisasi tersebut dapat mengontrol interaksi
antara internal dan eksternal organisasi.
Selanjutnya, Heryana, Ade. (2020) menyatakan bahwa organisasi merupakan suatu
aturan yang mana seseorang memiliki ketergantungan satu dengan lainnya serta

Universitas Indonesia
52

menciptakan jaringan yang saling menyuguhkan kemanfaatan. Kemudian, Heryana, Ade.


(2020) mengatakan bahwasannya organisasi yakni aturan kerja bagi manajemen untuk
bekerja. Maknanya, organisasi adalah tempat, instansi, ataupun grup fungsional saat
aktivitas manajemen terjadi. Organisasi layaknya peta jalan untuk manajemen serta
membernya guna menggapai apa yang mereka inginkan. Dimana didalamnya terdapat
strategi dan mekanisme kompleks yang di sana terlibat manusia yang dirancang guna
menggapai apa yang ingin mereka tuju. Yang artinya, organisasi tempat yang mana
segerombolan orang dikoordinir untuk meraih tujuan khusus. Makin lama organisasi
eksis, makin rumit pula interaksi antar manusia dan instrumen kerja yang ada padanya.
Selain pernyataan di atas, Daft, R. L. (2015) juga menyatakan bahwa organisasi
yakni (1) entitas sosial yang (2) dikoordinir pada tujuan, (3) diatur sebagai seperangkat
kegiatan yang teratur dan terorganisasi secara sengaja, dan (4) ada kaitannya dengan
lingkungan eksternal. Sehingga organisasi merupakan entitas sosial yang mempunyai
tujuan yang terstruktur dan sistematik secara sadar dan juga saling berinteraksi sehingga
membangun suatu jejaring. Suatu organisasi ada orang melakukan interaksi dengan yang
lainnya guna menjalankan beberapa fungsi urgen yang menolong untuk menggapai
tujuan. Organisasi bisa digolongkan ke dalam level analisa yang tambah tinggi, yang di
sana terjalin di suatu interorganisasi dan komunitas sehingga muncullah perilaku
organisasi. Perilaku organisasi yakni pendekatan mikro terhadap organisasi dikarenakan
fokusnya yakni pada perorangan di organisasi sebagai unit analisa yang sesuai. Perilaku
organisasi melakukan penelitian atas beberapa konsep misal motivasi, model leadership,
serta kepribadian dan kaitannya dengan distingsi intelektual serta emosional antar
member organisasi.
Setiap organisasi juga memiliki karakteristik masing-masing dan identitas,
Laegaard (2010) menyatakan bahwa identitas organisasi adalah inti yang terus
mengendalikan tindakan pegawai. Identitas mempengaruhi cara karyawan membuat
keputusan dan bertindak dalam situasi tertentu. Rhodes (2013) juga menyatakan bahwa
efek organisasi dan respon anggota organisasi telah menjadi suatu bagian dalam
organisasi terutama dalam hal hubungan antara etika dan subjektivitas. Ansell, C., &
Trondal, J. (2018) menyatakan bahwa pendekatan organisasi menekankan peran faktor-
faktor tersebut dalam pemerintahan. Banyak faktor mungkin relevan tidak hanya aktor
dan preferensi mereka, tetapi juga faktor sosial seperti karakteristik populasi, tingkat

Universitas Indonesia
53

urbanisasi dan sebagainya. Faktor organisasi mungkin memiliki pengaruh dalam proses
tata kelola dan menciptakan bias sistematis, sehingga membuat beberapa karakteristik
proses dan output lebih mungkin daripada yang lain. Faktor organisasi termasuk struktur
organisasi, demografi, budaya dan lokasi.
Sementara Robbins& Judge (2012) menjelaskan bahwa organisasi yakni unit sosial
yang bisa dikoordinasi, mencakup 2 orang ataupun lebih, yang bekerja berkelanjutan
guna menggapai tujuan yang sudah disepakati bersama-sama. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa intinya organisasi adalah wadah yang di dalamnya beberapa individu
kerjasama lewat pemerataan tugas yang pasti guna menggapai tujuan yang dicanangkan
bersama-sama.
Sementara itu Hatch & Ann L. Cunliffe (2013) memandang organisasi ke dalam
tiga prespektif yakni perspektif modern, symbolic dan postmodern. Perspektif modern
memandang bahwa organisasi dirancang dan dikelola dengan baik dan jelas, sistem
keputusan dan tindakan anggotanya didorong oleh norma yang rasional. Organisasi dalam
perspektif ini bersifat objektif dimana tujuan organisasi adalah optimasi, terukur, logis,
efisien, dan efektif. Perspektif symbolic memandang organisasi terbentuk karena interaksi
antar anggota melalui pemaknaan atas simbol-simbol verbal dan non verbal. Organisasi
dianggap bersifat subjektif dimana anggotanya saling memahami satu sama lain sehingga
tujuan organisasi adalah kepuasan dari anggotanya tersebut. Sedangkan perspektif
postmodern memandang organisasi sebagai tempat terjadinya permainan kekuasaan yang
terkadang menimbulkan penindasan, irasionalitas, dan kepalsuan sehingga memberi
ruang untuk partisipasi anggotanya.
Lubis dan Huseini (2009) juga mengatakan bahwa sifat abstrak dari organisasi
menyebabkan tinjauan terhadap teori organisasi dapat dilakukan berdasar sisi yang
berbeda-beda sesuai dengan dimensi organisasi yang akan dianalisis. Sedangkan Hatch
& Ann L. Cunliffe (2013) menggambarkan model konseptual organisasi sebagaimana
gambar 2.1 di bawah ini.

Universitas Indonesia
54

Gambar 2.1 Model Konseptual Organisasi

Sumber: Hatch & Ann L. Cunliffe (2013)

Gambar di atas menunjukkan bahwa model konseptual organisasi terdiri atas 5


aspek yang saling berkaitan yakni lingkungan, social structure (struktur organisasi),
culture, physical structure (spesifikasi fisik seperti luas, tempat, lokasi organisasi) dan
technology. Selain itu terdapat pula satu elemen lain yakni organizational power, control
and conflict. Dapat disimpulkan dari berbagai macam definisi di atas, bahwa pengertian
dari organisasi yakni (1) sekelompok orang-orang yang saling kerjasama, (2) Bekerja
sesuai dengan bagian dan tugas yang telah diberikan sebagai suatu kewenangan dan
tanggung jawab (3) ditentukan oleh orang yang mempunyai jabatan yang bersifat hirarki,
(4) terdapat fungsi dan struktur guna mencapai tujuan masing-masing.

2.2.2. Manajemen Strategi


Seperti yang dikemukakan oleh Candler Jr bahwa strategi yang ada dalam setiap
organisasi adalah bagaimana organisasi tersebut menetapakn tujuan/goal yang akan
dicapai, tujuan tersebut bisa bersifat jangka pendek maupun untuk jangka panjang, hal ini
merupakan hal yang sangat fundamental bagi organisasi, setelah menetapkan tujuan
organisasi maka selanjutnya menentukan berapa jumlah sumber daya yang diperlukkan
dalam melaksanakan tujuan yang telah ditetapkan. Jika organisasi tidak bisa menetapkan
tujuannya, maka organisasi tersebut tidak dapat mengukur kinerjanya, hal ini
menyebabkan organisasi tersebut akan gagal. Selanjutnya seperti yang diungkapakan oleh
Pearce dan Robinson bahwa strategi merupakan bagaimana kita menterjemahkan antara
analisis lingkungan serta analisis terhadap kemampuanyang ada pada internal organisasi

Universitas Indonesia
55

atau kemampuan yang ada pada organisasi yang selanjutnya dituangkan dalam sebuah
struktur organisasi (Kusdi, 2011).
Bagaimana strategi disusun oleh sebuah organisasi dapat melalui planning mode
atau melalui evolutionary mode. Planning mode merupakan plan/perencanaan atau satu
paket pedoman secara eksplisit yang ditetapakan oleh organisasi sebelum organisasi
tersebut menentukan tindakan. Sedangkan dalam evolutionary mode, strategi disusun
tidak selalu berupa sebuah perencanaan yang sistematis dan terperinci. Strategi berbeda
dengan tujuan organisasi. Menurut Robbins, tujuan organisasi (goals) mengacu pada tujuan-
tujuan akhir organisasi, sementara strategi mengacu pada tujuan akhir organisasi (goals) dan cara
mencapainya (means). Strategi menekankan pada pada bagaimana mencocokan kapabilitas dan
sumber daya yang dimiliki oleh organisasi, kekuatan dan kelemahannya (faktor internal) dengan
peluang dan ancaman lingkungan (faktor eksternal) sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi
dapat tercapai.
Menurut Pearce dan Robinson (2007), “Manajemen Strategik adalah satu set keputusan dan
tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana yang dirancang untuk meraih
tujuan suatu perusahaan”. Lebih lengkap David (2011) mendefinisikan manajemen strategi
sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi
keputusan- keputusan lintas fungsional yang memapukan sebuah organisasi mencapai tujuannya.
David menggunakan istilah perencanaan strategis sebagai sinonim dari manajemen strategis.
Meskipun dalam manajemen strategis lebih ditujukan pada perumusan, implementasi dan
evaluasi strategis. Sedangkan perencanaan strategis lebih merujuk pada hanya perumusan
strategis.
David (2011) membagi proses manajemen strategis terbagi menjadi 3 tahap: (1) Perumusan
strategi, pada tahapan analisis organisasi melakukan pengembangan visi dan misi, identifikasi
peluang dan ancaman eksternal, kesadaran kekuatan dan kelemahan internal, pencarian strategi
alternatif dan pemilihan strategi tertentu; (2) Penerapan strategi, merupakan tahapan yang paling
sulit, dimana organisasi harus mampu memobilisasi seluruh anggota organisasi untuk
melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Tahapan ini memerlukan disiplin, komitmen,
pengorbanan dan keterampilan interpersonal; dan (3) Penilaian strategi, tahapan terakhir dalam
manajemen strategi, dimana manajer harus sudah tahu apakah strategi yang telah dirumuskan
berjalan dengan baik, melalui penilaian atau evaluasi strategi.
David (2011) menjelaskan bahwa manajemen strategis bermanfaat dalam membantu
organisasi merumuskan strategi yang lebih baik melalui pendekatan terhadap pilihan strategi yang
lebih sistematis logis dan rasional. Lebih lanjut David (2011) mengutip pendapat Greenly yang
menyebutkan manfaat dari manajemen strategis adalah sebuah aktivitas formulasi strategi guna

Universitas Indonesia
56

memperkuat kemampuan organisasi untuk menghindari munculnya masalah, keputusan strategis


yang berbasis kelompok kemungkinan besar akan diambil dari berbagai alternatif terbaik yang
ada, keterlibatan pegawai dalam merumuskan strategi akan meningkatkan pemahaman pegawai
mengenai hubungan antara produktivitas dengan reward pada setiap rencana strategis, sehingga
hal ini dapat meningkatkan motivasi bekerja pegawai; kesenjangan serta tumpang tindih atas
aktivitas diantara individu atau kelompok akan menurun karena partisipasi dalam formulasi
strategi mengklarifikasi perbedaan peran.
Sementara menurut Pearce dan Robinson (2007) menyatakan bahwa manfaat dari
manajemen strategik adalah untuk mengenali, menetapkan prioritas, dan memanfaatkan berbagai
peluang, menyiapkan pandangan yang obyektif mengenai permasalahan dalam manajeman,
menjadi frame work untuk melakukan berbagai perubahan yang lebih baik terkait koordinasi dan
pengendalian terhadap aktifitas, meminimlisir pengaruh dari kondisi dan perubahan-perubahan
yang dapat merugikan, dapat kemungkinan bahwa keputusan yang utama yang lebih baik dapat
mendukung sasaran-sasaran yang telah ditetapkan, memungkinkan mengalokasikan waktu dan
resouces yang lebih efektif d an ef i s i en untuk menangkap peluang, memungkinkan resources
yang lebih sedikit dan waktu lebih sedikit digunakan untuk memperbaiki kesalahan atau
keputusan yang bersifat ad hoc, mewujudkan frame work untuk sarana komunikasi internal
diantara para staf, membantu mengharmonisasi tingkah laku secara individual menjadi usaha
secara total, menyediakan dasar sebagai penjelasan terhadap tanggung jawab individu,
memberikan motivasi untuk berfikir kedepan, menyediakan paradigma/pendekatan sebuah kerja
sama, yang terpadu, dan antusias dalam mengatasi berbagai permasalahan dan peluang,
menciptakan sikap yang bersedia menerima perubahan, serta dapat memberikan tingkat
kedisiplinan dan formalitas yang sangat tepat dalam manajemen dari suatu organisasi.

2.2.3. Pengawasan
Pengawasan adalah fungsi yang sangat penting dalam system pemerintahan,
pengawasan merupakan upaya untuk memitigasi atas potensi penyimpangan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. selain itu pengawasan juga merupakan upaya preventif
sekaligus upaya korektif terhadap proses pelaksanaan kegiatan dan anggaran. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Syukri Abdullah (2020) bahwa fungsi pengawasan terdiri
dari tiga hal yaitu:
1. Sebagai upaya untuk pendeteksian dan pencegahan atas penyalahgunaan, perilaku
sewenang-wenang atau perbuatan yang melanggar aturan yang terjadi dalam
organisasi pemerintahan.

Universitas Indonesia
57

2. Untuk memastikan bahwasanya pemerintah bertanggung jawab atas penggunaan


sumber daya yang berasal dari pajak, sehingga tidak ada pemborosan yang tidak perlu
dengan menerapkan prinsip 3E yaitu efisiensi, ekonomi dan efektivitas, untuk semua
operasi pemerintah.
3. Percaya bahwa kebijakan yang dijanjikan oleh pemerintah dan disetujui oleh
legislatif benar-benar dilaksanakan. Termasuk memantau pencapaian target yang
telah ditetapkan dan program pemerintah itu sendiri.

Proses pengawasan yakni memberikan penilaian pada objek pengawasan (Al


Amin, 2006). Al Amin (2006) mengatakan bahwasanya ada empat langkah dalam
pengawasan, yakni: penentuan standar pengawasan baik kriteria atau indikator yang
digunakan, pengukuran capaian kinerja, membandingkan antara kriteria atau indikator
dengan pelaksanaan kegiatan, dan perbaikan serta koreksi atas penyimpangan atau
kesalahan yang ditemukan pada proses pengawasan.Sehingga, sebuah kinerja yang telah
dilaksanakan akan diperiksa melalui pengukuran tertentu dengan indikator pengukuran
yang telah dijadikan standar, sehingga capaian dan penyimpangan dalam sebuah kinerja
dapat dilakukan tindakan korektif untuk perbaikan. Pengawasan sendiri juga berfungsi
untuk menilai apakah sebuah kegiatan sudah sesuai dengan dokumen perencanaan dan
peraturan perundang-undangan terkait, pengawasan juga adalah suatu proses
membandingkan antara keadaan atau kondisi saat ini dengan kondisi yang seharusnya
dicapai. Jika terdapat hambatan dan penyimpangan, akan diberikan suatu rekomendasi
korektif agar segera dilakukan perbaikan, dan rekomendasi tersebut harus ditindaklanjuti
agar penyimpangan yang ditemukan dapat dilakukan perbaikan sehingga sesuai dengan
ketentuan. Hal ini memperlihatkan bahwa dimensi kualitas audit sangat kompleks (Haak,
M., Muraz, M., & Zieseniß, R. (2018).
Pengawasan akan lebih efektif dan efisien jika dikerjakan di tiap-tiap tahap
aktivitas, dimulai dari pengawasan pada saat penyusunan perencanaan, pengawasan pada
saat pelaksanaan kegiatan dan pengawasan pada saat evaluasi, sehingga pengawasan
tidak dilakukan pada tahap akhir namun juga dilaksanakan setiap tahapan pelaksanaan
kegiatan. Organisasi yang besar dan kompleks memiliki kecenderungan memiliki
permintaan yang tinggi untuk audit, karena fungsi audit yang menjamin mutu (Jiang, L.,
André, P., & Richard, C., 2018). Dengan pengawasan yang dilaksanakan pada setiap

Universitas Indonesia
58

tahapan diharapkan akan meningkatkan kualitas dan mutu sebuah kinerja organisasi,
maka dari itu pembelajaran yang ada kaitannya dengan perotasian audit dan mutu audit
sangat urgen untuk dikerjakan dikarenakan mutu audit yakni garansi mutu laporan
keuangan Widyaningsih, I. A., Harymawan, I., Mardijuwono, A. W., Ayuningtyas, E. S.,
& Larasati, D. A. (2019). Dan jika kualitas laporan keuangan buruk maka akan
menurunkan kepercayaan publik terhadap auditor (Ratzinger-Sakel, N. V., &
Schönberger, M. W. ,2015). Walaupun ruang lingkup audit sebenarnya lebih luas dan
bukan hanya terkait laporan keuangan namun audit laporan keuangan dianggap menjadi
hal yang vital, karena potensi kecurangan yang tinggi (Johnson, L. A. ,2006). Kapasitas
audit dianggap sebagai fungsi nilai first-order dalam dirinya sendiri (Humphrey, C.,
Sonnerfeldt, A., Komori, N., & Curtis, E. ,2021).
Pengawasan merupakan kegiatan pengelolaan yang bertujuan agar suatu kegiatan
dapat mencapai target yang telah ditentukan (Sarwoto, 1994, p. 94). T. Hani Handoko
(2009, p. 359) juga mendefinisikan bahwasanya pengawasan yakni sebuah laku yang
mencakup beberapa step guna memberikan jaminan agar tujuan dapat tercapai. Henry
Fayol, (Management Control System, 2001, p.10) menyatakan pengawasan adalah
sebuah kegiatan untuk mengawasi kegiatan, apakah sebuah aktivitas yang diawasi sudah
sejalan dengan langkah-langkah yang disetujui ataupun tidak”.
Intinya adalah, pengawasan yakni sebuah aktivitas yang dikerjakan guna
memastikan sebuah kegiatan telah sesuai dengan kondisi yang diharapkan serta
memberikan output atau kinerja yang berkualitas. Di setiap suatu pencapaian, pasti di
sana ada pengawasan dan sistem yang ketat. Fungsi ini adalah bagian tak terpisahkan dari
proses manajerial dan kepemimpinan itu sendiri. Seorang pemimpin harus mengarahkan
dan mengelola semua sumber daya dan dapat memastikan bahwa seluruh proses kegiatan
akan bermuara pada tujuan yang telah direncanakan dan ditetapkan. Karena antara
pencapaian tujuan dan proses pengawasan, yakni 2 sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan.
Pengawasan yang belum maksimal dalam sebuah organisasi biasanya dikarenakan
belum adanya rencana yang tersusun secara sistematis. Tujuan pengawasan dan
pengendalian intern pada sebuah lembaga pemerintahan yaitu antara lain hilangnya
tumpang tindih pengawasan, meningkatnya standar pelayanan, dimanfaatkannya hasil
pengawasan, berkurangnya kasus hambatan dan meningkatkan kelancaran pembangunan,

Universitas Indonesia
59

terwujudnya sistem informasi pengawasan yang handal, terwujudnya aspek strategis


pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan, terwujudnya hasil analisa dan
evaluasi kebijakan yang responsif, terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi,
terwujudnya pengawasan atas pelaksanaan proyek, meningkatnya efisiensi dan
efektivitas instansi.
Untuk menciptakan sistem pengawasan yang baik dan kuat suatu organisasi
setidaknya harus mempunyai empat unsur, yaitu yang pertama adalah Struktur Organisasi
yang baik. Pengorganisasian merupakan sebuah aktivitas pendelegasian wewenang
kepada para anggota agar sebuah pekerjaan berjalan dengan efisien. Bagan organisasi
pada hakikatnya adalah pengaturan sub-sub yang ada di bawahnya agar terbagi rata tugas-
tugas dan memberikan kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas pekerjaan tertentu.
Agar struktur organisasi dapat diimplementasikan dengan baik, maka harus
memperhatikan (1) independensi organisasi yang memisahkan antara fungsi operasi,
penyimpanan, fungsi akuntansi dan pemeriksaan sebagai wujud penerapan check and
balances, (2) garis tanggung jawab, dimana ada kejelasan terkait wewenang dan tanggung
jawab, (3) fleksible: struktur dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi, (4)
sederhana, memperhatikan kualitas dan kuantitas. Namun yang terjadi saat ini masih
terdapat auditor yang gagal mendeteksi adanya potensi atau tindakan fraud (Ruhnke, K.,
& Schmidt, M., 2014). Selain itu dalam melaksanakan audit, harus dipastikan bahwa
auditor menjalankan tugasnya secara independen dan tidak ada intervensi dari manajemen
auditi Acemoglu, D., & Gietzmann, M. B. (1997).
Kedua, harus terdapat standar operasional prosedur, sebagai susunan administratif
yang menyertakan banyak orang guna adanya keseragaman dan kesamaan untuk
melaksanakan kegiatan. Prosedur yang efektif yaitu prosedur yang di dalamnya terdapat
aturan-aturan yang sederhana namun dapat mencapai tujuan serta pembagian pekerjaan
dilakukan secara logis dan mudah dimengerti. Ketiga terdapat praktik yang sehat, dimana
setiap pengerjaan aktivitas telah tepat dengan patokan yang ada serta yang keempat
adalah mutu sumber daya manusia, yakni sisi yang fenomenal dalam mencapai
keberhasilan sebuah lembaga dalam mencapai tujuan, maka dari itu pentingnya
mempunyai sumber daya manusia mumpuni bertanggung jawab untuk melaksanakan
tugasnya, dalam hal ini adalah kegiatan pengawasan, baik dalam level manajerial maupun
level operasional. Jika keempat unsur ini telah terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa

Universitas Indonesia
60

suatu organisasi dalam hal ini organisasi pengawasan telah membangun sistem
pengawasan yang baik dan kuat.

2.2.4. Kinerja
Keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya tergambarkan dari capaian
kinerja organisasi tersebut. Kinerja menurut Daft (2013) merupakan kompetensi
organisasi dalam apa yang ingin ditujunya dengan memanfaatkan sumber daya dengan
efektif dan efisien. Di samping itu, Byars dan Rue (2008) mendefinisikan kinerja sebagai
tingkat keberhasilan penyelesaian tugas yang dilakukan oleh individu dalam organisasi.
Riyadini (2013) memaknai kinerja sebagai prestasi atau pencapaian, artinya sejauh mana
tujuan itu tercapai. Moeheriono (2012) menyatakan kinerja sebagai tingkat capaian
pengerjaan program serta aktivitas dalam menggapai goal organisasi sesuai dengan
rencana strategisnya. Oleh karena itu bisa ditarik kesimpulan bahwasannya kinerja
organisasi yakni kecakapan organisasi dalam mencapai tujuan serta merupakan tingkat
keberhasilan pencapaian pelaksanaan program atau kegiatan organisasi dalam
mewujudkan tujuannya.
Selain itu hasil penelitian Aditama & Widowati (2017) menyimpulkan bahwa
kinerja organisasi pada dasarnya tidak dilihat hanya dari capaian hasil atau tujuan, tapi
juga pada proses pelaksanaan dan sumber daya. Sementara Daft (2013) menekankan
kinerja organisasi sangat tergantung pada kemampuan organisasi memakai sumber daya
yang dipunyai dengan efektif dan efisien. Efektif yakni sejauh mana organisasi
mewujudkan tujuannya, dengan mempertimbangkan berbagai variabel organisasi.
Sementara efisien terkait dengan metode kinerja internal organisasi ataupun total sumber
daya yang dipakai guna menciptakan output. Apabila satu organisasi menggapai level
produksi tertentu berbekal sumber daya yang lebih sedikit ketimbang organisasi lainnya,
maka dikatakan lebih efisien. (Akhtulov et al., 2020) menyatakan bahwa keberhasilan
output suatu organisasi tergantung pada kemampuan untuk mengukur dan mengevaluasi,
tidak hanya indikator kualitas produk, tetapi juga indikator kinerja dan proses bisnis, serta
sistem manajemen kualitas proses.
Dalam menentukan pencapaian tujuan organisasi, Daft (2013) mengatakan dapat
digunakan model pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional ini menghubungkan
antara input, kegiatan internal dan ouput. Pendekatan tradisional tersebut terdiri atas

Universitas Indonesia
61

pendekatan yang basisnya sumber daya, pendekatan proses internal, serta pendekatan
hasil. Pendekatan berbasis sumber daya (input) melihat keberhasilan kinerja organisasi
sebagai kemampuan mendapatkan dan mengelola sumber daya serta kemampuan
merespon perubahan lingkungan. Sedangkan pendekatan proses internal (internal process
approach) melihat organisasi yang lakukan terhadap sumber daya yang dimilikinya dan
menekankan interaksi antar manusia. Ini semua bisa diamati dari budaya organisasi yang
paten serta menyesuaikan iklim kerja yang positif, efisiensi operasional yakni memakai
sumber daya paling minim guna menggapai hasil, serta pertumbuhan & perkembangan
karyawan. Sementara pendekatan hasil (output) mengidentifikasi output organisasi dan
menilai seberapa baik pencapaian tujuannya. Indikatornya antara lain profitabilitas
(keuntungan), pangsa pasar, kemampuan organisasi untuk meningkatkan penjualan
keuntungan, serta kualitas produk atau layanan yang dihasilkan.
Sementara itu Niven (2003) menjelaskan pentingnya metode pengukuran yang
komprehensif karena pengukuran tradisional yang digunakan susah untuk melakukan
pengukuran kepada beberapa hal bersifat intangible assets, misal motivasi ataupun skill
yang dapat membawa perbaikan serta perkembangan sebuah organisasi jika dilakukan
perbaikan terhadapnya. Oleh karena itu ukuran kinerja yang bisa melakukan pengukuran
atas intangible assets, sangatlah dibutuhkan agar tercapai peningkatan kinerja organisasi.
Niven (2003) menyebutkan bahwa dengan salah satu pengukuran yakni Balanced
Scorecard, keberhasilan kinerja organisasi diukur dari segi keuangan dan non keuangan
(pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran), sehingga nilai
evaluasinya terukur secara seimbang pada setiap seginya. Hal inilah yang menjadikan
Balanced Scorecard menjadi alat ukur kinerja yang tak sekadar melakukan pengukuran
tapi juga sebagai cara organisasi yang sepenuhnya mengacu ke aspek keuangan dan non
keuangan (Johanes, 2002) dalam (Ramadhani & Triyulianti, 2016). Sedangkan
(Astriyulistyaningrum, 2018) dalam penelitiannya menyebutkan beberapa model
pengukuran kinerja organisasi yaitu:
1. Balanced Scorecard (BSC) yaitu mengukur kinerja dari segi keuangan dan non
keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, pertumbuhan dan pembelajaran).
2. Malcolm Baldridge National Quality Award (MBNQA) dikatakan sebagai award-
driven model karena melakukan pengukuran terhadap semua aspek organisasi.

Universitas Indonesia
62

3. Performance Prism yaitu pengukuran berfokus pada kepuasan stakeholders, strategi


organisasi, proses untuk pencapaian strategi, kapabilitas organisasi dan kontribusi
stakeholder. Fokus performance prism adalah pada stakeholder dan peranannya bagi
organisasi.

2.2.5. Lingkungan Organisasi


Lingkungan organisasi merupakan lingkungan yang bekerja guna melindungi,
menganalisis serta memantau atas perubahan dalam lingkungan apabila terjadi
penyalahgunaan atau degradasi. Lingkungan organisasi juga merupakan unsur yang ada
di dalam organiasi maupun di luar organisasi yang bisa berdampak atau berpengaruh
secara sebagian atau keseluruhan dalam suatu organisasi. Lingkungan organisasi itu
sendiri bisa dibedakan atas dua bagian yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan
internal. Lingkungan eksternal adalah unsur-unsur yang berada di luar organisasi dan
relevan terhadap berbagai kegiatan dalam organisasi. Organisasi mendapatkan input dari
lingkungannya, sepertai bahan baku dan pegawai, lalu memproses input tersebut,
selanjutnya memberikan output ke lingkungan seperti produk dan informasi. Lingkungan
internal berada dalam internal organisasi dan bukan merupakan bagian dari lingkungan
eksternal organiasi. Sebagai contoh input dari lingkungan internal adalah pegawai,
pimpinan, dan segala sumber daya. Lingkungan bisa dibedakan menjadi 2 yaitu
lingkungan yang mempunyai pengaruh langsung (direct) terhadap organisasi dan yang
tidak berpengaruh secara langsung (indirect). Lingkungan yang dikatakan berpengaruh
secara langsung biasa kita sebut sebagai lingkungan kerja (task environment) yakni
lingkungan yang mempunyai dampak atau pengaruh secara langsung terhadap organisasi.
Contoh lain terkait lingkungan eksternal atau lingkungan tugas adalah para
pesaing, konsumen/pembeli, produsen/pemasok, dan Lembaga atau kantor keuangan,
seperti perbankan, pemerintahan, serikat dari para pekerja, dan media baik online maupun
cetak. Sedangkan yang dikatakan lingkungan yang paling luar merupakan lingkungan
umum (general environment) misalnya adalah keadaan atau kondisi demografis tempat
dimana organisasi itu berada. Adapun liingkungan yang tidak berpengaruh secara
langsung bisa berubah menjadi lingkungan yang berpengaruh langsung. Oleh sebab itu,
organisasi sangat perlu untuk mengamati lingkungan secara tidak langsung.

Universitas Indonesia
63

Menurut sutrisno (2014) mengungkapkan bahwa lingkungan organisasi adalah


semua bentuk fisik yang berada di lingkungan tempat kerja yang dapat mempengaruhi
kerja karyawan baik dengan cara langsung maupun cara tidak langsung. Selain itu,
definisi lingkungan organisasi menurut netisemito (2014) adalah sebuah komponen yang
sangat penting di dalam pegawai melakukan aktvitas bekerjanya. Sedangkan
sedarmayanti (2014) menyatakan bahwa lingkungan organisasi dikatakan baik apabila
manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan nyaman.
Kesesuaian lingkungan organisasi dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lebih
lama.
1. Lingkungan Organisasi Langsung. Lingkungan tersebut dikatakan juga sebagai
stakeholder yaitu pihak dari luar yang sangat menentukan nasib dari organisasi.
Terdapat dua jenis lingkungan langsung, yaitu lingkungan eksternal dan internal.
1. Lingkungan Langsung Internal
a) Karyawan/Pekerja, dalam perusahaan, organisasi, manajer, serta
karyawan/pekerja, memiliki tujuan yang sama, dengan tujuan yang sama antara
pimpinan dan pegawai maka internal organisai telah sama-sama memahami
kontribusi apa yang akan diberikan pada organisasi, jika telah mengetahui
kontribusi apa yang akan diberikan maka tujuan dari organisasi tersebut akan
tercapai secara optimal. Selanjutnya pada proses penerimaan pegawai harus
betul-betul dilakukan secara ketat dan transparan, setelah rekruitmen diadakan
secara profesional tanpa ada conflict of interest, maka selanjutnya pada proses
dalam organisasi harus disertai dengan pendidikan dan pelatihan atau
melakukan pengembangan atas kapasita pegawai, hal ini merupakan salah satu
faktor penting yang dapat mendukung tercapainya tujuan organisasi dan akan
mendapatkan organisasi yang sukses. Dengan demikian organisasi akan lebih
selektif dalam menerima seseorang untuk menjadi pekerja/karyawannya. Demi
menunjang tujuan organisasi.
b) Dewan Direksi/Dewan Komisaris, adalah pihak yang mempunyai tanggung
jawab dalam menetapkan tujuan dari organisasi, menetapkan strategi-strategi
untuk mencapai tujuan organisasi, dan lain sebagainya. Dewan komisaris
biasanya bisa kita temua di perusahaan-perusahaan yang berbentuk perseroan
terbatas (PT). Dewan komisaris atau direksi biasanya dipilih sebagai

Universitas Indonesia
64

representarif dari para pemegang sahan. Keberadaan para komisaris semakin


diperlukan apabila para pemegang saham tersebar di seluruh Indonesia.
c) Pemegang saham, merupakan orang yang melakukan investasi atau
memberikan saham kepada organisasi tersebut, biasanya ini adalah organisasi
privat, karena orang tersebut mempunyai saham, maka dia berhak untuk
menentukan kebijakan dalam organisasi, biasayan kebijakan yang diambil
melalui rapat umum pemegangn saham atau biasa disingkat RUPS.
d) Budaya, merupakan sekumpulan dari nilai, pemahaman, keyakinan serta
norma-norma pokok yang dianut secara bersama-sama oleh seluruh pegawai
dalam organisasi baik dari pucuk pimpinan sampai ke level yang terendah yaitu
office boy.
2. Lingkungan langsung eksternal
Pada lingkungan eksternal atau disebut dengan stakeholder atau pihak di luar
organisasi yang mempunyai kepentingan dengan organisasi lainnya, misalnya
kepentingan atas pelayanan yang kita berikan berupa jasa, informasi atau barang.
Lingkugnan eksternal misalnya konsumen, produsen, serikat pekerja/buruh,
pesaing/kompetitor, sebagai berikut :
a) Konsumen, konsumen merupakan unsur yang sangat penting dalam organisasi,
karena konsumen adalah orang yang menggunakan jasa atau produk yang kita
miliki, oleh karena itu kepuasan seorang konsumen terhadap produk yang
ditawarkan maka akan menyebabkan perusahaan menjadi baik, sebaliknya jika
konsumen merasa kecewa atas produk kita, maka dia akan bercerita dengan
yang lainnya, dan akan menyebabkan produk kita gagal, apalagi di era
digitalisasi dimana setiap konsumen dapat mengeluhkan atas produk kita
dengan bebas, oleh karena itu kepuasan konsumen atas pelayanan dan produk
merupakan hal yang sangat penting.
b) Pemasok, pemasok merupakan organisasi atau pihal lain yang memberikan
input terhadap sebuah perusahaan, biasanya pemasok menyiapkan bahan
mentah yang dibutuhkan oleh perusahaan lain, selanjutnya bahan mentah
tersebu diolah menjadi output yang mempunyai nilai lebih untuk dijual kembali
oleh pemilik perusahaan, sehingga mendapatkan keuntungan lebih besar
daripada modal yang dikeluarkan, hal ini berlaku hukum ekonomi, dimana

Universitas Indonesia
65

pengeluaran sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-


besarnya.
c) Pesaing atau kompetitor, hal ini bisasanya datang dari luar organisasi, dimana
ada organisasi lain yang memilik bahan produksi yang sama persis dengan
produk yang kita tawarkan, maka untuk mensiasati hal ini langkah yang harus
dilakukkan adalah perusahaan membuat pembeda dengan kompetitor tersebut,
misalah harga lebih murah, pelayan lebih ramah dan rasa lebih enak, sehingga
kompetitor akan berjalan secara sehat, karena konsumen pasti akan
membedakan antara produk perusahaan yang satu dengan yang lainnya.
perusahaan yang baik adalah perusahaan yang mengganggap kompetitor
adalah tantangan untuk meningkatkan kinerja organisasinya, jadi kompetitor
bukan sebagai penghalang dalam organisasi, justru menjadi tantangan agar
organisasi meningkatkan kualitasnya.
d) Pemerintah, pemerintah sangat berperan dalam mendorong kemajuan usaha
dalam suatu negara, karena pemerintah mempunyai instrumen berupa
kebijakan-kebijakan yang dapat menguntungkan dunia usaha dan tidak
merugikan masyarakat, selain membuat kebijakan-kebijakan pemerintah juga
harus mengawasi jalannya pasar, jangan sampai terjadi monopoli atau haga
yang dipatok terlalu tinggi sehingga menyulitkan masyarakat. intinya
pemerintah tidak boleh lepasa tangan terhadap dunia usaha, hal ini untuk
menghindari terjadi kelangkaan suatu produk dan mencegah terjadi kekuatan
kapitalis dalam dunia usaha yang sangat dominan.
e) Lembaga keuangan, lembaga keuangan seperti perbankan sangat diperlukan
dalam dunia usaha, karena tidak semua orang memiliki modal untuk membuka
usaha, dengan kehadiran lembaga keuangan atau perbankan maka para
usahawan bisa meminjam uang dengan bunga yang akan dibayar sesuai
ketentuan dalam perbankan itu sendiri, apalagi bagi pengusahan kecil dan
menengah kehadiran perbankan untuk simpan pinjam sangat menentukan nasib
mereka kedepannya.
f) Serikat pekerja, adalah unsur yang mempunyai fungsi untuk menampung
berbagai gagasan/ide/aspirasi dari pegawai. Dengan adanya serikast pekerja

Universitas Indonesia
66

dapat membuat posisi tawar pegawai terhadap perusahaan/organiasi tempatnya


bekerja semakin kuat.
2. Lingkungan Organisasi tidak langsung
Lingkungan organisasi tidak langsugn merupakan lingkungan umum yang tidak
mempunyai pengaruh secara langsung, Berikut ini beberapa unsur-unsur dalam
lingkungan umum
a) Sosial Demografi, gaya hidup dan nilai sosial merupakan hal-hal yang mencakup
berbagai variabel contohnya usia, tingkat Pendidikan, pendapatan, jenis kelamin,
agama, dan lain sebagainya. Perubahan demografi akan mengakibatkan peluang
sekaligus tantangan dalam organisasi, hal ini tergantung bagaimana sebuah
organisasi melakukan antisipasi terhadap perubahan tersebut. Selanjutnya gaya
hidup yang ditampilkan seseorang merupakan wujud luar yang terlihat dari
penampilan serta values seseorang. Gaya hidup dalam suatu masyarakat tidak
monoton melainkan berubah-ubah.
b) Ekonomi. Kondisi ekonomi secara nasional bisa berpengaruh terhadap organisasi.
Mislanya terjadinya Inflasi, adanya kebijakan moneter, adanya kebijakan fiskal,
adanya pengangguran, upah, semua ini dapat mempengaruhi kinerja sebuah
organisasi.
c) Politik. Lingkungan politik juga mempunyai pengaruh pada dunia usaha.
Pembahasan mengenai pencemaran dalam lingkungan, adanya undang-undang anti
monopoli, sikap pemerintah terhadap pengaturan tentang merger, dan sebagainya,
dibahas melalui DPR/parlemen melalui proses politik yang cukup panjang. Di
dalamnya kurang lebih terdapat berbagai kepentingan antara satu kelompok dengan
kelompok yang lainnya.
d) Teknologi merupakan pendorong yang paling utama dalam perubahan. Kemajuan
sebuah teknologi akan mengefisiensi atau menghemat dari dimensi waktu, biaya,
dan tenaga.
Menurut Rahmawati (2014) lingkungan organisasi secara garis besar terbagi
menjadi dua yaitu, 1) lingkungan organisasi fisik yaitu organisasi yang terjadi disekeliling
tempat kerja yang dapat mempengaruhi kinerja oegawai dan 2) lingkungan non fisik yaitu
semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan
maupun bawahan dengan sesame rekan kera ataupun bawahan. Lingkungan organisas

Universitas Indonesia
67

yang baik dapat memicu komitmen organisasi dan kinerja pegawai dalam hal ini
Inspektorat Jenderal kemendagri, dengan mengetahui lingkungan oganisasi maka
Inspektorat Jenderal akan lebih mudah untuk mengetahui aspek mana dari organisasi
yang harus diperbaiki untuk dapat meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal secara
optimal. Siagian (2014) menyatakan bahwa manfaat lingkungan organisasi menciptakan
gairah kerja, sehingga pretasi kinerja meningkat, selain itu lingkungan kerja juga
berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Kinerja pegawai juga menverminkan perasaan
karyawan mengenai senag atau tidak senangnya, nyaman atau tidak nyaman atas
lingkungan kerja dimana pegawai bekerja.

2.3 Operasionalisasi Konsep


Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Strategi Peningkatan Kinerja
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Peneliti menganalisis dengan
menggunakan konsep Analisis SWOT, dari Rangkuti (2019). Pemilihan teori tersebut
menurut peneliti sesuai atau mendekati kesamaan dengan obyek penelitian dan memiliki
karakteristik yang sama pada kondisi permasalahan yang dihadapi pada Strategi
Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian, berikut disajikan
operasionalisasi konsep yang terdiri dari konsep, subdimensi dan indikator:

Tabel 2.2
Operasionalisasi Konsep
Dimensi Subdimensi Indikator
IFAS Kekuatan 1. Adanya komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan
tugas pengawasan dan kinerja Itjen
2. Tersedianya SDM pengawasan yang sudah memiliki sertifikasi
keahlian pengawasan
3. Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan
4. Pencapaian kapabilitas APIP level 3
5. Tersedianya atribusi berupa kewenangan dan mandat untuk
melaksanakan tugas pengawasan
6. Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) sesuai dengan isu
strategis pengawasan
7. Terjalin hubungan kerja yang baik dengan mitra kerja seperti
KPK, BPKP, APH dan Ombudsman
Kelemahan 1. Desain struktur organisasi belum sesuai dengan kebutuhan
2. Hasil pengawasan belum memberikan value added bagi entitas
3. Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil pengawasan
4. Sarana dan prasarana kerja kurang memadai
5. Belum ada indeks kepuasan entitas atas layanan pengawasan
6. SOP pengawasan belum lengkap dan belum update

Universitas Indonesia
68

Dimensi Subdimensi Indikator


7. Kebijakan reward dan punishment belum tersedia
8. Kemampuan teknis APIP untuk melaksanakan tugas-tugas
pengawasan belum memadai
9. Program HCDP (Human Capital Development Plan) belum
memadai
EFAS Peluang 1. Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan diklat pengawasan
2. Instrumen Early Warning System (EWS) dari KPK, benturan
kepentingan dan reformasi birokrasi dari Kemenpan-RB,
mendukung fungsi pengawasan Itjen
3. K/L Teknis wajib mengkoordinasikan pengawasan teknis dengan
Itjen Kemendagri
4. Perkembangan teknologi informasi berdampak terhadap
pengawasan
5. Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas PK, Joint audit,
PKS dengan BPKP, APH, dan ORI mendukung tugas
pengawasan Itjen
6. Telah terdapat koordinasi dan sinergisme yang baik antar
pemeriksa (BPK, BPKP, KPK dan ORI)
7. Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK, BPKP, APH dan
ORI) mendukung tugas pengawasan Itjen
Tantangan 1. Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen
2. Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemda masih tinggi
3. APIP dituntut untuk melakukan perubahan paradigma dari fungsi
watchdog ke consulting partner
4. Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan daerah
5. Tingkat kapabilitas APIP daerah belum merata berdampak
terhadap kinerja Itjen
6. Institusi pengawasan lainnya yang melakukan pengawasan yang
sama pada pemda berdampak terhadap kinerja Itjen
Sumber: diolah kembali oleh penulis (2022)

Universitas Indonesia
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Pendekatan Penelitian


Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan post positivism, secara
deduktif menggunakan konsep analisis SWOT, hal ini digunakan untuk menemukan
score nilai pada IFAS (Internal Faktor Analysis Strategis) dan score nilai EFAS (External
Faktor Analysis Strategies). Selanjutnya IFAS dan EFAS akan menjadi kombinasi
strategi SWOT. Pendekatan post positivism metode pengumpulan data bisa berupa data
kualitatif dan kuantitatif, seperti yang diungkapkan oleh Gilad (2021) bahwa “post
positivism, which is amenable to both qualitative and quantitative methods”.
Metode pengumpulan data pada IFAS dan EFAS penulis lakukan secara kualitatif
dan kuantitatif. Secara kualitatif dengan studi literatur, Focus Group Discussion (FGD)
dan wawancara mendalam terhadap stakeholder internal dan eksternal Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri yang bertujuan mengkonfirmasi atau menggali
informasi yang lebih mendalam terkait faktor IFAS dan EFAS. Sedangkan metode
pengumpulan data kuantitatif dilakukan untuk responden internal dan eksternal dengan
menyebarkan kuesioner secara online melalui googleform. Data yang penulis gunakan
adalah data primer dan data sekunder, data primer melalui kuesioner dan FGD sedangkan
data sekunder melalui studi dokumentasi dan laporan hasil pemeriksaan BPK, laporan
hasil evaluasi Kemenpan-RB, hasil surveri lembaga eksternal terkait kinerja Inspektorat
Jendeal Kementerian Dalam Negeri, jurnal-jurnal baik internasional atau lokal yang
relevan dengan permasalahan penelitian dan tesis para senior yang relevan dengan
permasalahan penelitian penulis.
Setelah kuesioner diisi oleh responden baik dari internal dan eksternal, kemudian
dianalisis dan ditempatkan ke dalam matrik yang telah ditetapkan. Langkah selanjutnya
adalah menentukan prioritas dari berbagai alternatif yang telah didapatkan dari analisis
SWOT, hal ini sangat penting dilakukan karena tidak mungkin semua strategi akan
dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri secara bersamaan, hal ini
mengingat keterbatasan sumber daya, maka untuk melakukan pemilihan strategi yang
paling prioritas maka penulis menggunakan pendekatan Analytical Hierarchy Process

69

Universitas Indonesia
70

(AHP). Hasil analisis AHP ini yang akan dijadikan rekomendasi kebijakan untuk
mencapai kinerja Itjen yang lebih baik.

3.2. Jenis Penelitian


Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh melalui FGD dan hasil pengisian kuesioner oleh responden. Dalam
melaksanakan FGD-1 mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang sebelumnya
telah disusun berdasarkan kajian teori, dilanjutkan dengan pengisian kuesioner pertama
yaitu kuesioner SWOT, responden diminta untuk memberikan penilaian atas kondisi
internal dan eksternal. Penilaian terhadap prestasi/kondisi saat ini, menggunakan skala
likert antara 1 sampai dengan 5 yang berarti:
• Skala 1 berarti sangat buruk;
• Skala 2 berarti buruk;
• Skala 3 berarti sedang/netral;
• Skala 4 berarti baik;
• Skala 5 berarti sangat baik.
Setelah kuesioner diisi oleh responden internal dan eksternal, selanjutnya
melaksanakan FGD-2 untuk mendapatkan penilaian signifikansi (tingkat kepentingan)
terhadap faktor-faktor, dengan skala 1 sampai dengan 5 yang berarti:
• Skala 1 berarti sangat tidak penting;
• Skala 2 berarti tidak penting;
• Skala 3 berarti ragu-ragu;
• Skala 4 berarti penting;
• Skala 5 berarti sangat penting.
Dari skala ini maka akan didapatkan nilai bobot menjadi 1 atau 100%. Setelah nilai
bobot ditentukan selanjutnya menentukan nilai rating dengan skala 1 sampai 10 (skala 1
sampai dengan 5 untuk Strengths dan Opportunities dan skala 6 sampai dengan 10 untuk
Weaknesses dan Threats.
Dalam pengisian kuesioner kedua, yaitu kuesioner AHP, responden menilai dan
membandingkan prioritas-prioritas elemen dalam hierarki. Penilaian ini dilakukan
dengan skala komparasi perbandingan berpasangan berdasarkan teori Saaty.

Universitas Indonesia
71

Tabel 3.1 Skala Perbandingan Secara Berpasangan

Skala Arti Keterangan


Kedua elemen sama pentingnya Kedua elemen yang diperbandingkan
1 (equal importance) memberikan kontribusi yang sama
besar untuk mencapai tujuan
Elemen yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian agak sedikit
3 penting dari elemen yang lainnya menyukai sebuah elemen
(moderate importance daripada elemen lainnya
Elemen yang satu lebih penting dari Pengalaman dan penilaian lebih
5 elemen yang lainnya kuat menyukai sebuah elemen daripada
(essential/strong importance) elemen lainnya
Elemen yang satu sangat lebih Sebuah elemen sangat lebih disukai
penting dari elemen yang lainnya daripada elemen yang lainnya,
7
(very strong importance dominasinya terlihat nyata dalam
keadaan yang sebenarnya
Elemen yang satu mutlak lebih Sebuah elemen mutlak lebih kuat
9 penting dari elemen yang lainnya disukai dari yang lainnya dan berada
(extreme importance pada tingkat tertinggi
Merupakan angka kompromi diantara Bila kompromi diperlukan diantara dua
2,4,6,8
penilaian diatas pertimbangan/ penilaian
Sumber: Saaty, 1993, hal. 85

Data sekunder merupakan data yang penulis peroleh dari studi dokumentasi baik
berupa buku, peraturan perundang-undangan, laporan hasil pemeriksaan, laporan hasil
evaluasi, hasil survei, jurnal, tesis peneliti terdahulu dan informasi lain yang diperoleh
dari media online. Data sekunder sangat erat kaitannya dengan data primer.
Menurut Prasetyo & Jannah (2010) jenis penelitian dapat diklasifikasikan menjadi
4 (empat) jenis, yaitu jenis penelitian berdasar manfaat, penelitian berdasar tujuan,
penelitian berdasar dimensi waktu, serta penelitian berdasar teknik pengumpulan data.
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berdasar klasifikasi tersebut
adalah sebagai berikut:

3.2.1 Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat


Apabila ditinjau dari perspektif manfaat penelitian, penelitian ini dikategorikan
sebagai penelitian murni. Penelitian murni merupakan penelitian yang dilakukan dalam
kerangka akademis dan manfaatnya dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama
(Prasetyo & Jannah, 2010). Sehubungan dengan hal tersebut peneliti berusaha untuk
menjawab pertanyaan dalam permasalahan yang peneliti ajukan, yakni tentang kinerja

Universitas Indonesia
72

Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri ditinjau dari lingkungan IFAS dan
EFAS, serta pilihan strategi SWOT yang sesuai dengan IFAS dan EFAS pada Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Hasil penelitian tersebut kemudian akan
dipergunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan serta sebagai bahan masukan bagi
institusi tempat peneliti bekerja untuk menyelesaikan suatu masalah.

3.2.2 Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan


Apabila ditinjau berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini termasuk dalam
penelitian deskriptif, yakni penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena
yang sedang terjadi. Dalam hal ini ialah permasalahan yang berkaitan dengan kinerja
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Oleh sebab itu, peneliti akan
menganalisis permasalahan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
ditinjau dari lingkungan internal/IFAS dan eksternal/EFAS lalu menentukan strategi dari
SWOT yang tepat dalam membuat kebijakan serta memilih dari strategi yang telah
ditentukan melalui SWOT melalui AHP.

3.3. Populasi dan Sampel


Dalam terminologi penelitian, populasi dapat digambarkan sebagai suatu kelompok
yang menyeluruh dari individu, institusi, objek, dan lain sebagainya yang memiliki
kesamaan karakteristik yang menjadi kepentingan seorang peneliti. Populasi merupakan
keseluruhan dari objek penelitian yang berupa kelompok orang, data, kejadian atau
apapun hal yang ingin diteliti oleh peneliti, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi
tersebut atau bisa diartikan sebagai subkelompok dari populasi. Dalam analisis SWOT
responden yang digunakan adalah responden internal dan ekternal, responden internal
menilai kekuatan dan kelemahan Inspektorat Jenderal sedangkan responden eksternal
menilai peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri, dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Responden analisis SWOT (internal dan eksternal)
• Responden Internal, dalam menentukan sampel responden internal, peneliti
menggunakan teknik nonprobability sampling dengan menggunakan metode
sampel jenuh, metode sampel jenuh digunakan apabila seluruh anggota populasi
dijadikan sampel. Maka seluruh populasi atau seluruh ASN Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri adalah sampel. Sebagaimana tabel 3.2. berikut ini:

Universitas Indonesia
73

Tabel 3.2 Jumlah Aparatur Sipil Negara Itjen Kemendagri


Jumlah
No Uraian Keterangan
Pegawai
1 Eselon I 1 Inspektur Jenderal
2 Eselon II 6 Sekretaris dan Inspektur
3 Eselon III 4 Kepala Bagian
4 Eselon IV 13 Kepala Subbagian
5 JFT 157 APIP
6 JFU 44 Pelaksana
TOTAL 225
Sumber: Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
data diolah kembali oleh peneliti (2022)
• Responden eksternal, pemilihan populasi pada responden eksternal ditetapkan
secara purposive sampling atau reponden ditetapkan langsung berdasarkan
pengetahuan yang mereka miliki mengenai permasalahan yang sedang diteliti,
responden dianggap sebagai representatif yang bisa menjawab pertanyaan
penelitian. Adapun responden yang penulis pilih dalam purposive sampling
adalah sebanyak 34 orang dari Inspektorat Provinsi, 4 orang dari
Kementerian/Lembaga, 12 orang dari Unit Kerja Eselon I Kemendagri, 3 orang
dari BPKP, dan 5 orang dari BPK. Adapun pemilihan responden secara
representatif ini berdasarkan tingkat partisipatif responden ketika mengikuti rapat
terkait SWOT di Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana
pada tabel 3.2 berikut ini:
Tabel 3.3 Jumlah Responden Eksternal Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri

Jumlah
No Uraian Keterangan
Pegawai
1 Sekretaris Inspekorat Provinsi 34 Pemerintah Daerah
2 Kementerian/Lembaga 4 Pemerintah Pusat
3 Unit Kerja Eselon I Kemendagri 12 Pemerintah Pusat
Badan Pemeriksa Keuangan dan Pemerintah Pusat
4 Pembangunan (BPKP) 3
5 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 5 Pemerintah Pusat
TOTAL 58

b. Responden AHP, untuk responden AHP penulis memerlukan orang yang ahli/expert
untuk dijadikan responden, menentukan jumlah expert di dalam mengisi kuesioner

Universitas Indonesia
74

sebetulnya sangat relatif, bahkan 1 orang reponden saja jika dirasa cukup menguasai
permasalahan maka dapat memberikan hasil yang lebih baik, dibanding memberikan
kepada banyak responden namun jika tidak menguasai permasalahan maka hasilnya
kurang baik. Seperti yang disampaikan Permadi (1995) expert sebagai input utama
bukan berarti orang tersebut harus jenius, pintar, bergelar doktor dan lain sebagainya,
tetapi lebih mengacu kepada orang yang mengerti benar tentang masalah yang
diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah
tersebut. Berdasarkan hal tersebut, penulis menentukan responden yang betul-betul
memahami tentang permasalahan penelitian ini, sebagai berikut:

Tabel 3.4 Responden Analytical Hierarchy Process (AHP)


No Jabatan Jumlah Responden
1 Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri 1
2 Sekretaris, Itjen Kementerian Dalam Negeri 1
3 Inspektur II, Itjen Kementerian Dalam Negeri 1
4 APIP, Inspektorat Jenderal Kemendagri 1
5 APIP, Inspektorat Jenderal Kemendagri 1
6 APIP, Inspektorat Jenderal Kemendagri 1
Total Responden AHP 6

3.4. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Teknik pengumpulan data merupakan aspek penting untuk memastikan ketepatan
hasil yang diperoleh. Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik pengumpulan data campuran (mixed methods), yaitu menggabungkan
teknik pengumpulan data kuantitatif dan teknik pengumpulan data kualitatif. Menurut
Cresswell (2014) data kuantitatif cenderung bersifat closed ended seperti yang ditemukan
pada kuesioner atau instrumen-instrumen psikologi, sedangkan data kualitatif cenderung
bersifat open ended tanpa respons yang telah ditentukan. Berkaitan dengan hal tersebut
maka teknik pengumpulan data kuantitatif akan dilakukan dengan menggunakan
kuesioner, sedangkan teknik pengumpulan data kualitatif akan dilakukan dengan
menggunakan FGD dan studi dokumentasi.

Universitas Indonesia
75

Teknik pengumpulan data kuantitatif (kuesioner) dimaksudkan untuk menjawab


pertanyaan penelitian skala 1 sampai 5 terkait kinerja IFAS dan EFAS. Adapun teknik
pengumpulan data kualitatif (FGD dan studi dokumentasi) dimaksudkan untuk menjawab
mengkonfirmasi jawaban responden dan menentukan tingkat kepentingan penanganan
terhadap indikator yang telah dipilih oleh responden.
Terdapat dua jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu data primer
dan data sekunder, kedua data ini digabungkan agar saling melengkapi serta membantu
peneliti untuk mengamati fenomena yang ada. Data primer didapatkan dari survei
pendahuluan, Focus Group Discussion (FGD) dan kuesioner. Adapun data sekunder
bersumber dari dari jurnal, literatur, tesis sebelumnya, Laporan Hasil Pemeriksaan BPK,
Laporan Hasil Evaluasi Kemenpan RB dan Laporan Hasil Pemeriksaan Itjen Kemendagri,
serta hasil survei dari lembaga lain terhadap kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri.
Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari bahan kepustakaan baik
berupa buku, peraturan perundang-undangan mengenai pengawasan maupun informasi
lain yang diperoleh dari laporan-laporan. Data sekunder sangat erat kaitannya dengan data
primer.

3.5. SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi dari berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan. Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey,yang
memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an
dan1970-an. Selanjutnya Kurzt berpendapat bahwa analisis SWOT adalah suatu alat
perencanaan strategik yang penting untuk membantu perencana untuk membandingkan
kekuatan dan kelemahan internal organisasi dengan kesempatan dan ancaman dari
external.
Menurut Rangkuti (2019) analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor
secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi. Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities)
namun secara simultan dapat meminimalisasi kelemahan (weaknesses) dan tantangan
(threats). Proses penyusunan analisis SWOT melalui 3 tahap yaitu tahap pengumpulan
data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan:

Universitas Indonesia
76

a. Tahap pengumpulan data


Tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekedar mengumpulkan data, tetapi merupakan
kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini terdapat dua data, yaitu data
eksternal dan data internal. Model yang dipakai pada tahap ini adalah matriks faktor
strategi internal, matriks faktor strategi eksternal dan faktor profil kompetitif.
b. Tahap analisis data
Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan
organisasi, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut ke
dalam model-model kuantitatif perumusan strategi, model yang digunakan adalah
matriks SWOT

Tabel 2.3
Matriks SWOT
STRENGHTHS (S) WEAKNESS (W)
IFAS • Tentukan 5-10 faktor • Tentukan 5-10 faktor
EFAS • Faktor-faktor kekuatan • Faktor-faktor kelemahan
internal internal
OPPURTUNITIES (O) STRATEGI SO STRATEGI WO
• Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
• Faktor-faktor menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
peluang eksternal untuk memanfaatkan untuk memanfaatkan
peluang peluang.
THREATS (T) STRATEGI ST STRATEGI WT
• Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang Ciptakan strategi yang
• Faktor-faktor menggunakan kekuatan meminimalkan kelemahan
tantangan eksternal untuk mengatasi tantangan dan menghindari ancaman
Sumber: Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis, Rangkuti (2019).

• Strategi Strength-Opportunity (S-O): Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran


perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan
memanfaatkan peluang sebesar-besarnya;
• Strategi Strength-Threat (S-T): Strategi ini adalah strategi dalam menggunakan
kekuatan yang dimiliki organisasi untuk mengatasi tantangan;
• Strategi Weakness-Opportunity (W-O): Strategi ini diterapkan berdasarkan
pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada;
• Strategi Weakness-Threat (W-T): Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang

Universitas Indonesia
77

bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada, serta


menghindari tantangan.
c. Tahap pengambilan keputusan
Pada tahap pengambilan keputusan, strategi-strategi yang semula telah didapatkan dari
analisi SWOT, lalu dianalisis faktor internal dan eksternalnya, pada tahap ini informasi
yang telah diletakkan di matrik SWOT, digunakan untuk menyusun faktor-faktor
strategis organisasi dengan menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
tantangan eksternal yang dihadapi organisasi sekaligus disesuaikan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dimiliki organisasi. Model dalam tahap ini adalah matriks
perencanaan strategis kuantitatif. (Rangkuti, 2019)
Proses dalam pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi. Dengan demikian
perencana strategi (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi
(kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini
disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah
SWOT. Seperti pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Proses Pengambilan Keputusan Strategis

Analisis Lingkungan Pemilihan Faktor Strategis


Eksternal (Peluang Dan Tantangan)

1 (a) 1 (b) 2 5 (a) 5 (b) 6 7 8

Evaluasi
Evaluasi dan
Evaluasi Analisis Review,
Misi, Analisis Pilihan
Kinerja Faktor Misi, Implement Evaluasi dan
Tujuan, Budaya Alternatif
Organisasi Strategi Tujuan asi Strategi Pengendalian
dan Manajer Terbaik
Saat Ini SWOT dan
Kebijakan
Strategi
Eksternal

Implementasi Evaluasi dan


Analisis Lingkungan Pemilihan Faktor Strategi
(Tahap 7) Pengendalian
Internal (Kekuatan dan Kelemahan)
(Tahap 8)

Formulasi Strategi
(Tahap 1-6)

Sumber: Teknik Membedah Kasus Bisnis, Rangkuti (2019)

Universitas Indonesia
78

Diagram analisis SWOT yang dibuat oleh Rangkuti (2001) terbagi dalam empat
kuadaran. (1) Kuadran 1, merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Organisasi
tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang dan
kekuatan yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung
kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth oriented strategy); (2) Kuadran 2,
meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi ini masih memiliki kekuatan dari
segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk
memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk atau
pasar); (3) Kuadran 3, organisasi menghadapi peluang pasar yang sangat besar, namun di
lain pihak menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Di sini, fokus strategi
adalah meminimalkan kelemahan internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang
lebih baik; terakhir (4) Kuadran 4, merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan.
Setiap organisasi menghadapi berbagai kekuatan dan kelemahan internal dan peluang
serta ancaman dari eksternal. Tidak ada satupun organisasi di dunia ini yang betul-betul
mumpuni, oleh karena itu bagaimana agar organisasi tetap eksis walaupun menghadapi
berbagai persoalan baik internal dan eksternal, organisasi yang baik adalah organisasi
yang optimis menghadapi setiap persoalan, dan selalu mencari solusi agar persoalan yang
ada justru menjadi tantangan agar lebih baik lagi. Adapun Strategi organisasi untuk
menekan atau mengeliminasi tantangan dari eksternal dan dan kelemahan dari internal.
seperti pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Analisis SWOT

Berbagai Peluang

3. Mendukung Strategi 1. Mendukung Strategi


(Turn Around) (Agresif)

Kelemahan Internal Kekuatan Internal

4. Mendukung Strategi 2. Mendukung Strategi


(Difensif) (Diversifikasi)

Berbagai Tantangan

Sumber: Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis, Freddy Rangkuti (2019).

Universitas Indonesia
79

Setelah mengumpulkan berbagai infomasi baik dari internal maupun eksternal yang
dapat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keberlangsungan sebuah
organisasai atau perusahaan, step berikutnya adalah bagaimana organisasi dapat
memaksimalkan seluruh informasi yang didapat dari internal dan eksternal tersebut ke
dalam beberapa alternatif model dari kuantitatif perumusan strategi. Instrumen yang
dapat digunakan oleh organisasi dalam menentukan faktor-faktor strategis organsiasi
yaitu dengan menggunakan matrik SWOT. Matrik ini bisa menerangkan dengan jelas
gambaran tentang peluang dan ancaman dari eksternal yang akan ditemui organisasi dan
selanjutnya bisa dikombinasi dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
organisasi tersebut. Matrik SWOT tersebut menggambarkan bahwa ada empat
kemungkinan strategi alternatif yang bisa digunakan oleh organisasi dalam melakukan
kombinasi dari faktor internal dan eksternal.
Menurut Daft (2013) analisis SWOT adalah perumusan strategi yang dimulai
dengan mengevaluasi faktor-faktor internal dan eksternal yang akan mempengaruhi
kinerja organisasi. Analisis SWOT (SWOT analysis) mencakup upaya-upaya untuk
mengenali kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang menentukan kinerja
organisasi. Informasi dari eksternal tentang peluang dan tantangan dapat diperoleh dari
berbagai sumber seperti stakeholders, dokumen, jurnal, konsultan, pertemuan asosiasi
dan lain sebagainya. Proses manajemen strategis dimulai dengan mengevaluasi terkait
misi, tujuan dan strategi organsiasi. Setelah dievaluasi lalu memindai/melihat dengan
cermat lingkungan internal dan eksternal organisasi serta mengenali faktor-faktor
strategis yang perlu diubah. Peristiwa yang terjadi pada lingkungan internal atau eksternal
menandakan apakah perlu mengubah misi atau tujuan, atau perlunya merumuskan strategi
yang baru dalam organisasi. Langkah terakhir yang dilakukan dalam proses manajemen
strategis adalah menerapkan strategi yang baru tersebut di organisasi.
Proses manajemen strategis dilaksanakan untuk merumuskan strategi baru, dalam
konteks ini adalah untuk merumuskan strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri. Dalam merumuskan strategi perlu adanya evaluasi terhadap
permasalahan internal ataupun eksternal, evaluasi tersebut bertujuan untuk menentukan
tujuan dan strategi yang akan ditetapkan oleh organisasi ke depan, salah satunya adalah
menggunakan analisis SWOT. Gambaran umum mengenai proses manajemen strategis
tertuang di gambar di bawah ini:

Universitas Indonesia
80

Gambar 2.4 Proses Manajemen Strategis

Sumber: New Era of Management, Daft (2013)

Analisis SWOT menggabungkan antara data primer dan data sekunder serta
penelitian bersifat mix method yaitu gabungan dari kuantitatif dan kualitatif, sehingga
kesimpulan yang dihasilkan tidak hanya berdasarkan hasil diskusi atau wawancara,
namun juga didapatkan dari hasil kuantitatif yaitu melalui kuesioner, hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Gilad (2021) bahwa SWOT mengumpulkan data tentang perilaku
organisasi, lalu menggabungkan dengan statistik kuantitatif dan melalui pengamatan
kualitatatif, jika data kualitatif dan kuantitatif bisa didapatkan maka akan jauh lebih
banyak informasi yang dihasilkan. Penggabungan dari hasil kuesioner, wawancara dan
studi dokumentasi membuat hasil analisis lebih komprehensif, karena hasil kuesioner
dapat dianalisis kembali berdasarkan data kualitatif atau wawancara dengan responden,
sehingga jika terdapat bias pada kuesioner maka penulis bisa mendapatkan informasi lain
dari wawancara yang mendalam.
Analisis SWOT membantu organisasi untuk memahami kekuatan, kelemahan,
peluangn dan tantangan yang dimiliki organisasi, sehingga dalam mengambil kebijakan
ke depan berdasarkan analisis yang mendalam dan rasional terkait organisasi itu sendiri,
hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ghorbani, Hamidifar, Skoulikaris, Nones (2022)
menyatakan bahwa metode SWOT adalah pendekatan yang logis dan mengindentifikasi
kemungkinan strategi tanpa kebingungan. dua poin ini menunjukkan manfaat metode
SWOT untuk semua organisasi.

Universitas Indonesia
81

Gambar 2.5 Score Faktor-Faktor Evaluasi Internal dan Eksternal Organisasi

Sumber: Concept-Based Integration of Project Management and Strategic Management of


Rubber Dam Projects Using the SWOT–AHP Method, Ghorbani, Hamidifar, Skoulikaris,
dan Nones (2022)

Analisa SWOT mengutip pendapat dari Philip Kotler dimaknai sebagai suatu
evaluasi kepada semua kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
(opportunities), dan ancaman (threats). Analisis 1) Faktor kekuatan (strenghs). 2) Faktor
kelemahan (weaknesses). 3) Faktor peluang (opportunities). 4) Faktor ancaman (threats).
SWOT merupakan sebuah perangkat analisis pada lingkungan internal dan eksternal.
Analisa ini juga berpijak pada anggapan bahwasannya sebuag strategi yang efektif bisa
meminimalisir kelemahan serta ancaman, dan jika diimplementasikan dengan tepat,
asumsi sederhana itu bisa berdampak besar kepada sebuah strategi yang akan sukses.
Organisasi harus mampu menggunakan ancaman dan kelemahan menjadi motivasi agar
organisasi tersebut tetap optimis terhadap perubahan yang terjadi, karena perubahan
adalah hal yang pasti, oleh karena itu organisasi harus siap menghadapi berbagai
perubahan yang terjadi, tentunya dengan melakukan mitigasi risiko sehingga jika
perubahan terjadi organisasi tersebut tetap eksis dan tidak punah.
Mengutip pendapat Ferrel dan Harline (2005), manfaat Analisa SWOT yakni guna
memperoleh sebuah informasi dari analisa keadaan serta memberikan pemisahan di inti
problem internal (kekuatan dan kelemahan) dan inti problem eksternal (peluang dan
ancaman). Analisis SWOT itu bisa memberikan penjelasan apakah informasi itu punya
indikasi ke sesuatu yang bisa mendorong pencapaian suatu tujuan ataupun menyuguhkan

Universitas Indonesia
82

indikasi bahwasannya ada tantangan yang wajib dituntaskan dan diminimalisir guna
menggapaii tujuan yang dicanangkan.
Tujuan dari penelitian yang menggunakan analisis SWOT adalah untuk memilih
strategi mana yang terbaik dan dapat diimplementasikan dalam organisasi. Dalam analisis
SWOT diperlukan persepsi dari stakeholder sebagai basis data, persepsi dari stakeholder
bisa dari wawancara ataupun kuesioner, tujuannya adalah untuk mengidentifikasi faktor
peluang dan tantangan yang dihadapi oleh organisasi. SWOT menghasilkan berbagai
alternatif strategi, dari beberapa strategi yang dihasilkan oleh SWOT maka organisasi
harus menentukan strategi mana yang paling tepat untuk diterapakan tentunya dengan
mempertimbangkan sumber daya yang ada. Karena setiap organisasi pasti memiliki
kekurangan resources, untuk itu tidak mungkin semua strategi yang dihasilkan dari
SWOT akan dilakukan dalam waktu yang bersamaan, organisasi harus menentukan mana
yang paling prioritas diantara semua strategi tersebut.
Untuk menentukan strategi yang paling tepat maka langkah selanjutnya adalah
dengan menggunakan analisis hirarki atau AHP. Untuk mendapatkan informasi yang
mendalam terkait AHP maka kuesioner yang kedua harus disebarkan kembali kepada
responden yang betul-betul memahami tentang organisasi tersebut, untuk menentukan
responden AHP tidak perlu banyak seperti responden pada SWOT, namun responden
AHP harus betul-betul memahami dari pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner
sehingga tidak terjadi inkonsistensi terhadap hasil dari AHP, apabila terjadi inkonsistensi
atau nilainya dibawah 10% maka kuesioner harus ditelaah kembali dan dilakukan
pengisian ulang, hal ini memakan waktu yang cukup lama. Terkati hal tersebut seperti
yang diungkapkan oleh Gago, Mendes, Murta, Cabrita, and Teixeira (2022) menyatakan
bahwa informasi yang dihasilkan dari analisis SWOT dapat diintegrasikan dengan Hirarki
Analitik Proses (AHP). AHP adalah salah satu analisis keputusan yang multi kriteria yang
paling banyak diterapkan, karena menggabungkan 1) kemampuan dalam menganalisis
dengan preferensi yang saling bertentangan 2) memungkinkan kuantifikasi dan
perbandingan opini kualitatitf pemangku kepentingan 3) memberikan kemampuan untuk
mengubah faktor tidak berwujud menjadi numerik 4) memfasilitasi evaluasi secara
sistematis karena bobot pada faktor-faktor yang dipilih berpasangan melalui skala. Untuk
memudahkan kerangka berfikir dari SWOT dan AHP sebagaimana yang tertuang pada
gambar 2.4 berikut ini:

Universitas Indonesia
83

Gambar 2.6 Struktur Metodologi SWOT

Sumber: Stakeholders’ Perceptions of New Digital Energy Management Platform in


Municipality of Loulé, Southern Portugal: A SWOT-AHP Analysis, Gago, Mendes, Murta,
Cabrita, and Teixeira (2022)

Lebih lanjut Dhakal, Karki and Shrestha (2021) mengungkapkan bahwa analisis
SWOT diawali dengan survei atau kuesioner untuk mendapatkat faktor-faktor SWOT,
faktor-faktor SWOT diidentifikasi dan diletakkan dalam tabel menjadi faktor-faktor
SWOT. Pendekatan ini mengumpulkan banyak persepsi pemangku kepentingan dan
menggabungkannya untuk menggambar gambaran sistemik, termasuk memeringkatnya
dalam urutan kepentingan. SWOT mengidentifikasi dan memilih stakeholder yang ahli
untuk mengetahui peluang dan ancaman dalam organisasi, setelah mendapatkan
informasi yang mendalam lalu dilakukan analisis SWOT, selanjutnya melakukan analisis
hirarki dengan cara melakukan survei yang kedua melalui kuesioner dan membandingkan
antar faktor-faktor yang didapat dari SWOT menggunakan Analytical Hierarchy Process
(AHP). Dengan AHP maka akan didapatkan hasil atau strategi yang prioritas atas strategi
yang telah ditetapkan melalui SWOT, setelah AHP maka akan dihasilkan draft strategi
untuk pengembangan organisasi. Kerangka berfikirnya sebagaimana gambar 2.5 berikut:

Universitas Indonesia
84

Gambar 2.7 Kerangka Berfikir SWOT

Sumber: Cross-border electricity trade for Nepal: SWOTAHP analysis of barriers and
opportunities based on stakeholders’ perception (2021)

3.6. Analytic Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh


Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School di awal tahun 1970. Model
pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang
kompleks menjadi suatu hirarki. Konsep AHP digunakan untuk memilih dari berbagai
macam strategi lalu menetapkan strategi yang paling prioritas secara rasional dengan cara
melakukan perbandingan setiap elemen secara berpasangan, perbandingan elemen ini
dapat menghasilkan konsisten atau inkonsisten, sebagimana yang diungkapkan oleh Saaty
(2012), The Analytic Hierarchy Process (AHP) is a basic approach to decision making.
It is designed to cope with both the rational and the intuitive to select the best from a

Universitas Indonesia
85

number of alternatives evaluated with respect to several criteria. In this process, the
decision maker carries out simple pairwise comparison judgments which are then used
to develop overall priorities for ranking the alternatives. The AHP both allows for
inconsistency in the judgments and provides a means to improve consistency.

Menurut Syaifullan, (2010) AHP dengan hirarki membuat suatu masalah yang
kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-kelompoknya yang kemudian diatur
menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan
sistematis. AHP memudahkan permasalahan yang sangat kompleks menjadi sangat
sederhana, dengan cara membuat struktur permasalahan atau goal yang akan dicapai,
setelah didapatkan permasalahan lalu tentukan goal yang akan dicapai untuk mengatasi
permasalahan tersebut. Dalam membuat hierarki tentukan unsur-unsur apa saja yang akan
diletakkan dalam hierarki tersebut, untuk menentukan unsur-unsur dalam setiap level
hierarki harus dilakukan dengan diskusi dengan stakeholder atau internal organisasi itu
sendiri, hal ini gunanya adalah agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan siapa saja
yang berpengaruh dalam mencapai tujuan yang ditentukan di awal tadi. setelah hierarki
disusun selanjutnya mempertimbangkan apakah setiap elemen dalam unsur tersebut valid
atau tidak, maka sebaiknya diuji pendahuluan terlebih dahulu kepada stakeholder,

Saat ini penggunaan AHP bukan hanya pada instansi swasta saja melainkan
instansi pemerintah juga sudah banyak menggunakannya, terutama sebagai dasara untuk
menyusun rencana strategis dalam organisasi. namun dalam menentukan respnden dalam
menilai AHP harus betul-betul orang yang expert atau orang yang memahami terhadap
permasalahan kita atau tujuan organisasi yang akan dicapai. Kesalahan dalam
menentukan responden akan berdampak kepada hasil yang tidak valid, apabila hasil tidak
valid atau sesuai ketentuan adalah lebih kecil atau sama dengan 10%, maka AHP harus
dilakukan pengulangan kembali, hal ini akan memakan waktu cukup lama. oleh karena
itu disarankan sebaiknya dilakukan survei pendahuluan sebelu kuesioner betul-betul diisi
oleh reponden. intinya bahwa dalam analisis AHP unsur yang paling penting adalah
manusia untuk melakukan hierarki terhadap permalahan kemudian yang tidak kalah
penting juga adalah manusia yang menilai setiap pertanyaan yang diajukan berdasarkan
level dalam struktur tersebut.
Menurut Marimin & Maghfiroh, 2011, bahwa peralatan utama AHP adalah sebuah
hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi. Pemecahan masalah atau

Universitas Indonesia
86

pencapaian tujuan organisasi dengan menggunakan AHP, langkah yang paling pertama
dan utama untuk dilakukan adalah memecah permasalahan menjadi kelompok-kelompok
tertentu, kelompok-kelompok ini tidak baku, bebas tergantungn dengan permasalahan
atau goal yang akan dicapai. setelah dikelompokkan menjadi hierarki selanjutnya dapat
menentukan pertanyaan-pertanyaan yang akan dikemukakan kepada responden, untuk
menghindari kesalahan dalam menyusun hierarki, maka sebaiknya penyusunannya
dilakukan secara diskusi baik pada internal organisasi maupun pada ekternal organisasi,
setelah didapatkan hierarki yang tepat, maka selanjutnya kuesioner dapat disusun dan
langsung ditanyakan kepada responden yang betul-betul memahami terhadap
permasalahan dalam organisasi, karena jika responden tidak memamhami tujuan
organisasi maka akan menghasilkan informasi atau kesimpulan yang keliru, sehingga
tidak bisa menjadi dasar untuk menentukan kebijakan ke depan dalam organisasi, jika hal
ini terjadi maka harus dilakukan perubahan dalam hierarki yang telah disusun sampai
betul-betul mendapatkan informasi yang tepat sehingga akan mendapatkan nilai yang
valid yaitu lebih kecil atau sama dengan 10%. Hal ini dapat disimpulkan apabila kita
menggunakan AHP dalam memecahkan masalah, maka masalah yang semula kompleks
menjadi sederhana dengan memecah masalah menjadi kelompok-kelompok atau level-
level dalam setiap tingkatan hierarki.

Dalam memecahkan permasalahan menggunakan AHP, maka ada 4 prinsip yang


harus dipahami oleh penelitia yaitu decomposition, comparative judgemen, synthesis of
priority, dan logical consistency. (Saaty, 1993).

a. Decomposition (penyusunan hierarki)

Decomposition adalah memecah atau membagi masalah yang utuh menjadi elemen-
elemennya ke hierarki proses pengambilan keputusan, setiap elemen saling
berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap
elemen-elemen sampai tidak memungkinkan untuk dilakukan pemecahan lebih lanjut,
sehingga akan kita dapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak kita
pecahkan. Bentuk struktur decomposition, sebagai berikut: tingkat pertama: tujuan
keputusan (goal), tingkat kedua: kriteria-kriteria, dan tingkat ketiga alternatif-
alternatif.

Universitas Indonesia
87

Gambar 2.8 Struktur Hirarki AHP

Sumber: Pengambilan keputusan bagi para pemimpin, Saaty (1993)

b. Comparative Judgement (Penilaian Perbandingan Berpasangan)

Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relative dua


elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan
prioritas dari elemen-elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam
bentuk pairwise comparison matrix yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat
tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Nilai numerik yang dikenakan
untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah
ditetapkan oleh Saaty (1993), seperti tabel berikut ini:
Tabel 2.4
Skala Perbandingan Prioritas AHP

Skala Definisi
1 Sama pentingnya (equal Importance)
3 Sedikit lebih penting (slightly more importance)
5 Jelas lebih penting (materially more importance)
7 Sangat jelas penting (significantly more importance)
9 Mutlak lebih penting (absolutely more importance)
2,4,6,8 Merupakan angka kompromi diantara penilaian diatas
Sumber: Saaty, 1993

Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling
rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang
paling tinggi (extreme importance). Selain nilai-nilai di atas, nilai-nilai diantaranya
juga bisa digunakan, yakni 2,4,6, dan 8. Nilai-nilai ini menggambarkan hubungan

Universitas Indonesia
88

kepentingan diantara nilai-nilai ganjil yang disebutkan di atas. Sementara jika


kepentingan terbalik, maka kita dapat menggunakan angka resiprokal dari nilai-nilai
di atas.

Dalam membuat matriks berpasangan, kita hanya perlu menentukan matriks segitiga
atas saja karena matriks segitiga bawah hanyalah nilai resiprokal dari matriks segitiga
atas. Selain itu, nilai-nilai diagonal pada matriks perbandingan berpasangan adalah
satu (karena setiap item dibandingkan dengan dirinya sendiri). Dengan demikian,
apabila kita ingin membuat matriks perbandingan berpasangan dengan jumlah n item,
maka kita hanya perlu membuat perbandingan sejumlah n(n-1)/2. Pertanyaan yang
bisa diajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah: 1) elemen mana yang lebih
(penting/disuka/…)? 2) Berapa kali lebih (penting/disuka…)?. Agar diperoleh skala
yang bermanfaat ketika membandingkan dua elemen seseorang yang akan
memberikan jawaban perlu pengertian menyeluruh tentang elemen-elemen yang
dibandingkan dan relevansinya terhadap kriteria atau tujuan yang dipelajari.

c. Synthesis of priority (Sintesa Prioritas)

Syntesis of priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk


mendapatkan bobot relative bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. Prosesnya
dilakukan dengan mengalikan prioritas local dengan prioritas dari kriteria
bersangkutan di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang
dipengaruhi kriteria. Hasilnya berupa prioritas global yang kemudian digunakan untuk
memberikan bobot pada prioritas local dari elemen di level terendah sesuai dengan
kriterianya.

d. Logical Consistency (Konsistensi logis)

Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan
mengagresikan seluruh eigen vector yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki
dan selanjutnya diperoleh suatu vector composite tertimbang yang menghasilkan
urutan pengambilan keputusan.

Salah satu asumsi utama model AHP adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak.
Dasar dari teori utilitas manusia berangkat dari konsep “transivity” dimana konsistensi

Universitas Indonesia
89

100% merupakan syarat mutlak. Apabila suatu barang A lebih disukai dari barang B,
dan barang B tersebut lebih disukai dari barang C maka sudah pasti A lebih disukai
dari barang C. Atau lebih jelasnya, apabila A lebih kuat dari B tiga kali dan B lebih
kuat dari C dua kali, maka A harus lebih kuat dari C enam kali (Permadi, 1992).

Menurut Saaty, konsistensi memiliki dua arti, yang pertama bahwa pemikiran atau
objek yang serupa dikelompokkan menurut homogenitas atau relevansinya. Arti yang
kedua adalah bahwa intensitas relasi antar gagasan atau antar objek yang didasarkan
pada suatu kriteria tertentu saling membenarkan secar logis. Dalam mempergunakan
prinsip ini, AHP memasukkan baik aspek kuantitatif maupun aspek kualitatif pikiran
manusia. Aspek kualitatif untuk mendefinisikan persoalan dan hierarkinya. Aspek
kuantitatif untuk mengekspresikan penilaian dan preferensi secara ringkas dan padat
(Saaty, 1993). Karena keputusan manusia sebagian didasari oleh logika dan sebagian
didasarkan pada unsur bukan logika seperti perasaan, pengalaman, intuisi, maka sudah
sepantasnyalah kalau suatu model pengambilan keputusan tidak menuntut syarat
konsistensi 100% secara mutlak.

1. Aksioma AHP

Dalam menggunakan AHP perlu diperhatikan aksioma-aksioma yang dimiliki


model AHP. Aksioma merupakan suatu yang tidak dapat dibantah kebenarannya atau
yang pasti terjadi. Secara ringkas aksioma AHP sebagai berikut: (a) Reciprocal
Comparisam, artinya si pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan
menyatakan preferensinya dan memenuhi syarat kalau A lebih disukai dari B dengan
skala x maka B lebih disukai dari A dengan skala 1/x; (b) Homogenity, preferensinya
seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-
elemennya dapat dibandingkan satu sama lain; (c) Independence, preferensinya
dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-
alternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan, artinya perbandingan
antara elemen-elemen dalam suatu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen
level di atasnya; dan (d) Expectations, tujuan pengambilan keputusan, struktur hierarki
diasumsikan lengkap. Bila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan
tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau yang diperlukan
sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap. (Permadi, 1992;18).

Universitas Indonesia
90

2. Pengisian Persepsi Responden AHP

Model AHP memakai persepsi manusia yang dianggap ekspert sebagai input
utamanya. Kriteria ekspert bukan berarti seseorang tersebut harus jenius, pintar, bergelar
doktor dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar
permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan
terhadap masalah tersebut (Permadi, 1999)

Selain untuk kepentingan individual, AHP dapat digunakan juga dalam


pengambilan keputusan secara berkelompok. Ada dua cara umum dalam pengisian
persepsi model AHP. Pertama melalui konsensus, dimana semua responden dikumpulkan
dalam sebuah ruang dan mereka harus mengeluarkan satu penilaian saja untuk satu
perbandingan. Diskusi mendalam dari suatu permasalahan sangat diperlukan disini. Cara
kedua adalah pengisian melalui kuesioner. Dengan cara ini responden tidak harus
dikumpulkan dalam sebuah ruangan melainkan dapat dihubungi secara terpisah. Apabila
pengisian dilakukan secara terpisah, maka diasumsikan hierarki yang akan diajukan
kepada responden sudah tepat dan tidak mungkin ada perubahan lagi (Permadi, 1992).

3. Analisis Sensitivitas AHP

Sering mucul pertanyaan apabila dalam perkembangannya terdapat perubahan


penilaian respoden terhadap faktor. Yang diharapkan adalah prioritas tidak terlalu
berfluktuasi apabila ada perubahan kecil pada penilaian responden. Analisis sensitivitas
dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi suatu perubahan yang cukup
besar. Misalnya terjadi perubahan bobot prioritas atau urutan prioritas dari kriteria karena
adanya perubahan kebijakan.

Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu, analisis sensitivitas adalah unsur
dinamis dari sebuah hierarki. Analisis sensitivitas juga menentukan stabil tidaknya
sebuah hierarki. Makin besar deviasi atau perubahan prioritas yang terjadi makin tidak
stabil hierarki tersebut. Sensitivitas hierarki penting untuk implementasi kebijakan karena
si pengambil keputusan dapat membuat antisipasi apabila ada sesuatu yang terjadi di luar
perkiraannya.
4. Kelebihan dan Kekurangan AHP
Beberapa keuntungan yang diperoleh bila memecahkan persoalan dan mengambil
keputusan dengan menggunakan AHP adalah: (a) kesatuan, AHP memberi satu model

Universitas Indonesia
91

tunggal yang mudah dimengerti luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur; (b)
kompleksitas, AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem
dalarn memecahkan persoalan kompleks; (c) saling ketergantungan, AHP dapat
menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tak
rnemaksakan pemikiran linier; (d) penyusunan hierarki, AHP rnencerrninkan
kecenderungau alami pemikiran untuk mernilah-milah elemen suatu sistem dalarn
berbagai tingkat berlainan dan mengelornpokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat;
(e) pengukuran, AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwuiud suatu
model untuk menetapkan prioritas; (f) konsistensi, AHP melacak konsistensi dari
pertimbangan-pertirnbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas; (g)
sintesis, AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap altermatif;
(h) tawa menawar, AHP mempertimbangkan pnoritas- prioritas relatif dari berbagai falaor
sistem dart memungkinkan orang rnemilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan
rnereka; (i) penilaian dan konsensus, AHP tidak memaksakan konsensus tetapi
mensintesis suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda-beda; dan
(j) pengulangan proses, AHP memungkinkan orang memperluas definisi mereka pada
suatu persoalan dan memperbaiki pertirnbangan dan pengertian rnereka melalui
pengulangan (Saaty, 1986)

Sedangkan kelemahan AHP antara lain (a) ketergantungan model pada input
berupa persepsi ekspert akan membuat hasil akhir dari model ini menjadi tidak ada artinya
apabila si ekspert memberikan penilaian yang keliru; (b) kelemahan lainnya yang
sekaligus menjadi keunggulan AHP adalah pada bentuknya yang sederhana (Permadi,
1992).

3.6.1. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan bagian dari data sekunder. Data sekunder ini
sekaligus digunakan sebagai kerangka pembahasan. Dalam penelitian ini, faktor internal
dan eksternal dalam analisisi SWOT sebagai bagian dari data sekunder didasarkan pada
kajian teori melalui berbagai bahan bacaan, jurnal maupun penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian. Dari hasil studi kepustakaan faktor internal adalah sebagai
berikut:

Universitas Indonesia
92

Tabel 3.5 Faktor internal dan indikatornya

No Variabel Indikator
1 Peraturan Tersedianya kewenangan dan mandat untuk melaksanakan tugas
Pengawasan pengawasan
a. PP Nomor 12 tahun 2017 tentang Binwas Pemda
b. Permendagri Nomor 13 Tahun 2021 tentang Struktur Organisasi
dan Tata Laksana Kemendagri
2 Kualitas a. SDM pengawasan telah memiliki sertifikasi keahlian
SDM pengawasan
b. Pencapaian kapabilitas APIP
c. Memiliki kemampuan teknis
3 Komitmen a. Adanya komitmen dan dukungan pimpinan terhadap
Pimpinan pelaksanaan tugas pengawasan dan kinerja Itjen
b. Adanya kebijakan pengawasan
4 IT Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan
5 Etos Kerja APIP memonitoring Tindak Lanjut Hasil Pengawasan
6 Motivasi a. Indeks kepuasaran stakeholders terhadap pengawasan
b. Adanya keinginan untuk mendapatkan reward atas kinerja yang
berprestasi
c. Adanya keinginan untuk mengikuti diklat-diklat teknis terkait
pengawasan
d. ingin memberikan value added kepada stakeholders atas hasil
pengawasan
7 Sarana dan a. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja dan kemudahan
prasarana mengakses tekhnologi informasi
kerja b. SOP yang lengkap dan update
c. Desain struktur organisasi telah sesuai kebutuahn

Dari studi dokumentasi juga ditentukan faktor internal yang dianggap terkait
dengan upaya peningkatan kinerja. Faktor eksternal digambarkan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.6 Faktor Eksternal dan indikatornya

No Variabel Indikator
1 Kolaborasi/ a. Adanya dukungan dan kerjasama dari stakeholder
Kerjasama pengawasan (KPK, BPKP, APH dan Ombudsman)
b. Adanya dukungan sistem dan kerjasama dalam
melaksanakan pengawasan Tersedianya lembaga dan
sistem yang dapat mendukung tugas pengawasan
(Monitoring Centre for Prevention-KPK, Strategi
Nasional Pemberantasan Korupsi-KPK, MoU antara
Kemendagri dan APH)
c. Adanya koordinasi dan sinergisme yang baik antar
pemeriksa
d. Ketersediaan aplikasi pengawasan dari KPK dan
Kemenpan-RB seperti aplikasi Early Warning System

Universitas Indonesia
93

No Variabel Indikator
(EWS), aplikasi Benturan Kepentingan, dan Reformasi
Birokrasi
e. Ketersediaan tawaran diklat pengawasan dari lembaga
pendidikan
f. K/L teknis selalu berkoordinasi dalam melakukan
binwas pemda
g. Joint audit dengan lembaga pengawasan lainnya
2 Tingkat a. Kapabilitas APIP di Daerah telah mencapai level 3
Kapabilitas APIP b. Kompleksitas tata kelola penyelenggaraan Pemda
3 Tekhnologi Perkembangan teknologi informasi
Informasi
4 Tingkat a. Hasil pengawasan dipercaya entitas sebagai input dalam
Kepercayaan penyusunan kebijakan
b. fungsi APIP dari watchdog menjadi consulting partner

3.6.2. Focus Group Discussion-1 (FGD)

Langkah selanjutnya adalah melakukan FGD-1, FGD-1 ini diselenggarakan untuk


memperoleh data dan informasi secara mendalam dari berbagai responden baik dari
internal Inspektorat Jenderal maupun dari eksternal yaitu pihak-pihak yang menerima
pelayanan dari Inseptorat Jenderal baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor
internal dan eksternal yang semula telah didapatkan dari studi dokumentasi dan kajian
berbagai literatur serta berbagai laporan dari ekternal Inspektorat Jenderal, lalu
melakukan identifikasi terhadap kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang
dihadapai oleh Inspektorat Jenderal ditinjau dari lingkungan internal/IFAS (Internal
Faktors Analysis of Strategy) dan eksternal/EFAS (Eksternal Faktors Analysis of
Strategy). Setelah dilakukan identifikasi dari faktor internal dan eksternal, langksah
selanjutnya adalah menentukan siapa responden yang akan menjawab kuesioner terkait
SWOT, sehingga hasilnya tidak bias.

3.6.3. Kuesioner SWOT

Setelah FGD-1 dilakukan dan telah dirumuskan faktor internal dan eksternal, serta
telah ditentukan siapa saja responden yang akan menjawab kuesioner, kemudian disusun
kuesioner sebagai sarana untuk mendapatkan penilaian dari responden terhadap faktor-
faktor yang telah dirumuskan, mengingat banyaknya pegawai yang sedang work from
home, dan berbagai kegiatan di luar kantor, maka diputuskan bahwa kuesioner melalui

Universitas Indonesia
94

online menggunakan googleform. Respodnen melakukan penilaian terhadap faktor-faktor


yang telah diidentifikasikan dengan menggunakan analisis SWOT. Terhadap hasil
pengisian kuesioner SWOT oleh responden akan didapatkan hasil empat elemen strategis
model SWOT yaitu faktor kekuatan (strength), faktor kelemahan (weakneseses), faktor
peluang (opportunities) dan faktor tantangan (threats). Selanjutnya melakukan langkah-
langkah dalam melakukan analisisi SWOT, sebagai berikut:

a. Untuk menentukan masing-masing elemen SWOT, dari penilaian responden


terhadap prestasi atau kondisi faktor saat ini maka dibuat rata-rata baris. Kemudian
dihitung nilai rata-rata kolom baik faktor internal maupun faktor eksternal, cara
menghitung rata-rata kolom adalah dengan menjumlahkan seluruh hasil dari faktor
internal dan eksternal kemudian dibagi dengan jumlah pertanyaan. Nilai rata-rata
kolom digunakan sebagai kriteria atau patokan dalam pengelompokan faktor internal
dan eksternal kedalam kelompok kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan.
Kriteria dalam permilihan berdasarkan nilai nilai rata-rata kolom adalah sebagai
berikut:
1) Faktor Internal, terdiri dari:
a) Faktor kekuatan (strength): jika nilai rata-rata baris berada di atas (>) nilai
rata-rata kolom internal, maka dikategorikan sebagai kekuatan.
b) Faktor kelemahan (weakneses): nilai rata-rata baris berada di bawah (<) nilai
rata-rata kolom internal, maka dikategorikan sebagai kelemahan.

Faktor Eksternal, terdiri dari:


a) Faktor Peluang (opportunities): nilai rata-rata baris berada di atas (>) nilai
rata-rata kolom eksternal, maka dikategorikan sebagai peluang.
b) Faktor Tantangan (threats): nilai rata-rata baris berada di bawah (>) nilai
rata-rata kolom eksternal, maka dikategorikan sebagai tantangan

b. Nilai rata-rata baris setiap faktor kemudian dikonversi untuk mendapatkan bobot
nilai tertimbang masing-masing faktor.

c. Nilai bobot tertimbang tiap faktor internal dan eksternal yang telah dibagi dalam
kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, serta urgensi/rating dari penilaian
responden kemudian dimasukkan dalam tabel IFAS dan EFAS.

Universitas Indonesia
95

3.6.4. Focus Group Discussion-2 (FGD)


Setelah faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan ditentukan, langkah
selanjutnya adalah menentukan bobot dan rating, menurut Rangkuti (2019) perhitungan
bobot dan rating dalam analisis SWOT dapat menggunakan Focus Group Discussion
(FGD), dengan cara masing-masing peserta menilai bobot dan rating untuk masing-
masing indikator.
Pemberian bobot pada masing-masing faktor dengan skala 1,0 (paling penting)
sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut posisi strategis
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan semua bobot tersebut jumlahnya
tidak boleh melebihi skor 1,00)
Setelah bobot ditentukan selanjutnya menentukan rating, menentukan rating
dengan skala mulai dari 6-10 untuk kekuatan dan peluang, serta skala 1-5 untuk
kelemahan dan tantangan. Berdasarkan pembobotan IFAS-EFAS kemudian dibuat
diagram analisis SWOT untuk menentukan kuadran yang akan digunakan dalam upaya
peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Hasil pembobotan IFAS-EFAS dirumuskan berbagai kemungkinan alternatif
strategi dalam peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Kombinasi komponen-komponen SWOT merupakan strategi-strategi dalam peningkatan
kinerja Itjen seperti: strategi Strengths Opportunities (SO), Strengths Threats (ST),
Weaknesses Opportunities (WO) dan Weaknesses Threats (WT).
• Strategi Strength-Opportunity (SO); Interaksi kombinasi strategi SO: yaitu suatu
strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang;
• Strategi Strength-Threat (ST); Interaksi kombinasi strategi ST: yaitu suatu strategi
yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman;
• Strategi Weakness-Opportunity (WO); Interaksi kombinasi strategi WO: yaitu suatu
strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang;
• Strategi Weakness-Threat (WT) Interaksi kombinasi strategi WT: yaitu suatu strategi
yang meminimalkan kelemahan untuk mengatasi ancaman.

Universitas Indonesia
96

Tabel 3.7 Matriks SWOT

IFAS
Kekuatan (S) Kelemahan (W)
EFAS

Strategi SO Strategi WO
• Strategi yang memaksimalkan • Strategi yang meminimalkan
Peluang (O) kekuatan untuk memanfaatkan kelemahan untuk memanfaatkan
peluang yang ada peluang yang ada
• Strategi agresif • Strategi orientasi putar balik
Strategi ST Strategi WT
• Strategi yang memaksimalkan • Strategi yang meminimalkan
Threats (T) kekuatan untuk mengatasi kelemahan untuk mengatasi
ancaman; ancaman;
• Strategi diversifikasi • Strategi defensif
Sumber: Teknik membedah kasus bisnis, Rangkuti (2019)

3.6.5. Kuesioner AHP

Dari hasil analisis SWOT diperoleh beberapa alternatif kebijakan yang


merupakan perpaduan dari faktor internal dan faktor eksternal. Seperti yang telah
disampaikan sebelumnya bahwa belum tentu seluruh alternatif kebijakan tersebut dapat
dilakukan secara simultan, hal ini mengingat keterbatasan resources seperti sumber daya
manusia, anggaran, dan sarana prasarana. Untuk menentukan yang paling prioritas maka
dilakukan pemilihan dari berbagari strategi kebijakan yang telah didapatkan melalui
analisi SWOT. Pemilihan prioritas tersebut dilakukan dengan menggunakan Analitical
Hierarchy Process (AHP).

Dari hasil analisis SWOT, lalu melakukan diskusi dengan responden untuk
menentukan siapa saja yang berperan dalam mencapai tujuan organisasi dan unsur-unsur
apa saja yang diperlukan dalam mewujudkannya, maka dilakukan diskusi dengan
responden, dari hasil diskusi kemudian disusun hierarki untuk AHP, hierarki tersebut
terdiri dari 4 level, sebagai berikut: level 1 adalah goal atau tujuan yang akan dicapai,
level kedua adalah actor yang berperan dalam mewujudkan tujuan, level ketiga adalah
unsur-unsur yang dapat mendukung tercapainya tujuan, serta level keempat adalah
alternatif-alternatif strategi yang telah didapatkan dari analisis SWOT untuk dipilih yang
paling prioritas. Berdasarkan hierarki yang telah dibuat lalu dibuat kuesioner kedua
dengan skala perbandingan berpasangan. Adapun alur penelitian sebagai berikut ini:

Universitas Indonesia
97

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal


Kementerian Dalam Negeri

Studi Dokumentasi

Menyelenggarakan FGD I
(Mengidentifikasi Faktor Internal & Eksternal)

Menyebarkan Kuesioner Kepada Internal dan Eksternal

Menyelenggarakan FGD II
(Mendapatkan Bobot dan Rating)

Perumusan Strategi SWOT

AHP

Menyusun Hierarki

Melakukan Perbandingan Berpasangan


(Menyebarkan Kuesioner)

Menguji Konsistensi Ratio

Hasil Yang Memuaskan


≤ 0,1

Menentukan Prioritas Global

Sumber: Peneliti, 2022.

Dari hasil analisis SWOT diperoleh beberapa alternatif kebijakan yang


merupakan perpaduan dari faktor internal dan eksternal. Seperti yang penulis kemukan
sebelumnya bahwa belum tentu semua alternatif kebijakan dapat dilaksanakan secara
simultan. Pemilihan prioritas untuk mendapatkan strategis kebijakan yang sekiranya
perlu mendapatkan perhatian lebih dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pemilihan prioritas tersebut dilakukan dengan menggunakan AHP. Langkah-langkah
dalam AHP, sebagai berikut:

Universitas Indonesia
98

a) Penyusunan Hierarki

Ciri pemecahan model AHP adalah menggunakan hirarki yang menguraikan


permasalahan yang kompleks menjadi elemen-elemen yang lebih sederhana.
Menurut Saaty (1993) hierarki merupakan abstraksi hubungan dan pengaruh antara
elemen-elemen dalam struktur pada keseluruhan sistem yang dipelajari. Abstraksi
merupakan bentuk hubungan antara elemen-elemen yang menggambarkan sistem
secara keseluruhan. Tidak ada prosedur baku yang digunakan dalam penyusunan
hierarki.

Langkah pertama penyusunan hierarki adalah identifikasi level dan elemen.


Focus/goal hierarki dari penelitian ini adalah Peningkatan Kinerja Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya ditentukan kriteria dan sub kriteria
sebagai syarat untuk mencapai tujuan, sekaligus menentukan elemen-elemen pada
kriteria dan sub kriteria. Terakhir melakukan identifikasi alternatif-alternatif dalam
pencapaian tujuan. Untuk menentukan kriteria, subkriteria dan masing-masing
elemennya dilakukan diskusi dengan responden. Untuk elemen pada alternatif
strategi dalam hierarki pada penelitian ini merupakan hasil analisis SWOT yang
telah dilakukan pada analisisi tahap pertama.

Gambar 3.2 Penyusunan Hierarki Model AHP

Level 2

Universitas Indonesia
99

b) Penilaian Kuesioner

Setelah hierarki disusun dan dibuat kuesioner, kemudian dibagikan kepada


responden yang telah ditentukan sebelumnya. Penilaian atas persepsi responden
AHP dilakukan dengan memberikan penilaian dari skala 1 sampai 9 dalam
perbandingan berpasangan.

c) Penghitungan Vektor, Penghitungan CI (Indeks konsistensi), sintesa


Akhir dan uji sensitivitas.

Pengolahan data dalam metode AHP ini akan dilakukan dengan menggunakan
software Expert Choice.

Universitas Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Berdasarkan pasal 32 Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2021 tentang


Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa Inspektorat Jenderal mempunyai tugas
menyelenggarakan pengawasan intern di Kementerian Dalam Negeri dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, selanjutnya Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam
Negeri menyatakan bahwa Inspektorat Jenderal merupakan unsur pengawas fungsional
Kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Dalam Negeri
yang mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian
Dalam Negeri dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta
melaksanakan fungsi, sebagai berikut:
a. Penyiapan penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern dilingkungan kementerian;
b. Pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan kementerian terhadap kinerja dan
keuangan melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan
lainnya;
c. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri;
d. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah;
e. Pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Susunan Organisasi Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, sebagai berikut:


a. Sekretariat Inspektorat Jenderal;
b. Inspektorat I;
c. Inspektorat II;
d. Inspektorat III;
e. Inspektorat IV
f. Inspektorat Khusus;
g. Kelompok Jabatan Fungsional.

100

Universitas Indonesia
101

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal

Sumber: Permendagri No. 13 Tahun 2021 tentang SOTK Kementerian Dalam Negeri

Gambar 4.2 Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal Tahun 2022

Sumber: Website Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, 2022

Universitas Indonesia
102

Gambar 4.3 Struktur Organisasi Sekretariat Inspektorat Jenderal

Sumber: Website Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, 2022

1. Sekretariat Inspektorat Jenderal, mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknis


dan administratif ke dalam semua unsur di lingkungan Inspektorat Jenderal dan
pembinaan administrasi dan teknis jabatan fungsional di lingkungan
kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
2. Inspektorat I, mempunyai tugas melaksanakan pengawasan internal pada satuan kerja
Inspektorat Jenderal, Sekretariat Jenderal dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri,
serta pengawasan umum penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi Aceh,
Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Utara,
Maluku dan Papua. Melaksanakan fungsi tematik terkait perencanaan, pengendalian
dan pelaporan pelaksanaan reviu laporan keuangan Kementerian Dalam Negeri dan
Badan Nasional Pengelola Perbatasan;
3. Inspektorat II, mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan internal pada satuan kerja
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah,
Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan,
pengawasan teknis terhadap urusan pemberdayaan masyarakat dan desa serta

Universitas Indonesia
103

pengawasan umum penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi Jambi, Kalimantan


Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Tengah, Maluku Utara dan Papua Barat. Melaksanakan fungsi tematik terkait
perencanaan, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan reviu pelaporan kinerja
Kementerian dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan;
4. Inspektorat III, mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan internal pada satuan
kerja Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Direktorat Jenderal Bina
Pembangunan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, pengawasan teknis
terhadap urusan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil serta pengawasan
umum penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi Riau, Lampung, Kalimantan
Utara, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi
Tenggara, Sulawesi Selatan dan Gorontalo. Melaksanakan fungsi tematik
perencanaan, pengendalian dan pelaporan pelaksanaan reviu dokumen perencanaan
dan penganggaran Kementerian dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan;
5. Inspektorat IV, mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan internal pada satuan
kerja Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Direktorat Jenderal
Bina Administrasi Kewilayahan, Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum,
pengawasan teknis terhadap urusan ketentraman, ketertiban umum dan perlindungan
masyarakat dan pengawasan umum penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Banten dan Sulawesi Barat. Inspektorat
Khusus mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan khusus, penanganan
pengaduan/pelaporan masyarakat, pemeriksaan dalam rangka penjatuhan sanksi
administratif dan koordinasi upaya penegakan integritas serta pencegahan korupsi di
lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan
serta Pemerintahan Daerah. Melaksanakan fungsi tematik terkait perencanaan,
pengendalian dan pelaporan pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Reformasi
Birokrasi Kementerian dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan;
6. Inspektorat Khusus, mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan khusus,
penanganan pengaduan/pelaporan masyarakat, pemeriksaan dalam rangka penjatuhan
sanksi administratif dan koordinasi upaya penegakan integritas serta pencegahan

Universitas Indonesia
104

korupsi di lingkungan Kementerian dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan serta


Pemerintahan Daerah.
7. Kelompok Jabatan Fungsional, terdiri atas sejumlah tenaga fungsional pengawas
pemerintahan, auditor dan jabatan fungsional lainnya yang terbagi dalam beberapa
kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya. Jabatan fungsional
mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, adapun jumlah tenaga fungsional ditentukan sesuai kebutuhan dan beban
kerja.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal, dukungan dari


Sekretariat Inspektorat Jenderal selaku manajemen (Enabler) sangat menentukan kinerja
dari Inspektorat I sampai dengan Inspektorat Khusus selaku pelaksana pengawasan
(delivered), agar mendapatkah hasil (result) pengawasan yang dapat bermanfaat untuk
organisasi dan tata kelola pemerintahan. Adapun struktur Sekretariat Inspektorat
Jenderal, sebagai berikut:

Gambar 4.4 Struktur Sekretariat Inspektorat Jenderal

Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2021 tentang SOTK Kemendagri

Universitas Indonesia
105

Lebih rinci uraian tugasnya adalah sebagai berikut:


1. Bagian Perencanaan, mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program dan
anggaran, penyiapan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan serta
pelaksanaan administrasi kerja sama.
2. Bagian Analisa dan Evaluasi Hasil Pengawasan, mempunyai tugas melaksanakan
administrasi, inventarisasi, analisis, evaluasi, pendokumentasian dan penyajian hasil
pengawasan, pendokumentasian pemutakhiran tindak lanjut hasil pengawasan dan
pelaksanaan administrasi monitoring dan evaluasi reformasi birokrasi di lingkungan
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
3. Bagian Keuangan terdiri atas Subbagian Perbendaharaan serta Subbagian Verifikasi,
Akuntansi dan Pelaporan, mempunyai tugas melakukan pengelolaan keuangan, tata
usaha, akuntansi, verifikasi, pembukuan dan pelaporan.
4. Bagian Umum terdiri atas Subbagian Kepegawaian dan Tata Usaha serta Subbagian
Perlengkapan dan Rumah Tangga, mempunyai tugas melaksanakan urusan
kepegawaian, tata usaha, perlengkapan dan rumah tangga.

4.2. Gambaran Umum Data Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan pada BAB III, bahwa penelitian ini menggunakan
pendekatan mixed methods. Hal ini dikarenakan agar dapat menjawab pertanyaan
penelitian terkait kinerja Inpektorat Jenderal ditinjau dari IFAS dan EFAS. Dalam
pengisian kuesioner SWOT, responden terdiri dari internal dan eksternal Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Selanjutnya dalam menentukan strategi yang tepat
dari berbagai strategi yang telah didapat dari SWOT penulis menggunakan AHP.

4.2.1 Gambaran Responden Internal Kuesioner SWOT


Responden internal dalam penelitian adalah seluruh pegawai Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri, berjumlah 225 orang, penyebaran kuesioner SWOT
(internal) bertujuan untuk mendapatkan jawaban dari responden. Jawaban dari responden
internal akan menentukan faktor-faktor kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses)
yang ada pada internal Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Kuesioner dibuat
dalam google form dan disebarkan secara online dengan memanfaatkan tekhnologi
informasi melalui media sosial whatsapp group (WAG) pada tanggal 31 Maret 2022,
sehingga responden bisa mengisi kuesioner dimanapun berada dan bisa menggunakan

Universitas Indonesia
106

smart phone, hal ini mengingat masih ada pegawai yang bekerja secara work from home,
dan terdapat beberapa pegawai yang sedang melaksanakn perjalanan dinas, sehingga
tidak memungkinkan jika kuesioner disebarkan secara offline, penyebaran kuesioner
melalui https://forms.gle/rvTbB62Hhmw7fwPU8. Kuesioner yang telah disebar
mendapat respon yang sangat positif, terlihat dari dalam waktu 5 hari seluruh pegawai
Inspektorat Jenderal telah mengisi kuesioner melalui online, bahkan ada beberapa
pegawai yang menawarkan agar kuesioner ini disebarkan kepada kementerian/lembaga
lain, namun penulis jelaskan bahwa kuesioner ini hanya untuk internal sehingga tidak
perlu di share ke kementerian/lembaga lain. Antusias responden internal dalam mengisi
kuesioner ini dikarenakan selama ini belum pernah ada kuesioner tentang evaluasi
internal atas kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Adapun profile
responden internal yang telah mengisi kuesioner tersebut, sebagai berikut:

4.2.1.1 Diskripsi Umum Responden Internal Berdasarkan Jenis Kelamin


Dari 225 responden yang telah mengisi kuesioner, diketahui bahwa komposisi reponden
berdasarkan jenis kelamin, sebagai berikut:

Grafik 4.1 Profil Responden Berdasar Jenis Kelamin

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa mayoritas responden sebanyak 148


orang (65,8%) yang mengisi kuesioner adalah pegawai perempuan, adapun jumlah
pegawai laki-laki yang mengisi kuesioner sebanyak 77 orang (34,2%).

Universitas Indonesia
107

4.2.1.2 Diskripsi Umum Responden Internal Berdasarkan Usia


Profile responden yang mengisi kuesioner SWOT (secara internal) berjumlah sebanyak
225 responden, yaitu seluruh pegawai pada Inspekgtorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri, yang terdiri dari struktural dan fungsional, sebagaimana yang tertera pada grafik
berikut ini:

Grafik 4.2 Profil Responden Berdasarkan Usia

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari 225 responden yang mengisi kuesioner
memiliki rentang usia yang beragam. Responden tersebut dikelompokkan pada rentang
usia 20 s.d. 30 tahun, 31 s.d. 40 tahun, 41 s.d. 50 tahun, serta lebih dari 50 tahun. Dari
hasil pengelompokan tersebut diketahui bahwa rentang usia 21-30 tahun sebanyak 28
orang atau (12,4%), rentang usia 31-40 tahun sebanyak 73 orang atau (32,4%), rentang
usia 41-50 tahun sebanyak 68 orang atau (30,2%) dan rentang usia 51-60 tahun sebanyak
56 orang atau (24,9%). Maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian didominasi
oleh pegawai yang berusia 31 s.d. 40 tahun yaitu sebanyak 32,4%.

4.2.1.3 Diskripsi Umum Responden Internal Berdasarkan Jenjang Pendidikan


Diskripsi umum responden internal penulis dapatkan dari hasil pengisian googleform atas
penilaian kuesionera oleh responden, dimana responden selain mengisi kuesioner, maka
responden terlebih dahulu mengisi gambaran singkat tentang responden. Secara umum
komposisi responden berdasarkan jenjang pendidikan sebagaimana pada grafik 4.3
berikut ini:

Universitas Indonesia
108

Grafik 4.3 Profil Responden Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari 225 responden yang mengisi kuesioner
sebanyak 184 orang (81,8%) jenjang pendidikan Pasca Sarjana (S2), sebanyak 28 orang
(12,4%) jenjang pendidikan Sarjana (S1), sebanyak 10 orang (4,4%) jenjang pendidikan
Doktoral (S3), dan sebanyak 3 orang (1,3%) jenjang pendidikan Diploma. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa mayoritas responden yang mengisi kuesioner adalah pegawai yang
jenjang pendidikannya Pasca Sarjana (S2).

4.2.1.4 Diskripsi Umum Responden Internal Berdasarkan Jabatan


Secara umum komposisi responden berdasarkan jabatan sebagaimana pada grafik 4.4
berikut ini:

Grafik 4.4 Profil Responden Berdasarkan Jabatan

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Universitas Indonesia
109

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari 225 responden yang mengisi kuesioner
sebanyak 157 orang (69,8%) jabatan fungsional tertentu/APIP, sebanyak 44 orang
(19,6%) jabatan fungsional umum/pelaksana, sebanyak 13 orang (5,8%) Eselon IV,
sebanyak 4 orang (1,8%) Eselon III sebanyak 6 orang (2,7%) Eselon II. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa mayoritas responden yang mengisi kuesioner adalah pegawai yang
memilki jabatan fungsional tertentu/APIP.

4.2.2 Gambaran Responden Eksternal Kuesioner SWOT


Responden eksternal dipilih secara purposive sampling, dimana responden dipilih dengan
pertimbangan bahwa responden tersebut adalah stakeholder yang mendapat pelayanan
langsung dari Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, yang terdiri dari 34
Inspektorat Provinsi, 12 Unit Kerja Eselon I pada Kementerian Dalam Negeri, 5 orang
perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), 4 orang
perwakilan dari Kementerian, dan 3 orang perwakilan dari Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Total responden eksternal sebanyak 58 orang. Penyebaran kuesioner SWOT
(eksternal) bertujuan untuk menentukan peluang (opportunities) dan tantangan (threats)
yang ada pada ekternal Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Kuesioner
dibuat secara online melalui media sosial whatsapp group (WAG) Whatsapp personal
pada tanggal 31 Maret 2022, hal ini dilakukan mengingat responden tersebar di tingkat
pusat dan daerah, maka tidak memungkinkan untuk dilakukan secar offline, penyebaran
kuesioner melalui: https://forms.gle/fasoodT9HXPpzf7MA. Adapun profile responden
eksternal yang telah mengisi kuesioner tersebut, sebagai berikut:

4.2.2.1 Diskripsi Umum Responden Eksternal Berdasarkan Jenis Kelamin


Dari 58 responden yang telah mengisi kuesioner, diketahui bahwa komposisi reponden
berdasarkan jenis kelamin, sebagai berikut:

Grafik 4.5 Profil Responden Eksternal Berdasar Jenis Kelamin

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Universitas Indonesia
110

Berdasarkan grafik 4.5 di atas, diketahui bahwa sebanyak 40 responden (69%)


adalah Pria, dan 18 responden (31%) adalah wanita.

4.2.2.2 Diskripsi Umum Responden Eksternal Berdasarkan Usia


Dari 58 responden yang telah mengisi kuesioner, diketahui bahwa komposisi reponden
berdasarkan usia, sebagai berikut:

Grafik 4.6 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Usia

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari 58 responden yang mengisi kuesioner
memiliki rentang usia yang beragam. Responden tersebut dikelompokkan pada rentang
usia 20 s.d. 30 tahun, 31 s.d. 40 tahun, 41 s.d. 50 tahun, serta lebih dari 50 tahun. Dari
hasil pengelompokan tersebut diketahui bahwa rentang usia 31-40 tahun sebanyak 4
orang (6,9%), rentang usia 41-50 tahun sebanyak 45 orang (77,6%) dan rentang usia 51-
60 tahun sebanyak 9 orang 15,5%. Maka dapat disimpulkan bahwa responden penelitian
didominasi oleh pegawai yang berusia 41 s.d. 50 tahun.

4.2.2.3 Diskripsi Umum Responden Eksternal Berdasarkan Jenjang Pendidikan


Secara umum komposisi responden berdasarkan jenjang pendidikan sebagaimana pada
grafik 4.3 berikut ini:

Universitas Indonesia
111

Grafik 4.7 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari 58 responden yang mengisi kuesioner
sebanyak 49 orang (84,5%) jenjang pendidikan Pasca Sarjana (S2), dan sebanyak 9 orang
(15,5%) jenjang pendidikan Sarjana (S1).

4.2.2.4 Diskripsi Umum Responden Eksternal Berdasarkan Instansi


Secara umum komposisi responden eksternal berdasarkan instansi sebagaimana pada
grafik 4.8 berikut ini:

Grafik 4.8 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Instansi

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)


Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa dari 58 responden yang mengisi
kuesioner sebanyak 34 orang (58,6%) Inspektorat Provinsi, dan sebanyak 12 orang
(20,7%) Unit Kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri, 5 orang (8,6%) BPKP, 4 orang
(6,9%) dari Inspektorat K/L, dan 3 orang (5,2%) dari BPK.

Universitas Indonesia
112

4.2.2.5 Diskripsi Umum Responden Eksternal Berdasarkan Jabatan


Secara umum komposisi responden eksternal berdasarkan jabatan sebagaimana pada
grafik 4.9 berikut ini:

Grafik 4.9 Profil Responden Eksternal Berdasarkan Jabatan

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

Berdasarkan grafik 4.9 di atas diketahui bahwa dari 58 responden yang mengisi kuesioner
sebanyak 34 orang (58,6%) Sekretaris Inspektorat Provinsi, sebanyak 12 orang (20,7%)
Unit Kerja Eselon I Kementerian Dalam Negeri, 4 orang (6,9%) Auditor K/L, 4 orang
(6,9%) Auditor BPKP, dan 3 orang (5,2%) Auditor BPK dan 1 orang (1,7%) Direktur
BPKP. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden eksternal adalah
Sekretaris Inspektorat Provinsi.

4.2.3 Gambaran Responden AHP


Responden pada AHP adalah orang yang ahli/expert atau mereka yang betul-betul
memahami tentang permasalahan dalam penelitian ini, kuesioner disebarkan kepada 6
orang responden pada tanggal 16 sampai dengan 20 Mei 2022 melalui media whatsapp
personal dengan tautan: https://forms.gle/H9xFugzMihV7QksE6 dan melalui tatap muka
dimana responden menjawab pertanyaan langsung di depan peneliti.

4.3 Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian


Dalam Negeri menggunakan analisis SWOT dan AHP

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan hasil dari penelitian yang telah penulis
lakukan, penelitian ini dilakukan untuk menentukan strategi ke depan yang lebih baik

Universitas Indonesia
113

terkait peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dengan


menggunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan
Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis SWOT digunakan untuk mendapatkan
informasi dan masukan dari para pelaksana pengawasan dan dari pejabat yang
berkompeten terhadap permasalahan internal dan eksternal Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri, sehingga didapatkan hasil yang eksisting terkait hal-hal apa
saja yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam organisasi. Atas
hasil diskusi dan pembahasan tersebut maka selanjunya menentukan bobot Internal
Faktor Analysis System (IFAS) dan External Faktor Analysis System (EFAS), didapatkan
bebagai alternatif strategi yang tentunya dapat menjadi salah satu panduan dalam rangka
meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Dari berbagai alternatif strategi yang telah didapatkan dari SWOT, selanjutnya akan
dipilih strategi yang dipandang paling prioritas dan rasional. Penentuan strategi yang
paling prioritas adalah strategi yang dapat dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal dalam
menentukan kebijakan ke depan sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara optimal
dengan mempertimbangkan resources yang ada. Penentuan strategi sangat penting,
mengingat keterbatasan resources tentunya tidak memungkinkan semua strategi akan
dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal. Untuk memilih strategi yang paling tepat, maka
akan menggunakan metode kerja dari AHP.

4.3.1 Mengidentifikasi Faktor Internal dan Eksternal


Dalam menganalisis faktor internal di dapat dari berbagai laporan seperti laporan
hasil pemeriksaan BPK, hasil evaluasi reformasi birokrasi oleh Kemenpan-RB, hasil
survei terhadap kepuasan pelayanan dan kinerja Itjen, dan laporan hasil pemeriksaan
APIP, data pegawai, manajemen organisasi, dan budaya organisasi. Adapun faktor
eksternal di dapat dari seluruh unsur yang berpotensi mempengaruhi kinerja Inspektorat
Jenderal seperti sumber daya, tekhnologi, sosial, dan hukum.
Setelah penulis melakukan analisis awal terhadap faktor internal dan eksternal,
selanjutnya dilakukan konfirmasi guna mendapatkan informasi yang lebih dalam terkait
faktor internal dan eksternal, maka diadakan rapat Focus Group Dicussion (FGD)
terhadap stakeholder baik internal maupun eksternal melalui surat Inspektur Jenderal
Kementerian Dalam Negeri nomor 005/787/IJ tanggal 29 Maret 2022 hal Undangan FGD,

Universitas Indonesia
114

yang ditujukan kepada seluruh pejabat dan APIP Inspektorat Jenderal, Badan Pemeriksan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selaku organisasi pembina APIP, Unit kerja pada
Kementerian Dalam Negeri, dan dari Akademisi. Adapun hasil rapat FGD tersebut
didapatkan informasi mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:
Tabel 4.1 Perumusan Identifikasi Faktor Internal

No Faktor-Faktor
1 Sarana dan prasarana kerja kurang memadai
2 Pencapaian kapabilitas APIP level 3 mendukung kinerja Itjen
3 Desain struktur organisasi belum sesuai dengan kebutuhan
4 Tersedianya SDM pengawasan yang sudah memiliki sertifikasi keahlian
pengawasan
5 Belum ada indeks kepuasan entitas kepuasan entitas atas layanan pengawasan
6 Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) belum sesuai dengan isu strategis
pengawasan
7 Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan
8 Terjalin hubungan kerja yang baik dengan mitra kerja seperti KPK, BPKP, APH
dan Ombudsman
9 Kebijakan reward dan punishment belum tersedia
10 Adanya komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas
pengawasan dan kinerja Itjen
11 Kemampuan teknis APIP untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan belum
memadai
12 Program HCDP (Human Capital Development Plan) belum memadai
13 Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil pengawasan
14 Tersedianya atribusi berupa kewenangan dan mandat untuk melaksanakan tugas
pengawasan
15 Hasil pengawasan belum memberikan value added bagi entitas
16 SOP pengawasan belum lengkap dan belum update
Sumber: Notulen hasil rapat FGD internal dan eksternal, 31 Maret 2022.

Tabel 4.2 Perumusan Identifikasi Faktor Eksternal

No Faktor-faktor
1 K/L Teknis wajib mengkoordinasikan pengawasan teknis dengan Itjen Kemendagri
2 Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas PK, Joint audit, PKS dengan BPKP,
APH, dan ORI mendukung tugas pengawasan Itjen
3 Telah terdapat koordinasi dan sinergisme yang baik antar pemeriksa (BPK, BPKP, KPK
dan ORI)
4 Perkembangan teknologi informasi berdampak terhadap pengawasan
5 Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemda masih tinggi
6 Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK, BPKP, APH dan ORI) mendukung
tugas pengawasan Itjen
7 Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan diklat pengawasan
8 Instrumen Early Warning System (EWS) dari KPK, benturan kepentingan dan reformasi
birokrasi dari Kemenpan-RB, mendukung fungsi pengawasan Itjen

Universitas Indonesia
115

No Faktor-faktor
9 APIP dituntut untuk melakukan perubahan paradigma dari fungsi watchdog ke
consulting partner
10 Tingkat kapabilitas APIP daerah belum merata berdampak terhadap kinerja Itjen
11 Institusi pengawasan lainnya yang melakukan pengawasan yang sama pada pemda
berdampak terhadap kinerja Itjen
12 Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen
13 Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola penyelenggaraan pemerintahan daerah
Sumber: Notulen hasil rapat FGD internal dan eksternal, 31 Maret 2022.

Setelah indikator-indikator dari faktor internal dan eksternal teridentifikasi,


selanjutnya penulis melakukan penyusunan kuesioner yang akan diisi oleh responden
baik internal maupun eksternal. Responden internal untuk mendapatkan faktor-faktor
yang menjadi kekuatan dan kelemahan, serta responden eksternal untuk mendapatkan
faktor-faktor yang menjadi peluang dan tantangan. Kuesioner ini untuk memberikan
penilaiain terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan enggunakan skala likert
yaitu 1 sampai dengan 5, mulai dari buruk sampai dengan sangat baik. Sehingga
responden dapat menentukan sendiri atas pertanyaan-pertanyaan yang diberika
kepadanya, jawaban responden bersifat rahasia, dan hanya penulis yang mengolah dan
menganalisisnya, dan tidak disampaikan kepada pimpinan, hal ini guna menghindari
kesalahpahaman dalam internal organisasi.

4.3.1.1 Faktor Internal


Setelah kuesioner dinilai oleh responden, maka penulis melakukan analisis dan
menjumlah seluruh hasil yang didapat dari skala likert, caranya dengan menjumlah
seluruh jawaban responden atas tiap-tiap pertanyaan, setelah didapatkah hasil dari
penjumlahan atas jawaban responden lalu dibagi dengan total responden yaitu sebanyak
225 orang, lalu didapatkan hasil rata-rata baris, lalu hasil rata-rata baris dijumlahkan
secara total dan dibagi dengan jumlah pertanyaan yang ada, Berdasarkan penilaian
responden internal melalui kuesioner, diperoleh nilai total rata-rata baris adalah 46,45
selanjutnya nilai ini dibagi jumlah pertanyaan yaitu sebanyak 16, maka didapatkan nilai
rata-rata kolom sebesar 2,90. maka jika nilai rata-rata baris di atas nilai 2,90
dikelompokkan menjadi kekuatan sebaliknya jika nilai rata-rata bari di bawah 2,90 maka
dikelompokkan menjadi kelemahan, seperti dalam tabel 4.3. berikut ini:

Universitas Indonesia
116

Tabel 4.3 Hasil Penilaian Responden atas Faktor-Faktor Internal

Total Rata- Rata-


Jumlah
No Pertanyaan Jawaban Rata Rata
Responden
Responden Baris Kolom
a b c=(a:b) c:16
1 Sarana dan prasarana kerja kurang
433 225 1,92
memadai
2 Pencapaian kapabilitas APIP level 3
953 225 4,24
mendukung kinerja Itjen
3 Desain struktur organisasi belum sesuai
477 225 2,12
dengan kebutuhan
4 Tersedianya SDM pengawasan yang sudah
1103 225 4,90
memiliki sertifikasi keahlian pengawasan
5 Belum ada indeks kepuasan entitas atas
430 225 1,91
layanan pengawasan
6 Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT) belum sesuai dengan isu strategis 921 225 4,09
pengawasan
7 Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan 1096 225 4,87
8 Terjalinnya hubunga kerja yang baik
dengan mitra kerja seperti KPK, BPKP, 918 225 4,08
APH dan Ombudsman
9 Kebijakan reward dan punishment belum
246 225 1,09
tersedia
10 Adanya komitmen dan dukungan
pimpinan terhadap pelaksanaan tugas 1121 225 4,98
pengawasan dan kinerja Itjen
11 Kemampuan teknis APIP untuk
melakanakan tugas-tugas pengawasan 242 225 1,08
belum memadai
12 Program HCDP (Human Capital
241 225 1,07
Development Plan) belum memadai
13 Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap
442 225 1,96
hasil pengawasan
4 Tersedianya atribusi berupa kewenangan
dan mandat untuk melaksanakan tugas 955 225 4,24
pengawasan
15 Hasil pengawasan belum memberikan
450 225 2,00
value added bagi entitas
16 SOP pengawasan belum lengkap dan
423 225 1,88
belum update
Total 3874 225 46,45 2,90
Sumber: Hasil penilaian responden internal terhadap kuesioner, data diolah kembali oleh peneliti,
2022.

Berdasarkan tabel 4.3 di atas, terdapat nilai rata-rata kolom sebesar 2,90, nilai
rata-rata kolom menjadi nilai patokan. Selanjutnya mengidentifikasi, jika nilai rata-rata
baris di atas nilai rata-rata kolom maka dikelompokkan menjadi kekuatan, sebaliknya jika

Universitas Indonesia
117

nilai pada rata-rata baris di bawah nilai rata-rata kolom dikelompokkan menjadi
kelemahan. Setelah dikelompokkan menjadi kekuatan dan kelemahan, disusun ringkasan
pembobotan faktor-faktor internal, sebagaimana tabel 4.4. berikut ini:
Tabel 4.4 Ringkasan Pembobotan Faktor-Faktor Internal

Total Rata- Rata-


Jumlah
No Pertanyaan Jawaban Rata Rata
Responden
Responden Baris Kolom
a b c=(a:b) c:16
Kekuatan (Strengths)
10 Adanya komitmen dan dukungan pimpinan
terhadap pelaksanaan tugas pengawasan dan 1121 225 4,98
kinerja Itjen
4 Tersedianya SDM pengawasan yang sudah
1103 225 4,90
memiliki sertifikasi keahlian pengawasan
7 Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan 1096 225 4,87
2 Pencapaian kapabilitas APIP level 3
953 225 4,24
mendukung kinerja Itjen
14 Tersedianya atribusi berupa kewenangan dan
mandat untuk melaksanakan tugas 955 225 4,24
pengawasan
6 Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT) belum sesuai dengan isu strategis 921 225 4,09
pengawasan
8 Terjalin hubungan kerja yang baik dengan
mitra kerja seperti KPK, BPKP, APH dan 918 225 4,08
Ombudsman
Kelemahan (Weaknesses)
3 Desain struktur organisasi belum sesuai
477 225 2,12
dengan kebutuhan
15 Hasil pengawasan belum memberikan value
450 225 2,00
added bagi entitas
13 Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil
442 225 1,96
pengawasan
1 Sarana dan prasarana kerja kurang memadai 433 225 1,92
5 Belum ada indeks kepuasan entitas kepuasan
430 225 1,91
entitas atas layanan pengawasan
16 SOP pengawasan belum lengkap dan belum
423 225 1,88
update
9 Kebijakan reward dan punishment belum
246 225 1,09
tersedia
11 Kemampuan teknis APIP untuk
melaksanakan tugas-tugas pengawasan 242 225 1,08
belum memadai
12 Program HCDP (Human Capital
241 225 1,07
Development Plan) belum memadai
Total 7131 33 46,45 2,90
Sumber: Hasil penilaian responden internal terhadap kuesioner, data diolah kembali oleh peneliti,
2022.

Universitas Indonesia
118

Berdasarkan tabel 4.4. terdapat hasil pengelompokan faktor-faktor IFAS dari


internal Inspektorat Jenderal, yang mencakup elemen kekuatan/strengths dan kelemahan
weaknesses. Terdapat 7 faktor pada aspek kekuatan dan terdapat 9 faktor pada aspek
kelemahan, dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut:

a. Faktor kekuatan (S)


pada elemen strengths terdapat 7 faktor yaitu: 1) adanya komitmen dan dukungan
pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan dan kinerja Itjen, 2) tersedianya
SDM pengawasan yang sudah memiliki sertifikasi keahlian pengawasan,
3) tersedianya Sistem Informasi Pengawasan, 4) pencapaian kapabilitas APIP level
tiga mendukung kinerja Itjen 5) tersedianya atribusi berupa kewenangan dan mandat
untuk melaksanakan tugas pengawasan 6) Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT) belum sesuai dengan isu strategis pengawasan 7) Terjalin hubunga kerja yang
baik dengan mitra kerja seperti KPK, BPKP, APH dan Ombudsman. Dijelaskan
sebagai berikut:
1. Adanya komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas
pengawasan dan kinerja Itjen. Terhadap pertanyaan ini responden memberikan nilai
paling tinggi yaitu 4,98. Faktor ini sangat menentukan kinerja Inspektorat Jenderal,
sebagai wujud dari komitmen pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan
Inspektorat Jenderal adalah dengan adanya Piagam Internal Audit (Internal Audit
Charter) yaitu dokumen formal yang disahkan oleh Dewan Komisaris dan Direksi sebagai
wujud komitmen dari Dewan Komisaris dan Direksi kepada Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeriatas fungsi pengendalian intern yang dilaksanakan oleh Unit
Internal Audit dalam Struktur Organisasi.
2. Tersedianya SDM pengawasan yang sudah memiliki sertifikasi keahlian
pengawasan.
SDM pengawasan telah memiliki sertifikasi keahlian pengawasan mendapatkan
nilai rata-rata 4,90. Sertifikasi pengawasan sangat diperlukan bagi APIP,
berdasarkan PP nomor 12 Tahun 2017 bahwa APIP Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri melakukan pengawasan pada internal Kementerian
Dalam Negeri dan melakukan pengawasan umum dan pengawasan teknis pada
pemerintah daerah. Dalam melakukan pengawasan umum terdapat sepuluh aspek
yang harus diawasi yaitu pembagian urusan pemerintahan, kelembagaan daerah,

Universitas Indonesia
119

kepegawaian pada Perangkat Daerah, keuangan daerah, pcmbangunan daerah,


pelayanan publik di daerah, kerja sama daerah, kebijakan daerah, kepala daerah dan
DPRD, bentuk pembinaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sampai saat ini dari total 157 SDM APIP, sebanyak 114 APIP atau
sebesar 72% APIP telah bersertifikasi.
3. Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan
Sistem Informasi Pengawasan Inspektorat Jenderal (SIWASIAT) mendapatkan
nilai 4,87. Dalam rangka transformasi digital atas tata kelola pemerintahan,
sebagaimana dimandatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang
Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), kemudian guna mendukung
implementasi atas mandat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik, maka perlu dukungan data yang terintegrasi
sebagaimana dimandatkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang
Satu Data Indonesia. Berdasarkan ketentuan pada Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Kementerian Dalam Negeri memiliki fungsi sebagai koordinator pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Adapun tugas akhir dari
Kementerian Dalam Negeri adalah menyusun Ikhtisar Hasil Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Berangkat dari hal tersebut,
Inspektorat Jenderal telah membangun Sistem Informasi Pengawasan Inspektorat
Jenderal (SIWASIAT) Kementerian Dalam Negeri yang dimulai sejak Tahun 2019.
Disamping itu, yang tidak kalah penting adalah SIWASIAT dibangun dalam rangka
menjawab ekspektasi bahwa Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) harus
agile mengikuti dinamika pengawasan dan teknologi. Dimana SIWASIAT
diharapkan dapat memberikan transaparasi data, informasi yang real time serta
proses bisnis secara online dan dilengkapi dengan tracking system. Sehingga
melalui SIWASIAT ini dapat meminimalisir stigma publik atas indikasi layanan
APIP yang transaksional. Secara kerangka besarnya, SIWASIAT merupakan
platform sistem informasi yang dikelola oleh Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri dengan 2 (dua) layanan utama yaitu Layanan Manajemen
Pengawasan dan Layanan Operasional Pengawasan, dimana SIWASIAT

Universitas Indonesia
120

menjadikan pelaksanaan fungsi utama Itjen lebih efektif dan efesien, serta dapat
memberikan data secara realtime.
4. Pencapaian kapabilitas APIP level 3
Pencapaian kapabilitas APIP level 3 mendapatkan nilai 4,24. Level kapabilitas
APIP secara tidak langsung dapat memberikan gambaran mengenai tingkat
efektifitas tata kelola APIP karena Kapabilitas APIP merupakan salah satu kriteria
dari suatu tata kelola yang baik yaitu adalah adanya pengembangan kapasitas dan
kapabilitas organisasi. Kapablitas APIP menurut Peraturan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan Nomor 8 tahun 2021 tentang Penilaian Kapabilitas
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah Pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah menyatakan bahwa Penilaian kapabilitas APIP akan menghasilkan level
kapabilitas APIP dari Level 1 s.d. Level 5, dimana level 1 merupakan level paling
rendah atau dasar dan level 5 merupakan level tertinggi. 5 level tersebut antara lain
1 (Initial), Level 2 (Structured), level 3 (Delivered), Level 4 (Institutionalized) dan
level 5 (Optimized). Dari hasil pembobotan IFAS maka dapat dilihat bahwa level
3 Inspektorat Jenderal merupakan suatu kekuatan organisasi, level 3 atau delivered
dalam kapabilitas APIP menunjukkan bahwa APIP telah melaksanakan aktivitas
pengawasan (assurance dan consulting) sesuai dengan standar dan praktik
profesional. Dalam kondisi ini, berarti hasil pengawasan APIP dinilai sudah
berkualitas dan memberikan keyakinan memadai atas ketataan dan 3E, peringatan
dini dan peningkatan efektivitas Manajemen Risiko, serta perbaikan tata kelola bagi
organisasi K/L/D sehingga diharapkan APIP dapat melaksanakan Praktik
profesional audit internal yang telah ditetapkan secara seragam dan telah selaras
dengan standar, dengan outcome APIP mampu menilai efisiensi, efektivitas, dan
ekonomis suatu program/kegiatan dan mampu memberikan konsultasi pada tata
kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern.
5. Tersedianya kewenangan dan mandat untuk melaksanakan tugas pengawasan
Tersedianya kewenangan dan mandat untuk melaksanakan tugas pengawasan
mendapatkan nilai rata-rata sebesar 4,24. Inspektorat Jenderal dalam melaksanakan
tugas pengawasan diatur dalam UU nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah Adanya mandat terkait koordinasi pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana yang diamanatkan dalam

Universitas Indonesia
121

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Adanya


mandat pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimanatkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, dan Permendagri nomor 13 tahun 2021
tentang struktur organisasi dan Tata Kerja Kementerian Dalam Negeri.
6. Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) belum sesuai dengan isu strategis
pengawasan Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) belum sesuai dengan isu
strategis pengawasan mendapatkan nilai 4,09. Kegiatan pengawasan adalah
kegiatan operasional yang memiliki berbagai jenis tujuan dalam manajemen
organisasi salah satunya adalah memastikan prosedur kerja sesuai dengan
perencanaan, kebijakan dan peraturan yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan
kegiatan operasioanal maka dipelrukan supporting system berupa kebijakan
pengawasan. Dalam menyelenggarkan pengawasan pemerintahan daerah sendiri,
Inspektorat Jenderal didukung dengan kebijakan pengawasan dimana setiap tahun
berubah berdasarkan prioritas. Hal ini telah dimandatkan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dimana menyebutkan bahwa perencanaan
pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dibuat dalam
periode tahunan yang meliputi fokus pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah, sasaran pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan jadwal
pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dtituangkan
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang rencana pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan keputusan menteri dalam
negeri tentang rencana pengawasan tahunan Inspektorat Jenderal kemendagri.
instrumen ini menjadi kekuatan bagi Inspektorat Jenderal karena kebijakan
pengawasan tersebut akan mendorong meningkatnya ketaatan, kehematan,
efisiensi, dan efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran penyelenggaraan
pengawasan, meningkatkan efektivitas manajmen risiko dalam penyelenggaraan
pengawasan serta menjadi pedoman pelaksanaan pengawasan APIP ke daerah
sehingga pelaksanaan pengawasan dapat meminimalisir terjadinya conflict of
interest atau adanya pemeriksaan titipan.

Universitas Indonesia
122

7. Terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan mitra kerja seperti KPK, BPKP, APH
dan Ombudsman

Terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan mitra kerja seperti KPK, BPKP, APH
dan Ombudsman mendapatkan nilai 4,08. Organisasi yang ingin mengejar dan
menggapai cita-cita atau tujuan yang besar dalam dunia moderen saat ini dirasakan
serba kompleks dan rumit. Hal ini semakin sulit diwujudkan apabila dilakukan
secara sendiri-sendiri karena semakin banyak, berat, dan tajamnya persaingan
antarpihak yang saling berebut sumber daya yang semakin terbatas. Oleh sebab itu,
kerja sama intensif antarpihak yang dikonsepkan sebagai kolaborasi merupakan
sebuah keniscayaan yang harus kita lakukan. Jadi, kolaborasi yang secara sederhana
dimaknai sebagai working together merupakan sebuah strategi yang harus ditempuh
dengan tujuan untuk mempermudah, memperingan, dan mempercepat pencapaian
tujuan, baik yang dilakukan oleh para individu maupun organisasi dalam mengejar
cita-citanya.Sejatinya, kolaborasi bisa dipahami sebagai proses antara dua orang
atau lebih yang bekerja sama untuk menyelesaikan tugas atau mencapai suatu
tujuan. Dimana istilah kolaborasi memainkan peran sosial penting dalam
keberhasilan suatu organisasi sosial, lantaran tujuan yang ditetapkan dicapai dengan
cepat dan dengan sumber daya yang terbatas. Disisi lain, kolaborasi terjadi di semua
bentuk tindakan sosial, misalnya adanya kolaborasi antar instansi pemerintah untuk
memaksimalkan peluang keberhasilan dengan mengelola pengalaman yang
terbuka, komunikatif, dan kolaboratif di antara semua anggota organisasi yang
bekerja bersama dan menetapkan proses untuk membuat pilihan yang disetujui
semua anggota untuk tujuan yang lebih besar. Praktik-praktik penyalahgunaan
kewenangan pada pelaksanaan birokrasi merupakan salah satu wujud dari
perbuatan yang melanggar kode etik pegawai dan merupakan suatu bentuk tindak
pidana korupsi, kolusi dan nepotisme, oleh karena itu penyalahgunaan kewenangan
harus segera dicegah dengan menggunakan sistem yang terintegrasi agar terwujud
pemerintahan yang bersih dan bebas dari tindak pidana korupsi sehingga tujuan
otonomi daerah dapat terwujud. Berbagai regulasi telah diterbitkan guna mencegah
tindak pidana korupsi dan mengurangi penyalahgunaan kewenangan khususnya di
daerah dengan cara mengoptimalkan pengaduan masyarakat, sebagaimana Pasal
385 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Universitas Indonesia
123

menyatakan bahwa masyarakat dapat menyampaikan pengaduan atas dugaan


penyimpangan yang dilakukan oleh aparatur sipil negara di instansi daerah kepada
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah dan/atau aparat penegak hukum. Masyarakat
diberikan kebebasan untuk mengadukan apabila ada oknum-oknum pada
pemerintahan yang melakukan pelanggaran kode etik pegawai. Untuk
menindaklanjuti pengaduan masyarakat atas tindak pidana korupsi dan
penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat pemerintahan di daerah, maka
Kementerian Dalam Negeri menginisiasi kolaborasi antara Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) dengan aparat penegak hukum (Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan Kejaksaan Republik Indonesia). Pengaduan masyarakat terhadap
pejabat yang melakukan penyalahgunaan wewenang di daerah dan terindikasi
tindak pidana korupsi, maka proses penyelesaiannya menggunakan cara-cara yang
mempedomani peraturan perundang-undangan. Selain itu Kementerian Dalam
Negeri menginisiasi kolaborasi antara Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
dengan Ombudsman, serta APIP dan KPK. Selanjutnya dalam rangak peningkatan
kapasitas APIP, Kementerian Dalam Negeri juga berkolaborasi dengan BPKP
sebagai Instansi pembina APIP.

b. Faktor Kelemahan (W)


Pada elemen weaknesses terdapat 9 faktor yaitu: 1) Desain struktur organisasi belum
sesuai dengan kebutuhan, 2) Hasil pengawasan belum memberikan value added bagi
entitas, 3) Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil pengawasan, 4) Sarana dan
prasarana kerja kurang memadai, 5) Belum ada indeks kepuasan entitas atas layanan
pengawasan, 6) SOP pengawasan belum lengkap dan belum update, 7) Kebijakan
reward dan punishment belum tersedia, 8) Kemampuan teknis APIP belum memadai,
9) Program HCDP (Human Capital Development Plan) belum memadai. Dijelaskan
sebagai berikut:
1. Desain struktur organisasi belum sesuai dengan kebutuhan
Desain strukrur dan organisasi belum sesuai dengan kebutuhan mendapatkan nilai
2,12. Lembaga sektor publik dituntut untuk meningkatkan kematangan penerapan
manajemen risiko. Hal ini selaras dengan RPJMN 2020-2024 yang mencanangkan
penguatan tata kelola pemerintah yang baik dengan pelaksanaan manajemen risiko

Universitas Indonesia
124

di instansi pemerintah sebagai program prioritas nasional.manajemen risiko


memiliki peran dalam rangka menunjang peningkatan kinerja instansi, praktik
terkini manajemen risiko telah digalakkan di instansi pemerintah, dan upaya
pemerintah dalam mencapai target peningkatkan kematangan penerapan
manajemen risiko di instansi pemerintah terus didorong. praktek manajemen risiko
di instansi pemerintah perlu diterapkan pada semua tahapan pekerjaan, mulai dari
perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, hingga
pengawasan, dengan potensi risiko pada masing-masing tahapan. Untuk
mengimplementasikan manajemen risiko maka diperlukan suatu desain struktur
organisasi yang bertugas melaksanakan manajemen risiko. Jika berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Dalam Negeri, Di Inspektorat Jenderal belum ada bagian yang secara
khusus khusus menangani atau melaksanakan manajemen risiko, karena belum
diatur dalam Permendagri SOTK dimaksud, sehingga mnajemen risiko di
Inspektorat Jenderal masih dilaksanakan atas instruksi pimpinan, belum
berdasarkan Permrndagri SOTK.
2. Hasil pengawasan belum memberikan value added bagi entitas
Hasil pengawasan belum memberikan value added bagi entitas mendapatkan nilai
2,00. Institute of Internal Auditor (IIA) mendefinisikan audit internal sebagai
aktivitas independen dalam menetapkan tujuan dan merancang aktivitas konsultasi
(consulting activity) yang bernilai tambah (value added) dan meningkatkan operasi
perusahaan. Pengertian ini merupakan pengertian yang universal, yang berarti
bahwa definisi ini bersifat umum dan diterima baik dalam sektor privat maupun
publik. Nilai tambah (value added) menjadi kata kunci yang membuat audit internal
menjadi spesial dan penting dalam suatu organisasi. Arti dari nilai tambah itu
sendiri dapat menjadi hal yang subjektif dan rentan diperdebatkan. Beberapa
auditor mungkin berpendapat bahwa nilai tambah adalah semua yang dilakukan
auditor untuk membantu manajemen meningkatkan kinerjanya dibandingkan
sekedar menguji kepatuhan terhadap kebijakan atau peraturan. Beberapa auditor
lainnya mungkin berpendapat sebaliknya. Walaupun arti dari nilai tambah (value
added) itu sendiri bersifat subjektif, namun bagaimana cara untuk mencapai nilai
tambah menjadi hal yang mutlak bagi suatu unit audit internal. Dengan demikian,

Universitas Indonesia
125

isu dalam audit internal adalah mengenai faktor-faktor apa yang harus
dipertimbangkan oleh auditor internal untuk dapat memberi nilai tambah bagi
organisasinya. Kondisi eksisting saat ini bahwa rekomendasi yang diberikan oleh
APIP masih belum optimal, hal ini dapat dilihat dikarenakan rekomendasi yang
diberikan kebanyakan masih hanya sebatas prosedural dan formalitas belaka, hal
ini menjadi kelemahan Inspektorat Jenderal dikarenakan rekomendasi yang
diberikan belum dapat menjadi budaya organisasi yang dapat meningkatkan
awareness, sehingga seringkali muncul temuan berulang.
3. Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil pengawasan
Rendahnya kepedulian APIP terhadap hasil pengawasan mendapatkan nilai 1,96.
Berdasarkan Permendagri 13 Tahun 2021 tentang Struktur dan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Dalam Negeri, Inspektorat mempunyai tugas melaksanakan
pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan yang telah diberikan APIP kepada
Auditi dalam rangka perbaikan. Kondisi saat ini APIP yang seharusnya
melaksanakan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan mereka masih
menunggu difasilitasi oleh sekretariat dalam hal ini Bagian Analisa Dan Evaluasi
Hasil Pengawasan. Hal ini didukung dengan data pada laporan kinerja Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri tahun 2020. Dari target yang telah disepakati
untuk persentase tindak lanjut hasil pengawasan yaitu sebesar 100%, dengan
capaian hanya 69,51%. Hal ini menunjukan ada sesuatu yang harus diperbaiki
khususnya dalam pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan. Padahal
jika dilihat kondisi selama ini pimpinan di Inspektorat Jenderal telah mengarahkan
APIP untuk tidak melupakan tugasnya dalam melaksanakan pemantauan tindak
lanjut hasil pengawasan, karena paradigma yang berkembang selama ini APIP
hanya memproduksi temuan dan selama ini tidak memiliki inisiatif untuk “jemput
bola” kepada pemerintah daerah untuk menanyakan tindak lanjut atas rekomendasi
yang diberikan dalam upaya perbaikan tata kelola pemerintahan. Selanjutnya dalam
rnelaksanakan tugas diperlukan untuk membangun jejaring. Dengan membangun
jejaring dan membangun kolaborasi maka akan terjadinya pertukaran pengetahuan
sehingga akan menimbulkan inovasi. Eksisting pada Inspektorat Jenderal bahwa
membangun jejaring lebih sering kepada kapasitas APIP dalam hal auditing, untuk

Universitas Indonesia
126

pemahaman pelaksanaan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan Inspektorat


Jenderal masih minim dan dianggap belum menjadi prioritas.

4. Sarana dan prasarana kerja kurang memadai


Sarana dan prasaran kerja kurang memadai mendapatkan nilai 1,92. Setiap
organisasi pasti memiliki tujuan dan sasaran untuk dicapai, dimana hal itu akan
sangat tergantung pada bagaimana organisasi tersebut dapat mengembangkan
kemampuannya, baik secara teknis maupun manajerial. Oleh karena itu, seharusnya
sumber daya mendapatkan perhatian dari pihak manajerial terutama pimpinan.
Organisasi menuntut tercapainya kinerja yang tinggi dari pegawainya untuk dapat
menunjang kelancaran kegiatan, sehingga tujuan organisasi dapat tercapai secara
optimal. Namun setiap pegawai memiliki kinerja yang berbeda-beda, yang
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah dukungan sarana dan
parasarana dalam pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pada
inspektorat Jenderal, para pegawai telah didukung dengan sarana dan parasarana,
namun dapat dikatakan bahwa dukungan berupa sarana dan parasarana tersebut
belum maksimal dalam rangka menunjang produktivitas pegawai Inspektorat
Jenderal. hal ini dapat dilihat dari segi kulitas dan kuantitas sarana dan prasarana
yang ada. melihat struktur organisasi Inspektorat Jenderal yang unik, dimana lebih
dari 50% pegawai inspektorat merupakan pejabat fungsional pengawas. fungsional
pengawas sangat mobile dalam pelaksanaan tugas, selain itu banyaknya ekspektasi
kepada APIP menuntut APIP harus lebih agile untuk menjawab ekspektasi tersebut,
tentu bukan hanya skill APIP yang harus ditingkatkan namun juga dukungan sarana
dan prasarana, seperti hal yang mendasar yaitu laptop, printer dengan spesifikasi
yang dapat mengoptimlakan kinerja pegawai inspektorat, khususnya APIP. Kondisi
eksisting saat ini, masih terdapat APIP yang bekerja menggunakan peralatan pribadi
seperti laptop pribadi, dikarenakan tidak disediakan laptop untuk masing-masing
individu.
5. Belum ada Indeks kepuasan entitas atas layanan pengawasan
Belum ada indeks kepuasan entitas atas layanan penagwasan mendapatkan nilai
1,91. Pemberian pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat
merupakan implikasi dari fungsi aparat negara sebagai pelayan masyarakat

Universitas Indonesia
127

sehingga kedudukan aparatur pemerintah dalam pelayanan umum (public services)


sangat strategis karena akan menentukan sejauhmana pemerintah mampu
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi masyarakat dan sejauhmana
negara telah menjalankan perannya dengan baik sesuai dengan tujuan pendiriannya.
Perkembangan kehidupan masyarakat yang sangat dinamis seiring dengan tingkat
kehidupan masyarakat yang semakin baik, merupakan indikasi dari empowering
yang dialami oleh masyarakat. Hal ini berarti masyarakat semakin sadar akan apa
yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani untuk
mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Masyarakat
semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang
dilakukan oleh pemerintahnya. Kesadaran akan hak-hak sipil yang terjadi di
masyarakat tidak lepas dari pendidikan politik yang terjadi selama ini.
6. SOP pengawasan belum lengkap dan belum update
SOP pengawasan belum lengkap dan belum update mendapatkan nilai 1,88. SOP
atau standar operasional prosedur merupakan salah satu aspek penting yang wajib
suatu organiasi terapkan agar dapat menghadirkan kegiatan operasional yang sesuai
dengan standar yang telah diterapkan. Selain itu, SOP juga dapat organisasi
gunakan agar setiap karyawan, manajerial, dan pimpinan dapat memahami
mengenai tujuan yang ingin dicapai organisasi. Dalam hal ini SOP diperlukan
Inspektorat Jenderal untuk menghasilkan sistem yang berkualitas dan bisa
mempertahankan kualitas control dan proses bisnis dapat tetap berjalan dengan
baik. Dalam pembuatan standar operasional prosedur harus singkat, mudah
dimengerti dan berisi langkah-langkah yang mudah diikuti. Selain itu perlu terus
diperbarui setiap tahunnya untuk memastikan mereka tetap relevan dengan
kebutuhan organisasi saat ini. SOP yang ada pada Inspektorat Jenderal Kemendagri
hampir semuanya tidak dapat digunakan dikarenakan sudah tidak relevan lagi
dengan kondisi ekssiting, maka dari itu SOP yang belum lengkap dan update
menjadi kelemahan tersendiri, dikarenakan idelanya setiap kegiatan dan aktivitas
telah ditentukan dalam sebuah SOP.
7. Kebijakan reward dan punishment belum tersedia
Kebijakan reward dan punishment belum tersedia mendapatkan nilai 1,09.

Universitas Indonesia
128

Reward dan punishment adalah dua cara sebuah organisasi untuk memberikan
motivasi kepada pegawainya, termasuk juga dalam instansi pemerintah. Tujuan
pemberian reward dan punishment kepada pegawai memang sama, namun
bentuknya dapat berbeda-beda. Pegawai yang mendapat reward belum tentu
memiliki tingkat motivasi yang sama dengan karyawan yang mendapatkan
punishment. Berbeda dengan reward, punishment adalah hukuman atau sanksi dari
organisasi kepada pegawainya. Hukuman diberikan karena pegawai yang tidak
mampu menyelesaikan pekerjaannya atau melanggar peraturan selama bekerja.
Pemberian hukuman tidak boleh sembarangan, tapi harus dilakukan berdasarkan
aturan tertulis, salah satunya adalah kontrak kerja. Kondisi eksisting di Inspektorat
Jenderal, bahwa belum terdapat kebijakan reward dan punishment untuk pegawai,
baik APIP maupun selain APIP. Sebaiknya, dengan tuntutan yang sangat tinggi
pegawai pada Inspektorat Jenderal harus diberikan sesuatu yang dapat memotivasi,
terutama reward, sehingga pegawai Itjen berlomba-lomba untuk mencapai target
yang telah diberikan. Reward yang diberikan misalanya shortcourse keluar negeri
untuk benchmarking pola atau mekanisme kerja sehingga dapat lebih meningkatkan
kinerja.
8. Kemampuan teknis APIP untuk melaksanakan tugas-tugas pengawasan belum
memadai
Kemampuan teknis APIP belum memadai mendapatkan nilai 1,08. Dalam
melaksanakan pengawasan, APIP perlu memiliki kapabilitas yang memadai agar
mampu melaksanakan perannya secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
pola dan rencana dalam rangka mengembangkan kapasitas APIP. Dalam
melaksanakan pengawasan, APIP perlu memiliki kapabilitas yang memadai agar
memiliki kemampuan untuk melaksanakan perannya dengan efektif sehingga dapat
Memberikan temuan dan rekomendasi yang benar-benar substansi dalam rangak
perbaikan. Oleh karena itu diperlukan pola umum dan rencana pengembangan
kapasitas APIP. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan teknis APIP
adalah dengan cara meningkatkan intensitas pelatihan teknis kepada para APIP.
Kondisi eksisting saat ini, dari total 158 pejabat fungsional pengawas hanya 62
orang yang memiliki sertifikasi keahlian. Selanjutnya terdapat 10 ragam sertifikasi
yang telah dimiliki oleh APIP itjen, dari 10 ragam sertifikasi tersebut terdapat

Universitas Indonesia
129

sertifikasi terkait auditing seperti QIA, CRMP, CRGP, CFrA, CRMO, CSEP,
CGAP, Maturitas SPIP yang dapat digunakan dalam pelaksanaan teknis
pengawasan. Selain sertifikasi terkait audit juga APIP diberikan sertifikasi atau
pelatihan untuk menambah pengetahuan dan keahlian untuk mengetahui dasar
hukum, proses bisnis kegiatan tertentu yang akan membantu APIP untuk
mengetahui proses bisnis yang dilaksanakan oleh auditi, dalam hal ini yaitu
sertifikasi PBJ dan akuntansi. Keragaman sertfikasi atau pelatihan yang diberikan
kepada APIP diharapkan dapat menunjang kapasitas APIP dalam melaksanakan
pengawasan, yaitu mulai dari identifikasi dan inventarisasi data atau dokumen,
proses analisis data, penulisan kalimat rekomendasi sampai dengan pelaksanaan
pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan. hal ini yang harus menjadi perhatian
utama dan perlu adanya peningkatan jumlah sertifikasi untuk APIP, hal ini dapat
membantu APIP Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri untuk
meningkatkan kapasitas sehingga temuan dan rekomendasi yang telah diberikan
kepada auditi dalam rangka perbaikan lebih berkualitas dan dapat ditindaklanjuti
oleh auditi. Maka dari itu, diperlukan pelatihan teknis
9. Program HCDP (Human Capital Development Plan) belum memadai
HCDP belum memadai mendapatkan nilai 1,07. Memang pada kenyataan di
lapangan bahwa telah diberikan diklat kepada APIP, namun kebanyakan belum
tepat sasaran sehingga output yang dihasilkan juga kurang maksimal. Sehingga
akan kurang optimal jika pelatihan yang diberikan tidak tepat sasaran dan tidak
mendukung dalam pelaksanaan penugasan. Identifikasi ini harus maksimal
dilaksanakan oleh Subbagian kepegawaian yang memiliki tugas untuk
mengkoordinir kebutuhan diklat pegawai dalam hal ini APIP. Sumber daya
manusia merupakan aset yang berdampak besar bagi keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan. Penanganan sumber daya manusia yang sistematik dan
terintegrasi merupakan gambaran suatu komitmen dalam memposisikan SDM
sebagai human capital bagi pengembangan organisasi, maka dari itu perlu untuk
merumuskan rencana pengembangan kapasitas sumber daya manusia yang akan
diintegrasikan sebagai Human Capital Development Plan (HCDP. SDM yang
berkualitas maka secara reciprocal akan berdampak positif pada organisasi.

Universitas Indonesia
130

4.3.1.2 Faktor Eksternal


Berdasarkan penilaian responden eksternal melalui kuesioner, diperoleh nilai rata-
rata baris dan nilai rata-rata kolom, seperti dalam tabel 4.5. berikut ini:
Tabel 4.5 Hasil Penilaian Responden atas Faktor-Faktor Eksternal

Total Jumlah Rata- Rata-


Jawaban Respond Rata Rata
No Pertanyaan Responden en Baris Kolom
c=(a:
a b c:13
b)
1 APIP dituntut untuk melakukan perubahan
paradigma dari fungsi watchdog ke consulting 94 58 1,62
partner
2 K/L Teknis wajib mengkoordinasikan
262 58 4,52
pengawasan teknis dengan Itjen Kemendagri
3 Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas
PK, Joint audit, PKS dengan BPKP, APH, dan 252 58 4,34
ORI mendukung tugas pengawasan Itjen
4 Telah terdapat koordinasi dan sinergisme yang
baik antar pemeriksa (BPK, BPKP, KPK dan 253 58 4,36
ORI)
5 Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemda
103 58 1,78
masih tinggi
6 Perkembangan teknologi informasi berdampak
257 58 4,43
terhadap pengawasan
7 Tingkat kapabilitas APIP daerah belum merata
87 58 1,50
berdampak terhadap kinerja Itjen
8 Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK,
BPKP, APH dan ORI) mendukung tugas 235 58 4,05
pengawasan Itjen
9 Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan
270 58 4,66
diklat pengawasan
10 Institusi pengawasan lainnya yang melakukan
pengawasan yang sama pada pemda berdampak 85 58 1,47
terhadap kinerja Itjen
11 Instrumen Early Warning System (EWS) dari
KPK, benturan kepentingan dan reformasi
269 58 4,64
birokrasi dari Kemenpan-RB, mendukung fungsi
pengawasan Itjen
12 Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen 113 58 1,95
13 Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola
93 58 1,60
penyelenggaraan pemerintahan daerah
40,9
2373 3,15
Total 1
Sumber: Hasil penilaian responden eksternal terhadap kuesioner, data diolah kembali oleh
peneliti, 2022.

Universitas Indonesia
131

Berdasarkan tabel 4.5 di atas, terdapat nilai rata-rata kolom sebesar 3,15, nilai rata-
rata kolom menjadi nilai patokan. Selanjutnya mengindentifikasi, jika nilai pada rata-rata
baris di atas nilai rata-rata kolom maka dikelompokkan menjadi peluang/opportunities,
sebaliknya jika nilai pada rata-rata baris di bawah nilai rata-rata kolom maka
dikelompokkan menjadi tantangan/threats. Setelah dikelompokkan menjadi
opportunities dan threats, disusun ringkasan pembobotan faktor-faktor eksternal,
sebagaimana tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6 Ringkasan Pembobotan Faktor-Faktor Eksternal
Total
Jumlah Rata- Rata-
Jawaban
Respond Rata Rata
No Pertanyaan Respond
en Baris Kolom
en
a b c=(a:b) c:13
Peluang (Opportunities)
9 Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan diklat
270 58 4,66
pengawasan
11 Instrumen Early Warning System (EWS) dari KPK,
benturan kepentingan dan reformasi birokrasi dari 269 58 4,64
Kemenpan-RB, mendukung fungsi pengawasan Itjen
2 K/L Teknis wajib mengkoordinasikan pengawasan
262 58 4,52
teknis dengan Itjen Kemendagri
6 Perkembangan teknologi informasi berdampak
257 58 4,43
terhadap pengawasan
3 Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas PK,
Joint audit, PKS dengan BPKP, APH, dan ORI 252 58 4,34
mendukung tugas pengawasan Itjen
4 Telah terdapat koordinasi dan sinergisme yang baik
253 58 4,36
antar pemeriksa (BPK, BPKP, KPK dan ORI)
8 Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK, BPKP,
235 58 4,05
APH dan ORI) mendukung tugas pengawasan Itjen
Tantangan (Threats)
12 Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen 113 58 1,95
5 Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemda masih
103 58 1,78
tinggi
1 APIP dituntut untuk melakukan perubahan paradigma
94 58 1,62
fungsi watchdog ke consulting partner
13 Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola
93 58 1,60
penyelenggaraan pemerintahan daerah
7 Tingkat kapabilitas APIP daerah belum merata
87 58 1,50
berdampak terhadap kinerja Itjen
10 Institusi pengawasan lainnya yang melakukan
pengawasan yang sama pada pemda berdampak 85 58 1,47
terhadap kinerja Itjen
Total 359 40,91 3,15
Sumber: Hasil penilaian responden eksternal terhadap kuesioner, data diolah kembali oleh
peneliti, 2022.

Universitas Indonesia
132

Berdasarkan tabel 4.6 di atas, terdapat hasil pengelompokan faktor-faktor EFAS


dari Eksternal Inspektorat Jenderal, yang mencakup elemen peluang/opportunities dan
tantangan/threats. Terdapat 7 faktor pada aspek peluang dan terdapat 6 faktor pada aspek
tantangan, dengan penjelasan masing-masing sebagai berikut:
a. Faktor Peluang (Opportunities)
Pada elemen opportunities terdapat 7 faktor yaitu 1) Terbuka luas lembaga pendidikan
menawarkan diklat pengawasan, 2) Instrumen Early Warning System (EWS) dari
KPK, benturan kepentingan dan reformasi birokrasi dari Kemenpan-RB, mendukung
fungsi pengawasan Itjen, 3) K/L Teknis wajib mengkoordinasikan pengawasan teknis
dengan Itjen Kemendagri 4) Perkembangan teknologi informasi berdampak terhadap
pengawasan, 5) Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas PK, Joint audit, PKS
dengan BPKP, APH, dan ORI mendukung tugas pengawasan Itjen 6) Telah terdapat
koordinasi dan sinergisme yang baik antar pemeriksa (BPK, BPKP, KPK dan ORI), 7)
Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK, BPKP, APH dan ORI) mendukung
tugas pengawasan Itjen. Dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan diklat pengawasan.


Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan diklat pengawasan mendapatkan
nilai 4,66. Saat ini banyak bermunculan berbagai macam lembaga yang
menawarkan beragam jenis pelatihan yang dapat menunjang pelaksanaan
pengawasan. Keberadaan lembaga ini memiliki fungsi dan peranan yang berarti
bagi organisasi, tak terkecuali Inspektorat Jenderal, khususnya untuk menunjang
APIP dalam melaksanakan pengawasan. Sesuai arahan Presiden Joko Widodo,
APIP diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengawasan intern, sehingga
pengawalan akuntabilitas tata kelola keuangan serta penyelenggaraan program dan
kegiatan pembangunan dapat optimal. APIP Pusat maupun Daerah harus hadir
untuk mengawal akuntabilitas dan efektivitas pelaksanaan kebijakan pemerintahan.
APIP masih memerlukan peningkatan kualifikasi profesional, Program pelatihan
dan sertifikasi bagi auditor eksekutif (pimpinan APIP) harus didesain dengan
seksama agar sesuai dengan kebutuhan pimpinan APIP, yang berasal dari latar
belakang yang berbeda. Untuk mendorong peran APIP yang optimal, APIP perlu
memiliki pengetahuan terkait pemahaman dan analisis atas proses bisnis

Universitas Indonesia
133

lingkungannya, agar dapat mengidentifikasi titik-titik kritis dan risiko strategis


yang dapat mengganggu pencapaian tujuan unit kerja. Saat ini banyak lembaga
sertifikasi baik diluar teknik pengawasan maupun khusus pengawasan yang
menawarkan diklat kepada Inspektorat Jenderal, contohnya diluar pengawasan
seperti sertifikasi pengaadaan barang dan jasa, lalu untuk teknis pengawasan seperti
manajemen risiko. Hal ini menjadi peluang karena Inspektorat Jenderal dapat
memilih lembaga diklat yang diinginkan karena terbuka luas lembaga yang
menawarkan sertifikasi keahlian.
2. Instrumen Early Warning System (EWS) dari KPK, benturan kepentingan dan
reformasi birokrasi dari Kemenpan-RB, mendukung fungsi pengawasan Itjen.
Kementerian/lembaga lain menyediakan aplikasi pengawasan yang terintegrasi
mendapatkan nilai 4,64. Di era disrupsi saat ini, suatu sistem atau aplikasi bukanlah
hal baru dan asing, namun menjadi sebuah kebutuhan. Dalam rangka melaksanakan
amanat Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik (SPBE), yaitu dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan agar memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK),
semua instansi berlomba lomba dalam membangun sistem berupa aplikasi,
termasuk juga instansi pengawas. Hampir seluruh instansi pengawasan dalam hal
ini Inspektorat Kementerian/lembaga memiliki aplikasi, harapannya kedepan dapat
terintegrasi sehingga dapat menjalankan amanat presiden yaitu satu data indonesia.
3. K/L Teknis wajib mengkoordinasikan pengawasan teknis dengan Itjen
Kemendagri.
K/L Teknis wajib mengkoordinasikan pengawasan teknis dengan Itjen Kemendagri
mendapatkan nilai 4,52. pelaksanaan pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Menteri dan dilaksanakan oleh Aparat
Pengawas Internal Pemerintah, hal ini berdasarkan amanat Pasal 377 Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dimana dijelaskan
bahwasanya Aparat Pengawas Internal Pemerintah Kementerian mempunyai
tanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan umum dan teknis atas
pelaksanaan pemerintahan daerah provinsi. Untuk pengawasan umum dilaksanakan
oleh Menteri Dalam Negeri yang secara teknis dilaksanakan oleh APIP Inspektorat
Jenderal Kementerian Dalam Negeri, dan pengawasan teknis dilaksanakan oleh

Universitas Indonesia
134

Menteri teknis dan Lembaga pemerintah non kementerian. Selanjutnya, dalam


Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang mana aturan ini semakin menegaskan
apa yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah guna menjalankan wewenang Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan pengawasan secara umum atas
pelaksanaan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah serta pelaksanaan koordinasi
guna memberikan konsultasi kepada pemerintah daerah. Pengawasan umum
sebagaimana dimaksud sebelumnya di atas meliputi 10 aspek, yaitu: 1) pembagian
urusan pemerintahan, (2) kelembagaan daerah, (3) kepegawaian pada perangkat
daerah, (4) keuangan daerah, (5) pembangunan daerah, (6) pelayanan publik di
daerah, (7) kerja sama daerah, (8) kebijakan daerah, (9) kepala daerah dan DPRD
dan (10) bentuk pengawasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Adapun pengawasan teknis dilakukan oleh APIP Kementerian Dalam
Negeri dan APIP kementerian teknis sesuai urusan masing-masing. Dari hasil
pengawasan umum dan teknis, maka tugas menteri dalam negeri yang secara teknis
dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal membuat ikhtisar hasil pengawasan seluruh
indonesia serta K/L teknis. Mandat ini menjadi peluang dalam rangka
meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal Kemendagri.
4. Perkembangan teknologi informasi berdampak terhadap pengawasan.
Perkembangan teknologi informasi berdampak terhadap pengawasan mendapatkan
nilai 4,43. Teknologi Informasi adalah suatu penggunaan perangkat keras,
perangkat lunak, layanan, dan infrastruktur pendukung untuk mengelola dan
menyampaikan informasi menggunakan suara, data, video dan sebagainya.
Selanjutnya teknologi informasi juga dimulai dari suatu perancangan dilanjutkan
dengan implementasi, pengembangan, dukungan atau manajemen sistem informasi
yang berbasis komputer, khususnya perangkat keras (hardware) dan perangkat
lunak (software). Dalam rangka menghadapi era globalisasi dan disrupsi, maka
diperlukan teknologi informasi dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
Inspektorat Jenderal. Di era disrupsi saat ini, suatu sistem atau aplikasi bukanlah
hal baru dan asing, namun menjadi sebuah kebutuhan. Saat ini Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri telah mengembangkan aplikasi Sistem Informasi

Universitas Indonesia
135

Pengawasan Inspektorat Jenderal (SIWASIAT), dalam rangka melaksanakan


amanat Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan
Berbasis Elektronik (SPBE), yaitu dalam pelaksanaan penyelenggaraan
pemerintahan agar memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
SIWASIAT sendiri merupakan sebuah sistem informasi berbasis web, dimana saat
ini masih terus dikembangan untuk menyesuaikan kebutuhan. Kedepannya
SIWASIAT akan diintergrasikan dengan sistem informasi lainnya yang dapat
mendukung pelaksanaan tugas Itjen baik tugas utama Inspektorat Jenderal dalam
melaksanakan pengawasan, maupun dukungan pelaksanaan pengawasan. Hal ini
menjadi peluang untuk meningkatkan kinerja Inspektorat Jenderal, karena dengan
adanya teknologi informasi dapat membuat kinerja itjen dapat tercapat secara
efektif dan efesien, serta menjawab ekspektasi dan tuntutan pimpinan dimana
Inspektorat Jenderal terutama APIP harus agile.
5. Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas PK, Joint audit, PKS dengan
BPKP, APH, dan ORI mendukung tugas pengawasan Itjen.
Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, Stranas PK, Joint audit, PKS dengan
BPKP, APH, dan ORI mendukung tugas pengawasan Itjen, mendapatkan nilai 4,34.
Sistem adalah Kumpulan dari beberapa unsur dimana unsur tersebut saling
berkaitan bersama & beroperasi dalam mencapai suatu tujuan yang sama.
Umumnya, adanya sistem dipengaruhi oleh faktor lingkungan, memiliki batasan
yang jelas, terdiri atas struktur, dan tujuannya diimplementasikan dalam fungsi.
Tujuan, sistem dibuat untuk mencapai tujuan (output) tertentu yang ingin dicapai.
Masukan, semuanya yang masuk ke dalam sistem akan diproses, baik itu obyek
fisik maupun abstrak. Kondisi eksisting saat ini terdapat lembaga dan sistem
pengawasan lain yang mendukung peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal, hal ini
dapat dilihat seperti adanya perjanjian kerjasama antara Inspektorat dengan
lembaga lainnya seperti Komisi Pemberantaasan Korupis (KPK), Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Aparat penegak Hukum (APH),
Ombudsman Republik Insdonesia (ORI) dan sebagainya, selanjutnya terdapat juga
sistem pengawasn lain yang mendukung pelaksanaan tugas Inspektorat Jenderal
seperti Monitoring Centre for Prevention (MCP) dan Strategi Nasional Pencegahan
Korupsi (Stranas PK). Disisi lain seringkali Inspektorat Jenderal juga melaksanakan

Universitas Indonesia
136

join audit dengan lembaga pengawasan lain, hal ini menjadi peluang sendiri dalam
rangke peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kemendagri.

6. Telah terdapat koordinasi dan sinergisme yang baik antar pemeriksa (BPK, BPKP,
APH dan ORI).
Telah terdapat koordinasi dan sinergisme yang baik antar pemeriksa (BPK, BPKP,
APH dan ORI), mendapatkan nilai 4,36. Koordinasi adalah proses menyamakan
dan menyeimbangkan segala kegiatan dan aktivitas dalam pekerjaan antara satu
individu dengan individu lainnya untuk mencapai tujuan setiap pihak sekaligus
tujuan bersama. Sinergisme adalah membangun sinergi di dalam organiasi dan
memperluas jejaring sosial di luar organisasi. Indonesia memiliki lembaga
pengawas yang begitu banyak seperti Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Kejaksaaan,
Kepolisian, KPK, dan sebaginya. Tujuan utama dari lembaga pengawasan sendiri
yaitu untuk memastikan jalannya pemerintahan yang bersih serta sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sesuai dengan pertauran perundang-undangan yang
berlaku. Dengan era kolaborasi saat ini, koordinasi dan sinergi antar lembaga
pemeriksa menjadi peluang dalam rangka meningkatkan kinerja Inspektorat
Jenderal, karena masing-masing mempunyai mandat masing-maisng namun saling
beririsan, sehingga dapat menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing
sehingga dapat mencapai tujuan secara optimal.
7. Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK, BPKP, APH dan ORI) mendukung
tugas pengawasan Itjen.
Kerjasama dari stakeholder pengawasan (KPK, BPKP, APH dan ORI) mendukung
tugas pengawasan Itjen, mendapatkan nilai 4,05. Stakeholders merupakan bagian
penting dari suatu organisasi. Yang mana dalam hal ini memiliki peran baik aktif
maupun pasif untuk mengembangkan tujuannya. Dukungan dan kerjasama dengan
stakeholder membuat suatu organisasi dapat mencapai tujuannya secara lebih
optimal. Dengan adanya mandat dan ekspektasi yang tinggi terhadap kinerja
Inspektorat Jenderal sebagai satu-satunya satuan kerja yang berfungsi
melaksanakan pengawasan internal lingkup kemendagri dan BNPP, maka
dukungan dari stakeholder sangat diperlukan, tentua dengan tingginya ekspektasi

Universitas Indonesia
137

dan mandat yang diberikan Inspektorat Jenderal belum mampu mencapai kinerja
yang diharapkan secara optimal, hal ini dikarenakan adanya hal-hal yang diluar dari
kendali Inspektorat Jenderal. Namun kondisi eksisting saat ini, stakeholder
Inspektorat Jenderal mendukung peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal, hal ini
dapat dilihat dari kebijakan alokasi anggaran daerah yang diberikan kepada
Inspektorat Jenderal, hal ini menjadi peluang sendiri karena salah satu instrumen
yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan yaitu pelaksanaan kegiatan
pengawasan penyelenggaran pemerintahan daerah didukung dengan anggaran yang
memadai.

b. Faktor Tantangan (Threats)


Pada elemen threats terdapat 6 faktor yaitu: 1) Entitas kurang percaya terhadap kinerja
Itjen, 2) Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah masih tinggi, 3)
APIP dituntut untuk melakukan perubahan paradigma dari watchdog ke consulting
partner, 4) Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan daerah, 5) Tingkat kapabilitas APIP daerah belum merata berdampak
terhadap kinerja Itjen, 6) Institusi pengawasan lainnya yang melakukan pengawasan
yang sama pada pemda berdampak terhadap kinerja Itjen. Dijelaskan sebagai berikut:
1. Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen.
Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen mendapatkan nilai 1,95. Kepercayaan
entitas yang rendah terhadap kinerja Itjen berkolerasi lurus terhadap hasil
pemeriksaan eksternal terhadap entitas lingkup Kemendagri. Tujuan pemeriksaan
atau pengawasan internal adalah untuk meminimalisir temuan dari pemeriksa
internal. Namun kenyataan saat ini, masih terdapat APIP yang memiliki paradigma
watchdog, sehingga terkadang membebankan entitas. hasil pengawasan APIP
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri terhadap internal Kementerian Dalam
Negeri terdapat temuan administrasi yang cukup tinggi, hal ini menunjukkan bahwa kinerja
APIP masih belum optimal, mengingat kapabilitas APIP telah level 3 yaitu melakukan
pendampingan terhadap internal Kementerian Dalam Negeri, APIP sebagai consulting
partner yang melakukan pendampingan agar unit kerja di lingkunga Kementerian Dalam
Negeri tidak terjadi kesalahan administrasi dan mematuhi semua peraturan. Selanjutnya
hasil pemeriksaan APIP terhadap unit kerja eselon I pada Kementerian Dalam

Universitas Indonesia
138

Negeri, juga terdapat temuan kerugian negara, yang seharusnya APIP melakukan
asistensi agar tidak terjadi kesalahan dan memitigasi temuan kerugian negara oleh
pemeriksa eksternal seperti BPK, namun dalam kenyataannya justru APIP
menemukan kerugian negara pada internal Kementerian Dalam Negeri, hal ini
tentunya tidak sesuai dengan kapabilitas APIP level 3 dimana dikatakan bahwa
APIP level 3 adalah consulting partner dan bukan sebagai watchdog (mencari-cari
kesalahan). Hal ini menjadi salah satu penyebab rendahnya kepercayaan entitas
terhadap Itjen, dikarenakan masih ada oknum APIP yang belum menyesuaikan
paradigma APIP yang baru yaitu sebagai consulting partner. Hal ini menjadi
tantangan sendiri dalam rangka peningkatan Kinerja Itjen.
2. Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah masih tinggi.
Tingkat permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah masih tinggi
mendapatkan nilai 1,78. Penyelenggara pemerintahan daerah adalah Pemerintah
Daerah dan DPRD, sedangkan pemerintah daerah adalah Gubernur, Walikota, dan
Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan daerah. Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Berdasarkan Pasal 377
UU Nomor 23 tahun 2014 terkait Pemerintahan Daerah (Pemda) menyebutkan
bahwa Mendagri menjalankan pengawasan umum terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah provinsi. Pengawasan yang dimaksud dilaksanakan oleh
Inspektorat Jenderal sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Selanjutnya,
berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 terkait
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemda menyebutkan bahwa
Mendagri selaku koodinator dalam membina serta mengawasi penyelenggaraan
Pemda. Pembinaan serta pengawasan untuk menyelenggarakan Pemda
dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal pada perangkat gubernur sebagai wakil
pemerintah pusat di daerah. Adapun bentuk pengawasan yang dilakukan adalah
audit, peninjauan, pengawasan, pengevaluasian, pemantauan dan bimbingan teknis
serta jenis yang lain. Namun harapan agar hasil pengawasan Itjen sebagai tindakan
korektif belum terealisasi hal ini terbukti dengan masih adanya kepala daerah yang
tertangkap oleh lembaga pengawas lainnya serta nilai EPPD yang masih rendah.
Idealnya hasil pemeriksaan Inspektorat Jenderal dapat memberikan infiormasi dan

Universitas Indonesia
139

meneukan kesalahan terkait adanya penyimpangan yang dilakukan oleh kepala


daerah.
3. APIP dituntut untuk melakukan perubahan paradigma dari watchdog ke consulting
partner.
APIP dituntut untuk melakukan perubahan paradigma dari watchdog ke consulting
partner, mendapat nilai 1,62. Dalam melaksanakan fungsi sebagai pengawas,
kinerja APIP dapat diukur dari nilai Level kapabilitas APIP. Kapabilitas APIP
secara tidak langsung dapat memberikan gambaran mengenai tingkat efektifitas tata
kelola APIP karena Kapabilitas APIP merupakan salah satu kriteria dari suatu tata
kelola yang baik yaitu adalah adanya pengembangan kapasitas dan kapabilitas
organisasi. Kapablitas APIP menurut Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Nomor 8 tahun 2021 tentang Penilaian Kapabilitas Aparat
Pengawasan Intern Pemerintah Pada Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah
menyatakan bahwa Penilaian kapabilitas APIP akan menghasilkan level kapabilitas
APIP dari Level 1 s.d. Level 5, dimana level 1 merupakan level paling rendah atau
dasar dan level 5 merupakan level tertinggi. 5 level tersebut antara lain 1 (Initial),
Level 2 (Structured), level 3 (Delivered), Level 4 (Institutionalized) dan level 5
(Optimized). Saat ini APIP Inspektorat Jenderal telah mencapai level 3 atau
delivered dalam kapabilitas APIP menunjukkan bahwa APIP telah melaksanakan
aktivitas pengawasan (assurance dan consulting) sesuai dengan standar dan praktik
profesional. Dalam kondisi ini, berarti hasil pengawasan APIP dinilai sudah
berkualitas dan memberikan keyakinan memadai atas ketataan dan 3E, peringatan
dini dan peningkatan efektivitas Manajemen Risiko, serta perbaikan tata kelola bagi
organisasi K/L/D sehingga diharapkan APIP dapat melaksanakan Praktik
profesional audit internal yang telah ditetapkan secara seragam dan telah selaras
dengan standar, dengan outcome APIP mampu menilai efisiensi, efektivitas, dan
ekonomis suatu program/kegiatan dan mampu memberikan konsultasi pada tata
kelola, manajemen risiko dan pengendalian intern. Level ini menuntut APIP
Inspektorat Jenderal merubah paradigma watchdog menjadi consulting partner, hal
ini menjadi tantangan tersendiri karena paradigma sebagai watchdog masih melekat
pada APIP hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya kuantitas temuan Internal
itjen atas Kemendagri.

Universitas Indonesia
140

4. Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola penyelenggaraan pemerintahan


daerah.
Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola penyelenggaraan pemerintahan
daerah mendapatkan nilai 1,60. Dalam rangka transformasi digital atas tata kelola
pemerintahan, sebagaimana dimandatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 95
Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), kemudian
guna mendukung implementasi atas mandat Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, maka perlu dukungan data yang
terintegrasi sebagaimana dimandatkan pada Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun
2019 tentang Satu Data Indonesia. Dalam rangka impelemtasi mandat tersebut
maka berbagai pelayanan termasuk di daerah menerapkan pelayanan berbasis
digital, hal ini menjadi salah satu fokus yang harus diperiksa oleh APIP
Inspektorat Jenderal sebagai koordinator pengawasan umum peneyelenggaraan
pemerintahan daerah. Untuk mendukung pelayanan berbasis digital di pemerintah
daerah, maka pemerintah pusat memberikan kucuran dana untuk mendoroong
pelayanan berbasis digital dimana kucuran dana tersebut dapat berpotensi
terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Hal ini yang menjadi tantangan
tersendiri oleh APIP Inspektorat Jenderal, dikarenakan tidak seluruh APIP paham
akan mekanisme pemeriksaan atas hal tersebut, maka dari itu APIP harus cepat
beradaptasi dengan kemungkinan fokus pengawasan yang baru.
5. Tingkat Kapabilitas APIP Daerah belum merata berdampak terhadap kinerja Itjen.
Tingkat kapabilitas APIP daerah belum merata dan berdampak terhadap kinerja
Itjen, mendapatkan nilai 1,50. Level kapabilitas APIP secara tidak langsung dapat
memberikan gambaran mengenai tingkat efektifitas tata kelola APIP karena
Kapabilitas APIP merupakan salah satu kriteria dari suatu tata kelola yang baik
yaitu adalah adanya pengembangan kapasitas dan kapabilitas organisasi. Kapablitas
APIP menurut Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor
8 tahun 2021 tentang Penilaian Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
Pada Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Penilaian
kapabilitas APIP akan menghasilkan level kapabilitas APIP dari Level 1 s.d. Level
5, dimana level 1 merupakan level paling rendah atau dasar dan level 5 merupakan
level tertinggi. 5 level tersebut antara lain 1 (Initial), Level 2 (Structured), level 3

Universitas Indonesia
141

(Delivered), Level 4 (Institutionalized) dan level 5 (Optimized). Hal ini berlaku


bagi seluruh APIP tak terkecuali APIP di Pemerintah Daerah. Kasus-kasus korupsi
dan penyalahgunaan wewenang yang marak terjadi memiliki kaitan dengan APIP
sebagai pengawas keuangan. APIP yang sebenarnya memiliki kedudukan strategis,
namun pada saat ini belum mampu berperan optimal untuk memberikan early
warning atau rekomendasi-rekomendasi yang solutif yang sifatnya membangun
kepada pimpinan organisasi. Hal ini disebabkan oleh kapabilitas dan independensi
organisasi yang kurang memadai. Salah satu upaya peningkatan kapabilitas APIP
tidak terlepas dari pentingnya memenuhi kapasitas dan kualitas personil APIP itu
sendiri. Hal tersebut membutuhkan komitmen pimpinan dalam menyediakan
anggaran untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan personil APIP. Fokus
pengawasan yang selama ini terpusat pada pelaksanaan audit keuangan harus mulai
bergeser ke arah pengawasan kinerja manajemen dengan memperhatikan capaian
hasil (outcome) atas setiap kegiatan melalui pelaksanaan audit kinerja maupun audit
operasional. Hal ini mempengaruhi kebutuhan latar belakang disiplin ilmu yang
harus dimiliki oleh auditor internal yang tidak melulu harus berlatar belakang
akuntansi namun juga harus memiliki pemahaman yang memadai atas ilmu
manajemen, ilmu sosial, maupun ilmu-ilmu teknik. Berbekal ilmu-ilmu yang
komprehensif tersebut diharapkan APIP mampu berada selangkah di depan dan
dapat mengantisipasi adanya indikasi kecurangan yang mungkin terjadi pada
pelaksanaan sebuah kegiatan. Sehingga jika APIP daerah mampu mencapai
kabailitas level 3, maka APIP di daerah dapat menjadi early warning bagi OPD di
pemerintah daerah, sehingga temuan dari pengawas eksternal dalam hal ini salah
satunya APIP Inspektorat Jenderal dapat terminimalisir.
6. Institusi pengawasan lainnya yang melakukan pengawasan yang sama pada pemda
berdampak terhadap kinerja Itjen.
Adanya Institusi pengawasan lainnya yang melakukan pengawasan yang sama pada
pemerintah daerah mendapatkan nilai 1,47. Banyaknya lembaga pengawasan
dengan objek pemeriksaan yang sama membuat objek pemeriksaan dalam
mnindaklanjuti hasil pengawasan menjadi tidak optimal, walaupun fokusnya
berbeda namun tetap memiliki potensi terjadinya tumpang tindih hasil pemeriksaan.
Instutusi pengawasan tersebut contohnya Inspektorat, BPK, BPKP dan KPK.

Universitas Indonesia
142

Namun fungsi Inspektorat Jenderal selaku koordinator pengawas penyelenggaraan


pemerintahan daerah harus lebih baik daripada instansi pengawas lainnya, hal ini
menjadi tantangan untuk menigkatkan kinerja Inspektorat Jenderal, dengan cara
meningkatkan kapasitas APIP yang didukung dengan saran dan prasarana yang
memadai.

4.3.2 Pembobotan Internal Faktor Analysis System (IFAS) dan Eksternal Faktor
Analysis System (EFAS)

Langkah selanjutnya menentukan bobot, rating dan score, seperti yang dinyatakan
oleh Rangkuti (2019) untuk perhitungan bobot dan rating dalam analisis SWOT dapat
menggunakan kuesioner atau FGD, dalam hal ini penulis menggunakan FGD dalam
memberikan bobot dan rating atas tiap-tiap pertanyaan, dimana masing-masing responden
menilai bobot dan rating untuk masing-masing indikator. Rapat Focus Group Dicussion
II (FGD) terhadap stakeholder baik internal maupun eksternal melalui surat Inspektur
Jenderal Kementerian Dalam Negeri nomor 005/961/IJ tanggal 12 April 2022 hal
Undangan FGD, yang ditujukan kepada pejabat internal dan stakeholder eksternal
(BPKP), hal ini dilakukan selain untuk memvalidasi SWOT yang telah didapatkan juga
untuk menentukan prioritas mana dari SWOT tersebut yang akan diambil untuk
kepentingan strategi. Untuk mengukur tingkat kepentingan menggunakan skala likert 1
sampai 5 (1=tidak penting, 5= sangat penting) dari skala ini maka akan didapatkan nilai
bobot menjadi 1 atau 100%. Setelah nilai bobot ditentukan selanjutnya menentukan nilai
rating dengan skala 1 sampai 10 (skala 1 sampai 5 untuk strengths dan opportunities dan
skala 6 sampai 10 untuk weaknesses dan threats).
Dalam menentukan bobot responden menilai signifikansi dari setiap pertanyaan
terhadap tercapainya tujuan organisasi, sehingga masing-masing responden dapat
memberikan penilaian berdasarkan pengalaman atau tacit knowledge baik dari internal
Inspektorat Jenderal maupun dari eksplisit knowledge, FGD ini sekaligus digunakan
untuk sharing knowledge dan experience sehingga didapatkan hasil yang betul-betul
untuk perubahan Inspektorat Jenderal ke depan yang lebih baik. Dalam FGD kedua ini
pelaksanaan rapat sangat dinamis, sehingga diskusi berjalan sangat aktif. Hasil diskusi
tersebut sebagai berikut:

Universitas Indonesia
143

Tabel 4.7 Hasil Penghitungan Score IFAS

Tingkat Bobotx
Rating Rating
Signifika Bobot
IFAS Faktor-faktor S: (6-10)
nsi (0,0-1.0)
W: (1-5) (SKOR)
(1-5)
S1 Adanya komitmen dan dukungan
pimpinan terhadap pelaksanaan tugas 4 0,15 8 1,19
pengawasan dan kinerja Itjen
S2 Tersedianya SDM pengawasan yang
sudah memiliki sertifikasi keahlian 4 0,15 9 1,33
pengawasan
S3 Tersedianya Sistem Informasi
5 0,19 9 1,67
Pengawasan
S4 Pencapaian kapabilitas APIP level 3
3 0,11 9 1,00
mendukung kinerja Itjen
S5 Tersedianya atribusi berupa
kewenangan dan mandat untuk 4 0,15 8 1,19
melaksanakan tugas pengawasan
S6 Program Kerja Pengawasan Tahunan
(PKPT) belum sesuai dengan isu 4 0,15 9 1,33
strategis pengawasan
S7 Terjalin hubungan kerja yang baik
dengan mitra kerja seperti KPK, 3 0,11 8 0,89
BPKP, APH dan Ombudsman
Total Skor Strength (S) 27 1,00 8,59
W1 Desain struktur organisasi belum
4 0,10 4 -0,40
sesuai dengan kebutuhan
W2 Hasil pengawasan belum
4 0,10 4 -0,40
memberikan value added bagi entitas
W3 Rendahnya kepeduliaan APIP
3 0,08 5 -0,38
terhadap hasil pengawasan
W4 Sarana dan prasarana kerja kurang
5 0,13 5 -0,63
memadai
W5 Belum ada indeks kepuasan entitas
kepuasan entitas atas layanan 5 0,13 3 -0,38
pengawasan
W6 SOP pengawasan belum lengkap dan
4 0,10 3 -0,30
belum update
W7 Kebijakan reward dan punishment
5 0,13 4 -0,50
belum tersedia
W8 Kemampuan teknis APIP untuk
melaksanakan tugas-tugas 5 0,13 3 -0,38
pengawasan belum memadai
W9 Program HCDP (Human Capital
5 0,13 3 -0,38
Development Plan) belum memadai
Total Skor Weaknesses (W) 40 1,00 -3,73
Sumber: Hasil olahan dari data primer, 2022

Universitas Indonesia
144

Berdasarkan tabel 4.7 (IFAS) di atas, terlihat bahwa faktor kekuatan (S) yang
mendapatkan nilai tertinggi adalah “Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan dengan
bobot 0,19. Kemudian faktor kelemahan (W) yang mendapatkan nilai rata-rata terendah
adalah “Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil pengawasan”, dengan bobot 0,08.

Tabel 4.8 Hasil Penghitungan Score EFAS

Tingkat BobotxRatin
Bobot Rating
Signifik g
EFAS Faktor-faktor ansi (0,0- O (6-10)
1.0) (SKOR)
(1-5) P (1-5)
Terbuka luas lembaga pendidikan
O1 5 0,19 9 1,67
menawarkan diklat pengawasan
Instrumen Early Warning System (EWS)
dari KPK, benturan kepentingan dan
O2 3 0,11 7 0,78
reformasi birokrasi dari Kemenpan-RB,
mendukung fungsi pengawasan Itjen
K/L Teknis wajib mengkoordinasikan
O3 4 0,15 7 1,04
pengawasan teknis dengan Itjen Kemendagri
Perkembangan teknologi informasi
O4 3 0,11 9 1,00
berdampak terhadap pengawasan
Lembaga dan sistem seperti MCP KPK,
Stranas PK, Joint audit, PKS dengan BPKP,
O5 4 0,15 9 1,33
APH, dan ORI mendukung tugas
pengawasan Itjen
Telah terdapat koordinasi dan sinergisme
O6 yang baik antar pemeriksa (BPK, BPKP, 4 0,15 7 1,04
KPK dan ORI)
Kerjasama dari stakeholder pengawasan
O7 (KPK, BPKP, APH dan ORI) mendukung 4 0,15 8 1,19
tugas pengawasan Itjen
Total Skor Opportunity (O) 27 1,00 8,04
T1 Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen 3 0,11 3 -0,33
Tingkat permasalahan penyelenggaraan
T2 5 0,19 5 -0,93
pemda masih tinggi
APIP dituntut untuk melakukan perubahan
T3 paradigma dari fungsi watchdog ke 5 0,19 3 -0,56
consulting partner
Semakin meningkatnya kompleksitas tata
T4 kelola penyelenggaraan pemerintahan 5 0,19 4 -0,74
daerah
Tingkat kapabilitas APIP daerah belum
T5 4 0,15 3 -0,44
merata berdampak terhadap kinerja Itjen
Institusi pengawasan lainnya yang
T6 melakukan pengawasan yang sama pada 5 0,19 3 -0,56
pemda berdampak terhadap kinerja Itjen
Total Skor Threat (d) 27 1,00 -3,56
Sumber: Hasil olahan dari data primer, 2022

Universitas Indonesia
145

Pada tabel 4.8 di atas (EFAS), terlihat bahwa faktor peluang (O) yang
mendapatkan nilai bobot tertinggi adalah “Terbuka luas lembaga pendidikan menawarkan
diklat pengawasan”, dengan bobot 0,19. Untuk faktor tantangan (T) yang memiliki nilai
rata-rata terendah adalah “Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen” dengan bobot
0,11.
Dari hasil IFAS-EFAS didapatkan faktor strengths mempunyai score 8,59, dan
faktor weaknesses lebih kecil dari faktor strengths dengan score 3,73. Selanjutnya dari
EFAS faktor opportunities mendapatkan score 8,04 dan faktor threats mendapatkan score
lebih kecil dari faktor opportunities 3,56. Faktor kekuatan dan peluang lebih besar dari
kelemahan dan tantangan.

4.3.2.1 Perumusan Strategi


Berdasarkan hasil IFAS-EFAS maka dilakukan interaksi kombinasi strategi secara
internal dan eksternal yang gunanya untuk mendapatkan strategi prioritas dan keterkaitan
antara strategi berdasarkan pembobotan SWOT. Perumusan strategi berdasarkan pada
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) serta faktor eksternal (peluang dan tantangan)
ke dalam matrik interaksi IFAS-EFAS.
Penilaian bobot IFAS-EFAS menghasilkan matrik yang menunjukkan interaksi
antara kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Matrik tersebut menggambarkan
empat kuadran analisis SWOT. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dapat disusun
alternatif-alternatif strategi dalam upaya peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri. Sebagaimana pada tabel berikut ini:

Universitas Indonesia
146

Tabel 4.9 Matriks SWOT


Strengths (S) Weaknesses (W)

1. Adanya komitmen dan dukungan pimpinan 1. Desain struktur organisasi belum sesuai
terhadap pelaksanaan tugas pengawasan dan dengan kebutuhan
kinerja Itjen 2. Hasil pengawasan belum memberikan
2. Tersedianya SDM pengawasan yang sudah value added bagi entitas
IFAS memiliki sertifikasi keahlian pengawasan 3. Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap
3. Tersedianya Sistem Informasi Pengawasan hasil pengawasan
4. Pencapaian kapabilitas APIP level 3 4. Sarana dan prasarana kerja kurang
5. Tersedianya atribusi berupa kewenangan dan memadai
mandat untuk melaksanakan tugas 5. Belum ada indeks kepuasan entitas atas
EFAS pengawasan layanan pengawasan
6. Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) 6. SOP pengawasan belum lengkap dan
sesuai dengan isu strategis pengawasan belum update
7. Terjalin hubungan kerja yang baik dengan 7. Kebijakan reward dan punishment belum
mitra kerja seperti KPK, BPKP, APH dan tersedia
Ombudsman 8. Kemampuan teknis APIP untuk
melaksanakan tugas-tugas pengawasan
belum memadai
9. Program HCDP (Human Capital
Development Plan) belum memadai

Opportunities (O) Strategi (SO) Strategi (WO)

1. Terbuka luas lembaga pendidikan 1. Mengembangkan sistem informasi 1. Memanfaatkan instrumen Reformasi
menawarkan diklat pengawasan pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan Birokrasi untuk mewujudkan kebijakan
2. Instrumen Early Warning System (EWS) dari koordinasi hasil pengawasan dengan K/L reward and punishment
KPK, benturan kepentingan dan reformasi teknis 2. Menjalin kerjasama dengan organisasi
birokrasi dari Kemenpan-RB, mendukung 2. Mendorong semaksimal mungkin SDM yang profesi dan lembaga pendidikan yang
fungsi pengawasan Itjen memiliki sertifikat pengawasan untuk menawarkan diklat pengawasan untuk
3. K/L Teknis wajib mengkoordinasikan menguasai perkembangan tekhnologi meningkatkan kemampuan teknis APIP
pengawasan teknis dengan Itjen Kemendagri informasi bidang pengawasan dengan serta kemampuan membangun
4. Perkembangan teknologi informasi dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem komunikasi efektif
berdampak terhadap pengawasan yang dapat mendukung pengawasan 3. Mengoptimalkan HCDP dengan
5. Lembaga dan sistem seperti MCP KPK, 3. Meningkatakan kapabilitas APIP menjadi memanfaatkan penawaran diklat
Stranas PK, Joint audit, PKS dengan BPKP, level 4 dengan memanfaatkan penawaran pengawasan dari lembaga pendidikan
APH, dan ORI mendukung tugas diklat pengawasan dari lembaga pendidikan
pengawasan Itjen
6. Telah terdapat koordinasi dan sinergisme
yang baik antar pemeriksa (BPK, BPKP,
KPK dan ORI)
7. Kerjasama dari stakeholder pengawasan
(KPK, BPKP, APH dan ORI) mendukung
tugas pengawasan Itjen
Threats (T) Strategi (ST) Strategi (WT)

1. Entitas kurang percaya terhadap kinerja Itjen 1. Menggunakan kewenangan dan mandat 1. Melakukan penyusunan indeks kepuasan
2. Tingkat permasalahan penyelenggaraan untuk menekan tingginya tingkat entitas atas layanan pengawasan untuk
pemda masih tinggi permasalahan penyelenggaran pemerintahan meningkatkan fungsi APIP sebagai
3. APIP dituntut untuk melakukan perubahan daerah consulting partner
paradigma dari fungsi watchdog ke 2. Mewujudkan komitmen dan dukungan 2. Memberikan reward kepada APIP yang
consulting partner pimpinan terhadap pelaksanaan tugas telah menjalankan fungsi sebagai
4. Semakin meningkatnya kompleksitas tata pengawasan untuk meningkatkan consulting partner
kelola penyelenggaraan pemerintahan daerah kepercayaan entitas terhadap kinerja Itjen 3. Mengoptimalkan pelaksanaan proses
5. Tingkat kapabilitas APIP daerah belum bisnis Itjen untuk meningkatkan
merata berdampak terhadap kinerja Itjen kepercayaan entitas terhadap kinerja jen)
6. Institusi pengawasan lainnya yang
melakukan pengawasan yang sama pada
pemda berdampak terhadap kinerja Itjen

Sumber: Hasil olahan dari data primer, 2022

Universitas Indonesia
147

Berdasarkan matrik 4.9, telah didapatkan matrik interaksi IFAS-EFAS,


selanjutnya menentukan letak titik-titik kombinasi antara strategi S-O, S-T, W-O, dan W-
T, sebagaimana pada tabel 4.10 berikut ini:

Tabel 4.10 Posisi titik, Luas Kuadran, dan Prioritas Strategi

Posisi Titik Luas Prioritas


Kombinasi
Kuadran Matriks Ranking
SWOT X Y Strategi
(X * Y)
S-O I (Agresif) 8,59 8,04 69,059 1 1
S-T II (Difersifikasi) 8,59 -3,56 -30,551 2 2
W-O III (Turn Around) -3,73 8,04 -29,938 3 3
W-T IV (Defensif) -3,73 -3,56 13,244 4 4
Sumber: Hasil olahan dari data primer, 2022
Berdasarkan tabel 4.10 di atas, terdapat kombinasi strategi yang terdapat pada 4
kuadran SWOT, sebagai berikut:
Pertama, interaksi kombinasi dari S-O (Strengths-Opportunites) yang terletak
pada titik (8.59,8,04) dan menempati pada kuadran I, dengan luas matriknya adalah yang
paling besar diantara kuadran yang lainnya yaitu sebesar 69,059. Luas matrik yang paling
besar ini mengartikan bahwa Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri berada
pada posisi yang kuat dimana faktor IFAS dan EFAS memiliki kekuatan yang hampir
sama yaknit 8,58 dan 8,04. Karena kedua faktor tersebut memiliki kekuatan, sebaiknya
Itjen melakukan strategi yang memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
yang ada (Strategi agresif). Adanya 1) komitmen dan dukungan pimpinan terhadap
pelaksanaan tugas pengawasan dan kinerja Itjen, 2) tersedianya SDM pengawasan yang
sudah memiliki sertifikasi keahlian pengawasan, 3) tersedianya sistem informasi
pengawasan Inspektorat Jenderal (SIWASIAT), 4) pencapaian kapabilitas APIP level
tiga, 5) tersedianya kewenangan dan mandat untuk melaksanakan tugas pengawasan, 6)
adanya kebijakan pengawasan, 7) terjalinnya hubungan kerja yang baik dengan mitra
kerja seperti KPK, BPKP, APH dan Ombudsman. Kombinasi dari S-O ini adalah kondisi
eksisting yang betul-betul harus dipertahankan bahkan ditingkatkan, dan ini menjadi
strategi yang paling utama untuk tetap dipertahankan bahkan bila perlu dikembangkan.
Kedua, interaksi kombinasi dari S-T (Strengths-Threats) yang terletak pada titik
(8.59, 3.56) dan menempati pada kuadran II, dengan luas matrik sebesar 30.551. Kekuatan

Universitas Indonesia
148

lebih besar daripada tantangan mendefinisikan bahwa Inspektorat Jenderal mempunyai


kekuatan yang lebih tinggi dibanding tantangan yang ada, untuk strategi ini maka
Inspektorat Jenderal dalam meningkatkan kinerjanya harus memaksimalkan kekuatan
yang ada untuk mengatasi berbagai tantangan (Strategi difersivikasi). Tantangan yang
saat ini dihadapi adalah 1) rendahnya tingkat kepercayaan entitas terhadap kinerja Itjen,
2) Masih tingginya tingkat permasalahan penyelenggaraan pemerintahan daerah, 3)
Meningkatnya tuntutan fungsi APIP untuk melakukan perubahan paradigma dari
watchdog ke consulting partner 4) Semakin meningkatnya kompleksitas tata kelola
penyelenggaraan pemerintahan daerah 5) Tingkat Kapabilitas APIP Daerah belum merata
6) Adanya institusi pengawasan lainnya yang melakukan pengawasan yang sama pada
pemda. Tantangan-tantangan yang dihadapi saat ini memang tidak ringan, namun jika
kekuatan (S) betul-betul dijalankan, maka tantangan ini bisa diatasi.
Ketiga, interaksi kombinasi dari W-O (Weaknesses-Opportunities) yang terletak
pada titik (3.73, 8,04) serta terdapat luas matrik 29,938, berada tepat pada kuadran III
yang mendefinisikan bahwa strategi yang harus dilakukan adalah meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada (Strategi turn around). Inspektorat
Jenderal harus memperhatikan 9 kelemahan yang ada pada internal organisasi yaitu 1)
desain struktur organisasi belum sesuai dengan kebutuhan, 2) Hasil pengawasan belum
memberikan value added bagi entitas, 3) Rendahnya kepeduliaan APIP terhadap hasil
pengawasan, 4) Sarana dan prasarana kerja kurang memadai, 5) Belum ada indeks
kepuasan entitas atas layanan pengawasan, 6) SOP pengawasan belum lengkap dan belum
update, 7) Kebijakan reward dan punishment belum tersedia, 8) Kemampuan teknis APIP
belum memadai, 9) HCDP (Human Capital Development Plan) belum memadai.
Keempat, interaksi kombinasi W-T (Weaknesses-Threats), kombinasi ini berada
pada titik (3.73, 3,56) dengan luas matrik sebesar 13,244. Interaksi W-T ini merupakan
strategi yang meminimalkan kelemahan untuk mengatasi tantangan (Strategi defensif).
Kedua titik berada pada kuadran negatif, hal ini menandakan bahwa butuh usaha yang
optimal untuk membuat strategi berdasarkan W-T karena harus meminimalisasi
kelemahan yang ada dalam organisasi sementara tantangan dari luar sangat tinggi. Oleh
karena itu strategi ini bukan strategi prioritas yang harus dilakukan. Untuk gambaran
kuadaran SWOT berdasarkan luas matrik pada tiap-tiap kuadaran, digambarkan sebagi
berikut:

Universitas Indonesia
149

Gambar 4.5 Kuadran dan Luas Matrik dalam Analisis SWOT

Kuadran I (S-O) adalah strategi ini sebaiknya yang prioritas dipilih oleh Inspektorat
Jenderal, karena strategi ini yang
Sumber: paling
Hasil menguntungkan,
olahan diman
dari data primer, 2022Itjen memiliki peluang
dan kekuatan yang besar, sehingga Itjen dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan
mengerahkan resourcess yang ada. Strategi ini adalah pilihan yang utama untuk
menetapkan kebijakan agar kinerja Itjen meningkat, Itjen dalam strategi ini harus
mendukung kebijakan yang lama atau bahkan meningkatkan kebijakan yang ada.
Kuadran II (S-T) adalah strategi diversifikasi, strategi ini adalah prioritas yang
kedua untuk menetapkan kebijakan yang tepat di Inspektorat Jenderal, karena meskipun
itjen menghadapi banyak tantangan, namun Itjen memilki kekuatan dari segi internal.
Strategi yang harus diimplementasikan adalah Itjen menggunakan kekuatan yang ada di
internal organisasi untuk memanfaatkan peluang dalam jangka panjang.
Kuadaran III (W-O) adalah strategi turn around, strategi ini adalah Itjen
menghadapi peluang yang besar dari eksternal, tetapi kelemahannya lebih tinggi daripada
peluang yang ada, oleh karena itu dalam strategi ini Itjen harus fokus dalam
menyelesaikan atau meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam organisasi
sehingga bisa memanfaatkan peluang yang ada.
Kuadaran IV (W-T) adalah strategi Defensif, strategi ini adalah situasi yang sangat
tidak menguntungkan bagi organisasi, dimana organisasi memiliki kelemahan dari
internal dan memiliki tantangan yang besar dari eksternal. Biasanya organisasi seperti ini
hanya bertahan dengan kondisi yang ada.

4.4 Perumusan Strategi Kebijakan dengan Menggunakan AHP

Setelah dilakukan analisis SWOT didapatkan luas matrik yang paling besar terdapat

Universitas Indonesia
150

pada kombinasi S-O dan S-T, maka S-O dan ST adalah strategi yang paling tepat untuk
ditetapkan sebagai kebijakan ke depan, strategi S-O menghasilkan 3 strategi yang harus
dilakukan, strategi S-T menghasilkan 2 strategi utama, jadi total strategi yang akan
ditetapkan adalah sebanyak 5 strategi. Mengingat keterbatasan sumber daya yang ada di
internal Inspektorat Jenderal, maka penentuan alternatif strategi peningkatan kinerja
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dalam penelitian ini menggunakan
metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Adapun langkah-langkah dalam AHP
sebagai berikut: 1) membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama 2)
membuat matrik perbandingan
4.4.1 Decomposition (Penyusunan Hierarki)
Dengan menggunakan hierarki diharapkan permasalahan yang kompleks dapat
disederhanakan. Untuk itu penyusunan hierarki bagian penting dari AHP karena akan
digunakan oleh responden dalam melakukan penilaian. Dalam model AHP yang
digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari 4 level, dengan level puncak sebagai
focus/goal dari hirarki, yaitu peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara dengan responden, dihasilkan
hirarki yang digunakan dalam penelitian ini.

1. Level 1, merupakan tujuan utama yaitu strategi peningkatan kinerja Inspektorat


Jenderal Kementerian Dalam Negeri
2. Level 2, merupakan aktor yang dipertimbangkan yang terdiri dari 3 aktor yaitu BPKP,
PEMDA dan APIP
a. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
BPKP adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan yang berupa
audit, konsultasi, asistensi, evaluasi, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme
serta pendidikan dan pelatihan pengawasan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan PP 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,
Pasal 59 menyatakan bahwa BPKP adalah pembina Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah. Hal ini menjadi landasan yang jelas bahwa BPKP adalah pembina
APIP dan bertanggungjawab dalam upaya peningkatan kapabilitas APIP untuk
mencapai kinerja yang sukses. Selanjutnya berdasarkan Pasal 3 (j) Peraturan
Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan

Universitas Indonesia
151

Pembangunan menyatakan bahwa BPKP berfungsi melakukan pembinaan


kapabilitas pengawasan intern pemerintah dan sertifikasi jabatan fungsional
auditor.
b. Pemerintah Daerah
Pemerintah Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah atas
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Ketika urusan telah diserahkan kepada daerah maka tugas pengawasan atas
pelaksanaan urusan itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri terhadap Binwas Umum dan Binwas Teknis oleh Kementerian Teknis. Jika
daerah menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Jenderal maka
akan terwujud tata kelola pemerintahan yang baik, hal ini akan terjadi hubungan
reciprocal (timbal balik) antara Pemerintah daerah dan Inspektorat Jenderal
Kementerian Dalam Negeri. Selain itu jika kapabilitas APIP daerah telah mencapai
level 3 dari skala 5, maka tugas dan fungsi Inspektorat Jenderal selaku pembina
akan lebih ringan, dikarenakan APIP daerah telah mampu melakukan penjaminan
kualitas pada daerahnya masing-masing terhadap pelaksanaan kegiatan dan
anggararan pada daerah.
c. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaran pemerintahan daerah menyatakan
bahwa APIP melakukan pengawasan umum dan teknis atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah, selanjutnya dalam Perataruan Menteri Dalam Negeri Nomor
13 Tahun 2021 bahwa Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan internal dan
eksternal. Dalam melaksanakan pengawasan APIP melakukan reviu, monitoring,
evaluasi, pemeriksaan dan bentuk pengawasan lainnya. APIP berperan melakukan
early warning kepada auditee sehingga memitigasi temuan dari pemeriksa
eksternal, selain itu APIP melakukan monitoring dan evaluasi terhadap target-target
yang telah ditetapkan, jika target-target tercapai dan temuan dari pemeriksa
eksternal menurun atau bahkan zero, maka kinerja Inspektorat Jenderal akan dinilai
baik dan terpercaya.

Universitas Indonesia
152

3. Level 3, berupa unsur yang dipertimbangkan yang terdiri dari 3 kriteria yaitu
Tekhnologi Informasi, Kualitas SDM dan Komitmen
a. Tekhnologi Informasi, sesuai dengan Perpres 95 Tahun 2018 tentang SPBE,
dinyatakan bahwa pelayanan publik saat ini harus berbasis tekhnolgi informasi,
Inspektorat Jenderal sebagai unit kerja yang berfungsi melakukan pengawasan
harus bertransformasi dari pengawasan manual ke digitalisasi, saat ini sudah ada
aplikasi pengawasan, namun aplikasi tersebut belum mengikuti perkembangan
zaman, sehingga kegiatan-kegiatan pengawasan, seperti reviu, monitoring, evaluasi
dan pemeriksaan masih dilakukan secara tatap muka, sehingga APIP dalam
melakukan kegiatan pengawasan masih harus melakukan perjalanan dinas ke
daerah, hal ini tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar untuk biaya
perjalanan dinas dan lain-lain. Untuk itu diperlukan pengembangan tekhnologi
informasi sebagai sarana melakukan pengawasan baik dalam bentuk reviu,
monitoring, evaluasi dan pemeriksaan.
b. Kualitas SDM. Dalam melakukan pengawasan terhadap auditee baik di pusat
maupun di pemerintah daerah, APIP harus mempunyai kapabilitas di atas obyek
yang diperiksa, selain itu APIP juga harus mempunyai budaya kerja yang baik,
sehingga dalam melakukan pengawasan APIP tidak mencari-cari kesalahan, namun
APIP mampu menjadi early warning, consulting partner dan sebagai quality
assurance, untuk mewujudkan hasil pengawasan yang profesional, independent dan
objektif. Untuk itu APIP harus meningkatkan kapabilitasnya sehingga kualitas
APIP betul-betul bisa menjadi assurance dan consulting partner.
c. Komitmen. Komitmen APIP dalam melakukan pemeriksaan terhadap auditee
adalah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, poinnya adalah
APIP dalam melakukan pemeriksaan bukan untuk kepentingan pribadi atau ada
maksud-maksud tertentu yang kurang baik tapi betul-betul berkomitmen untuk
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
4. Level 4, berupa alternatif yang digunakan terdiri dari 5 alternatif strategi kebijakan
peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri. Strategi ini
disusun berdasarkan hasil analisis SWOT yang telah dilakukan sebelumnya. Sebagai
berikut:

Universitas Indonesia
153

a. Mengembangkan sistem informasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan


koordinasi hasil pengawasan dengan K/L teknis
b. Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk
menguasai perkembangan tekhnologi informasi bidang pengawasan dengan
dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
c. Meningkatakan kapabilitas APIP menjadi level 4 dengan memanfaatkan penawaran
diklat pengawasan dari lembaga pendidikan
d. Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat
permasalahan penyelenggaran pemerintahan daerah
e. Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas
pengawasan untuk meningkatkan kepercayaan entitas terhadap kinerja Itjen

Gambar 4.6 Hierarki Model AHP

Universitas Indonesia
154

Level 1 Strategi Peningkatan Kinerja Inspektorat Jenderal


Kementerian Dalam Negeri

Level 2 Badan Pemeriksa Pemerintah Aparat Pengawasan


Aktor
Keuangan dan Pembangunan Daerah Intern Pemerintah

Level 3 Tekhnologi Informasi Kualitas SDM Komitmen


Unsur

Level 4 Mengembangkan Mendorong Meningkatakan Menggunakan Mewujudkan


Strategi
sistem informasi semaksimal kapabilitas APIP kewenangan dan komitmen dan
pengawasan mungkin SDM menjadi level 4 mandat untuk dukungan
untuk efektifitas yang memiliki dengan menekan pimpinan
pelaksanaan sertifikat memanfaatkan tingginya tingkat terhadap
koordinasi hasil pengawasan penawaran diklat permasalahan pelaksanaan
pengawasan untuk menguasai pengawasan dari penyelenggaran tugas
dengan K/L perkembangan lembaga pemerintahan pengawasan
teknis tekhnologi pendidikan daerah
informasi bidang
pengawasan
dengan
dukungan dan
kerjasama
lembaga dan
sistem

Sumber: Hasil olahan peneliti (2022)

4.4.2 Comparative Judgement (Penilaian Responden Perbandingan Berpasangan)


Membuat matrik perbandingan berpasangan (pairwise comparison) yang
menggambarkan kontributif relative atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau
level yang setingkat diatasnya. Mengisi matriks perbandingan berpasangan yaitu dengan
menggunakan bilangan untuk merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen
terhadap elemen lainnya yang dimaksud dalam bentuk skala 1 sampai 9. Skala ini
mendefinisikan dan menjelaskan nilai 1 sampai 9 untuk pertimbangan dalam
perbandingan berpasangan elemen pada setiap level hirarki terhadap suatu kriteria di level
yang lebih tinggi. Apabila suatu elemen dalam matriks dan dibandingkan dengan dirinya

Universitas Indonesia
155

sendiri, maka diberi nilai 1. Jika I dibanding J mendapatkan nilai tertentu, maka J
dibanding I mendapatkan nilai kebalikannya.
Untuk mengetahui bobot dari masing-masing level pada hierarki, dilakukan
dengan menyebarkan kuesioner ke 6 responden expert, karena penilaian dilakukan oleh
lebih dari satu responden, maka dilakukan perataan jawaban responden dengan geometric
mean. Untuk menghitung Geomean sebagai berikut:

Geometric Mean= (Z1+Z2+Z3+…+Zn)/n


Z1= hasil penilaian responden pertama
Z2= hasil penilaian responden kedua
n= jumlah responden

Berikut adalah tabel hasil kuesioner dengan responden yang berupa penilaian bobot kriteria dan
hasil perhitungan dengan geometric mean.

a. Perbandingan berpasangan antara AKTOR level 2 (BPKP, PEMDA DAN APIP)

Responden (Expert)
Elemen 1 2 3 4 5 6 Geomean Elemen
BPKP 5,000 6,000 6,000 6,000 5,000 6,000 5,646 PEMDA
BPKP 0,333 0,250 0,500 0,500 0,500 0,250 0,371 APIP
PEMDA 0,143 0,143 0,167 0,143 0,143 0,167 0,150 APIP

b. Perbandingan berpasangan antara UNSUR level 3 (TEKHNOLOGI


INFORMASI, KUALITAS SDM, DAN KOMITMEN)
1) Perbandingan berpasangan antara unsur dari aktor BPKP

Responden (Expert)
Unsur 1 2 3 4 5 6 Geomean Unsur
Teknologi Informasi 0,143 0,333 0,500 0,250 0,250 0,200 0,258 Kualitas SDM
Teknologi Informasi 6,000 5,000 6,000 4,000 9,000 5,000 5,646 Komitmen
Kualitas SDM 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 9,000 Komitmen

2) Perbandingan berpasangan antara unsur dari aktor PEMDA

Responden (Expert)
Unsur 1 2 3 4 5 6 Geomean Unsur
Teknologi Informasi 0,200 0,250 0,200 0,333 0,333 0,250 0,255 Kualitas SDM

Universitas Indonesia
156

Teknologi Informasi 6,000 3,000 5,000 3,000 7,000 5,000 4,598 Komitmen
Kualitas SDM 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 Komitmen

3) Perbandingan berpasangan antara unsur dari aktor APIP

Responden (Expert)
Unsur 1 2 3 4 5 6 Geomean Unsur
Teknologi Informasi 0,111 0,111 0,111 0,250 0,333 0,500 0,196 Kualitas SDM
Teknologi Informasi 8,000 2,000 5,000 3,000 3,000 2,000 3,360 Komitmen
Kualitas SDM 7,000 7,000 7,000 8,000 7,000 9,000 7,464 Komitmen

c. Perbandingan berpasangan antara STRATEGI level 4 (AKTOR BPKP)


• alternatif A:Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan
koordinasi hasil pengawasan
• alternatif B: Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat
pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi informasi bidang
pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem yang dapat
mendukung pengawasan
• alternatif C: Meningkatkan kapabilitas APIP menjadi level 4 dengan memanfaatkan
penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan
• alternatif D: Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya
tingkat permasalahan penyelenggaran pemerintahan daerah
• alternatif E: Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan
tugas pengawasan untuk meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap kinerja

1) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen TEKHNOLOGI INFORMASI

Responden (Expert)
Alternatif Alternatif
1 2 3 4 5 6 Geomean
alternatif A 0,125 0,143 0,125 0,143 0,125 0,143 0,134 alternatif B
alternatif A 0,167 0,143 0,167 0,143 0,167 0,143 0,154 alternatif C
alternatif A 2,000 4,000 2,000 1,000 1,000 5,000 2,076 alternatif D
alternatif A 2,000 4,000 2,000 1,000 1,000 5,000 2,076 alternatif E
alternatif B 3,000 4,000 2,000 1,000 2,000 5,000 2,493 alternatif C
alternatif B 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif D
alternatif B 8,000 7,000 7,000 7,000 8,000 7,000 7,319 alternatif E
alternatif C 7,000 8,000 7,000 8,000 7,000 8,000 7,483 alternatif D
alternatif C 8,000 7,000 7,000 8,000 8,000 7,000 7,483 alternatif E
alternatif D 3,000 2,000 0,333 5,000 7,250 0,167 1,515 alternatif E

2) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen KUALITAS SDM

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,125 0,143 0,125 0,143 0,125 0,143 0,134 alternatif B

Universitas Indonesia
157

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,125 0,143 0,125 0,143 0,125 0,143 0,134 alternatif C
alternatif A 8,000 8,000 8,000 0,333 0,200 8,000 2,547 alternatif D
alternatif A 7,000 7,000 7,000 0,250 0,167 7,000 2,155 alternatif E
alternatif B 7,000 7,000 7,000 0,250 0,167 7,000 2,155 alternatif C
alternatif B 7,000 8,000 7,000 8,000 7,000 8,000 7,483 alternatif D
alternatif B 7,000 8,000 7,000 8,000 7,000 8,000 7,483 alternatif E
alternatif C 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif D
alternatif C 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif E
alternatif D 8,000 8,000 8,000 1,000 8,000 0,125 2,828 alternatif E

3) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen KOMITMEN

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,143 0,125 0,143 0,125 0,143 0,125 0,134 alternatif B
alternatif A 0,143 0,125 0,143 0,125 0,125 0,125 0,131 alternatif C
alternatif A 8,000 8,000 8,000 8,000 0,333 0,125 2,355 alternatif D
alternatif A 7,000 8,000 7,000 8,000 0,250 0,125 2,147 alternatif E
alternatif B 8,000 8,000 8,000 8,000 0,333 0,125 2,355 alternatif C
alternatif B 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif D
alternatif B 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 alternatif E
alternatif C 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif D
alternatif C 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 alternatif E
alternatif D 7,000 7,000 7,000 7,000 3,000 0,125 3,107 alternatif E

d. Perbandingan berpasangan antara unsur level 4 (PEMDA)


1) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen TEKNOLOGI INFORMASI
Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,143 0,200 0,125 0,167 0,200 0,200 0,170 alternatif B
alternatif A 0,167 0,333 0,167 0,143 0,167 0,167 0,182 alternatif C
alternatif A 3,000 4,000 2,000 3,000 4,000 3,000 3,086 alternatif D
alternatif A 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,140 alternatif E
alternatif B 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 alternatif C
alternatif B 7,000 6,000 8,000 8,000 8,000 6,000 7,109 alternatif D
alternatif B 7,000 6,000 8,000 6,000 8,000 7,000 6,952 alternatif E
alternatif C 7,000 9,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,299 alternatif D
alternatif C 8,000 8,000 8,000 6,000 7,000 8,000 7,458 alternatif E
alternatif D 5,000 5,000 3,000 5,000 3,000 0,333 2,685 alternatif E

Universitas Indonesia
158

2) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen KUALITAS SDM


Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,167 0,143 0,125 0,143 0,125 0,143 0,140 alternatif B
alternatif A 0,167 0,143 0,125 0,143 0,125 0,143 0,140 alternatif C
alternatif A 6,000 8,000 8,000 0,333 0,167 8,000 2,355 alternatif D
alternatif A 5,000 7,000 7,000 0,250 0,167 6,000 1,985 alternatif E
alternatif B 6,000 7,000 7,000 0,250 0,167 6,000 2,047 alternatif C
alternatif B 6,000 8,000 7,000 8,000 7,000 8,000 7,294 alternatif D
alternatif B 6,000 8,000 7,000 8,000 7,000 7,000 7,133 alternatif E
alternatif C 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif D
alternatif C 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif E
alternatif D 5,000 8,000 8,000 1,000 7,000 0,125 2,558 alternatif E

3) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen KOMITMEN


Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,200 0,143 0,143 0,143 0,143 0,167 0,155 alternatif B
alternatif A 0,200 0,143 0,143 0,143 0,167 0,167 0,159 alternatif C
alternatif A 7,000 8,000 8,000 8,000 0,333 0,125 2,303 alternatif D
alternatif A 7,000 7,000 7,000 6,000 0,250 0,125 2,002 alternatif E
alternatif B 6,000 8,000 8,000 8,000 0,333 0,125 2,245 alternatif C
alternatif B 6,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 7,625 alternatif D
alternatif B 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 alternatif E
alternatif C 8,000 6,000 8,000 8,000 8,000 8,000 7,625 alternatif D
alternatif C 5,000 5,000 7,000 6,000 7,000 7,000 6,099 alternatif E
alternatif D 5,000 7,000 7,000 6,000 3,000 0,125 2,863 alternatif E

e. Perbandingan berpasangan antara unsur level 4 (APIP)


1) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen TEKHNOLOGI INFORMASI

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,200 0,167 0,125 0,143 0,125 0,167 0,152 alternatif B
alternatif A 0,167 0,167 0,167 0,250 0,167 0,143 0,174 alternatif C
alternatif A 2,000 3,000 3,000 2,000 2,000 2,000 2,289 alternatif D
alternatif A 2,000 3,000 3,000 1,000 2,000 5,000 2,376 alternatif E
alternatif B 3,000 2,000 3,000 3,000 5,000 5,000 3,324 alternatif C
alternatif B 8,000 7,000 8,000 7,000 8,000 8,000 7,652 alternatif D
alternatif B 8,000 7,000 8,000 8,000 8,000 8,000 7,824 alternatif E
alternatif C 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 7,000 alternatif D
alternatif C 8,000 8,000 5,000 8,000 8,000 8,000 7,397 alternatif E

Universitas Indonesia
159

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif D 3,000 3,000 3,000 0,500 3,000 3,000 2,226 alternatif E

2) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen KUALITAS SDM

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,125 0,125 0,125 0,143 0,143 0,143 0,134 alternatif B
alternatif A 0,125 0,125 0,200 0,143 0,143 0,143 0,145 alternatif C
alternatif A 8,000 8,000 8,000 0,200 0,167 8,000 2,269 alternatif D
alternatif A 7,000 7,000 7,000 0,250 0,167 6,000 2,100 alternatif E
alternatif B 7,000 7,000 7,000 0,250 0,167 6,000 2,100 alternatif C
alternatif B 7,000 7,000 7,000 8,000 7,000 8,000 7,319 alternatif D
alternatif B 7,000 7,000 7,000 8,000 7,000 7,000 7,158 alternatif E
alternatif C 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 alternatif D
alternatif C 8,000 8,000 6,000 8,000 8,000 8,000 7,625 alternatif E
alternatif D 8,000 5,000 8,000 1,000 7,000 0,125 2,558 alternatif E

3) Perbandingan berpasangan antara unsur dari elemen KOMITMEN

Responden (Expert)
Alternatif 1 2 3 4 5 6 Geomean Alternatif
alternatif A 0,143 0,200 0,200 0,167 0,143 0,167 0,168 alternatif B
alternatif A 0,143 0,143 0,200 0,200 0,167 0,167 0,168 alternatif C
alternatif A 6,000 4,000 8,000 6,000 0,333 0,125 1,906 alternatif D
alternatif A 5,000 7,000 6,000 7,000 0,250 0,125 1,892 alternatif E
alternatif B 6,000 7,000 7,000 8,000 0,333 0,125 2,147 alternatif C
alternatif B 5,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 7,397 alternatif D
alternatif B 7,000 7,000 7,000 8,000 7,000 7,000 7,158 alternatif E
alternatif C 6,000 8,000 8,000 8,000 8,000 8,000 7,625 alternatif D
alternatif C 8,000 7,000 8,000 7,000 7,000 7,000 7,319 alternatif E
alternatif D 6,000 7,000 7,000 6,000 3,000 0,125 2,952 alternatif E

Tabel 4.11 Bobot Responden AHP

Perbandingan Responden Penggabungan


Level
Elemen 1 Elemen 2 1 2 3 4 5 6
Aktor
1 BPKP PEMDA 5.000 6.000 6.000 6.000 5.000 6.000 5.646

Universitas Indonesia
160

Perbandingan Responden Penggabungan


Level
Elemen 1 Elemen 2 1 2 3 4 5 6
2 BPKP APIP 0.333 0.250 0.500 0.500 0.500 0.250 0.371
3 PEMDA APIP 0.143 0.143 0.167 0.143 0.143 0.167 0.150
Konsistensi 0.067

Unsur BPKP
Teknologi
1 Kualitas SDM 0.143 0.333 0.500 0.250 0.250 0.200 0.258
Informasi
Teknologi
2 Komitmen 6.000 5.000 6.000 4.000 9.000 5.000 5.646
Informasi
3 Kualitas SDM Komitmen 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000 9.000
Konsistensi 0.077
BPKP
Teknologi
1 Kualitas SDM 0.200 0.250 0.200 0.333 0.333 0.250 0.255
Informasi
Teknologi
2 Komitmen 6.000 3.000 5.000 3.000 7.000 5.000 4.598
Informasi
3 Kualitas SDM Komitmen 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
Konsistensi 0.064
PEMDA
Teknologi
1 Kualitas SDM 0.111 0.111 0.111 0.250 0.333 0.500 0.196
Informasi
Teknologi
2 Komitmen 8.000 2.000 5.000 3.000 3.000 2.000 3.360
Informasi
3 Kualitas SDM Komitmen 7.000 7.000 7.000 8.000 7.000 9.000 7.464
Konsistensi 0.068

Alternatif
BPKP
Teknologi
Informasi
1 Alternatif A Alternatif B 0.125 0.143 0.125 0.143 0.125 0.143 0.134
2 Alternatif A Alternatif C 0.167 0.143 0.167 0.143 0.167 0.143 0.154
3 Alternatif A Alternatif D 2.000 4.000 2.000 1.000 1.000 5.000 2.076
4 Alternatif A Alternatif E 2.000 4.000 2.000 1.000 1.000 5.000 2.076
5 Alternatif B Alternatif C 3.000 4.000 2.000 1.000 2.000 5.000 2.493
6 Alternatif B Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
7 Alternatif B Alternatif E 8.000 7.000 7.000 7.000 8.000 7.000 7.319
8 Alternatif C Alternatif D 7.000 8.000 7.000 8.000 7.000 8.000 7.483
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 7.000 7.000 8.000 8.000 7.000 7.483
10 Alternatif D Alternatif E 3.000 2.000 0.333 5.000 7.250 0.167 1.515
Konsistensi 0.046

Kualitas SDM
1 Alternatif A Alternatif B 0.125 0.143 0.125 0.143 0.125 0.143 0.134
2 Alternatif A Alternatif C 0.125 0.143 0.125 0.143 0.125 0.143 0.134

Universitas Indonesia
161

Perbandingan Responden Penggabungan


Level
Elemen 1 Elemen 2 1 2 3 4 5 6
3 Alternatif A Alternatif D 8.000 8.000 8.000 0.333 0.200 8.000 2.547
4 Alternatif A Alternatif E 7.000 7.000 7.000 0.250 0.167 7.000 2.155
5 Alternatif B Alternatif C 7.000 7.000 7.000 0.250 0.167 7.000 2.155
6 Alternatif B Alternatif D 7.000 8.000 7.000 8.000 7.000 8.000 7.483
7 Alternatif B Alternatif E 7.000 8.000 7.000 8.000 7.000 8.000 7.483
8 Alternatif C Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
10 Alternatif D Alternatif E 8.000 8.000 8.000 1.000 8.000 0.125 2.828
Konsistensi 0.076

Komitmen
1 Alternatif A Alternatif B 0.143 0.125 0.143 0.125 0.143 0.125 0.134
2 Alternatif A Alternatif C 0.143 0.125 0.143 0.125 0.125 0.125 0.131
3 Alternatif A Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 0.333 0.125 2.355
4 Alternatif A Alternatif E 7.000 8.000 7.000 8.000 0.250 0.125 2.147
5 Alternatif B Alternatif C 8.000 8.000 8.000 8.000 0.333 0.125 2.355
6 Alternatif B Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
7 Alternatif B Alternatif E 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000
8 Alternatif C Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
9 Alternatif C Alternatif E 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000
10 Alternatif D Alternatif E 7.000 7.000 7.000 7.000 3.000 0.125 3.107
Konsistensi 0.090

PEMDA
Teknologi
Informasi
1 Alternatif A Alternatif B 0.143 0.200 0.125 0.167 0.200 0.200 0.170
2 Alternatif A Alternatif C 0.167 0.333 0.167 0.143 0.167 0.167 0.182
3 Alternatif A Alternatif D 3.000 4.000 2.000 3.000 4.000 3.000 3.086
4 Alternatif A Alternatif E 3.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000 2.140
5 Alternatif B Alternatif C 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000
6 Alternatif B Alternatif D 7.000 6.000 8.000 8.000 8.000 6.000 7.109
7 Alternatif B Alternatif E 7.000 6.000 8.000 6.000 8.000 7.000 6.952
8 Alternatif C Alternatif D 7.000 9.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.299
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 8.000 8.000 6.000 7.000 8.000 7.458
10 Alternatif D Alternatif E 5.000 5.000 3.000 5.000 3.000 0.333 2.685
Konsistensi 0.089

Kualitas SDM
1 Alternatif A Alternatif B 0.167 0.143 0.125 0.143 0.125 0.143 0.140
2 Alternatif A Alternatif C 0.167 0.143 0.125 0.143 0.125 0.143 0.140

Universitas Indonesia
162

Perbandingan Responden Penggabungan


Level
Elemen 1 Elemen 2 1 2 3 4 5 6
3 Alternatif A Alternatif D 6.000 8.000 8.000 0.333 0.167 8.000 2.355
4 Alternatif A Alternatif E 5.000 7.000 7.000 0.250 0.167 6.000 1.985
5 Alternatif B Alternatif C 6.000 7.000 7.000 0.250 0.167 6.000 2.047
6 Alternatif B Alternatif D 6.000 8.000 7.000 8.000 7.000 8.000 7.294
7 Alternatif B Alternatif E 6.000 8.000 7.000 8.000 7.000 7.000 7.133
8 Alternatif C Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
10 Alternatif D Alternatif E 5.000 8.000 8.000 1.000 7.000 0.125 2.558
Konsistensi 0.063

Komitmen
1 Alternatif A Alternatif B 0.200 0.143 0.143 0.143 0.143 0.167 0.155
2 Alternatif A Alternatif C 0.200 0.143 0.143 0.143 0.167 0.167 0.159
3 Alternatif A Alternatif D 7.000 8.000 8.000 8.000 0.333 0.125 2.303
4 Alternatif A Alternatif E 7.000 7.000 7.000 6.000 0.250 0.125 2.002
5 Alternatif B Alternatif C 6.000 8.000 8.000 8.000 0.333 0.125 2.245
6 Alternatif B Alternatif D 6.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.625
7 Alternatif B Alternatif E 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000
8 Alternatif C Alternatif D 8.000 6.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.625
9 Alternatif C Alternatif E 5.000 5.000 7.000 6.000 7.000 7.000 6.099
10 Alternatif D Alternatif E 5.000 7.000 7.000 6.000 3.000 0.125 2.863
Konsistensi 0.071

APIP
Teknologi
Informasi
1 Alternatif A Alternatif B 0.200 0.167 0.125 0.143 0.125 0.167 0.152
2 Alternatif A Alternatif C 0.167 0.167 0.167 0.250 0.167 0.143 0.174
3 Alternatif A Alternatif D 2.000 3.000 3.000 2.000 2.000 2.000 2.289
4 Alternatif A Alternatif E 2.000 3.000 3.000 1.000 2.000 5.000 2.376
5 Alternatif B Alternatif C 3.000 2.000 3.000 3.000 5.000 5.000 3.324
6 Alternatif B Alternatif D 8.000 7.000 8.000 7.000 8.000 8.000 7.652
7 Alternatif B Alternatif E 8.000 7.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.824
8 Alternatif C Alternatif D 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000 7.000
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 8.000 5.000 8.000 8.000 8.000 7.397
10 Alternatif D Alternatif E 3.000 3.000 3.000 0.500 3.000 3.000 2.226
Konsistensi 0.072

Kualitas SDM
1 Alternatif A Alternatif B 0.125 0.125 0.125 0.143 0.143 0.143 0.134
2 Alternatif A Alternatif C 0.125 0.125 0.200 0.143 0.143 0.143 0.145

Universitas Indonesia
163

Perbandingan Responden Penggabungan


Level
Elemen 1 Elemen 2 1 2 3 4 5 6
3 Alternatif A Alternatif D 8.000 8.000 8.000 0.200 0.167 8.000 2.269
4 Alternatif A Alternatif E 7.000 7.000 7.000 0.250 0.167 6.000 2.100
5 Alternatif B Alternatif C 7.000 7.000 7.000 0.250 0.167 6.000 2.100
6 Alternatif B Alternatif D 7.000 7.000 7.000 8.000 7.000 8.000 7.319
7 Alternatif B Alternatif E 7.000 7.000 7.000 8.000 7.000 7.000 7.158
8 Alternatif C Alternatif D 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 8.000 6.000 8.000 8.000 8.000 7.625
10 Alternatif D Alternatif E 8.000 5.000 8.000 1.000 7.000 0.125 2.558
Konsistensi 0.063

Komitmen
1 Alternatif A Alternatif B 0.143 0.200 0.200 0.167 0.143 0.167 0.168
2 Alternatif A Alternatif C 0.143 0.143 0.200 0.200 0.167 0.167 0.168
3 Alternatif A Alternatif D 6.000 4.000 8.000 6.000 0.333 0.125 1.906
4 Alternatif A Alternatif E 5.000 7.000 6.000 7.000 0.250 0.125 1.892
5 Alternatif B Alternatif C 6.000 7.000 7.000 8.000 0.333 0.125 2.147
6 Alternatif B Alternatif D 5.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.397
7 Alternatif B Alternatif E 7.000 7.000 7.000 8.000 7.000 7.000 7.158
8 Alternatif C Alternatif D 6.000 8.000 8.000 8.000 8.000 8.000 7.625
9 Alternatif C Alternatif E 8.000 7.000 8.000 7.000 7.000 7.000 7.319
10 Alternatif D Alternatif E 6.000 7.000 7.000 6.000 3.000 0.125 2.952
Konsistensi 0.057

Tabel di atas menunjukkan priority vector/local priority. Dari bobot/priority vector


dapat dilihat kecenderungan pendapat responden terhadap setiap kriteria. Pada kolom
konsistensi menunjukkan nilai konsistensi penilaian responden atas setiap faktor. Jika
consistency sama dengan atau kurang dari satu, maka penilaian responden dianggap
konsisten. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai CR (Consistency Ratio) dari setiap
responden telah memenuhi syarat konsistensi.

4.4.3 Synthesis of Priority (Penentuan Bobot Prioritas)


Synthesis of Priority dilakukan dengan menggunakan eigen vector method untuk
mendapatkan bobot relarif bagi unsur-unsur pengambilan keputusan. Prosesnya
dilakukan dengan mengalikan prioritas lokal dengan prioritas dari kriteria bersangkutan
di level atasnya dan menambahkannya ke tiap elemen dalam level yang dipengaruhi
kriteria. Hasilnya berupa prioritas global yang kemudian digunakan untuk memberikan

Universitas Indonesia
164

bobot pada prioritas lokal dari elemen di level terendah sesuai dengan kriterianya. Adapun
tahapannya sebagai berikut:
a. Penentuan bobot prioritas aktor
Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matriks perbandingan kriteria. Dengan menggunakan data penggabungan yaitu nilai
rata-rata geometric (geometric mean) seperti ditunjukkan pada tabel 4.12 selanjutnya
dapat dihitung bobot masing-masing aktor. Matriks perbandingan berdasarkan
penilaian responden dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.12 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Aktor

BPKP PEMDA APIP


BPKP 1.000 5.646 0.371
PEMDA 0.177 1.000 0.150
APIP 2.696 6.649 1.000
Jumlah 3.873 13.296 1.521
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)
Pada tabel di atas diketahui rata-rata perbandingan berpasangan antar kriteria yang
diberikan oleh 6 responden. Sebagai contoh, nilai 5.646 berarti aktor “BPKP” lebih
penting 5.646 kali dibanding aktor “PEMDA” demikian seterusnya. Setelah
menentukan perbandingan rata-rata variabel kriteria utama, langkah selanjutnya yaitu
menentukan bobot dengan menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat
di lihat pada gambar di bawah ini:

08/06/2022 11:38:02 Page 1 of 1


Gambar 4.7 Nilai Prioritas Level Kriteria
Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

BPKP .305
PEMDA .071
APIP .624
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022


Hasil analisis AHP pada tingkat pertama diperoleh bobot vektor prioritas dari kriteria
faktor pada strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam

Universitas Indonesia
165

Negeri (Gambar 1), yaitu: BPKP (0,305), PEMDA (0,071), dan APIP (0,624).
Berdasarkan hasil tersebut nilai prioritas tertinggi adalah aktor APIP. Nilai
inconsistency ratio pada kriteria di atas sebesar 0,07 yang menunjukkan bahwa hasil
Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima karena nilai inconsistency ratio kurang
dari 0,10 (10 persen).

a. Penentuan Prioritas Unsur dalam Aktor


1) Prioritas Unsur pada Aktor BPKP
Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan unsur dalam Aktor BPKP. Nilai rata-rata dihitung
menggunakan rumus rata-rata geometrik (geometric mean) seperti ditunjukkan
pada Tabel 4.1. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.13 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Unsur


Berdasarkan Aktor BPKP
Teknologi
Kualitas SDM Komitmen
Informasi
Teknologi Informasi 1.000 0.258 5.646
Kualitas SDM 3.870 1.000 9.000
Komitmen 0.177 0.111 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata variabel unsur pada Aktor BPKP, langkah
selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan menggunakan program Expert Choice
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.8 Prioritas Unsur pada Aktor BPKP
08/06/2022 11:17:31 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP

Teknologi Informasi .243


Kualitas SDM .699
Komitmen .058
Inconsistency = 0.08
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022


Hasil analisis AHP pada tingkat unsur berdasarkan aktor BPKP diperoleh vektor
prioritas dalam strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri, yaitu: Teknologi Informasi (0,243), Kualitas SDM (0,699), Komitmen

Universitas Indonesia
166

(0,058). Berdasarkan hasil tersebut nilai prioritas tertinggi pada aktor BPKP adalah
kualitas SDM. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan level unsur di atas sebesar
0,08 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

2) Prioritas Unsur pada Aktor PEMDA


Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan unsur dalam aktor PEMDA. Nilai rata-rata dihitung
menggunakan rumus rata-rata geometrik (geometric mean) seperti ditunjukkan
pada Tabel 4.1. Hasil perhitungan dapat di lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.14 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Unsur


Berdasarkan Aktor PEMDA

Teknologi Informasi Kualitas SDM Komitmen


Teknologi Informasi 1.000 0.255 4.598
Kualitas SDM 3.915 1.000 8.000
Komitmen 0.217 0.125 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata variabel unsur pada Aktor, langkah


selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan menggunakan program Expert Choice
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

08/06/2022 11:19:16 Page 1 of 1


Gambar 4.9 Prioritas Unsur pada Aktor PEMDA
Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA

Teknologi Informasi .234


Kualitas SDM .699
Komitmen .067
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP pada tingkat unsur berdasarkan Aktor PEMDA diperoleh vektor
prioritas dalam strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri, yaitu: Teknologi Informasi (0,234), Kualitas SDM (0,699),

Universitas Indonesia
167

Komitmen (0,067). Berdasarkan hasil tersebut nilai prioritas tertinggi pada Aktor
PEMDA adalah kualitas SDM. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan level
unsur di atas sebesar 0,07 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses
(AHP) dapat diterima karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

3) Prioritas Unsur pada Aktor APIP


Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan unsur dalam Aktor APIP. Nilai rata-rata dihitung
menggunakan rumus rata-rata geometrik (geometric mean) seperti ditunjukkan
pada Tabel 4.1. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 4.15 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Unsur


Berdasarkan Aktor APIP

Teknologi
Kualitas SDM Komitmen
Informasi
Teknologi Informasi 1.000 0.196 3.360
Kualitas SDM 5.095 1.000 7.464
Komitmen 0.298 0.134 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata variabel unsur pada Aktor, langkah


selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan menggunakan program Expert Choice
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di bawah:

Gambar 4.10 Prioritas Unsur pada Aktor APIP


08/06/2022 11:19:51 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Prioriti es with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja I nspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP

Teknol ogi Informasi .190


Kual itas SDM .735
Komitmen .075
I nconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022


Hasil analisis AHP pada tingkat unsur berdasarkan Aktor APIP diperoleh vektor
prioritas dalam strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Dalam Negeri, yaitu: Teknologi Informasi (0,190), Kualitas SDM (0,735),
Komitmen (0,075). Berdasarkan hasil tersebut nilai prioritas tertinggi pada Aktor

Universitas Indonesia
168

APIP adalah kualitas SDM. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan level unsur
di atas sebesar 0,07 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP)
dapat diterima karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

b. Penentuan Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP


1) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dengan unsur Teknologi
Informasi
Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Teknologi
Informasi. Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat
dibentuk matrik perbandingan antar alternative sebagai berikut:

Tabel 4.16 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Teknologi Informasi

A B C D E
A 1.000 0.134 0.154 2.076 2.076
B 7.483 1.000 2.493 8.000 7.319
C 6.481 0.401 1.000 7.483 7.483
D 0.482 0.125 0.134 1.000 1.515
E 0.482 0.137 0.134 0.660 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan skor alternatif dalam unsur Teknologi Informasi


pada Aktor BPKP, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah:

Gambar 4.11 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur


Teknologi Informasi

Universitas Indonesia
169
08/06/2022 11:21:48 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP
>Teknologi Informasi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.075
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .502...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .331
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.050
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.043 unt...
Inconsistency = 0.04
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor BPKP
dalam unsur Teknologi Informasi diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi
dalam strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri, adalah alternatif B (0,502) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM
yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
alternatif berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Teknologi Informasi di atas
sebesar 0,04 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat
diterima karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

2) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dengan unsur Kualitas SDM


Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Kualitas
SDM. Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat dibentuk
matrik perbandingan antar alternatif sebagai berikut:

fabi

Tabel 4.17 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Kualitas SDM

A B C D E

Universitas Indonesia
170

A 1.000 0.134 0.134 2.547 2.155


B 7.483 1.000 2.155 7.483 7.483
C 7.483 0.464 1.000 8.000 8.000
D 0.393 0.134 0.125 1.000 2.828
E 0.464 0.134 0.125 0.354 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata skor alternatif dalam unsur Kualitas


SDM pada Aktor BPKP, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah:

Gambar 4.12 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur


Kualitas SDM
08/06/2022 11:23:09 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP
>Kualitas SDM

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.077
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .472...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .357
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.056
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.038 unt...
Inconsistency = 0.08
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor BPKP
dalam unsur Kualitas SDM diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi dalam
strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
adalah alternatif B (0,472) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM yang
memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
antar alternatif berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Kualitas SDM di atas sebesar
0,08 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

3) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP dengan unsur Komitmen


fabi

Universitas Indonesia
171

Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Komitmen.
Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat dibentuk matrik
perbandingan antar alternatif sebagai berikut:

Tabel 4.18 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan


Aktor BPKP dalam unsur Komitmen
A B C D E
A 1.000 0.134 0.131 2.355 2.147
B 7.483 1.000 2.355 8.000 7.000
C 7.652 0.425 1.000 8.000 7.000
D 0.425 0.125 0.125 1.000 3.107
E 0.466 0.143 0.143 0.322 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata skor alternatif dalam unsur Kualitas


SDM pada Aktor BPKP, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Gambar 4.13 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor BPKP


dalam unsur Komitmen
08/06/2022 11:23:30 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP
>Komitmen

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.075
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .482...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .346
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.058
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.039 unt...
Inconsistency = 0.09
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor BPKP
dalam unsur Komitmen diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi dalam
strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
adalah alternatif B (0,482) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM yang

Universitas Indonesia
172

memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi


informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
antar alternatif berdasarkan Aktor BPKP dalam unsur Komitmen di atas sebesar
0,09 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

c. Penentuan Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA


1) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dengan unsur Teknologi
Informasi
Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Teknologi
Informasi. Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat
dibentuk matrik perbandingan antar alternative sebagai berikut:

Tabel 4.19 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Teknologi Informasi

A B C D E
A 1.000 0.170 0.182 3.086 2.140
B 5.896 1.000 3.000 7.109 6.952
C 5.485 0.333 1.000 6.952 7.458
D 0.324 0.141 0.144 1.000 2.685
E 0.467 0.144 0.134 0.372 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan skor alternatif dalam unsur Teknologi Informasi


pada Aktor PEMDA, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Gambar 4.14 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur


Teknologi Informasi

Universitas Indonesia
173

14/06/2022 22:07:21 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA
>Teknologi Informasi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.092
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .496...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .313
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.058
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.041 unt...
Inconsistency = 0.09
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor PEMDA
dalam unsur Teknologi Informasi diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi
dalam strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri, adalah alternatif B (0,496) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM
yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
alternatif berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Teknologi Informasi di atas
sebesar 0,09 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat
diterima karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

2) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dengan unsur Kualitas SDM


Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Kualitas
SDM. Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat dibentuk
fabi

matrik perbandingan antar alternatif sebagai berikut:

Tabel 4.20 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif Berdasarkan


Aktor PEMDA dalam unsur Kualitas SDM

Universitas Indonesia
174

A B C D E
A 1.000 0.140 0.140 2.355 1.985
B 7.133 1.000 2.047 7.294 7.133
C 7.133 0.489 1.000 8.000 8.000
D 0.425 0.137 0.125 1.000 2.558
E 0.504 0.140 0.125 0.391 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata skor alternatif dalam unsur Kualitas


SDM pada Aktor PEMDA, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Gambar 4.15 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA


dalam unsur Kualitas SDM
14/06/2022 22:08:34 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA
>Kualitas SDM

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.077
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .464...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .362
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.057
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.040 unt...
Inconsistency = 0.06
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor PEMDA
dalam unsur Kualitas SDM diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi dalam
strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
adalah alternatif B (0,472) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM yang
memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
antar alternatif berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Kualitas SDM di atas
sebesar 0,08 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat
diterima karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).
fabi

3) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dengan unsur Komitmen

Universitas Indonesia
175

Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Komitmen.
Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat dibentuk matrik
perbandingan antar alternatif sebagai berikut:

Tabel 4.21 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Komitmen

A B C D E
A 1.000 0.155 0.159 2.303 2.002
B 6.450 1.000 2.245 7.625 7.000
C 6.287 0.445 1.000 7.625 6.099
D 0.434 0.131 0.131 1.000 2.863
E 0.500 0.143 0.164 0.349 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata skor alternatif dalam unsur Kualitas


SDM pada Aktor PEMDA, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Gambar 4.16 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor PEMDA dalam


unsur Komitmen

14/06/2022 22:09:11 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA
>Komitmen

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.082
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .476...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .338
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.061
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.043 unt...
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor PEMDA
dalam unsur Komitmen diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi dalam
strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,

Universitas Indonesia
176

adalah alternatif B (0,476) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM yang


memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
antar alternatif berdasarkan Aktor PEMDA dalam unsur Komitmen di atas sebesar
0,07 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

d. Penentuan Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP


1) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dengan unsur Teknologi
Informasi
Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Teknologi
Informasi. Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat
dibentuk matrik perbandingan antar alternative sebagai berikut:

Tabel 4.22 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Teknologi Informasi

A B C D E
A 1.000 0.152 0.174 2.289 2.376
B 6.573 1.000 3.324 7.652 7.824
C 5.754 0.301 1.000 7.000 7.397
D 0.437 0.131 0.143 1.000 2.226
E 0.421 0.128 0.135 0.449 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan skor alternatif dalam unsur Teknologi Informasi


pada Aktor APIP, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:
Gambar 4.17 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dalam
unsur Teknologi Informasi

Universitas Indonesia
177
14/06/2022 22:10:32 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP
>Teknologi Informasi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.081
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .525...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .301
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.054
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.039 unt...
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor APIP
dalam unsur Teknologi Informasi diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi
dalam strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri, adalah alternatif B (0,525) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM
yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
alternatif berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Teknologi Informasi di atas sebesar
0,07 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

2) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dengan unsur Kualitas SDM


Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Kualitas
SDM. Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat dibentuk
matrik perbandingan antar alternatif sebagai
fabi berikut:

Tabel 4.23 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Kualitas SDM

A B C D E
A 1.000 0.134 0.145 2.269 2.100
B 7.483 1.000 2.100 7.319 7.158

Universitas Indonesia
178

C 6.919 0.476 1.000 8.000 7.625


D 0.441 0.137 0.125 1.000 2.558
E 0.476 0.140 0.131 0.391 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata skor alternatif dalam unsur Kualitas


SDM pada Aktor APIP, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Gambar 4.18
14/06/2022 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP
22:10:58 Pagedalam
1 of 1
unsur Kualitas SDM
Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP
>Kualitas SDM

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.077
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .472...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .354
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.057
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.040 unt...
Inconsistency = 0.06
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor APIP
dalam unsur Kualitas SDM diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi dalam
strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
adalah alternatif B (0,472) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM yang
memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem
yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan
antar alternatif berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Kualitas SDM di atas sebesar
0,06 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

3) Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dengan unsur Komitmen


Hasil dari kuesioner yang diberikan kepada responden selanjutnya disusun dalam
matrik perbandingan alternatif berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Komitmen.

fabi
Universitas Indonesia
179

Nilai rata-rata geometrik (geometric mean) pada Tabel 4.1 dapat dibentuk matrik
perbandingan antar alternatif sebagai berikut:

Tabel 4.24 Penilaian Rata-Rata Matriks Perbandingan Alternatif


Berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Komitmen

A B C D E
A 1.000 0.168 0.168 1.906 1.892
B 5.944 1.000 2.147 7.397 7.158
C 5.944 0.466 1.000 7.625 7.319
D 0.525 0.135 0.131 1.000 2.952
E 0.528 0.140 0.137 0.339 1.000
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian (2022)

Setelah menentukan perbandingan rata-rata skor alternatif dalam unsur Kualitas


SDM pada Aktor APIP, langkah selanjutnya yaitu menentukan bobot dengan
menggunakan program Expert Choice yang hasilnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini:

Gambar 4.19 Prioritas Alternatif Berdasarkan Aktor APIP dalam


unsur Komitmen
14/06/2022 22:11:23 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP
>Komitmen

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.079
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .467...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .348
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.064
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.041 unt...
Inconsistency = 0.06
with 0 missing judgments.

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022


Hasil analisis AHP mengenai bobot prioritas alternatif berdasarkan Aktor APIP
dalam unsur Komitmen diperoleh vektor prioritas alternatif paling tinggi dalam
strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
adalah alternatif B (0,467) yaitu: “Mendorong semaksimal mungkin SDM yang
memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi
informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem

Universitas Indonesia
180

yang dapat mendukung pengawasan”. Nilai inconsistency ratio pada perbandingan


antar alternatif berdasarkan Aktor APIP dalam unsur Komitmen di atas sebesar 0,06
yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP) dapat diterima
karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).

e. Penentuan Prioritas Alternatif Strategi secara Global


Berdasarkan Hasil analisis AHP secara keseluruhan menunjukkan bahwa prioritas
pilihan alternatif strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam
Negeri adalah sebagai berikut:
Gambar 4.20 Prioritas Global Aktor, Unsur danPage
14/06/2022 22:13:16 Alternatif
1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Treeview

Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian


Dalam Negeri
BPKP (L: .305)
Teknologi Informasi (L: .243)
Kualitas SDM (L: .699)
Komitmen (L: .058)
PEMDA (L: .071)
Teknologi Informasi (L: .234)
Kualitas SDM (L: .699)
Komitmen (L: .067)
APIP (L: .624)
Teknologi Informasi (L: .190)
Kualitas SDM (L: .735)
Komitmen (L: .075)

Alternatives

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan


.077
koordinasi hasil pengawasan
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan
untuk menguasai perkembangan tekhnologi informasi bidang pengawasan
.480
dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem yang dapat
mendukung pengawasan
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk
.346
meningkatkan kapabilitas APIP
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat
.057
permasalahan penyelenggaran pemerintahan daerah
Mew ujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas
pengawasan untuk meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap kinerja
.040
Itjen

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022


Berdasarkan tampilan hasil pembobotan dengan AHP di atas, dapat diketahui bahwa
dalam rangka peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri,
fabi

menurut penilaian responden aktor yang paling realistis dalam pelaksanaannya adalah
APIP karena memiliki bobot prioritas tertinggi yaitu 0,624. APIP dianggap memiliki
kewenangan paling besar dalam upaya peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal

Universitas Indonesia
181

Kementerian Dalam Negeri. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka urutan prioritas
kebijakannya adalah sebagai berikut:
14/06/2022 22:12:30 Page 1 of 1
Gambar 4.21 Prioritas Global Alternatif

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Synthesis: Summary

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Berdasarkan hasil uji konsistensi, dapat diketahui nilai inconsistency ratio pada secara
global sebesar 0,07 yang menunjukkan bahwa hasil Analisis Hirarki Proses (AHP)
dapat diterima karena nilai inconsistency ratio kurang dari 0,10 (10 persen).
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui prioritas alternatif adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.25 Hasil Penentuan Bobot Prioritas Alternatif

Kode Alternatif Bobot Prioritas


Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk
A 0.077 3
efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawasan
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang
memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai
perkembangan tekhnologi informasi bidang
B 0.480 1
pengawasan dengan dukungan dan kerjasama
lembaga dan sistem yang dapat mendukung
pengawasan
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari
C lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabilitas 0.346 2
APIP
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk
D menekan tingginya tingkat permasalahan 0.057 4
penyelenggaran pemerintahan daerah
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan
E 0.040 5
terhadap pelaksanaan tugas pengawasan
fabi untuk

Universitas Indonesia
182

Kode Alternatif Bobot Prioritas


meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap
kinerja Itjen
Jumlah 1.000
Sumber: Hasil Pengolahan AHP, 2022
Berdasarkan hasil AHP diketahui pada urutan pertama alternatif yang dapat digunakan
adalah mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan
untuk menguasai perkembangan tekhnologi informasi bidang pengawasan dengan
dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem yang dapat mendukung pengawasan.

4) Analisis Sensitivitas
Berdasarkan penilaian responden yang telah diolah di atas, maka dapat dianalisi
sensitivitas perubahan penilaian responden. Hasil analisis dapat disajikan dalam
gambar berikut:

Gambar 4.22 Ringkasan Analisis Sensitivitas


Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Strategi peningkatan kinerja
Inspektorat Jenderal Kementeri > BPKP (L: .305)

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Strategi peningkatan kinerja


Inspektorat Jenderal Kementeri > PEMDA (L: .071)

Objectives Names

Teknologi In Teknologi Informasi


Kualitas SDM Kualitas SDM
Komitmen Komitmen

Alternatives Names

Mengembangka Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawasa

Mendorong se Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perke
Objectives Names
Memanfaatkan Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabi
Teknologi In Teknologi Informasi
Universitas Indonesia
Menggunakan
Kualitas SDM Kualitas SDM kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan
Menggunakan
penyelengga
Komitmen Komitmen
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan untuk
Mewujudkan k
183

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Strategi peningkatan kinerja


Inspektorat Jenderal Kementeri > APIP (L: .624)

Sumber: Hasil Pengolahan AHP (Expert Choice), 2022

Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa jika kualitas SDM meningkat
dari 69,9% menjadi 73,5%, maka urutan prioritas alternatif strategi tetap sama.
Demikian pula jika teknologi informasi berubah dari 24,3% menjadi 19,0% hasil
urutan prioritas alternatif strategi tetap yaitu tertinggi adalah “Mendorong
semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai
Objectives Names

perkembangan
Teknologi In tekhnologi
Teknologi Informasi informasi bidang pengawasan dengan dukungan dan

kerjasama
Kualitas SDM lembaga dan sistem yang dapat mendukung pengawasan” dan paling
Kualitas SDM
Komitmen Komitmen
rendah yaitu “Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap
Alternatives Names
pelaksanaan tugas pengawasan untuk meningkatkan kepercayaan stakeholder
terhadap kinerja
Mengembangka Itjen”. Dariaplikasi
Mengembangkan pengawasan
analisis untuk efektifitas
sensitivitas di ataspelaksanaan koordinasi hasil
dapat disimpulkan pengawasa
bahwa
hirarki
Mendorongyang
se disusun semaksimal
Mendorong dalam upaya
mungkin peningkatan
SDM yang memilikikinerja Inspektorat
sertifikat pengawasan untukJenderal
menguasai perke

Kementerian
Memanfaatkan
Dalam Negeri tidak terlalu sensitif. Artinya, dari alternatif strategi
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabi
yang disusun dalam upaya peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan
Menggunakan
penyelengga
Dalam Negeri relatif stabil terhadap dinamika perubahan lingkungan internal
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan untuk
Mewujudkan k
maupun eksternal.
meni

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil analisis SWOT
menunjukkan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri dapat melakukan ekspansi
atau pengembangan terhadap program-program dan kebijakan yang telah ada, hal ini

Universitas Indonesia
184

dikarenakan skor kekuatan dan peluang yang cukup besar dan sangat berimbang. Hal ini
menajdi modal utama Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri untuk melakuakn
perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik. Namun Inspektorat Jenderal juga harus
waspada karena faktor kelemahan dan tantangan yang cukup tinggi, terkait hal ini
Inspektorat Jenderal harus membuat kebijakan dengan meminimalisir kelemahan dan
tantangan seperti: melakukan redesain struktur organisasi, hasi pengawasan dapat
memberikan value added bagi entitas, meningkatkan kepedulian APIP terhadap hasil
pengawasan, menyediakan sarana dan prasarana kerja yang memadai, menciptakan
indeks kepuasan entitas, melengkapi dan meng-update SOP pengawasan, menyediakan
kebijakan reward and punishmen, meningkatkan kemampuan APIP untuk melakukan
tugas-tugas pengawasan, dan menyediakan program Human Capital Development
Program (HCDP) yang berkelanjutan. Adapun strategi yang harus dilakukan adalah
mendorong semaksimal mungkin sumber daya manusia yang memiliki sertifikat
pengawasan untuk menguasai perkembangan tekhnologi informasi bidang pengawasan.

5.2 Saran
Sebagaimana simpulan di atas, peneliti dalam penelitian ini memberikan beberapa
saran sebagai berikut:
1. Perlu adanya diklat atau studi banding ke kementerian atau lembaga lain yang telah
melakukan pengawasan berupa reviu, monitoring, evaluasi dan audit berbasis
tekhnologi informasi, sehingga pengawasan yang selama ini dilakukan secara manual
dapat beralih ke teknologi informasi.
2. Perlunya memberikan apresiasi kepada APIP yang berkinerja tinggi, salah satunya
dengan mengikutsertakan dalam short course pengawasan di luar negeri sebagai salah
satu upaya peningkatan motivasi.
3. Perlu adanya rencana tentang pengembangan kapabilitas APIP melalui program
Human Capital Development Plan yang berkesinambungan, sehingga nilai kapabilitas
APIP yang saat ini masih level 3 dari skala 5 dapat meningkat menjadi level 4, hal ini
selain berdampak positif terhadap kinerja organisasi juga berpengaruh terhadap nilai
RB Kementerian Dalam Negeri.
4. Perlu adanya kebijakan untuk membuat SOP pengawasan dan mengupdate SOP yang
tidak relevan dengan perkembangan zaman.

Universitas Indonesia
185

Universitas Indonesia
186

DAFTAR PUSTAKA
Buku:

Abdullah, S., & Junita, A. (2020). Determinan Kinerja Anggaran pada Organisasi
Perangkat Daerah. Akuntabilitas, 13(1), 109-124.
Aditama, P. B., & Widowati, N. (2017). Analisis Kinerja Organisasi Pada Kantor
Kecamatan Blora. Journal of Public Policy and Management Review, 6(2), 283-
295.
Aikins, S. K. 2011. An Examination of Government Internal Audits’ Role In Improving
Financial Performance. Public Finance and Management. Volume 11, Number
4, pp. 306-
Akhtulov, A. L., Ivanova, L. A., & Charushina, E. B. (2020, April). Analysis of the
formation and evaluation of performance indicators and efficiency of the
organization’s management system processes. In Journal of Physics: Conference
Series (Vol. 1515, No. 5, p. 052032). IOP Publishing.
Ambarwati, A. (2018). Perilaku Dan Teori Organisasi. Approaches Seventh Edition.
Assex: Pearson Education Limited.
Bianchi, C., & Rivenbark, W. C. (2014). Performance management in local government:
The application of system dynamics to promote data use. International Journal of
Public Administration, 37(13), 945-954.

Boynton, W. C. and Johnson, R. N. 2006. Modern Auditing: Assurance Services and The
Integrity of Financial Reporting (8th edition), New Jersey: John Wiley & Sons,
Inc.
Byars, L. L., & Rue, L. W. (2008). Performance management systems. Human Resource
Management. New York, NY: McGraw-Hill, 215-31.
Chaturvedi, D., & Gautam, V. (2013). Performance contracting as an instrument for
improving performance in government: An Indian experience. International
Journal of Public Administration, 36(6), 408-425.

Coruhlu, Y. E., Baser, V., & Yildiz, O. (2021). Object-based geographical data model for
determination of the cemetery sites using SWOT and AHP integration. Survey
Review, 53(377), 108-121.

Cohen. A & G Sayag., 2010., The Effectiveness of Internal Auditing: An Epirical


Examination of its Determinants in Israeli Organizations, Australian Accounting
Review,vol. 20,no 54,pp296-307

Cressey, D. R. (1953). Other people's money; a study of the social psychology of


embezzlement.
187

Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2017). Research design: Qualitative, quantitative,


and mixed methods approaches. Sage publications.
Daft, Richard. (2013). Era Baru Manajemen. Edisi 8 Buku 1, Salemba Empat, Jakarta.

Davis, D., & Daley, B. J. (2008). The learning organization and its dimensions as key
faktors in firms' performance. Human Resource Development
International, 11(1), 51-66.

Dhakal, S., Karki, P., & Shrestha, S. (2021). Cross-border electricity trade for Nepal: a
SWOT-AHP analysis of barriers and opportunities based on stakeholders’
perception. International Journal of Water Resources Development, 37(3), 559-
580.
Durgin, A., Mahoney, A., Cox, C., Weetjens, B. J., & Poling, A. (2014). Using task
clarification and feedback training to improve staff performance in an East
African nongovernmental organization. Journal of Organizational Behavior
Management, 34(2), 122-143.

Gago, D., Mendes, P., Murta, P., Cabrita, N., & Teixeira, M. R. (2022). Stakeholders’
Perceptions of New Digital Energy Management Platform in Municipality of
Loulé, Southern Portugal: A SWOT-AHP Analysis. Sustainability, 14(3), 1445.

Ghorbani, M. K., Hamidifar, H., Skoulikaris, C., & Nones, M. (2022). Concept-Based
Integration of Project Management and Strategic Management of Rubber Dam
Projects Using the SWOT–AHP Method. Sustainability, 14(5), 2541.

Gilad, S. (2021). Mixing qualitative and quantitative methods in pursuit of richer answers
to real-world questions. Public Performance & Management Review, 44(5), 1075-
1099.

Halachmi, A. (2002). Performance measurement, accountability, and improved


performance. Public Performance & Management Review, 25(4), 370-374.

Halachmi, A. (2002). Who gets what, when, and how: performance measures for
accountability? For improved performance?. International review of public
administration, 7(1), 85-95.

Hatch, M. J., & Cunliffe, A. L. (2013). Chapter 6: Organizational Culture. Organization


Theory, Modern, symbolic, and Postmodern perspectives, 158-185.

Jones, G. R., & Jones, G. R. (2013). Organizational theory, design, and change (pp. 31-
33). Upper Saddle River, NJ: Pearson.

Kadarisman, M. (2019). The influence of compensation, development, and supervision


towards the performance of civil servants in depok city government,
Indonesia. Cogent Psychology, 6(1), 1620402.

Universitas Indonesia
188

Kaymaz, Ç. K., Birinci, S., & Kızılkan, Y. (2022). Sustainable development goals
assessment of Erzurum province with SWOT-AHP analysis [Erratum: March
2022, Vol. 24 (3), p. 3013].

Lubis, H., & Huseini, M. (2009). Pengantar Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro.
Jakarta (ID): UI.

Manullang, M. (2005). Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press.

Moeheriono, E., & Si, D. M. (2012). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.

Neuman, 2014, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative.

Niven, P.R. (2003). BSC step by step for government & non profit agencies. New York:
John Wiley & Sons Inc.

Oreski, D. (2012). Strategy development by using SWOT-AHP. Tem Journal, 1(4), 283-
291.

Permadi, Bambang. (1992). AHP. Pusat Antar Universitas – Studi Ekonomi Universitas
Indonesia

Rahayu, A. Y. S. (2015). Manajemen Perubahan dan Inovasi. Jakarta: UI Press.

Ramadhani, & Triyulianti, E. (2016). Perancangan Balanced Scorecard sebagai


Pengukuran Kinerja pada PT Asuransi MSIG Indonesia. Jurnal Manajemen dan
Organisasi, VII(2), 140–153.

Rangkuti, Freddy. (2019). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Reading, Sobel, Anderson, ect, 2009, Internal Auditing : Assurance and Consulting
Riccucci, N. M. (2010). Public administration: Traditions of inquiry and
philosophies of knowledge. Georgetown University Press.

Riduwan. 2002. Skala Pengukuran Variabel – variabel Penelitian. Alfabeta, Bandung.

Riyadini, B. (2013). Policy Implementation of Researchers in Indonesia. Widyariset,


16(1), 189-200.

Robbins, S. P., & Judge, T. (2012). Essentials of organizational behavior.

Saaty, Thomas L. (1993). Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin. (Liana


Setiono, Penerjemah). Jakarta: LPPM & PT Pustaka Binamaan Pressindo

Universitas Indonesia
189

Selvarajan, T. T., & Cloninger, P. A. (2012). Can performance appraisals motivate


employees to improve performance? A Mexican study. The International Journal
of Human Resource Management, 23(15), 3063-3084. Services, The Institute of
Internal Auditor.

Sugiyono (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


Alfabeta.

Wheelen, T.J dan Hunger, J.D. (2012). Strategic Management and Business Policy.
Pearson. USA.

Wibowo, 2008 Managing Change Pengantar Manajemen Perubahan.Bandung: Alfabeta.

Wibowo. (2012). Manajemen Perubahan. PT. Rajagrafindo Persada: Jakarta

Wibowo, (2020). Perilaku Dalam Organisasi, PT RajaGrafindo Persada: Depok

Heryana, Ade. (2020). Pengertian Organisasi dan Teori Organisasi.


https://www.researchgate.net/profile/Ade-Heryana/publication/343392909_
Pengertian_Organisasi_dan_Teori_Organisasi/links/5f27fb9892851cd302d593de
/Pengertian-Organisasi-dan-Teori-Organisasi.pdf. diunduh pada tanggal 22 Mei
2022

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern


Pemerintah

Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan


Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2021 tentang Kementerian Dalam Negeri

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2021 terkait Organisasi dan Tata Kerja
Kemendagri

Universitas Indonesia
190

LAMPIRAN

Universitas Indonesia
191

Lampiran I
(Administrasi dan Dokumentasi FGD)

Undangan Narasumber FGD dari Akademisi

Universitas Indonesia
192

Undangan Narasumber FGD dari BPKP

Universitas Indonesia
193

Undangan Peserta FGD Tahap I (Internal)

DOKUMENTASI

Universitas Indonesia
194

Dokumentasi FGD Tahap I

Universitas Indonesia
195

Undangan Peserta FGD Tahap II


(Internal dan Eskternal)

Universitas Indonesia
196

Dokumentasi FGD Tahap II


(Internal dan Eksternal)

Universitas Indonesia
197

Lampiran 3. Rekap Kuesioner dan Perhitungan Mean Geometrik

Universitas Indonesia
198

Lampiran 2
Rekap Kuesioner dan Perhitungan Mean Geometrik

A. Berkaitan dengan upaya pencapaian tujuan strategi terbaik dalam peningkatan kinerja
Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, maka aktor mana yang dianggap
realistis untuk melakukannya?
Penilaian
Elemen 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Elemen
1. BPKP PEMDA
2. BPKP APIP
3. PEMDA APIP

B. Bila aktor dalam peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam


Negeri adalah BPKP, sasaran mana yang dianggap lebih tepat untuk diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
4. Teknologi Kualitas
Informasi SDM
5. Teknologi
Informasi Komitmen
6. Kualitas
SDM Komitmen

C. Bila aktor dalam peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam


Negeri adalah Pemda, sasaran mana yang dianggap lebih tepat untuk diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
7. Teknologi Kualitas
Informasi SDM
8. Teknologi
Informasi Komitmen
9. Kualitas
SDM Komitmen

D. Bila aktor dalam peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam


Negeri adalah APIP, sasaran mana yang dianggap lebih tepat untuk diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
10. Teknologi Kualitas
Informasi SDM
11. Teknologi
Informasi Komitmen
12. Kualitas
SDM Komitmen

Universitas Indonesia
199

E. Bila Tekhnologi Informasi sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor BPKP,
strategi mana lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
13. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

14. Mengembangkan Memanfaatkan


aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan
koordinasi hasil
pengawasan
15. Mengembangkan Menggunakan
aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
16. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
17. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai untuk
perkembangan meningkatkan
tekhnologi kapabilitas
informasi APIP
18. Mendorong Menggunakan
semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah

Universitas Indonesia
200

19. Mendorong Mewujudkan


semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi
20. Memanfaatkan Menggunakan
penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah
21. Memanfaatkan Mewujudkan
penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
22. Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

F. Bila Tekhnologi Informasi sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor Pemda,
strategi mana lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
23. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi
24. Mengembangkan Memanfaatkan
aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan untuk
meningkatkan
kapabilitas
APIP

Universitas Indonesia
201

25. Mengembangkan Menggunakan


aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
26. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
27. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

28. Mendorong Menggunakan


semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah

29. Mendorong Mewujudkan


semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi

30. Memanfaatkan Menggunakan


penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah

Universitas Indonesia
202

31. Memanfaatkan Mewujudkan


penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
32. Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

G. Bila Tekhnologi Informasi sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor APIP,
strategi mana lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
33. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

34. Mengembangkan Memanfaatkan


aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan
35. Mengembangkan Menggunakan
aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
36. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan

Universitas Indonesia
203

37. Mendorong Memanfaatkan


semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai untuk
perkembangan meningkatkan
tekhnologi kapabilitas
informasi APIP

38. Mendorong Menggunakan


semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah

39. Mendorong Mewujudkan


semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi

40. Memanfaatkan Menggunakan


penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah

41. Memanfaatkan Mewujudkan


penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
42. Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

Universitas Indonesia
204

H. Bila Kualitas SDm sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor BPKP, strategi
mana lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
43. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

44. Mengembangkan Memanfaatkan


aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan untuk
meningkatkan
kapabilitas
APIP
45. Mengembangkan Menggunakan
aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
46. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
47. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai untuk
perkembangan meningkatkan
tekhnologi kapabilitas
informasi APIP
48. Mendorong Menggunakan
semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah

Universitas Indonesia
205

49. Mendorong Mewujudkan


semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi
50. Memanfaatkan Menggunakan
penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah
51. Memanfaatkan Mewujudkan
penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
52. Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

I. Bila SDM sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor PEMDA, strategi mana
lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
53. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

54. Mengembangkan Memanfaatkan


aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan untuk
meningkatkan
kapabilitas
APIP

Universitas Indonesia
206

55. Mengembangkan Menggunakan


aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
56. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
57. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai untuk
perkembangan meningkatkan
tekhnologi kapabilitas
informasi APIP

58. Mendorong Menggunakan


semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah

59. Mendorong Mewujudkan


semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi

60. Memanfaatkan Menggunakan


penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah
61. Memanfaatkan Mewujudkan
penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan

Universitas Indonesia
207

62. Menggunakan Mewujudkan


kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

J. Bila SDM sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor APIP, strategi mana lebih
tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
63. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

64. Mengembangkan Memanfaatkan


aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan untuk
meningkatkan
kapabilitas
APIP
65. Mengembangkan Menggunakan
aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
66. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan

67. Mendorong Memanfaatkan


semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

Universitas Indonesia
208

68. Mendorong Menggunakan


semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah
69. Mendorong Mewujudkan
semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi untuk
informasi bidang meningkatkan
pengawasan kepercayaan
dengan stakeholder
dukungan dan terhadap
kerjasama kinerja Itjen
lembaga dan
sistem yang
dapat
mendukung
pengawasan
70. Memanfaatkan Menggunakan
penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah
71. Memanfaatkan Mewujudkan
penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan

72. Menggunakan Mewujudkan


kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

Universitas Indonesia
209

K. Bila Komitmen sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor BPKP, strategi
mana lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
73. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi
74. Mengembangkan Memanfaatkan
aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan untuk
meningkatkan
kapabilitas
APIP

75. Mengembangkan Menggunakan


aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
76. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
77. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai untuk
perkembangan meningkatkan
tekhnologi kapabilitas
informasi APIP

Universitas Indonesia
210

78. Mendorong Menggunakan


semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah
79. Mendorong Mewujudkan
semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi
80. Memanfaatkan Menggunakan
penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah
81. Memanfaatkan Mewujudkan
penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
82. Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

L. Bila Komitmen sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor PEMDA, strategi
mana lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
83. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

Universitas Indonesia
211

84. Mengembangkan Memanfaatkan


aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan
85. Mengembangkan Menggunakan
aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah
86. Mengembangkan Mewujudkan
aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
87. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi

88. Mendorong Menggunakan


semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah
89. Mendorong Mewujudkan
semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi
90. Memanfaatkan Menggunakan
penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah

Universitas Indonesia
212

91. Memanfaatkan Mewujudkan


penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
92. Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

M. Bila Komitmen sebagai sasaran yang lebih penting dengan aktor APIP, strategi mana
lebih tepat diprioritaskan?
Penilaian
Unsur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Unsur
93. Mengembangkan Mendorong
aplikasi semaksimal
pengawasan mungkin SDM
untuk efektifitas yang memiliki
pelaksanaan sertifikat
koordinasi hasil pengawasan
pengawasan untuk
menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi
94. Mengembangkan Memanfaatkan
aplikasi penawaran
pengawasan diklat
untuk efektifitas pengawasan
pelaksanaan dari lembaga
koordinasi hasil pendidikan
pengawasan untuk
meningkatkan
kapabilitas
APIP
95. Mengembangkan Menggunakan
aplikasi kewenangan
pengawasan dan mandat
untuk efektifitas untuk menekan
pelaksanaan tingginya
koordinasi hasil tingkat
pengawasan permasalahan
penyelenggaran
pemerintahan
daerah

Universitas Indonesia
213

96. Mengembangkan Mewujudkan


aplikasi komitmen dan
pengawasan dukungan
untuk efektifitas pimpinan
pelaksanaan terhadap
koordinasi hasil pelaksanaan
pengawasan tugas
pengawasan
97. Mendorong Memanfaatkan
semaksimal penawaran
mungkin SDM diklat
yang memiliki pengawasan
sertifikat dari lembaga
pengawasan pendidikan
untuk menguasai
perkembangan
tekhnologi
informasi
98. Mendorong Menggunakan
semaksimal kewenangan
mungkin SDM dan mandat
yang memiliki untuk menekan
sertifikat tingginya
pengawasan tingkat
untuk menguasai permasalahan
perkembangan penyelenggaran
tekhnologi pemerintahan
informasi daerah
99. Mendorong Mewujudkan
semaksimal komitmen dan
mungkin SDM dukungan
yang memiliki pimpinan
sertifikat terhadap
pengawasan pelaksanaan
untuk menguasai tugas
perkembangan pengawasan
tekhnologi
informasi
100.Memanfaatkan Menggunakan
penawaran diklat kewenangan
pengawasan dari dan mandat
lembaga untuk menekan
pendidikan tingginya
untuk tingkat
meningkatkan permasalahan
kapabilitas APIP penyelenggaran
pemerintahan
daerah
101.Memanfaatkan Mewujudkan
penawaran diklat komitmen dan
pengawasan dari dukungan
lembaga pimpinan
pendidikan terhadap
untuk pelaksanaan
meningkatkan tugas
kapabilitas APIP pengawasan
102.Menggunakan Mewujudkan
kewenangan dan komitmen dan
mandat untuk dukungan
menekan pimpinan
tingginya tingkat terhadap
permasalahan pelaksanaan
penyelenggaran tugas
pemerintahan pengawasan
daerah

Universitas Indonesia
214

Perhitungan AHP dengan Ms. Excel

A. Perhitungan Bobot antar Aktor

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan Berpasangan


BPKP PEMDA APIP
BPKP 1.000 5.646 0.371
PEMDA 0.177 1.000 0.150
APIP 2.696 6.649 1.000
Jumlah 3.873 13.296 1.521

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Eigen Vektor
BPKP PEMDA APIP Jumlah (Bobot)
BPKP 0.258 0.425 0.244 0.927 0.309
PEMDA 0.046 0.075 0.099 0.220 0.073
APIP 0.696 0.500 0.657 1.854 0.618
Jumlah 1.000 1.000 1.000 3.000 1.000
3. Menghitung Eigen Maksimum
Eigen Maksimum (Lamda Max) dihitung dengan tahapan:
a) Menghitung perkalian jumlah kolom matriks perbandingan berpasangan dengan bobot.
b) Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
c) Jumlahkan hasil bagi di atas dengan banyaknya elemen yang ada, hasilnya disebut λ maksimal.
BPKP PEMDA APIP Eigen Vector
BPKP 1.000 5.646 0.371 0.309 0.952
PEMDA 0.177 1.000 0.150 0.073 0.221
APIP 2.696 6.649 1.000 x 0.618 = 1.938

0.952 0.309 3.081


0.221 : 0.073 = 3.015
1.938 0.618 3.136
Eigen Maks 3.077
4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)
Perhitungan
CR
Eigen Maks 3.077
CI 0.039
RI 0.580
CR 0.067
Keterangan Konsisten

5. Kesimpulan
No. Elemen Bobot Prioritas

Universitas Indonesia
215

1 BPKP 0.309 2
2 PEMDA 0.073 3
3 APIP 0.618 1
Jumlah 1.000

B. Perhitungan Bobot Unsur dalam Aktor BPKP

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan


Berpasangan
Teknologi Kualitas
Informasi SDM Komitmen
Teknologi 1.000 0.258 5.646
Informasi
Kualitas 3.870 1.000 9.000
SDM
Komitmen 0.177 0.111 1.000
Jumlah 5.047 1.370 15.646

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Eigen
Teknologi Kualitas Vektor
Informasi SDM Komitmen Jumlah (Bobot)
Teknologi
Informasi 0.198 0.189 0.361 0.748 0.249
Kualitas
SDM 0.767 0.730 0.575 2.072 0.691
Komitmen 0.035 0.081 0.064 0.180 0.060
Jumlah 1.000 1.000 1.000 3.000 1.000

3. Menghitung Eigen Maksimum


Teknologi Kualitas Eigen
Informasi SDM Komitmen Vector
Teknologi 0.249
Informasi 1.000 0.258 5.646 0.767
Kualitas
SDM 3.870 1.000 9.000
0.691 2.196
Komitmen 0.177 0.111 1.000 x 0.060 = 0.181

0.767 0.249 3.076


2.196 : 0.691 = 3.179
0.181 0.060 3.013
Eigen
Maks 3.090
4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)

Universitas Indonesia
216

Perhitungan
CR
Eigen
Maks 3.090
CI 0.045
RI 0.580
CR 0.077
Keterangan Konsisten

5. Kesimpulan
No. Unsur Bobot Prioritas
Teknologi
0.249 2
1 Informasi
Kualitas
0.691 1
2 SDM
3 Komitmen 0.060 3
Jumlah 1.000

C. Perhitungan Bobot Unsur dalam Aktor PEMDA

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan Berpasangan


Teknologi Kualitas
Informasi SDM Komitmen
Teknologi 1.00 0.26 4.60
Informasi
Kualitas 3.91 1.00 8.00
SDM
Komitmen 0.22 0.13 1.00
Jumlah 5.13 1.38 13.60

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Eigen
Teknologi Kualitas Vektor
Informasi SDM Komitmen Jumlah (Bobot)
Teknologi
Informasi 0.19 0.19 0.34 0.72 0.24
Kualitas
SDM 0.76 0.72 0.59 2.08 0.69
Komitmen 0.04 0.09 0.07 0.21 0.07
Jumlah 1.00 1.00 1.00 3.00 1.00

3. Menghitung Eigen Maksimum

Universitas Indonesia
217

Teknologi Kualitas Eigen


Informasi SDM Komitmen Vector
Teknologi 0.24
Informasi 1.00 0.26 4.60 0.73
Kualitas
SDM 3.91 1.00 8.00
0.69 2.18
Komitmen 0.22 0.13 1.00 x 0.07 = 0.21

0.73 0.24 3.06


2.18 : 0.69 = 3.15
0.21 0.07 3.01
Eigen
Maks 3.07

4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)


Perhitungan
CR
Eigen
Maks 3.075
CI 0.037
RI 0.580
CR 0.064
Keterangan Konsisten

5. Kesimpulan
No. Unsur Bobot Prioritas
Teknologi
0.24 2
1 Informasi
Kualitas
0.69 1
2 SDM
3 Komitmen 0.07 3
Jumlah 1.00

D. Perhitungan Bobot Unsur dalam Aktor APIP

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan


Berpasangan
Teknologi Kualitas
Informasi SDM Komitmen
Teknologi 1.00 0.20 3.36
Informasi
Kualitas 5.10 1.00 7.46
SDM

Universitas Indonesia
218

Komitmen 0.30 0.13 1.00


Jumlah 6.39 1.33 11.82

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Teknologi Kualitas Eigen Vektor
Informasi SDM Komitmen Jumlah (Bobot)
Teknologi
Informasi 0.16 0.15 0.28 0.59 0.20
Kualitas
SDM 0.80 0.75 0.63 2.18 0.73
Komitmen 0.05 0.10 0.08 0.23 0.08
Jumlah 1.00 1.00 1.00 3.00 1.00

3. Menghitung Eigen Maksimum


Teknologi Kualitas Eigen Vector
Informasi SDM Komitmen
Teknologi 0.20
Informasi 1.00 0.20 3.36 0.60
Kualitas
SDM 5.10 1.00 7.46
0.73 2.30
Komitmen 0.30 0.13 1.00 x 0.08 = 0.23

0.60 0.20 3.05


2.30 : 0.73 = 3.17
0.23 0.08 3.01
Eigen
Maks 3.08

4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)


Perhitungan
CR
Eigen
Maks 3.078
CI 0.039
RI 0.580
CR 0.068
Keterangan Konsisten

Universitas Indonesia
219

5. Kesimpulan
No. Unsur Bobot Prioritas
Teknologi
Informasi
0.20 2
1
Kualitas
SDM
0.73 1
2
3 Komitmen 0.08 3
Jumlah 1.00

Universitas Indonesia
220

E. Perhitungan Bobot Alternatif dalam Teknologi Informasi

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan Berpasangan


A B C D E
A 1.000 0.134 0.154 2.076 2.076
B 7.483 1.000 2.493 8.000 7.319
C 6.481 0.401 1.000 7.483 7.483
D 0.482 0.125 0.134 1.000 1.515
E 0.482 0.137 0.134 0.660 1.000
Jumlah 15.928 1.796 3.914 19.219 19.393

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Eigen Vektor
A B C D E Jumlah (Bobot)
A 0.063 0.074 0.039 0.108 0.107 0.392 0.078
B 0.470 0.557 0.637 0.416 0.377 2.457 0.491
C 0.407 0.223 0.255 0.389 0.386 1.661 0.332
D 0.030 0.070 0.034 0.052 0.078 0.264 0.053
E 0.030 0.076 0.034 0.034 0.052 0.226 0.045
Jumlah 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000

3. Menghitung Eigen Maksimum


A B C D E Eigen Vector
A 1.000 0.134 0.154 2.076 2.076 0.078 0.399
B 7.483 1.000 2.493 8.000 7.319 0.491 2.660
C 6.481 0.401 1.000 7.483 7.483 x 0.332 = 1.771
D 0.482 0.125 0.134 1.000 1.515 0.053 0.265
E 0.482 0.137 0.134 0.660 1.000 0.045 0.229

0.399 0.078 5.092


2.660 0.491 5.412
1.771 : 0.332 = 5.331
0.265 0.053 5.016
0.229 0.045 5.067
Eigen
Maks 5.207

4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)


Perhitungan CR
Eigen Maks 5.207
CI 0.052

Universitas Indonesia
221

RI 1.120
CR 0.046
Keterangan Konsisten

F. Perhitungan Bobot Alternatif dalam Kualitas SDM

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan


Berpasangan
A B C D E
A 1.000 0.134 0.134 2.547 2.155
B 7.483 1.000 2.155 7.483 7.483
C 7.483 0.464 1.000 8.000 8.000
D 0.393 0.134 0.125 1.000 2.828
E 0.464 0.134 0.125 0.354 1.000
Jumlah 16.823 1.865 3.538 19.384 21.466

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Eigen
Vektor
A B C D E Jumlah (Bobot)
A 0.059 0.072 0.038 0.131 0.100 0.401 0.080
B 0.445 0.536 0.609 0.386 0.349 2.325 0.465
C 0.445 0.249 0.283 0.413 0.373 1.762 0.352
D 0.023 0.072 0.035 0.052 0.132 0.314 0.063
E 0.028 0.072 0.035 0.018 0.047 0.199 0.040
Jumlah 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000

3. Menghitung Eigen
Maksimum
Eigen
A B C D E Vector
A 1.000 0.134 0.134 2.547 2.155 0.080 0.435
B 7.483 1.000 2.155 7.483 7.483 0.465 2.592
C 7.483 0.464 1.000 8.000 8.000 x 0.352 = 1.989
D 0.393 0.134 0.125 1.000 2.828 0.063 0.313
E 0.464 0.134 0.125 0.354 1.000 0.040 0.205

0.435 0.080 5.429

Universitas Indonesia
222

2.592 0.465 5.574


1.989 : 0.352 = 5.644
0.313 0.063 4.992
0.205 0.040 5.151
Eigen
Maks 5.340

4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)


Perhitun
gan CR
Eigen Maks 5.340
CI 0.085
RI 1.120
CR 0.076
Konsist
Keterangan en

5. Kesimpulan
Alternat
No Bobot Prioritas
if
1 A 0.080 3
2 B 0.465 1
3 C 0.352 2
4 D 0.063 4
5 E 0.040 5
Jumlah 1.000

Universitas Indonesia
223

G. Perhitungan Bobot Alternatif dalam Komitmen

1. Tabel Matrik Awal Perbandingan Berpasangan


A B C D E
A 1.000 0.134 0.131 2.355 2.147
B 7.483 1.000 2.355 8.000 7.000
C 7.652 0.425 1.000 8.000 7.000
D 0.425 0.125 0.125 1.000 3.107
E 0.466 0.143 0.143 0.322 1.000
Jumlah 17.025 1.826 3.754 19.677 20.255

2. Tabel Matrik Normalisasi dan Nilai Eigen Vektor


Eigen
Vektor
A B C D E Jumlah (Bobot)
A 0.059 0.073 0.035 0.120 0.106 0.392 0.078
B 0.440 0.548 0.627 0.407 0.346 2.367 0.473
C 0.449 0.233 0.266 0.407 0.346 1.701 0.340
D 0.025 0.068 0.033 0.051 0.153 0.331 0.066
E 0.027 0.078 0.038 0.016 0.049 0.209 0.042
Jumlah 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 5.000 1.000

3. Menghitung Eigen
Maksimum
Eigen
A B C D E Vector
A 1.000 0.134 0.131 2.355 2.147 0.078 0.432
B 7.483 1.000 2.355 8.000 7.000 0.473 2.684
C 7.652 0.425 1.000 8.000 7.000 x 0.340 = 1.964
D 0.425 0.125 0.125 1.000 3.107 0.066 0.331
E 0.466 0.143 0.143 0.322 1.000 0.042 0.216

0.432 0.078 5.504


2.684 0.473 5.671
1.964 : 0.340 = 5.775
0.331 0.066 5.006
Eigen
0.216 0.042 Maks 5.157
5.402
4. Menghitung Rasio Konsistensi (CR)

Universitas Indonesia
224

Perhitungan
CR
Eigen Maks 5.402
CI 0.101
RI 1.120
CR 0.090
Keterangan Konsisten

5. Kesimpulan
No Alternatif Bobot Prioritas
1 A 0.078 3
2 B 0.473 1
3 C 0.340 2
4 D 0.066 4
5 E 0.042 5
Jumlah 1.000

Universitas Indonesia
225

H. Perhitungan Bobot Global (Sintesa Global)

Bobot Alternatif
No AKTOR Bobot UNSUR Bobot A B C D E
Teknologi
1 BPKP 0.309 Informasi 0.249 0.078 0.491 0.332 0.053 0.045
Kualitas
SDM 0.691 0.080 0.465 0.352 0.063 0.040
Komitmen 0.060 0.078 0.473 0.340 0.066 0.042
Teknologi
2 PEMDA 0.073 Informasi 0.239 0.078 0.491 0.332 0.053 0.045
Kualitas
SDM 0.692 0.080 0.465 0.352 0.063 0.040
Komitmen 0.069 0.078 0.473 0.340 0.066 0.042
Teknologi
3 APIP 0.618 Informasi 0.196 0.078 0.491 0.332 0.053 0.045
Kualitas
SDM 0.727 0.080 0.465 0.352 0.063 0.040
Komitmen 0.077 0.078 0.473 0.340 0.066 0.042
Total Bobot 0.080 0.471 0.347 0.061 0.041
Contoh Perhitungan:
Bobot alternatif A = (0,309 x 0,249 x 0,078) + (0,309 x 0,691 x 0,080) + (0,309 x 0,060
x 0,078) + (0,073 x 0,239 x 0,078) + (0,073 x 0,692 x 0,080) +
(0,073 x 0,069 x 0,078) + (0,618 x 0,196 x 0,078) + (0,618 x 0,727
x 0,080) + (0,618 x 0,077 x 0,078)
= 0,080
Kesimpulan:
Kode Alternatif Bobot Prioritas
Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas
A pelaksanaan koordinasi hasil pengawasan
0.080 3
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki
sertifikat pengawasan untuk menguasai perkembangan
tekhnologi informasi bidang pengawasan dengan 0.471 1
dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem yang
B dapat mendukung pengawasan
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari
lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabilitas 0.347 2
C APIP
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan
tingginya tingkat permasalahan penyelenggaran 0.061 4
D pemerintahan daerah
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan
terhadap pelaksanaan tugas pengawasan untuk
0.041 5
meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap
E kinerja Itjen
Jumlah 1.000

Universitas Indonesia
226

Lampiran 3
Output Perhitungan dengan Expert Choice

A. Hasil Perhitungan Bobot untuk level 1 (Aktor)

08/06/2022 11:14:56 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Numerical Assessment

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BPKP PEMDA

Compare the relative importance with respect to: Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspek

BPKP PEMDA APIP


BPKP 5.65 (2.7)
PEMDA (6.65)
APIP Incon: 0.07

08/06/2022 11:38:02 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

BPKP .305
PEMDA .071
APIP .624
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

fabi

Universitas Indonesia
227

B. Hasil Perhitungan Bobot untuk level 2 (Unsur)


B1. Perbandingan Bobot Unsur Pada Aktor BPKP

08/06/2022 11:17:31 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP

Teknologi Informasi .243


Kualitas SDM .699
Komitmen .058
Inconsistency = 0.08
with 0 missing judgments.

B2. Perbandingan Bobot Unsur Pada Aktor PEMDA

08/06/2022 11:19:16 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA

Teknologi Informasi .234


Kualitas SDM .699
Komitmen .067
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

B3. Perbandingan Bobot Unsur Pada Aktor APIP

fabi

Universitas Indonesia
228

08/06/2022 11:19:51 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP

Teknologi Informasi .190


Kualitas SDM .735
Komitmen .075
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

C. Hasil Penentuan Bobot Alternatif dalam Unsur pada Aktor


C1. Aktor BPKP
1. Bobot Alternatif pada aktor BPKP dalam Unsur Teknologi Informasi

08/06/2022 11:21:48 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP
>Teknologi Informasi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.075
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .502...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .331
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.050
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.043 unt...
Inconsistency = 0.04
with 0 missing judgments.

2. Bobot Alternatif pada aktor BPKP dalam Unsur Kualitas SDM


08/06/2022 11:23:09 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


fabi
Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP
>Kualitas SDM

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.077
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .472...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .357
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.056
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.038 unt...
Inconsistency = 0.08
with 0 missing judgments.

Universitas Indonesia
229

3. Bobot Alternatif pada aktor BPKP dalam Unsur Komitmen

08/06/2022 11:23:30 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>BPKP
>Komitmen

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.075
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .482...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .346
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.058
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.039 unt...
Inconsistency = 0.09
with 0 missing judgments.

fabi

Universitas Indonesia
230

C2. Aktor PEMDA


1. Bobot Alternatif pada aktor PEMDA dalam Unsur Teknologi Informasi
14/06/2022 22:07:21 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA
>Teknologi Informasi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.092
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .496...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .313
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.058
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.041 unt...
Inconsistency = 0.09
with 0 missing judgments.

2. Bobot Alternatif pada aktor PEMDA dalam Unsur Kualitas SDM

14/06/2022 22:08:34 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA
>Kualitas SDM

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.077
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .464...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .362
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.057
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.040 unt...
Inconsistency = 0.06
with 0 missing judgments.

3. Bobot Alternatif pada aktor PEMDA dalam Unsur Komitmen


14/06/2022 22:09:11 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>PEMDA
>Komitmen
fabi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.082
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .476...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .338
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.061
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.043 unt...
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

Universitas Indonesia
231

Universitas Indonesia
232

C3. Aktor APIP


1. Bobot Alternatif pada aktor APIP dalam Unsur Teknologi Informasi

14/06/2022 22:10:32 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP
>Teknologi Informasi

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.081
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .525...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .301
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.054
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.039 unt...
Inconsistency = 0.07
with 0 missing judgments.

2. Bobot Alternatif pada aktor APIP dalam Unsur Kualitas SDM

14/06/2022 22:10:58 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP
>Kualitas SDM

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...


.077
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .472...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .354
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.057
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.040 unt...
Inconsistency = 0.06
with 0 missing judgments.

3. Bobot Alternatif pada aktor APIP dalam Unsur Komitmen

14/06/2022 22:11:23 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Priorities with respect to:


Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri
>APIP
>Komitmen

fabi
Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawa...
.079
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai .467...
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan .348
k...
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan penye...
.064
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan.041 unt...
Inconsistency = 0.06
with 0 missing judgments.

Universitas Indonesia
233

D. Ringkasan Penentuan Bobot Global (Sintesa Global)

14/06/2022 22:12:30 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Synthesis: Summary

fabi

Universitas Indonesia
234

14/06/2022 22:13:16 Page 1 of 1

Model Name: peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri

Treeview

Goal: Strategi peningkatan kinerja Inspektorat Jenderal Kementerian


Dalam Negeri
BPKP (L: .305)
Teknologi Informasi (L: .243)
Kualitas SDM (L: .699)
Komitmen (L: .058)
PEMDA (L: .071)
Teknologi Informasi (L: .234)
Kualitas SDM (L: .699)
Komitmen (L: .067)
APIP (L: .624)
Teknologi Informasi (L: .190)
Kualitas SDM (L: .735)
Komitmen (L: .075)

Alternatives

Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan


.077
koordinasi hasil pengawasan
Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan
untuk menguasai perkembangan tekhnologi informasi bidang pengawasan
.480
dengan dukungan dan kerjasama lembaga dan sistem yang dapat
mendukung pengawasan
Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk
.346
meningkatkan kapabilitas APIP
Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat
.057
permasalahan penyelenggaran pemerintahan daerah
Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas
pengawasan untuk meningkatkan kepercayaan stakeholder terhadap kinerja
.040
Itjen

E. Analisis Sensitivitas
fabi

Universitas Indonesia
235

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Strategi peningkatan kinerja


Inspektorat Jenderal Kementeri > BPKP (L: .305)

Objectives Names

Teknologi In Teknologi Informasi


Kualitas SDM Kualitas SDM
Komitmen Komitmen

Alternatives Names

Mengembangka Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawasa

Mendorong se Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perke

Memanfaatkan Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabi

Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan


Menggunakan
penyelengga

Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan untuk
Mewujudkan k
meni

Universitas Indonesia
236

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Strategi peningkatan kinerja


Inspektorat Jenderal Kementeri > PEMDA (L: .071)

Objectives Names

Teknologi In Teknologi Informasi


Kualitas SDM Kualitas SDM
Komitmen Komitmen

Alternatives Names

Mengembangka Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawasa

Mendorong se Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perke

Memanfaatkan Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabi

Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan


Menggunakan
penyelengga

Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan untuk
Mewujudkan k
meni

Universitas Indonesia
237

Dynamic Sensitivity for nodes below: Goal: Strategi peningkatan kinerja


Inspektorat Jenderal Kementeri > APIP (L: .624)

Objectives Names

Teknologi In Teknologi Informasi


Kualitas SDM Kualitas SDM
Komitmen Komitmen

Alternatives Names

Mengembangka Mengembangkan aplikasi pengawasan untuk efektifitas pelaksanaan koordinasi hasil pengawasa

Mendorong se Mendorong semaksimal mungkin SDM yang memiliki sertifikat pengawasan untuk menguasai perke

Memanfaatkan Memanfaatkan penawaran diklat pengawasan dari lembaga pendidikan untuk meningkatkan kapabi

Menggunakan kewenangan dan mandat untuk menekan tingginya tingkat permasalahan


Menggunakan
penyelengga

Mewujudkan komitmen dan dukungan pimpinan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan untuk
Mewujudkan k
meni

Universitas Indonesia
238

Universitas Indonesia
239

Lampiran 4
Kuesioner Penelitian

Universitas Indonesia
240

Universitas Indonesia
241

Hasil Responden Internal

Universitas Indonesia
242

Universitas Indonesia
243

Universitas Indonesia
244

Hasil Responden Eksternal

Universitas Indonesia
245

Rekapitulasi Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Profesi

Universitas Indonesia
246

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai