Anda di halaman 1dari 320

MODEL PENILAIAN BERPIKIR KRITIS TERINTEGRASI

KETERAMPILAN PROSES SAINS MATA PELAJARAN KIMIA SMA

Oleh:
KRISWANTORO
17701261018

Disertasi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan


untuk mendapatkan gelar Doktor Pendidikan
Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2021
ABSTRAK

KRISWANTORO: Model Penilaian Berpikir Kritis Terintegrasi Keterampilan


Proses Sains Mata Pelajaran Kimia SMA. Disertasi. Yogyakarta: Program
Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta, 2021.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menghasilkan model penilaian yang akurat,
dan terpercaya, (2) menguji kualitas model, (3) mendeskripsikan hasil penilaian, dan
(4) menguji kelayakan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses
sains peserta didik SMA.
Proses dalam penyusunan model penilaian ini menggunakan pendekatan
Design and Development. Pengembangan model penilaian berpikir kritis terintegrasi
keterampilan proses sains mengacu pada model Ellis & Levy, terdiri atas: (1)
identifikasi masalah (2) penetapan tujuan, (3) desain dan pengembangan model, (4)
pengujian model, (5) evaluasi hasil pengujian model, dan (6) penyebaran model.
Instrumen pengumpulan data berupa tes berbentuk esai. Penskoran untuk tes esai
dalam penelitian ini menggunakan data politomus dengan pendekatan
Multidimensional Item Response Theory (MIRT) dengan Multidimensi Graded
Response Model (M-GRM).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model penilaian telah berhasil
dikembangkan berbentuk soal esai dengan memiliki konstruk instrumen berpikir
kritis terdiri dari menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), mencipta (C6) serta
keterampilan proses sains terdiri dari mengobservasi, mengkomunikasikan,
menginferensi, membuat data, dan merancang eksperimen, (2) validitas isi dan
validitas konstruk dari model penilaian telah terbukti valid dinyatakan fit dengan data
yang diperoleh di lapangan, dan model penilaian yang dikembangkan reliabel dengan
karakteristik nilai MDISC dan MDIFF dalam kategori baik, (3) deskripsi hasil
penilaian model yang dikembangkan berada pada rata-rata kategori sedang untuk
kemampuan kimia, dan (4) model yang dikembangkan sangat layak dan dapat
digunakan untuk pengukuran lebih luas ditinjau dari praktikabilitas dan keefektifan.
Kata Kunci: model penilaian, berpikir kritis, terintegrasi, keterampilan proses sains.

ii
ABSTRACT

KRISWANTORO: A Critical Thinking Assessment Model Integrated with Science


Process Skills on Chemistry for Senior High School. Dissertation. Yogyakarta:
Graduate School, Yogyakarta State University 2021.

This study aims to (1) produce an accurate and reliable assessment model, (2)
test the quality of the model, (3) describe of the assessment results, and (4) test the
appropriateness of critical thinking skills integrated with science process skills of
High School students.
The construction of this assessment model was done using the Design and
Development approach. The development of the assessment model of critical thinking
integrated with science process skills refers to Ellis & Levy model, consisting of: (1)
problem identification (2) goal setting, (3) design and development model, (4) model
testing, (5) evaluation of model test results, and (6) model deployment. The data
collection instrument was in the form of an essay test. The scoring for the essay test
in this study used polytomous data with the Multidimensional Item Response Theory
(MIRT) approach Multidimensional Graded Response Model (M-GRM).
The results showed that (1) the assessment model has been successfully
developed in the form of an essay problem by having a critical thinking instrument
construct consisting of analyzing (C4), evaluating (C5), creating (C6) and science
process skills consisting of observing, communicating, inferencing, making data, and
designing experiment, (2) the content validity and the construct validity of the
assessment model have been proven valid to be declared fit with the data obtained in
the field, and the assessment model developed is reliable with the characteristics of
the MDISC and MDIFF values in the good category, (3) the description of the results
of the assessment of the developed model is in the medium category average for
chemical abilities, and (4) the model developed is very feasible and can be used for
wider measurements in terms of practicability and effectiveness.

Keywords: assessment models, critical thinking, integrated, science process skills.

iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Kriswantoro

Nomor Mahasiswa : 17701261018

Program Studi : Penelitian dan Evaluasi Pendidikan

Dengan ini menyatakan bahwa disertasi ini merupakan hasil karya saya sendiri dan

belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar doktor di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya dalam disertasi ini tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, Juni 2021

Yang membuat pernyataan,

Kriswantoro

NIM: 17701261018

iv
LEMBAR PERSETUJUAN
MODEL PENILAIAN BERPIKIR KRITIS TERINTEGRASI
KETERAMPILAN PROSES SAINS MATA PELAJARAN KIMIA SMA

KRISWANTORO
NIM. 17701261018

Dipertahankan di depan Dewan Penguji Ujian Akhir Disertasi


Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta
Tanggal: 28 Juni 2021

TIM PENGUJI

Dr. Widyastuti Purbani, M.A. 13 Juli 2021


(Ketua/Penguji) ..…… ……… ……………

Prof . Dr. Edi Istiyono, M. Si 12 Juli 2021


(Sekretaris/Penguji) ..…… ……… ……………

Prof. Dr. Badrun Kartowagiran, M. Pd. 6 Juli 2021


(Promotor 1/Penguji) ..… …… …… ……………

Prof . Dr. Eli Rohaeti, M. Si. 5 Juli 2021


(Promotor 2/Penguji) ..…………… ……………

Prof. Dr. Sri Handayani, M.Si. 12 Juli 2021


(Penguji 2) …………….. ……………

Dr. Sri Yamtinah, M.Pd. 5 Juli 2021


(Penguji 1) .……………. ……………

Yogyakarta,9 Agustus 2021.


Program Pascasarjana
Universitas Negeri Yogyakarta
Direktur,

Prof. Dr. Anik Ghufron, M.Pd.


NIP 19621111 198803 1 001
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah melimpahkan

segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

penelitian disertasi yang berjudul “Model Penilaian Berpikir Kritis Terintegrasi

Keterampilan Proses Sains Mata Pelajaran Kimia SMA”.

Shalawat teriring salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,

yang telah berjuang menegakkan islam di muka bumi. Sholawat beserta salam juga

kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan umatnya yang senantiasa memegang

teguh Al-Quran dan As-Sunnah sebagai pedoman hidupnya.

Penyusunan penelitian disertasi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan untuk

memperoleh gelar Doktor Pendidikan pada program studi Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Pada kesempatan

ini juga penulis mengucapkan terima kasih pada pihak-pihak yang telah banyak

membantu dalam membimbing maupun memberikan dukungan moral dalam

penyelesaian penelitian disertasi ini, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes, AIFO., selaku Rektor Universitas

Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

menuntut ilmu.

2. Bapak Prof. Dr. Anik Ghufron, M.Pd., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mengizinkan penulis untuk

vi
menggunakan fasilitas selama penulis belajar sehingga dapat menyelesaikan

penelitian disertasi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Badrun Kartowagiran, M.Pd., selaku Ketua Program Studi

Penelitian dan Evaluasi Pendidikan sekaligus sebagai Promotor yang dengan

sabar mengarahkan, membimbing, dan selalu memotivasi sehingga penulisan

penelitian disertasi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Ibu Prof. Dr. Eli Rohaeti, M. Si., selaku Dosen Kopromotor yang telah

memberikan motivasi, waktu, dan kesabarannya dalam memberikan

bimbingan kepada penulis sampai terselesaikannya penyusunan penelitian

disertasi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Samsul Hadi, M.T., Bapak Prof. Edi Istiyono, M.Si., Ibu

Dr.Widihastuti, M.Pd., Ibu Dr. Isana Supiah Yosephine Louise, M.Si., Bapak

Dr.Suwardi, M.Si., Bapak Agus Iswanto, S.Pd., dan Bapak Nurul Huda, S.Pd.,

yang telah berkenan menjadi validator beserta logical judgement yang telah

memberikan masukan-masukan sehingga disertasi ini menjadi lebih baik.

6. Kepala sekolah dan majelis Guru khususnya Guru mata pelajaran Kimia Kelas

XI SMA Negeri 1 Sleman, SMA Negeri 2 Sleman, SMA Negeri 1 Depok,

SMA Negeri 1 Ngaglik, SMA Negeri 2 Ngaglik, SMA Negeri 1 Ngemplak,

SMA Negeri 1 Mlati, SMA Negeri 1 Seyegan, SMA Negeri 1 Pakem, SMA

Negeri 1 Cangkringan dan SMA Negeri 1 Tempel atas do’a dan keramahan

dan kerjasamanya dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan

disertasi ini.

vii
7. Kedua orang tua, Bapak Kasihono dan Almarhumah Ibu Rosmani, S. Pd.,

terimakasih atas segala cinta, ketulusan, kasih sayang, serta dukungan dan

do’a yang dipanjatkan selalu mengiringi setiap langkahku sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi.

8. Kakakku Krisna Erma Leni dan Salmandri yang telah memberikan semangat

dan dukungan serta motivasi selama penulis menjalani perkuliahan di

Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.

9. Teman-teman seperjuangan Program Studi S3 Penelitian dan Evaluasi

Pendidikan angkatan 2017 yang telah banyak memberikan dukungan dan

semangat sehingga penelitian disertasi ini dapat terselesaikan.

Semua pihak yang tidak saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan

bantuan pelaksanaan penelitian dan penyusunan dalam disertasi ini. Semoga bantuan

yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT. Teriring

harapan dan doa semoga Allah SWT membalas amal kebaikan dari berbagai pihak

tersebut. Tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan disertasi ini,

untuk itu penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan semoga disertasi ini bisa

bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Aamiin.

Yogyakarta, Juni 2021


Penulis

Kriswantoro

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
ABSTRAK............................................................................................................ ii
ABSTRACT.......................................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 17
C. Pembatasan Masalah ....................................................................................... 19
D. Rumusan Masalah ........................................................................................... 20
E. Tujuan Pengembangan ..................................................................................... 21
F. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 21
G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan .......................................................... 23
H. Asumsi Pengembangan ................................................................................... 24

BAB II. KAJIAN PUSTAKA


A. Kajian Teori .................................................................................................... 26
1. Karakteristik Ilmu Kimia.................................................................................. 26
2. Pembelajaran Kimia di SMA ............................................................................ 30
3. Model dan Pemodelan dalam Sains .................................................................. 36
4. Hakikat Penilaian ............................................................................................. 40

ix
5. Berpikir Kritis sebagai Berpikir Tingkat Tinggi ............................................... 43
6. Keterampilan Proses Sains ............................................................................... 58
7. Penilaian Terintegrasi....................................................................................... 62
8. Teori Asam Basa .............................................................................................. 69
9. Teori Respon Butir ........................................................................................... 80
10. Teori Respon Butir Multidimensi ................................................................... 87
B. Penelitian Relevan ........................................................................................... 91
C. Kerangka Pikir ................................................................................................ 99
D. Pertanyaan Penelitian .....................................................................................102

BAB III METODE PENELITIAN


A. Model Pengembangan ....................................................................................104
B. Prosedur Pengembangan .................................................................................104
1. Identifikasi Masalah ....................................................................................106
2. Penetapan Tujuan .......................................................................................107
3. Desain dan Pengembangan Model ...............................................................107
4. Pengujian Model ........................................................................................108
5. Evaluasi Hasil Pengujian Model ..................................................................109
6. Penyebaran Model......................................................................................110
C. Desain dan Subjek Ujicoba ............................................................................110
1. Desain Ujicoba ............................................................................................110
2. Subjek Ujicoba ...........................................................................................111
D. Teknik Instrumen Pengumpulan Data .............................................................112
1. Teknik Pengmpulan Data ............................................................................112
2. Instrumen Pengumpulan Data .....................................................................113
E. Teknik Analisis Data ......................................................................................114
1. Validitas ......................................................................................................114
2. Reliabilitas .................................................................................................115
3. Analisis Karakteristik Butir .........................................................................116

x
4. Deskripsi Hasil Penilaian ...........................................................................117
5. Kelayakan Model ........................................................................................119

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ..............................................................................................121
1. Identifikasi Masalah ....................................................................................121
a. Analisis Awal ..........................................................................................121
b. Analisis Peserta Didik .............................................................................123
c. Analisis Tujuan Pembelajaran..................................................................124
2. Penetapan Tujuan ...........................................................................................125
3. Hasil Tahap Desain dan Pengembangan ..........................................................126
a. Tahap Desain ............................................................................................126
b. Tahap Pengembangan ...............................................................................127
1). Menyusun Spesifikasi Tes ..................................................................130
2). Menulis Butir Tes ...............................................................................132
3). Menelaah dan Memperbaiki Tes .........................................................132
4. Hasil Ujicoba Model ..................................................................................134
a. Pengujian Dimensional ............................................................................134
b. Confirmatory Factor Analysis .................................................................137
c. Reliabilitas ..............................................................................................142
d. Karakteristik Parameter Butir .................................................................143
d. Fungsi Informasi dan Kesalahan Pengukuran ..........................................147
5. Hasil Pengukuran Penyebaran Model ........................................................148
a. Deskripsi Hasil Penilaian Penyebaran Model ..........................................149
b. Pelaporan Hasil Penilaian Model ............................................................153
c. Kelayakan Produk ..................................................................................155
B. Revisi Produk .................................................................................................156
C. Kajian Produk Akhir ......................................................................................158
D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................172

xi
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Tentang Produk ..............................................................................175
B. Saran Pemanfaatan Produk .............................................................................176
C. Diseminasi dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut .....................................178

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................180

xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Proses Kognitif Bloom ........................................................................... 46
Tabel 2. Aspek Keterampilan Proses Sains ........................................................... 61
Tabel 3. Matriks Instrumen Penilaian ..................................................................109
Tabel 4. Daftar Subjek Penelitian ........................................................................112
Tabel 5. Inteval Kemampuan ..............................................................................118
Tabel 6. Interval Skor Kelayakan ........................................................................119
Tabel 7. Validitas Isi ...........................................................................................133
Tabel 8. Uji KMO-MSA .....................................................................................135
Tabel 9. Total Variance Explained ......................................................................136
Tabel 10. Komponen Faktor ................................................................................137
Tabel 11. Hasil Pengujian Model Fit ...................................................................139
Tabel 12. Faktor Loading, CR, dan AVE.............................................................143
Tabel 13. Parameter Butir MIRT .........................................................................144
Tabel 14. Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Butir Multidimensi .......................146
Tabel 15. Kemampuan Kimia Peserta Tes Pengukuran........................................149
Tabel 16. Persentase Kemampuan Kimia Peserta Tes Pengukuran ......................150
Tabel 17. Estimasi Ability Pengukuran ................................................................152
Tabel 18. Persentase 𝜃 1 Pengukuran....................................................................152
Tabel 19. Persentase 𝜃 2 Pengukuran....................................................................152
Tabel 20. Persentase Aspek dan Subaspek...........................................................153
Tabel 21. Laporan Hasil Penilaian Profil Peserta Didik .......................................154
Tabel 22. Laporan Hasil Penilaian Profil Kelas ...................................................154
Tabel 23. Kategori Kelayakan Produk .................................................................155
Tabel 24. Saran dan Masukan Validator ..............................................................156

xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi ..................................... 45
Gambar 2. Kerangka Pikir ...................................................................................102
Gambar 3. Prosedur Pengembangan ....................................................................105
Gambar 4. Model penilaian Critical Thinking-Science Process Skills (CTSPS) ...129
Gambar 5. Scree Plot ..........................................................................................136
Gambar 6. Struktur Dimensi Output Estimasi ......................................................138
Gambar 7. Output t-values ..................................................................................140
Gambar 8. Output Standard Solution...................................................................141
Gambar 9. Kurva Karakteristik Butir...................................................................147
Gambar 10. Fungsi Informasi dan Kesalahan Pengukuran ...................................148
Gambar 11. Persentase (%) Kemampuan Kimia Peserta Tes Pengukuran ............150
Gambar 12. Persentase Abiliy Peserta Tes Pengukuran ........................................152

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

Lampiran 1. Kompetensi Inti (KI) dan Kometensi Dasar (KD) ............................203


Lampiran 2. Kisi-kisi Instrumen Penilaian ..........................................................204
Lampiran 3. Matriks Penilaian ............................................................................206
Lampiran 4. Validitas Isi .....................................................................................207
Lampiran 5. Naskah Soal ....................................................................................208
Lampiran 6. Pedoman Penskoran ........................................................................212
Lampiran 7. Lembar Validasi ..............................................................................218
Lampiran 8. Penilaian Kelayakan Model .............................................................220
Lampiran 9. Kecocokan Model Ujicoba ..............................................................223
Lampiran 10. Composite Reliability, dan Average Variance Extracted ................224
Lampiran 11. Cronbach's Alpha ..........................................................................225
Lampiran 12. ICC Karakteristik Butir .................................................................226
Lampiran 13. Fungsi Informasi dan Kesalahan Pengukuran ................................231
Lampiran 14. Kemampuan Pengukuran...............................................................234
Lampiran 15. Total Varians Ujicoba ...................................................................267
Lampiran 16. Kelayakan Model ..........................................................................268
Lampiran 17. Pedoman Wawancara ....................................................................270
Lampiran 18. Surat Validasi................................................................................272
Lampiran 19. Surat Hasil Validasi.......................................................................277
Lampiran 20. Cover Buku Panduan Model Penilaian ..........................................282
Lampiran 21. Cover Buku Model Penilaian .........................................................283
Lampiran 22. Surat Penelitian .............................................................................284
Lampiran 23. Surat Telah Melakukan Penelitian ................................................396

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk

membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan

kebudayaannya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada pasal 1 (2003:6) dijelaskan bahwa: pendidikan adalah usaha sadar

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta

didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negaranya.

Pendidikan memiliki peran penting untuk menciptakan manusia yang berkualitas dan

berpotensi karena pendidikan merupakan sarana utama dalam upaya meningkatkan

sumber daya manusia. Menyadari pentingnya sektor pendidikan, maka setiap negara

berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar dapat bersaing pada

dunia global. Pada era globalisasi, perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

(IPTEK) berkembang dengan sangat pesat, salah satunya adalah ilmu kimia.

Ilmu kimia merupakan salah satu rumpun dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

Sebagai salah satu rumpun dari IPA, ilmu kimia dipandang sebagai proses dan

produk (Hemayanti, Muderawan, & Selamat, 2020). Sebagai proses, dapat diartikan

sebagai kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan maupun untuk

1
menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses yang

berupa fakta, konsep, prinsip, dan hukum serta teori temuan ilmuan kimia.

Permendiknas (2006) menyatakan bahwa mata pelajaran kimia di SMA/MA

bertujuan agar siswa memiliki kemampuan yaitu membentuk sikap positif terhadap

kimia dan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran

Tuhan Yang Maha Esa, memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet,

kritis, dan dapat bekerja sama dengan orang lain, memperoleh pengalaman dalam

menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, meningkatkan

kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi

individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan

melestarikan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat, dan memahami konsep,

prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk

menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa ilmu kimia sangat penting untuk dipelajari di sekolah.

Kimia merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik

karena terdapat beberapa konsep yang bersifat abstrak sehingga sulit dibuktikan

secara kasat mata. Peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami konsep

kimia kadangkala menciptakan penafsiran sendiri terhadap konsep yang dipelajari

sebagai suatu upaya untuk mengatasi kesulitan belajarnya (Sendur, Toprak, &

Pekmez, 2010). Mata pelajaran kimia sangat menuntut peserta didik untuk berpikir

lebih kritis. Kimia merupakan suatu ilmu yang mengkaji fenomena alam dan

menyajikan konsep-konsep. Konsep tersebut merupakan konsep yang saling

2
berkaitan dan berjenjang, sehingga membentuk struktur konsep kimia yang utuh.

Pelaksanaan penilaian hasil belajar khususnya kimia bertujuan untuk mengevaluasi

hasil pencapaian peserta didik, baik dari segi pengetahuan (knowledge), sikap

(attitude), maupun keterampilan (skill) secara menyeluruh. Ketiga aspek tersebut

sangat penting karena didasari pada sifat ilmu kimia sebagai produk dan kimia

sebagai proses. Dibuktikan dengan konsep mata pelajaran kimia yang mencakup

kemampuan untuk merepresentasikan dan menerjemahkan masalah makroskopik

(dapat diamati), mikroskopik (partikel), bentuk, dan gambar simbolik, seperti

lambang, rumus, persamaan reaksi, dan grafik (Sirhan, 2007). Kondisi tersebut

selaras dengan pendapat Pekdağ (2010); Nugroho & Prayitno (2020) bahwa

kebanyakan fenomena kimia terjadi pada tingkat molekuler sehingga membuat

belajar kimia menjadi lebih sulit.

Lebih sulitnya belajar kimia disebabkan karena konsep dari kimia itu sendiri

pada umumnya bersifat abstrak, sehingga menuntut kemampuan guru untuk

menyampaikan isi pelajaran guna membangun pengetahuan peserta didik (Faizah,

Miswadi & Haryani, 2013). Penilaian dalam pembelajaran di kelas memiliki peran

penting yang sama dengan model pembelajaran. Salah satu faktor yang menentukan

kualitas penilaian di kelas adalah kompetensi guru dalam merancang dan menyusun

butir soal (Johar, 2012). Kemampuan guru menyusun soal tes merupakan prasyarat

untuk meningkatkan kualitas belajar karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir

peserta didik, terutama dalam berpikir tingkat tinggi (Sunggingwati & Nguyen,

2013). Banyak penelitian telah menunjukkan masalah dalam penilaian. Masih

3
banyaknya guru yang menggunakan butir keterampilan berpikir tingkat rendah untuk

ujian (Amrina, Zulkardi, & Yusuf, 2013; Iskandar & Senam, 2015). Secara umum,

pertanyaan dibangun untuk mengukur kemampuan menghafal peserta didik saja

(Fischer, Bol, & Pribesh, 2011). Kemampuan berpikir dalam pembelajaran menjadi

sangat penting karena dapat mendorong pertumbuhan intelektual dan

mempromosikan prestasi akademik yang lebih baik (Ramos, Dolipas, & Villamor,

2013). Oleh karena itu, Guru memegang peran penting dalam mengembangkan

penilaian yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis. Dyah dan Nguyen

(2013) mengungkapkan bahwa kemampuan guru membuat soal merupakan hal yang

sangat penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran karena dapat

mengembangkan kemampuan berpikir, terutama kemampuan berpikir kritis.

Terdapat berbagai teknik asesmen yang dapat digunakan untuk mengukur

kompetensi peserta didik. Salah satu teknik penilaian hasil belajar yang sering

digunakan guru adalah pemberian tes. Tes pada dasarnya merupakan suatu instrumen

dalam rangka mengobservasi dan mendeskripsikan karakteristik siswa (Nitko &

Brookhart, 2007: 121). Instrumen tes biasanya memuat sejumlah tugas yang harus

dikerjakan oleh peserta didik baik dalam bentuk pertanyaan atau pernyataan.

Pemberian tes sebagai bagian dari classroom assessment dilaksanakan oleh guru

dengan memperhatikan prinsip kontinuitas yang dilaksanakan melalui bentuk tes

formatif dan sumatif. Tes formatif dilaksanakan oleh pendidik dalam rangka

perbaikan pembelajaran, sedangkan tes sumatif dilaksanakan untuk mengukur

ketercapaian kompetensi peserta didik. Bentuk tes formatif yang sering dilaksanakan

4
diantaranya ulangan harian dan kuis, sedangkan bentuk tes sumatif yang dilaksanakan

untuk jenjang sekolah diantaranya ujian akhir semester, ujian sekolah, dan ujian

nasional. Peraturan pemerintah (PP No. 13 tahun 2015) tersebut memperlihatkan

bahwa ujian nasional tidak lagi berfungsi sebagai penentu kelulusan peserta didik

dalam suatu jenjang pendidikan, sehingga penilaian hasil belajar yang dilaksanakan

oleh sekolah menjadi poin yang sangat krusial untuk mengukur kemampuan peserta

didik. Oleh sebab itu, kompetensi pendidik dalam melaksanakan tes memiliki peluang

yang besar dalam upaya peningkatan mutu dan output pembelajaran.

Fakta di lapangan menunjukan kecenderungan soal-soal buatan guru

dominannya mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah, sementara soal yang

mengukur penalaran (reasoning) jarang diberikan oleh guru (Amrina, Zulkardi, &

Yusuf, 2013). Fenomena yang sama ditunjukkan juga oleh hasil penelitian Fischer,

Bol, & Pribesh (2011) yang mengungkapkan terbatasnya kemampuan guru dalam

memberikan pertanyaan-pertanyaan menantang kepada peserta didik, pada umumnya

pertanyaan yang diajukan guru hanya mengukur kemampuan menghafal. Pertanyaan-

pertanyaan berupa hafalan tidak mampu mendorong kemampuan menalar dan

berpikir tingkat tinggi peserta didik. Analisis terhadap soal ujian tengah semester dan

akhir semester memperlihatkan bahwa sebagian besar soal ujian buatan guru masih

berada pada kategori lower order thinking (Iskandar & Senam, 2015). Hasil

penelitian tersebut menunjukan bahwa soal higher order thinking skill (HOTS)

masing jarang diujikan kepada siswa. Hal ini bisa disebabkan oleh masih lemahnya

kompetensi guru dalam membuat soal-soal HOTS. Lemahnya kemampuan guru

5
dalam mengkonstruksi pertanyaan yang melatih kemampuan berpikir terlihat pada

penelitian Thompson (2008) yang memperlihatkan bahwa sebagian guru belum

mampu menyusun soal HOT yang baik. Sekitar 55% soal HOT yang ditulis oleh guru

sebenarnya masih masuk kategori soal lower order thinking skills. Hal ini

menunjukkan guru masih mengalami hambatan dalam menafsirkan kemampuan

berpikir dan menghasilkan item tes untuk berpikir kritis sebagai berpikir tingkat

tinggi.

Berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari kemampuan berpikir tingkat

tinggi yang menjadi perhatian utama dalam pendidikan di abad 21 (Duran & Sendag,

2012; Istiyono et al. 2019). Kemampuan berpikir kritis merupakan bentuk

kemampuan berpikir yang dapat mendorong terbentuknya kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Sebagaimana yang diungkap oleh Lewis and Smith (1993) kemampuan

HOTS melibatkan kemampuan critical thinking.Berpikir kritis sebagai berpikir

tingkat tinggi yang dimaksud mengacu pada teori yang dikembangkan oleh Bloom

yaitu menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Berpikir kritis merupakan potensi

mendasar yang sangat diperlukan bagi peserta didik untuk berhasil dalam

menghadapi tantangan global, khususnya di era industri revolusi 4.0 (Friyatmi,

Mardapi, & Haryanto (2020). Berpikir kritis secara esensial sebagai sebuah proses

aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam, mengajukan berbagai

pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada menunggu informasi secara

pasif (Fisher, 2009).

6
Banyak sekali metode pengajaran kontekstual yang mendorong peserta didik

untuk berpikir kritis dalam berbagai konteks kehidupan. Selain itu, penilaian berpikir

kritis peserta didik secara rutin diuji dalam skala internasional seperti pada TIMSS

dan PISA (Murtiyasa, Rejeki, & Setyaningsih, 2018). PISA sendiri merupakan

metode penilaian internasional yang menjadi indikator untuk mengukur kompetensi

peserta didik Indonesia di tingkat global. Organisation for Economic Co-operation

and Development (OECD) mencatat, peringkat Programme for International Student

Assessment (PISA) Indonesia berdasarkan survei tahun 2018 berada dalam urutan

bawah. Untuk nilai kompetensi Sains berada di peringkat 70 dari 78 negara. Nilai

tersebut cenderung stagnan dalam 10 - 15 tahun terakhir. Pengujian 20 butir soal

berpikir tingkat tinggi untuk peserta didik SMP di Thailand, 79,7% menunjukkan

kemampuan peserta didik masih berpikir tingkat rendah (Saido et al., 2015). Masalah

ini juga terjadi di Indonesia yang mana menunjukkan lebih dari 50% peserta didik

tidak mampu memecahkan masalah analisis, mensintesis informasi, dan membuat

kesimpulan (Susanti, 2012). Penelitian yang serupa juga mengungkapkan hanya 45%

peserta didik Indonesia yang bisa menyelesaikan soal penalaran (Amirulloh,

Rustaman, & Sriyati, 2014; Herman, 2007). Kemampuan penalaran sangat penting

merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi agar peserta didik dapat berpikir

kritis tentang berbagai masalah kehidupan.

Hal yang dikemukakan oleh Mahapoonyanont et al. (2010) bahwa

kemampuan berpikir kritis merupakan tujuan pendidikan yang sangat penting, karena

kemampuan berpikir kritis dapat membantu peserta didik dalam memecahkan

7
masalah secara efisien dan sebagai cara untuk belajar mandiri. Kemampuan berpikir

dalam pembelajaran menjadi sangat penting karena dapat mendorong pertumbuhan

intelektual dan mempromosikan prestasi akademik yang lebih baik (Ramos, Dolipas,

& Villamor, 2013). Pembelajaran kimia tidak terlepas dari pengembangan kognitif

dan pengembangan keterampilan peserta didik dikarenakan ada keterkaitan antara

kognitif dengan keterampilan proses. Penilaian kompetensi pengetahuan atau kognitif

yang dilakukan guru untuk mengukur tingkat pencapaian atau penguasaan peserta

didik dalam aspek pengetahuan. Penilaian keterampilan dilakukan untuk mengukur

kemampuan peserta didik dalam menerapkan pengetahuan dalam melakukan tugas

tertentu di berbagai macam konteks sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.

Penilaian keterampilan tersebut meliputi ranah berpikir dan bertindak. Marasigan &

Espinosa (2014) mengemukakan bahwa keterampilan proses sangat esensial untuk

memahami dan mengaplikasikan konsep kimia. Oleh karena itu, dalam pembelajaran

kimia tidak hanya mengedepankan aspek kognitifnya, tetapi harus seimbang antara

kognitif dan keterampilan.

Aspek keterampilan merupakan salah satu aspek dalam kompetensi global,

yaitu empirical based knowledge and skills. Empirical based knowledge and skills

merupakan suatu keterampilan dan seperangkat pengetahuan yang bersifat empiris

dan diperoleh secara praktik (Balistreri et al. 2012: 11). Salah satu keterampilan

dalam empirical based knowledge and skills adalah science process skills atau

keterampilan proses sains. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang

diperlukan dalam memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Keterampilan

8
proses sangat penting dalam suatu langkah pembelajaran untuk memperoleh

pengetahuan (Rauf et al. 2013). Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Mutisya,

Too, & Rotich (2014) bahwa salah satu tujuan utama dalam pendidikan sains adalah

mempersiapkan peserta didik untuk mengakumulasikan pengetahuan tentang alam

dan dunia serta menemukan sendiri pengetahuan saintifik melalui penerapan

keterampilan proses sains. Keterampilan proses dipercaya dapat memastikan peserta

didik memiliki pengetahuan yang bermakna (Mutisya, Too, & Rotich, 2014). Selain

itu, keterampilan proses dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan

kemampuan berpikir tingkat tinggi. Faktanya, penilaian praktikum dapat dilakukan

atau tidak akan sangat bergantung dari kemampuan guru serta alokasi waktu, karena

guru tidak mampu menyelesaikan target materi sesuai dengan alokasi waktu

pembelajaran di sekolah jika harus ditambahkan dengan kegiatan praktikum. Oleh

sebab itu pengembangan keterampilan proses bagi peserta didik sangat penting untuk

diperhatikan.

Selain dituntut untuk berpikir kritis, pembelajaran kimia juga menuntut aspek

keterampilan. Kebiasaan berpikir tentunya dikembangkan selama proses

pembelajaran, Sebagaimana dinyatakan oleh Theda (2011:32) bahwa keterampilan

berpikir kritis peserta didik perlu dikembangkan dan diintegrasikan terhadap

keterampilan proses sains saat belajar di kelas dan melalui tugas. Implementasi

Kurikulum 2013 yang menjadi rujukan proses pembelajaran pada satuan pendidikan,

sesuai kebijakan perlu mengintegrasikan pengetahuan akademis dan Penguatan

Pendidikan Karakter (PPK). Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap

9
pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Integrasi tersebut bukan sebagai

program tambahan atau sisipan, melainkan sebagai satu kesatuan mendidik dan

belajar bagi seluruh pelaku pendidikan di satuan pendidikan. Penilaian terintegrasi

dilakukan untuk mengkombinasikan berbagai disiplin ilmu menjadi interdisiplin ilmu

yang saling terintegrasi. Penilaian bukan bersifat sebagai pelengkap dari proses

pembelajaran melainkan bagian terintegrasi dalam suatu proses pembelajaran yang

menjadi landasan perbaikan proses pembelajaran berikutnya. Hal ini sejalan dengan

Harrell (2010) bahwa dalam kurikulum yang terintegrasi sebaiknya guru secara

eksplisit dapat mengasimilasi konsep lebih dari satu disiplin ilmu dalam proses

pembelajaran.

Penilaian terintegrasi bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan peserta

didik secara terintegrasi untuk penentuan keputusan yang didasarkan atas berbagai

pengetahuan yang berasal dari multidisiplin ilmu yang diperoleh dari berbagai

sumber (de Kraker, Kroeze, & Krischner, 2011). Saat ini penilaian terhadap aspek

kognitif dan aspek keterampilan dilakukan secara terpisah (Saribaz & Bayram, 2009;

Tosun & Taskesenligil, 2013; Keil, Haney, & Zoffel, 2009). Oleh karena itu

diperlukan pengembangan suatu model penilaian terintegrasi untuk mengukur aspek

kognitif dan aspek keterampilan proses dalam satu instrumen. Pengembangan model

penilaian ini bertujuan untuk memudahkan guru dalam melaksanakan penilaian

terhadap hasil belajar peserta didik secara efektif dan efisien terutama tentang

kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik

10
setelah mengikuti pembelajaran. Penilaian terhadap hasil pembelajaran berupa aspek

kognitif dan keterampilan harus berjalan beriringan. Senada dengan pernyataan

tersebut, hasil penelitian dari Austin et al. (2015) menyatakan bahwa peserta didik

yang memiliki keterampilan proses yang baik dalam pembelajaran akan memiliki

kemampuan kognitif yang lebih baik pula, dibandingkan peserta didik yang tidak

memiliki keterampilan proses dan hanya mengandalkan hafalan. Hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan antara aspek kognitif dan keterampilan.

Saat ini penilaian terhadap aspek kognitif dan aspek keterampilan dilakukan

secara terpisah (Keil, Haney, & Zoffel, 2009; Saribaz & Bayram, 2009; Tosun &

Taskesenligil, 2013). Oleh karena itu diperlukan suatu model penilaian terintegrasi

untuk mengukur aspek kognitif dan aspek keterampilan proses dalam bentuk satu

instrumen. Model penilaian yang dikembangkan memiliki keunggulan tersendiri yaitu

dapat menilai dua kemampuan secara bersamaan dalam bentuk satu model penilaian.

Penilaian yang dihasilkan dari peserta didik menghasilkan dua kemampuan yang

berbeda, dimana masing-masing kemampuan merupakan hasil penilaian yang

diperoleh peserta didik terhadap kemampuan yang diukur yaitu berpikir kritis dan

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia.

Salah satu materi kimia yang terdapat dalam Kurikulum 2013 yaitu asam dan

basa. Materi asam dan basa dapat mengasah keterampilan proses sains peserta didik

yang membutuhkan pembuktian melalui percobaan. Materi asam dan basa merupakan

salah satu materi kimia yang kompleks karena terhubung dengan konsep kimia yang

lain, seperti reaksi kimia, kesetimbangan kimia, dan stoikiometri (Demircioğlu, Ayas,

11
& Demircioğlu, 2005). Berdasarkan kompetensi dasar pada Kurikulum 2013, materi

asam dan basa merupakan prasyarat untuk materi selanjutnya yaitu larutan penyangga

dan hidrolisis. Materi asam dan basa juga erat kaitannya dengan kehidupan sehari-

hari. Oleh karena itu, peserta didik diharapkan mampu menguasai konsep asam dan

basa dengan mengasah keterampilan proses sains. Berdasarkan karakteristik materi

asam dan basa tersebut penilaian yang selayaknya dilakukan mencakup indikator

kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains yang dapat diukur

menggunakan instrumen penilaian terintegrasi.

Sampai saat ini masih banyak instrumen hasil belajar, baik yang digunakan

oleh guru untuk ulangan harian maupun yang digunakan oleh sekolah untuk ulangan

umum belum memenuhi persyaratan sebagai tes yang baik, yaitu kriteria nirbias dan

terskala baku (Mardapi, Kumaidi & Kartowagiran, 2011). Selain itu, masih banyak

guru yang belum memiliki instrumen penilaian keterampilan proses sains secara

khusus. Keterampilan proses sains merupakan keterampilan berpikir yang digunakan

untuk membangun pengetahuan dalam memecahkan masalah. Kondisi tersebut

dikarenakan pengukuran ketercapaian keterampilan proses sains peserta didik dalam

kegiatan praktikum sulit dilakukan. Kesulitan yang dialami ketika melakukan

pengukuran ketercapaian keterampilan proses sains adalah jumlah peserta didik yang

relatif banyak. Kendala lain yang dikemukakan oleh Setiani (2011) yaitu tidak adanya

standar penilaian, sehingga guru mengalami kesulitan dalam menilai hasil belajar

peserta didik.

12
Berdasarkan studi awal yang telah dilakukan pada beberapa guru mata

pelajaran kimia kelas XI SMA di Kabupaten Sleman menyatakan bahwa berpikir

kritis sudah mulai dilatih dan dibiasakan dalam kegiatan pembelajaran. Begitu juga

dengan keterampilan proses sains. Namun, bentuk tes yang sering digunakan untuk

mengukur kemampuan berpikir kritis masih terbatas pada bentuk soal pilihan ganda

dan penilaian dilakukan secara terpisah. Penilaian aspek keterampilan proses hanya

didasarkan pada asumsi subjektif guru, yaitu apabila peserta didik terlihat

melaksanakan praktikum dengan baik, maka akan mendapatkan nilai yang baik tanpa

mempertimbangkan aspek-aspek secara keseluruhan mengenai keterampilan yang

seharusnya diukur. Beberapa alasan guru belum memberikan bentuk soal yang sesuai

untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains secara

terintegrasi yaitu: (1) masih terbatasnya contoh instrumen yang dapat digunakan

sebagai acuan untuk mengembangkan soal dan (2) dibutuhkan waktu yang lama

untuk menyusun soal yang tepat untuk mengukur kemampuan berpikir kritis. Oleh

karena itu perlu adanya pengembangan model penilaian yang berkualitas untuk

mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

Sejalan dengan penilaian hasil pembelajaran yang menggunakan instrumen,

diperlukan informasi mengenai karakteristik instrumen yang digunakan. Metode

penilaian yang selama ini dilakukan dengan menggunakan skor total dari jawaban

peserta tes terhadap soal-soal tes yang diberikan. Peserta yang menjawab dengan

benar akan mendapatkan skor 1, jawaban salah mendapatkan skor 0. Teori yang

mendasari prosedur pengukuran ini adalah Teori Tes Klasik (Classical Test Theory).

13
Amelia & Setiawati (2016) hampir sebagian besar guru kimia di kota Yogyakarta

dalam melaksanakan tes lebih banyak menggunakan bentuk tes menggunakan model

penskoran secara klasik. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa guru sama

sekali tidak memperhatikan tingkat kesukaran dari masing-masing butir. Kenyataan

tersebut semakin memperkuat isu di bidang pengukuran terutama dalam hal scoring

yang membutuhkan solusi agar skor yang diperoleh peserta didik benar-benar

merefleksikan kemampuannya. Teori tes klasik menawarkan berbagai kemudahan,

namun di sisi lain teori ini memiliki keterbatasan karena bersifat group dependent

(Azwar, 2009: 79-80). Sifat grup dependen teori tes klasik mengungkap

ketergantungan karakteristik item terhadap karakteristik peserta tes. Apabila suatu

butir soal diuji kepada peserta dengan kemampuan tinggi maka tingkat kesukaran

item akan rendah, sebaliknya jika tes diuji terhadap peserta yang memiliki

kemampuan rendah, maka tingkat kesukaran tes cenderung tinggi.

Estimasi kemampuan menggunakan CTT didasarkan pada skor tampak

peserta ujian secara individu, rata-rata skor tampak peserta ujian seluruhnya, dan

indeks reliabilitas (Mehrens & Lehmann, 1973: 107); sedangkan estimasi

kemampuan menggunakan IRT berdasarkan peluang menjawab benar pada

kemampuan ( 𝜃), karakteristik butir, dan model IRT yang digunakan (Baker, 2001: 6).

Dengan demikian, estimasi kemampuan dapat dilakukan dengan pendekatan Teori

Tes Klasik (Classical Test Theory, CTT) maupun Teori Respon Butir (Item Response

Theory, IRT). Pertimbangan tersebut langsung membawa kepada permasalahan

penyediaan sistem dan penilaian, yang secara umum dikenal dengan ujian/tes.

14
Item Response Theory (IRT) digunakan ketika tes yang dikembangkan adalah

satu dimensi, di mana satu-satunya yang diukur adalah satu aspek kemampuan

peserta didik (Hambleton & Swaminathan, 2013). Jika IRT digunakan untuk

menganalisis tes yang mengukur lebih dari satu aspek kemampuan, maka kesalahan

pengukuran akan terjadi dimana estimasi parameter butir menjadi tidak akurat.

Batasan IRT diperbaiki oleh Model Multidimensional Item Response Theory (MIRT).

Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan MIRT akurat untuk menguji

beberapa kemampuan yang berbeda dalam satu analisis. Ha (2016) membuktikan

MIRT lebih akurat daripada IRT. Ini menggunakan MIRT tiga dimensi untuk

mengukur kemampuan tes bahasa Inggris, yaitu vocab, tata bahasa, dan fungsi

tuturan.

Teori respon butir MIRT merupakan perluasan dari model teori respon butir

unidimensi yang pada dasarnya merupakan model statistik dari hubungan antara item

tes dan peserta didik. MIRT digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel

laten dan probabilitas peserta dalam menjawab benar suatu tes. Ackerman, Gierl, &

Walker (2003) mengatakan bahwa pada model MIRT terdapat dua atau lebih laten

yang dapat dikonseptualisasi sebagai konstruk atau dimensi. Keterlibatan beberapa

dimensi dalam model menyebabkan penggunaan MIRT memiliki kompleksitas yang

tinggi dalam analisis tes. Untuk mewujudkan kompleksitas yang tinggi tersebut

diperlukan pengembangan instrumen yang sekaligus untuk mengukur berpikir kritis

dan keterampilan proses sains. Kompleksitas tersebut menurut Wang, Chen, & Cheng

(2004) disebabkan karena MIRT menggunakan korelasi antara sifat laten dalam

15
mengkalibrasi suatu tes sehingga dapat meningkatkan ketepatan pengukuran sifat

laten individu. Estimasi parameter butir MIRT dapat menggunakan model Rasch

Multidimensional Partial Credit Model dan Multidimensional Generalized Partial

Credit Model (M-PCM dan M-GPCM) dan Multidimensional Graded Response

Model (M-GRM) (Friyatmi, Mardapi, & Haryanto, 2020). Analisis estimasi M-PCM

dan M-GPCM akan menghasilkan tingkat kesukaran butir, sedangkan M-GRM akan

menghasilkan tingkat kesukaran dan daya beda butir.

Memperhatikan beberapa pendapat para ahli tentang masalah-masalah

penilaian dan pengembangan instrumen dapat disimpulkan bahwa perlunya

pengembangan model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains pada mata pelajaran kimia di sekolah yang telah teruji karakteristiknya

Model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains yang dimaksud

adalah suatu perangkat atau model penilaian yang dikembangkan untuk mendeteksi

kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

Kemampuan yang dimaksud tersebut adalah interval kemampuannya (rendah-tinggi)

dalam berpikir kritis dan keterampilan proses sains. Penilaian tersebut dilakukan agar

peserta didik paham sejauh mana kemampuan mereka dalam berpikir dan

keterampilan proses sains yang dimiliki selama ini. Model ini mengukur kedua aspek

berpikir kritis dan keterampilan proses sains setiap butirnya dalam satu instrumen,

sehingga dari analisis MIRT didapatkan dua kemampuan peserta didik dalam waktu

yang bersamaan.

16
Model penilaian ini dikembangkan untuk diterapkan oleh guru dalam

melakukan penilaian di sekolah. Model dikembangkan berdasarkan konsep teoritis

hingga mendeteksi indikator-indikator yang dijabarkan menjadi butir-butir instrumen.

Pembelajaran kimia membutuhkan model penilaian operasional untuk mengukur

kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta didik dalam

proses pembelajaran di kelas. Indikator penilaian tersebut disusun secara sistematis

yang diintegrasikan untuk membangun pengetahuan peserta didik dan untuk melatih

pemikiran kritis peserta didik selama proses pembelajaran.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi permasalahan dalam

penelitian sebagai berikut.

1. Kurangnya penelitian pengembangan tentang model penilaian terintegrasi,

sehingga perlu model penilaian yang disajikan secara menarik dengan

menggunakan langkah-langkah pengembangan yang sistematis.

2. Kemampuan berpikir kritis sebagai berpikir tingkat tinggi sangat diperlukan

dalam menjawab tantangan abad 21, fakta di lapangan penilaian yang

dilakukan guru belum mampu melatih kemampuan berpikir kritis peserta

didik.

3. Terbatasnya kemampuan guru dalam mengkonstruksi soal tes mengakibatkan

17
kemampuan berpikir peserta didik terbatas pada pengetahuan faktual,

sehingga peserta didik hanya memiliki sedikit peluang untuk menganalisis

masalah lebih mendalam.

4. Belum tersedianya model penilaian untuk mengukur kemampuan berpikir

kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta didik SMA khususnya

pada materi asam basa. Hal tersebut dilakukan untuk mengkombinasikan

berbagai disiplin ilmu menjadi interdisiplin ilmu yang saling terintegrasi

sesuai kebijakan dari Implementasi Kurikulum 2013.

5. Masih banyak instrumen hasil belajar, baik yang digunakan oleh guru untuk

ulangan harian maupun yang digunakan oleh sekolah untuk ulangan umum

belum memenuhi persyaratan sebagai tes yang baik.

6. Penggunaan tes klasik dalam analisis butir soal dan IRT belum mampu

mengestimasi berbagai bentuk ability/kemampuan dalam analisis tunggal.

Metode penilaian yang selama ini dilakukan dengan menggunakan skor total

dari jawaban peserta tes terhadap soal-soal tes yang diberikan sehingga skor

yang diperoleh peserta didik belum merefleksikan kemampuannya.

7. Jika Item Response Theory (IRT) digunakan untuk menganalisis tes yang

mengukur lebih dari satu aspek kemampuan, maka kesalahan pengukuran

menjadi tidak akurat. MIRT menawarkan akurasi pengukuran yang lebih

kompleks, namun belum terlalu banyak penelitian yang menggunakan MIRT

dalam pengembangan tes di Indonesia terutama untuk penyetaraan tes dengan

MIRT.

18
8. Belum adanya model penilaian yang terintegrasi secara eksplisit pada

pembelajaran kimia yang dapat mengasimilasi konsep lebih dari satu disiplin

ilmu untuk menunjang proses pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini lebih fokus dan

mendalam maka dibatasi pada:

1. Masih terbatasnya model penilaian terintegrasi, sehingga penilaian yang

dilakukan belum mampu mengeksplorasi kemampuan berpikir kritis dan

keterampilan proses sains kimia peserta didik SMA secara menyeluruh,

efektif, dan efisien.

2. Masih banyak instrumen hasil belajar, baik yang digunakan oleh guru untuk

ulangan harian maupun yang digunakan oleh sekolah untuk ulangan umum

belum memenuhi persyaratan sebagai tes yang baik.

3. Masih banyak metode penilaian yang selama ini dilakukan dengan

menggunakan skor total, sehingga kesalahan pengukuran menjadi tidak

akurat. Instrumen penilaian tersebut akan memberikan hasil yang relatif

berbeda di setiap pengukuran dan akan berdampak pada kesalahan

pengambilan keputusan.

4. Belum adanya model penilaian yang terintegrasi secara eksplisit pada

pembelajaran kimia yang dapat mengasimilasi konsep lebih dari satu disiplin

ilmu untuk menunjang proses pembelajaran.

19
D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah

yang telah dijelaskan maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan

sebagai berikut.

1. Bagaimana desain model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi

peserta didik SMA?

2. Bagaimana kualitas model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi

peserta didik SMA?

3. Bagaimana deskripsi hasil penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi peserta didik

SMA?

4. Bagaimana kelayakan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi peserta didik

SMA?

E. Tujuan Pengembangan

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan

rumusan masalah, tujuan pengembangan dalam penelitian ini adalah untuk:

20
1. Menghasilkan desain model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi

peserta didik SMA yang akurat dan terpercaya.

2. Mengetahui kualitas model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi

peserta didik SMA yang memenuhi kualitas instrumen yang baik.

3. Mendeskripsikan hasil penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam basa bagi

peserta didik SMA.

4. Membuktikan kelayakan model penilaian kemampuan berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains mata pelajaran kimia pada materi asam

basa bagi peserta didik SMA.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian pengembangan model

penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta

didik SMA pada pembelajaran kimia dapat diklasifikasikan secara teoritis dan praktis.

Manfaat secara teoritis dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang

pengukuran dan penilaian pendidikan berupa model penilaian kemampuan berpikir

kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada pembelajaran kimia peserta didik

SMA.

21
Manfaat secara praktis yang diharapkan dalam penelitian pengembangan

model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains

peserta didik SMA pada pembelajaran kimia adalah sebagai berikut.

1. Bagi peserta didik

Penerapan model penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains peserta didik SMA pada pembelajaran kimia dapat

memberikan informasi tentang tingkat kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains peserta didik dan memperoleh kesempatan untuk

mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains

pada pembelajaran kimia SMA.

2. Bagi guru

Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam memperbaiki kualitas

pembelajaran dan penilaian dengan menerapkan model penilaian yang

dikembangkan sebagai acuan untuk meningkatkan pemahaman dan

keterampilan.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian dan pengembangan ini diharapkan dapat memperkaya kajian

teoritis tentang pengembangan model tes ranah kognitif tingkat tinggi

terintegrasi keterampilan proses sains.

4. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dalam meningkatkan mutu

atau kualitas pendidikan dalam pembelajaran kimia di SMA melalui

22
pengembangan instrumen penilaian berdasarkan ranah kognitif tingkat tinggi

terintegrasi keterampilan proses sains.

G. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Spesifikasi produk yang dihasilkan dalam penelitian pengembangan model

penilaian kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta

didik SMA pada pembelajaran kimia ini meliputi:

1. Model penilaian yang dikembangkan akurat, terpercaya, efektif, dan telah

teruji karakteristiknya. Aspek berpikir kritis sebagai berpikir tingkat tinggi

yang dikembangkan dalam penelitian terdiri dari mengevaluasi, menganalisis,

dan mencipta. Aspek keterampilan proses sains yang dikembangkan dalam

penelitian ini terdiri dari mengobservasi, mengamati, menginferensikan,

membuat data, dan melakukan eksperimen.

2. Model penilaian yang dikembangkan berisi komponen tujuan model penilaian,

karakteristik model, instrumen model, dan sintaks model.

3. Butir soal yang dikembangkan dilengkapi dengan rubrik penskoran sehingga

memudahkan guru dalam menerapkannya. Soal yang dikembangkan adalah

tes kimia SMA kelas XI semester genap sesuai dengan kurikulum 2013 materi

asam basa.

23
4. Butir soal yang dikembangkan berjumlah 10 butir berbentuk tes esai dengan

penskoran politomus dan dikalibrasi dengan menggunakan Multidimensional

Item Response Theory (MIRT).

5. Penggunaan MIRT sangat relevan karena mampu memberikan estimasi level

kemampuan peserta didik sekaligus untuk kedua dimensi yang terlibat.

6. Produk yang disusun berdasarkan hasil studi literatur dari berbagai sumber

referensi, antara lain buku teks, hasil penelitian disertasi, prosiding, serta

berbagai jurnal ilmiah yang relevan.

7. Secara khusus model penilaian yang dikembangkan dapat digunakan untuk

mengukur kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains

peserta didik kelas XI SMA pada materi asam basa.

8. Validasi model dilakukan oleh 3 ahli pengukuran, 2 ahli kimia, dan 2 praktisi.

H. Asumsi Pengembangan
Beberapa asumsi yang mendasari dalam penelitian pengembangan model

penilaian ini sebagai berikut:

1. Model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains yang

dikembangkan relevan dengan tujuan dan karakteristik pembelajaran kimia di

Sekolah Menengah Atas (SMA).

2. Berdasarkan karakteristik yang ada, model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains yang dikalibrasi dengan menggunakan

Multidimensional Item Response Theory (MIRT) dapat digunakan sebagai alat

24
ukur untuk memperoleh informasi kemampuan/prestasi kimia peserta didik

kaitannya dengan penilaian di kelas.

3. Pelaksanaan uji coba model dan penyebaran model didasarkan bahwa kegiatan

pembelajaran sudah memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan

kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains dikarenakan proses

pembelajaran tidak dikontrol oleh peneliti.

4. Produk berupa model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses

sains pada materi asam basa Item tes telah dikembangkan berdasarkan tes

spesifikasi yang baik dan telah melalui validasi ahli, sehingga dimensionalitas

tes tidak perlu dieksplorasi ulang menggunakan EFA-MIRT..

25
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Karakteristik Ilmu Kimia

Belajar ilmu kimia sampai saat ini masih dirasakan sulit oleh peserta didik.

Hal ini mungkin disebabkan ilmu kimia mencakup materi sangat luas dan bersifat

abstrak. Selain itu ilmu kimia menurut Middlecamp & Kean (1985:9) kimia

mencakup materi yang amat luas yang terdiri dari fakta, konsep, aturan, hukum,

prinsip, teori dan soal-soal. Dari cakupan materi ilmu kimia, sebagian besar terdiri

dari konsep-yang bersifat abstrak. Hal ini sesuai dengan karakteristik ilmu kimia itu

sendiri, yaitu: (1) bersifat abstrak, (2) penyederhanaan dari keadaan sebenarnya, (3)

berurutan dan berjenjang. Karakteristik inilah yang membuat ilmu kimia merupakan

salah satu ilmu yang sulit untuk dipelajari oleh peserta didik.Dari cakupan materi

ilmu kimia, sebagian besar terdiri dari konsep- konsep abstrak atau konsep formal.

Beistel, 1975; Herron, 1975; Wiseman, 1981; Kavanaugh & Moomaw, 1981,

mengemukakan bahwa, dalam mempelajari konsep-konsep yang abstrak tersebut

diperlukan kemampuan intelektual yang tinggi, yaitu kemampuan berpikir kritis yang

dimiliki oleh individu yang telah mencapai tingkat operasi formal berdasarkan teori

perkembangan kognitif Piaget.

Perlunya kemampuan berpikir kritis dalam memahami ilmu kimia ditunjukkan

dengan adanya korelasi yang kuat antara kemampuan berpikir kritis dengan prestasi

26
belajar kimia. Wiseman (1981:485) melaporkan koefisien korelasi antara prestasi

belajar siswa dalam mata pelajaran IPA di sekolah menengah atas dengan

kesanggupan berpikir kritis sebesar 0,76, yang artinya keduanya memiliki korelasi

yang kuat. Koefisien korelasi ini lebih tinggi dibandingkan koefisien korelasi antara

pelajaran fisika dan biologi dengan kemampuan berpikir formal, yang masing-masing

sebesar 0,56 dan 0,26. Artinya pelajaran fisika memiliki hubungan yang cukup kuat

dengan kemampuan berpikir kritis sedangkan pelajaran biologi memiliki hubungan

yang lemah dengan kemampuan berpikir kritis.

Hal ini berarti bahwa dibandingkan dengan pelajaran lainnya yang termasuk

dalam Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), ilmu kimia merupakan mata pelajaran yang

paling menuntut kemampuan berpikir kritis. Herron (1975:147) juga melaporkan

terdapat korelasi antara kemampuan berpikir kritis mahasiswa tahun pertama dengan

prestasi belajarnya dalam mata kuliah pengantar kimia dengan koefisien korelasi

sebesar 0,70 yang artinya sekitar 49,8% dari prestasi belajar kimia dapat diterangkan

dari kemampuan berpikir kritis. Sund & Trowbridge (1973:42-49) menyatakan bahwa

perkembangan kognitif berlangsung melalui empat tingkatan, yaitu: (1) tingkat

sensorimotor, 0-2 tahun; (2) tingkat pra-operasional, 2-7 tahun; (3) tingkat operasi

konkret, 7-11 tahun; dan (4) tingkat operasi formal 12-15 tahun. Piaget menemukan

bahwa tingkat perkembangan intelek sejalan dengan bertambahnya usia dan tingkat-

tingkat perkembangan tersebut adalah tetap (invariant), artinya dalam proses

perkembangan menuju ke tingkat yang lebih tinggi seorang individu tidak mungkin

meloncati tingkat perkembangan sebelumnya.

27
Sherman & Sherman (1989) menyebutkan bahwa secara garis besar materi-

materi dalam kimia dapat dipelajari secara kualitatif maupun kuantitatif. Kimia

kualitatif menggambarkan materi dan perubahan yang dialami oleh materi tersebut,

sedangkan kimia kuantitatif melibatkan pengukuran dan perhitungan tentang materi,

sehingga matematika memainkan peranan yang penting dalam kimia. Kimia

merupakan salah satu bagian dari ilmu-ilmu alam (ilmu alam meliputi fisika,

astronomi, geologi, dan biologi). Ilmu fisika berkaitan dengan materi dan energi,

sedangkan ilmu biologi berkaitan dengan organisme hidup. Kimia mencoba menjadi

pusat bagi kedua ilmu tersebut (fisika dan biologi).

Ilmu Kimia merupakan salah satu bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

yang sering disebut juga dengan sains, hal ini menyebabkan karakteristik ilmu kimia

sama dengan karakteristik sains. Berbagai hasil penemuan dalam penelitian kimia

telah banyak mengubah cara hidup dan meningkatkan kualitas manusia (Pike, 2010).

Penelitian kimia akan membantu untuk memberikan solusi untuk semua tantangan

utama yang dihadapi masyarakat, seperti membuat dan memperbaharui persediaan

energi dan makanan, meningkatkan dan memelihara akses kesehatan, serta

mengembangkan dan memastikan pengelolaan air dan kualitas udara secara

berkelanjutan (Delpy & Pike, 2010). Berdasarkan manfaat-manfaat yang diperoleh

tersebut, maka ilmu kimia dianggap sebagai pusat sains sekaligus induk dari segala

ilmu pengetahuan (Agogo & Onda, 2014).

Terkait dari banyaknya manfaat yang diperoleh sebagai hasil atau temuan

dalam penelitian kimia, sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari keunikan cabang-

28
cabang ilmu yang dimiliki ilmu kimia itu sendiri. Helmenstine (2016) menyebutkan

ada lima cabang utama yang menopang ilmu kimia, yaitu: (1) kimia organik,

mempelajari kimia karbon dan senyawanya, disebut juga studi kimia kehidupan; (2)

kimia anorganik, mempelajari senyawa anorganik yaitu senyawa yang tidak

mengandung ikatan C-H; (3) kimia analitik, mempelajari kimia materi dan

pengembangan alat yang digunakan untuk mengukur sifat materi; (4) Kimia fisik,

mempelajari termodinamika dan mekanika kuantum; dan (5) Biokimia, mempelajari

proses kimia yang terjadi dalam organisme hidup.

Berdasarkan rincian aspek-aspek diatas, maka Ilmu Kimia di SMA

mempelajari segala sesuatu tentang zat yang meliputi komposisi, struktur dan sifat,

perubahan, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.

Ilmu kimia mencakup materi yang amat luas yang terdiri dari fakta, konsep, aturan,

hukum, prinsip, teori dan soal-soal. Ilmu kimia merupakan mata pelajaran yang

paling menuntut kemampuan berpikir kritis. Ada dua hal yang berkaitan dengan

kimia yang tidak bisa dipisahkan, yaitu kimia sebagai produk dan kimia sebagai

proses. Kimia sebagai produk berkaitan dengan pengetahuan kimia yang berupa

fakta, konsep, prinsip, hukum dan teori, sedangkan kimia sebagai proses berkaitan

dengan kerja ilmiah. Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar

kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses dan produk.

29
2. Pembelajaran Kimia di SMA

Pada prinsipnya, pembelajaran atau learning merupakan suatu upaya untuk

membelajarkan peserta didik. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sisdiknas Pasal 1 Ayat 20 menyebutkan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.

Lebih lanjut definisi pembelajaran juga tertuang dalam Permendiknas No.41 Tahun

2007 tentang Standar Proses yang menyatakan bahwa “pembelajaran adalah usaha

sengaja, terarah dan bertujuan oleh seseorang atau sekelompok orang (termasuk guru

dan penulis buku pelajaran) agar orang lain (termasuk peserta didik), dapat

memperoleh pengalaman yang bermakna”. Usaha tersebut menunjukkan bahwa

pembelajaran merupakan kegiatan yang berpusat pada kepentingan peserta didik.

Peserta didik tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar

tetapi juga berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa pembelajaran memusatkan perhatian pada “bagaimana membelajarkan peserta

didik”.

Mata pelajaran kimia khususnya di SMA, merupakan kelanjutan dari mata

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs yang menekankan pada

fenomena alam dan pengukurannya dengan perluasan pada konsep abstrak yang

meliputi aspek-aspek sebagai berikut.

30
1) Struktur atom, sistem periodik dan ikatan kimia, stoikiometri, larutan non-

elektrolit dan elektrolit, reaksi oksidasi-reduksi, senyawa organik, serta

makromolekul.

2) Termokimia, laju reaksi dan kesetimbangan, larutan asam basa, stoikiometri

larutan, kesetimbangan ion dalam larutan, serta sistem koloid.

3) Sifat koligatif larutan, redoks dan elektrokimia, karakteristik unsur, kegunaan

dan bahayanya, senyawa organik dan reaksinya, benzena dan turunannya serta

makromolekul (Permendiknas No.22, 2006).

Proses pembelajaran kimia terdiri dari tiga tahap secara berurutan, yaitu

perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, dan penilaian

hasil pembelajaran. Menurut Ali (2007: 778), kimia sebagai cabang ilmu pengetahuan

alam yang berkenaan dengan kajian-kajian tentang struktur dan komposisi materi,

perubahan yang dapat dialami oleh materi dan fenomena-fenomena lain yang

menyertai perubahan materi. Ilmu kimia merupakan dasar bagi ilmu-ilmu

pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, geologi, teknik dan lain-lain.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kimia adalah ilmu yang mencari jawaban

atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam yang berkaitan

dengan komposisi struktur dan sifat, perubahan, dinamika, dan energetika zat.

Mata pelajaran kimia dijadikan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan

menengah, yang mempunyai nilai pendidikan di samping aplikasinya menyentuh

berbagai aspek kehidupan manusia. Pandangan ini melandasi pemikiran

31
pengembangan kurikulum dan pengajar kimia untuk merancang materi pelajaran

dengan akademik teoritik dengan cakupan luas karena harus meliputi semua

pengetahuan dasar kimia. Ilmu kimia pada awalnya diperoleh dan dikembangkan

berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya ilmu kimia

juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori (deduktif).

Tujuan pembelajaran kimia tidak hanya menghasilkan individu yang

menguasai konsep dalam ilmu kimia, tetapi juga memiliki keterampilan dalam

menemukan konsep tersebut serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Senada dengan hal tersebut, Marzano (2007:59) menyatakan bahwa tujuan dari proses

pembelajaran adalah pengetahuan deklaratif (declarative knowledge) dan

pengetahuan prosedural (procedural knowledge). Pengetahuan deklaratif merupakan

pengetahuan yang berkaitan dengan konten dari suatu ilmu dan dapat dikembangkan

melalui proses review dan revisi seperti kesalahan analisis dan identifikasi persamaan

dan perbedaan. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan yang berorientasi pada

keterampilan, strategi dan proses. Pengembangan pengetahuan prosedural berbeda

dengan pengembangan pengetahuan deklaratif (Ismail & Jusoh, 2001). Pengetahuan

prosedural dikembangkan oleh siswa melalui praktik dan latihan. Pernyataan tersebut

sesuai dengan sifat ilmu kimia sebagai produk dan sebagai proses. Oleh karena itu,

dalam pembelajaran kimia tidak terlepas dari pengetahuan deklaratif (kimia sebagai

produk) dan pengetahuan prosedural (kimia sebagai proses).

Konsep kimia mencakup kemampuan untuk merepresentasikan dan

menerjemahkan masalah makroskopik (dapat diamati), mikroskopik (partikel),

32
bentuk, dan gambar simbolik, seperti lambang, rumus, persamaan reaksi, dan grafik

(Sirhan, 2007). Sampai saat ini, masih banyak peserta didik yang tidak dapat

menghubungkan antara level makroskopik ke dalam level submikroskopik. Oleh

karena itu, kimia dianggap sebagai salah satu mata pelajaran yang paling sulit.

Kondisi tersebut selaras dengan pendapat Pekdağ (2010) bahwa kebanyakan

fenomena kimia terjadi pada tingkat molekuler sehingga membuat belajar kimia

menjadi lebih sulit. Selain itu, Faizah, Miswadi & Haryani (2013) mengatakan bahwa

konsep kimia pada umumnya bersifat abstrak dan sangat sulit divisualisasikan dalam

bentuk verbal, sehingga menuntut kemampuan guru untuk menyampaikan isi

pelajaran guna membangun pengetahuan peserta didik.

Banyak peserta didik tidak memahami konsep dasar kimia dengan benar,

sehingga mereka mengalami kesulitan dalam memahami konsep yang lebih tinggi

(Woldeamanuel, Atagana & Engida, 2014). Sebagaimana dikemukakan oleh Fan et

al. (2015) bahwa sebagian besar materi kimia tergolong abstrak, sehingga ilmu kimia

dipelajari dengan cara penyederhanaan objek dan pembahasannya tidak hanya

sekedar dengan pemecahan soal yang terdiri atas angka (soal numerik) melainkan

juga menyertakan penjelasan tentang fenomena kimiawi yang terkandung di

dalamnya (Awan et al. 2011). Selain itu, karakteristik konsep ilmu kimia berbeda

dengan konsep ilmu lainnya. Andromeda, Bayharti & Jannah (2014) mengatakan

kimia berisi hitungan, fakta yang harus diingat, kosa kata khusus, hukum yang

mengaitkan satu ide dengan ide lain yang harus dipahami secara benar dan tepat.

33
Pembelajaran kimia merupakan proses interaksi guru, siswa dan lingkungan

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran kimia. Mahaffy (2015: 4) menyatakan

bahwa pembelajaran kimia merupakan proses pembelajaran yang berfokus pada suatu

zat yang meliputi struktur dan sifat zat serta reaksi yang menghasilkan zat baru.

Berdasarkan pengertian tersebut, aktivitas pembelajaran kimia berpusat pada proses

belajar-mengajar ilmu kimia, melakukan praktikum kimia di laboratorium maupun

industri serta kegunaan dan reaksi-reaksi kimia.

Beberapa teknik yang dapat diterapkan dalam mempelajari kimia disesuaikan

dengan sifat-sifat khas dari ilmu kimia (Sastrawijaya, 1998:174) yaitu: 1)

mempelajari kimia dengan pemahaman konsep, 2) dari materi yang mudah ke sukar,

3) menggunakan berbagai teknik menghafal, menyelesaikan soal, penguasaan konsep,

menguasai aturan kimia, penyelesaian masalah di laboratorium, dan 4) mengaitkan

dengan kehidupan sehari-hari. Di samping itu, proses pembelajaran yang tepat akan

dapat meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik sehingga tidak cepat merasa

bosan dalam belajar kimia serta tercipta suasana belajar yang menyenangkan baik

secara fisik maupun psikologis (Uno, 2007: 136). Apabila hal tersebut tercapai, maka

peserta didik akan lebih siap dalam menerima pelajaran kimia.

Terdapat beberapa hal dalam belajar kimia yang perlu diperhatikan oleh

peserta didik untuk mengetahui ciri atau karakteristik dari pelajaran kimia, misalnya

peserta didik dapat membedakan dan mengetahui hubungan antara fakta, konsep,

prinsip dan hukum yang berlaku pada ilmu kimia. Selain itu, belajar kimia tidak

terjebak pada rumus tetapi mengetahui konsep yang terdapat pada rumus-rumus

34
tersebut, dan hilangnya anggapan bahwa ilmu kimia merupakan sesuatu yang

menakutkan. Oleh karena itu, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui

peserta didik telah memahami fakta, konsep, prinsip dan hukum adalah dengan

memberikan tes.

Kimia merupakan kajian mengenai materi dan energi dan interaksi diantara

keduanya (Goldberg, 2012: 1). Ilmu kimia menurut Chang (2004: 4) merupakan ilmu

yang mempelajari materi dan perubahannya. Pada kenyataannya, bidang ilmu kimia

ini merupakan salah satu bidang sains yang sangatlah produktif karena publikasi

ilmiah dalam bidang kimia ini sangatlah banyak (Baird, Scerri, & McIntyee, 2006: 2).

Gilbert & Treagust (2009: 3) mengungkapkan bahwa substansi kimia sebagai bagian

dari ilmu sains dibangun atas empat komponen, meliputi: (a) proses yang digunakan

untuk mendapatkan (menemukan atau mengkreasi) pengetahuan kimia, (b) konsep

umum dan fakta spesifik tertentu, (c) aplikasi dari pengetahuan kimia dalam

memahami dan merubah dunia, (d) implikasi dari pemahaman kimia dan perubahan

untuk individu dan kehidupan sosial. Oleh karena itu, ilmu kimia sesungguhnya

memenuhi dan mendasari kebutuhan manusia sepenuhnya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa ilmu kimia merupakan

ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen meliputi komposisi,

struktur, sifat, transformasi, dinamika, serta energetika zat. Ilmu kimia mempelajari

tentang fenomena yang terjadi pada tingkat molekuler sehingga mengakibatkan

belajar kimia menjadi lebih sulit. Oleh karena itu, konsep kimia yang abstrak harus

35
dikaitkan dengan kegunaan bagi peserta didik untuk bekal hidup di masyarakat agar

memudahkan pemahaman konsep kimia dalam konteks pembelajaran.

3. Model dan Pemodelan dalam Sains

Suatu model dapat dianggap sebagai representasi yang disederhanakan dari

suatu ide, objek, peristiwa, proses, dan sistem yang dihasilkan untuk memberikan

penjelasan tentang identitas tersebut (Gilbert & Boulter, 2003). Maia & Justri (2009)

mendefinisikan pemodelan sebagai proses yang dinamis dan berkesinambungan

dalam menciptakan, menguji, dan mengomunikasikan model. Oh & Oh (2011) juga

merangkum lima subtopik tentang model dan pemodelan, (1) model didefinisikan

sebagai representasi dari target dan berfungsi untuk menjembatani yang

menghubungkan teori dan fenomena; (2) model memainkan peran menggambarkan,

menjelaskan, dan memprediksi fenomena alam dan mengkomunikasikan ide-ide

ilmiah kepada orang lain; (3) banyak model yang dikembangkan dalam sains karena

para ilmuwan memiliki ide yang berbeda tentang apa target dan bagaimana cara

kerjanya; (4) model ilmiah diuji baik secara empirik dan konseptual dan berubah

seiring dengan proses perkembangan pengetahuan ilmiah; dan (5) tidak hanya

pendidik tetapi juga peserta didik dapat mengambil keuntungan dari model karena

terlibat dalam berbagai kegiatan pemodelan di kelas.

Model sering dianggap sebagai mediator yang menghubungkan antara teori

dan fenomena (Koponen, 2007; Rotbain, Marbach-Ad, & Stavy, 2006). Dalam

36
pembelajaran sains, Coll & Lajium (2011) melaporkan tiga tujuan utama pemodelan

yaitu: (1) menghasilkan bentuk objek atau konsep yang lebih sederhana; (2)

memberikan stimulasi untuk pembelajaran sehingga mendukung visualisasi beberapa

fenomena; dan (3) memberikan penjelasan untuk fenomena ilmiah. Proses pemodelan

melibatkan transfer beberapa fitur dari sumber model ke target model (Brodie et al.,

1994). Marquez, Izquierdo, & Espinet (2006) mengemukakan bahwa model dipahami

melalui tiga komponen utama yaitu: komponen material yang merupakan bagian dari

entitas target, komponen dinamis yang merujuk pada hubungan antara bagian atau

entitas, dan komponen penyebab yang berarti penyebab dan fungsi target.

Model sering ditandai sebagai penggunaan sumberdaya visual seperti gambar,

diagram, animasi atau objek material yang menyederhanakan dan menyoroti aspek-

aspek tertentu dari sistem yang ditargetkan (Oh & Oh, 2011). Berdasarkan proses

penyederhanaan dan visualisasi, beberapa model dapat menggambarkan fenomena

yang kompleks dan tidak mudah diakses oleh pengamat langsung. Representasi visual

mengatur banyak informasi bersama-sama dan membuat proses penalaran yang

rumit menjadi nyata sehingga mereka dapat membimbing dan mendukung

kesimpulan persepsi. Harrison & Teagust (2000) mengungkapkan bahwa model

analog (meliputi: objek fisik, gambar, persamaan, dan grafik) mampu meningkatkan

pemahaman siswa tentang konsep abstrak karena memberikan banyak kesempatan

kepada mereka untuk mengeksplorasi makna dan penggunaan model.

37
Model juga dapat dipahami sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain

sehingga memungkinkan model menjadi alat untuk bertindak maupun berpikir.

Secara khusus model digunakan untuk mengembangkan dan menguji penjelasan

ilmiah (Gilbert, 1998). Model menawarkan penyederhanaan yang cermat atas

berbagai fenomena kompleks yang dipelajari oleh para ilmuwan (Taber, 2017).

White, Collins, & Frederiksen (2011) mengungkapkan lima karakteristik yang harus

dimiliki oleh model yang baik yaitu: (1) akurasi, model harus mencerminkan

beberapa aspek dari suatu sistem secara akurat; (2) generalitas, model harus mampu

menjelaskan berbagai fenomena dalam ruang lingkup; (3) parsimoni, model harus

sesederhana mungkin namun jelas dan transparan bagi pengguna; (4) bermanfaat,

model harus memiliki aplikasi potensial untuk memahami dan memprediksi perilaku

suatu sistem yang dimodelkan; dan (5) koherensi, model harus sejalan dengan model

lain untuk membentuk teori domain yang terintegrasi.

Model yang dimaksud dalam penelitian yang dilakukan yaitu model penilaian

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains yang berfungsi untuk

menjembatani hubungan teori dan fenomena, yang menghasilkan bentuk objek atau

konsep yang lebih sederhana dan mudah dipahami dalam proses penilaian. Hal ini

dikarenakan model merupakan strategi penilaian yang digunakan untuk

mengeksplorasi, membangun, dan melatih cara berpikir peserta didik dalam pelajaran

kimia. Model penilaian yang dikembangkan mencakup tujuan model, karakteristik

model, komponen model, instrumen model, dan sintaks model.

38
Model penilaian memiliki tujuan untuk mengumpulkan informasi yang dapat

digunakan untuk menilai dan mengembangkan pemahaman dalam berpikir kritis dan

keterampilan proses sains peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan

kualitas penilaian dan pembelajaran mata pelajaran kimia di SMA. Model penilaian

memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Proses penilaiannya terintegrasi secara

langsung setiap butirnya, dan 2) Penilaian menitikberatkan pada pengembangan

kemampuan peserta didik meliputi kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan

berupa keterampilan berpikir tingkat tinggi/HOTS menurut Bloom terdiri (1)

menganalisis; (2) mengevaluasi; dan (3) mencipta. Keterampilan proses sains yang

dikembangkan meliputi (1) mengobservasi, (2) mengamati, (3) menginferensikan, (4)

membuat data, dan (5) melakukan eksperimen.

Kegiatan penilaian dapat diterapkan pada pembelajaran teori dan praktek di

laboratorium. Kegiatan penilaian melibatkan peserta didik secara langsung untuk

melihat kondisi kemampuan mereka dalam materi yang telah dipelajari. Guru dapat

memberikan umpan balik yang mampu mengoreksi kesalahan atau mengklarifikasi

kesalahan kepada peserta didik sehingga mereka memahami letak kesalahan dan

mampu memperbaikinya.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa model penilaian

memiliki komponen sebagai berikut: 1) komponen proses belajar mengajar

(kompetensi yang akan dikembangkan, peserta didik, guru, bahan ajar, materi

pembelajaran, dan silabus, 2) lembar laporan hasil penilaian, 3) panduan pelaksanaan

ctsps, dan 4) kegiatan proses penilaian dan pengamatan untuk mengumpulkan

39
informasi atau data. Instrumen dalam model penilaian terdiri atas tes berbentuk essay

dengan jumlah 10 butir, pedoman penskoran, lembar laporan hasil penilaian (profil

peserta didik), dan lembar laporan kelas. Pada sintaks, model penilaian meliputi

tahapan: langkah-langkah pada tahap persiapan, langkah-langkah pada tahap

pelaksanaan, dan langkah-langkah pada tahap pelaporan.

4. Hakikat Penilaian

Penilaian (assessment) pada dasarnya merupakan beberapa prosedur

sistematis untuk mengumpulkan informasi yang dapat digunakan dalam membuat

kesimpulan tentang karakteristik seseorang atau objek (Reynolds, Livingston &

Wilson, 2009: 3). Menurut Schunk (2012: 14), salah satu cara untuk mengetahui hasil

pembelajaran peserta didik yaitu melalui penilaian. Selain itu, Mardapi (2012: 12)

mengatakan bahwa penilaian mencakup semua cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data tentang individu. Penilaian berfokus pada individu, sehingga

keputusannya juga terhadap individu. Dari tiga definisi tersebut dapat disimpulkan

bahwa penilaian adalah suatu prosedur sistematis mengumpulkan data tentang

karakteristik objek untuk membuat kesimpulan. Stiggins & Chappuis (2012: 3)

mengatakan bahwa penilaian yang baik dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan

bukti akurat terkait pencapaian hasil belajar peserta didik dan menjadikan proses

penilaian kelas dan hasilnya bermanfaat bagi peserta didik, yaitu mampu

meningkatkan motivasi dan prestasi belajarnya.

40
Penilaian harus dilakukan menurut prinsip-prinsip penilaian agar bermakna

dan dapat dipertanggungjawabkan. Prinsip-prinsip penilaian yang dikemukakan

Mardapi (2012) terdiri dari: (a) valid berarti menilai apa yang seharusnya dinilai

dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi, sehingga

penilaian tersebut menghasilkan informasi yang akurat; (b) objektif tidak memandang

dan membeda-bedakan latar belakang peserta didik; (c) adil berarti penilaian hasil

belajar tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik karena faktor yang lain;

(d) terbuka berarti bersifat transparan dan pihak yang terkait harus tau bagaimana

pelaksanaan penilaian tersebut; (e) bermakna berarti memiliki arti, makna, dan

manfaat yang dapat ditindaklanjuti oleh pihak lain; (f) mendidik berarti dapat

mendorong dan membina peserta didik maupun pendidik untuk menjadi lebih baik

dari sebelumnya dengan cara memperbaiki kualitas belajar mengajar; (g) menyeluruh

berarti mencakup seluruh aspek kompetensi peserta didik dan menggunakan berbagai

teknik penilaian yang sesuai; (h) berkesinambungan berarti penilaian dilakukan

secara terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran tentang

perkembangan belajar peserta didik dan (i) akuntabel berarti penilaian dapat

dipertanggung jawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya. Dengan

melaksanakan prinsip-prinsip penilaian, didapatkan data yang valid dan akuntabel.

Untuk dapat menerapkan prosedur penilaian hasil belajar peserta didik, haruslah

melalui pengukuran terlebih dahulu. Pengukuran hasil belajar peserta didik adalah

pengukuran non fisik yang merupakan atribut psikologi.

41
Terdapat dua istilah terkait dengan konsep penilaian (assessment) yaitu

pengukuran (measurement) dan evaluasi (evaluation) (Mardapi, 2008: 29).

Pengukuran adalah proses penetapan angka terhadap suatu gejala menurut aturan

tertentu, sedangkan evaluasi adalah penilaian yang sistematik tentang kegunaan suatu

objek. Griffin & Nix (1991: 3) menyatakan bahwa pengukuran dilakukan ketika

kegiatan hasil belajar peserta didik dibandingkan dan diklasifikasikan dengan suatu

kriteria, sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi berdasarkan

penilaian. Penilaian sendiri memiliki pengertian suatu proses menafsirkan dan

mendeskripsikan bukti-bukti hasil pengukuran (Griffin & Nix, 1991: 3). Dari

beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian adalah rangkaian

kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan

hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan,

sehingga menjadi informasi yang objektif dalam pengambilan keputusan.

Pada dasarnya penilaian adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk

mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah dicapai peserta didik setelah

berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Brookhart & Nitko (2008) menegaskan

bahwa prinsip dasar penilaian adalah memastikan penilaian agar sesuai dengan tujuan

pembelajaran, sehingga jenis penilaian dapat ditentukan. Penilaian hasil belajar kimia

harus mencakup berbagai aspek kemampuan peserta didik (Nahadi & Liliasari, 2009).

Penilaian hasil belajar adalah suatu proses dalam memberikan atau menentukan nilai

terhadap hasil belajar yang dicapai peserta didik dengan kriteria tertentu. Untuk dapat

42
melakukan penilaian hasil belajar secara komprehensif maka diperlukan suatu

instrumen penilaian yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan

perilaku peserta didik selanjutnya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa proses

penilaian merupakan pengumpulan informasi tentang tujuan yang ingin dicapai,

misalnya pencapaian belajar siswa. Bukti ini tidak selalu diperoleh melalui tes saja,

tetapi juga dapat dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri. Penilaian

memerlukan data yang baik sehingga perlu didukung oleh proses pengukuran yang

baik. Pada sistem evaluasi hasil belajar, penilaian merupakan langkah lanjutan setelah

dilakukan pengukuran.

5. Berpikir Kritis sebagai Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari kemampuan

berpikir tingkat tinggi yang menjadi perhatian utama dalam pendidikan di abad 21

(Ariyana et al. 2018; Duran & Sendag, 2012; Harjo, Kartowagiran, & Mahmudi,

2019). Perbedaan ini disebabkan oleh banyaknya ahli yang memberikan definisi

konseptual tentang keterampilan berpikir kritis. Pengembangan pembelajaran

berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking

Skill (HOTS) sebagai berpikir kritis merupakan program yang dikembangkan

sebagai upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat

Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) dalam upaya peningkatan

kualitas pembelajaran dan meningkatkan kualitas lulusan. Program ini

43
dikembangkan mengikuti arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan yang pada tahun 2018 telah terintegrasi Penguatan Pendidikan

Karakter dan pembelajaran berorientasi pada Keterampilan Berpikir Tingkat

Tinggi. Setiawati et al. (2018) mengatakan bahwa penyempurnaan kurikulum

2013 antara lain pada standar isi diperkaya dengan kebutuhan peserta didik untuk

berpikir kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional, sedangkan pada

standar penilaian memberi ruang pada pengembangan instrumen penilaian yang

mengukur berpikir kritis.

Berpikir kritis adalah suatu bentuk pemikiran tingkat tinggi di mana

individu harus memiliki sikap objektif untuk menilai nilai sesuatu, memutuskan

apakah benar atau salah, baik atau jahat, dan menarik kesimpulan melalui

introspeksi dan penalaran logis (Chao et al. 2013; Kim & Kim, 2016; Cheng et al.

2020). Menurut beberapa ahli, definisi keterampilan berpikir tingkat tinggi salah

satunya dari Resnick (1987) adalah proses berpikir kompleks dalam menguraikan

materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan

membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar.

Keterampilan ini juga digunakan untuk menggarisbawahi berbagai proses tingkat

tinggi menurut jenjang taksonomi Bloom. Menurut Bloom, keterampilan dibagi

menjadi dua bagian. Pertama adalah keterampilan tingkat rendah yang penting

dalam proses pembelajaran, yaitu mengingat (remembering), memahami

(understanding), dan menerapkan (applying), dan kedua adalah yang

diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa

44
keterampilan menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta

(creating). Gambar 1 menunjukkan bahwa problem solving, transfer of

knowledge, dan critical and creative thinking termasuk keterampilan berpikir

tingkat tinggi.

Gambar 1. Aspek Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Transfer of Knowledge

merupakan keterampilan yang erat kaitannya dengan keterampilan berpikir sesuai

dengan ranah kognitif, afektif, dan psikomotor yang menjadi satu kesatuan dalam

proses belajar dan mengajar. Ranah kognitif meliputi kemampuan dari peserta didik

dalam mengulang atau menyatakan kembali konsep/prinsip yang telah dipelajari

dalam proses pembelajaran yang telah diperoleh. Proses ini berkenaan dengan

kemampuan dalam berpikir, kompetensi dalam mengembangkan pengetahuan,

pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Tujuan

pembelajaran pada ranah kognitif menurut Bloom merupakan segala aktivitas

pembelajaran menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah sampai tertinggi,

lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

45
Table 1. Proses Kognitif sesuai dengan level kognitif Bloom (Ariyana et al. 2018)

Proses Kognitif Definisi


C1 Mengingat Mengambil pengetahuan yang relevan
C2 Memahami Membangun arti dari proses
L pembelajaran, termasuk komunikasi
O lisan, tertulis, dan gambar
C3 T Menerapkan/Mengaplikasikan Melakukan atau menggunakan prosedur
S di dalam situasi yang tidak biasa
C4 Menganalisis Memecah materi ke dalam bagian-
bagiannya dan menentukan bagaimana
bagian-bagian itu terhubungkan
H antarbagian dan ke struktur atau tujuan
O keseluruhan
C5 T Menilai/Mengevaluasi Membuat pertimbangan berdasarkan
S kriteria atau standar
C6 Mengkreasi/Mencipta Menempatkan unsur-unsur secara
bersama-sama untuk membentuk
keseluruhan secara koheren atau
fungsional; menyusun kembali unsur-
unsur ke dalam pola atau struktur baru
Level penalaran pada Tabel 1 mencakup dimensi proses berpikir menganalisis (C4),

mengevaluasi (C5), dan mengkreasi (C6). Pada Dimensi proses berpikir menganalisis

(C4) menuntut kemampuan peserta didik untuk menspesifikasi aspek-aspek/elemen,

menguraikan, mengorganisir, membandingkan, dan menemukan makna tersirat.

Adapun dimensi proses berpikir mengevaluasi (C5) menuntut kemampuan peserta

didik untuk menyusun hipotesis, mengkritik, memprediksi, menilai, menguji,

membenarkan atau menyalahkan. Selanjutnya dimensi proses berpikir mengkreasi

(C6) menuntut kemampuan peserta didik untuk merancang, membangun,

merencanakan, memproduksi, menemukan, memperbaharui, menyempurnakan,

memperkuat, memperindah, mengubah.

46
Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom sebagaimana yang telah

disempurnakan oleh Anderson & Krathwohl (2001), terdiri atas kemampuan:

mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan (applying-

C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi

(creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah

menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan mengkreasi

(creating-C6). The Australian Council for Educational Research (ACER)

menyatakan bahwa kemampuan berpikir merupakan proses: menganalisis,

merefleksi, memberikan argumen (alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda,

menyusun, menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan

untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang.

John Dewey mengemukakan bahwa berpikir kritis secara esensial sebagai

sebuah proses aktif, dimana seseorang berpikir segala hal secara mendalam,

mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan daripada

menunggu informasi secara pasif (Fisher, 2009). Berpikir kritis merupakan proses

dimana segala pengetahuan dan keterampilan dikerahkan dalam memecahkan

permasalahan yang muncul, mengambil keputusan, menganalisis semua asumsi yang

muncul dan melakukan investigasi atau penelitian berdasarkan data dan informasi

yang telah didapat sehingga menghasilkan informasi atau simpulan yang diinginkan.

Berpikir kreatif merupakan kemampuan yang sebagian besar dari kita yang terlahir

bukan bukan pemikir kreatif alami. Perlu teknik khusus yang diperlukan untuk

membantu menggunakan otak kita dengan cara yang berbeda. Berpikir kreatif dapat

47
berupa pemikiran imajinatif, menghasilkan banyak kemungkinan solusi, berbeda, dan

bersifat lateral (Kusiak & Brown, 2007). Keterampilan berpikir kritis dan kreatif

berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi pemecah masalah

yang baik dan mampu membuat keputusan maupun kesimpulan yang matang dan

mampu dipertanggungjawabkan secara akademis. Dengan demikian keterampilan

berpikir tingkat tinggi sebagai Critical and Creative Thinking.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai problem solving diperlukan

dalam proses pembelajaran, karena pembelajaran yang dirancang dengan pendekatan

pembelajaran berorientasi pada keterampilan tingkat tinggi tidak dapat dipisahkan

dari kombinasi keterampilan berpikir dan kreativitas untuk pemecahan masalah.

Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan para ahli yang memiliki

keinginan kuat untuk dapat memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan

sehari-hari. Peserta didik secara individu akan memiliki keterampilan pemecahan

masalah yang berbeda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mourtos,

Okamoto & Rhee (2004), ada enam aspek yang dapat digunakan untuk mengukur

sejauh mana keterampilan pemecahan masalah peserta didik, yaitu:

a. Menentukan masalah, dengan mendefinisikan masalah, menjelaskan

permasalahan, menentukan kebutuhan data dan informasi yang harus

diketahui sebelum digunakan untuk mendefinisikan masalah sehingga

menjadi lebih detail, dan mempersiapkan kriteria untuk menentukan hasil

pembahasan dari masalah yang dihadapi.

48
b. Mengeksplorasi masalah, dengan menentukan objek yang berhubungan

dengan masalah, memeriksa masalah yang terkait dengan asumsi dan

menyatakan hipotesis yang terkait dengan masalah.

c. Merencanakan solusi dengan mengembangkan rencana untuk memecahkan

masalah, memetakan sub-materi yang terkait dengan masalah, memilih teori

prinsip dan pendekatan yang sesuai dengan masalah, dan menentukan

informasi untuk menemukan solusi.

d. Melaksanakan rencana dengan menerapkan rencana yang telah ditetapkan.

e. Memeriksa solusi dengan mengevaluasi solusi yang digunakan untuk

memecahkan masalah.

f. Mengevaluasi, dalam langkah ini, solusi diperiksa, asumsi yang terkait dengan

solusi dibuat, memperkirakan hasil yang diperoleh ketika

mengimplementasikan solusi dan mengkomunikasikan solusi yang telah

dibuat.

Mengingat (remembering) merupakan level proses berpikir paling rendah.

Mengingat merupakan memanggil kembali kognisi yang sudah ada dalam memori.

Memahami (understanding) satu level lebih tinggi dibandingkan dengan mengingat.

Seseorang yang memahami sesuatu akan mampu menggunakan ingatannya untuk

membuat deskripsi, menjelaskan, atau memberikan contoh terkait sesuatu tersebut.

Jika seseorang yang telah memahami sesuatu mampu melakukan kembali hal-hal

yang dipahaminya pada situasi yang baru atau situasi yang berbeda, orang tersebut

telah mencapai level berpikir aplikasi (applying).

49
Anderson dan Krathwohl (2010) mengkategorikan kemampuan proses

menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating)

termasuk berpikir tingkat tinggi. Menganalisis adalah kemampuan menguraikan

sesuatu ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil sehingga diperoleh makna yang

lebih dalam. Menganalisis dalam taksonomi Bloom yang direvisi ini juga termasuk

kemampuan mengorganisir dan menghubungkan antar bagian sehingga diperoleh

makna yang lebih komprehensif. Apabila kemampuan menganalisis tersebut berujung

pada proses berpikir kritis sehingga seseorang mampu mengambil keputusan dengan

tepat, orang tersebut telah mencapai level berpikir mengevaluasi. Pada kegiatan

evaluasi, seseorang mampu menemukan kekurangan dan kelebihan. Berdasarkan

kekurangan dan kelebihan tersebut akhirnya dihasilkan ide atau gagasan-gagasan baru

atau berbeda dari yang sudah ada. Ketika seseorang mampu menghasilkan ide atau

gagasan baru atau berbeda maka level berpikirnya disebut level berpikir mencipta.

Seseorang yang tajam analisisnya, mampu mengevaluasi dan mengambil keputusan

dengan tepat, serta selalu melahirkan ide atau gagasan-gagasan baru. Oleh karena itu,

orang tersebut berpeluang besar mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang

dihadapinya.

Brookhart (2010) sependapat dengan konsep berpikir tingkat tinggi dalam

taksonomi Bloom yang direvisi Anderson dan Krathwohl. Secara praktis Brookhart

menggunakan tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir tingkat tinggi

(HOTS), yaitu: (1) HOTS adalah proses transfer, (2) HOTS adalah berpikir kritis, dan

(3) HOTS adalah penyelesaian masalah. HOTS sebagai proses transfer dalam konteks

50
pembelajaran adalah melahirkan belajar bermakna (meaningful learning), yakni

kemampuan peserta didik dalam menerapkan apa yang telah dipelajari ke dalam

situasi baru tanpa arahan atau petunjuk pendidik atau orang lain. HOTS sebagai

proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran adalah membentuk peserta didik

yang mampu untuk berpikir logis (masuk akal), reflektif, dan mengambil keputusan

secara mandiri. HOTS sebagai proses penyelesaian masalah adalah menjadikan

peserta didik mampu menyelesaikan permasalahan riil dalam kehidupan nyata, yang

umumnya bersifat unik sehingga prosedur penyelesaiannya juga bersifat khas dan

tidak rutin.

Dengan demikian, keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah keterampilan

berpikir logis, kritis, kreatif, dan problem solving secara mandiri. Berpikir logis

adalah kemampuan bernalar, yaitu berpikir yang dapat diterima oleh akal sehat

karena memenuhi kaidah berpikir ilmiah. Berpikir kritis adalah berpikir reflektif-

evaluatif. Orang yang kritis selalu menggunakan pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki untuk menganalisis hal-hal baru, misalnya dengan cara membandingkan atau

mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya sehingga mampu menjustifikasi atau

mengambil keputusan. Sementara itu, berpikir kreatif adalah kemampuan

menemukan ide/gagasan yang baru atau berbeda. Dengan gagasan yang baru atau

berbeda, seseorang akan mampu melakukan berbagai inovasi untuk menyelesaikan

berbagai permasalahan nyata yang dihadapinya. Penelitian yang telah dilakukan

difokuskan pada keterampilan berpikir tingkat tinggi sebagai berpikir kritis.

51
Keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam penelitian ini difokuskan pada

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi sebagai Critical (berpikir kritis). Kemampuan

untuk berpikir secara kritis disertai alasan yang baik telah menjadi perhatian dan

outcome dari pendidikan (Ching & Fook, 2013). Banyak pakar pendidikan

mempelajari tentang kemampuan berpikir kritis sehingga menghasilkan pengertian

yang berbeda-beda tentang berpikir kritis. Dewey (1993) menyebut berpikir kritis

sebagai berpikir reflektif. Berpikir kritis menurut Fisher (2011) sebagai pertimbangan

yang aktif, persistent (terus-menerus), dan teliti pada suatu keyakinan atau suatu

bentuk pengetahuan yang diterima begitu saja dipandang dari sudut alasan-alasan

yang mendukungnya serta kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang menjadi

kecenderungannya.

Berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat penting untuk

memecahkan masalah, menyelidiki dan menemukan pendekatan sistematis dengan

kemampuan mengevaluasi informasi untuk sampai pada solusi yang layak (Shah,

2010). Lipman (2003) menyatakan berpikir kritis bergantung ada kriteria untuk

mengoreksi diri, peka terhadap konteks, dan menyediakan pemberdayaan intelektual.

Berpikir kritis dimanapun melibatkan kemampuan untuk mengejar pertanyaan

seseorang melalui pencarian mandiri serta mampu menyajikan bukti untuk

mendukung argumennya (Pitchers & Soden, 2000: 239). Pemikiran ini dapat

diterapkan pada semua disiplin ilmu dengan mengajukan pertanyaan untuk mencari,

kemudian mengarahkan peserta didik untuk melakukan penelitian mandiri,

52
mendorong peserta didik untuk mempertanyakan atau menantang pertanyaan dan

kemudian menyajikan fakta.

Salah satu tujuan pendidikan adalah menuntut siswa untuk berpikir kritis,

karena berpikir kritis telah menjadi salah satu tujuan dan sasaran yang ingin dicapai

dalam dunia pendidikan. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan dan efektif

dalam semua aspek kehidupan. Banyak kalangan pendidik telah menyadari betapa

pentingnya berpikir kritis yang merupakan output dari proses pembelajaran.

Common Core State Standards menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai lintas

disiplin ilmu yang sangat penting untuk peserta didik dan pekerja (Lai, 2011). Selain

itu, Partnership for 21st Century Skills telah mengidentifikasi bahwa berpikir kritis

menjadi salah satu dari beberapa kemampuan yang dibutuhkan untuk menyiapkan

peserta didik pada jenjang pendidikan dan dunia kerja. Liliasari (2001) menyatakan

bahwa berpikir kritis juga dinyatakan sebagai salah satu modal dasar atau modal

intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan bagian yang

fundamental dari kematangan manusia.

Norris & Ennis (Brookhart, 2010: 4) mengemukakan bahwa berpikir kritis

merupakan berpikir secara menyeluruh dan beralasan untuk memutuskan apa yang

dipercaya dan apa yang akan dilakukan. Berbeda dengan pendapat tersebut, Cottrel

(2005: 1) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan aktivitas kognitif yang

berhubungan dengan penggunaan pikiran atau proses mental seperti attention,

categorization, selection dan judgment. Berpikir kritis merupakan bagian yang

esensial dalam proses investigasi saintifik, terutama dalam hal analisis dan evaluasi

53
dari bukti-bukti saintifik (White et al. 2011). Qing, Ni, & Hong (2010)

mengemukakan bahwa berpikir kritis sebagai proses berpikir yaitu seseorang

berinisiatif berpikir dan membuat penilaian yang bersifat evaluatif tentang keaslian,

akurasi, proses, teori, metode, latar belakang dan argumen pengetahuan yang telah

dipelajarinya kemudian membuat kesimpulan yang rasional tentang apa yang

dipercaya dan dilakukan.

Kemampuan berpikir kritis meliputi keterampilan memahami konsep,

menerapkan, menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi informasi yang

dikumpulkan atau dihasilkan dari observasi, pengalaman, refleksi, penalaran atau

komunikasi (Scriven & Paul, 2009). Umumnya, teori ini menekankan bagaimana

berpikir bukan apa yang dipikir. Oleh karena itu, berpikir kritis selalu menjadi tujuan

pembelajaran dan penilaian yang mencakup pemecahan masalah, penyelidikan

ilmiah dan pembelajaran yang melibatkan pemikiran aktif. Apabila peserta didik

dilatih untuk berpikir kritis maka peserta didik dapat mengkonstruksi pemikiran

mereka secara logis, dan dapat mempertimbangkan kembali pemikiran mereka secara

baik. Namun, apabila peserta didik sudah terbiasa dibimbing dengan pembelajaran

yang pasif yaitu hanya dengan menghafal dan mengingat informasi, maka akan

menjadi sulit untuk melibatkan peserta didik dalam keterampilan berpikir kritis.

Tujuan utama dalam pendidikan kimia di masa depan adalah pengembangan

kemampuan berpikir kritis dalam konteks yang spesifik maupun proses dalam ilmu

kimia dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan, teknologi, lingkungan dan

54
masyarakat (Zoller, 2001). Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis,

akan memiliki prestasi akademik yang tinggi. Penelitian Wenglinsky (Moore &

Stanley, 2010: 16) menyatakan bahwa peserta didik yang dilatih untuk berpikir kritis

dalam pembelajaran mampu memperoleh skor tes yang tinggi dalam evaluasi

pembelajaran. Kemampuan berpikir kritis tidak hanya diperlukan dalam dunia

sekolah, akan tetapi di kehidupan sehari-hari. Faktanya penarikan kesimpulan sangat

dibutuhkan pada semua bidang pekerjaan, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan

berpikir kritis akan meningkatkan kesuksesan seseorang dalam bekerja (Moore &

Stanley, 2010: 21). Selain itu, Stephenson & Sadler-McKnight (2016) mengatakan

peningkatan kebutuhan akan pekerja yang dapat menganalisis dan menggunakan

informasi secara kritis serta memberikan solusi secara efektif terhadap masalah yang

ada di kehidupan.

Tujuan sistem pendidikan saat ini adalah membuat peserta didik lebih aktif

dalam proses pembelajaran, dan membuat mereka memiliki keterampilan berpikir

kritis (Ashraf et al. 2011; Stowe & Cooper, 2017). Berpikir kritis sangat diperlukan

individu untuk menghadapi sejumlah informasi yang tidak terbatas, masalah yang

kompleks, serta perubahan teknologi dan sosial yang cepat (Vong & Kaewurai,

2017). Berdasarkan pernyataan tersebut, peserta didik perlu dibekali kemampuan

berpikir kritis untuk menghadapi persaingan di masa depan. Langkah yang diperlukan

untuk membekali siswa agar memiliki kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan

dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa untuk

55
berpikir kritis. Selain itu, penilaian yang dilakukan juga harus mampu menilai

kemampuan berpikir kritis peserta didik, sehingga instrumen yang digunakan

merupakan instrumen yang dikembangkan berdasarkan indikator kemampuan

berpikir kritis.

Terdapat 6 unsur dasar dalam berpikir kritis yang disingkat menjadi FRISCO

(Ennis, 1996):

a. Focus: memfokuskan pertanyaan atau isu yang ada untuk membuat keputusan

tentang apa yang diyakini.

b. Reason: mengetahui alasan-alasan yang mendukung atau menolak putusan-

putusan yang dibuat berdasar situasi dan fakta yang relevan.

c. Inference: membuat kesimpulan yang beralasan atau meyakinkan. Bagian

penting dari langkah penyimpulan ini adalah mengidentifikasi asumsi dan

mencari pemecahan, pertimbangan dari interpretasi terhadap situasi dan bukti.

d. Situation: memahami situasi dan selalu menjaga situasi dalam berpikir untuk

membantu memperjelas pertanyaan (dalam F) dan mengetahui arti istilah-

istilah kunci, bagian-bagian yang relevan sebagai pendukung.

e. Clarity: menjelaskan arti atau istilah-istilah yang digunakan.

f. Overview: meninjau kembali dan meneliti secara menyeluruh keputusan yang

diambil.

56
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis

merupakan salah satu bagian dari kemampuan berpikir tingkat tinggi yang

diklasifikasikan ke dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi berupa keterampilan

menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating), dan mencipta (creating).

Berpikir tingkat tinggi sebagai proses berpikir kritis dalam konteks pembelajaran

adalah membentuk peserta didik yang mampu untuk berpikir logis, reflektif, dan

mengambil keputusan secara mandiri. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah

kemampuan untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Berpikir kritis sebagai

berpikir tingkat tinggi berperan penting dalam mempersiapkan peserta didik agar

menjadi pemecah masalah yang baik dan mampu membuat keputusan maupun

kesimpulan yang matang dan mampu dipertanggungjawabkan secara akademis.

Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis, akan memiliki prestasi

akademik yang tinggi. Critical dapat dimaknai sebagai keterampilan berpikir yang

melibatkan proses kognitif dan mengajak peserta didik untuk berpikir reflektif

terhadap permasalahan. Tiga istilah dalam mendefinisikan keterampilan berpikir

tingkat tinggi (HOTS), yaitu: (1) HOTS adalah proses transfer, (2) HOTS adalah

berpikir kritis, dan (3) HOTS adalah penyelesaian masalah. Model penilaian

kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan pada penelitian ini, mengadopsi

aspek-aspek penilaian berpikir tingkat tinggi sebagai berpikir kritis menurut Bloom

dilihat berdasarkan indikator berpikir tingkat tinggi atau HOTS yang meliputi

menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Indikator tersebut

dimodifikasi sesuai dengan materi kimia kelas XI SMA yang diterapkan dalam

57
penelitian karena berpikir kritis merupakan salah satu bagian dari kemampuan

berpikir tingkat tinggi yang menjadi perhatian utama dalam pendidikan di abad 21

Oleh karena itu, model penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan

berpikir kritis merupakan instrumen tes berbentuk soal essay dan dilengkapi dengan

pedoman penskoran.

6. Keterampilan Proses Sains

Salah satu tujuan penting dalam pembelajaran kimia adalah mengembangkan

keterampilan proses sains (KPS). KPS merupakan keterampilan mental dan fisik yang

digunakan para saintis untuk menyelesaikan masalah ilmiah, memahami konten

secara mendalam, mengembangkan sikap tanggung jawab, dan meningkatkan

pengalaman belajar peserta didik (Gurses et al. 2014). KPS merupakan aspek kunci

dalam mempelajari pengetahuan ilmiah karena pengetahuan tersebut diperoleh dari

hasil investigasi. Dalam praktiknya, pengembagan KPS juga bertujuan untuk

mendukung keterampilan berpikir kritis dan mengembangkan pemecahan masalah.

Keterampilan proses sains (science process skills) merupakan keterampilan

berpikir yang sering digunakan oleh para ilmuwan untuk membangun pengetahuan

dalam memecahkan masalah (Özgelen, 2012). Al-Rabbani (2014) menyatakan bahwa

keterampilan proses sains mampu meningkatkan pengetahuan untuk membangun

kemampuan peserta didik dalam memperoleh dan mengembangkan pengetahuan

tersebut. Akinbobola & Afolabi (2010) menerangkan bahwa keterampilan proses

58
sains melibatkan kemampuan kognitif dan keterampilan peserta didik dalam

pemecahan masalah.

Keterampilan proses sains perlu diterapkan kepada peserta didik karena secara

tidak langsung akan melibatkan mereka dalam berbagai kegiatan inkuiri serta mampu

mengarahkan mereka untuk menerapkan keterampilan proses sains dasar dan

terintegrasi (Leonor, 2015). Secara umum, sistem evaluasi dan model pembelajaran

berbasis keterampilan proses sains terbukti cukup efektif dalam meningkatkan

keterampilan proses sains peserta didik sekaligus pencapaian hasil belajarnya secara

keseluruhan (Hidayati, Nugroho & Sudarmin, 2013). Menurut Özgelen (2012),

kondisi ini terjadi dikarenakan keterampilan proses sains memiliki hubungan dengan

domain kognitif peserta didik termasuk di dalamnya mencakup kemampuan berpikir

kritis.

Keterampilan proses sains memberikan pengalaman belajar yang lebih

bermakna kepada peserta didik. Oleh karena itu, keterampilan proses sains memiliki

pengaruh yang besar pada pembelajaran kimia karena mampu membantu peserta

didik untuk mengembangkan keterampilan mental yang lebih tinggi, seperti berpikir

kritis, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah (Karsli & Şahin, 2009).

Pengembangan keterampilan proses sains memungkinkan peserta didik untuk

membangun dan memecahkan masalah, berpikir kritis, serta memutuskan dan

menemukan jawaban atas keingintahuan mereka (Karamustafaoğlu, 2011). Yakar

(2014) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis keterampilan proses sains juga

dapat meningkatkan sikap positif peserta didik terhadap ilmu pengetahuan. Oleh

59
karena itu, apabila guru tidak mengajarkan keterampilan proses sains maka dapat

merugikan peserta didik.

Keterampilan proses sains terbagi menjadi dua jenis, yaitu keterampilan

proses sains dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses sains dasar meliputi

keterampilan peserta didik dalam mengobservasi, menginferensi, mengukur,

mengkomunikasikan, mengklasifikasikan, dan memprediksi. Keterampilan proses

sains terintegrasi meliputi mengontrol variabel, merumuskan definisi operasional,

memformulasikan hipotesis, menginterpretasi data, merencanakan eksperimen,

melakukan eksperimen, membuat grafik, memformulasikan model, dan

mempresentasikan hasil (Keil, Haney & Zoffel, 2009; Karsli & Şahin, 2009;

Akinbobola & Afolabi, 2010; Subali, 2010a; Karamustafaoğlu, 2011; Özgelen, 2012;

Chabalengula, Mumba & Mbewe, 2012; Al-Rabbani, 2014; & Leonor, 2015). Oleh

karena itu, Chabalengula, Mumba & Mbewe (2012) mengatakan bahwa guru kimia

harus mahir dalam penerapan keterampilan proses sains pada banyak tingkatan

sekaligus memiliki pengetahuan serta pemahaman untuk mengajarkan keterampilan

proses sains kepada peserta didik.

Ada 5 aspek yang perlu diperhatikan oleh guru dalam mengembangkan

keterampilan proses sains (Harlen, 1992: 29), yaitu:

a. Memberikan kesempatan untuk menggunakan keterampilan proses dalam

melakukan eksplorasi materi dan fenomena;

60
b. Memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam kelompok kecil maupun diskusi

kelas;

c. Mendengarkan pembicaraan peserta didik dan mempelajari produk mereka untuk

menemukan proses yang diperlukan dalam membentuk gagasan baru;

d. Mendorong peserta didik mengulas (review) secara kritis tentang bagaimana

kegiatan yang telah mereka lakukan;

e. Memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan keterampilan, khususnya

ketepatan dalam observasi dan pengukuran, atau teknik yang perlu dikembangkan

dalam komunikasi.

Ministry of Education Malaysia (2002), Rezba et al. (2007: 28-133), dan

Chabalengula et al. (2012) membagi aspek keterampilan proses sains seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Aspek Keterampilan Proses Sains


No. Aspek Indikator
1 Mengobservasi menggunakan indera pendengaran, penciuman,
pengecap, peraba, dan pendengaran untuk
mengumpulkan informasi tentang benda atau
fenomena
2 Mengamati proses pengumpulan informasi tentang objek atau
fenomena tertentu menggunakan seluruh atau
sebagian dari alat indera
3 Menginferensi menggunakan pengalaman atau pengumpulan data
terdahulu untuk menggambarkan kesimpulan dan
membuat penjelasan kejadian
4 Membuat data proses memberikan penjelasan yang rasional dari
objek, peristiwa atau pola dari kumpulan beberapa
data
5 Melakukan melakukan investigasi untuk menguji hipotesis.
eksperimen Kegiatan eksperimen melibatkan seluruh atau
kombinasi dari keterampilan proses lainnya

61
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains

merupakan keterampilan mental dan fisik untuk menyelesaikan masalah ilmiah,

memahami konten secara mendalam, mengembangkan sikap tanggung jawab, dan

meningkatkan pengalaman belajar peserta didik. Keterampilan proses sains

melibatkan kemampuan kognitif dan keterampilan peserta didik dalam pemecahan

masalah yang memiliki hubungan dengan domain kognitif peserta didik termasuk di

dalamnya mencakup kemampuan berpikir kritis. Dari aspek yang dikemukakan para

ahli di atas ada beberapa kesamaan untuk setiap indikator yang dijelaskan. Maka

aspek keterampilan proses sains yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

kegiatan (1) mengobservasi, (2) mengkomunikasikan, (3) menginferensikan, (4)

membuat data, dan (5) melakukan eksperimen.

7. Penilaian Terintegrasi

Dalam merencanakan pembelajaran berpikir kritis kendala yang sering

muncul adalah menyiapkan kondisi lingkungan belajar yang mendukung terciptanya

proses berpikir dan tumbuh kembangnya sikap dan perilaku yang efektif. Proses ini

bisa dilakukan dengan menjalin kegiatan berpikir dengan konten melalui kolaborasi

materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan

membangun hubungan antar konsep (Lewis & Smith, 1993). Penilaian terintegrasi

merupakan penilaian yang dilakukan oleh pendidik terhadap kemampuan peserta

didik pada tahap lanjut yang diawali dengan tahap penyusunan kerangka tujuan

pembelajaran dengan langkah yang jelas. Rotmans & Dowlatabadi (van der Sluijs,

62
2002) menegaskan bahwa penilaian terintegrasi merupakan suatu proses

interdisipliner untuk menggabungkan, menafsirkan, mengkomunikasikan

pengetahuan dan kemampuan peserta didik dari berbagai sumber.

Implementasi dari penilaian terintegrasi banyak memberikan manfaat bagi

peserta didik. Sebagaimana diungkapkan oleh Boud & Falchikov (2006) bahwa

praktik penilaian terintegrasi dapat membantu peserta didik untuk memahami

hubungan antara proses pembelajaran dengan penilaian hasil belajar. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa integrated assessment merupakan sebuah

penilaian terpadu yang mengintegrasikan penilaian penguasaan materi ajar dan

keterampilan proses sains dan dirancang sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan berpikir sekaligus keterampilan proses sains yang dimiliki oleh peserta

didik.

Integrated assessment dirancang sebagai upaya untuk menggabungkan

kemampuan berpikir kritis sekaligus science process skills yang dimiliki oleh peserta

didik. SAQA (2014: 6) mendefinisikan penilaian terintegrasi (integrated assessment)

sebagai suatu bentuk penilaian yang melibatkan semua jenis penilaian yang berbeda,

seperti penilaian tertulis (teori) dan demonstrasi (praktik) secara bersama-sama

dengan tujuan untuk mengetahui kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik.

Apabila penilaian terintegrasi dilakukan secara efektif dengan memanfaatkan

pengumpulan data, analisis dan manajemen dari berbagai tindakan yang terintegrasi

ke dalam proses pengajaran maka akan meningkatkan kualitas pembelajaran (Twing,

Boyle & Charles, 2010). Selain itu, Abaza et al. (2004: 122) menjelaskan bahwa

63
penilaian terintegrasi merupakan penilaian lanjut terhadap kemampuan peserta didik

yang dilakukan oleh guru melalui tahap penyusunan kerangka tujuan pembelajaran

dengan langkah yang jelas.

Penilaian terintegrasi merupakan suatu proses interdisipliner untuk

menggabungkan, menafsirkan, mengkomunikasikan pengetahuan dan kemampuan

peserta didik dari berbagai sumber menurut Rotmans & Dowlatabadi (van der Sluijs,

2002; de Kraker et al. 2011). Fungsi penilaian terintegrasi harus memiliki nilai

tambah dibandingkan dengan penilaian tunggal dan harus memberikan informasi

yang berguna bagi guru. SAQA & CIDA (2003: 62) mengatakan bahwa penilaian

terintegrasi harus menilai kemampuan peserta didik dalam menggabungkan

kompetensi dasar, praktis, dan refleksif dengan beberapa hasil secara kritis dan

menerapkannya dalam konteks praktis untuk suatu tujuan yang telah ditetapkan.

Penilaian terintegrasi merupakan suatu bentuk penilaian menghasilkan

pengetahuan yang relevan melalui masalah kompleks yang mencakup beberapa jenis

keahlian dari berbagai sudut pandang (van Ittersum et al. 2008). Boud & Falchikov

(2006) memaparkan bahwa praktik penilaian terintegrasi juga dapat membantu

peserta didik untuk memahami hubungan antara proses pembelajaran dengan

penilaian hasil belajar. Apabila guru mampu mengembangkan keterlibatan peserta

didik secara aktif sebagai penilai dalam proses pembelajaran, maka hal tersebut akan

mendukung mereka dalam pembelajaran di luar pendidikan formal.

Tujuan penilaian terintegrasi dirancang sebagai upaya untuk meningkatkan

penguasaan materi sekaligus keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik

64
(Sulistyaningsih, 2014). Peningkatan kemampuan akademis peserta didik dapat

dilakukan dengan cara mengintegrasikan antara penilaian dan pengajaran yang dapat

mendukung proses pembelajaran (Elui, 2008). Birenbaum et al. (2006)

mengemukakan beberapa prinsip utama dalam melakukan penilaian terintegrasi,

yaitu:

a. Peserta didik berpartisipasi dalam proses penilaian;


b. Penilaian bersifat kontekstual sesuai dengan pengajaran yang telah dilakukan;
c. Materi penilaian disesuaikan dengan pengetahuan dan kemampuan peserta
didik;
d. Menilai proses belajar dan produk pembelajaran;
e. Menyajikan kriteria penilaian yang transparan untuk peserta didik dan guru;
f. Peserta didik dan guru mendapatkan umpan balik tentang hasil penilaian;
g. Menginformasikan peserta didik dan guru tentang kemajuan mereka dalam
pembelajaran.

Penilaian terhadap kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains

dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara menggunakan penilaian terintegrasi.

Penilaian terintegrasi merupakan bentuk penilaian yang mengintegrasikan beberapa

aspek atau multidisiplin ilmu dalam satu proses penilaian. Schineider (Schneider &

Lane, 2005) menyatakan bahwa penilaian terintegrasi dilakukan untuk

mengkombinasikan berbagai disiplin ilmu menjadi interdisiplin ilmu yang saling

terintegrasi. Rotmans & Dowlatabudi (van der Sluijs, 2002; van Ittersum et al. 2008)

menyatakan bahwa penilaian terintegrasi merupakan proses interdisiplin untuk

mengkombinasikan, menginterpretasikan dan mengkomunikasikan pengetahuan dari

65
berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk memahami fenomena yang bersifat

kompleks. Berdasarkan pernyataan tersebut, penilaian terintegrasi merupakan

penilaian yang mengintegrasi pengetahuan berbagai disiplin ilmu pengetahuan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan agar siswa dapat mengembangkan

pengetahuannya ditinjau dari berbagai sudut pandang multidisiplin ilmu dalam hal ini

berpikir kritis dan keterampilan proses sains kimia.

Penilaian yang ada saat ini pada praktiknya belum sesuai dengan kebutuhan

dan tuntutan perkembangan zaman (Howes et al. 2013: 2). Suatu penilaian

seharusnya menyediakan definisi operasional standar yang mendefinisikan

pengukuran tentang apa yang diajarkan oleh guru dan dipelajari oleh peserta didik

(National Academy of Sciences, 1996: 5). Guru seharusnya melakukan penilaian

terhadap apa yang telah diajarkan secara berkala dan konsisten. Mata pelajaran kimia

juga tidak terlepas dari permasalahan penilaian tersebut. Mutisya & Rotich (2014)

mengemukakan bahwa karakteristik kimia tersebut saling berhubungan, karena

science process skills menunjang perkembangan domain kognitif. Oleh karena itu,

integrated assessment merupakan alat terbaik untuk mengukur kemampuan yang

dimiliki peserta didik.

Penilaian dapat dilakukan dengan tes baik secara lisan, praktik, maupun

tertulis. Dindar & Geban (2011) mengungkapkan bahwa beberapa tipe penilaian yang

digunakan dalam pendidikan sains, termasuk kimia, bertujuan untuk mengidentifikasi

kemampuan peserta didik dan masing-masing memiliki kelemahan maupun

kelebihan. Oleh karena itu, dibutuhkan instrumen penilaian yang tepat untuk

66
mengukur kemampuan peserta didik. Birenbaum (2011) mengemukakan bahwa guru

harus menyadari tentang integrated assessment fokus pada penilaian pembelajaran

bukan penilaian untuk pembelajaran, dengan kata lain penilaian dilakukan untuk

menilai kemampuan yang dimiliki peserta didik selama proses pembelajaran.

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Hunter (2003) bahwa penilaian tersebut

dilakukan tidak hanya untuk mengurutkan peringkat peserta didik, tetapi tujuan

utamanya yaitu meningkatkan hasil belajar peserta didik. Dorman et al. (2009)

menyatakan bahwa integrated assessment dapat digunakan untuk mendukung

keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, khususnya untuk

pembelajaran yang bersifat teori. Integrated assessment merupakan sebuah penilaian

terpadu yang mengintegrasikan penilaian penguasaan materi ajar dan keterampilan

proses sains. Dalam integrated assessment, setiap soal memiliki satu indikator

terintegrasi yang merupakan integrasi dari kemampuan berpikir kritis dan

keterampilan proses sains. Pembelajaran kimia merupakan pembelajaran yang tidak

hanya menitik beratkan pada penguasaan konsep, namun yang tidak kalah penting

yaitu keterampilan proses dalam mempelajari sebuah pengetahuan kemudian

mengkonstruksikannya. Dengan demikian, kegiatan penilaian hendaknya selain

menilai aspek kognitif peserta didik juga mampu menilai keterampilan proses belajar

peserta didik.

Penilaian terintegrasi merupakan penilaian yang dirancang untuk menilai

kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains yang dimiliki

peserta didik. Kemampuan peserta didik dalam mengintegrasikan pengetahuan dan

67
keterampilan yang dimiliki akan menentukan keberhasilan belajarnya. Sebagaimana

dinyatakan oleh Elui (2008) bahwa peningkatan kemampuan akademis peserta didik

dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan antara penilaian dan pengajaran yang

akan mendukung proses pembelajaran. Apabila peserta didik terlibat secara aktif

dalam kegiatan pembelajaran, maka pembentukan pengetahuan dalam diri peserta

didik akan tercapai.

Menurut pendapat para ahli di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Model

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains yang dikembangkan

merupakan instrumen tes berupa soal esai yang dikembangkan berdasarkan indikator

dari keduanya. Kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan berupa keterampilan

berpikir tingkat tinggi/HOTS menurut Bloom terdiri, (1) menganalisis; (2)

mengevaluasi; dan (3) mencipta. Keterampilan proses sains yang dikembangkan

meliputi (1) mengobservasi, (2) mengamati, (3) menginferensikan, (4) membuat data,

dan (5) melakukan eksperimen.

8. Teori Asam Basa

Asam dan basa merupakan salah satu materi kimia yang diajarkan di jenjang

SMA kelas XI IPA semester genap. Pembelajaran kimia pada materi asam dan basa

tidak terlepas dari kegiatan di laboratorium. Bruck, Bretz, & Towns (2009)

menjelaskan bahwa setiap kegiatan pembelajaran di laboratorium merupakan analisis

masalah yang akan diinvestigasi dengan suatu cara yang berupa prosedur kerja di

laboratorium untuk menemukan jawaban dan kesimpulan. Materi asam dan basa

68
membahas tentang keseluruhan berlangsungnya reaksi asam dan basa. Istilah asam

dan basa telah didefinisikan dalam berbagai cara (Hargis, 1988: 115-116) , yaitu:

a. Teori Asam Basa Arrhenius

Menurut Arrhenius, mengemukakan suatu teori dalam disertasinya (1883)

yaitu bahwa senyawa ionik dalam larutan akan terdisosiasi menjadi ion-ion

penyusunnya.

● Asam merupakan zat/senyawa yang dapat menghasilkan H+ dalam air.

HCl (aq) → H+(aq) + Cl -(aq)

● Basa : zat/senyawa yang dapat menghasilkan OH - dalam air.

NaOH (aq) →Na+ (aq) + OH – (aq)

● Reaksi netralisasi adalah reaksi antara asam dengan basa yang menghasilkan

garam.

HCl (aq) + NaOH (aq) →NaCl (aq) + H2O(ℓ)

H+(aq) + OH – (aq) → H2O (ℓ)

Keterbatasan teori Arrhenius, asam klorida dapat dinetralkan baik oleh larutan

natrium hidroksida maupun ammonia. Pada kedua kasus tersebut, akan didapatkan

larutan hasil reaksi yang jernih yang dapat dikristalkan menjadi garam berwarna

putih, baik natrium klorida maupun amonium klorida. Kedua reaksi tersebut

merupakan reaksi yang sangat mirip. Reaksi yang terjadi adalah:

NaOH (aq) + HCl (aq) → NaCl (aq) + H2O(ℓ)

NH3 (aq) + HCl (aq) → NH4Cl (aq)

69
Pada kasus reaksi antara natrium hidroksida dengan asam klorida, ion hidrogen dari

asam bereaksi dengan ion hidroksida dari NaOH. Hal ini sesuai dengan teori asam-

basa Arrhenius. Akan tetapi pada kasus reaksi amonia dengan asam klorida, tidak

terdapat ion hidroksida.

Kita bisa mengatakan bahwa amonia bereaksi dengan air menghasilkan ion amonium

dan hidroksida, menurut reaksi sebagai berikut:

Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel, dan dalam larutan amonia pekat tertentu,

sekitar 99% amonia tetap berada sebagai molekul amonia. Meskipun demikian, ion

hidroksida tetap dihasilkan, walau dalam jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian

kita bisa mengatakan bahwa reaksi tersebut sesuai dengan teori asam-basa Arrhenius.

Tetapi pada saat yang bersamaan, terjadi reaksi antara gas amonia dengan gas

hidrogen klorida.

Dalam kasus reaksi di atas, tidak dihasilkan ion hidrogen ataupun ion hidroksida,

karena reaksi tidak terjadi dalam larutan. Teori Arrhenius tidak menggolongkan

reaksi di atas sebagai reaksi asam-basa, meskipun faktanya, reaksi tersebut

menghasilkan produk yang sama manakala kedua senyawa tersebut dilarutkan dalam

air. Secara singkat dapat dikatakan bahwa keterbatasan teori Arrhenius adalah bahwa

reaksi asam basa hanyalah sebatas pada larutan berair (aqueous, aq) dan asam-basa

adalah zat yang hanya menghasilkan H+ dan OH-.

70
b. Teori Asam Basa Bronsted-Lowry

Pada tahun 1923, Johannes Bronsted (Denmark) dan Thomas Lowry (Inggris)

mempublikasikan tulisan yang mirip satu-sama lain secara terpisah. Pendekatan teori

asam-basa Bronsted-Lowry tidak terbatas hanya pada larutan berair, tetapi mencakup

semua sistem yang mengandung proton (H+).

Menurut Bronsted-Lowry:

● Asam: zat/senyawa yang dapat mendonorkan proton (H+) bisa berupa kation

atau molekul netral.

● Basa: zat/senyawa yang dapat menerima proton (H+), bisa berupa anion atau

molekul netral.

Mengacu teori asam-basa Bronsted-Lowry akan terjadinya transfer proton, maka

dikenal istilah pasangan asam basa konjugasi.

HCl + NH3 → NH4+ + Cl -


asam 1 basa 1 asam 2 basa 2

Hubungan Teori Bronsted-Lowry dengan Teori Arrhenius

Teori asam-basa Bronsted-Lowry tidaklah bertentangan dengan teori asam-

basa Arrhenius, justru lebih melengkapi. Ion hidroksida tetap bertindak sebagai basa,

karena mampu menerima ion hidrogen dari asam dan juga dari air. Asam

menghasilkan ion hidrogen dalam larutan sebab asam bereaksi dengan molekul air

dengan cara memberikan protonnya kepada air.

71
Ketika gas hidrogen klorida dilarutkan dalam air, molekul hidrogen klorida

akan memberikan protonnya (sebagai ion hidrogen) kepada air untuk menghasilkan

asam klorida. Ikatan koordinasi terbentuk antara satu pasang elektron bebas pada

atom oksigen dengan ion hidrogen dari HCl menghasilkan ion hidronium (H3O+).

Apabila suatu asam dalam larutan bereaksi dengan suatu basa, yang bertindak

sebagai asam adalah ion hidronium. Sebagai contoh adalah terjadinya transfer proton

dari ion hidronium kepada ion hidroksida untuk menghasilkan air.

Hal penting yang harus diingat adalah: Apabila kita membicarakan ion hidrogen

dalam larutan, H+(aq), yang sebenarnya kita bicarakan tidak lain adalah ion

hidronium, H3O+(aq).

c. Teori Asam-Basa Lewis

Pada teori asam-basa Arrhenius tidak dijelaskan perilaku asam-basa dalam

larutan tidak berair dan pada teori asam-basa Bronsted-Lowry tidak diterangkan akan

72
adanya sistem yang tidak terprotonasi. G.N. Lewis, pada tahun 1923, mengemukakan

teori asam-basa dalam buku Thermodynamics and the Free Energy of Chemical

Substances. Menurut Lewis:

• Asam: zat/senyawa yang dapat menerima pasangan elektron bebas dari

zat/senyawa lain untuk membentuk ikatan baru.

• Basa: zat/senyawa yang dapat mendonorkan pasangan elektron bebas dari

zat/senyawa lain untuk membentuk ikatan baru.

Produk dari reaksi asam-basa Lewis merupakan senyawa kompleks. Proton

merupakan asam Lewis. Lewis mengembangkan reaksi asam-basa yang menyangkut

zat/senyawa yang tidak mempunyai atom H dalam senyawanya. Secara umum, reaksi

asam-basa Lewis terjadi apabila ada basa yang mendonorkan pasangan elektronnya

dan asam yang menerima pasangan elektron tersebut untuk membentuk ikatan baru.

Produk yang terjadi dari reaksi asam-basa Lewis disebut dengan senyawa kompleks

(adduct) dan ikatan yang terjadi adalah ikatan kovalen koordinasi. Contoh sederhana

dari reaksi asam-basa Lewis adalah reaksi pembentukan ion hidronium dan ion

amonium.

Pembentukan ion hydronium

73
Pembentukan ion ammonium

Hubungan antara Teori Asam-Basa Lewis dengan Teori Bronsted-Lowry

Basa Lewis

Cara terbaik untuk melihat hubungan basa Lewis dengan basa Bronsted-

Lowry adalah dengan cara melihat apa yang sebenarnya terjadi pada saat basa

Bronsted-Lowry menerima ion hidrogen. Tiga basa Bronsted-Lowry yang akan kita

tinjau adalah ion hidroksida, ammonia dan air.

74
Teori Bronsted-Lowry mengatakan bahwa ketiga senyawa di atas bertindak sebagai

basa karena berkombinasi dengan H+. Alasan mengapa terjadi kombinasi ketiga

senyawa di atas dengan ion H+ adalah karena ketiga senyawa di atas mempunyai

pasangan elektron bebas, sebagaimana dijelaskan dalam teori asam-basa Lewis.

Bagaimana halnya dengan reaksi antara amonia atau air? Dalam teori asam-basa

Lewis dijelaskan bahwa reaksi dimana pasangan elektron bebas suatu senyawa

digunakan untuk membentuk ikatan koordinasi dapat dikatakan bahwa senyawa

tersebut bertindak sebagai basa, misalnya amonia dan air. Berikut adalah contoh

reaksi pemakaian pasangan elektron bebas untuk membentuk ikatan koordinasi antara

amonia dengan BF3.

Sejauh NH3 yang menjadi fokus pembicaraan, maka NH3 akan bertindak sama seperti

pada saat NH3 bereaksi dengan ion H+, yaitu menggunakan pasangan elektron

bebasnya untuk membentuk ikatan koordinasi.

75
Asam Lewis

Untuk melihat hubungan asam Lewis dengan asam Bronsted-Lowry adalah dengan

cara meninjau reaksi antara amonia dengan gas hidrogen klorida .

Di beberapa textbook dikatakan bahwa amonia mendonorkan pasangan

elektron bebasnya kepada ion hidrogen, suatu proton sederhana yang tidak

mengandung elektron di sekitarnya. Hal ini merupakan suatu kesalahpahaman. Kita

tidak bisa menemukan H+ bebas dalam suatu sistem kimia. Ion H+ sangat reaktif

sehingga ion H+ selalu terikat pada sesuatu. Tidak akan pernah ditemukan ion

hidrogen bebas dalam molekul HCl. Dalam molekul HCl tidak terdapat orbital

kosong yang dapat menerima pasangan elektron bebas. Mengapa HCl bertindak

sebagai asam Lewis? Klor jauh lebih elektronegatif dibandingkan hidrogen. Hal itu

berarti bahwa HCl merupakan molekul polar. Elektron dalam ikatan hidrogen-klor

akan lebih tertarik ke arah klor dan membuat hidrogen sedikit bermuatan positif dan

klor sedikit bermuatan negatif.

Pasangan elektron bebas pada atom nitrogen (dalam molekul amonia) tertarik

ke arah hidrogen (dalam molekul HCl) yang sedikit bermuatan positif. Pada saat

keduanya mendekat, elektron pada ikatan hidrogen-klor akan saling menolak ke arah

atom klor. Ikatan koordinasi terbentuk antara nitrogen dan hidrogen, klor akan lepas

menghasilkan ion klorida.

76
Molekul HCl secara keseluruhan bertindak sebagai asam Lewis, karena dapat

menerima pasangan elektron dari amonia.

Pada pokok bahasan reaksi asam basa, konsentrasi ion hidrogen adalah kunci

utamanya karena besarnya konsentrasi mengindikasikan sifat asam atau basa dari

suatu larutan (Chang & Goldsby, 2014: 549). Persamaan kesetimbangan konstan

untuk ionisasi air ditunjukkan pada persamaan (1) (Chang & Goldsby, 2014: 550;

Brown et al. 2015: 717).

Kc = [H3O+] [OH-] (1)

Untuk mengindikasikan bahwa persamaan kesetimbangan yang dimaksud merupakan

ionisasi air maka simbol Kc diubah menjadi Kw. Pada suhu 25 °C, nilai Kw sebesar 1,0

x 10-14, sehingga persamaan kesetimbangannya akan selalu tetap pada suhu 25 °C dan

ditunjukkan pada persamaan (2) (Chang & Goldsby, 2014: 550; Brown et al. 2015:

717).

Kw = [H3O+] [OH-] = 1,0 x 10-14 (2)

Oleh karena konsentrasi ion H3O+ dan OH- dalam larutan begitu kecil, Soren

Sorensen, seorang ahli kimia dari Denmark, di tahun 1909 (Chang & Goldsby, 2014:

551) mengajukan konsep pH. pH dari suatu larutan didefinisikan sebagai logaritma

77
negatif dari konsentrasi ion hidrogen (dalam mol/L) yang ditunjukkan pada

persamaan (3).

pH = -log [H3O+] atau pH = - log [H+] (3)

Begitu juga dengan ion hidroksida, pOH dapat didefinisikan sebagai logaritma

negatif dari konsentrasi ion hidroksida (dalam mol/L) yang ditunjukkan pada

persamaan (4).

pOH = -log [OH-] (4)

Penetapan kadar larutan asam dan basa dapat dilakukan melalui suatu

prosedur percobaan yang disebut dengan titrasi. Pada titrasi asam-basa larutan basa

yang telah diketahui konsentrasinya ditambahkan secara perlahan ke dalam larutan

asam, atau sebaliknya (Brown et al. 2015: 776). Indikator asam-basa dapat digunakan

untuk mengetahui titik ekivalen. Titrasi dihentikan tepat pada saat indikator

menunjukkan perubahan warna. Saat indikator menunjukkan perubahan warna

disebut dengan titik akhir titrasi.

Peserta didik dapat menguasai berbagai keterampilan dari yang sederhana

sampai yang lebih kompleks secara aktif dengan melibatkan knowledge, skills, dan

attitude. Peserta didik diminta untuk menyelidiki, menganalisis, dan menyimpulkan

hasil percobaan yang dilakukan. Science process skills memastikan apakah peserta

didik menguasai materi dengan baik (Askins, 2006; Sukarno, 2013). Selain itu,

Hargis (1988: 115) menyatakan bahwa materi asam dan basa tidak hanya berkaitan

dengan materi-materi yang ada dalam ilmu kimia, melainkan juga berkaitan erat

dengan bidang ilmu lainnya seperti biologi, geologi, pertanian, dan kedokteran. Oleh

78
karena itu, materi asam dan basa dipilih sebagai materi dalam model penilaian

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains.

9. Teori Respon Butir

Berdasarkan kelemahan yang dimiliki teori tes klasik maka dikembangkan

teori tes baru, yaitu teori respon butir atau Item Response Theory (IRT). Tujuan utama

IRT adalah memberikan kesamaan antara statistik butir dan estimasi kemampuan.

Menurut Hambleton, Swaminathan & Rogers (1991: 7), IRT dikembangkan

berdasarkan dua postulat, yaitu: (1) prestasi peserta uji pada suatu tes dapat

diprediksikan dengan seperangkat faktor yang disebut latens traits; dan (2) hubungan

antara prestasi uji pada suatu butir tes dan perangkat kemampuan yang mendasarinya

sesuai dengan grafik fungsi naik monoton tertentu yang disebut kurva karakteristik

butir (Item Characteristic Curve, ICC). Kurva karakteristik butir berbentuk S-shape

dan berfungsi untuk mendeskripsikan hubungan antara probabilitas menjawab benar

suatu butir pada rentang kemampuan yang diukur (Baker, 2001:7). Kurva ini

menggambarkan bahwa semakin tinggi kemampuan peserta, semakin meningkat pula

peluang menjawab benar suatu butir tes.

Meskipun terbukti lebih unggul daripada teori tes klasik, IRT tetap memiliki

asumsi sebagai landasan dalam melakukan estimasi. Ada tiga asumsi yang melandasi

IRT, yaitu: (1) satu dimensi (unidimensional), (2) kebebasan lokal (local

independence), serta (3) invariansi parameter butir dan parameter kemampuan

(Hambleton, Swaminathan & Rogers, 1991: 9-18; Retnawati, 2014: 4-10).

79
Unidimensi, artinya setiap butir tes hanya mengukur satu kemampuan. Contohnya,

pada tes prestasi belajar mata pelajaran kimia, butir-butir yang termuat di dalamnya

seharusnya hanya mengukur kemampuan siswa di bidang kimia saja, bukan bidang

yang lainnya. Asumsi unidimensi pada praktiknya memang tidak dapat dipenuhi

secara ideal (Hambleton & Swaminathan, 1985: 16), namun persyaratan butir

unidimensi tetap sangat penting karena ditujukan untuk mempertahankan invariansi

pada teori respon butir (Naga, 1992: 164).

Bolt & Lall (2003) menambahkan bahwa asumsi unidimensi merupakan

asumsi yang menyulitkan dalam model IRT karena tes yang mengukur prestasi hasil

belajar sering bersifat multidimensi. Embretson & Reise (2000: 66) menambahkan

bahwa model IRT unidimensi tidak cocok untuk data yang diperoleh dari respon

subjek (siswa) yang memiliki perbedaan strategi secara sistematik, struktur

pengetahuan, dan interpretasi yang dipakai dalam merespons butir-butir soal. Oleh

karena itu, Hambleton, Swaminathan & Rogers (1991: 56) menyatakan bahwa asumsi

unidimensi dianggap terpenuhi jika tes mengandung suatu komponen dominan yang

mengukur kemampuan peserta didik. Jika eigenvalue faktor pertama mempunyai nilai

sampai beberapa kali lipat dari eigenvalue faktor kedua dan seterusnya hampir sama,

maka dapat dikatakan bahwa syarat unidimensi dianggap sudah terpenuhi (Naga,

1992: 297).

Sulitnya pemenuhan asumsi unidimensi disebabkan karena adanya faktor-

faktor kognitif, kepribadian, dan faktor-faktor administratif dalam tes, seperti

kecemasan, motivasi, dan tendensi untuk menebak (Retnawati, 2014: 1). Selain itu,

80
Lord (1980: 20) menambahkan bahwa tes kemampuan kimia sebagian tersusun atas

kemampuan matematika atau aritmatika dan sebagian lagi memuat pengetahuan

tentang fakta yang sifatnya non matematis. Memperhatikan hal ini, asumsi

unidimensi dapat ditunjukkan hanya jika tes hanya mengandung satu komponen

dominan yang mengukur prestasi suatu subjek.

Independensi lokal berarti respon peserta ujian terhadap item butir dan item

butir lain bersifat independen setelah latent trait dikontrol. Dominasi satu faktor yang

ada berdasarkan hasil empirik analisis faktor telah mengarahkan pada terpenuhinya

bukti bahwa data yang dimiliki bersifat unidimensional, hanya terdapat satu faktor

yang mempengaruhi respon jawaban siswa. Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat

disebutkan juga bahwa karena data yang dimiliki bersifat unidimensional, maka

respon yang diberikan para peserta ujian bersifat independen, kondisional terhadap

kemampuan mereka masing-masing. Jika kemampuan peserta ujian telah diketahui,

maka perilaku respon terhadap satu butir tidak berpengaruh terhadap perilaku respon

terhadap butir yang lain, sehingga skor dari satu butir tes tidak ditentukan atau

bergantung pada skor butir tes yang lain (Naga, 1992: 171). Jadi menurut Lord,

(1980: 19); Retnawati (2014: 7); DeMars (2010: 48) dapat disimpulkan bahwa asumsi

independensi lokal otomatis terpenuhi jika asumsi unidimensi terpenuhi).

Invariansi parameter kemampuan dapat diselidiki dengan mengajukan dua

seperangkat tes atau lebih yang memiliki tingkat kesukaran yang berbeda pada

sekelompok peserta tes (Hambleton, Swaminathan, & Rogers, 1991: 18). Invariansi

parameter kemampuan akan terbukti jika estimasi kemampuan peserta tes tidak

81
berbeda walaupun tes yang dikerjakan berbeda tingkat kesukarannya. Sementara itu,

invariansi parameter butir dapat diselidiki dengan menggunakan tes pada kelompok

peserta yang berbeda. Invariansi parameter butir terbukti jika estimasi parameter butir

tidak berbeda walaupun diujikan pada kelompok peserta yang berbeda tingkat

kemampuannya.

Model 1-PL adalah model IRT yang paling sederhana dimana hanya terdapat

satu item parameter. Parameter yang dimaksud ialah tingkat kesukaran item yang

dilambangkan dengan huruf b. Saat nilai b meningkat, hal ini berarti tingkat

kesukaran item juga meningkat. Saat skor kemampuan dari satu kelompok peserta

ujian ditransformasikan maka rata-ratanya adalah nol (0) dan standar deviasinya ialah

satu (1). Indeks tingkat kesukaran biasanya berkisar antara kira-kira -2,0 logit hingga

+2,0 logit (Hambleton, & Swaminathan:1985). Nilai yang semakin mendekati -2 logit

menunjukkan karakteristik butir yang semakin mudah, dan nilai yang mendekati +2

logit menunjukkan karakteristik butir yang semakin sulit bagi peserta ujian. Dalam

model 1-PL, menurut OAERS (2015), nilai b melambangkan tingkat kemampuan (θ)

yang dituntut bagi 50% kesempatan menjawab dengan tepat. Jadi, jika b = 0 logit,

maka kemungkinan jawaban benar akan sama dengan 0,5 pada tingkat kemampuan θ

= 0 logit.

Hambleton, Swaminathan, & Rogers (1991: 12-13) merumuskan model

logistik satu parameter secara matematis pada Persamaan 1.

82
𝑒 𝐷(𝜃−𝑏𝑖 )
𝑃𝑖 (𝜃) = , dengan i : 1,2,3 … n (1)
1+ 𝑒 (𝜃−𝑏𝑖 )

Keterangan:

𝑃𝑖 (𝜃)= probabilitas menjawab benar butir ke-i oleh peserta tes dengan
kemampuan 𝜃 yang dipilih secara acak
𝜃 = tingkat kemampuan peserta tes
e = bilangan natural yang besarnya mendekati 2,718
bi = tingkat kesukaran butir ke-i
n = banyaknya butir tes

Fungsi Informasi Butir

Fungsi informasi butir menyatakan kekuatan atau sumbangan butir tes dalam

mengungkap latent traits yang diukur dengan tes tersebut (Hambleton, Swaminathan

& Rogers, 1991). Informasi butir merupakan varians dari distribusi binomial, yaitu

hasil perkalian peluang menjawab benar dengan peluang menjawab salah, dengan

catatan bahwa peluang menjawab benar berbanding terbalik dengan peluang

menjawab salah. Semakin besar selisih nilainya, semakin kecil hasil perkaliannya,

akibatnya semakin kecil nilai fungsi informasi butir tersebut yang berkaitan dengan

kemampuan peserta yang menjawabnya. Apabila peserta tes dengan kemampuan

tinggi dapat menjawab butir yang sukar, peserta tes dengan kemampuan sedang dapat

menjawab butir yang sedang tingkat kesukarannya, dan peserta tes yang dengan

kemampuan rendah dapat menjawab butir soal yang mudah, maka akan memberikan

nilai fungsi informasi yang tinggi.

Melalui penggunaan fungsi informasi butir, dapat diketahui butir mana yang

cocok dengan model, sehingga membantu dalam seleksi butir tes. Menurut Naga

83
(1992: 319), fungsi informasi butir untuk model 1 parameter dapat dirumuskan

sebagai berikut.

(2)

Berdasarkan Persamaan 2, dapat disimpulkan bahwa pada model 1-PL, fungsi

informasi butir mencapai nilai maksimum jika nilai parameter ciri peserta (𝜃) sama

dengan atau sedikit di atas nilai parameter ciri butir bj (Naga, 1992: 324). Selanjutnya,

fungsi informasi tes dirumuskan sebagai jumlah dari fungsi informasi butir, dengan

demikian tinggi rendahnya fungsi informasi tes ditentukan oleh fungsi informasi

butir. Fungsi informasi tes secara matematis seperti yang dinyatakan Hambleton,

Swaminathan & Rogers (1991: 94) yang mengutip Birnbaum (1968) ditunjukkan

pada persamaan 3.

I (𝜃) = ∑𝑛𝑖=1 Ii(𝜃) (3)

Keterangan:

I (𝜃) : fungsi informasi tes


Ii(𝜃) : fungsi informasi butir

Konsep informasi tes dapat digunakan untuk: (a) konstruksi tes, (b) pemilihan

butir soal, (c) menentukan ketelitian hasil pengukuran; (d) membandingkan model

penskoran yang berbeda pada tes yang sama; (e) membandingkan tes yang berbeda

84
tetapi mengukur trait yang sama, (f) membandingkan prosedur tes yang berbeda, dan

(g) menentukan bobot (Crocker & Algina, 2008: 368; Hambleton & Swaminathan,

1985: 101). Birnbaum (Stocking, 1999: 57) menambahkan bahwa fungsi informasi

digunakan untuk menjelaskan efektivitas suatu tes atau suatu butir pada masing-

masing tingkat kemampuan yang diukur. Melalui informasi tes dapat dijelaskan

sejauh mana tes mampu mengukur tingkat kemampuan tertentu dengan cermat.

Apakah tes yang dikembangkan mampu mengukur dengan baik kelompok peserta tes

dengan kemampuan rendah, sedang, dan tinggi saja; atau justru mampu mengukur

semua tingkat kemampuan. Nilai informasi yang besar menunjukkan bahwa

kemampuan kelompok peserta tes dengan kemampuan tertentu dapat diduga dengan

baik, yakni semua hasil pendugaan akan memiliki nilai yang cukup dekat dengan nilai

sebenarnya. Jika nilai informasi kecil, maka kemampuan terhadap butir tes, maka

skor teori respon butir akan invarian juga terhadap butir yang ditempuh peserta tes

tersebut. Peranan invariansi ini cukup besar. Jika kemampuan dari seorang peserta tes

diketahui, maka skor yang dicapai peserta tersebut dapat diestimasi pada sembarang

butir, sekalipun butir tes itu tidak dikerjakan oleh peserta yang bersangkutan. Dasar

penghitungan skor tidak semata-mata terletak pada dikerjakan atau tidak

dikerjakannya suatu butir tes, melainkan terletak pada lengkungan responsi butir yang

berkaitan dengan parameter ciri peserta bersangk tidak dapat diduga dengan tepat dan

nilai pendugaan akan tersebar luas pada semua tingkat kemampuan. Skor pada teori

respon butir menurunkan skor dari estimasi parameter kemampuan peserta,

dikarenakan parameter kemampuan peserta invarian utama.

85
10. Teori Respon Butir Multidimensi

Teori respon butir multidimensi atau Multidimensional Item Response Theory

(MIRT) merupakan perluasan dari model IRT unidimensi yang pada dasarnya

merupakan model statistik dari hubungan antara item tes dan peserta didik. MIRT

digunakan untuk mengukur hubungan antar variabel laten dan probabilitas peserta

dalam menjawab benar suatu tes. Ackerman, Gierl, & Walker (2003) mengatakan

bahwa pada model MIRT terdapat dua atau lebih laten yang dapat dikonseptualisasi

sebagai konstruk atau dimensi. Keterlibatan beberapa dimensi dalam model

menyebabkan penggunaan MIRT memiliki kompleksitas yang tinggi dalam analisis

tes. Kompleksitas tersebut menurut Wang, Chen, & Cheng (2004) disebabkan karena

MIRT menggunakan korelasi antara sifat laten dalam mengkalibrasi suatu tes

sehingga dapat meningkatkan ketepatan pengukuran sifat laten individu. Langkah

awal dalam pemanfaatan MIRT dalam analisis tes adalah pengujian dimensional.

Pengujian dimensional suatu tes dapat menggunakan analisis faktor (Ackerman, et al.

2003; De Ayala & Hertzog, 1991). Apabila terbukti bahwa data memiliki sifat laten

lebih dari satu maka MIRT dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

Terdapat beberapa metode dalam pengelompokan model MIRT. Berdasarkan

adanya hubungan kompensasi antara sifat laten maka terdapat dua jenis model MIRT

yaitu compensatory models dan non-compensatory models (Desjardins & Bulut,

2017: 170). Model MIRT berdasarkan jumlah konstruk yang diukur suatu item dapat

dikelompokkan menjadi model between-item dan within-item MIRT (Liu, Magnus,

O’Connor, & Thissen, 2018). Berdasarkan struktur konstruk yang melekat pada item

86
tersebut maka banyak ahli yang menyebutkan model between-item dengan model

MIRT simple structure dan within-item MIRT sebagai complex structure.

Pengelompokkan model dapat dibedakan menjadi model exploratory factor analysis

(EFA) MIRT dan confirmatory factor analysis (CFA) MIRT.

Model MIRT lainnya yang lazim digunakan dalam analisis tes adalah model

multidimensi 2PL (M2PL), multidimensi Rasch Model, multidimensi graded

response model (MGMR), dan bifactor IRT model (Desjardins & Bulut, 2017).

Model M2PL memiliki karakteristik item berupa tingkatan kesukaran (d) dan daya

beda (a), sedangkan model M3PL memiliki karakteristik item tingkat kesukaran (d),

daya beda (a), dan pseudo-guessing (c). Kedua model tersebut berlaku untuk analisis

tes yang menggunakan penskoran dikotomi, sedangkan untuk tes dengan skor

politomus dapat menggunakan model MGPCM dan MGRM. Model MGPCM

dikembangkan oleh Yao dan Scwarz pada tahun 2006 yang merupakan perluasan dari

model GPCM. Fungsi statistik untuk model MGPCM dinyatakan dalam persamaan 4.

[𝑘𝑎𝑖 𝜃𝑖𝑗−∑𝑘
𝑥=0𝛽𝑖𝑘 ]
𝑒
𝑃𝑖 (𝑈𝑖 = 1|𝜃𝑗 , 𝛼𝑖 , 𝛽𝑖𝑘 ) = [𝑘𝑎𝑖 𝜃𝑖𝑗−∑𝑘
(4)
𝑘 𝑥=0𝛽𝑖𝑘 ]
∑𝑥𝑖 =0𝑒

Model MGRM merupakan pengembangan dari model GRM dengan persamaan 5.

1 𝑎 ′ 𝜃𝑗 + 𝑑𝑖𝑘 −𝑡 2
𝑃𝑖 (𝑈𝑖 = 𝑘 |𝜃𝑗 ) = ∫𝑎′𝑖𝜃 𝑒 2 𝑑𝑡
(5)
√2𝜋 𝑖 𝑗 + 𝑑𝑖𝑘+1

87
Pada persamaan 5, k merupakan skor peserta pada item I dan memiliki nilai 0,1,…,𝑘𝑖 .

Nilai a adalah vektor dari parameter diskriminan, dan 𝑑𝑖𝑘 adalah parameter mewakili

tingkat kesulitan untuk memperoleh skor ke-k pada satu item.

Karakteristik dari parameter item tergantung pada model MIRT yang

digunakan. Terdapat dua deskripsi statistik umum untuk menggambarkan

karakteristik parameter item tes dalam model MIRT untuk data politomus, yaitu

tingkat kesukaran multidimensi ( b atau MDIFF) dan daya beda multidimensi (a atau

MDISC). Daya beda multidimensi item ditentukan oleh persamaan 6 yang berlaku

untuk data dikotomi dan politomus.

𝑀𝐷𝐼𝑆𝐶 = √∑𝑚 2
𝑘=1 𝑎𝑖𝑘 (6)

Keterangan:
ai = vektor parameter diskriminasi item
m = jumlah dimensi

MDIFF menggambarkan kesulitan multidimensi dari item tes (Reckase, 1985) yang

memiliki interpretasi yang sama dengan parameter-b dalam model teori respon butir.

Persamaan 7 dan 8 untuk menentukan MDIFF.

𝑖 −𝑑
𝑀𝐷𝐼𝐹𝐹𝑖 = 𝑀𝐷𝐼𝑆𝐶 (7)

−𝑑
𝑖𝑘
𝑀𝐷𝐼𝐹𝐹𝑖𝑘 = 𝑀𝐷𝐼𝑆𝐶 (8)

Keterangan
d = parameter skala terkait dengan kesulitan item,
MDISC = merupakan vector parameter diskriminasi item.

88
MDIFFi digunakan untuk mengukur tingkat kesulitan item dengan skor

dikotomi, sedangkan MDIFFik digunakan untuk menganalisis kesulitan item yang

menggunakan skor politomus. Semakin tinggi dan positif nilai MDIFF

mengindikasikan semakin sulit suatu item, sebaliknya semakin kecil dan bernilai

negatif MDIFF mencerminkan item dengan tingkat kesukaran yang rendah.

Keakuratan pengukuran menggunakan MIRT dapat dilihat dari nilai fungsi informasi

multidimensi. Bentuk umum fungsi informasi item multidimensi ditunjukkan oleh

persamaan 9.

[𝛻 𝑃 (𝜃)]2
𝛼 𝑖
𝐼𝛼 𝑃(𝜃)= 𝑃 (𝜃)𝑄 (9)
𝑖 (𝜃)′
𝑖

dengan 𝛼 merupakan vektor dari koordinat sumbu x yang memberikan arah dari

centroid 𝜃, 𝛻𝛼 arah derivatif pada 𝛼, 𝑝𝑖 (𝜃) (Reckase, 2009). Nilai 𝛻𝛼 ditentukan oleh

persamaan 10.

𝜕𝑃𝑖 (𝜃) 𝜕𝑃𝑖 (𝜃) 𝜕𝑃𝑖(𝜃)


𝛻𝛼 𝑃(𝜃) = 𝜕 𝜃1
𝑐𝑜𝑠 𝑐𝑜𝑠 𝛼1 + 𝜕 𝜃2
𝑐𝑜𝑠 𝑐𝑜𝑠 𝛼2 + ⋯ + 𝜕 𝜃𝑚
𝑐𝑜𝑠 𝑐𝑜𝑠 𝛼𝑚 (10)

Informasi item maksimum akan dicapai pada kemiringan paling curam di sepanjang

garis kontur probabilitas 0,5. Berdasarkan nilai fungsi informasi item, maka informasi

tes MIRT dihitung dengan menjumlahkan informasi untuk setiap item tes pada

persamaan 11.

[∇𝛼 𝑃𝑖 (𝜃)]2
𝐼 (𝜃) = ∑𝑛𝑖=1 𝐼𝛼 (𝜃) = ∑𝑛𝑖=1 (11)
𝑃𝑖 (𝜃)𝑄𝑖 (𝜃)′

89
B. Penelitian Relevan

Penelitian yang dikembangkan oleh Harjo, Kartowagiran & Mahmudi (2019)

dengan judul “Development of critical thinking skill instruments on mathematical

learning high school”, menggunakan analisis kuantitatif dengan Confirmatory Factor

Analisis (CFA). Dalam Penelitian tersebut menggunakan analisis model Rasch atau

sering disebut model 1 parameter logistik (1 PL) berupa tingkat kesukaran butir.

Teori respon butir digunakan dalam analisis ini untuk skoring data politomus dengan

Partial Credit Model (PCM). Instrumen keterampilan berpikir kritis memiliki

keandalan yang baik, didukung oleh konsistensi jawaban dari subjek yang baik.

Keterbaruan yang dilakukan peneliti dari penelitian ini yaitu analisis yang digunakan

adalah model MGRM dengan Multidimensi Teori Respon Butir (MIRT) yang

menghasilkan output berupa tingkat kesukaran dan daya beda butir.

Penelitian yang dilakukan Akib & Muhsin (2020) mengatakan penilaian

merupakan alat evaluasi dalam pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan

zaman. Kriteria yang harus dimasukkan dalam penilaian adalah indikator pada ranah

kognitif dan berpikir kritis. Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud untuk

mengeksplorasi penilaian pengajaran yang disusun oleh dosen dalam menilai shutter

kognitif dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Data diambil pada periode

Pandemi Covid-19. Hasil penelitian menunjukkan dosen dominan mengukur

kemampuan mahasiswa pada skala C1-C2 meskipun beberapa dosen telah berada

pada skala C5-C6. Penilaian dosen dalam mengajar telah menerapkan indikator

90
kemampuan berpikir kritis. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masih adanya

penilaian yang dilakukan hanya mengukur kemampuan C1-C3. Maka dari itu model

penilaian yang dikembangkan dalam penelitian ini difokuskan untuk mengukur

kemampuan kognitif C4-C6 agar peserta didik terbiasa dalam menjawab soal-soal

berpikir kritis tingkat tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Irwanto et al. (2017), mengembangkan sebuah

instrumen terintegrasi berpikir analitis dan keterampilan proses sains kimia.

Instrumen berbentuk soal esai dan dilengkapi dengan pedoman penskoran tiap-tiap

butir. Instrumen terintegrasi tersebut telah terbukti validitas isinya dengan

menggunakan formula Aiken. Analisis karakteristik butir menggunakan teori respon

butir model Rasch. Respon guru terhadap instrumen penilaian terintegrasi sangat

baik. Dengan demikian, instrumen penilaian terintegrasi layak untuk diterapkan

dalam mengukur kemampuan berpikir analitis dan keterampilan proses sains peserta

didik. Terdapat perbedaan yang dilakukan Irwanto et al. (2017) terdapat penelitian

yang dilakukan yaitu berupa analisis penilaian terintegrasi yang digunakan adalah

Multidimensi Teori Respon Butir (MIRT), dimana hasil akhir terdapat dua

kemampuan yang dimiliki peserta didik yang berbeda terhadap kemampuan yang

diukur dalam model penelitian yang dikembangkan. Kemampuan yang dimaksud

adalah berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

Penelitian yang dilakukan oleh Friyatmi, Mardapi, Haryanto (2020) dengan

judul “Assessing Students’ Higher Order Thinking Skills Using Multidimensional

Item Response Theory”. Pengujian dimensi perangkat tes tersebut menggunakan

91
metode factor analysis dengan memperhatikan scree plot dan eigenvalue.

Karakteristik butir tes dianalisis dengan pendekatan Multidimensional Item Response

Theory (MIRT) dengan model Multidimensional Graded Response Model (M-GRM).

Tujuan dari penggunaan analisis MIRT tersebut dikarenakan terdapat tiga

kemampuan yang terukur di dalam instrumen tes yang dikembangkan yaitu problem

solving, critical thinking, dan creative thinking yang masing-masing butir dalam satu

instrumen mengukur salah satu aspek tersebut. Selain itu juga penggunaan model

MGRM lebih cocok karena untuk melihat karakteristik untuk 2PL yaitu tingkat

kesukaran butir dan daya pembeda butir. Terdapat kesamaan pada penelitian yang

dilakukan oleh peneliti salah satunya yaitu analisis MIRT dengan model MGRM dan

melihat 2 PL yaitu tingkat kesukaran dan daya pembeda butir. Perbedaan dari

penelitian ini yaitu setiap butir yang dikembangkan mengukur dua kemampuan secara

bersama-sama. Berdasarkan konstruk dalam penelitian yang dilakukan oleh Friyatmi,

Mardapi, Haryanto (2020), terdapat perbedaan yaitu aspek yang diukur setiap

butirnya mengukur dua kemampuan sekaligus untuk setiap butir dalam model yang

dikembangkan, kemampuan yang dimaksud adalah berpikir kritis dan keterampilan

proses sains.

Penelitian yang dilakukan oleh Istiyono et al. (2019) dengan judul

“Developing IRT-Based Physics Critical Thinking Skill Test: A CAT to Answer 21st

Century Challenge”, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan tes keterampilan

berpikir kritis Fisika dengan menggunakan Computerized Adaptive Test (CAT)

berdasarkan item response theory (IRT). Analisis validitas isi dibuktikan dengan

92
formula Aiken dan reliabilitas tes diestimasi berdasarkan fungsi informasi (IF) dan

kesalahan pengukuran (SEM). Adapun perbedaan yang terdapat dari penelitian ini

yaitu pembuktian validitas konstruk dilakukan dengan confirmatory factor analysis

dan karakteristik butir menggunakan multidimensional item response theory (MIRT)

dengan MGRM dimana karakteristik yang dihasilkan berupa tingkat kesukaran dan

daya beda butir.

Selain itu, Rosnawati, Kartowagiran, & Jailani (2015) mengembangan sebuah

model penilaian formatif untuk bidaang matematika yang bertujuan untuk

mendapatkan model evaluasi formatif berpikir kritis yang valid dan reliabel. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan dengan

mengintegrasikan Borg & Model Gall dan model pengembangan Plomp. Sepuluh

langkah model Borg & Gall yang dimodifikasi menjadi lima tahapan sebagai tahapan

dalam model Plomp. Validitas isi yang digunakan adalah expert judgement, Validitas

empiris dan reliabilitas yang digunakan adalah loading factor, analisis butir

menggunakan Parcial Credit Model (PCM) 1PL, dan hubungan antara disposisi dan

keterampilan berpikir kritis yang digunakan yaitu pemodelan persamaan struktural.

Ada lima aspek keterampilan berpikir kritis: matematika penalaran, interpretasi,

analisis, evaluasi, dan inferensi.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Putri & Istiyono (2017) tentang

pengembangan instrumen keterampilan berpikir kritis. Instrumen keterampilan

berpikir kritis dinyatakan cocok menggunakan Partial Credit Model (PCM) teori

respon butir. Tingkat kesulitan item berkisar antara -0,69 dan 1,14, yang menyiratkan

93
kategori baik. Selain itu, guru dan siswa memberikan tanggapan positif terhadap

penerapan penilaian yang dikembangkan. Penelitian yang dilakukan Putri & Istiyono

(2017) masih difokuskan dalam satu kemampuan saja yaitu berpikir kritis. Sesuai

dengan implementasi dari kurikulum 2013 yaitu mengintegrasikan kemampuan atau

bidang ilmu yang berbeda menjadi satu kesatuan dalam proses penilaian maka

dikembangkan model penilaian yang mengukur berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains.

Mutakinati, Anwari, & Yoshisuke (2018) melakukan penelitian dengan judul

“Analysis of students’ critical thinking skill of middle school through stem education

project-based learning”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

berpikir kritis peserta didik. Instrumen yang digunakan berupa lembar kerja untuk

menggali pengetahuan awal peserta didik tentang cara membersihkan air limbah

dalam proses berpikir kritis. Lembar kerja terdiri dari solusi perancangan, dan

pemahaman konsep untuk mengidentifikasi berpikir kritis berdasarkan tujuan dan

pertanyaan, pemilihan informasi, asumsi, sudut pandang solusi, dan implikasinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai keterampilan berpikir kritis peserta didik

memiliki rata-rata 2,82. Keterampilan berpikir kritis peserta didik termasuk dalam

kategori pemikir lanjut: 41,6%, Pemikir berlatih: 30,6%, pemikir pemula: 25%, dan

pemikir tertantang: 2,8%. Dan kategori untuk berpikir kritis kategori sedang berada

pada pemikir berlatih. Pemikir berlatih adalah tahap perkembangan berpikir kritis.

Kekuatan pemikiran keterampilan yang mereka miliki dalam berpikir digunakan

untuk mengkritik, membangun realistis ,dan untuk memecahkan masalah kontekstual.

94
Penelitian yang dilakukan oleh Subali (2009) menggunakan pemodelan Rasch

dengan pendekatan PCM 1- PL. Instrumen yang dihasilkan berupa tes mengukur

keterampilan proses sains pola divergen yang mencakup semua keterampilan proses

sains, namun tidak semua aspek dan sub aspek keterampilan proses sains dirumuskan

secara eksplisit dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar pada standar isi mata

pelajaran Biologi SMA. Butir tes tersebut validitasnya telah terpenuhi melalui expert

judgment, telah memperoleh bukti empiris fit dengan Partial Credit Model (PCM)

berdasarkan data politomus tiga kategori. Penelitian yang dilakukan Subali (2009)

masih difokuskan dalam satu kemampuan saja yaitu keterampilan proses sains.

Sesuai dengan implementasi dari kurikulum 2013 yaitu mengintegrasikan

kemampuan atau bidang ilmu yang berbeda menjadi satu kesatuan dalam proses

penilaian maka dikembangkan model penilaian yang mengukur berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains.

Penelitian yang dilakukan Tanti et al. (2020) bertujuan untuk

mendeskripsikan keterampilan proses sains siswa pada materi suhu dan panas.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu pendekatan dengan

metode kuantitatif yang menggunakan desain penelitian dengan menggunakan desain

Penelitian Survei. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi

dan wawancara. Hasil observasi ketuntasan keterampilan proses sains siswa

menunjukkan persentase 55,2% tergolong buruk. Artinya siswa memiliki

keterampilan proses yang rendah. Kurangnya keterampilan proses siswa karena guru

mendominasi proses belajar lebih banyak. Proses pembelajaran masih berorientasi

95
pada penguasaan materi, dan jarang dilakukan eksperimen. Hal tersebut sejalan

dengan wawancara yang dilakukan oleh peneliti.

Penelitian yang dilakukan Srirahayu & Arty (2018) bertujuan menghasilkan

instrumen experiment performance assessment untuk menilai keterampilan proses

sains. Metode yang digunakan adalah R & D (Research and Development) yang

diadopsi dari Dick et al. yang terbagi menjadi tahap pendahuluan, tahap perencanaan,

tahap pengembangan, tahap uji coba terbatas dan tahap uji coba luas. Aspek

keterampilan proses sains yang dinilai yaitu menyusun hipotesis, melakukan

eksperimen, mengamati, pengukuran, klasifikasi, komunikasi, dan inferensi.

Hal yang sama penelitian yang dilakukan oleh Dumitru (2012) bahwa

keterampilan berpikir kritis merupakan psikologis yang kompleks dengan komponen

yang berbeda. Setelah terbentuk dalam domain, maka dilakukan penilaian pendidikan

terintegrasi. Subjek yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah peserta didik.

Hasil penelitian membuktikan bahwa penilaian terintegrasi yang dilakukan seseorang

bertujuan menggunakan kemampuan berpikir kritis dalam situasi kehidupan sehari-

hari sangat cocok digunakan oleh peserta didik. Instrumen tersebut dapat menuntut

peserta didik berpikir lebih kritis secara sendirinya. Pendapat lain yang dikemukakan

oleh Hage (2020), seorang yang berpikir kritis adalah seseorang yang tugasnya

berpikir, refleksi, dan mengkritik. Hal tersebut dapat menjadi hal terakhir yang

dibutuhkan seseorang pada saat mendesak secara praktis. Pada saat-saat seperti itu,

intelektual kritis lebih diperlukan dari sebelumnya. Menjadi seorang intelektual kritis

96
pada saat seperti itu adalah menyadari, dan belajar bagaimana bernegosiasi semacam

itu.

Penelitian yang dilakukan Ariawan & Malang (2020) mengatakan bahwa

pemikiran kritis adalah bagaimana seseorang menanggapi asumsi dan menyelidiki

alternatif lain untuk berasumsi. Berpikir kritis adalah kesadaran dalam

menghubungkan pertanyaan, itu juga kemampuan dan kemauan untuk bertanya dan

menjawab sesuai waktu. Melihat yang pertama kata "kesadaran", pemikiran kritisnya

adalah proses berpikir yang dilakukan secara sadar dan dengan sengaja. Kemudian

kesadaran dan keterbukaan masuk pemikiran diarahkan pada bagaimana seseorang

menghubungkan pertanyaan yang pasti membutuhkan jawaban. Pada kasus ini

pertanyaannya adalah masalahnya. Jawabannya adalah solusi untuk masalah tersebut.

Ada beberapa kesamaan dan kesesuaian penelitian relevan tersebut dengan

penelitian yang dilakukan. Instrumen yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah

instrumen terintegrasi kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains yang

dibuktikan validitas isi dengan menggunakan formula Aiken. Karakteristik dianalisis

dengan pendekatan Multidimensional Item Response Theory (MIRT) dengan model

Multidimensional Graded Response Model (M-GRM). Ada dua tahapan dalam

penelitian ini yaitu 1) tahap uji coba model untuk melihat karakteristik instrumen

yang dikembangkan, dan 2) tahap penyebaran model untuk melihat gambaran

kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik SMA pada

materi asam basa.

97
C. Kerangka Pikir

1. Desain model penilaian

Implikasi kurikulum 2013 di semua jenjang pendidikan di Indonesia

berimplikasi pada model penilaian terintegrasi. Penilaian terintegrasi merupakan

penilaian yang dilakukan oleh pendidik terhadap kemampuan peserta didik pada

tahap lanjut yang diawali dengan tahap penyusunan kerangka tujuan pembelajaran

dengan langkah yang jelas. Praktik penilaian terintegrasi dapat membantu peserta

didik untuk memahami hubungan antara proses pembelajaran dengan penilaian hasil

belajar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model penilaian integrasi

merupakan sebuah penilaian terpadu yang mengintegrasikan penilaian penguasaan

materi ajar dan keterampilan proses sains dan dirancang sebagai upaya untuk

meningkatkan kemampuan berpikir sekaligus keterampilan proses sains yang dimiliki

oleh peserta didik. Keberhasilan pelaksanaan penilaian hasil belajar ditentukan oleh

kemampuan guru dalam mengkonstruksi dan menggunakan alat ukur dengan benar,

serta kemampuan menganalisis data yang dihasilkan.

Pada proses pembelajaran peserta didik dituntut lebih aktif dalam proses

belajar. Proses belajar dan mengajar dilakukan setiap hari di sekolah sesuai dengan

tujuan pembelajaran yang sudah direncanakan. Tahap terakhir dari pembelajaran

yaitu penilaian. Tiga penilaian yang dilakukan yaitu penilaian kognitif, afektif, dan

psikomotor. Penilaian kognitif berupa tes dimana terdapat dua instrumen yaitu lower

98
order thinking dan higher order thinking. Penilaian psikomotor mencakup penilaian

keterampilan proses sains kimia terdiri dari soft skills dan hard skills.

Keterampilan proses sains merupakan bagian yang tidak terpisahkan sekaligus

memiliki peran sentral dalam mengembangkan pemahaman konseptual peserta didik

dalam kegiatan pembelajaran. Kondisi tersebut menjadikan alasan mengapa

keterampilan proses sains sangat penting untuk dikembangkan dan dinilai. Selain itu,

apabila pembelajaran yang dilakukan lebih ditekankan pada pengembangan

keterampilan proses sains, maka akan berdampak positif terhadap hasil belajar peserta

didik. Pendekatan penilaian hasil belajar menekankan pada pengukuran tingkat

berpikir peserta didik dari yang sangat rendah sampai dengan yang sangat tinggi.

Tingkat berpikir peserta didik dikembangkan mulai dari tingkat berpikir

menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Keterampilan proses sains yang

dikembangkan meliputi mengobservasi, mengamati, menginferensikan, membuat

data, dan melakukan eksperimen. Pertanyaan dalam penilaian ditekankan pada jenis

pertanyaan bagaimana dan mengapa yang bersifat rasional, bukan pada pertanyaan

apa, dimana, siapa, dan kapan yang bersifat faktual. Model tes yang dikembangkan

berbentuk esai dengan jumlah 10 butir dan dilengkapi dengan pedoman penskoran.

2. Kualitas model penilaian

Analisis karakteristik butir tes dilakukan untuk menghasilkan butir-butir tes

yang berkualitas (terstandar). Kualitas dari model penilaian yang dikembangkan

diawali dengan pembuktian validitas isi menurut penilaian para ahli. Setelah terbukti

99
validitas isi menurut penilaian ahli dilakukan uji coba model guna melihat validitas

konstruk, reliabilitas, dan karakteristik butir yang dikembangkan.

3. Deskripsi hasil penilaian

Laporan penilaian hasil belajar peserta didik di samping dinyatakan dengan

angka juga dinyatakan dalam kata-kata yang menggambarkan kemampuan peserta

didik sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Respon hasil penilaian dari peserta

didik dianalisis dengan MIRT. Dimana hasil analisis yang dihasilkan terdapat dua teta

(𝜃) untuk setiap peserta didik. Pengolahan hasil penilaian menjadi laporan dinyatakan

dalam bentuk angka dan predikat serta deskripsi untuk capaian kompetensi. Angka

yang digunakan adalah skala 1-100, dengan kategori sangat tinggi. tinggi, sedang,

rendah, dan sangat rendah.

4. Kelayakan model penilaian

Untuk meyakinkan bahwa model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains yang dikembangkan layak atau tidaknya, digunakan lembar

penilaian kelayakan. Lembar penilaian kelayakan pengguna produk digunakan untuk

menilai kelayakan model penilaian terintegrasi yang telah dikembangkan. Instrumen

ini diisi oleh praktisi (guru kimia) untuk menilai kelayakan model penilaian

terintegrasi yang telah dihasilkan. Lembar penilaian produk terdiri atas 24 butir

pernyataan, meliputi aspek substansi, konstruksi, kebahasaan, validitas, dan

praktikabilitas.

100
Berikut disajikan kerangka pikir model yang dikembangkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori, kajian penelitian yang relevan dan alur pikir yang

telah dipaparkan sebelumnya, maka pertanyaan penelitian disusun sebagai berikut.

1. Bagaimana desain model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik SMA pada materi asam basa?

a. Bagaimana konstruk instrumen penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains peserta didik SMA pada materi asam basa?

b. Bagaimana bentuk instrumen penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains peserta didik SMA pada materi asam basa?

101
2. Bagaimana kualitas model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik SMA pada materi asam basa?

a. Bagaimanakah hasil validasi isi instrumen penilaian berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains peserta didik SMA pada materi asam

basa?

b. Bagaimana hasil validitas konstruk model penilaian berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains pada materi asam basa?

c. Bagaimana reliabilitas instrumen penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains pada materi asam basa?

d. Bagaimana karakteristik instrumen penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains peserta didik SMA pada materi asam basa?

3. Bagaimana deskripsi hasil model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains pada materi asam basa? Dilihat dari

a. Persentase Sangat Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah.

b. Persentase aspek C4, C5, dan C6.

4. Bagaimana kelayakan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik SMA pada materi asam basa ditinjau dari:

a. Praktikabilitas.

b. Keefektifan.

102
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian yang harus dijawab

dalam penelitian ini maka penelitian ini menggunakan pendekatan Design and

Development (D&D). Pendekatan ini merupakan studi sistematis terkait proses

desain, pengembangan dan evaluasi dengan tujuan untuk menghasilkan produk

berupa model penilaian (Richey & Klein, 2007: 1; Klein, 2014: 1; Spector et al.

2014:142). Penerapan pendekatan Design and Development pada penelitian ini

menggunakan jenis Model Research. Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini

berupa suatu Model Penilaian Berpikir Kritis Terintegrasi Keterampilan Proses Sains

peserta didik SMA pada pembelajaran kimia.

B. Prosedur Pengembangan

Berdasarkan pendekatan penelitian yang digunakan yaitu Design and

Development, maka prosedur dalam pengembangan model penilaian berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains mengacu pada Ellis & Levy (2010). Model

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains dalam penelitian ini

dinamai Model Penilaian Critical Thinking Science Process Skills (CTSPS). Prosedur

pengembangan ditunjukkan pada Gambar 3.

103
Gambar 3. Prosedur Pengembangan

104
1. Identifikasi Masalah

Fase identifikasi masalah merupakan fase penetapan dan pengujian

permasalahan penelitian. Fase ini dilakukan terkait kelayakan atau kecocokan

permasalahan dengan pendekatan Design and Development yang digunakan. Tahap

identifikasi masalah merupakan suatu proses awal dalam penelitian meliputi analisis

awal, analisis peserta didik, dan perumusan tujuan pembelajaran (Thiagarajan,

Semmel & Semmel, 1974: 6). Langkah dalam tahapan ini meliputi:

a. Analisis awal, yaitu menganalisis perlunya pengembangan produk yang

disusun berdasarkan kajian terhadap model penilaian yang digunakan guru

untuk mengukur kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains

peserta didik SMA.

b. Analisis peserta didik, yaitu menganalisis karakteristik peserta didik yang

sesuai dengan desain pengembangan model penilaian berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains berkaitan dengan materi pembelajaran

dan indikator yang digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan.

c. Perumusan tujuan pembelajaran, yaitu merumuskan tujuan pembelajaran yang

akan dicapai dengan penelitian tersebut dan menentukan tujuan akan

pentingnya pengembangan produk yang akan dihasilkan.

105
2. Penetapan Tujuan

Fase ini merupakan fase penjelasan tujuan penelitian. Tujuan yang dimaksud

adalah tujuan pengembangan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik SMA pada pembelajaran kimia yang dikaji dalam

penelitian ini.

3. Desain dan Pengembangan Model

Fase ini merupakan fase mendesain dan mengembangkan model atau

prototype. Pada fase ini dilakukan studi literatur dan sintesis temuan-temuan yang

mendukung pengembangan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik SMA pada pembelajaran kimia. Menyusun kisi-kisi butir

soal diperlukan agar dapat mempermudah dalam membuat butir soal yang baik.

Penelitian ini diawali dengan menyusun kisi-kisi butir soal berdasarkan pada

Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam silabus

pembelajaran yang berlaku. Kisi-kisi soal dibuat agar setiap aspek yang ingin diukur

dapat terwakili dan sesuai dengan indikator yang ingin diukur yaitu Berpikir Kritis

terintegrasi Keterampilan Proses Sains. Kisi-kisi butir soal merupakan acuan dalam

penulisan soal, sehingga dengan berpedoman pada kisi-kisi, maka penyusun soal akan

menghasilkan soal dengan tingkat kesulitan yang relatif sama. Selain itu, pada fase

model awal dihasilkan prototipe 1 untuk kemudian dilanjutkan pada fase pengujian

model.

106
4. Pengujian Model

Setelah model awal atau prototype dihasilkan, maka pada fase ini dilakukan

pengujian untuk menguji kelayakan model tersebut secara ilmiah. Pengujian yang

dimaksud tersebut berupa pengujian validitas, reliabilitas, dan karakteristik dari

model penilaian awal atau prototype 1. Kegiatan validasi produk bertujuan untuk

melihat kelayakan dari dasar teori yang digunakan. Setelah tersusun butir-butir yang

dikemas dalam instrumen tes kimia dilakukan validasi isi oleh ahli pengukuran,

pembelajaran, dan materi kimia. Validasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

keterbacaan butir-butir tes. Kriteria yang digunakan untuk melakukan telaah butir tes

mengikuti pedoman penyusunan tes. Telaah dilakukan terhadap kebenaran konsep,

konstruksi, dan bahasa yang digunakan. Telaah tes ini dilakukan oleh para ahli

pendidikan kimia dalam penyusunan butir soal yang dibuat. Hasil validasi digunakan

sebagai dasar revisi dan penyempurnaan butir-butir tes. Validasi oleh para ahli dalam

penelitian ini menggunakan teknik Delphi. Hasil masukan setiap ahli selanjutnya

digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan instrumen.

Langkah ini bertujuan agar butir-butir tes yang dikembangkan memenuhi

validitas isi. Kisi-kisi tes disajikan dalam bentuk matriks yang memuat komponen

seperti: materi yang akan diujikan, aspek yang diukur, dan tingkat perkembangan

kognitif yang diamati dan diukur. Aspek materi ditetapkan berdasarkan hasil kajian

tentang materi kimia yang mendukung pencapaian Kompetensi Inti (KI), Kompetensi

Dasar (KD), Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK), dan Tujuan Pembelajaran mata

pelajaran kimia kelas XI SMA dapat dilihat matriks pada Tabel 3.

107
Tabel 3. Matriks Instrumen

Keterangan :
Indikator Soal :
1.1 Menjelaskan asam dan basa menurut teori asam Arrhenius, Brønsted-Lowry, dan Lewis;
1.2 Mengidentifikasi reaksi asam dan basa;
1.3 Menentukan sifat asam dan basa;
1.4 Menghitung pH larutan asam/basa kuat dan asam/basa lemah;
1.5 Menghubungkan kekuatan asam/basa dengan derajat (α) dan tetapan asam (Ka) atau
tetapan basa (Kb);
1.6 Memperkirakan pH suatu larutan dengan menggunakan beberapa indikator;
1.7 Mengidentifikasi penggunaan suatu indikator asam basa;
1.8 Menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan metode titrasi; dan
1.9 Menggambarkan grafik titrasi dan menyimpulkan hasil berdasarkan data percobaan hasil
titrasi.

Uji coba tes dilakukan untuk melihat karakteristik suatu tes. Uji coba

digunakan sebagai data empirik karakteristik suatu tes terdiri dari tingkat kesukaran,

reliabilitas dan validitas konstruk tes tersebut. Berdasarkan uji coba instrumen,

langkah selanjutnya adalah menganalisis semua butir soal berdasarkan data respon

jawaban peserta didik hasil uji coba yang telah diperoleh. Karakteristik tes yang

dikembangkan dapat diketahui setelah dilakukan analisis terhadap respon jawaban

peserta didik.

108
5. Evaluasi Hasil Pengujian Model

Fase selanjutnya setelah pengujian model adalah fase evaluasi. Pada fase ini

dilakukan evaluasi terhadap hasil pengujian model tersebut, menganalisis kelayakan

model berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang ditetapkan dalam penelitian ini.

Setelah dilakukan uji coba instrumen dan kemudian dianalisis, langkah selanjutnya

adalah memperbaiki butir soal yang belum memenuhi karakteristik butir.

Memperbaiki tes merupakan langkah yang dapat dilakukan setelah menganalisis hasil

uji coba tes. Setelah karakteristik butir diketahui, peneliti dapat merakit ulang

perangkat instrumen. Pemilihan butir-butir dalam merakit perangkat tes dapat

dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik tertentu yang dikehendaki, antara

lain tingkat kesulitan butir dan daya pembeda butir. Butir-butir soal yang telah

memenuhi karakteristik soal yang baik selanjutnya digunakan pada pengujian model.

6. Penyebaran Model

Setelah model memenuhi kriteria-kriteria pada fase-fase sebelumnya maka

model telah dinyatakan baku dan siap untuk disebarkan dan diterapkan sesuai dengan

tujuan dan fungsi yang diharapkan. Hasil tes menghasilkan data kuantitatif berupa

skor (𝜃). Skor ini kemudian ditafsirkan sehingga menjadi nilai, yaitu rendah,

menengah, atau tinggi. Tinggi rendahnya nilai ini selalu dikaitkan dengan acuan

penilaian. Jadi tinggi dan rendahnya suatu nilai dibandingkan dengan kelompoknya

atau dengan kriteria yang harus dicapai.

109
C. Desain dan Subjek Uji Coba
1. Desain Ujicoba

Desain ujicoba model dalam penelitian ini dilakukan telaah butir soal oleh

expert judgment yakni dua dosen ahli materi, tiga dosen ahli pengukuran, dan dua

praktisi (guru kimia). Telaah butir soal dilakukan untuk membuktikan validitas

berdasarkan isi, konstruksi, dan bahasa yang digunakan. Hasil dari telaah butir soal

selanjutnya digunakan untuk perbaikan apabila masih terdapat butir yang belum tepat.

Perbaikan didasari oleh saran dan masukan yang diberikan oleh para ahli. Selanjutnya

butir yang sudah terbukti validitasnya diujicobakan kepada peserta didik Sekolah

Menengah Atas (SMA).

Ujicoba instrumen diberikan kepada peserta didik yang telah melewati atau

sedang menjalani pembelajaran dalam materi asam basa. Uji Coba instrumen

dilakukan dengan memberikan soal yang telah teruji validitasnya. Soal tersebut

berbentuk soal esai. Peserta didik diwajibkan menjawab butir soal tersebut. Untuk

menjawab soal tersebut telah disiapkan lembar jawaban bagi setiap peserta didik.

Setelah penilaian dilakukan peserta didik diwajibkan untuk mengumpulkan lembar

jawaban yang telah diisi identitas dan respon jawaban yang diberikan. Respon

jawaban tersebut akan dianalisis untuk mengetahui karakteristik instrumen penilaian

yang dikembangkan. Berdasarkan hasil dari analisis tersebut maka butir yang

dinyatakan kurang baik perlu diperbaiki dan dapat digunakan untuk penyebaran

model selanjutnya.

110
2. Subjek Uji Coba

Subjek uji coba dalam penelitian ini yaitu peserta didik SMA kelas XI IPA

yang sedang menempuh pembelajaran semester Ganjil tahun ajaran 2019/2020.

Pengambilan subjek penelitian dilihat dari nilai Ujian Nasional (UN) tahun ajaran

2018/2019 dari peringkat rata-rata nilai mata pelajaran kimia tertinggi, sedang, dan

rendah di Kabupaten Sleman. Sekolah yang dijadikan sebagai subjek dalam penelitian

ini dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Daftar Subjek Penelitian


No. Kode Nama Sekolah Skor UN Jumlah Kategori
Sekolah Kimia Peserta
Didik
Sampel Uji Coba Model
1. 04040002 SMA Negeri 1 Depok 68,54 97 Tinggi
2. 04040055 SMA Negeri 2 Ngaglik 60,47 64 Sedang
3. 04040067 SMA Negeri 1 Tempel 53,21 64 Rendah
4. 04040068 SMA Negeri 1 Ngemplak 53,06 64 Rendah
Jumlah 289
Sampel Penyebaran Model
1. 04040037 SMA Negeri 1 Sleman 77,24 120 Tinggi
2. 04040053 SMA Negeri 1 Pakem 72,25 94 Tinggi
3. 04040040 SMA N 1 Mlati 62,14 93 Sedang
4. 04040024 SMA Negeri 1 Seyegan 61,94 124 Sedang
5. 04040054 SMA Negeri 1 Ngaglik 55,00 93 Sedang
6. 04040038 SMA Negeri 2 Sleman 54,79 61 Rendah
7. 04040039 SMA Negeri 1 Turi 54,69 64 Rendah
8. 04040069 SMA Negeri 1 Cangkringan 53,10 60 Rendah
Jumlah 709

D. Teknik Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah tes dan non tes. Tes

yang dimaksud adalah penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains

111
kimia. Semua subjek uji coba diminta mengerjakan tes sesuai dengan perangkat tes

yang diterima. Lembar jawaban peserta didik dikumpulkan berdasarkan kelas

masing-masing di SMA. Pengumpulan data non tes berupa lembar validasi model dan

penilaian efektivitas model yang digunakan untuk memperoleh data tentang hasil

validasi para ahli dan keefektifan model dari praktisi.

2. Instrumen Pengumpulan Data

a. Lembar Penilaian Validasi

Lembar validasi butir soal ditujukan kepada expert judgment meliputi dua dosen

ahli materi, tiga dosen ahli pengukuran, dan dua praktisi (guru kimia) untuk

menentukan validitas isi butir soal yang akan digunakan pada saat ujicoba.

Validator diminta untuk menuliskan skor yang sesuai dengan memberikan tanda

ceklis (√) pada baris dan kolom yang sesuai pada Lembar Validasi. Kemudian

validator diminta memberikan kesimpulan penilaian umum dengan kategori dapat

diterapkan tanpa revisi, dapat diterapkan dengan revisi kecil, dan dapat diterapkan

dengan revisi besar dan belum dapat diterapkan.

b. Instrumen Tes

Instrumen tes pengumpulan data dalam penelitian ini berupa perangkat soal.

Bentuk instrumen tes penilaian berpikir kritis terintegrasi kemampuan proses sains

kimia berbentuk soal esai yang yang telah disusun berdasarkan kisi-kisi dan materi

yang akan diujikan. Suatu tes tersebut perlu dilengkapi dengan pedoman

penskoran. Pedoman penskoran dirancang untuk menjaga objektivitas penilaian

112
dan kepastian skor yang diperoleh peserta tes. Penskoran ini dibuat dalam bentuk

politomus Multidimensional Graded Response Model (M-GRM).

c. Lembar Penilaian Efektivitas Produk

Lembar penilaian efektifitas pengguna produk digunakan untuk menilai

keefektifan model penilaian terintegrasi yang telah dikembangkan. Instrumen ini

diisi oleh praktisi (guru kimia) untuk menilai kelayakan model penilaian

terintegrasi yang telah dihasilkan. Lembar penilaian produk terdiri atas 24 butir

pernyataan, meliputi aspek substansi, konstruksi, kebahasaan, validitas, dan

praktikalitas.

E. Teknik Analisis Data

1. Validitas

Validitas model pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah

validitas isi dan validitas konstruk. Analisis validitas isi dianalisis menggunakan

formula Aiken. Model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains

yang telah disusun dalam penelitian ini selanjutnya divalidasi agar model penilaian

tersebut benar-benar menggambarkan apa yang hendak diukur. Butir tes yang

dikembangkan dibuat berdasarkan yang terdistribusi proporsional sesuai dengan

materi dan teori yang tercantum dalam kurikulum agar validitas teoritis memenuhi

syarat. Pembuktian validitas isi dalam penelitian ini dianalisis dari skor yang

113
diberikan oleh expert judgment dengan melibatkan beberapa ahli dari bidang

pengukuran (ahli konstruksi tes) dan ahli materi (bidang kimia). Koefisien validitas

sekitar 0,76 masih dapat diterima dan dianggap memuaskan (Aiken, 1980). Hasil

penilaian dari judgment selanjutnya dianalisis menggunakan formula Aiken (Azwar,

2015: 113) pada persamaan 12.

∑𝑠
V = [𝑛 (𝑐−1)] (12)

Keterangan:
s = r - lo
lo = angka penilaian validitas yang terendah
c = angka penilaian validitas tertinggi
r = angka yang diberikan oleh penilai

Validitas konstruk (construct validity) digunakan untuk seperangkat alat ukur

yang memiliki indikator ganda. Alat ukur yang valid memperoleh data yang konsisten

meskipun indikator yang digunakan bervariasi. Supaya tidak terjadi overlapping

pengukuran antar indikator, maka perlu ada definisi konseptual yang jelas batasan-

batasannya. Untuk menguji konstruk instrumen dilakukan dengan Confirmatory

Factor Analysis (CFA) dari Kirsch & Guthrie (1980), Shavelon & Stanton (1975).

114
2. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana keandalan model pengukuran tersebut dalam

mengukur konstruk laten yang dimaksudkan. Penilaian keandalan model pengukuran

meliputi Internal Reliability (Cronbach’s Alpha), Composite Reliability (CR), dan

Average Variance Extracted (AVE). Reliabilitas internal dapat diperoleh dengan

bantuan SPSS, sementara CR dan AVE ditentukan dengan menggunakan persamaan

13 dan 14.

∑ 𝐾2
AVE = (13)
𝑛

∑ 𝐾2
CR = [(∑ 𝐾)2+ ∑(1−𝐾2 )] (14)

Keterangan:
K= factor loading
n = Jumlah item dalam model

Model konstruk fit jika memenuhi minimal 3 kriteria, seperti yang

dikemukakan oleh Schermelleh-Engel, Moosbrugger & Mueler (2003). Kriteria yang

digunakan yaitu Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) < 0,08, Chi-

Square yang diperoleh dari pengujian memiliki probabilitas lebih besar dari 0,05 (p >

0,05) dan Goodness of fit Index (GFI) > 0,90. Dalam proses analisis dibantu dengan

program LISREL 8.80.

3. Analisis Karakteristik Butir Instrumen

a. Pengujian Dimensionalitas

115
Pengujian dimensi perangkat tes menggunakan metode factor analysis dengan

memperhatikan scree plot dan eigenvalue. Namun, sebelum melakukan analisis

faktor, terlebih dahulu dilakukan pengujian kelayakan sampel analisis dengan

menggunakan uji KMO-MSA dan uji Bartlet’s dengan kriteria Kaiser-Meyer Olkin

Measure Sampling Adequancy (KMO-MSA) lebih dari 0,5 dan signifikansi uji

Bartlet’s kurang dari 0,05. Apabila terdapat beberapa komponen yang memiliki

eigenvalue lebih dari satu pada scree plot maka hal ini membuktikan bahwa terdapat

lebih dari satu sifat laten yang mempengaruhi probabilitas menjawab benar. Hal ini

bermakna bahwa tes tersebut memiliki sifat multidimensi. Model MIRT yang

digunakan dalam penelitian ini adalah CFA MIRT dengan simple structure.

b. Estimasi Parameter Butir

Estimasi parameter butir dalam penelitian ini dianalisis menggunakan model

Multidimensi Graded Response Model (M-GRM) dengan bantuan program R.

Adapun syarat yang harus diperhatikan dalam menggunakan model M-GRM yaitu

memiliki dua atau lebih dimensi yang terukur di dalam instrumen yang digunakan.

Model M-GRM menghasilkan parameter tingkat kesukaran dan daya beda butir.

Estimasi parameter butir berdasarkan pendekatan ini ditentukan sebagai berikut: (a)

untuk setiap butir soal estimasi tingkat kesukaran butir berkisar antara -2 logit ≤ bi ≤ 2

logit (Hambleton & Swaminathan, 1985); (b) untuk setiap butir soal daya pembeda

butir yang baik memiliki rentang dari 0 sampai 2 (Hambleton & Swaminathan, 1985);

dan (c) tes akan memberikan informasi yang baik jika TIF ≥ 10 (Hambleton dalam

Wiberg, 2004).

116
4. Deskripsi Hasil Penilaian

Adapun metode estimasi parameter yang digunakan untuk menaksir

kemampuan hasil penilaian peserta tes adalah Maximum Likelihood Estimation

(MLE) dengan bantuan program R. Prinsip dari MLE adalah mencari parameter

(given) yang dapat memaksimumkan nilai likelihoodnya. Estimasi kemampuan

peserta didik adalah nilai θ dari hasil L(θ|U) yang paling tinggi (maksimum). Estimasi

parameter kemampuan peserta didik terletak antara -4 logit ≤ bi ≤ 4. Dimana, setiap

kemampuan peserta didik terdiri dari dua (𝜃) kemampuan yang berbeda.

Dikarenakan instrumen yang diujikan mengukur dua kemampuan secara bersama-

sama berpikir kritis dan keterampilan proses sains. Kedua kemampuan tersebut

dijadikan sebagai laporan hasil penilaian dalam bentuk profil peserta didik dan profil

kelas. Laporan tersebut dibuat untuk mengetahui sejauh mana berpikir kritis dan

keterampilan proses sains peserta didik dalam hasil belajar.

Hasil penilaian disajikan dalam bentuk : 1) grafik distribusi frekuensi

kemampuan (ability), dan 2) chart persentase berdasarkan kategori level kemampuan.

Untuk mengetahui tingkat berpikir kritis dan keterampilan proses sains kimia tersebut

digunakan kategori berdasarkan rata-rata ideal dan simpangan baku ideal. Hal ini

diterapkan dengan asumsi bahwa kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses

sains kimia berdistribusi normal. Penentuan skor rata-rata ideal (Mi) dan skor

117
simpangan baku ideal (SB) didasarkan pada skor tertinggi dan terendah dari variabel

penelitian sebagaimana dinyatakan oleh Istiyono, et al. (2019) pada Tabel 5.

Tabel 5. Interval Kemampuan

No Interval Kemampuan Level


1. Mi + 1,8 Sbi <𝜃 Sangat Tinggi
2. Mi + 0,6 Sbi < 𝜃 ≤ Mi + 1,8 Sbi Tinggi
3. Mi - 0,6 Sbi < θ ≤ Mi + 0,6 Sbi Sedang
4. Mi - 1,6 Sbi < θ ≤ Mi - 0,6 Sbi Rendah
5. θ < Mi – 1,8 Sbi Sangat Rendah

Keterangan:
Mi : rerata ideal
Sbi : simpangan baku ideal
Xmak : skor tertinggi
Xmin : skor terendah

5. Kelayakan Model

Kelayakan model penilaian yang dikembangkan dinilai berdasarkan respon

pengguna produk dalam hal ini praktisi (guru) yang diadaptasi dari ketentuan

Permendikbud Nomor 66 tahun 2013. Data tentang kelayakan pengguna model

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains kimia yang dihasilkan

dimuat dalam bentuk tabel skor. Penilaian kelayakan produk menggunakan acuan

patokan, maka hal ini berarti nilai yang akan diberikan harus didasarkan pada standar

mutlak. Skor akhir rata-rata dikonversi menjadi tingkat kelayakan produk secara

kualitatif menggunakan pedoman penilaian ideal (Sya’ban, 2005: 17). Lebih jelas

dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Interval Skor Kelayakan

118
No Rentang Kategori Rentang Kategori
Skor Skor
1 ≥ Mi + 1,5 SDi Sangat Layak ≥ 78 Sangat Layak
2 Mi ≤ x < Mi + 1,5 SDi Layak 60 ≤ x < 78 Layak
3 Mi – 1,5 SDi ≤ x < Mi Tidak Layak 42 ≤ x < 60 Tidak Layak
4 < Mi – 1,5 SDi Sangat Tidak Layak < 42 Sangat Tidak Layak

119
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan model

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains mata pelajaran kimia

SMA. Peserta didik SMA yang dimaksud adalah peserta didik Kelas XI. Model yang

dikembangkan dapat digunakan sebagai pegangan guru dalam mengukur berpikir

kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta didiknya. Hal tersebut

dimaksudkan untuk menyediakan model penilaian dengan instrumen penilaian aspek

kognitif sekaligus psikomotor. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Sleman

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengambilan sampel berdasarkan nilai rata-

rata Ujian Nasional khususnya mata pelajaran kimia, dilihat berdasarkan

pengelompokkan kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Pengembangan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains dalam penelitian ini menggunakan prosedur pengembangan Design and

Development (D&D). Prosedur pengembangan model dalam penelitian ini mengacu

pada Ellis & Levy (2010) yang terdiri dari enam fase yaitu: identifikasi masalah (Fase

I), penetapan tujuan (Fase II), desain dan pengembangan model (Fase III), pengujian

model (Fase IV), evaluasi hasil pengujian model (Fase V), dan penyebaran model

(Fase VI). Keenam fase tersebut digunakan sebagai pedoman langkah atau tahapan

dalam mengembangkan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik pada penelitian ini.

120
A. Hasil Penelitian
1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan tahap awal dalam melakukan penelitian dan

pengembangan model penilaian. Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dan

mengumpulkan data-data terkait dengan penerapan penilaian pembelajaran kimia di

sekolah. Data-data yang perlu digali oleh peneliti merupakan data mengenai

perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian pembelajaran

yang dilakukan selama ini. Tujuan dilakukan observasi ini untuk memperoleh

informasi dan masalah mengenai model penilaian pembelajaran kimia selama ini di

sekolah. Setelah memperoleh informasi tersebut maka peneliti dapat menetapkan

konsep model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains yang

dikembangkan hingga model penilaian tersebut benar-benar final dan dapat

dimanfaatkan oleh lembaga pendidikan.

a) Analisis awal

Hasil analisis awal permasalahan menunjukkan bahwa model penilaian yang

dikembangkan oleh guru belum mengukur berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains peserta didik. Guru-guru belum mampu mengembangkan model

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains. Model penilaian yang

selama ini dikembangkan oleh guru masih mengukur pada tahap kognitif rendah.

Selain itu juga alat penilaian yang dirancang guru belum dapat digunakan untuk

mengukur dan meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik. Hasil observasi

121
yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan guru masih kesulitan dalam menyusun

model penilaian yang terintegrasi dan penentuan model yang tepat dalam pencapaian

kompetensi pembelajaran kimia di sekolah. Model penilaian yang digunakan saat ini

belum menggambarkan secara jelas dan spesifik tentang kemampuan berpikir kritis

dan keterampilan proses sains peserta didik secara menyeluruh. Selain itu, kualitas

tentang model penilaian yang terdiri dari instrumen penilaian masih kurang

meyakinkan dari aspek kualitas.

Analisis dilakukan berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan

terhadap beberapa guru kimia SMA di Kabupaten Sleman. Hasil yang diperoleh

mengindikasikan bahwa guru belum sepenuhnya melakukan penilaian secara benar

pada pembelajaran melalui praktikum. Kondisi tersebut terlihat dari kegiatan guru

yang tidak menggunakan instrumen penilaian keterampilan pada saat penilaian

kegiatan praktikum. Penilaian keterampilan proses sains hanya didasarkan pada

asumsi subjektif guru, yaitu jika peserta didik terlihat melaksanakan praktikum

dengan baik, maka akan mendapatkan nilai yang baik tanpa mempertimbangan aspek

secara keseluruhan mengenai keterampilan yang seharusnya diukur. Selain itu,

instrumen penilaian yang ada di beberapa sekolah belum mengacu pada keterampilan

khusus yang seharusnya mengukur kemampuan peserta didik dalam setiap praktikum.

Guru masih banyak memfokuskan pada penilaian aspek kognitif dan kurang

memperhatikan aspek keterampilan. Pada pelaksanaannya guru hanya menilai tentang

kedisiplinan dan kerjasama peserta didik dalam melaksanakan praktikum. Secara

umum dari hasil wawancara juga ditemukan bahwa guru belum melakukan penilaian

122
dengan menggunakan instrumen penilaian keterampilan pada proses praktikum.

Padahal keterampilan proses di setiap praktikum kimia berbeda antara materi pokok

yang satu dengan yang lainnya. Instrumen penilaian yang tersedia juga belum disertai

dengan pedoman penskoran, sehingga praktikum dinilai guru secara subjektif.

b) Analisis peserta didik

Analisis terhadap peserta didik dilakukan berdasarkan temuan di lapangan

pada saat studi pendahuluan. Hasil analisis menunjukkan bahwa peserta didik kurang

dilatih dalam pengoptimalan kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses

sains. Selama ini, penyajian soal masih dominan menggunakan jawaban sederhana

sebatas pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi yang hanya mengukur kemampuan

peserta didik pada level kognitif tingkat rendah. Dampak dari kebiasaan mengerjakan

tes yang sederhana akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif peserta didik

ketika diberikan tes yang memerlukan pemikiran kompleks (Subali, 2011). Kondisi

tersebut sesuai dengan hasil penelitian Pardjono & Wardaya (2009) yang melaporkan

bahwa rendahnya kemampuan berpikir kritis peserta didik terlihat dari apa yang

mereka tulis tanpa melakukan analisis yang mendalam. Oleh karena itu, analisis

terhadap peserta didik dilakukan untuk memperoleh karakteristik yang sesuai dengan

model penilaian yang akan dikembangkan.

123
c) Analisis tujuan pembelajaran

Analisis tujuan pembelajaran dilakukan untuk menyiapkan domain tes agar

sesuai untuk mengukur berpikir kritis dan keterampilan proses sains peserta didik

pada materi asam dan basa. Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap kurikulum

termasuk standar isi dan standar kompetensi, sehingga materi yang digunakan dalam

penyusunan model penilaian sesuai dengan kurikulum, begitu juga dengan indikator

yang ingin dicapai. Materi asam dan basa dipilih sebagai materi yang digunakan

dalam model penilaian yang dikembangkan karena merupakan salah satu materi

kimia yang kompleks dan membutuhkan pembuktian melalui percobaan, sehingga

materi ini sesuai bila digunakan untuk pengukuran berpikir kritis dan keterampilan

proses sains Domain materi yang digunakan dalam instrumen model penilaian

terintegrasi meliputi:

1) Perkembangan teori asam dan basa;

2) Sifat larutan asam dan basa;

3) pH asam lemah, basa lemah, dan pH asam kuat, basa kuat;

4) Derajat disosiasi, Ka, dan Kb;

5) Indikator asam dan basa;

6) Titrasi asam basa; dan

7) Kurva titrasi.

124
2. Penetapan Tujuan

Berdasarkan hasil analisis permasalahan tersebut dilakukan penetapan tujuan

untuk mengidentifikasi model penilaian yang mampu meningkatkan berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains peserta didik pada pembelajaran kimia SMA.

Analisis tujuan pembelajaran bertujuan untuk merumuskan tujuan pembelajaran

sesuai dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar pada materi asam dan basa yang

akan dicapai dengan adanya penelitian pengembangan dan menentukan tujuan

pengembangan produk yang akan dihasilkan. Perumusan tujuan pembelajaran

dilakukan berdasarkan analisis terhadap kompetensi inti dan kompetensi dasar mata

pelajaran kimia SMA kelas XI IPA semester genap sesuai Kurikulum 2013.

Kompetensi dasar yang dipilih yaitu: (1) menganalisis sifat larutan

berdasarkan konsep asam basa dan/ atau pH larutan, (2) menentukan konsentrasi

/kadar asam atau basa berdasarkan data hasil titrasi asam basa, (3) mengajukan ide/

gagasan tentang penggunaan indikator yang tepat untuk menentukan keasaman atau

titrasi asam/ basa, dan (4) merancang, melakukan percobaan, dan menyimpulkan serta

menyajikan hasil percobaan titrasi asam-basa. Berdasarkan kompetensi dasar yang

telah dijabarkan, tujuan pembelajaran yang akan dicapai melalui penilaian

menggunakan model penilaian yaitu peserta didik mampu:

1) Menjelaskan asam dan basa menurut teori asam Arrhenius, Brønsted-Lowry,


dan Lewis;
2) Mengidentifikasi reaksi asam dan basa;
3) Menentukan sifat asam dan basa;
4) Menghitung pH larutan asam/basa kuat dan asam/basa lemah;
5) Menghubungkan kekuatan asam/basa dengan derajat (α) dan tetapan asam
(Ka) atau tetapan basa (Kb);

125
6) Memperkirakan pH suatu larutan dengan menggunakan beberapa indikator;
7) Mengidentifikasi penggunaan suatu indikator asam basa;
8) Menentukan kadar atau konsentrasi suatu larutan dengan metode titrasi; dan
9) Menggambarkan grafik titrasi dan menyimpulkan hasil berdasarkan data
percobaan hasil titrasi.

Adapun hasil penetapan tujuan dalam penelitian ini yaitu (1) perlu

dikembangkan kemampuan guru dalam menyusun model penilaian yang mampu

mengukur berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada pembelajaran

kimia SMA, dan (2) perlu dikembangkan model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains yang mampu menangkap kelemahan peserta didik dalam

berpikir pada pembelajaran kimia SMA.

3. Hasil Tahap Desain dan Pengembangan

a. Tahap Desain

Fase ini dilakukan studi literatur dan sintesis temuan-temuan yang

mendukung pengembangan model berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses

sains. Selain itu, fase ini model rancangan awal prototipe 1 telah jadi untuk kemudian

dilanjutkan pada fase pengujian model. Studi literatur yang dilakukan dalam fase ini

adalah mengkaji konsep-konsep berpikir kritis sebagai berpikir tingkat tinggi

(HOTS), keterampilan proses sains, karakteristik peserta didik, dan metode penilaian

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains sebagai dasar untuk

mengembangkan model rancangan awal atau prototipe 1.

Setelah mengkaji konsep berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains

maka diperoleh wawasan penelitian yang berhubungan dengan teori, prosedur,

126
langkah-langkah, dan cara-cara yang digunakan dalam penelitian pengembangan.

Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh kajian empirik tentang implementasi

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains pelajaran kimia di

SMA. Berdasarkan kajian hasil penelitian yang relevan menunjukkan bahwa

penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains sangat penting

dilakukan di sekolah. Untuk mengetahui kemampuan peserta didik tersebut dapat

dilakukan dengan mengembangkan model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains. Berpikir kritis dalam penelitian ini didefinisikan sebagai

keterampilan berpikir yang melibatkan proses kognitif dan mengajak peserta

didik untuk berpikir reflektif terhadap permasalahan. Instrumen penilaian

kemampuan berpikir kritis yang dikembangkan pada penelitian ini, mengadopsi

aspek-aspek penilaian berpikir tingkat tinggi sebagai berpikir kritis menurut Bloom

dilihat berdasarkan indikator berpikir tingkat tinggi atau HOTS yang meliputi

menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6). Keterampilan proses sains

bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berpikir peserta didik dan menjadikan

pembelajaran lebih aktif. Keterampilan proses sains dalam penelitian ini meliputi

kegiatan (1) mengobservasi, (2) mengkomunikasikan, (3) menginferensi, (4)

membuat data, dan (5) merancang eksperimen.

b. Tahap Pengembangan

Hasil pengembangan ini adalah produk berupa model yang dilengkapi

perangkat tes berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains mata pelajaran

127
kimia kelas XI SMA semester genap tahun ajaran 2019/2020. Pada tahap

pengembangan draf awal model, kegiatan yang dilakukan adalah mengembangkan

draf prototipe model dan validasi model. Pengembangan model dimaksudkan untuk

menghasilkan model yang dapat dilaksanakan secara baik dan efektif dalam proses

pembelajaran kimia. Prototipe model terdiri dari seperangkat instrumen dan prosedur

penilaian yang mencakup sejumlah komponen dan instrumen penilaian, langkah-

langkah model penilaian dalam pembelajaran kimia di SMA dan cara penilaian dan

interpretasi hasil penilaian.

Perencanaan prototipe model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains pada pembelajaran kimia SMA dilakukan melalui kegiatan

merancang prototipe model mencakup perencanaan tujuan model, karakteristik

model, komponen model, instrumen model, sintaks model, dan panduan pelaksanaan

model. Draf awal prototipe model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan

proses sains pada pembelajaran kimia SMA selanjutnya ditelaah dengan melibatkan

ahli dalam bidang kimia dan bidang penelitian pengembangan.

Berdasarkan telaah oleh para ahli dalam bidang kimia dan penelitian

pengembangan diperoleh beberapa saran dan masukan terkait rancangan prototipe

model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada

pembelajaran kimia SMA yang dikelompokkan sebagai berikut: (1) tujuan model

harus disusun secara jelas dan sesuai dengan prinsip penilaian; (2) karakteristik model

sebaiknya dibuat secara spesifik dan jelas agar memiliki keunggulan; (3) komponen

model harus mencerminkan prinsip penilaian; (4) instrumen model perlu diklasifikasi,

128
dicermati, dan diperbaiki agar lebih jelas dan sistematis; dan (6) panduan pelaksanaan

model perlu disusun secara praktis, lengkap, dan jelas. Setelah diperbaiki dan direvisi,

prototipe model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada

pembelajaran kimia SMA selanjutnya divalidasi oleh para pakar agar diperoleh model

yang sesuai dan layak digunakan. Gambar 4 menunjukkan model penilaian berpikir

kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada pembelajaran kimia SMA.

Gambar 4. Model penilaian Critical Thinking-Science Process Skills (CTSPS)

129
Setelah tahap perencanaan prototipe model, kegiatan selanjutnya adalah

validasi model, kegiatan validasi model dilakukan oleh ahli pengukuran dan ahli

pendidikan kimia yaitu 2 ahli dalam bidang kimia dan 3 ahli dalam bidang

pengukuran. Prototipe model yang telah divalidasi oleh ahli selanjutnya dianalisis

untuk dilakukan uji keterbacaan. Aspek yang diperhatikan dalam analisis ini meliputi

aspek materi, konstruksi, dan bahasa yang digunakan.

Secara umum prosedur pengembangan instrumen berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains pada pembelajaran kimia SMA terbagi atas dua tahap, yaitu

tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan. Tahap awal perencanaan terdiri atas: (1)

menyusun spesifikasi tes; (2) menulis butir tes; (3) menelaah dan memperbaiki butir-

butir tes. Tahap pelaksanaan terdiri dari: (1) melakukan uji coba instrumen; (2)

menganalisis butir soal; dan (3) menentukan kualitas butir tes dan mendeskripsikan

hasil tes.

1) Menyusun Spesifikasi Tes

Penyusunan spesifikasi tes mencakup kegiatan menentukan tujuan tes,

menyusun kisi-kisi, dan memilih bentuk tes. Spesifikasi tes berfungsi sebagai

petunjuk praktis bagi penyusunan tes dalam merencanakan isi mata pelajaran yang

diujikan, aspek tingkah laku yang diukur, bentuk tes, dan panjang tes. Pada awal

menyusun instrumen, perlu ditetapkan tujuan penyusunan instrumen, dengan

demikian diharapkan mampu untuk mengkonstruksi instrumen, bentuk instrumen,

penskoran sekaligus pemaknaan hasil penskoran pada instrumen yang dikembangkan.

130
Menetapkan tujuan penyusunan instrumen merupakan komponen pertama yang

ditetapkan dalam pengembangan tes. Melalui kegiatan ini maka dapat memberikan

arah yang jelas kepada pengembang tes tentang apa yang ingin diketahui dan

informasi apa yang akan diperoleh. Setelah penetapan tujuan tes, dilanjutkan dengan

membuat kisi-kisi tes. Kisi-kisi tes dijadikan dalam bentuk matriks yang memuat

komponen-komponen seperti materi yang akan diujikan, aspek berpikir kritis, aspek

keterampilan proses sains, dan tingkat perkembangan kognitif yang akan diamati dan

diukur.

Aspek yang diukur dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan definisi

operasional berpikir kritis sebagai berpikir tingkat tinggi dan keterampilan proses

sains. Aspek isi materi ditetapkan berdasarkan hasil kajian tentang materi kimia yang

mendukung pencapaian Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator

Pencapaian Kompetensi (IPK), dan Tujuan Pembelajaran mata pelajaran kimia di

SMA kelas XI. Berdasarkan hasil uji dokumentasi diperoleh materi yang akan diukur

dengan instrumen yang dikembangkan yaitu larutan asam basa.

Bentuk tes yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah tes berbentuk

uraian. Pemilihan bentuk uraian didasarkan pada pertimbangan kemampuan tes

uraian yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains mata pelajaran kimia peserta didik SMA kelas XI. Selain

itu juga dapat digunakan untuk mengukur kedalaman penguasaan materi secara lebih

luas dan komprehensif setiap peserta tes.

131
2) Menulis Butir Tes

Setelah menyusun spesifikasi tes, langkah selanjutnya adalah menulis tes.

Penulisan butir tes harus mempertimbangkan kesesuaian dengan kriteria tes yang

dikembangkan. Selain itu, butir tes yang dikembangkan sebaiknya disertai kunci

jawaban dan pedoman penskoran. Pedoman penskoran merupakan kriteria atau

prosedur yang digunakan untuk menilai hasil tes peserta didik yang berfungsi untuk

menggambarkan level pencapaian tentang apa yang diujikan.

Rubrik terdiri atas kriteria khusus untuk menilai kinerja peserta didik dan

berisi kunci untuk penerapan kriteria tersebut. Rubrik yang digunakan dalam

penelitian ini berbentuk analitik, dengan pertimbangan agar peneliti dapat mengetahui

skor tiap aspek atau langkah yang dikerjakan oleh peserta didik ketika mengerjakan

instrumen yang dikembangkan. Hasil yang diperoleh pada tahap ini selanjutnya

disebut draf 1.

3) Menelaah dan Memperbaiki Tes

Langkah selanjutnya setelah menulis tes adalah menelaah dan memperbaiki

butir-butir tes. Butir-butir tes yang telah ditulis tersebut (draf 1) dilakukan telaah

dengan melibatkan para ahli melalui validasi ahli. Ahli yang dimaksud adalah pakar

yang terdiri atas 2 ahli dalam bidang kimia, 3 ahli dalam bidang pengukuran, dan 2

orang praktisi yang memiliki pengalaman dalam penulisan dan pengembangan tes.

Setiap ahli memberikan penilaian untuk ketepatan item dalam mengukur dengan

memberi skor 1 – 4.

132
Kegiatan dalam validasi ini bertujuan untuk membuktikan validitas isi. Pada

tahap ini para ahli menilai apakah tes yang dikembangkan sudah memenuhi kriteria

atau belum. Secara umum telaah yang dimaksud meliputi telaah materi tes, telaah

konstruksi tes, dan telaah bahasa. Setiap ahli memberikan penilaian untuk ketepatan

butir dalam mengukur keterampilan berpikir kritis dan keterampilan proses sains

mata pelajaran kimia kelas XI SMA pada materi larutan asam basa. Skor yang

diberikan memiliki rentang 1-4, dimana 1 adalah tidak relevan, 2 kurang relevan, 3

relevan, dan 4 sangat relevan. Hasil validasi dari para ahli berupa penilaian dan

masukan baik secara lisan maupun tertulis. Berdasarkan hasil penilaian validasi dari

para ahli, peneliti melakukan revisi. Hasil revisi ini berdasarkan masukan para ahli

dinamakan draf 2. Draf 2 yang diperoleh dari hasil revisi berdasarkan masukan para

ahli tersebut selanjutnya dilakukan penilaian secara kuantitatif untuk membuktikan

validitas isi dengan menggunakan formula Aiken. Hasil perhitungan indeks Aiken

untuk masing-masing item dideskripsikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Validitas Isi


Nomor Rater Validitas Keterangan
Soal 1 2 3 4 5 6 7 Aiken
1 4 4 3 4 4 4 4 0,952 Valid
2 3 4 4 4 4 4 3 0,905 Valid
3 4 4 4 3 4 4 4 0,952 Valid
4 3 4 4 3 3 4 4 0,857 Valid
5 4 4 4 4 3 4 4 0,952 Valid
6 4 4 4 4 4 3 4 0,952 Valid
7 4 4 4 4 4 3 4 0,952 Valid
8 4 3 4 4 4 4 3 0,905 Valid
9 4 4 4 4 4 3 4 0,952 Valid
10 3 4 4 3 4 4 3 0,857 Valid

133
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 7 dapat disimpulkan bahwa semua butir

dinyatakan valid karena materi yang diujikan bersifat esensial dan terdapat di dalam

kurikulum. Hasil analisis terhadap 10 butir yang divalidasi memperlihatkan bahwa

semua butir memiliki indeks Aiken lebih besar dari 0,76 dan dinyatakan valid.

Dengan demikian, perakitan tes untuk uji coba lapangan menggunakan 10 butir yang

dikembangkan siap diujicobakan kepada peserta didik SMA kelas XI.

4. Hasil Ujicoba Model

Hasil uji coba produk dilakukan untuk mengetahui konstruk dan karakteristik

instrumen yang dikembangkan. Ujicoba dilaksanakan di empat SMA dan subjek coba

merupakan siswa kelas XI yang berjumlah 289 peserta didik yang tersebar dalam 4

sekolah di Kabupaten Sleman.

a. Pengujian Dimensional

Sebelum dilakukan analisis estimasi parameter item dan tes, maka terlebih

dahulu dilakukan pengujian dimensional tes yang diberikan. Pada dasarnya uji

dimensionality dilakukan untuk menganalisis jumlah variabel laten yang berbeda

yang menentukan skor dari masing-masing item. Pengujian dimensionalitas tes dalam

penelitian ini bertujuan untuk membuktikan sifat multidimensi tes yang

dikembangkan, bukan untuk menentukan jumlah dimensi yang terlibat pada tes.

Apabila pengujian dimensionalitas menunjukkan bahwa lebih dari satu dimensi yang

terlibat, maka estimasi parameter tes akan dianalisis menggunakan pendekatan

134
Multidimensional IRT (MIRT). Pengujian dimensi perangkat tes menggunakan

metode principal component analysis dengan memperlihatkan scree plot dan

eigenvalue dan total varians.

Sebelum melakukan pembuktian dimensi, terlebih dahulu dilihat kelayakan

sampel uji yang digunakan melalui KMO-MSA dan Bartlett’s Test of Spehricity.

Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO-MSA) adalah indeks

perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya.

Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial di antara seluruh pasangan variabel

bernilai kecil jika dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan

menghasilkan nilai KMO mendekati 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai

KMO-MSA sebesar 0,901 seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Uji KMO-MSA dan Barlett’s Test of Spehricity

Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy 0,901


Approx. Chi-Square 1610,454
Bartlett's Test of Sphericity Df 45
Sig. 0,000

Hasil analisis faktor menunjukkan terdapat 2 eigen value yang memiliki nilai

lebih dari 1, dimana faktor pertama merupakan faktor yang memiliki eigen value

sebesar 4,938 dan faktor kedua memiliki eigen value sebesar 2,049 seperti

ditunjukkan pada Tabel 9, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua faktor dalam

varian tes.

135
Tabel 9. Total Variance Explained

No. Komponen EigenValue Proporsi Kumulatif


1 4,938 49,376 49,376
2 2,049 20,493 69,869
3 0,512 5,123 74,991
4 0,462 4,615 79,607
5 0,414 4,136 83,743
6 0,377 3,769 87,512
7 0,359 3,595 91,107
8 0,337 3,369 94,476
9 0,292 2,922 97,398
10 0,260 2,602 100,000

Selain dilihat dari nilai eigen value, pengujian dimensi juga dapat dilihat dari

scree plot. Gambar 5 menunjukkan bahwa telah terbentuk dua siku, dengan titik di

sebelah kiri siku. Dengan mengacu kepada pendapat para ahli, maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor yang terbentuk.

Gambar 5. Scree plot Eigenvalue

Tidak terpenuhinya asumsi unidimensi, mengakibatkan IRT kurang tepat

untuk menganalisis karakteristik butir. Oleh sebab itu, maka digunakan MIRT untuk

136
mengestimasi parameter item dan kemampuan peserta didik dengan memasukan item

tersebut dalam domain: 𝜃1 (berpikir kritis) dan 𝜃2 (keterampilan proses sains) dengan

berasumsi bahwa instrumen yang dikembangkan telah dibangun konstruknya dengan

baik berdasarkan tabel spesifikasi tes dan melalui telaah serta validasi item oleh

expert judgment. Berdasarkan hasil analisis terhadap 10 butir menunjukkan bahwa

menunjukkan seluruh butir memiliki nilai loading factor ≥ 0,4. Hasil analisis faktor

tersebut disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10.Komponen Faktor


Komponen
Faktor A Faktor B
Jumlah Butir
(Tingkat (Persamaan
Keasaman) Reaksi)
Butir 1 0,751
Butir 2 0,820
Butir 3 0,842
Butir 4 0,802
Butir 5 0,807
Butir 6 0,804
Butir 7 0,819
Butir 8 0,814
Butir 9 0,841
Butir 10 0,857

2. Confirmatory Factor Analysis (CFA)

Analisis selanjutnya dilakukan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Tujuan

CFA untuk mengkonfirmasikan atau menguji model, yaitu model pengukuran yang

perumusannya berasal dari teori. CFA bisa dikatakan memiliki dua tahap yaitu : (1)

analisis model, dan (2) pengujian model. Berdasarkan konstruk instrumen yang telah

dikembangkan tersebut terlihat bahwa terdapat 2 faktor. Kedua faktor tersebut dapat

137
diukur dengan menggunakan 10 butir. Berdasarkan kerangka tersebut, maka konstruk

karakter lebih cocok dengan menggunakan second order CFA.

Konstruk dapat dikelompokkan ke dalam konstruk unidimensi dan

multidimensi. Berdasarkan hasil pengujian sebelumnya yakni uji dimensional data

menunjukkan data bersifat multidimensi. Konstruk variabel berpikir kritis dan

keterampilan proses sains dihipotesiskan terdiri dari dua faktor yaitu faktor A (tingkat

keasaman) dan faktor B (persamaan reaksi). Hasil uji kecocokan model dengan data

uji coba dan diagram jalur analisis faktor konfirmatori dengan menggunakan Lisrel,

diperoleh model konstruksi hasil analisis jalur dapat dilihat Output Estimasi pada

Gambar 6.

Gambar 6. Output Estimasi Penilaian Berpikir Kritis Terintegrasi Keterampilan


Proses Sains

138
Adapun bagian yang paling penting yang perlu diperhatikan dari Gambar 6 adalah

kecocokan model. Terdapat banyak kriteria kecocokan model yang dapat digunakan,

Lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pengujian Model Fit


Kriteria
Nilai Nilai
No Indikator Model
Patokan Perolehan
fit
1 Chi-Square < 2df 38,29 < 2(34) Baik
2 Probability (p-value) ≥ 0,05 0,28091 Baik
Root Mean Square Error of Approximation
≤ 0,08 0,021 Baik
3 (RMSEA)
4 Root Mean Square Residual (RMSR) ≤ 0,08 0,06 Baik
5 Normed Fit Index (NFI) ≥ 0,90 0,99 Baik
6 Comparative Fit Index (CFI) ≥ 0,90 1,00 Baik
7 Incremental Fit Index (IFI) ≥ 0,90 1,00 Baik
8 Goodness of Fit Index (GFI) ≥ 0,90 0,97 Baik
9 RFI ≥ 0,90 0,98 Baik
10 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) ≥ 0,90 0,96 Baik
11 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) ≥ 0,60 0,60 Baik

Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa secara umum persyaratan Goodness of

Fit telah dipenuhi karena nilai yang diperoleh berada dalam interval yang diperlukan,

sehingga dikatakan bahwa model yang diperoleh adalah fit, dengan demikian

disimpulkan bahwa model yang digunakan sudah fit yang artinya secara konstruk

instrumen tersebut baik dan dapat digunakan penyebaran model dalam hal ini

pengukuran.

Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi pengaruh antar variabel dilihat dari

output t-values pada Gambar 7.

139
Gambar 7. Output t-values

Dengan demikian, setelah mendapatkan model yang baik, dengan menggunakan

beberapa uji kelayakan model maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji

signifikansi parameter estimasi. Uji statistika t digunakan untuk mengevaluasi

signifikansi parameter estimasi. Apabila nilai t pada output berwarna merah maka

tidak signifikan, sedangkan apabila nilai t pada output berwarna hitam maka

signifikan. Untuk butir nomor 1 dan 6, pada output t-value tidak terlihat adanya

panah yang menghubungkan ke butir tersebut, akan tetapi nilai dari besarnya nilai t

140
butir tersebut dapat dilihat dari output lengkap yang ada pada lampiran. Gambar 7

menunjukkan bahwa pengaruh yaitu faktor A (tingkat keasaman) dan faktor B

(persamaan reaksi) signifikan, ditunjukkan dari nilai t yang tidak berwarna merah.

Pengujian jalur dapat dilakukan dengan membandingkan nilai t value dengan t kritis.

Nilai t kritis telah ditetapkan yaitu sebesar 1,96 pada alpha 0,05 (taraf signifikansi

5%). Hasil analisis menunjukkan nilai t-value > 1,96. Selanjutnya dilakukan analisis

dengan melihat factor loading pengaruh faktor A (tingkat keasaman) dan faktor B

(persamaan reaksi) terhadap masing-masing butir. Setelah dilakukan analisis

menggunakan LISREL, diperoleh output pada Gambar 8.

Gambar 8. Output Path Diagram Standard Solution Hasil Analisis

141
Setelah diketahui bahwa model fit, analisis selanjutnya dilakukan untuk

menguji validitas konstruk instrumen. Uji validitas konstruk dilakukan dengan

memperhatikan nilai factor loading standard setiap indikator atau dimensi. Hasil

analisis menunjukkan nilai factor loading standard ≥ 0,40 maka dapat dinyatakan

valid. Dari output standard solution dapat diketahui bahwa semua indikator memiliki

factor loading lebih dari 0,40; yaitu 0.46 untuk indikator A (tingkat keasaman) dan,

1,00 untuk indikator faktor B (persamaan reaksi). Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa kedua indikator, yaitu tingkat keasaman dan persamaan reaksi valid untuk

menggambarkan model CTSPS. Selanjutnya, berdasarkan output standard solution di

atas juga dapat diketahui bahwa seluruh butir memiliki factor loading lebih dari 0,40,

Validitas konvergen pada penelitian ini terpenuhi karena seluruh Average Variance

(AVE) lebih dari batas minimum yakni 0,5 (Tabel 12). Sementara validitas konstruk

juga terpenuhi hal ini disebabkan seluruh kriteria uji kecocokan model/goodness of fit

terpenuhi (Tabel 11). sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh butir valid untuk

mengukur indikator.

c. Reliabilitas

Reliabilitas adalah sejauh mana keandalan model pengukuran tersebut dalam

mengukur konstruk laten yang dimaksudkan. Penilaian keandalan model pengukuran

meliputi Internal Reliability (Cronbach’s Alpha), Composite Reliability (CR), dan

Average Variance Extracted (AVE). Reliabilitas yang dihitung dalam penelitian ini

142
adalah reliabilitas konstruk (construct reliability, CR). Hasil analisis dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12. Factor Loading, Composite Reliability, dan Average Variance Extracted
Model pengukuran

Variabel Laten Nomor Faktor Composite Average Variance


Butir Loading Reliability (CR) Extracted (AVE)
(min 0,4) (min 0,6) (min 0,5)
A Butir 6 0,79
(tingkat keasaman) Butir 7 0,80
Butir 8 0,77 0,90 0,64
Butir 9 0,83
Butir 10 0,82
B Butir 1 0,71
(persamaan reaksi) Butir 2 0,80
Butir 3 0,81 0,88 0,59
Butir 4 0,75
Butir 5 0,79
Internal Reliability (Alpha Cronbach’s) 0,886

Hasil analisis pada Tabel 12 menunjukkan reliabilitas internal instrumen termasuk

dalam kategori reliabel dengan nilai 0,886 (>0,7) sementara rentang nilai reliabilitas

untuk masing-masing konstruk/ Composite Reliability dari 0,88 sampai 0,90, lebih

dari batas minimum yakni 0,6. Hal ini mengindikasikan instrumen ini memiliki

derajat kekonsistenan yang tinggi apabila digunakan pada kesempatan lain meskipun

dengan responden yang berbeda.

d. Karakteristik Parameter Butir

Parameter item diestimasi menggunakan model MIRT. Penskoran untuk tes

esai ini menggunakan data politomus dengan pendekatan Multidimensi Graded

143
Response Model (M-GRM). Estimasi parameter menggunakan M-GRM memiliki dua

parameter yaitu parameter a dan d. Diskriminasi butir pada teori respons butir

multidimensi merupakan parameter untuk model yang dinyatakan dengan vektor a

yang fungsinya mirip dengan parameter a pada teori respon butir unidimensi. Unsur-

unsur vektor terkait dengan kemiringan dari permukaan respons pada arah yang

bersesuaian dengan sumbu θ. Kemiringan ini mengindikasikan sensitivitas butir

terhadap kemampuan sepanjang sumbu θ. Tingkat kesulitan butir merupakan

parameter d pada model. Parameter d tidak dapat diinterpretasikan dengan cara yang

sama dengan parameter b pada teori respon butir unidimensi. Jumlah parameter a

bergantung pada jumlah dimensi yang terlibat dalam sebuah tes, sedangkan jumlah

parameter d untuk politomous dapat disajikan sebagai kesulitan keseluruhan atau

kesulitan kategori. Hasil parameter butir tes disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Parameter Butir MIRT


Nomor Butir a1 a2 d1 d2 d3 d4
Butir 1 0,004 1,93 2,84 1,32 -0,56 -2,20
Butir 2 -0,07 1,45 2,46 0,69 -0,71 -2,87
Butir 3 -0,21 1,62 3,11 1,63 -0,17 -1,83
Butir 4 -0,18 1,06 1,76 0,72 -0,70 -2,45
Butir 5 0,004 1,17 2,28 0,30 -0,85 -2,33
Butir 6 0,93 1,01 -1,90 0,24 -1,21 -2,43
Butir 7 0,99 1,02 2,74 0,28 -0,48 -1,93
Butir 8 1,02 0,85 2,22 0,98 -0,21 -1,96
Butir 9 1,41 1,10 2,24 0,53 -1,15 -2,58
Butir 10 0,36 0,85 2,20 0,61 -0,86 -2,38

Pada Tabel 13 menjelaskan parameter a1 dan a2 berkaitan dengan kemiringan

tiap dimensi kemampuan yang terbentuk, yaitu a1 adalah kemiringan butir berpikir

144
kritis dan a2 adalah kemiringan butir soal keterampilan proses sains. Karena penilaian

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains menggunakan model struktur

sederhana MIRT, maka parameter a hanya akan tersedia untuk himpunan dimensi.

Sepuluh butir secara keseluruhan mengukur kedua dimensi tersebut yang

berhubungan dengan kemiringan parameter berpikir kritis dan keterampilan proses

sains.

Parameter d dikaitkan dengan probabilitas menjawab benar dan memiliki

indeks berjenjang, dimana semakin tinggi kategori skor maka indeks kesukaran

kategori juga meningkat. Nilai d1 merupakan tingkat kesukaran untuk skor 1, d2

merupakan tingkat kesukaran untuk skor 2, d3 merupakan tingkat kesukaran untuk

skor 3 dan, d4 merupakan tingkat kesukaran untuk skor 4. Parameter d1, d2, d3, dan

d4 merupakan kategorik yang terkait dengan tingkat kesulitan skor tes untuk skor

politomus. Nilai positif menunjukkan peluang peserta didik untuk menjawab dengan

benar lebih dari 50%, sedangkan nilai negatif menunjukkan peluang peserta didik

untuk menjawab dengan benar kurang dari 50%. Tabel 16 menunjukkan bahwa d1

dan d2 memiliki indeks positif yang berarti peluang peserta didik untuk menjawab

kategori/skor satu lebih dari 50%. Sedangkan d3 dan d4 memiliki nilai indeks negatif

yang berarti probabilitas untuk menjawab benar kategori tiga dan empat kurang dari

50%. Hal tersebut menandakan bahwa peserta didik sulit mendapatkan skor 3 dan 4.

Parameter a dan d tidak dapat dianggap sebagai tingkat kesulitan multidimensi

dan daya pembeda butir (Desjardins & Bulut, 2018; Friyatmi, Mardapi, & Haryanto,

2020). Oleh karena itu, parameter a dan d harus di konversi ke multidimensi daya

145
pembeda (MDISC) dan tingkat kesulitan multidimensi (MDIFF) untuk memberikan

informasi terkait tingkat kesulitan dan indeks daya pembeda. Hasil estimasi MDISC

dan MDIFF dijelaskan pada Tabel 14.

Tabel 14. Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Butir Multidimensi

Butir MDISC MDIFF


Butir 1 1,93 -0,18
Butir 2 1,45 0,04
Butir 3 1,64 -0,26
Butir 4 1,08 0,08
Butir 5 1,17 0,07
Butir 6 1,37 0,23
Butir 7 1,42 -0,07
Butir 8 1,33 -0,12
Butir 9 1,79 0,09
Butir 10 0,93 0,04

Berdasarkan Tabel 14 dan kriteria tersebut, maka dari 10 butir yang dianalisis

semua butir termasuk kategori butir baik. Karakteristik butir per kategori d1, d2, d3,

dan d4 ditunjukkan kurva karakteristik butir. Jika dibandingkan dengan model

logistik pada teori respons butir unidimensi, perbedaan ini akan sangat mencolok

dengan mencermati kurva karakteristik butir pada model logistik multidimensi.

Berikut disajikan kurva karakteristik butir nomor 1 yang memiliki nilai MDISC

sebesar 1,93 dan MDIFF sebesar-0,18 pada Gambar 9.

146
Gambar 9. Kurva Karakteristik Butir

e. Fungsi Informasi dan Kesalahan Pengukuran

Fungsi informasi tes merupakan penjumlahan dari fungsi informasi seluruh

butir tes pada tingkat kemampuan (θ). Fungsi informasi tes pada model IRT hanya

akan memberikan informasi tes secara keseluruhan, namun pada model MIRT fungsi

informasi tes melibatkan kombinasi ability yang diukur dalam masing-masing

informasi butir. Hal ini memungkinkan untuk mengetahui fungsi informasi tes lebih

detail yang berhubungan dengan karakteristik ability yang terlibat dalam suatu tes.

Berdasarkan perhitungan fungsi informasi tes dan kesalahan pengukuran, maka tes ini

memiliki total fungsi informasi maksimal sebesar 7,1396 dan kesalahan pengukuran

sebesar 0,3743. Tes ini memberikan informasi maksimal pada parameter kemampuan

peserta θ = 0,5. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 10.

147
Fungsi Informasi Kesalahan Pengukuran
Gambar 10. Fungsi Informasi dan Kesalahan Pengukuran

Nilai fungsi informasi tes dalam penelitian ini diperoleh dari penjumlahan

fungsi informasi item pada kombinasi tetha tertentu. Semakin meningkat level ability

setiap kemampuan maka fungsi informasi tes juga semakin tinggi hingga mencapai

informasi maksimal 7,1396 pada level ability = 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa tes

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada mata pelajaran kimia

memberikan fungsi informasi maksimal saat diujikan kepada peserta didik yang

memiliki kemampuan berpikir kritis dan keterampilan proses sains pada kategori

sedang. Pada level kemampuan itulah kesalahan pengukuran yang berada pada level

nilai terendah.

5. Hasil Pengukuran Penyebaran Model

Setelah model memenuhi kriteria pada fase-fase sebelumnya, maka model

telah dinyatakan baku dan siap untuk disebarkan dan diterapkan sesuai dengan tujuan

148
dan fungsi yang diharapkan. Model penilaian CTSPS dinyatakan baku setelah

dilakukan perbaikan-perbaikan kemudian disebarkan lagi untuk digunakan guru di

lapangan. Penyebaran model penilaian ini dimaksud untuk memperoleh gambaran

kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis yang terintegrasi keterampilan proses

sains pada mata pelajaran kimia di SMA. Penyebaran model untuk pengukuran di

lakukan di 8 sekolah dengan jumlah 709 peserta didik.

a. Deskripsi Hasil Penilaian Penyebaran Model.

Skor untuk masing-masing peserta didik dilihat berdasarkan penjumlahan

pola respon dalam menjawab benar. Skor testi tersebut ditransformasi ke skala logit

(Wright & Master, 1982: 28-31). Untuk menghasilkan nilai dalam bentuk predikat

tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat kategori skor. Tes dalam penelitian ini

memiliki kemampuan kimia maksimal sebesar 0,59 dan kemampuan kimia minimum

-1,00. Memiliki rentang kemampuan kimia -1,00 sampai dengan 0,59. Lebih lengkap

dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Kemampuan Kimia Peserta Tes Pengukuran

Skor Transformasi Logit


Kemampuan
Rata-rata SD Maksimal Minimal Rata-rata SD Maksimal Minimal
Kimia
21,91 9,63 39 1 0,29 0,24 0,59 -1.00

Pada Tabel 15 dapat dijelaskan bahwa, peserta didik yang memiliki total skor

39 setelah ditransformasi ke skala logit memiliki kemampuan kimia sebesar 0,59.

Sama halnya dengan peserta didik yang memiliki total skor menjawab benar sebesar

1 setelah ditransformasi ke skala logit memiliki kemampuan kimia sebesar -1,00.

149
Semakin banyak peserta didik menjawab benar soal tes yang diberikan, semakin

tinggi juga kemampuan kimia peserta didik yang diperoleh.

Rentang penilaian dibagi ke dalam lima satuan simpangan baku yaitu Sangat

Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah. Hasil analisis dari kedua

kemampuan integrasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 16 dan Gambar 11.

Tabel 16. Persentase Kemampuan Kimia Peserta Tes Pengukuran

Jumlah Peserta Persentase


Kategori
Didik (%)
Sangat Tinggi 0 0
Tinggi 218 31
Sedang 308 43
Rendah 138 19
Sangat Rendah 45 6
Total 709 100

Table 16 dapat dijelaskan untuk kemampuan peserta tes terlihat bahwa peserta tes

untuk kategori sangat tinggi sebesar 0%, peserta tes memiliki kategori tinggi sebesar

31%, peserta memiliki kategori sedang sebesar 43%, peserta memiliki kategori

rendah sebesar 19%, dan peserta tes memiliki kategori sangat rendah sebesar 6%.

Dari lima kategori penilaian rata-rata tertinggi berada pada kategori sedang sebesar

43% dengan jumlah 308 dari 709 peserta didik. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar

11.

150
45
40
Persentase (%) 35
30
25
20
15
10
5
0
Sangat Tinggi Sedang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kategori Kemampuan

Gambar 11. Persentase (%) Kemampuan Kimia Peserta Tes Pengukuran

Setelah diketahui kemampuan kimia secara keseluruhan, dapat dilihat juga untuk

masing-masing kemampuan. Tes dalam penelitian ini bersifat multidimensi, dimana

setiap butir yang dikembangkan memiliki 2 kemampuan yaitu berpikir kritis (𝜃1) dan

keterampilan proses sains (𝜃2).Untuk kemampuan berpikir kritis (θ1) memiliki

kemampuan maksimal sebesar 2,7548, kemampuan minimum -2,3150 dengan

rentangan skor θ1 sebesar -2,3150 sampai 2,7548. Untuk kemampuan keterampilan

proses sains (𝜃2) memiliki kemampuan maksimal sebesar 2,6810, kemampuan

minimal -2,4165 dengan rentang skor 𝜃2 sebesar -2,4165 sampai 2,6810. Nilai rata-

rata ideal 𝜃1 sebesar 0,0152 dan 𝜃2 sebesar 0,0098. Selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 17.

151
Tabel 17. Estimasi Ability Peserta Tes Pengukuran

Ability
Skala Skill
Rerata SD Tertinggi Terendah
𝜃1 0,0152 1,2291 2,7548 -2,3150
Logit
𝜃2 0,0098 1,2129 2,6810 -2,4165
𝜃1 50,19 15,36 84,44 21,06
100
𝜃2 50,12 15,16 83,51 19,79

Rentang tersebut dibagi ke dalam lima satuan simpangan baku yaitu Sangat

Tinggi, Tinggi, Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah. Selengkapnya hasil analisis

disajikan pada Tabel 18, Tabel 19, dan Gambar 12.

Tabel 18. Persentase 𝜃1 Peserta Tes Pengukuran

Jumlah Persentase
Kategori
Peserta Didik (%)
Sangat Tinggi 10 1,41
Tinggi 231 32,58
Sedang 226 31,88
Rendah 233 32,86
Sangat Rendah 9 1,27
Total 709 100

Tabel 19. Persentase 𝜃2 Peserta Tes

Jumlah Persentase
Kategori
Peserta Didik (%)
Sangat Tinggi 13 1,83
Tinggi 217 30,61
Sedang 258 36,39
Rendah 214 30,18
Sangat Rendah 7 0,99
Total 709 100

152
𝜃1 𝜃2
Gambar 12. Persentase (%) Ability Peserta Tes

Tingkat kesukaran setiap butir bisa kita lihat dari hasil output, bawasannya

pada setiap butir terdapat peluang menjawab benar dan menjawab salah pada setiap

peserta didik. Peluang ini akan mempengaruhi hasil skor yang didapat dari hasil tes

peserta didik. Pada aspek menganalisis, tingkat kesukaran paling tinggi terdapat pada

butir no 10b (1.1) yaitu sebesar 45,6%, dan tingkat kesukaran paling mudah terdapat

pada soal no 10a(1.1) yaitu 0,5%. Pada aspek mengevaluasi, tingkat kesukaran paling

tinggi terdapat pada butir no 7 (1.2) yaitu sebesar 66,0%, dan tingkat kesukaran

paling mudah terdapat pada soal no 4b (1.7) yaitu 2,9%. Pada aspek mencipta,

tingkat kesukaran paling tinggi terdapat pada butir no 8b (1.3) yaitu sebesar 72,3%,

dan tingkat kesukaran paling mudah terdapat pada soal no 8b (1.3) yaitu 2,9%.

Penjelasan lebih lengkap disajikan pada Tabel 20.

153
Tabel 20. Persentase Aspek dan Subaspek
No Aspek Subaspek No Kategori
Butir 1 2 3 4
1 Menganalisis Membedakan 10b (1.1) 45,6% 8,7% 5,8% 39,8%
Rata-rata 45,6% 8,7% 5,8% 39,8%
Mengurutkan 5a (1.3) 7,8% 49,0% 1,5% 41,7%
6a (1.4) 18,9% 17,5% 22,8% 40,8%
Rata-rata 13,35% 33,25% 12,15% 41,25%
Memberikan 1d (1.2) 27,2% 9,2% 18,4% 45,1%
ciri khusus 6c (1.4) 2,4% 10,2% 7,8% 79,6%
10a(1.1) 4,4% 0,5% 56,8% 38,3%
Rata-rata 11.33% 6.63% 27.67% 54.33%
2 Mengevaluasi Mengecek 5b (1.3) 23,8% 18,0% 15,0% 43,2%
7 (1.2) 10,7% 12,6% 10,7% 66,0%
Rata-rata 17,25% 15,3% 12,85% 54,6%
Mengkritik 2 (1.5) 16,0% 9,7% 29,1% 45,1%
4b (1.7) 10,2% 2,9% 54,9% 32,0%
4c (1.7) 33,0% 12,6% 22,3% 32,0%
6b (1.4) 23,8% 10,2% 12,6% 53,4%
Rata-rata 20,75% 8,85% 29,72% 40,62%
3 Menciptakan Memunculkan 1b(1.2) 34,5% 15,5% 34,5% 15,5%
ide 1c (1.2) 68,4% 15,5% 8,3% 7,8%
8a (1.3) 59,7% 11,7% 14,6% 14,1%
8b(1.3) 18,9% 5,8% 2,9% 72,3%
Rata-rata 45,38% 12,13% 15,08% 27,43%
Merencanakan 3b(1.2) 5,3% 15,0% 18,0% 61,7%
5c (1.3) 23,3% 9,2% 7,8% 59,7%
9b(1.6) 18,9% 24,3% 24,3% 32,5%
Rata-rata 15,83% 16,16% 16,7% 51,3%
Menghasilkan 1a (1.2) 51,9% 14,1% 25,2% 8,7%
3a (1.2) 18,4% 2,9% 21,4% 57,3%
4a (1.7) 33,5% 3,4 % 3,4% 59,7%
4d(1.7) 45,6% 22,8% 8,7% 22,8%
9a (1.6) 37,35% 10,8% 14,67% 37,12%
Rata-rata 37,35% 10,8% 14,67% 37,12%

b. Pelaporan Hasil Penilaian Model

Pelaporan hasil capaian peserta didik (profil peserta didik) ini merupakan cara

melaporkan hasil penilaian dan memberikan umpan balik bagi peserta didik untuk

154
meningkatkan tes berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains. Berikut

disajikan contoh pelaporan hasil capaian peserta didik secara rinci pada Tabel 21.

Tabel 21. Laporan Hasil Penilaian Profil Peserta Didik


Nama Peserta Didik 001
Peserta Didik
Kelas XI MIA 1 SMA Negeri 1 Sleman
Nomor Butir Soal
Pola Respon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
3 3 4 3 3 4 2 2 4 4
Aspek Kemampuan (Logit) Skor 100 Kategori
Berpikir Kritis -0,97 37,84 Rendah
KPS 0,11 69 Rendah
Komentar (Feedback) Secara keseluruhan kemampuan kimia yang dicapai tergolong tinggi. akan
tetapi penilaian untuk masing-masing kemampuan hasil yang anda capai
tergolong rendah dari yang diharapkan. Anda masih perlu banyak
memahami dan mendalami materi yang diujikan dan meningkatkan
kemampuan pada aspek-aspek berpikir kritis dan keterampilan proses sains.

Selain laporan profil individu peserta didik, laporan dalam bentuk profil

kelas juga dilaporkan untuk memberikan informasi secara komprehensif yang berisi

capaian peserta didik secara keseluruhan dalam satu kelas. Berikut contoh laporan

hasil penilaian dalam bentuk profil kelas disajikan dalam Tabel 22.

Tabel 22. Contoh Laporan Hasil Penilaian Profil Peserta Didik


Nama Sekolah: SMA Negeri 1 Sleman
Kelas : XI MIA 1
Aspek Berpikir Kritis KPS Kategori
No Nama Peserta Didik (Logit) Skor (Logit) Skor BK KPS
100 100
1 Peserta Didik 001 0,76 59,55 0,95 61,91 Tinggi Tinggi
2 Peserta Didik 002 -0,71 41,18 -1,48 31,54 Sedang Rendah
3 Peserta Didik 003 1.,13 64,08 0,69 58,57 Tinggi Sedang
Dan seterusnya
29 Peserta Didik 029 -0.,89 38,88 -0,88 38,99 Rendah Rendah
30 Peserta Didik 030 -1,78 27,76 -1,63 29,66 Rendah Rendah
Total Skor Kelas 1334,73 1319,60
Rata-rata Skor Kelas 44,49 43,99
Komentar (Feedback) Secara keseluruhan hasil yang dicapai masih tergolong rendah dari yang diharapkan.
Masih perlu banyak memahami dan mendalami materi yang diujikan dan
meningkatkan kemampuan pada aspek-aspek berpikir kritis dan keterampilan proses
sains.

155
c. Kelayakan Produk

Penilaian kelayakan dari model penilaian berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains yang dikembangkan diperoleh dari penilaian praktisi dalam

hal ini adalah guru. Guru diminta untuk memberikan penilaian tentang kelayakan

model penilaian yang diterapkan. Berdasarkan penilaian produk yang telah dilakukan

oleh 6 guru kimia diperoleh nilai akhir sebesar 508. Secara rinci, skor masing-masing

praktisi berturut-turut adalah 80, 89, 72, 88, 86, dan 93. Hasil tersebut menempatkan

kelayakan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains pada

kategori sangat layak, sehingga produk akhir sangat layak digunakan oleh guru untuk

mengukur kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta

didik SMA.

Penilaian kelayakan model oleh praktisi meliputi lima komponen kelayakan

yang dijabarkan ke dalam 24 kriteria. Komponen kelayakan produk terdiri atas aspek

substansi, konstruksi, kebahasaan, validitas, dan praktikabilitas yang diadaptasi dari

ketentuan Permendikbud Nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan.

Hasil analisis kelayakan pengguna model penilaian terintegrasi disajikan pada Tabel

23.

Tabel 23. Kategori Kelayakan Produk


No. Komponen Ʃ Skor Rerata Kategori
1. Substansi 85 14,16 Sangat Layak
2. Konstruksi 127 21,16 Sangat Layak
3. Kebahasaan 105 17,5 Sangat Layak
4. Validitas 65 10,83 Sangat Layak
5. Praktikabilitas 126 21 Sangat Layak

156
Mencermati informasi yang disajikan pada Tabel 23, terlihat bahwa secara

keseluruhan penilaian yang diberikan oleh guru menunjukkan bahwa model penilaian

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains sangat layak digunakan. Sangat

layak dalam hal ini model yang dikembangkan dapat membantu guru untuk mencapai

tujuan pembelajaran dan penilaian, mengetahui kelebihan dan kelemahan peserta

didik, melatih peserta didik untuk mengembangkan aspek berpikir kritis dan

keterampilan proses sains, dan mampu memberikan informasi capaian penilaian yang

diinginkan.

B. Revisi Produk

Sebagaimana yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya bahwa pengujian

model terbagi menjadi dua tahapan yaitu pengujian model oleh ahli dan pengujian

model secara empirik melalui ujicoba. Berikut disajikan hasil penilaian dari ahli yang

telah dirangkum dalam satu kesatuan. Lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23. Saran dan Masukan Validator

Nomor
Saran
Butir
Butir 1 Susunan kalimat perlu diperbaiki menjadi “jika 0,1 mol asam
ditambahkan ke dalam sejumlah air hingga volume 1 L”. Oleh karena
pertanyaan diubah, maka pedoman penskoran juga mengalami
perbaikan. Selain itu, perlu dipertimbangkan lagi mengenai
konsistensi penggunaan H+ dan H3O+ sehingga instrumen tes yang
dikembangkan ini tidak membuat peserta didik yang mengerjakannya
menjadi salah pengertian. Penulisan notasi Ka juga diperbaiki.
Pedoman penskoran juga diubah dengan mempertimbangkan jawaban
yang diberikan peserta didik, semula 6 menjadi 4.
Butir 2 Pertanyaan perlu diperbaiki menjadi “mengapa indikator (HIn) bila

157
dimasukkan ke dalam larutan asam tidak berwarna dan bila
dimasukkan ke dalam larutan basa menjadi berwarna merah”. Selain
itu, ditambahkan pula keterangan bahwa HIn merupakan asam lemah.
Butir 3 Diagram untuk larutan P perlu diperbaiki supaya agak menjauh dari
angka 1. Pedoman penskoran juga diperbaiki.
Butir 4 Pedoman penskoran juga diperbaiki yang semula 5 menjadi 4.
Butir 5 Butir 5 sudah baik, sehingga tidak dilakukan perbaikan.
Butir 6 Butir 6 sudah baik, sehingga tidak dilakukan perbaikan.
Butir 7 Butir 7 sudah baik, sehingga tidak dilakukan perbaikan.
Butir 8 Soal pada butir 8 sudah baik, sehingga tidak perlu diperbaiki, namun
dilakukan perbaikan pada pedoman penskoran. Pada pedoman
penskoran dilakukan perbaikan pada istilah, istilah “mencari jumlah
mol” diperbaiki menjadi “mencari jumlah H2SO4 dalam mol”. Selain
itu skor juga diubah, semula 5 menjadi 4.
Butir 9 Soal pada butir 9 sudah baik, sehingga tidak perlu diperbaiki, namun
dilakukan perbaikan pada pedoman penskoran. Pada pedoman
penskoran dilakukan perbaikan pada istilah, istilah “seimbang” perlu
diganti “sama” karena harus tegas dalam menyatakan jumlah mol
saat ekivalen pada titrasi.
Butir 10 Butir 10 sudah baik, sehingga tidak dilakukan perbaikan.

Hasil penilaian dari ahli terhadap model penilaian rancangan awal

menunjukkan bahwa terdapat 10 butir yang memiliki kesesuaian aspek berpikir kritis

dan keterampilan proses sains yang diintegrasikan. Selain itu 10 butir tersebut

dinyatakan valid dan diterima sesuai masukan dan saran dari para ahli. Masukan dan

saran tersebut diperbaiki sesuai catatan oleh ahli. Setelah 10 butir diperbaiki, maka

butir tersebut sudah layak dan dapat digunakan pada tahap selanjutnya yaitu

pengujian empirik melalui ujicoba. Hasil tersebut diberi label pada penelitian ini

sebagai Model Penilaian CTSPS Revisi I.

158
Berdasarkan temuan tersebut, maka peneliti melakukan evaluasi untuk

mempertimbangkan butir tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi melalui pertimbangan

saran beberapa ahli dan hasil analisis karakteristik butir, maka diperoleh hasil bahwa

terdapat 10 butir amatan yang dianggap layak dimasukkan pada instrumen ujicoba.

Hasil tersebut diberi label pada penelitian ini sebagai Model Penilaian CTSPS Revisi

II. Model penilaian CTSPS Revisi II tersebut pada dasarnya telah baku melalui proses

pengujian baik secara teoritk berdasarkan analisis ahli maupun secara empirik melalui

uji coba lapangan. Model penilaian CTSPS Revisi II ini merupakan instrumen

penilaian yang terdiri dari 10 butir yang dilengkapi dengan pedoman penskoran yang

memiliki rentang skor 0 sampai 4.

C. Kajian Produk Akhir

1. Desain Model Penilaian

Produk akhir dalam penelitian ini berupa model penilaian berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains mata pelajaran kimia SMA kelas XI.

Sebagaimana dikemukakan oleh Cantos et al. (2015) bahwa penilaian diharapkan

mampu merefleksikan kemampuan peserta didik secara menyeluruh, baik dari segi

pengetahuan, sikap, maupun keterampilan (Crawford & Kirby, 2008; Kasilingam,

Ramalingam & Chinnavan, 2014) serta mampu merangsang peserta didik untuk

mengoptimalkan potensi dirinya (Ketterlin-Geller, 2005; Abell, 2006). Produk

tersebut dilengkapi dengan instrumen tes dan pedoman penskoran politomus.

159
Tes tersebut menguji kompetensi larutan asam basa yang berbentuk tes esai.

Subali (2011) mengungkapkan bahwa keterampilan proses sains merupakan

keterampilan kognitif yang dapat diukur menggunakan tes tertulis. Salah satu jenis

penilaian yang menggunakan bentuk tes tertulis adalah soal esai. Keunggulan soal

bentuk esai yaitu mampu mengukur berbagai aspek keterampilan proses sains peserta

didik (Fatmawati, 2013), sehingga soal uraian memiliki potensi untuk dikembangkan

sebagai instrumen penilaian keterampilan proses sains.

Keterampilan proses sains merupakan bagian yang tidak terpisahkan sekaligus

memiliki peran sentral dalam mengembangkan pemahaman konseptual peserta didik

dalam kegiatan pembelajaran (Temiz, Taşar & Tan, 2006). Kondisi tersebut

menjadikan alasan mengapa keterampilan proses sains sangat penting untuk

dikembangkan dan dinilai. Selain itu, Durmaz & Mutlu (2014) menerangkan bahwa

apabila pembelajaran yang dilakukan lebih ditekankan pada pengembangan

keterampilan proses sains, maka akan berdampak positif terhadap hasil belajar peserta

didik. Oleh karena itu, penilaian keterampilan proses sains merupakan komponen

penting dalam pembelajaran kimia. Badu (2012) mengatakan kondisi ini dikarenakan

penilaian dapat mendorong peserta didik untuk lebih giat belajar secara terus menerus

dan juga mendorong guru untuk lebih meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

2. Kualitas Model Penilaian

Model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains mata

pelajaran kimia SMA kelas XI telah melewati serangkaian pengujian yang terdiri dari

160
telaah kualitatif, validasi, uji coba, dan Pengukuran pada saat penyebaran model.

Amelia & Kriswantoro (2017) mengatakan bahwa instrumen tes yang disusun

haruslah memenuhi kriteria sebagai alat ukur yang baik agar dapat memberikan

gambaran tentang kemampuan maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik.

Belum dilakukannya analisis terhadap butir soal menyebabkan kualitas soal buatan

guru belum memenuhi kaidah soal yang baik (Suyata, Mardapi, Kartowagiran, &

Retnawati, 2011).

Pengembangan awal terdiri dari 10 butir tes. Keputusan untuk validitas isi

dilaksanakan dengan membandingkan perhitungan indeks Aiken untuk masing-

masing butir soal dengan nilai rujukan Tabel Aiken. Berdasarkan Tabel Aiken untuk

butir yang divalidasi oleh tujuh ahli, kriteria skor yang digunakan adalah 4, dan

signifikansi yang digunakan 0,05, maka nilai rujukan Aikennya adalah 0,76. Setiap

butir yang memiliki hasil perhitungan indeks Aiken lebih besar dari 0,86 dapat

disimpulkan sebagai butir yang valid atau memenuhi validitas konten. Namun

menurut Sireci & Geisinger (1995: 246-247), koefisien validitas sekitar 0,7 masih

dapat diterima dan dianggap memuaskan. Dari 10 butir yang dikembangkan dapat

disimpulkan telah memenuhi dan terbukti validitas isinya.

Hasil uji coba butir memperlihatkan dari 10 butir tes telah memenuhi syarat

dalam analisis. Uji Bartlett bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan

antar variabel dalam kasus multivariat. Jika variabel X1, X2,…,Xp independen

(bersifat saling bebas), maka matriks korelasi antar variabel sama dengan matriks

identitas (Field, 2009: 660). Hasil perhitungan menunjukkan signifikansi Barlett’s

161
Test of Spehricity sebesar 0,000. Dengan demikian, persyaratan tersebut terpenuhi

karena signifikansi di bawah 0,05. Nilai KMO-MSA dianggap mencukupi jika lebih

dari 0,5 (Field, 2009: 660). Persyaratan KMO-MSA dan Bartlett’s Test of Spehricity

telah terpenuhi, maka analisis faktor dapat dilanjutkan.

Ada berbagai cara untuk melakukan interpretasi terhadap pemenuhan

dimensional. Pertama, dengan melihat kontribusi eigen value terhadap varians tes.

Hal ini didasarkan pada pendapat Reckase (1979); Smits, Cuijpers & Van Straten

(2011); Wu et al. (2013); maupun Egan, Sireci, Swaminathan, & Sweeney (1998).

Menurut Reckase (1979); Smits, Cuijpers & Van Straten (2011); dan Wu et al.

(2013), dimensional dikatakan terpenuhi apabila “the first factor should account for

at least 20 percent of the test variance”. Varians tes yang mampu dijelaskan adalah

69,869% dan faktor pertama memberikan kontribusi sebesar 49,376%. Dikarenakan

faktor pertama dan kedua memberikan kontribusi lebih dari 20% dan tidak ada faktor

yang dominan di antara keduanya.

Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel

yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigen value (nilai eigen) serta

besarnya persentase total varian. Jika suatu variabel memiliki eigen value ≥1,

dianggap sebagai suatu factor (Retnawati, 2016). Sebaliknya jika suatu variabel

memiliki eigen value < 1, maka variabel tersebut tidak akan dimasukkan ke dalam

model. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor pertama dan kedua pada

analisis faktor memberikan sumbangan yang paling besar dibandingkan faktor-faktor

lainnya, sehingga asumsi unidimensionalitas tidak terpenuhi.

162
Penyimpulan unidimensionalitas secara grafis menggunakan scatter plot.

Menurut Jacoby (2012), dimensionalitas dapat diketahui dengan cara “Look for an

‘elbow’ in the scree plot. Dimensionality corresponds to the number of dimensions

that falls just prior to the elbow”. Pendapat tersebut serupa dengan pendapat

Hambleton & Rovinelli (1986) sebagaimana yang dikutip oleh Stage (2003) yang

menyatakan bahwa biasanya jumlah faktor yang signifikan ditentukan dengan

munculnya sebuah “siku dalam plot”, jumlah eigen di sebelah kiri siku ini

diinterpretasikan sebagai banyaknya dimensi yang terbentuk. Mengacu kepada

pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 faktor yang terbentuk.

Tidak terpenuhinya asumsi unidimensi, mengakibatkan IRT kurang tepat

untuk menganalisis karakteristik butir. Oleh sebab itu, maka digunakan MIRT untuk

mengestimasi parameter item dan kemampuan peserta didik dengan memasukan item

tersebut dalam domain: 𝜃1 (berpikir kritis) dan 𝜃2 (keterampilan proses sains) dengan

berasumsi bahwa instrumen yang dikembangkan telah dibangun konstruknya dengan

baik berdasarkan tabel spesifikasi tes dan melalui telaah serta validasi item oleh

expert judgment. Dari 10 butir yang dianalisis menunjukkan seluruh butir memiliki

nilai loading factor ≥ 0,4. Setelah diketahui banyaknya faktor yang terbentuk,

dilakukan penamaan faktor berdasarkan muatan faktor setelah dirotasi. Penamaan

faktor yang termuat dalam instrumen tes tersebut dilakukan peneliti dengan bantuan

praktisi dalam hal ini guru kimia sebanyak 3 orang di tempat peneliti melakukan

penelitian dengan teknik Delphi yang memiliki pengalaman dalam mengembangkan

tes.

163
Hasil uji kecocokan model dengan data uji coba dan diagram jalur analisis

faktor konfirmatori dengan menggunakan Lisrel, diperoleh model konstruksi hasil

analisis jalur. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 10 butir yang dikembangkan

memiliki nilai loading factor > 0,4. Schermelleh-Engel, Moosbrugger & Mueler

(2003). Kriteria yang digunakan yaitu Root Mean Square Error of Approximation

(RMSEA) 0,021< 0,08, Chi-Square yang diperoleh dari pengujian < 2df yaitu 38,29

< 2(34) dan Goodness of fit Index (GFI) 0,97 > 0,90.

Secara umum persyaratan Goodness of Fit telah dipenuhi karena nilai yang

diperoleh berada dalam interval yang diperlukan, sehingga dikatakan bahwa model

yang diperoleh adalah fit, dengan demikian disimpulkan bahwa model yang

digunakan sudah fit yang artinya secara konstruk instrumen tersebut baik dan dapat

digunakan penyebaran model dalam hal ini pengukuran. Pengujian jalur dapat

dilakukan dengan membandingkan nilai t value dengan t kritis. Nilai t kritis telah

ditetapkan yaitu sebesar 1,96 pada alpha 0,05 (taraf signifikansi 5%). Hasil analisis

menunjukkan nilai t-value > 1,96. Dari output standard solution dapat diketahui

bahwa semua indikator memiliki factor loading lebih dari 0,40; yaitu 0,46 untuk

indikator A (tingkat keasaman) dan, 1,00 untuk indikator faktor B (persamaan reaksi).

Hal dapat dikatakan bahwa kedua indikator, yaitu tingkat keasaman dan persamaan

reaksi valid untuk menggambarkan model CTSPS.

Validitas konvergen pada penelitian ini terpenuhi karena seluruh Average

Variance (AVE) lebih dari batas minimum yakni 0,59>0,5 untuk faktor A dan

164
0,64>0,5 untuk faktor B. Reliabilitas internal instrumen termasuk dalam kategori

reliabel dengan nilai 0,886 (>0,7) sementara reliabilitas untuk masing-masing

konstruk/ Composite Reliability merentang dari nilai 0,88 sampai 0,90 lebih dari

batas minimum yakni 0,7 (Litwin 1995: 31). Fleiss (1999: 7) menyatakan koefisien

reliabilitas di bawah 0,4 merepresentasikan reliabilitas yang buruk, koefisien

reliabilitas antara 0,4-0,75 merepresentasikan reliabilitas cukup baik, dan koefisien

reliabilitas lebih dari 0,75 merepresentasikan reliabilitas yang sangat baik. Hasil

penelitian menunjukkan nilai reliabilitas sangat baik yaitu 0,886. Hal ini

mengindikasikan instrumen ini memiliki derajat kekonsistenan yang tinggi apabila

digunakan pada kesempatan lain meskipun dengan responden yang berbeda.

Dari 10 butir yang diujicobakan semua tingkat kesukaran butir memiliki

rentang -0,26 sampai 0,23 dalam kategori sedang. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Kartowagiran et al. (2019) bahwa tingkat kesukaran butir

dikategorikan mudah jika memiliki nilai tingkat kesukaran mendekati -2,00. Kategori

sedang apabila memiliki nilai indeks kesukaran -1,00 sampai dengan +1,00, kategori

sukar apabila memiliki indeks kesukaran mendekati +2,00. Selain dari tingkat

kesulitan butir dapat dilihat juga tingkat kesukaran kategori. Pedoman penskoran

dalam penelitian ini memiliki rentang skor 0-4, maka terdapat empat perpotongan

setiap skornya. Tingkat kesukaran kategori pada model Multidimensional Graded

Response Model (M-GRM) memiliki indeks berjenjang, dimana semakin tinggi

kategori skor maka indeks kesukaran kategori juga meningkat. Hal ini dapat dilihat

165
pada nilai MDIFF1, MDIFF2, MDIFF3, dan MDIFF4 yang menunjukkan

kecenderungan menjawab benar.

Interpretasi dari parameter MIRT mirip dengan IRT. Indeks diskriminan

butir yang baik adalah 0 hingga 2, dan tingkat kesulitan butir berkisar dari -2 hingga

+2 (Hambleton, Swaminathan, & Rogers, 1991). Hasil analisis menunjukkan bahwa

hanya ada satu nilai MDISC yang mewakili butir daya beda untuk dimensi yang

diukur menggunakan MIRT struktur sederhana. Sepuluh butir memiliki daya beda

yang baik karena nilainya berada pada kisaran 0-2 dengan rentang 0,93 sampai 1,93.

Nilai MDIFF merupakan rata-rata tingkat kesulitan kategori. Tingkat kesukaran

tertinggi yaitu butir nomor 6 dan tingkat kesukaran terendah yaitu butir nomor 3.

Indeks tingkat kesulitan multidimensi berada pada rentang -0,26 sampai 0,23. Lebih

sulitnya butir soal menandakan bahwa kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains masih terbatas. Hal ini disebabkan bahwa pada

dasarnya tingkat kesukaran butir adalah fungsi ability seseorang (Mardapi, 1991: 11).

Seseorang yang memiliki ability tinggi akan mudah menjawab suatu butir soal, begitu

juga sebaliknya mereka dengan kemampuan rendah akan sulit untuk menjawab benar

butir soal tersebut.

3. Deskripsi Hasil Penilaian

Hasil penilaian kemampuan peserta tes tersebut dianalisis menggunakan

MIRT. Hasil analisis yang dilakukan menghasilkan dua kemampuan setiap peserta

didik. Kemampuan yang dimaksud adalah berpikir kritis dan keterampilan proses

166
sains. Kemampuan tersebut dapat mengukur sejauh mana kategori berpikir kritis dan

keterampilan proses sains yang dimiliki peserta didik itu sendiri. Kedua kemampuan

ini dijadikan sebagai bahan laporan hasil belajar siswa dalam menjawab soal tes

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains. Secara bersamaan dapat dilihat

kedua kemampuan dalam satu instrumen. Laporan tersebut berupa laporan profil

peserta didik dan laporan profil kelas. Bauer (2000) mengatakan bahwa penilaian

merupakan salah satu tes hasil belajar yang mampu memberikan informasi tentang

kemampuan peserta didik

Tes dalam penelitian ini memiliki kemampuan integrasi maksimal sebesar

0,59 dan minimal sebesar -1.00 dengan skor tertinggi sebesar 39 dan skor terendah

sebesar 1. Semakin banyak peserta didik menjawab benar soal tes yang diberikan,

semakin tinggi juga kemampuan kimia peserta didik yang diperoleh. Rentang

penilaian dibagi ke dalam lima satuan simpangan baku yaitu Sangat Tinggi, Tinggi,

Sedang, Rendah, dan Sangat Rendah. Hasil analisis kemampuan kimia yang

diintegrasikan berada pada rata-rata kategori sedang.

Dari masing-masing kemampuan yang dimiliki peserta didik secara

keseluruhan terlihat bahwa peserta tes yang memiliki 𝜃1 untuk kategori sangat tinggi

sebesar 1,41%, peserta tes memiliki kategori tinggi sebesar 32,58%, peserta memiliki

kategori sedang sebesar 31,88%, peserta memiliki kategori rendah sebesar 32,86%,

dan peserta tes memiliki kategori sangat rendah sebesar 1,27%. Adapun 𝜃2 untuk

kategori sangat tinggi sebesar 1,83%, peserta tes memiliki kategori tinggi sebesar

30,61%, peserta memiliki kategori sedang sebesar 36,39%, peserta memiliki kategori

167
rendah sebesar 30,18%, dan peserta tes memiliki kategori sangat rendah sebesar

0,99%. Rata-rata secara keseluruhan untuk kemampuan kimia berada pada kategori

sedang. Temuan ini sejalan dengan studi Tümkaya, et al. (2009) dan Kökdemir

(2003) yang mengungkap bahwa siswa yang memiliki tingkat keterampilan berpikir

kritis yang tinggi akan mendorong kemampuan pemecahan masalah dan pengambilan

keputusan. Riset yang dilaksanakan oleh Istiyono, Dwandaru, and Faizah (2018) juga

menunjukan belum terlalu memuaskannya kemampuan peserta didik dalam

pemecahan masalah, dimana sekitar 36% siswa memiliki abiliti sedang dan 36%

siswa lainnya memiliki ability rendah dalam problem solving. Berdasarkan temuan

hasil penelitian ini maka pemilihan desain pembelajaran dan asesmen yang mampu

mengoptimalkan kemampuan problem solving siswa sangat penting dilaksanakan

agar siswa terbiasa berpikir kritis dan mampu memberikan solusi dari berbagai

permasalahan yang ditemui.

Lebih rendahnya kemampuan peserta didik dalam berpikir kritis terintegrasi

keterampilan proses sains pada mata pelajaran kimia berimplikasi pada perbaikan

pembelajaran di kelas. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut ada kemungkinan

pendekatan pembelajaran dan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini digunakan oleh

guru masih kurang mendukung dalam melatih cara peserta didik dalam berpikir kritis.

Peserta didik lebih banyak dituntut untuk menghafal konsep-konsep atau hanya

sekedar menghitung. Terkait dengan permasalahn tersebut sangat penting untuk

meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dalam pembelajaran di kelas.

Kemampuan berpikir kritis peserta didik di beberapa sekolah di Indonesia masih

168
rendah (Harjo, Kartowagiran, & Mahmudi, 2019). Rendahnya kemampuan berpikir

kritis siswa ditandai dengan gejala masalah yang muncul antara lain (1) kurang akurat

dalam menganalisis suatu masalah; (2) kesulitan mengerjakan soal tingkat tinggi (C4-

C6); (3) pasif saat melakukan kerja kelompok; (4) sulitnya menghubungkan konsep

dan masalah; (5) sulit mengungkapkan pendapatnya selama diskusi.Rendahnya

kemampuan berpikir peserta didik Indonesia juga terlihat dari hasil studi Program

for International Student Assessment (PISA) yang menunjukkan bahwa Indonesia

berada di peringkat 69 dari 75 negara peserta pada tahun 2015 (OECD, 2016).

Peningkatan kemampuan berpikir tidak hanya sebatas pemahaman konsep

semata, melainkan juga melibatkan keterampilan berpikir dan menangani masalah

kehidupan nyata terkait dengan menilai informasi dan argumen dalam konteks sosial

dan membuat keputusan hidup (Bailin, 1987). Relatif rendahnya skor kemampuan

berpikir kritis dikarenakan peserta didik sering mengalami kesulitan dalam memilih,

merumuskan, dan menghubungkan temuan-temuan berdasarkan percobaan yang

dapat digunakan sebagai bukti dalam mendukung argumen (Katchevich, Hofstein &

Mamlok-Naaman, 2013).

Hasil penelitian tersebut mengindikasikan pentingnya peranan guru dalam

memfasilitasi pembentukan kemampuan berpikir kritis peserta didik. Sebagaimana

diungkap oleh Runco (1990) bahwa kemampuan berpikir peserta didik secara

signifikan dipengaruhi oleh kesempatan yang diberikan kepada mereka. Guru yang

terbiasa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan tugas-

tugas yang tidak familiar dan mampu mengasah kemampuan berpikir tentunya lebih

169
dapat mendorong kemampuan berpikir kritis dibanding guru yang hanya memberikan

tugas rutin.

4. Kelayakan Model Penilaian

Penilaian kelayakan model oleh praktisi meliputi lima komponen kelayakan

yang dijabarkan ke dalam 24 kriteria. Komponen kelayakan produk terdiri atas aspek

substansi, konstruksi, kebahasaan, validitas, dan praktikabilitas yang diadaptasi dari

ketentuan Permendikbud Nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan.

Hasil analisis kelayakan pengguna model penilaian terintegrasi secara keseluruhan

pada kategori sangat layak untuk setiap aspek aspek yang dinilai. Hal ini senada

dengan pendapat yang dikemukakan oleh Pratiwi (2016), bahwa model penilaian

yang sudah dibuat apabila sudah memenuhi kriteria maka dinyatakan layak untuk

digunakan.

Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mempromosikan

kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains. Strategi yang lazim

digunakan guru di kelas untuk meningkatkan kemampuan tersebut adalah melalui

pembelajaran dan penilaian. Idealnya kegiatan penilaian yang dilakukan hendaknya

sejalan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Penilaian keterampilan

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains akan tepat dilaksanakan jika

pendekatan pembelajaran yang digunakan sudah melibatkan kemampuan tersebut.

Jika pembelajaran yang dilakukan belum mendorong kemampuan tersebut maka

170
bukan berarti penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains tidak

dapat dilakukan.

Penilaian tidak hanya menjalankan perannya untuk mengukur ketercapaian

hasil belajar peserta didik, namun juga memiliki fungsi untuk mendorong

pembelajaran dan sebagai pembelajaran itu sendiri (Earl, 2012). Penilaian berpikir

kritis terintegrasi keterampilan proses sains dapat dilakukan selama kegiatan

pembelajaran berlangsung dan menyatu dengan strategi pembelajaran itu sendiri.

Proses tersebut dapat dilakukan dengan bentuk kegiatan bertanya atau kuis sederhana

secara lisan, sehingga lama kelamaan kegiatan pembelajaran tersebut mengarah pada

pembentukan kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains.

Runco (1990) mengatakan bahwa kemampuan berpikir peserta didik secara

signifikan dipengaruhi oleh kesempatan yang diberikan kepada mereka. Guru yang

terbiasa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan tugas-

tugas yang tidak familiar dan mampu mengasah kemampuan berpikir tentunya lebih

mendorong kemampuan berpikir kritis peserta didik dibanding guru yang hanya

memberikan tugas rutin. Peran penting guru dalam memfasilitasi kemampuan

berpikir kritis peserta didik juga harus bersamaan dengan kemampuan berpikir kritis

guru itu sendiri. Pada dasarnya guru merupakan role model dalam menciptakan

peserta didik yang kritis. Hal ini sejalan dengan pendapat Runco (1990) bahwa

peserta didik yang kritis, dapat terbentuk apabila guru yang mengajar juga mampu

berpikir kritis. Tidak hanya perbaikan pola pembelajaran dalam segala aspek, namun

171
juga perubahan pola pikir guru, perbaikan pola pembelajaran di lembaga penghasil

tenaga pendidikan, dan dukungan dari keluarga, serta lingkungan sekitar.

Murtono & Miskiyah (2014) mengemukakan bahwa penilaian tes jawaban

pendek pada level kognitif tingkat rendah hanya menjaring sebagian kecil

keterampilan dan kecerdasan peserta didik. Hasil penelitian tersebut diperkuat oleh

Santrock (2010: 642), apabila pembelajaran yang aktif dan penuh motivasi

merupakan tujuan akhir, maka guru harus membuat penilaian alternatif yang berbeda

dengan tes tradisional yang tidak mengevaluasi cara peserta didik menyusun

pengetahuan dan pemahaman, menentukan dan mencapai tujuan, serta berpikir kritis.

Terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan guru untuk mendorong perkembangan

berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains dirinya sendiri. Salah satunya

dengan cara mempromosikan kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan

mendorong dan memodelkan pemikiran dan perilaku kritis di kelas (Beghetto, 2007).

Hal ini juga menuntut guru dalam menciptakan model penilaian dan desain yang

dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses

sains itu sendiri.

Model penilaian yang dikembangkan dapat mengukur dua kemampuan

sekaligus. Kemampuan yang dimaksud yaitu berpikir kritis dan keterampilan proses

sains. Hal ini memudahkan guru untuk menilai masing-masing kemampuan dalam

satu instrumen. Model hubungan itu dibuat untuk berlaku secara bebas bagi kelompok

butir dan kelompok peserta mana saja yang memenuhi syarat. Model hubungan

tersebut dibuat untuk berlaku bagi sejumlah kelompok butir dan sejumlah kelompok

172
peserta tanpa ketergantungan satu terhadap ciri lainnya. Ciri butir dan ciri peserta

yang dihubungkan oleh model yang berbentuk fungsi atau lengkungan grafik dengan

sejumlah syarat itu dinyatakan melalui sejumlah parameter. Dari hasil penilaian

didapatkan dua kemampuan peserta didik yang dapat dijadikan sebagai laporan hasil

belajar.

Penerapan multidimensi teori respon butir untuk melakukan analisis terhadap

karakteristik butir soal dan menilai kemampuan peserta didik merupakan pekerjaan

yang membutuhkan waktu yang lama, sehingga memerlukan bantuan perangkat lunak

komputer. Terkait dengan hal tersebut dan karena penggunaan MIRT dalam bidang

pengukuran dan penilaian belum umum digunakan di Indonesia, paling tidak di

provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, maka perlu ada sosialisasi penggunaan

software di bidang pengukuran dan penilaian untuk analisis data.

D. Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa hal yang menjadi keterbatasan yang dapat dijadikan

pembelajaran untuk perbaikan penelitian selanjutnya, antara lain sebagai berikut.

1. Jumlah sekolah yang berpartisipasi tidak menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh

sudah banyaknya mahasiswa yang melakukan penelitian di sekolah

bersangkutan, sehingga memberatkan pihak sekolah untuk memberikan izin

penelitian.

173
2. Terkait dengan sekolah yang menjadi objek penelitian, sekolah yang

dilibatkan sejauh ini hanyalah SMA negeri yang ada di kabupaten Sleman.

Absennya sekolah swasta menjadi keterbatasan sendiri berkenaan dengan

dana penelitian dan waktu penelitian. Apabila objek penelitian diperluas lagi

dengan melibatkan sekolah swasta, pengukuran yang dilakukan akan lebih

banyak menghasilkan informasi yang dapat dijadikan bahan pertimbangan

dalam mengambil keputusan.

3. Pengujian instrumen dilakukan siang hari ketika pelajaran kimia berlangsung.

Waktu pengujian instrumen pada saat siang hari dapat mempengaruhi kinerja

peserta tes. Hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan peserta tes sehingga tidak

maksimal dalam menyelesaikan tes.

4. Materi yang telah diajarkan pada masing-masing SMA cenderung berbeda.

Dengan demikian, pada saat pengujian instrumen terdapat peserta tes yang

tidak mengetahui rumus yang akan digunakan dalam menyelesaikan beberapa

soal.

5. Sebagian guru tidak ikut mengawasi peserta didik ketika ujian berlangsung.

Keadaan demikian ini menyebabkan peserta didik menjadi tidak serius dalam

menjawab soal sehingga hasil respon tidak menggambarkan kemampuan yang

sesungguhnya.

6. Struktur dimensi yang digunakan menggunakan model CFA-MIRT dengan

asumsi instrumen ini telah dibangun konstruknya dengan baik berdasarkan

tabel spesifikasi tes dan melalui telaah validasi item oleh expert judgment.

174
7. Model MIRT yang digunakan masih menggunakan model MIRT yang paling

sederhana yaitu model simple structure MIRT. Model tersebut memiliki

kemiripan dengan analisis IRT.

175
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan tentang Produk

Berdasarkan hasil penelitian pengembangan yang telah dilakukan, dapat

ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Model penilaian memiliki spesifikasi tujuan, karakteristik, komponen,

instrumen, sintaks, dan panduan pelaksanaan yang jelas. Konstruk instrumen

pada penelitian ini yaitu (1) kemampuan berpikir kritis berupa keterampilan

berpikir tingkat tinggi/HOTS terdiri dari menganalisis; mengevaluasi; dan

mencipta dan (2) keterampilan proses sains yang dikembangkan meliputi:

mengobservasi, mengamati, menginferensikan, membuat data, dan

melakukan eksperimen.

2. Kualitas model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains

yang dikembangkan layak secara konten dan konteks sesuai dengan

karakteristik materi dan peserta didik dan sudah terbukti validitas isinya.

Secara umum persyaratan Goodness of Fit telah dipenuhi. Semua indikator

memiliki factor loading lebih dari 0,40. Validitas konvergen pada penelitian

ini terpenuhi karena seluruh Average Variance (AVE) lebih dari batas

minimum yakni >0,5. Reliabilitas internal instrumen termasuk dalam kategori

reliabel dengan nilai >0,7, sementara reliabilitas untuk masing-masing

konstruk/Composite Reliability lebih dari batas minimum 0,7. Sepuluh butir

176
memiliki nilai MDISC (daya beda) dan MDIFF (tingkat kesukaran) yang baik.

Tingkat kesukaran tertinggi yaitu butir nomor 6 dan tingkat kesukaran

terendah yaitu butir nomor 3.

3. Deskripsi hasil penilaian untuk kemampuan kimia yang diintegrasikan berada

pada rata-rata kategori sedang. Untuk masing-masing kemampuan memiliki

rata-rata tertinggi kemampuan berpikir kritis pada kategori tinggi, dan rata-

rata tertinggi untuk kemampuan keterampilan proses sains pada kategori

sedang.

4. Kelayakan model penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses

sains untuk setiap aspek penilaian dikatakan sangat layak dan siap digunakan

dalam pengukuran lebih luas berdasarkan hasil uji coba dan implementasi di

lapangan.

B. Saran Pemanfaatan Produk

Berdasarkan simpulan dan keterbatasan penelitian ini, dapat diberikan saran

pemanfaatan produk sebagai berikut:

1. Model penilaian CTSPS peserta didik ini disarankan agar diterapkan oleh

guru untuk memahami karakteristik peserta didik yang menjadikan dasar bagi

guru dalam merencanakan proses pembelajaran dan hasil penilaian.

2. Model penilaian yang dikembangkan masih terbatas pada satu kompetensi

dasar, sehingga sangat dibutuhkan pengembangan oleh guru dan peneliti-

177
peneliti lain untuk merumuskan kompetensi lain yang sesuai dalam

pembelajaran kimia. Hal ini merupakan poin yang sangat penting dan

hendaknya dilakukan secara berkelanjutan sehingga akan terkumpul banyak

butir soal yang dapat mewujudkan bank soal tingkat daerah khususnya dalam

mata pelajaran kimia.

3. Meskipun karakteristik indeks kesukaran butir tes berada pada kategori

sedang, namun pengujian saat di lapangan menunjukkan sebagian besar

peserta didik mengaku merasa kesulitan dalam mengerjakan. Peserta didik

belum terbiasa dilatih dengan soal-soal berpikir tingkat tinggi. Oleh sebab itu,

guru hendaknya memfasilitasi peserta didik dalam melatih keterampilan

berpikir kritis selama pembelajaran di kelas. Menguji berpikir kritis

terintegrasi keterampilan proses sains peserta didik tidak hanya dilakukan

dalam bentuk tes tertulis saja, namun bisa juga diajukan dalam bentuk tes

lisan.

4. Sebelum diterapkan di sekolah, maka guru disarankan untuk mengikuti

pelatihan terlebih dahulu agar memperoleh informasi terkait cara penerapan

model penilaian dengan benar.

5. Model penilaian CTSPS yang dikembangkan dalam penelitian ini telah teruji

karakteristiknya baik secara teoritik maupun empirik. Model ini mengukur

kedua aspek berpikir kritis dan keterampilan proses sains setiap butirnya

dalam satu instrumen, sehingga dari analisis MIRT didapatkan dua

kemampuan peserta didik dalam waktu yang bersamaan. Untuk itu disarankan

178
agar model ini dapat diterapkan secara berkesinambungan baik di Kabupaten

Sleman maupun di tempat atau daerah lainnya.

6. Kepada peneliti lainnya yang tertarik dengan topik serupa agar

mengembangkan penilaian berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses

sains pada bidang atau materi lainnya karena hal tersebut sangat bermanfaat

khususnya bagi guru dan peserta didik serta umumnya bagi perkembangan

dunia pendidikan secara umum.

C. Diseminasi dan Pengembangan Produk Lebih Lanjut

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi guru untuk merencanakan dan

melaksanakan penilaian kemampuan siswa sampai level tinggi, khususnya bagi guru

mata pelajaran kimia. Hal ini akan membuat guru terbiasa untuk berkreasi dalam

membuat soal-soal yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik.

Dengan demikian, guru aktif melakukan perbaikan sistem penilaian di kelas. Hasil

penelitian ini juga dapat digunakan guru mata pelajaran kimia untuk menilai

kemampuan HOTS peserta didik. Dengan demikian, informasi tentang kemampuan

siswa pada level tinggi dapat diperoleh. Di samping itu bila penilaian dilakukan

sampai level kemampuan tinggi akan menunjang potensi berpikir peserta didik secara

maksimal. Model yang dikembangkan dalam penelitian ini secara langsung

memudahkan guru untuk menilai kemampuan peserta didik secara bersama dalam

179
bentuk satu instrumen. Kemampuan yang dimaksud yaitu berpikir kritis dan

keterampilan proses sains.

Hasil penelitian ini juga memberikan implikasi bagi peserta didik, yaitu

peserta didik berpengalaman mengerjakan soal yang menuntut kemampuan HOTS

kimia. Dengan demikian peserta didik dapat termotivasi untuk mengembangkan

kemampuan HOTS-nya dalam mata pelajaran kimia. Bagi sekolah, implikasi hasil

penelitian ini dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran sebagai feed back

dari hasil penilaian.

180
DAFTAR PUSTAKA
Abaza, H., Bisset, R., & Sadler, B. (2004). Environmental impact assessment and
strategic environmental assessment: towards an integrated approach.
Geneva: United Nations Environment Programme.

Abell, M. (2006). Individualizing learning using intelligent technology and


universally designed curriculum. The Journal of Technology, Learning and
Assessment, 5(3). https://ejournals.bc.edu/index.php/jtla/article/view/1642

Ackerman, T. A., Gierl, M. J., & Walker, C. M. (2003). Using multidimensional item
response theory to evaluate esucational and psychological tets. Educational
measurement: issues and practice, 22(3), 37-51.
https://doi.org/10.1111/j.1745-3992.2003.tb00136.x

Agogo, P.O., & Onda, M.O. (2014). Identification of students’ perceived difficult
concepts in senior secondary school chemistry in oju local goverment area of
benue state, nigeria. Global Educational Research Journal. 2(4), 44-49.

Aiken, L.W. (1980). Content validity and realiability of single items or


questionnaires. Malibu: Pepperdine University.

Akib, E., & Muhsin, M. A. (2020). Critical thinking in cognitive domain: Exploring
assessment of English teaching at pandemic period of covid-19. JEES
(Journal of English Educators Society), 5(2), 178-184.
https://doi.org/10.21070/jees.v5i2.752

Akinbobola, A.O., & Afolabi, F. (2010). Analysis of science process skills in west
african senior secondary school certificate physics practical examinations in
nigeria. American-Eurasian Journal of Scientific Research, 5(4), 234-240.
https://www.idosi.org/aejsr/aejsr5(4).html

Al-Rabaani, A. (2014). The acquisition of science process skills by omani’s pre-


service social studies’ teachers. European Journal of Educational Studies,
6(1), 13-19.

Ali, M. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan.Bandung: Pedagogina Press.

Amelia, R. N., & Setiawati, F. A. (2016). Aplikasi model penskoran equal weighting
dan differential weighting untuk mengestimasi skor kimia siswa. Jurnal
Evaluasi Pendidikan, Vol 4 (1).
http://journal.student.uny.ac.id/ojs/index.php/jep/article/view/2175

181
Amelia, R. N., & Kriswantoro. (2017). Implementation of item response theory for
analysis of test items quality and students’ ability in chemistry. JKPK
(Jurnal Kimia dan Pendidikan Kimia), Vol. 2, No. 1, hal. 1-12. DOI:
https://doi.org/10.20961/jkpk.v2i1.8512

Amirulloh, D., Rustaman, N., & Sriyati, S. (2014). Analisis soal SNMPTN biologi
berdasarkan domain kognitif taksonomi bloom revisi dan profil capaian
siswa SMA kelas XII . Formica Education Online, 1(1), 1-8.
https://ipse.upi.edu/index.php/2014-2/

Amrina, R., Zulkardi, & Yusuf, H. (2013). Pengembangan soal penalaran model
TIMSS matematika SMP. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,
17(2), 230 -240. https://doi.org/10.21831/pep.v17i2.1697

Anderson, L.W., & Krathwohl, D. R. (2010). Pembelajaran, pengajaran, dan


asesmen.Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Andromeda, Bayharti & Jannah, R. (2014). Modul wujud zat dan perubahan materi
berbasis konstruktivisme untuk pembelajaran kimia di SMP. Seminar
Nasional Pendidikan MIPA, Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, 89-
93.
Ariawan, S., & Malang, S. T. I. P. A. K. (2020). Building Critical Thinking in Covid-
19 Pandemic Era: Impossible or I am Possible?. International Research
Journal on Advanced Science Hub, 2(6), 127-130. DOI:
10.47392/irjash.2020.49

Ariyana, Y., Pudjiastuti, A., Bestary, R., & Zamroni. (2018). Buku pegangan
pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Jakarta: Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan.

Ashraf, S. S., Marzouk, S. A., Shehadi, I. A., &. Murphy, B. M. (2011). An integrated
professional and transferable skills course for undergraduate chemistry
students. Journal of Chemical Education. 88(1), 44–48.
https://doi.org/10.1021/ed100275y

Austin, A. C., Ben-Daat, H., Zhu, M., Atkinson, R., Barrows, N., & Gould, I. R.
(2015). Measuring student performance in general. Chemistry Education
Research and Practice, 1 (16), 168-178. DOI: 10.1039/C4RP00208C

Awan, A.S., Iqbal, M.Z., Khan, T.M., & Mahmood, T. (2011). Students
understanding about learning the concept of solution. Journal of Elementary
Education, 21(2), 23-34.

182
Azwar, S. (2009). Dasar-dasar Psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S.. (2015). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Badu, S. Q. (2012). Implementasi evaluasi model kirkpatrick pada perkuliahan


masalah nilai awal dan syarat batas. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, 16, 102-129. DOI: https://doi.org/10.21831/pep.v16i0.1108

Baker, F.B. (2001). The basics of item response theory (2nd ed.). Wisconsin: ERIC
Clearinghouse on Assessment and Evaluation.

Bailin, S. (1987). Critical and creative thinking. Informal Logic, 9 (1), 23-30.
https://doi.org/10.22329/il.v9i1.2656

Balistreri, S., Di Giacomo, F., Noisette, I., & Ptak, T. (2012). Global education:
connections, concepts, and careers.New York: College Board.

Bauer, S.C. (2000). Should achivemet test be used to judge school quality?. Journal
of Education Policy Analysis Archives, 46, 1-18. DOI:
https://doi.org/10.14507/epaa.v8n46.2000

Beghetto, R. A. (2007). Ideational code-switching: walking the talk about supporting


student creativity in the classroom. Roeper Review, 29(4), 265–270.
https://doi.org/10.1080/02783190709554421

Beistel, D.W. (1975). A piagetian approach to general chemistry. Journal of


Chemical Education, 52(3): 151-152. https://doi.org/10.1021/ed052p151

Birenbaum, M., Breuer, K., Cascallar, E., Dochy, F., Dory, Y., & Ridgway, J. (2006).
A learning integrated assessment system. (R. Wiesemes, & G. Nickmans,
Penyunt.) Educational Research Review, 1, 61-67.
https://doi.org/10.1016/j.edurev.2006.01.001

Bolt, D.M. & Lall, V.M. (2003). Estimation of compensatory and non-compensatory
multidimensional item response models using marcov chain monte-carlo.
Applied Psychological Measurement. 27(6). 395-414.
https://doi.org/10.1177/0146621603258350

Boud, D., & Falchikov, N. (2006). Aligning assessment with long-term learning.
Journal of Assessment & Evaluation in Higher Education, 31(4), 399-413.
https://doi.org/10.1080/02602930600679050

183
Brodie, T., Gilbert, J., Holllins, M., Roper, G., Robson, K., Webb, M., et al. (1994).
Models and modeling in science education. Hatfield Herts: Association for
Science Education.

Brookhart, S. M. (2010). How to assess higher-order thinking skills in your


classroom.Alexandria: ASCD.

Brookhart, S. M. & Nitko, A. J. (2008). Assessment and grading in classrooms.


Upper Saddle River: Pearson Merrill Prentice Hall.

Cantos, A.E., Alday, M.G., Alog, K.J., Asi, K.J., Calacal, R.H., Britiller, M.C.
(2015). Changing learning needs of student nurses: input to the nursing
curriculum. Asia Pacific Journal of Multidisciplinary Research, 3(3), 108-
119.

Chabalengula, V.M., Mumba, F., & Mbewe, S. (2012). How pre-service teachers’
understand and perform science process skills. Eurasia Journal of
Mathematics, Science & Technology Education, 8(3), 167-176.
https://doi.org/10.12973/eurasia.2012.832a

Chao, S. Y., Liu, H. Y., Wu, M. C., Clark, M. J., & Tan, J. Y. (2013). Identifying
critical thinking indicators and critical thinker attributes in nursing practice.
Journal of Nursing Research, 21(3), 204-210. doi:
10.1097/jnr.0b013e3182a0aee9

Cheng, Y. C., Huang, L. C., Yang, C. H., & Chang, H. C. (2020). Experiential
learning program to strengthen self-reflection and critical thinking in
freshmen nursing students during COVID-19: A quasi-experimental study.
International journal of environmental research and public health, 17(15),
5442. https://doi.org/10.3390/ijerph17155442

Ching, H. S., & Fook, F. S. (2013). Effect of multimedia-based graphic novel


presentation on critical thinking among students of different learning
approach. Tojet: The Turkish Online Journal of Educational Technology, 12
(4), 56-66. https://eric.ed.gov/?id=EJ1018032

Coll, R. K., & Lajium, D. (2011) Modeling and the future of science learning. In M.
S. Khine & I. M. Saleh, (Eds.), Models and modeling: Cognitive tools for
scientific enquiry. Springer. https://doi.org/10.1007/978-94-007-0449-7_1

Cottrel, S. (2005). Critical thinking skill developing effective analysis and argument.
New York: Palgrave Macmillan.

184
Crawford, E. O., & Kirby, M. M. (2008). Fostering students’ global awareness:
technology applications in social studies teaching and learning. Journal of
Curriculum and Instruction, 2(1), 56-73.
https://doi.org/10.3776/joci.%25y.v2i1p56-73

Crocker, L., & Algina, J. (2008). Introduction to classical and modern test theory.
New York: Holt, Reinhart, and Winston, Inc.

De Ayala, R., & Hertzog, M. A. (1991). The assessment of dimensionality for use in
item response theory. Multivariate Behavioral Research, 26(4), 765-792.
https://doi.org/10.1207/s15327906mbr2604_9

Delpy, D., & Pike, R. (2010). The economic benefits of chemistry research to the UK.
London: Engineering and Physical Sciences Research Council.

de Kraker, J., Kroeze, C., & Krischner, P. (2011). Computer models as social learning
tools in participatory integrated assessment. International Journal of
Agricultural Sustainability, 9 (2), 297-309.
https://doi.org/10.1080/14735903.2011.582356

DeMars, C. (2010). Item response theory: understanding statistics measurement.


New York: Oxford University Press, Inc.

Demircioğlu, G., Ayas, A., & Demircioğlu, H. (2005). Conceptual change achieved
through a new teaching program on acids and bases. Chemistry Education
and Practice, 6(1), 36-51. DOI: 10.1039/B4RP90003K

Desjardins, C. D., & Bulut, O. (2017). Handbook of Educational Measurement and


Psychometrics Using R: CRC Press.

Dewey, J. (1933). How We Think : A Restatement of The Relation of Reflective


Thinking to The Educative Process. Boston, MA: D.C. Heath and Company.

Dindar, A.C. & Geban, O. (2011). Development of a three-tier test to assess high
school students’ understanding of acids and bases. Procedia Social and
Behavioral Sciences, 15, 600-604.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2011.03.147

Dorman, J.P., Waldrip, B.G., & Fisher, D.L. (2008). Using the student perceptions of
assessment questionnaire (spaq) to develop an assessment typology for
science classes. Journal of Science Education, 9(1), 13-17.
https://search.proquest.com/openview/ce51691bdfc772e8168573068bab826
e/1?pq-origsite=gscholar&cbl=28899

185
Dumitru, D. (2012). Critical thinking and integrated programs. The problem of
transferability. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 33 (2012) 143-
147. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.01.100

Durmaz, H., & Mutlu, S. (2014). The effects of an instructional intervention on 7th
grade students' science process skills and science achievement. Çukurova
University Faculty of Education Journal, 43(2), 155.
https://doi.org/10.14812/cufej.2014.018

Dyah, S., & Nguyen, H. T. M. (2013). Teachers’ Questioning in Reading Lessons: A


Case Study in Indonesia. Electronic Journal of Foreign Language Teaching,
Vol. 10(No. 1), 16.

Earl, L. (2012). Assessment as learning: using classroom assessment to maximise


student learning. Thousand Oaks, CA, Corwin Press.

Ebel, R,L. & Frisbie, D.A. (1991). Essential of educational measurement (5thed).
New Delhi: Prentice-Hall of India.

Egan, K.L., Sireci, S.G., Swaminathan, H., Sweeney, K. P. (1998). Effect of item
bundling on the assessment of test dimensionality. Paper presented at the
Annual Meeting of the National Council on Measurement in Education,
USA, 328, 1-35. https://eric.ed.gov/?id=ED431792

Ellis, T. J., & Levy, Y. (2010). A guide for novice researcher: design and
development methods. Proceedings of informing science & IT education
conference, 107-117. https://proceedings.informingscience.org/InSITE2010/

Elui, E.P. (2008). Integrating assessment into the lesson plan to improve learning: a
focus on nigerian primary schools. Proceeding of the 34th Conference of the
International Association for Educational Assessment, Cambridge
University, England, 1-14. https://iaea.info/conference-proceedings/34th-
annual-conference-2008/?cp_=2

Embretson, S.E., & Reise, S.R. (2000). Item response theory for psychologist.
London: Lawrence Erlbaum Associates.

Ennis, R. H. (1996). A critical thinking. New York: Freeman.

Faizah, Miswadi, S.S., & Haryani, S. (2013). Pengembangan perangkat pembelajaran


berbasis masalah untuk meningkatkan soft skill dan pemahaman konsep.

186
Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2(2), 120-128. DOI:
https://doi.org/10.15294/jpii.v2i2.2712

Fan, H.J., Heads, J., Tran, D., & Elechi, N. (2015). Teaching chemistry with
computers. International Journal of Information and Education Technology,
5(3), 184-188. DOI: 10.7763/IJIET.2015.V5.499

Fatmawati, B. (2013). Menilai keterampilan proses sains siswa melalui metode


pembelajaran pengamatan langsung. Prosiding Seminar Nasional X
Pendidikan Biologi FKIP UNS, Surakarta, Indonesia, 1-10.
https://www.neliti.com/id/publications/171442/menilai-keterampilan-proses-
sains-siswa-melalui-metode-pembelajaran-pengamatan-l

Field, A. (2009). Discovering statistics using SPSS (3rd ed.). London: Sage
Publication Ltd.

Fischer, C., Bol, L., & Pribesh, S. (2011). An investigation of higher-order thinking
skills in smaller learning community social studies classrooms. American
Secondary Education, 39(2), 5-26.

Fisher, A. (2009). Berpikir kritis: sebuah pengantar. Jakarta: Erlangga.

Fisher, A. (2011). Critical thinking: an introduction. London: Cambridge University


Press.

Fleiss, J. L. (1999). The design and analysis of clinical experiments. New York: John
Wiley & Sons Inc.

Friyatmi., Mardapi, D., & Haryanto (2020). Assessing students’ higher order thinking
skills using multidimensional item response theory. Problems of Education
in the 21st Century, 78(2), 196-214. https://doi.org/10.33225/pec/20.78.196

Gilbert, J. K. (1998). Explaining with models. In M. Ratcliffe (Ed.), ASE guide to


secondary science education (pp. 159–166). London: Stanley Thornes.

Gillbert, J. K., & Boulter, C. J. (2003). Learning science througght models and
modeling. In B. J. Fraser & K. g. Tobin (Eds), International handbook of
science education (pp. 53-66). Dordrecht, The Netherlands: Kluwer
Academic Publishers.

Griffin, P., & Nix, P. (1991). Educational assessment and reporting. Sydney: Harcout
Brace Javanovich, Publisher.

187
Gürses, A., Cuya, Ş., Güneş, K., & Doğar, Ç. (2014). Determination of the relation
between undergraduate students’ awareness levels regarding their scientific
process skills and application potentials. American Journal of Educational
Research, 2 (5), 250–256. DOI: 10.12691/education-2-5-3

Ha, D. T. (2016). Applying multidimensional item response theory in validating an


English final test. Journal of Technical Education Science, 6(36), 103-110

Hage, G. (2020). The haunting figure of the useless academic: Critical thinking in
coronavirus time. European Journal of Cultural Studies, 23(4), 662-666.
https://doi.org/10.1177/1367549420926182

Hambleton, R. K., & Swaminathan, H. (1985). Items response theory: principles and
application. Boston: Kluwer-Nijjhoff Publish.

Hambleton, R.K., Swaminathan, H., & Rogers H.J. (1991). Fundamental of item
response theory. London: Sage Publication.

Hambleton, R. K., & Swaminathan, H. (2013). Item response theory: Principles and
applications. Springer Science & Business Media.

Harrison, A. G., & Treagust, D. F. (2000). A typology of school science models,


International Journal of Science Education, 22:9, 1011-1026, DOI:
10.1080/09500690041688

Harrison, A. G., & Treagust, D. F. (2000). Learning about atoms, molecules, and
chemical bonds: A case study of multiple‐model use in grade 11 chemistry.
Science Education,84(3), 352-381. https://doi.org/10.1002/(SICI)1098-
237X(200005)84:3<352::AID-SCE3>3.0.CO;2-J

Harjo, B., Kartowagiran, B., & Mahmudi, A. (2019). Development of critical


thinking skill instruments on mathematical learning high
school. International Journal of Instruction, 12(4), 149-166.
https://doi.org/10.29333/iji.2019.12410a

Harlen, W. (1992). The teaching of science: studies in primary education. London:


David Fulthon Publishing Company.

Harrell, P. E. (2010). Teaching an integrated science curriculum: Linking teacher


knowledge and teaching assignments. Issues in teacher education, 19(1),
145-165. https://www.itejournal.org/issues/spring-2010/16harrell.pdf

188
Helmenstine, A.M. (2016). What are the 5 branches of chemistry? five major
chemistry disciplines. Diambil tanggal 9 April 2021 dari
http://chemistry.about.com/od/educationemployment/f/What-Is-The

Hemayanti , K. L., Muderawan, I. W., & Selamat , I. N. (2020). Analisis minat


belajar siswa kelas XI MIA pada mata pelajaran kimia. Jurnal Pendidikan
Kimia Indonesia, 4(1), 20-25. http://dx.doi.org/10.23887/jpk.v4i1.24060

Herman, T. (2007). Pembelajaran berbasis masalah untuk meningkatkan kemampuan


penalaran matematis siswa SMP. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 1(1), 41-62.
https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.8544

Herron, J.D. (1996). The chemistry classroom: Formulas for Successful Teaching.
Washington DC : American Chemical Society.

Hidayati, T., Nugroho, S.E., & Sudarmin. (2013). Pengembangan tes diagnostik
untuk mengidentifikasi keterampilan proses sains dengan tema energi pada
pembelajaran ipa terpadu. Unnes Science Education Journal, 2(2), 311-319.
https://doi.org/10.15294/USEJ.V2I2.2041

Holly, D. N., Sahputra, R., & Hadi, L. (2018). Deskripsi keterampilan psikomotorik
siswa kelas XI IPA SMAN 8 pontianak pada praktikum titrasi asam basa.
Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 7(9).
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/28253

Howes, A., Kaneva, D., & Williams, J. (2013). Re-envisioning STEM education:
Curriculum, assessment and integrated, interdisciplinary studies. Vision for
C&A Royal Soc Report: The University of Manchester.

Hunter, C., MCCOSH, Roy., & Wilkins, Hazel. (2003). Integrating learning and
assessment in laboratory work. Chemistry Education Research and Practice,
4(1), 67-75. DOI: 10.1039/B2RP90038F

Irwanto., Rohaeti., E., LFX Widjajanti, E., & Suyanta. (2017). The development of
an integrated assessment instrument for measuring analytical thinking and
science process skills. Proceedings of the International Conference on
Education, Mathematics and Science 2016 (ICEMS2016).
https://doi.org/10.1063/1.4983907

Iskandar, D., & Senam, S. (2015). Studi kemampuan guru kimia sma lulusan UNY
dalam mengembangkan soal UAS berbasis HOTS. Jurnal Inovasi
Pendidikan IPA, 1(1), 65-72. https://doi.org/10.21831/jipi.v1i1.4533

189
Ismail, Z. H., & Jusoh, I. (2001). Relationship between science process skills and
logical thinking abilities of malaysian students. Journal of Science and
Mathematics Education in S.E Asia, xxiv (2), 67-77.

Istiyono, E., Dwandaru, W. S. B., & Faizah, R. (2018). Mapping of physics problem-
solving skills of senior high school students using PhysProSSCAT. REiD
(Research and Evaluation in Education), 4(2), 144-154.

Istiyono, E., Dwandaru, W. S. B., Lede, Y. A., Rahayu, F., & Nadapdap, A. (2019).
Developing irt-based physics critical thinking skill test: a cat to answer 21st
century challenge. International Journal of Instruction, 12(4), 267-280.
https://doi.org/10.29333/iji.2019.12417a

Jacoby, W.G. (Desember 2012). Multidimensional scaling: an introduction. Paper


presented at the Workshop in Methods Indiana University. Bloomington,
USA.

Jhonson. (2002). Contextual teaching and learning. California: Corwin Pres, Inc.

Johar, R. (2012). Domain soal PISA untuk literasi matematika. Jurnal Peluang, 1(1),
30. http://jurnal.unsyiah.ac.id/peluang/article/view/1296

Joreskog, K. G., & Sobrorn, D. (1989). Lisrel 7 User’s Reference Guide, Scientifit
Software International.

Judge, B., Jones, P., & McCreery, E. (2009). Critical thinking skills for education
students.London: Learning Matters Ltd.

Junaidi, E., Hadisaputra, S., & Al Idrus, S. W. (2018). Kajian pelaksanaan praktikum
kimia di sekolah menengah atas di kabupaten lombok barat indonesia. Jurnal
Pijar Mipa, 13(1), 24-31. DOI: http://dx.doi.org/10.29303/jpm.v13i1.536

Kavanaugh, R. D., & Moomaw, W. R. (1981). Inducing formal thought in


introductory chemistry students. Journal of Chemical Education, 58(3), 263.
https://doi.org/10.1021/ed058p263

Karamustafaoğlu, S. (2011). Improving the science process skills ability of science


student teachers using i diagrams. Eurasian Journal of Physics and
Chemistry Education, 3(1), 26-38. https://orcid.org/0000-0002-2852-7061

Kartowagiran, B., Mardapi, Djemari., Purnama, D. N., & Kriswantoro. (2019).


Parallel tests viewed from the arrangement of item numbers and alternative

190
answers. Research and Evaluation in Education, 5(2), 2019, 169-182. DOI:
https://doi.org/10.21831/reid.v5i2.23721

Karsli, K., & Şahin, C. (2009). Developing worksheet based on science process skills:
factors affecting solubility. Asia-Pacific Forum on Science Learning and
Teaching, 10(1), 1-12. https://www.eduhk.hk/apfslt/

Kasilingam, G., Ramalingam, M., & Chinnavan, E. (2014). Assessment of learning


domains to improve student’s learning in higher education. Journal of Young
Pharmacists, 6(4), 27-33. DOI:10.5530/jyp.2014.1.5

Katchevich, D., Hofstein, A., & Mamlok-Naaman, R. (2013). Argumentation in the


chemistry laboratory: Inquiry and confirmatory experiments. Research in
science education, 43(1), 317-345. https://doi.org/10.1007/s11165-011-
9267-9

Keil, C., Haney, J., & Zoffel, J. (2009). Improvements in student achievement and
science process skills using environmental health science problem-based
learning curricula. Electronic Journal of Science Education, 13(1), 1-18.

Ketterlin-Geller, L.R. (2005). Knowing what all students know: procedures for
developing universal design for assessment. Journal of Technology,
Learning, and Assessment, 4(2), 1-22.

Kim, Y., & Kim, Y. (2016). The influence of academic self-efficacy, and critical
thinking disposition on problem solving ability of nursing students. Journal
of the Korea Academia-Industrial cooperation Society, 17(9), 589-598.
https://doi.org/10.5762/KAIS.2016.17.9.589

Kirsch, I. S., & Guthrie, J. T. (1980). Construct validity of functional reading tests.
Journal of educational measurement, 1(7), 81-93.
http://www.jstor.org/stable/1434801

Klein, J. D. (2014). Design and development research: A rose by another name.


[Paper presented at AERA 2014 Conference], Philadelphia, PA.

Koponen, I.T. (2007). Models and modelling in physics education: a critical re-
analysis of philosophical underpinnings and suggestions for revisions.
Science & Education 16, 751–773 . doi.org/10.1007/s11191-006-9000-7

Kusiak, J & Brown, D. (2007). Creative thinking. Australia: Technique.

191
Lai, E. R.( 2011). Motivation: a literature review. International Journal of
Management. 11(1) 324-331.

Leonor, J.P. (2015). Exploration of conceptual understanding and science process


skills: a basis for differentiated science inquiry curriculum model. Journal of
Information and Education Technology, 5(4), 255-259. DOI:
10.7763/IJIET.2015.V5.512

Lewis, A., & Smith, D. (1993). Defining higher order thinking. Theory into practice,
32(3), 131-137. doi: 10.1080/00405849309543588

Liliasari. (2001). Model pembelajaran IPA untuk meningkatkan keterampilan berpikir


tingkat tinggi calon guru sebagai kecenderungan baru pada era globalisasi.
Jurnal Pengajaran MIPA, 2 (1).

Linacre, J.M. (1999). Understanding rasch measurement: estimation methods for


rasch measures. Journal of Outcome Measurement, 3(4), 382-405.
http://jampress.org/jom.htm

Linacre, J.M. (2002). Optimizing rating scale category effectiveness. Journal of


Applied Measurement, 3(1), 85-106.

Linacre, J.M. (2012). A user’s guide to winsteps-ministeps rasch model computer


program (program manual 3.75.0). Chicago.

Liu, Y., Magnus, B., O’Connor, H., & Thissen, D. (2018). Multidimensional item
response theory. The Wiley Handbook of Psychometric Testing: A
Multidisciplinary Reference on Survey, Scale and Test Development, 445-
493.

Lipman, M. (2003). Thinking in education. New York: Cambridge University Press.

Litwin, M. S. (1995). How to measure survey reliability and validity. London: Sage
Publication.

Lord, F.M. (1980). Application of item response theory to practice testing problems.
Hillsdale: Lawrence Elbaum Associates.

Lukum, A. (2015). Evaluasi program pembelajaran IPA SMP menggunakan model


countenance stake. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 19(1), 25-37.
https://doi.org/10.21831/pep.v19i1.4552

192
Mahaffy, P. (2015). Chemistry education and human activity. Dalam J. Gracia-
Martinez, & E. Serrano-Torregrosa, Chemistry Education Best Practice,
Opportunities and Trends (hal. 3-26). Weinheim: Wiley-VCH.

Mahapoonyanont, N., Krahomwong, R., Kochakornjarupong, D., & Rachasong, W.


(2010). Critical thinking abilities assessment tools: reliability generalization.
Procedia Social and Behavioral Science, 3(38), 434-438.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.03.038

Maia, P. F., & Justi, R. (2009). Learning of chemical equilibrium through modeling-
based teaching. International Journal of Science Education, 31(5), 603-603.
https://doi.org/10.1080/09500690802538045

Marasigan, A. C., & Espinosa, A. A. (2014). Modified useful-learning approach:


effects on students‘ critical thinking skills and attitude towards chemistry.
International Journal of Learning, Teaching and Educational Research,
1(1), 35-72. http://ijlter.org/index.php/ijlter/article/view/9

Mardapi, D. (1991). Konsep dasar teori respon butir. Perkembangan dalam bidang
pengukuran pendidikan. Jurnal Cakrawala Pendidikan, Nomor 3 th X.

Mardapi, D. (2008). Teknik penyusunan instrumen tes dan nontes. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Mardapi, D., Kumaidi, & Kartowagiran, B. (2011). Pengembangan instrumen


pengukur hasil belajar nirbias dan terskala baku. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, 15(2), 326-341. DOI:
https://doi.org/10.21831/pep.v15i2.1100

Mardapi, D. (2012). Pengukuran penilaian dan evaluasi pendidikan. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Marquez, C., Izquierdo, M., & Espinet, M. (2006). Multimodal science teachers’
discourse in modeling the water cycle. Science Education,90(2), 202-226.
https://doi.org/10.1002/sce.20100

Marzano, R. J. (2007). The art of science teaching. Alexandria: ASCD.

Mehrens, W.A., & Lehmann, J.L. (1973). Measurement and evaluation in education
and psychology. New York: Holt, Rinehart, and Winston, Inc.

193
Mendikbud. (2013). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 Tentang Standar Penilaian Pendidikan.

Mendikbud. (2018). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik


Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 Tentang Pengaturan Pendidikan Karakter.

Mendiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22, Tahun 2006,


tentang Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.

Mendiknas. (2007b). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.41, Tahun 2007,


tentang Standar Proses.

Middlecamp, C, & Kean, E. 1985. Panduan belajar kimia dasar. Jakarta: PT.
Gramedia.

Ministry of Education Malaysia. (2002). Integrated curriculum for secondary


schools. Malaysia: Curriculum Department Centre.

Moore, B., & Stanley, T. (2010). Critical thinking and formative assessment. New
York: Eye on Education, Inc.

Mourtos, N. J., Okamoto, N. D., & Rhee, J. (2004). Defining, teaching, and
assessing problem solving skills. San Jose State University San Jose:
California.

Murtiyasa, B., Rejeki, S., & Setyaningsih, R. (2018). PISA-like problems using
Indonesian contexts. In Journal of Physics: Conference Series, 1040(1), 1-8.
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1040/1/012032

Murtono & Miskiyah, E. (2014). Pengembangan instrumen evaluasi dengan teknik


simulasi sebagai asesmen alternatif dalam pembelajaran fisika materi
mekanika fluida SMA kelas XI. Jurnal Inovasi dan Pembelajaran Fisika,
1(1), 1-12. DOI: https://doi.org/10.36706/jipf.v1i1.1041

Mutakinati, L., Anwari, I., & Kumano, Y. (2018). Analysis of students’ critical
thinking skill of middle school through stem education project-based
learning. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 7(1), 54-65.
https://doi.org/10.15294/jpii.v7i1.10495

194
Mutisya, S. M., Too, J. K., & Rotich. (2014). Performance in science process skills:
the influence of subject specialization. Asian Journal of Social Science &
Humanities, 3 (1), 179-188. Http://Hdl.Handle.Net/123456789/6794

Naga, D.S. (1992). Teori sekor pada pengukuran pendidikan. Jakarta: Gunadarma.

Nahadi & Liliasari. (2009). Efektivitas program pembekalan kemampuan calon guru
kimia dalam penilaian pembelajan. Jurnal Abmas.
http://jurnal.upi.edu/file/Nahadi-Liliasari.pdf

National Academy of Sciences. (1996). National science education standards.


Washington, DC: National Academy Press.

Nugroho, D. E., & Prayitno, M. A. (2021). Analisis miskonsepsi peserta didik dalam
memahami konsep kimia dengan menggunakan tes diagnostik TTMC.
Jurnal Education and Development, 9(1), 72-72.
https://doi.org/10.37081/ed.v9i1.2300

Office of Assessment, Evaluation, & Research Services (OAERS). Overview of item


response theory. Diakses pada tanggal 20 April 2018 dari
http://erm.uncg.edu/oaers/methodology-resources/item-response-theory/

Oh, P. S., & Oh, S. J. (2011). What teachers of science need to know about models:
An overview. International Journal of Science Education, 33(8), 1109-1130.
https://doi.org/10.1080/09500693.2010.502191

Ostini, R. & Nering, M. L. (2006). Polytomous item response theory models.


Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc

Özgelen, S. (2012). Students’ science process skills within a cognitive domain


framework. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
Education, 8(4), 283-292. https://doi.org/10.12973/eurasia.2012.846a

Pardjono & Wardaya. (2009). Peningkatkan kemampuan analisis, sintesis, dan


evaluasi melalui pembelajaran problem solving. Jurnal Cakrawala
Pendidikan, 28(3), 257-269. https://doi.org/10.21831/cp.v3i3.303

Pekdağ, B. (2010). Alternative methods in learning chemistry: learning with


animation, simulation, video and multimedia. Journal Of Turkish Science
Education, 7(2), 111-118.
http://www.tused.org/index.php/tused/article/view/513

195
Pike, R. (2010). The economic benefits of chemistry. Royal Society of Chemistry
Bulletin (Registry Charity Number 207890). 1-4.

Pratiwi, S. (2016). Rancangan model pelatihan sumber daya manusia berbasis e-


training dalam rangka implementasi learning organization organisasi
pembelajaran). Jurnal Manajemen Pendidikan, Vol 7 (1).
https://doi.org/10.21009/jmp.07105

Presiden RI. (2017). Peraturan Pemerintah RI Nomor 87 Tahun 2017 Tentang


Penguatan Pendidikan Karakter.

Putri, F. S & Istiyono, E. (2017). The development of performance assessment of


stem-based critical thinking skills in the high school physics lessons.
International Journal Of Environmental & Science Education. Vol.12 ,
No.5, 1269-1281.

Qing, Z., Ni, S., & Hong, T. (2010). Developing critical thinking disposition by task-
based learning in. Procedia Social and Behavioral Science, 2, 4561-4570.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2010.03.731

Ramos, J. L. S., Dolipas, B. B., & Villamor, B. B. (2013). Higher order thinking
skills and academic performance in physics of college students: A regression
analysis. International Journal of Innovative Interdisciplinary Research,
1(4), 48-60.

Rauf, R. A., Rasul, M. S., Mansor, A. N., Othman, Z., & Lyndon, N. (2013).
Inculcation of science process skills in a science classroom. Asian Social
Science, 9 (8), 47-57. http://dx.doi.org/10.5539/ass.v9n8p47

Reckase, M. D. (2009). Multidimensional item response theory models. New York:


Springer.

Reckase, M.D. (1979). Unifactor latent trait models applied to multifactor tests:
results and implications. Journal of Educational and Behavioral Statistics.
4(3). 207-230. https://doi.org/10.3102/10769986004003207

Resnick, L. B. (1987). Education and learning to think. Committee on research in


mathematics, science, and technology education. [online] Tersedia: National
Academies Press at: http://www.nap.edu/catalog/1032.html.

196
Retnawati, H. (2014). Teori respon butir dan penerapannya (untuk peneliti, praktisi
pengukuran, dan pengujian mahasiswa pascasarjana). Yogyakarta: Nuha
Medika.

Retnawati, H. (2016). Validitas reliabilitas & karakteristik butir (panduan untuk


peneliti,mahasiswa, dan psikometri). Yogyakarta: Parama Publishing.

Reynolds, C. R., Livingston, R. B., & Willson, V. (2009). Measurement and


assessment in education (2nd ed.). USA: Pearson.

Rezba, R., Sprague, C., McDonnough, J.T. & Matkins, J.J. (2007). Learning and
assessing science process skills fifth edition. USA: Kendall/Hunt Publishing
Company.

Richey, C. R. & Klein, j. d.(2007). Design and development research. New York:
Lawrence Erlbaum Associates.

Rosnawati, R. (2013). Asesmen formatif informal berpikir kritis dalam pembelajaran


matematika SMP. Laporan akhir hibah disertasi: tidak diterbitkan.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Rosnawati, R., Kartowagiran, B., & Jailani, J. (2015). A formative assessment model
of critical thinking in mathematics learning in junior high school. REiD
(Research and Evaluation in Education), 1(2), 186-198.
https://doi.org/10.21831/reid.v1i2.6472

Rotbain, Y., Marbach-Ad,G., & Stavi, R. (2006). Effect of bead and illustration
models on high school students’ achievement in molecular genetics. Journal
of Research inScience Teaching, 43(5), 500-529.
https://doi.org/10.1002/tea.20144

Runco, M. A. (1990). The divergent thinking of young children: implications of the


research. Gifted Child Today Magazine, 13(4), 37-39.

Runco, M. A. (1993). Creativity as an educational objective for disadvantaged


students (RBDM 9306). Storrs: University of Connecticut. The National
Research Center on the Gifted and Talented.

Saido, G. M., Siraj, S., Nordin, A. B. B., & Al_Amedy, O. S. (2015). Higher order
thinking skills among secondary school students in science learning. The

197
Malaysian Online Journal of Educational Science, 3(3), 13-20.
https://mojes.um.edu.my/article/view/12778

Santrock, J.W. (2010). Psikologi pendidikan. (Terjemahan Tri Wibowo B.S). New
York: McGraw-Hill Company, Inc. (Buku asli diterbitkan tahun 2004).

Saribaz, D., & Bayram, H. (2009). Is it possible to improve science process skills and
attitudes towards chemistry through the development of metacognitive skills
embedded within a motivated chemistry lab?: A self-regulated learning
approach. Procedia Social and Behavioral Sciences, 1, 61-72.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2009.01.014

Sastrawijaya, T. (1988). Proses belajar mengajar kimia. Jakarta: Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

SAQA. (2014). National policy and criteria for designing and implementing
assessment for NQF qualifications and part-qualifications and professional
designations in South africa. Diakses dari http://
www.gpwonline.co.za/Gazettes/Gazettes/38246_28-11_SAQA.pdf

SAQA & The Canadian International Development Agency. (2003). The NQF and
assessment. Pretoria: SAQA.

Schermelleh-Engel, K., Moosbrugger, H., & Mueler, H. (2003). Evaluating the fit of
structural equation models: Tests of significance and descriptive goodness-
of-fit measures. Methods ofPsychological Research. 8(2), 23-74.

Schneider, S., & Lane, J. (2005). Integrated assessment modeling for global climate
change: much has beeb learned-still a long and bumpy road ahead. The
Integrated Assessment Journal, 5 (1), 41-75.
http://116.203.146.222:8080/index.php/iaj/article/viewArticle/169

Schunk, D. H. (2012). Learning theories an educational perspective (6th ed.).


Boston: Pearson Education, Inc.

Scriven, M & Paul, R. (2009). Defining critical thinking: A draft statement for the
national council for excellence in critical thinking. [Online]. Available
http://www/criticalthinking.org/university/univlibrary/library.nclk.

198
Sendur, G., Toprak, M., & Pekmez, E. S. ( 2010). Analyzing students' misconceptions
about chemical equilibrium. International Conference on New Trends in
Education and Their Implications. Antalya-Turkey.

Setiani, F. (2011). Pengembangan asesmen alternatif dalam pembelajaran matematika


dengan pendekatan realistik di sekolah dasar. Jurnal Penelitian dan Evaluasi
Pendidikan, 15(2), 250-268. DOI: https://doi.org/10.21831/pep.v15i2.1096

Setiawati, W., Asmira, O., Ariyana, Y., Bestary, R., & Pudjiastuti, A. (2018). Buku
penilaian berorientasi higher order thinking skills. Jakarta: Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan-Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Shah, C.G. (2010). Critical Thinking. What is it and why it matters to emerging
professional? Advanced Materials and Processes, 168(5), 66-67.

Shavelon, R. J., & Stanton, G. C. (1975). Construct validation : methodology and


application to three neasures of cognitive struktur. Journal Educational
Measurement, 12(2), 67- 85. http://www.jstor.org/stable/1434032

Sherman, A. & Sherman, S. J. (1989). Chemistry and our changing world. New
Jersey: Prentice Hall.

Shidiq, A. S., Masykuri, M., & Van Hayus, E. S. (2014). Pengembangan instrumen
penilaian two-tier multiple choice untuk mengukur keterampilan berpikir
tingkat tinggi (higher order thinking skills) pada materi kelarutan dan hasil
kali kelarutan untuk siswa SMA/MA kelas XI. Jurnal Pendidikan Kimia,
3(4), 83-92.
http://portalgaruda.fti.unissula.ac.id/index.php?ref=browse&mod=viewarticl
e&article=262545

Sinaga, J. D., & Artanti,, K. B. (2017). Experiential learning theory (ELT)-based


classical guidance model to improve responsible character. Indonesian
Journal of School Counseling (2017), 2(1), 14-32. DOI:
10.23916/008621833-00-0

Sireci, S.G. & Geisinger, K.F. (1995). Using subject-matter experts to assess content
representation: an MDS analysis. Applied Psychological Measurement.
19(3). 241-255. https://doi.org/10.1177/014662169501900303

199
Sirhan, G. (2007). Learning difficulties in chemistry: an overview. Journal of Turkish
Science Education, 4, Issue 2, 2-20.
https://dspace.alquds.edu/handle/20.500.12213/742

Smits, N., Cuijpers, P., & Van Straten, A. (2011). Applying computerized adaptive
testing to the CES-D scale: A simulation study. Psychiatry Research. 188.
147-155. https://doi.org/10.1016/j.psychres.2010.12.001

Spector, J. M., Merrill, M. D., Ellen, J., Bishop,M. J. (Eds). (2014). Handbook of
research on educational and technology. New York: Springer.

Srirahayu, R. R. Y., & Arty, I. S. (2018). Pengembangan instrumen experiment


performance assessment untuk menilai keterampilan proses sains dan kerja
sama. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 22(2), 168-181.
https://doi.org/10.21831/pep.v22i2.20270

Stage, C. (2003). Classical test theory or item response theory: the swedish
experience. Santiago: Centro de Estudios Publicos.

Stephenson, N. S., & Sadler-McKnight, N. P. (2016). Developing critical thinking


Skills using the science writing heuristic in the chemistry laboratory.
Chemistry Education Research and Practice, 17, 72-79. DOI:
10.1039/C5RP00102A

Stiggins, R.J. &Chappuis, J. (2012). An introduction to student involved assessment


for learning (6th ed.). Boston: Pearson.

Stocking, M.L. (1999). Item response theory. Dalam G.N. Master & J.V. Keeves
(Eds.), Advanced in measurement in educational research and assessment
(pp. 55-63). Amsterdam: Pergamon.

Stowe, R. L., & Cooper, M. M. (2007). Practicing what we preach: Assessing


“critical thinking” in organic chemistry. Journal of Chemical Education,
94(12), 1852-1859. https://doi.org/10.1021/acs.jchemed.7b00335

Subali, B. (2009). Pengukuran keterampilan proses sains pola divergen dalam mata
pelajaran biologi SMA di provinsi DIY dan Jawa Tengah. Disertasi Doktor,
tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

200
Subali, B. (2011). Pengukuran kreativitas keterampilan proses sains dalam konteks
assessment for learning. Jurnal Cakrawala Pendidikan, 15(1), 130-144.
DOI: https://doi.org/10.21831/cp.v1i1.4196

Sulistyaningsih, I., & Wilujeng, I. (2014). Pengembangan integrated assessment


untuk mengukur penguasaan materi ajar optik geometri dan keterampilan
proses sains siswa SMA. Jurnal Pendidikan Fisika UNY, 3(8), 1-6.

Sund ., & Trowbridge. (1973). Teaching Science by Inquiry in the Secondary School.
Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company.

Sunggingwati, D., & Nguyen, H. T. M. (2013). Teachers’ questioning in reading


lessons: A case study in Indonesia. Electronic Journal of Foreign Language
Teaching, 10(1), 80-95.

Susanti, E. (2012). Profil higher order thinking skills dan mathematical habits of
mind siswa: Studi kasus pada siswa sekolah menengah atas untuk topik
statistika. Forum MIPA, 15(2), 120-127.

Suyata, P., Mardapi, D., Kartowagiran, B., & Retnawati, H. (2011). Model
Pengembangan Bank Soal Berbasis Guru Dan Mutu Pendidikan. Jurnal
Kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran, 41(2).

Sya’ban, A. (2005). Teknik analisis data penelitian aplikasi program spss dan teknik
menghitungnya. Diktat Analisis Data, Pelatihan Metode Penelitian, tanggal
13 Desember 2005. Jakarta: UHAMKA.

Tanti, T., Kurniawan, D. A., Wirman, R. P., Dari, R. W., & Yuhanis, E. (2020).
Description of student science process skills on temperature and heat
practicum. Jurnal penelitian dan evaluasi pendidikan, 24(1).
https://doi.org/10.21831/pep.v24i1.31194

Temiz, B.K., Taşar, M.F., & & Tan, M. (2006). Development and validation of a
multiple format test of science process skills. International Education
Journal, 7(7), 1007-1027.
https://openjournals.library.sydney.edu.au/index.php/IEJ/article/view/6791

Theda, T. (2011). Developing first year students critical thinking skills. Journal
Asian Social Science, 7(4). https://doi.org/10.5539/ass.v7n4p26

201
Thiagarajan, S., Semmel, D., & Semmel, M. (1974). Instructional development for
training teachers of exceptional children: a sourcebook. Minneapolis,
leadership training institute/special education: University of Minnesota.

Thompson, T. (2008). Mathematics Teachers’ Interpretation of Higher-Order


Thinking in Bloom’s Taxonomy. International Electronic Journal of
Mathematics Education, 3(2), 96-109.

Tosun, C., & Taskesenligil, Y. (2013). The effect of problem-based learning on


undergraduate students' learning about solutions and their physical properties
and scientific processing skills. Chemistry Education Research and Practice,
14, 36-50. DOI: 10.1039/C2RP20060K

Tümkaya, S., Aybek, B., & Aldağ, H. (2009). An investigation of university students’
critical thinking disposition and perceived problem solving skills. Eurasian
Journal of Educational Research(36), 57-74.

Twing, J.S., Boyle, B., & Charles, M. (2010). Integrated assessment systems for
improved learning. Proceeding of the 36th Annual Conference of the
International Association of Educational Assessment (IAEA), Bangkok,
Thailand, 1-27.

Uno, H. B. (2008). Perencanaan pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

van der Sluijs, J. P. (2002). Integrated assessment. Responding to Global


Environmentasl Change, 4, 250-253.

van Ittersum, M. K., Ewret, F., Heckelei, T., Wery, J., Olsson, J. A., Andersen, E., et
al. (2008). Integrated assessment of agricultural systems – a component-
based framework for the European Union (SEAMLESS). Agricultural
System, 96 , 150-165. https://doi.org/10.1016/j.agsy.2007.07.009

Vong, S. A., & Kaewurai, W. (2017). Instructional model development to enhance


critical thinking and critical thinking teaching ability of trainee students at
regional teaching training center in Takeo province, Cambodia. Kasetsart
Journal of Social Science, 38(1), 88-95.
https://doi.org/10.1016/j.kjss.2016.05.002

Wang, W. –C., Chen, P.-H., & Cheng, Y. –Y. (2004). Improving measurement
precision of test batteries using multidimensional item response models.

202
Psychological methods, 9(1), 116. https://doi.org/10.1037/1082-
989X.9.1.116

White, B., Stains, M., Escriu-Sune, M., Medaglia, E., & Rostamnjad, L. (2011). A
novel instrument for assessing students’ critical thinking abilities. Journal of
College Science Teaching, 40(5), 102-107.

White, B. Y., Collins, A., & Frederiksen, J. R. (2011). The nature of scientific meta-
knowledge. In M. S. Khine, i. M. Saleh (eds), models and modelling,
Science Education (pp. 41-76). Dordrecht, The Netherlands: Springer.

Wiseman Jr, F. L. (1981). The teaching of college chemistry: Role of student


development level. Journal of Chemical Education, 58(6), 484.
https://doi.org/10.1021/ed058p484

Woldeamanuel, M.M., Atagana, H., & Engida, T. (2014). What makes chemistry
difficult? African Journal of Chemical Education, 4(2), 31-43.
https://www.ajol.info/index.php/ajce/article/view/104070

Wright, B.D., & Stone, M.H. (1979). Best test design. Chicago: MESA Press.

Wu, M. & Adam, R. (2007). Applying the rasch model to psychosocial measurement:
A pratical approach. Melbourne: Educational Measurement Solution.

Wu, Q., Zhang, Z., Song, Y., Zhang, Y., Zhang, Y., Zhang, F., ... & Miao, D. (2013).
The development of mathematical test based on item response theory.
International Journal of Advancements in Computing Technology, 5(10),
209-216.

Yakar, Z. (2014). Effect of teacher education program on science process skills of


pre-service science teachers. Educational Research and Reviews, 9(1), 17-
23. https://doi.org/10.5897/ERR2013.1530

Zoller, U. (2001). Alternative assessment as (critical) means of facilitating HOCS-


promoting teaching and learning in chemistry education. Chemistry
Education Research and Practice in Europe, 2(1), 9-17. DOI:
10.1039/B1RP90004H

203
LAMPIRAN

202
Lampiran 1. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Materi Asam dan Basa

No Kompetensi Inti Kompetensi Dasar


1 3. Memahami, menerapkan, 3.10 Menganalisis sifat larutan
dan menganalisis berdasarkan konsep asam
pengetahuan faktual, basa dan/ atau pH larutan.
konseptual, prosedural, dan
metakognitif berdasarkan 3.11 Menentukan konsentrasi/
rasa ingin tahunya tentang kadar asam atau basa
ilmu pengetahuan, berdasarkan data hasil titrasi
teknologi, seni, budaya, dan asam basa.
humaniora dengan wawasan
kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban
terkait penyebab fenomena
dan kejadian, serta
menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang
kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya
untuk memecahkan
masalah.
2 4. Mengolah, menalar, dan 4.10 Mengajukan ide/ gagasan
menyaji dalam ranah tentang penggunaan
konkret dan ranah abstrak indikator yang tepat untuk
terkait dengan menentukan keasaman
pengembangan dari yang asam/basa atau titrasi asam/
dipelajarinya di sekolah basa.
secara mandiri, bertindak 4.11 Merancang, melakukan
secara efektif dan kreatif, percobaan, dan
serta mampu menggunakan menyimpulkan serta
metoda sesuai kaidah menyajikan hasil percobaan
keilmuan. titrasi asam-basa.

203
Lampiran 2. Kisi-Kisi Instrumen

Indikator
Indikator Berpikir Nomor
No Indikator Soal Keterampilan
Kritis Butir
Proses Sains
Menganalisis (A1)
Perkembangan teori Menginferensi 10b
1.
asam dan basa;
Menganalisis (A3) Mengobservasi 10a
Mencipta
(C3) Mengobservasi 1a

Mencipta
1b dan
(C1) Menginferensi
1c
Sifat larutan asam dan
2. Merancang
basa; Menganalisis (A3) 1d
eksperimen
Mencipta
Menginferensi 3a
(C3)
Menyusun data
Mencipta
dalam bentuk 3b
(C2)
tabel atau grafik
Mengevaluasi (B1) Mengkomunikasi 7
Mencipta 8a dan
Mengobservasi
(C1) 8b
pH asam lemah, basa
Menganalisis (A2) Mengkomunikasi 5a
3. lemah, dan pH asam
Mengevaluasi (B1) Menginferensi 5b
kuat, basa kuat;
Mencipta
Mengkomunikasi 5c
(C2)
Menganalisis (A2)
Mengobservasi 6a
Derajat disosiasi, Ka, dan
4. Mengevaluasi (B1)
Kb; Mengkomunikasi 6b
Menganalisis (A3) Menginferensi 6c
5. Indikator asam dan basa; Mengevaluasi (B2) Mengobservasi 2
Mencipta
Menginferensi 9a
(C3)
6. Titrasi asam basa;
Mencipta Merancang
9b
(C2) eksperimen
Menyusun data
Mencipta
dalam bentuk 4a
(C3)
tabel atau grafik
7. Kurva titrasi. Merancang
Mengevaluasi (B2) 4b
eksperimen
Mengevaluasi (B2) Menginferensi 4c
Mencipta(C3) Mengkomunikasi 4d

204
Keterangan:
Menganalisis A.1: Membedakan
A.2: Mengurutkan
A.3: Memberikan ciri khusus

Mengevaluasi B.1: Mengecek


B.2: Mengkritik

Mencipta C.1: Memunculkan ide


C.2: Merencanakan
C.3: Menghasilkan

205
Lampiran 3. Matriks Penilaian

Aspek Berpikir Kritis sebagai Berpikir Aspek Keterampilan Proses Sains


Tingkat Tinggi (HOTS) Mengobservasi Mengkomunikasikan Menginferensi Membuat data Merancang
eksperimen
A1 10b (1.1)
Menganalisis (C4 A2 6a (1.4) 5a (1.3)
A3 10a (1.1) 6c (1.4) 1d (1.2)
B1 7 (1.2) 5b (1.3)
Mengevaluasi (C5)
B2 2 (1.5) 6b (1.4) 4c (1.7) 4b (1.7)
C1 8a dan 8b (1.3) 1b dan 1c (1.2)
C2 5c (1.3) 3b (1.2) 9b (1.6)
Mencipta (C6)
C3 1a (1.2) 4d (1.7) 3a (1.2) dan 9a 4a (1.7)
(1.6)

Keterangan:
Indikator Soal
1.1 Perkembangan teori asam dan basa;
1.2 Sifat larutan asam dan basa;
1.3 pH asam lemah, basa lemah, dan pH asam kuat, basa kuat;
1.4 Derajat disosiasi, Ka, dan Kb;
1.5 Indikator asam dan basa;
1.6 Titrasi asam basa;
1.7 Kurva titrasi.

Aspek/subaspek Berpikir Kritis sebagai Berpikir Tingkat Tinggi (HOTS)


Menganalisis A.1: Membedakan Mengevaluasi B.1: Mengecek Mencipta C.1: Memunculkan ide
A.2: Mengurutkan B.2: Mengkritik C.2: Merencanakan
A.3: Memberikan ciri khusus C.3: Menghasilkan

206
Lampiran 4. Validitas Isi

Rater Rater
Nomor Soal
1 2 3 4 5 6 7 s1 s2 s3 s4 s5 s6 s7 ∑s v
1 4 4 3 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 20 0.952
2 3 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 3 3 2 19 0.905
3 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 2 3 3 3 20 0.952
4 3 4 4 3 3 4 4 2 3 3 2 2 3 3 18 0.857
5 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 3 2 3 3 20 0.952
6 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 2 3 20 0.952
7 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 2 3 20 0.952
8 4 3 4 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 2 19 0.905
9 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 2 3 20 0.952
10 3 4 4 3 4 4 3 2 3 3 2 3 3 2 18 0.857

207
Lampiran 5. Naskah Soal

208
209
210
211
212
Lampiran 6. Pedoman Penskoran

213
214
215
216
217
218
Lampiran 7. Lembar Validasi

LEMBAR TELAAH KUANTITATIF INSTRUMEN PENILAIAN BERPIKIR KRITIS


TERINTEGRASI KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA PEMBELAJARAN
KIMIA SMA

A. Tujuan
Instrumen ini digunakan untuk mengukur kelayakan (kualitas) Model Penilaian Berpikir
Kritis Terintegrasi Keterampilan Proses Sains Pada Pembelajaran Kimia SMA secara
kuantitatif.

B. Petunjuk Penilaian
1. Berdasarkan pendapat Bapak/Ibu, berilah penilaian pada setiap butir soal (terlampir)
sesuai dengan kisi-kisi (terlampir) yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam melakukan telaah pada masing-masing butir soal.

2. Penilaian dilakukan dengan memberikan tanda cek (√) pada salah satu kolom kategori
yang telah disediakan. Adapun kriteria bagi setiap kategori dipaparkan sebagai berikut
:
Kategori Keterangan Skor
Materi dalam butir soal tidak sesuai
TR Tidak Relevan 1
dengan kisi-kisi
Materi dalam butir soal kurang sesuai
KR Kurang Relevan 2
dengan kisi-kisi
Materi dalam butir soal cukup sesuai
R Relevan 3
dengan kisi-kisi
Materi dalam butir soal sangat sesuai
SR Sangat Relevan 4
dengan kisi-kisi

3. Apabila Bapak/Ibu menilai dengan skor 1-2 (kategori Tidak Relevan dan Kurang
Relevan), mohon dapat menuliskan saran secara singkat pada kolom yang telah
disediakan (kolom saran).

219
C. Penilaian
Nomor Kategori
Saran
Butir TR KR R SR

10

11

Expert Judgement,

(___________________________)

220
Lampiran 8. Penilaian Kelayakan Model

KELAYAKAN MODEL PENILAIAN BERPIKIR KRITIS TERINTEGRASI


KETERAMPILAN PROSES SAINS

Nama :
NIP :
Instansi :

Petunjuk Pengisian:
1. Lakukan penilaian produk sesuai komponen dan penjabaran komponen yang telah
ditetapkan seperti terlampir.
2. Berilah tanda cek (√) pada kolom yang sesuai dengan penilaian Anda dengan
berpedoman pada lembar penjabaran penilaian dengan ketentuan sebagai berikut.
No. Kode Kategori Skor
1. SB Sangat Layak 4
2. B Layak 3
3. K Tidak Layak 2
4. SK Sangat Tidak Layak 1
3. Setiap kolom wajib diisi.
4. Mohon produk dikembalikan dalam keadaan baik guna penelitian lebih lanjut.
5. Atas kerjasamanya saya sampaikan terimakasih.

221
Nilai
No Indikator
SL L TL STL
A. Aspek Substansi
1. Setiap butir soal dalam model penilaian berpikir
kritis terintegrasi keteramoilan proses sains sesuai
dengan kompetensi dasar dan indikator yang
ingin dicapai dalam pembelajaran.
2. Setiap butir soal dalam model penilaian berpikir
kritis terintegrasi keteramoilan proses sains hanya
memiliki satu jawaban yang benar.
3. Setiap butir soal mengukur aspek kemampuan
berpikir kritis dan keterampilan proses sains
secara menyeluruh dan objektif.
4. Setiap butir soal disajikan secara sistematis,
runtut sesuai urutan soal, dan alur berpikir sesuai
urutan submateri yang disampaikan dalam
pembelajaran.
B. Aspek Konstruksi
5. Setiap butir soal dirumuskan dengan singkat,
jelas, dan tegas sehingga mudah dipahami
peserta didik.
6. Setiap butir soal merupakan pernyataan yang
diperlukan saja.
7. Setiap butir soal telah menghindari bahasa buku
(textbook) dan terbebas dari kata yang mengarah
ke kunci jawaban.
8. Gambar, grafik, tabel, diagram, atau sejenisnya
yang terdapat pada setiap butir soal memiliki
fungsi sebagai penjelas.
9. Setiap butir soal dalam model penilaian
terintegrasi yang berbentuk angka disusun
berdasarkan urutan besar kecilnya angka atau
kronologisnya.
10. Setiap butir soal dalam model penilaian
terintegrasi tidak bergantung pada jawaban soal
sebelumnya.
C. Aspek Kebahasaan
11. Setiap pernyataan dalam model penilaian
terintegrasi ditulis menggunakan kaidah bahasa
Indonesia yang baik dan benar.
12. Setiap pernyataan dalam model penilaian
terintegrasi menggunakan bahasa yang
komunikatif sesuai dengan usia perkembangan
peserta didik.
13. Setiap pernyataan dalam model penilaian
terintegrasi tidak menggunakan bahasa yang
berlaku setempat/daerah tertentu (bahasa lokal).
14. Setiap butir soal tidak mengulang kata atau frase
222
yang sama, kecuali merupakan satu kesatuan
pengertian.
15. Penggunaan bahasa tidak menimbulkan
penafsiran ganda, tidak menggunakan kata
kiasan, dan mudah dipahami peserta didik.
D. Aspek Validitas
16. Kesesuaian antara materi pada setiap butir soal
dengan tujuan dan kegiatan pembelajaran.
17. Kesesuaian antara cara penilaian dengan kegiatan
pembelajaran.
18. Kesesuaian antara materi pada setiap butir soal
dengan aspek yang diukur dalam melaksanakan
kegiatan praktikum.
E. Aspek Praktikabilitas
19. Model penilaian yang dikembangkan
menggunakan biaya yang terjangkau.
20. Kemudahan model penilaian yang
dikembangkan untuk dilaksanakan dalam
evaluasi pembelajaran.
21. Kemudahan model penilaian
yang dikembangkan untuk
diadministrasikan.
22. Kemudahan model penilaian
yang dikembangkan untuk
digunakan secara umum.
23. Model penilaian dilengkapi dengan petunjuk
penggunaan untuk memudahkan peserta didik
dalam menggunakan penilaian terintegrasi.
24. Model penilaian dilengkapi dengan pedoman
penskoran untuk memudahkan guru
dalam menilai kemampuan peserta didik.
Yogyakarta, _______________
Praktisi,

NIP.

223
Lampiran 9. Kecocokan Model Ujicoba

224
Lampiran 10. Composite Reliability, dan Average Variance Extracted

Konstruk Butir K K^2 1-K^2 CR AVE


Butir 6 0.79 0.6241 0.3759
Butir 7 0.8 0.64 0.36
A Butir 8 0.77 0.5929 0.4071 0.900251 0.64366
Butir 9 0.83 0.6889 0.3111
Butir 10 0.82 0.6724 0.3276
Butir 1 0.71 0.5041 0.4959
Butir 2 0.8 0.64 0.36
B Butir 3 0.81 0.6561 0.3439 0.880966 0.59736
Butir 4 0.75 0.5625 0.4375
Butir 5 0.79 0.6241 0.3759

225
Lampiran 11. Cronbach's Alpha

Case Processing Summary


N %
Valid 289 100.0
a
Cases Excluded 0 .0
Total 289 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.886 10

226
Lampiran 12. ICC Karakteristik Butir M_GRM

227
228
229
230
231
Lampiran 13. Fungsi Informasi dan Kesalahan Pengukuran

θ I(θ) SEM
3 0.302163 1.819196
2.95 0.328102 1.745804
2.9 0.356187 1.675565
2.85 0.38658 1.60835
2.8 0.419454 1.544038
2.75 0.454992 1.482512
2.7 0.493386 1.423661
2.65 0.534839 1.367377
2.6 0.579563 1.31356
2.55 0.627777 1.26211
2.5 0.679712 1.212935
2.45 0.735604 1.165944
2.4 0.795697 1.121053
2.35 0.860237 1.078179
2.3 0.929476 1.037244
2.25 1.003665 0.998172
2.2 1.083054 0.960893
2.15 1.167886 0.925337
2.1 1.258397 0.891438
2.05 1.354809 0.859134
2 1.457325 0.828365
1.95 1.566128 0.799073
1.9 1.681367 0.771203
1.85 1.80316 0.744703
1.8 1.93158 0.719521
1.75 2.066652 0.695611
1.7 2.208341 0.672925
1.65 2.356551 0.651421
1.6 2.51111 0.631055
1.55 2.671769 0.611787
1.5 2.838191 0.59358
1.45 3.009946 0.576396
1.4 3.186504 0.5602
1.35 3.367235 0.544958
1.3 3.551403 0.53064
1.25 3.738164 0.517215
1.2 3.926572 0.504653
1.15 4.115576 0.492929
1.1 4.304033 0.482017
1.05 4.490709 0.471892
1 4.674293 0.462532
232
0.95 4.853414 0.453917
0.9 5.026649 0.446027
0.85 5.192548 0.438844
0.8 5.349651 0.432352
0.75 5.496511 0.426537
0.7 5.631717 0.421385
0.65 5.753919 0.416887
0.6 5.861851 0.413031
0.55 5.954357 0.40981
0.5 6.030413 0.407218
0.45 6.089149 0.405249
0.4 6.129871 0.4039
0.35 6.152072 0.403171
0.3 6.15545 0.40306
0.25 6.139912 0.40357
0.2 6.105582 0.404703
0.15 6.052798 0.406464
0.1 5.982107 0.408858
0.05 5.894253 0.411894
1.02E-
14 5.790164 0.41558
-0.05 5.670934 0.419926
-0.1 5.537796 0.424944
-0.15 5.392101 0.430647
-0.2 5.235291 0.437048
-0.25 5.068869 0.444165
-0.3 4.894372 0.452014
-0.35 4.713345 0.460612
-0.4 4.527314 0.46998
-0.45 4.337761 0.480139
-0.5 4.146107 0.491111
-0.55 3.953694 0.50292
-0.6 3.761766 0.51559
-0.65 3.571463 0.529148
-0.7 3.383811 0.543622
-0.75 3.19972 0.559041
-0.8 3.01998 0.575437
-0.85 2.845262 0.592842
-0.9 2.676124 0.611289
-0.95 2.513014 0.630816
-1 2.356277 0.651459
-1.05 2.206165 0.673257
-1.1 2.06284 0.696253
-1.15 1.926391 0.72049
233
-1.2 1.796833 0.746013
-1.25 1.674126 0.772869
-1.3 1.558176 0.801109
-1.35 1.448846 0.830786
-1.4 1.345963 0.861953
-1.45 1.249327 0.894668
-1.5 1.158715 0.928991
-1.55 1.073885 0.964986
-1.6 0.994587 1.002718
-1.65 0.92056 1.042255
-1.7 0.851542 1.08367
-1.75 0.787268 1.127038
-1.8 0.727478 1.172438
-1.85 0.671914 1.219953
-1.9 0.620325 1.269668
-1.95 0.572467 1.321675
-2 0.528106 1.376066
-2.05 0.487016 1.432942
-2.1 0.448981 1.492403
-2.15 0.413795 1.55456
-2.2 0.381264 1.619523
-2.25 0.351203 1.68741
-2.3 0.323439 1.758345
-2.35 0.297806 1.832455
-2.4 0.274151 1.909874
-2.45 0.25233 1.990743
-2.5 0.232208 2.075208
-2.55 0.213657 2.163421
-2.6 0.196562 2.255541
-2.65 0.18081 2.351736
-2.7 0.166301 2.452178
-2.75 0.15294 2.557051
-2.8 0.140638 2.666542
-2.85 0.129314 2.78085
-2.9 0.118891 2.900182
-2.95 0.1093 3.024752
-3 0.100475 3.154787

234
Lampiran 14. Kemampuan Peserta Didik Pada Saat Penyebaran Model

Peserta FREKUENSI POLA RESPON


Skor Teta
Didik 0 1 2 3 4
PD001 0 0 2 4 4 32 0.51
PD002 0 3 2 0 0 7 -0.15
PD003 0 5 4 0 0 13 0.11
PD004 0 0 0 7 3 33 0.52
PD005 0 5 4 0 0 13 0.11
PD006 0 2 5 0 0 12 0.08
PD007 0 2 3 0 0 8 -0.10
PD008 0 0 0 2 8 38 0.58
PD009 0 1 2 2 5 31 0.49
PD010 0 0 0 3 7 37 0.57
PD011 0 0 0 5 5 35 0.54
PD012 0 2 1 0 0 2 -0.70
PD013 0 0 0 4 6 36 0.56
PD014 0 5 1 2 1 17 0.23
PD015 0 0 4 3 2 25 0.40
PD016 0 2 2 1 1 13 0.11
PD017 0 0 0 5 5 35 0.54
PD018 0 0 0 3 7 37 0.57
PD019 0 0 0 3 7 37 0.57
PD020 0 0 1 4 5 34 0.53
PD021 0 0 0 4 6 36 0.56
PD022 0 0 0 4 6 36 0.56
PD023 0 0 0 4 6 36 0.56
PD024 0 0 0 4 6 36 0.56
PD025 0 0 0 2 8 38 0.58
PD026 0 6 0 0 0 6 -0.22
PD027 0 5 2 0 0 9 -0.05
PD028 0 0 0 2 8 38 0.58
PD029 0 0 0 2 8 38 0.58
PD030 0 5 2 0 0 9 -0.05
PD031 0 5 1 0 0 7 -0.15
PD032 0 0 0 4 6 36 0.56
PD033 0 0 0 3 7 37 0.57
PD034 0 0 0 4 6 36 0.56
PD035 0 0 0 2 8 38 0.58
PD036 0 7 0 0 0 7 -0.15
PD037 0 0 0 4 6 36 0.56
PD038 0 4 3 0 1 10 0.00
PD039 0 4 1 0 1 6 -0.22
PD040 0 0 0 1 9 39 0.59

235
PD041 0 3 2 0 0 7 -0.15
PD042 0 0 1 3 6 35 0.54
PD043 0 3 1 0 0 5 -0.30
PD044 0 0 0 3 7 37 0.57
PD045 0 0 0 3 7 37 0.57
PD046 0 2 3 0 0 8 -0.10
PD047 0 2 4 0 0 10 0.00
PD048 0 2 2 0 0 6 -0.22
PD049 0 0 0 1 9 39 0.59
PD050 0 4 1 0 1 6 -0.22
PD051 0 3 3 0 0 9 -0.05
PD052 0 0 0 4 6 36 0.56
PD053 0 0 0 4 6 36 0.56
PD054 0 3 2 2 3 25 0.40
PD055 0 0 0 2 8 38 0.58
PD056 0 0 0 4 6 36 0.56
PD057 0 0 0 2 8 38 0.58
PD058 0 0 0 4 6 36 0.56
PD059 0 1 4 0 0 9 -0.05
PD060 0 4 1 0 1 6 -0.22
PD061 0 0 0 4 6 36 0.56
PD062 0 0 0 6 4 34 0.53
PD063 0 0 0 4 6 36 0.56
PD064 0 0 0 2 8 38 0.58
PD065 0 4 2 0 1 8 -0.10
PD066 0 5 1 0 0 7 -0.15
PD067 0 5 1 0 0 7 -0.15
PD068 0 0 0 5 5 35 0.54
PD069 0 0 1 2 7 36 0.56
PD070 0 4 5 1 1 17 0.23
PD071 0 0 0 6 4 34 0.53
PD072 0 3 3 0 0 9 -0.05
PD073 0 0 0 4 6 36 0.56
PD074 0 0 0 4 6 36 0.56
PD075 0 0 0 3 7 37 0.57
PD076 0 0 0 4 6 36 0.56
PD077 0 5 3 0 0 11 0.04
PD078 0 2 2 0 0 6 -0.22
PD079 0 0 0 4 6 36 0.56
PD080 0 4 2 0 1 8 -0.10
PD081 0 5 1 0 0 7 -0.15
PD082 0 0 0 5 5 35 0.54
PD083 0 4 3 0 1 10 0.00
PD084 0 0 0 3 7 37 0.57
236
PD085 0 3 0 1 0 3 -0.52
PD086 0 4 1 0 1 6 -0.22
PD087 0 4 4 1 1 15 0.18
PD088 0 0 0 4 6 36 0.56
PD089 0 4 2 1 1 11 0.04
PD090 0 0 0 3 7 37 0.57
PD091 0 3 3 0 0 9 -0.05
PD092 0 0 0 4 6 36 0.56
PD093 0 2 3 0 5 28 0.45
PD094 0 0 0 3 7 37 0.57
PD095 0 4 3 0 1 10 0.00
PD096 0 1 5 1 0 14 0.15
PD097 0 2 4 1 1 17 0.23
PD098 0 5 2 1 0 12 0.08
PD099 0 0 0 4 6 36 0.56
PD100 0 0 0 4 6 36 0.56
PD101 0 0 0 4 6 36 0.56
PD102 0 1 3 2 4 29 0.46
PD103 0 0 4 1 3 23 0.36
PD104 0 3 1 0 4 21 0.32
PD105 0 4 1 0 1 6 -0.22
PD106 0 0 0 4 6 36 0.56
PD107 0 0 0 4 6 36 0.56
PD108 0 0 0 5 5 35 0.54
PD109 0 3 1 2 3 23 0.36
PD110 0 3 5 1 0 16 0.20
PD111 0 0 0 6 4 34 0.53
PD112 0 0 0 4 6 36 0.56
PD113 0 0 0 5 5 35 0.54
PD114 0 0 0 5 5 35 0.54
PD115 0 8 1 0 0 10 0.00
PD116 0 3 6 0 0 15 0.18
PD117 0 0 0 3 7 37 0.57
PD118 0 0 0 4 6 36 0.56
PD119 0 4 3 0 1 10 0.00
PD120 0 5 1 1 0 10 0.00
PD121 0 5 5 0 0 15 0.18
PD122 0 0 0 3 7 37 0.57
PD123 0 3 3 0 0 9 -0.05
PD124 0 4 3 0 1 10 0.00
PD125 0 0 0 2 8 38 0.58
PD126 0 0 0 4 6 36 0.56
PD127 0 0 0 6 4 34 0.53
PD128 0 0 1 4 5 34 0.53
237
PD129 0 0 0 5 5 35 0.54
PD130 0 3 1 0 0 5 -0.30
PD131 0 4 2 0 1 8 -0.10
PD132 0 0 0 2 8 38 0.58
PD133 0 6 0 0 0 6 -0.22
PD134 0 3 2 1 0 10 0.00
PD135 0 0 0 3 7 37 0.57
PD136 0 5 4 0 0 13 0.11
PD137 0 3 3 0 0 9 -0.05
PD138 0 3 2 0 0 7 -0.15
PD139 0 0 0 5 5 35 0.54
PD140 0 3 2 0 0 7 -0.15
PD141 0 0 0 5 5 35 0.54
PD142 0 4 5 0 1 14 0.15
PD143 0 5 3 0 0 11 0.04
PD144 0 0 0 4 6 36 0.56
PD145 0 5 3 0 0 11 0.04
PD146 0 0 0 3 7 37 0.57
PD147 0 6 0 0 0 6 -0.22
PD148 0 4 1 0 2 10 0.00
PD149 0 5 0 0 0 5 -0.30
PD150 0 5 2 0 0 9 -0.05
PD151 0 0 0 2 8 38 0.58
PD152 0 0 0 3 7 37 0.57
PD153 0 1 3 4 2 27 0.43
PD154 0 0 0 4 6 36 0.56
PD155 0 0 0 5 5 35 0.54
PD156 0 0 0 4 6 36 0.56
PD157 0 8 2 0 0 12 0.08
PD158 0 0 0 5 5 35 0.54
PD159 0 6 0 0 0 6 -0.22
PD160 0 0 0 3 7 37 0.57
PD161 0 2 4 0 0 10 0.00
PD162 0 6 1 0 0 8 -0.10
PD163 0 5 3 0 0 11 0.04
PD164 0 0 0 3 6 33 0.52
PD165 0 7 2 0 0 11 0.04
PD166 0 0 0 5 5 35 0.54
PD167 0 0 0 5 5 35 0.54
PD168 0 0 0 6 4 34 0.53
PD169 0 4 0 0 2 4 -0.40
PD170 0 2 3 1 0 11 0.04
PD171 0 0 0 4 6 36 0.56
PD172 0 0 0 4 6 36 0.56
238
PD173 0 4 0 0 2 4 -0.40
PD174 0 5 4 0 0 13 0.11
PD175 0 0 0 2 8 38 0.58
PD176 0 0 0 3 7 37 0.57
PD177 0 0 0 3 7 37 0.57
PD178 0 4 2 0 1 8 -0.10
PD179 0 0 0 3 7 37 0.57
PD180 0 8 2 0 0 12 0.08
PD181 0 0 0 2 8 38 0.58
PD182 0 6 1 0 0 8 -0.10
PD183 0 5 5 0 0 15 0.18
PD184 0 5 3 1 0 14 0.15
PD185 0 0 0 7 3 33 0.52
PD186 0 0 0 4 6 36 0.56
PD187 0 0 0 7 3 33 0.52
PD188 0 0 0 4 6 36 0.56
PD189 0 5 4 0 0 13 0.11
PD190 0 0 0 8 2 32 0.51
PD191 0 4 4 0 1 12 0.08
PD192 0 4 0 0 2 4 -0.40
PD193 0 2 5 0 0 12 0.08
PD194 0 0 0 5 5 35 0.54
PD195 0 3 1 3 1 18 0.26
PD196 0 0 0 5 5 35 0.54
PD197 0 0 0 4 6 36 0.56
PD198 0 7 3 0 0 13 0.11
PD199 0 3 3 0 0 9 -0.05
PD200 0 0 0 5 5 35 0.54
PD201 0 0 0 2 8 38 0.58
PD202 0 0 0 4 6 36 0.56
PD203 0 0 0 4 6 36 0.56
PD204 0 1 4 2 3 27 0.43
PD205 0 2 2 1 1 13 0.11
PD206 0 0 2 2 5 30 0.48
PD207 0 0 1 3 6 35 0.54
PD208 0 4 2 0 1 8 -0.10
PD209 0 4 2 1 2 15 0.18
PD210 0 3 1 2 0 11 0.04
PD211 0 2 2 2 2 20 0.30
PD212 0 3 1 2 0 11 0.04
PD213 0 0 1 2 7 36 0.56
PD214 0 0 2 3 5 33 0.52
PD215 0 2 1 2 3 22 0.34
PD216 0 2 4 1 0 13 0.11
239
PD217 0 6 1 1 2 19 0.28
PD218 0 0 2 3 4 29 0.46
PD219 0 0 1 5 4 33 0.52
PD220 0 0 3 1 1 13 0.11
PD221 0 1 1 1 6 30 0.48
PD222 0 1 4 0 2 17 0.23
PD223 0 3 2 3 2 24 0.38
PD224 0 0 4 4 0 20 0.30
PD225 0 1 2 4 2 25 0.40
PD226 0 3 0 2 5 29 0.46
PD227 0 2 1 2 2 18 0.26
PD228 0 1 0 4 1 17 0.23
PD229 0 1 1 6 1 25 0.40
PD230 0 2 3 4 1 24 0.38
PD231 0 3 3 3 1 22 0.34
PD232 0 1 2 3 1 18 0.26
PD233 0 0 2 3 5 33 0.52
PD234 0 1 2 3 1 18 0.26
PD235 0 2 2 3 0 15 0.18
PD236 0 2 0 2 0 8 -0.10
PD237 0 0 1 1 3 17 0.23
PD238 0 2 4 1 2 21 0.32
PD239 0 1 1 0 5 23 0.36
PD240 0 2 4 2 2 24 0.38
PD241 0 3 2 3 1 20 0.30
PD242 0 2 1 3 4 29 0.46
PD243 0 3 2 1 1 14 0.15
PD244 0 1 3 2 1 17 0.23
PD245 0 2 4 1 2 21 0.32
PD246 0 3 1 2 0 11 0.04
PD247 0 4 1 2 2 16 0.20
PD248 0 6 1 1 2 19 0.28
PD249 0 2 2 1 0 9 -0.05
PD250 0 1 1 1 5 26 0.42
PD251 0 4 1 0 2 10 0.00
PD252 0 1 5 2 2 25 0.40
PD253 0 3 0 4 1 19 0.28
PD254 0 1 3 1 3 22 0.34
PD255 0 1 1 3 2 20 0.30
PD256 0 2 2 1 0 9 -0.05
PD257 0 3 1 2 1 15 0.18
PD258 0 0 3 3 2 23 0.36
PD259 0 4 1 1 3 17 0.23
PD260 0 2 0 1 4 21 0.32
240
PD261 0 3 1 2 4 27 0.43
PD262 0 1 1 3 0 12 0.08
PD263 0 1 1 2 6 33 0.52
PD264 0 2 2 3 2 23 0.36
PD265 0 1 2 1 3 20 0.30
PD266 0 2 4 2 1 20 0.30
PD267 0 0 0 4 6 36 0.56
PD268 0 3 4 0 1 15 0.18
PD269 0 3 2 0 0 7 -0.15
PD270 0 0 3 2 3 24 0.38
PD271 0 2 1 5 2 27 0.43
PD272 0 2 2 3 0 15 0.18
PD273 0 2 3 2 2 22 0.34
PD274 0 3 0 2 5 29 0.46
PD275 0 1 4 2 3 27 0.43
PD276 0 1 4 1 4 28 0.45
PD277 0 2 4 2 2 24 0.38
PD278 0 2 1 4 3 28 0.45
PD279 0 1 2 1 3 20 0.30
PD280 0 1 3 1 2 18 0.26
PD281 0 2 2 2 0 12 0.08
PD282 0 3 2 2 1 17 0.23
PD283 0 2 4 2 0 16 0.20
PD284 0 2 1 4 1 20 0.30
PD285 0 1 2 5 0 20 0.30
PD286 0 3 2 1 4 26 0.42
PD287 0 0 2 3 5 33 0.52
PD288 0 3 0 2 1 13 0.11
PD289 0 0 3 2 5 32 0.51
PD290 0 1 0 4 1 17 0.23
PD291 0 2 4 3 0 19 0.28
PD292 0 1 0 2 7 35 0.54
PD293 0 3 2 3 1 20 0.30
PD294 0 3 1 2 1 15 0.18
PD295 0 5 1 0 1 11 0.04
PD296 0 4 2 1 2 15 0.18
PD297 0 0 0 1 8 35 0.54
PD298 0 2 1 4 1 20 0.30
PD299 0 1 1 2 3 21 0.32
PD300 0 0 2 3 5 33 0.52
PD301 0 2 6 0 0 14 0.15
PD302 0 1 5 0 4 27 0.43
PD303 0 2 0 4 4 30 0.48
PD304 0 2 3 2 2 22 0.34
241
PD305 0 1 0 1 1 8 -0.10
PD306 0 0 2 3 5 33 0.52
PD307 0 0 0 6 3 30 0.48
PD308 0 1 4 2 2 23 0.36
PD309 0 1 4 2 1 19 0.28
PD310 0 4 1 1 2 13 0.11
PD311 0 2 3 2 2 22 0.34
PD312 0 3 0 3 1 16 0.20
PD313 0 0 3 4 3 30 0.48
PD314 0 5 1 1 0 10 0.00
PD315 0 4 0 3 4 25 0.40
PD316 0 2 5 2 0 18 0.26
PD317 0 0 1 5 4 33 0.52
PD318 0 1 1 4 3 27 0.43
PD319 0 3 1 1 1 12 0.08
PD320 0 2 2 1 5 29 0.46
PD321 0 4 2 1 2 15 0.18
PD322 0 2 1 2 3 22 0.34
PD323 0 2 1 5 0 19 0.28
PD324 0 1 1 1 2 14 0.15
PD325 0 3 1 2 0 11 0.04
PD326 0 2 4 1 0 13 0.11
PD327 0 1 2 0 1 9 -0.05
PD328 0 2 2 3 0 15 0.18
PD329 0 1 1 1 6 30 0.48
PD330 0 2 2 2 4 28 0.45
PD331 0 3 1 3 2 22 0.34
PD332 0 2 1 1 5 27 0.43
PD333 0 1 1 4 1 19 0.28
PD334 0 2 2 3 2 23 0.36
PD335 0 3 3 0 4 25 0.40
PD336 0 3 1 0 0 5 -0.30
PD337 0 3 0 5 1 22 0.34
PD338 0 2 3 2 3 26 0.42
PD339 0 3 0 1 0 3 -0.52
PD340 0 2 3 0 2 16 0.20
PD341 0 1 3 3 3 28 0.45
PD342 0 2 4 2 1 20 0.30
PD343 0 2 1 1 6 31 0.49
PD344 0 1 5 2 0 17 0.23
PD345 0 1 2 3 4 30 0.48
PD346 0 1 4 1 2 20 0.30
PD347 0 0 0 4 5 32 0.51
PD348 0 5 0 0 0 5 -0.30
242
PD349 0 1 4 3 0 18 0.26
PD350 0 3 2 2 3 25 0.40
PD351 0 0 1 2 4 24 0.38
PD352 0 1 0 1 2 12 0.08
PD353 0 5 0 2 2 19 0.28
PD354 0 0 2 4 4 32 0.51
PD355 0 0 0 3 6 33 0.52
PD356 0 2 0 2 3 20 0.30
PD357 0 4 2 1 1 11 0.04
PD358 0 3 1 2 1 15 0.18
PD359 0 1 3 2 0 13 0.11
PD360 0 2 1 0 1 8 -0.10
PD361 0 1 1 0 5 23 0.36
PD362 0 3 3 0 3 21 0.32
PD363 0 5 1 1 0 10 0.00
PD364 0 2 1 3 2 21 0.32
PD365 0 1 2 2 4 27 0.43
PD366 0 1 5 2 0 17 0.23
PD367 0 2 1 1 4 23 0.36
PD368 0 3 2 1 1 14 0.15
PD369 0 1 0 2 3 19 0.28
PD370 0 1 1 3 4 28 0.45
PD371 0 1 0 1 5 24 0.38
PD372 0 1 4 3 1 22 0.34
PD373 0 0 3 1 5 29 0.46
PD374 0 0 1 3 4 27 0.43
PD375 0 6 1 1 0 11 0.04
PD376 0 1 2 3 3 26 0.42
PD377 0 2 4 3 1 23 0.36
PD378 0 3 2 2 0 13 0.11
PD379 0 2 2 1 1 13 0.11
PD380 0 5 1 1 3 22 0.34
PD381 0 1 1 2 4 25 0.40
PD382 0 2 1 4 0 16 0.20
PD383 0 2 1 3 4 29 0.46
PD384 0 2 1 0 1 4 -0.40
PD385 0 4 2 2 2 18 0.26
PD386 0 0 1 5 4 33 0.52
PD387 0 3 2 1 0 10 0.00
PD388 0 2 1 3 3 25 0.40
PD389 0 3 3 1 1 16 0.20
PD390 0 0 4 3 3 29 0.46
PD391 0 2 1 5 2 27 0.43
PD392 0 3 1 0 6 29 0.46
243
PD393 0 1 2 2 4 27 0.43
PD394 0 5 2 2 1 19 0.28
PD395 0 3 1 3 3 26 0.42
PD396 0 6 1 1 0 11 0.04
PD397 0 2 3 0 0 8 -0.10
PD398 0 4 3 2 1 16 0.20
PD399 0 3 0 1 0 6 -0.22
PD400 0 0 5 3 1 23 0.36
PD401 0 1 1 1 3 18 0.26
PD402 0 2 1 1 4 23 0.36
PD403 0 3 1 0 4 21 0.32
PD404 0 1 1 4 2 23 0.36
PD405 0 0 1 6 3 32 0.51
PD406 0 1 2 2 2 19 0.28
PD407 0 1 4 2 2 23 0.36
PD408 0 2 2 4 1 22 0.34
PD409 0 1 3 2 4 29 0.46
PD410 0 1 0 2 2 15 0.18
PD411 0 2 3 4 1 24 0.38
PD412 0 1 3 2 4 29 0.46
PD413 0 2 2 1 3 21 0.32
PD414 0 5 0 0 1 9 -0.05
PD415 0 1 3 1 2 18 0.26
PD416 0 1 1 2 4 25 0.40
PD417 0 1 1 3 5 32 0.51
PD418 0 1 1 1 1 10 0.00
PD419 0 0 2 1 0 7 -0.15
PD420 0 4 3 1 1 13 0.11
PD421 0 0 1 2 7 36 0.56
PD422 0 2 0 2 5 28 0.45
PD423 0 3 1 2 0 11 0.04
PD424 0 2 3 0 2 16 0.20
PD425 0 2 2 0 4 22 0.34
PD426 0 3 1 1 0 8 -0.10
PD427 0 1 3 2 0 13 0.11
PD428 0 1 1 2 0 9 -0.05
PD429 0 4 0 3 2 17 0.23
PD430 0 1 0 3 3 22 0.34
PD431 0 3 1 2 2 19 0.28
PD432 0 2 3 1 1 15 0.18
PD433 0 3 3 1 2 20 0.30
PD434 0 1 0 2 3 19 0.28
PD435 0 1 1 2 5 29 0.46
PD436 0 2 0 1 0 5 -0.30
244
PD437 0 3 1 2 1 15 0.18
PD438 0 2 1 0 1 4 -0.40
PD439 0 3 3 2 0 15 0.18
PD440 0 0 3 3 4 31 0.49
PD441 0 2 0 1 5 25 0.40
PD442 0 2 2 0 1 10 0.00
PD443 0 3 2 1 4 26 0.42
PD444 0 4 2 3 1 17 0.23
PD445 0 1 5 0 4 27 0.43
PD446 0 2 3 0 2 16 0.20
PD447 0 6 2 1 0 13 0.11
PD448 0 1 1 1 5 26 0.42
PD449 0 0 0 2 8 38 0.58
PD450 0 2 2 1 1 13 0.11
PD451 0 1 0 6 3 31 0.49
PD452 0 3 3 1 1 16 0.20
PD453 0 3 1 2 4 27 0.43
PD454 0 1 2 4 2 25 0.40
PD455 0 1 5 2 0 17 0.23
PD456 0 1 1 2 5 29 0.46
PD457 0 4 1 1 3 17 0.23
PD458 0 2 2 0 6 30 0.48
PD459 0 2 0 6 1 24 0.38
PD460 0 0 0 5 5 35 0.54
PD461 0 0 0 1 9 39 0.59
PD462 0 2 1 1 6 31 0.49
PD463 0 1 2 4 1 21 0.32
PD464 0 1 3 2 0 13 0.11
PD465 0 3 0 3 1 16 0.20
PD466 0 0 3 6 1 28 0.45
PD467 0 3 1 0 6 29 0.46
PD468 0 3 1 2 1 15 0.18
PD469 0 3 2 2 1 17 0.23
PD470 0 1 5 4 0 23 0.36
PD471 0 4 1 3 2 19 0.28
PD472 0 3 1 2 3 23 0.36
PD473 0 2 0 1 7 33 0.52
PD474 0 3 2 2 1 17 0.23
PD475 0 6 0 2 1 16 0.20
PD476 0 4 3 0 2 14 0.15
PD477 0 3 3 1 2 20 0.30
PD478 0 1 1 4 4 31 0.49
PD479 0 0 3 1 5 29 0.46
PD480 0 1 5 1 1 18 0.26
245
PD481 0 3 0 0 1 7 -0.15
PD482 0 4 1 3 2 19 0.28
PD483 0 1 2 1 4 24 0.38
PD484 0 2 1 3 3 25 0.40
PD485 0 3 1 2 0 11 0.04
PD486 0 3 2 0 0 7 -0.15
PD487 0 2 1 3 3 25 0.40
PD488 0 1 1 6 1 25 0.40
PD489 0 0 3 2 3 24 0.38
PD490 0 1 1 3 2 20 0.30
PD491 0 1 1 3 3 24 0.38
PD492 0 1 2 3 2 22 0.34
PD493 0 1 2 4 3 29 0.46
PD494 0 0 0 4 5 32 0.51
PD495 0 3 4 1 1 18 0.26
PD496 0 2 3 1 2 19 0.28
PD497 0 2 0 0 5 22 0.34
PD498 0 0 3 3 4 31 0.49
PD499 0 1 1 4 3 27 0.43
PD500 0 0 1 1 8 37 0.57
PD501 0 0 1 1 8 37 0.57
PD502 0 1 1 5 3 30 0.48
PD503 0 1 0 4 4 29 0.46
PD504 0 1 0 3 5 30 0.48
PD505 0 3 2 1 3 22 0.34
PD506 0 2 2 1 1 13 0.11
PD507 0 2 1 4 2 24 0.38
PD508 0 1 0 2 3 19 0.28
PD509 0 1 2 4 2 25 0.40
PD510 0 0 1 1 8 37 0.57
PD511 0 0 1 3 6 35 0.54
PD512 0 2 2 2 2 20 0.30
PD513 0 0 1 3 6 35 0.54
PD514 0 4 2 1 4 23 0.36
PD515 0 5 3 0 0 11 0.04
PD516 0 6 1 0 0 8 -0.10
PD517 0 1 2 1 0 8 -0.10
PD518 0 3 2 1 2 18 0.26
PD519 0 2 2 2 2 20 0.30
PD520 0 1 1 4 3 27 0.43
PD521 0 3 1 1 4 24 0.38
PD522 0 5 2 1 1 16 0.20
PD523 0 1 2 3 4 30 0.48
PD524 0 2 1 1 6 31 0.49
246
PD525 0 1 0 2 7 35 0.54
PD526 0 1 3 2 1 17 0.23
PD527 0 1 2 3 3 26 0.42
PD528 0 1 6 1 1 20 0.30
PD529 0 1 4 2 2 23 0.36
PD530 0 2 1 3 2 21 0.32
PD531 0 1 1 3 5 32 0.51
PD532 0 1 4 1 0 12 0.08
PD533 0 1 1 3 3 24 0.38
PD534 0 3 2 3 1 20 0.30
PD535 0 0 1 4 4 30 0.48
PD536 0 2 3 1 4 27 0.43
PD537 0 3 0 0 6 27 0.43
PD538 0 3 3 2 1 19 0.28
PD539 0 1 4 3 2 26 0.42
PD540 0 2 1 4 2 24 0.38
PD541 0 4 3 1 1 13 0.11
PD542 0 1 0 5 4 32 0.51
PD543 0 3 1 2 2 19 0.28
PD544 0 2 1 3 0 13 0.11
PD545 0 1 0 1 5 24 0.38
PD546 0 1 1 1 4 22 0.34
PD547 0 3 2 2 1 17 0.23
PD548 0 3 1 3 1 18 0.26
PD549 0 1 3 2 4 29 0.46
PD550 0 2 2 3 1 19 0.28
PD551 0 2 2 4 2 26 0.42
PD552 0 2 3 2 0 14 0.15
PD553 0 1 3 3 3 28 0.45
PD554 0 2 2 2 3 24 0.38
PD555 0 0 3 1 2 17 0.23
PD556 0 1 0 0 5 21 0.32
PD557 0 1 4 2 3 27 0.43
PD558 0 2 4 1 1 17 0.23
PD559 0 0 7 1 1 21 0.32
PD560 0 2 4 0 2 18 0.26
PD561 0 5 1 0 1 11 0.04
PD562 0 1 1 4 0 15 0.18
PD563 0 0 1 3 6 35 0.54
PD564 0 3 1 2 4 27 0.43
PD565 0 3 1 3 1 18 0.26
PD566 0 3 1 2 4 27 0.43
PD567 0 4 2 1 3 19 0.28
PD568 0 1 3 2 4 29 0.46
247
PD569 0 2 5 0 2 20 0.30
PD570 0 3 1 3 0 14 0.15
PD571 0 1 3 2 4 29 0.46
PD572 0 1 1 2 4 25 0.40
PD573 0 3 0 0 2 11 0.04
PD574 0 4 2 1 1 11 0.04
PD575 0 0 2 3 4 29 0.46
PD576 0 1 3 5 1 26 0.42
PD577 0 1 1 3 5 32 0.51
PD578 0 1 1 3 5 32 0.51
PD579 0 2 0 0 0 1 -1.00
PD580 0 2 3 1 3 23 0.36
PD581 0 4 1 2 3 20 0.30
PD582 0 3 1 3 1 18 0.26
PD583 0 0 1 3 0 11 0.04
PD584 0 0 2 0 0 2 -0.70
PD585 0 2 2 4 1 22 0.34
PD586 0 2 3 0 1 12 0.08
PD587 0 1 3 2 3 25 0.40
PD588 0 5 1 0 1 11 0.04
PD589 0 0 2 3 1 17 0.23
PD590 0 0 1 2 3 20 0.30
PD591 0 2 2 1 2 17 0.23
PD592 0 1 2 2 3 23 0.36
PD593 0 0 6 2 0 18 0.26
PD594 0 5 3 1 0 14 0.15
PD595 0 3 2 2 1 17 0.23
PD596 0 4 1 0 1 6 -0.22
PD597 0 0 0 3 6 33 0.52
PD598 0 2 3 2 1 18 0.26
PD599 0 1 4 3 0 18 0.26
PD600 0 2 2 3 2 23 0.36
PD601 0 1 3 1 4 26 0.42
PD602 0 5 1 1 2 18 0.26
PD603 0 3 2 1 2 18 0.26
PD604 0 2 2 4 1 22 0.34
PD605 0 0 1 1 0 5 -0.30
PD606 0 2 2 3 2 23 0.36
PD607 0 0 2 3 5 33 0.52
PD608 0 1 1 5 3 30 0.48
PD609 0 0 1 2 7 36 0.56
PD610 0 2 1 3 4 29 0.46
PD611 0 2 3 1 4 27 0.43
PD612 0 5 2 1 0 12 0.08
248
PD613 0 2 5 2 1 22 0.34
PD614 0 3 0 2 5 29 0.46
PD615 0 1 2 0 5 25 0.40
PD616 0 5 2 3 0 18 0.26
PD617 0 3 1 2 4 27 0.43
PD618 0 0 2 5 3 31 0.49
PD619 0 1 2 3 4 30 0.48
PD620 0 1 1 2 5 29 0.46
PD621 0 1 1 3 3 24 0.38
PD622 0 4 2 0 1 8 -0.10
PD623 0 3 1 1 3 20 0.30
PD624 0 1 2 0 1 9 -0.05
PD625 0 2 4 1 2 21 0.32
PD626 0 3 1 1 3 20 0.30
PD627 0 0 3 3 2 23 0.36
PD628 0 2 3 2 1 18 0.26
PD629 0 3 4 0 0 11 0.04
PD630 0 4 3 1 3 21 0.32
PD631 0 2 2 3 3 27 0.43
PD632 0 3 3 0 3 21 0.32
PD633 0 1 0 2 7 35 0.54
PD634 0 2 1 4 1 20 0.30
PD635 0 0 1 8 1 30 0.48
PD636 0 2 4 1 1 17 0.23
PD637 0 1 3 2 1 17 0.23
PD638 0 5 1 0 1 11 0.04
PD639 0 2 1 1 3 19 0.28
PD640 0 1 2 4 3 29 0.46
PD641 0 2 2 4 2 26 0.42
PD642 0 1 1 1 7 34 0.53
PD643 0 2 1 3 4 29 0.46
PD644 0 1 1 1 2 14 0.15
PD645 0 2 4 2 1 20 0.30
PD646 0 1 3 1 0 10 0.00
PD647 0 0 0 4 6 36 0.56
PD648 0 2 0 2 3 20 0.30
PD649 0 1 2 2 3 23 0.36
PD650 0 0 1 4 5 34 0.53
PD651 0 3 4 2 0 17 0.23
PD652 0 4 1 2 3 20 0.30
PD653 0 1 2 3 3 26 0.42
PD654 0 2 3 1 2 19 0.28
PD655 0 2 3 2 2 22 0.34
PD656 0 1 1 0 6 27 0.43
249
PD657 0 3 2 1 0 10 0.00
PD658 0 3 0 1 2 14 0.15
PD659 0 1 3 3 1 20 0.30
PD660 0 0 1 1 3 17 0.23
PD661 0 1 1 2 2 17 0.23
PD662 0 0 1 1 8 37 0.57
PD663 0 2 1 1 4 23 0.36
PD664 0 1 2 4 3 29 0.46
PD665 0 2 2 2 1 16 0.20
PD666 0 1 1 4 2 23 0.36
PD667 0 2 3 1 2 19 0.28
PD668 0 3 2 1 0 10 0.00
PD669 0 6 2 1 0 13 0.11
PD670 0 0 1 2 0 8 -0.10
PD671 0 0 1 4 5 34 0.53
PD672 0 2 1 1 1 11 0.04
PD673 0 1 2 0 0 5 -0.30
PD674 0 1 3 3 1 20 0.30
PD675 0 4 1 0 2 10 0.00
PD676 0 2 3 3 1 21 0.32
PD677 0 5 1 2 1 17 0.23
PD678 0 1 2 2 2 19 0.28
PD679 0 3 3 0 4 25 0.40
PD680 0 3 1 1 1 12 0.08
PD681 0 1 2 3 3 26 0.42
PD682 0 5 2 1 2 20 0.30
PD683 0 1 0 4 1 17 0.23
PD684 0 6 0 0 2 14 0.15
PD685 0 3 3 1 1 16 0.20
PD686 0 2 2 3 1 19 0.28
PD687 0 1 1 1 1 10 0.00
PD688 0 2 0 1 4 21 0.32
PD689 0 1 0 3 6 34 0.53
PD690 0 1 5 3 1 24 0.38
PD691 0 2 1 2 1 14 0.15
PD692 0 2 2 3 0 15 0.18
PD693 0 1 1 4 4 31 0.49
PD694 0 1 2 0 0 5 -0.30
PD695 0 4 2 2 3 22 0.34
PD696 0 2 1 2 2 18 0.26
PD697 0 2 0 5 3 29 0.46
PD698 0 2 1 3 3 25 0.40
PD699 0 0 3 0 1 10 0.00
PD700 0 0 3 2 3 24 0.38
250
PD701 0 4 1 1 4 21 0.32
PD702 0 1 0 2 4 23 0.36
PD703 0 1 0 2 7 35 0.54
PD704 0 1 1 1 5 26 0.42
PD705 0 2 3 2 0 14 0.15
PD706 0 1 3 2 4 29 0.46
PD707 0 4 2 1 3 19 0.28
PD708 0 0 1 5 4 33 0.52
PD709 0 2 1 3 3 25 0.40

Peserta Kemampuan 1 Skala Kemampuan 2 Skala


Kategori Kategori
Didik (logit) 100 (logit) 100
PD_001 -0.97 37.84 Rendah -1.02 37.20 Rendah
PD_002 2.07 75.87 Tinggi 1.16 64.49 Tinggi
PD_003 0.76 59.55 Tinggi 0.95 61.91 Tinggi
PD_004 -0.71 41.18 Sedang -1.48 31.54 Rendah
PD_005 1.13 64.08 Tinggi 0.69 58.57 Sedang
PD_006 1.13 64.10 Tinggi 0.92 61.49 Tinggi
PD_007 1.40 67.46 Tinggi 1.59 69.88 Tinggi
Sangat
PD_008 -2.24 22.02 Rendah -1.67 29.15 Rendah
PD_009 -0.89 38.88 Rendah -0.88 38.99 Rendah
PD_010 -1.78 27.76 Rendah -1.63 29.66 Rendah
PD_011 -1.19 35.07 Rendah -1.62 29.70 Rendah
Sangat
PD_012 2.13 76.66 Tinggi 2.68 83.51 Tinggi
PD_013 -1.49 31.40 Rendah -1.59 30.07 Rendah
PD_014 0.82 60.22 Tinggi 0.25 53.15 Sedang
PD_015 -0.58 42.76 Sedang 0.08 51.00 Sedang
PD_016 0.13 51.57 Sedang 2.08 76.01 Tinggi
PD_017 -1.44 31.96 Rendah -1.26 34.24 Rendah
PD_018 -1.48 31.46 Rendah -1.95 25.58 Rendah
PD_019 -1.48 31.44 Rendah -1.95 25.64 Rendah
PD_020 -1.26 34.22 Rendah -1.35 33.17 Rendah
PD_021 -2.14 23.31 Rendah -1.18 35.27 Rendah
PD_022 -1.19 35.12 Rendah -1.88 26.46 Rendah
PD_023 -1.44 31.97 Rendah -1.58 30.20 Rendah
PD_024 -1.52 30.95 Rendah -1.67 29.08 Rendah
PD_025 -1.87 26.65 Rendah -2.00 25.02 Rendah
PD_026 1.73 71.59 Tinggi 1.58 69.72 Tinggi
PD_027 1.46 68.20 Tinggi 1.22 65.20 Tinggi
PD_028 -1.86 26.73 Rendah -2.06 24.19 Rendah
PD_029 -1.84 26.95 Rendah -1.96 25.55 Rendah
PD_030 1.42 67.75 Tinggi 1.12 63.95 Tinggi
PD_031 1.65 70.61 Tinggi 1.54 69.24 Tinggi
251
PD_032 -1.21 34.87 Rendah -1.90 26.27 Rendah
PD_033 -1.82 27.22 Rendah -1.64 29.50 Rendah
PD_034 -1.79 27.63 Rendah -1.41 32.37 Rendah
Sangat
PD_035 -2.21 22.36 Rendah -1.68 29.05 Rendah
PD_036 1.63 70.35 Tinggi 1.43 67.83 Tinggi
PD_037 -1.51 31.18 Rendah -1.63 29.59 Rendah
PD_038 1.23 65.42 Tinggi 0.82 60.19 Tinggi
PD_039 1.93 74.07 Tinggi 1.57 69.61 Tinggi
Sangat
PD_040 -1.95 25.60 Rendah -2.42 19.79 Rendah
PD_041 1.60 69.94 Tinggi 1.83 72.87 Tinggi
PD_042 -1.43 32.17 Rendah -1.34 33.24 Rendah
PD_043 2.19 77.40 Tinggi 1.56 69.51 Tinggi
PD_044 -1.50 31.19 Rendah -1.89 26.32 Rendah
PD_045 -1.54 30.81 Rendah -2.02 24.75 Rendah
PD_046 2.18 77.29 Tinggi 0.91 61.37 Tinggi
PD_047 1.25 65.67 Tinggi 1.11 63.88 Tinggi
PD_048 1.62 70.25 Tinggi 1.86 73.20 Tinggi
Sangat
PD_049 -2.26 21.74 Rendah -2.08 24.01 Rendah
PD_050 1.67 70.87 Tinggi 1.64 70.46 Tinggi
PD_051 2.10 76.28 Tinggi 0.73 59.17 Sedang
PD_052 -1.42 32.25 Rendah -1.59 30.12 Rendah
PD_053 -1.47 31.59 Rendah -1.56 30.55 Rendah
PD_054 0.06 50.73 Sedang -0.66 41.79 Sedang
PD_055 -1.82 27.29 Rendah -2.01 24.94 Rendah
PD_056 -1.44 31.96 Rendah -1.60 30.06 Rendah
PD_057 -2.20 22.46 Rendah -1.68 28.97 Rendah
PD_058 -1.45 31.86 Rendah -1.69 28.85 Rendah
PD_059 1.32 66.48 Tinggi 1.43 67.82 Tinggi
PD_060 1.77 72.10 Tinggi 1.58 69.75 Tinggi
PD_061 -1.44 32.03 Rendah -1.56 30.45 Rendah
PD_062 -0.90 38.74 Rendah -1.52 30.96 Rendah
PD_063 -1.45 31.84 Rendah -1.58 30.28 Rendah
PD_064 -1.85 26.93 Rendah -1.98 25.29 Rendah
PD_065 1.19 64.84 Tinggi 1.57 69.67 Tinggi
PD_066 1.55 69.34 Tinggi 1.66 70.75 Tinggi
PD_067 1.57 69.57 Tinggi 1.50 68.70 Tinggi
PD_068 -1.16 35.53 Rendah -1.54 30.79 Rendah
PD_069 -1.43 32.10 Rendah -1.70 28.74 Rendah
PD_070 0.69 58.66 Sedang 0.37 54.67 Sedang
PD_071 -1.14 35.81 Rendah -1.23 34.58 Rendah
PD_072 1.57 69.66 Tinggi 0.86 60.81 Tinggi
PD_073 -1.75 28.09 Rendah -1.33 33.32 Rendah

252
PD_074 -1.49 31.35 Rendah -1.54 30.74 Rendah
PD_075 -2.15 23.12 Rendah -1.48 31.56 Rendah
PD_076 -1.20 35.01 Rendah -1.84 26.95 Rendah
PD_077 0.77 59.59 Tinggi 1.54 69.31 Tinggi
PD_078 2.14 76.75 Tinggi 1.54 69.24 Tinggi
PD_079 -1.41 32.43 Rendah -1.58 30.21 Rendah
PD_080 1.28 66.06 Tinggi 1.59 69.84 Tinggi
PD_081 1.78 72.28 Tinggi 1.48 68.47 Tinggi
PD_082 -1.44 31.98 Rendah -1.27 34.13 Rendah
PD_083 1.31 66.39 Tinggi 1.30 66.23 Tinggi
PD_084 -1.78 27.76 Rendah -1.63 29.66 Rendah
Sangat
PD_085 2.00 75.05 Tinggi 2.37 79.60 Tinggi
PD_086 1.91 73.90 Tinggi 1.54 69.27 Tinggi
PD_087 0.77 59.64 Tinggi 0.57 57.16 Sedang
PD_088 -1.46 31.71 Rendah -1.57 30.38 Rendah
PD_089 1.16 64.54 Tinggi 1.26 65.79 Tinggi
PD_090 -2.18 22.81 Rendah -1.46 31.79 Rendah
PD_091 1.83 72.87 Tinggi 0.91 61.42 Tinggi
Sangat
PD_092 -0.99 37.57 Rendah -2.26 21.73 Rendah
PD_093 -0.15 48.08 Sedang -1.07 36.61 Rendah
PD_094 -1.81 27.31 Rendah -1.64 29.45 Rendah
PD_095 1.14 64.23 Tinggi 1.46 68.19 Tinggi
PD_096 0.83 60.33 Tinggi 0.96 61.99 Tinggi
PD_097 0.17 52.08 Sedang 0.97 62.10 Tinggi
PD_098 0.78 59.77 Tinggi 1.19 64.87 Tinggi
PD_099 -1.46 31.72 Rendah -1.58 30.20 Rendah
PD_100 -1.48 31.56 Rendah -1.56 30.47 Rendah
PD_101 -1.78 27.76 Rendah -1.31 33.62 Rendah
PD_102 -0.20 47.47 Sedang -1.63 29.65 Rendah
PD_103 -0.39 45.11 Sedang 0.12 51.46 Sedang
PD_104 0.23 52.89 Sedang 0.27 53.38 Sedang
PD_105 2.09 76.16 Tinggi 1.36 67.04 Tinggi
PD_106 -1.75 28.09 Rendah -1.33 33.32 Rendah
PD_107 -1.21 34.82 Rendah -1.90 26.26 Rendah
PD_108 -1.16 35.48 Rendah -1.53 30.94 Rendah
PD_109 0.94 61.77 Tinggi -1.08 36.46 Rendah
PD_110 0.44 55.53 Sedang 0.71 58.84 Sedang
PD_111 -1.36 32.99 Rendah -1.09 36.35 Rendah
PD_112 -1.43 32.08 Rendah -1.60 29.95 Rendah
PD_113 -1.17 35.32 Rendah -1.51 31.13 Rendah
PD_114 -1.20 34.98 Rendah -1.62 29.72 Rendah
PD_115 1.29 66.12 Tinggi 0.97 62.15 Tinggi
PD_116 0.91 61.40 Tinggi 0.60 57.52 Sedang
253
PD_117 -1.77 27.89 Rendah -1.63 29.65 Rendah
PD_118 -1.23 34.59 Rendah -1.86 26.75 Rendah
PD_119 1.19 64.92 Tinggi 1.27 65.86 Tinggi
PD_120 0.98 62.22 Tinggi 1.63 70.36 Tinggi
PD_121 0.53 56.64 Sedang 0.89 61.18 Tinggi
PD_122 -1.49 31.41 Rendah -1.89 26.40 Rendah
PD_123 1.21 65.10 Tinggi 1.56 69.46 Tinggi
PD_124 0.90 61.31 Tinggi 1.73 71.60 Tinggi
Sangat
PD_125 -1.60 29.95 Rendah -2.36 20.55 Rendah
PD_126 -1.46 31.79 Rendah -1.69 28.86 Rendah
PD_127 -0.91 38.59 Rendah -1.61 29.82 Rendah
PD_128 -0.77 40.35 Rendah -1.89 26.42 Rendah
PD_129 -1.19 35.09 Rendah -1.61 29.82 Rendah
Sangat
PD_130 2.57 82.14 Tinggi 1.26 65.71 Tinggi
PD_131 1.44 68.04 Tinggi 1.68 70.94 Tinggi
Sangat
PD_132 -2.22 22.21 Rendah -1.79 27.61 Rendah
PD_133 1.67 70.93 Tinggi 1.67 70.88 Tinggi
PD_134 1.50 68.72 Tinggi 1.10 63.79 Tinggi
PD_135 -1.48 31.51 Rendah -1.93 25.84 Rendah
PD_136 1.30 66.27 Tinggi 0.39 54.83 Sedang
PD_137 1.58 69.72 Tinggi 1.34 66.79 Tinggi
PD_138 2.09 76.13 Tinggi 1.00 62.52 Tinggi
PD_139 -1.41 32.32 Rendah -1.36 33.02 Rendah
PD_140 1.55 69.40 Tinggi 1.60 69.97 Tinggi
PD_141 -1.46 31.79 Rendah -1.37 32.92 Rendah
PD_142 0.62 57.78 Sedang 0.90 61.25 Tinggi
PD_143 1.17 64.64 Tinggi 1.09 63.63 Tinggi
PD_144 -1.24 34.44 Rendah -1.95 25.64 Rendah
PD_145 1.09 63.59 Tinggi 1.22 65.19 Tinggi
PD_146 -1.77 27.87 Rendah -1.62 29.78 Rendah
PD_147 1.66 70.71 Tinggi 1.68 70.96 Tinggi
PD_148 1.03 62.84 Tinggi 1.52 68.99 Tinggi
PD_149 1.99 74.91 Tinggi 1.65 70.57 Tinggi
PD_150 1.67 70.83 Tinggi 1.08 63.46 Tinggi
Sangat
PD_151 -2.26 21.76 Rendah -1.77 27.83 Rendah
PD_152 -1.82 27.25 Rendah -1.63 29.66 Rendah
PD_153 -0.08 48.94 Sedang -0.70 41.20 Sedang
PD_154 -1.22 34.81 Rendah -1.98 25.22 Rendah
PD_155 -1.42 32.20 Rendah -1.29 33.84 Rendah
PD_156 -1.46 31.71 Rendah -1.57 30.38 Rendah
PD_157 1.15 64.41 Tinggi 0.76 59.45 Tinggi
PD_158 -1.19 35.16 Rendah -1.61 29.83 Rendah
254
PD_159 1.89 73.62 Tinggi 1.45 68.11 Tinggi
PD_160 -1.82 27.29 Rendah -1.71 28.65 Rendah
PD_161 1.28 66.01 Tinggi 1.36 66.96 Tinggi
PD_162 1.60 69.96 Tinggi 1.24 65.45 Tinggi
PD_163 1.44 67.97 Tinggi 0.88 61.02 Tinggi
PD_164 -1.16 35.48 Rendah -1.51 31.08 Rendah
PD_165 1.13 64.11 Tinggi 1.17 64.63 Tinggi
PD_166 -1.77 27.84 Rendah -1.15 35.60 Rendah
PD_167 -1.43 32.08 Rendah -1.36 33.04 Rendah
PD_168 -0.91 38.65 Rendah -1.50 31.31 Rendah
PD_169 2.05 75.63 Tinggi 1.93 74.08 Tinggi
PD_170 1.86 73.22 Tinggi 0.62 57.71 Sedang
PD_171 -1.76 28.03 Rendah -1.41 32.35 Rendah
PD_172 -1.42 32.26 Rendah -1.58 30.26 Rendah
Sangat
PD_173 2.25 78.18 Tinggi 1.77 72.08 Tinggi
PD_174 0.69 58.57 Sedang 1.09 63.57 Tinggi
PD_175 -1.85 26.93 Rendah -1.98 25.29 Rendah
PD_176 -2.18 22.81 Rendah -1.46 31.79 Rendah
PD_177 -1.77 27.87 Rendah -1.62 29.78 Rendah
PD_178 2.22 77.80 Tinggi 0.95 61.84 Tinggi
PD_179 -1.84 27.02 Rendah -1.73 28.36 Rendah
PD_180 1.15 64.43 Tinggi 0.81 60.08 Tinggi
PD_181 -2.18 22.78 Rendah -1.70 28.69 Rendah
PD_182 1.35 66.90 Tinggi 1.63 70.41 Tinggi
PD_183 0.66 58.22 Sedang 0.67 58.37 Sedang
PD_184 0.86 60.73 Tinggi 0.60 57.50 Sedang
PD_185 -1.32 33.48 Rendah -0.88 39.04 Rendah
PD_186 -1.45 31.83 Rendah -1.59 30.14 Rendah
PD_187 -1.36 32.98 Rendah -0.88 39.05 Rendah
PD_188 -1.21 34.87 Rendah -1.87 26.61 Rendah
PD_189 1.13 64.08 Tinggi 0.69 58.57 Sedang
PD_190 -1.07 36.61 Rendah -0.84 39.55 Rendah
PD_191 0.87 60.89 Tinggi 0.96 61.95 Tinggi
PD_192 2.18 77.28 Tinggi 1.75 71.82 Tinggi
PD_193 1.36 67.01 Tinggi 0.68 58.45 Sedang
PD_194 -1.46 31.79 Rendah -1.37 32.92 Rendah
PD_195 0.77 59.58 Tinggi 0.06 50.73 Sedang
PD_196 -1.40 32.56 Rendah -1.26 34.27 Rendah
PD_197 -1.41 32.43 Rendah -1.58 30.21 Rendah
PD_198 0.97 62.09 Tinggi 0.74 59.27 Sedang
PD_199 0.94 61.73 Tinggi 1.88 73.47 Tinggi
PD_200 -1.16 35.50 Rendah -1.65 29.39 Rendah
Sangat
PD_201 -2.21 22.36 Rendah -1.68 29.05 Rendah
255
PD_202 -1.77 27.83 Rendah -1.39 32.68 Rendah
PD_203 -1.23 34.59 Rendah -1.86 26.75 Rendah
PD_204 -0.74 40.76 Rendah -0.06 49.27 Sedang
PD_205 1.13 64.11 Tinggi 1.10 63.69 Tinggi
PD_206 -1.58 30.30 Rendah -0.31 46.07 Sedang
PD_207 -1.43 32.13 Rendah -1.48 31.49 Rendah
PD_208 0.99 62.37 Tinggi 1.87 73.38 Tinggi
PD_209 0.29 53.63 Sedang 1.35 66.94 Tinggi
PD_210 1.83 72.82 Tinggi 0.50 56.25 Sedang
PD_211 -0.66 41.79 Sedang 0.97 62.18 Tinggi
PD_212 0.41 55.14 Sedang 2.01 75.15 Tinggi
PD_213 -1.31 33.63 Rendah -1.93 25.87 Rendah
PD_214 -0.58 42.77 Sedang -1.73 28.32 Rendah
PD_215 1.25 65.63 Tinggi -0.94 38.21 Rendah
PD_216 0.84 60.47 Tinggi 0.97 62.13 Tinggi
PD_217 -0.34 45.80 Sedang 0.98 62.24 Tinggi
PD_218 -0.52 43.51 Sedang -0.98 37.74 Rendah
PD_219 -0.96 38.01 Rendah -1.30 33.80 Rendah
Sangat
PD_220 2.29 78.59 Tinggi -0.07 49.14 Sedang
PD_221 -1.62 29.76 Rendah -0.27 46.65 Sedang
PD_222 -0.31 46.09 Sedang 1.38 67.24 Tinggi
PD_223 -0.41 44.86 Sedang 0.12 51.47 Sedang
PD_224 0.12 51.46 Sedang 0.33 54.06 Sedang
PD_225 -0.15 48.07 Sedang -0.40 44.95 Sedang
PD_226 -1.64 29.50 Rendah -0.06 49.30 Sedang
PD_227 1.40 67.54 Tinggi -0.61 42.35 Sedang
PD_228 1.79 72.33 Tinggi -0.29 46.32 Sedang
PD_229 -0.73 40.82 Rendah 0.13 51.61 Sedang
PD_230 -0.53 43.42 Sedang 0.34 54.23 Sedang
PD_231 -0.19 47.65 Sedang 0.19 52.41 Sedang
PD_232 1.34 66.77 Tinggi -0.61 42.31 Sedang
PD_233 -0.93 38.36 Rendah -1.45 31.90 Rendah
PD_234 0.83 60.34 Tinggi 0.32 53.94 Sedang
PD_235 1.27 65.83 Tinggi 0.33 54.09 Sedang
Sangat
PD_236 0.92 61.49 Tinggi 2.50 81.22 Tinggi
PD_237 -0.79 40.12 Rendah 2.19 77.37 Tinggi
PD_238 0.37 54.66 Sedang -0.27 46.63 Sedang
PD_239 1.26 65.76 Tinggi -1.89 26.40 Rendah
PD_240 -0.57 42.82 Sedang 0.28 53.55 Sedang
PD_241 0.01 50.13 Sedang 0.50 56.23 Sedang
PD_242 -0.23 47.17 Sedang -1.27 34.07 Rendah
PD_243 0.57 57.07 Sedang 1.42 67.69 Tinggi
PD_244 -0.06 49.21 Sedang 1.15 64.33 Tinggi
256
PD_245 0.59 57.35 Sedang -0.04 49.46 Sedang
PD_246 0.75 59.40 Sedang 1.75 71.81 Tinggi
PD_247 1.25 65.57 Tinggi 0.10 51.28 Sedang
PD_248 0.62 57.80 Sedang 0.02 50.21 Sedang
PD_249 1.66 70.79 Tinggi 1.10 63.76 Tinggi
PD_250 0.59 57.43 Sedang -1.93 25.82 Rendah
PD_251 1.52 68.99 Tinggi 1.24 65.53 Tinggi
PD_252 -0.12 48.46 Sedang -0.41 44.89 Sedang
PD_253 0.67 58.32 Sedang 0.12 51.50 Sedang
PD_254 1.13 64.17 Tinggi -0.90 38.80 Rendah
PD_255 1.12 64.05 Tinggi -0.82 39.77 Rendah
PD_256 1.59 69.88 Tinggi 1.47 68.40 Tinggi
PD_257 1.17 64.63 Tinggi 0.63 57.91 Sedang
PD_258 0.50 56.24 Sedang -0.40 45.06 Sedang
PD_259 0.12 51.48 Sedang 1.17 64.64 Tinggi
PD_260 -1.32 33.51 Rendah 1.42 67.78 Tinggi
PD_261 -1.23 34.65 Rendah 0.22 52.78 Sedang
PD_262 2.08 75.95 Tinggi 0.29 53.57 Sedang
PD_263 -1.18 35.29 Rendah -1.35 33.16 Rendah
PD_264 -0.19 47.64 Sedang 0.12 51.56 Sedang
PD_265 -0.92 38.53 Rendah 1.44 67.99 Tinggi
PD_266 0.17 52.14 Sedang 0.46 55.69 Sedang
PD_267 -1.47 31.57 Rendah -1.55 30.60 Rendah
PD_268 1.05 63.15 Tinggi 0.50 56.22 Sedang
PD_269 1.34 66.79 Tinggi 1.53 69.08 Tinggi
PD_270 -0.57 42.85 Sedang 0.18 52.24 Sedang
PD_271 -0.76 40.47 Rendah -0.11 48.62 Sedang
PD_272 0.30 53.79 Sedang 1.43 67.89 Tinggi
PD_273 0.11 51.43 Sedang 0.22 52.71 Sedang
PD_274 -1.29 33.87 Rendah -0.18 47.73 Sedang
PD_275 -0.66 41.77 Sedang -0.32 46.01 Sedang
PD_276 0.11 51.42 Sedang -1.40 32.52 Rendah
PD_277 0.08 50.98 Sedang -0.37 45.41 Sedang
PD_278 -0.31 46.10 Sedang -0.82 39.71 Rendah
PD_279 -0.83 39.67 Rendah 1.17 64.60 Tinggi
PD_280 0.45 55.60 Sedang 0.31 53.93 Sedang
PD_281 0.36 54.56 Sedang 1.98 74.69 Tinggi
PD_282 0.52 56.55 Sedang 0.52 56.48 Sedang
PD_283 0.57 57.14 Sedang 0.62 57.73 Sedang
PD_284 -0.31 46.17 Sedang 0.84 60.44 Tinggi
PD_285 -0.30 46.21 Sedang 0.92 61.47 Tinggi
PD_286 -0.48 43.96 Sedang -0.19 47.57 Sedang
PD_287 -2.04 24.53 Rendah -0.58 42.76 Sedang
PD_288 1.55 69.33 Tinggi 0.46 55.77 Sedang
257
PD_289 -0.71 41.08 Sedang -1.34 33.22 Rendah
PD_290 -0.48 43.98 Sedang 1.83 72.90 Tinggi
PD_291 0.22 52.76 Sedang 0.54 56.75 Sedang
Sangat
PD_292 -0.90 38.78 Rendah -2.24 21.98 Rendah
PD_293 0.95 61.92 Tinggi -0.22 47.24 Sedang
PD_294 0.11 51.37 Sedang 1.36 67.03 Tinggi
PD_295 1.73 71.61 Tinggi 0.61 57.63 Sedang
PD_296 1.56 69.52 Tinggi -0.03 49.60 Sedang
Sangat
PD_297 -2.22 22.26 Rendah -1.51 31.17 Rendah
PD_298 -0.64 41.97 Sedang 1.21 65.18 Tinggi
PD_299 -0.72 40.99 Sedang 0.87 60.84 Tinggi
PD_300 -0.76 40.49 Rendah -1.47 31.58 Rendah
PD_301 0.72 59.05 Sedang 0.73 59.13 Sedang
PD_302 -1.30 33.72 Rendah 0.20 52.50 Sedang
PD_303 -1.31 33.66 Rendah -0.35 45.59 Sedang
PD_304 -0.31 46.12 Sedang 0.64 57.96 Sedang
Sangat
PD_305 1.25 65.63 Tinggi 2.54 81.74 Tinggi
PD_306 -0.79 40.14 Rendah -1.69 28.83 Rendah
PD_307 -0.94 38.29 Rendah -0.79 40.12 Rendah
PD_308 -0.30 46.22 Sedang 0.21 52.68 Sedang
PD_309 0.76 59.53 Tinggi 0.15 51.84 Sedang
PD_310 0.96 61.99 Tinggi 1.14 64.25 Tinggi
PD_311 0.47 55.89 Sedang -0.52 43.55 Sedang
PD_312 1.66 70.76 Tinggi -0.39 45.14 Sedang
PD_313 -0.32 45.98 Sedang -1.31 33.58 Rendah
PD_314 1.25 65.61 Tinggi 1.15 64.39 Tinggi
PD_315 -0.52 43.49 Sedang 0.02 50.29 Sedang
PD_316 0.56 56.94 Sedang 0.23 52.84 Sedang
PD_317 -0.54 43.21 Sedang -1.79 27.63 Rendah
PD_318 -1.20 35.01 Rendah 0.19 52.33 Sedang
PD_319 2.11 76.43 Tinggi 0.32 53.95 Sedang
PD_320 -0.96 38.04 Rendah -0.32 45.96 Sedang
PD_321 0.75 59.32 Sedang 0.91 61.41 Tinggi
PD_322 0.85 60.64 Tinggi -0.69 41.34 Sedang
PD_323 -0.11 48.59 Sedang 0.69 58.58 Sedang
Sangat
PD_324 2.25 78.08 Tinggi -0.25 46.81 Sedang
PD_325 1.94 74.30 Tinggi 0.64 58.02 Sedang
PD_326 0.46 55.78 Sedang 1.40 67.44 Tinggi
Sangat
PD_327 0.58 57.21 Sedang 2.38 79.71 Tinggi
PD_328 1.49 68.66 Tinggi 0.27 53.38 Sedang
PD_329 -2.02 24.75 Rendah -0.16 48.05 Sedang

258
PD_330 -1.22 34.77 Rendah -0.11 48.60 Sedang
PD_331 -0.57 42.89 Sedang 0.64 57.98 Sedang
PD_332 -0.94 38.31 Rendah -0.14 48.21 Sedang
PD_333 1.50 68.76 Tinggi -0.72 40.95 Sedang
PD_334 -0.38 45.30 Sedang 0.22 52.76 Sedang
PD_335 0.47 55.82 Sedang -1.38 32.81 Rendah
Sangat
PD_336 2.31 78.85 Tinggi 1.52 69.01 Tinggi
PD_337 0.84 60.47 Tinggi -0.82 39.75 Rendah
PD_338 -1.21 34.86 Rendah 0.34 54.25 Sedang
PD_339 1.83 72.93 Tinggi 2.18 77.28 Tinggi
PD_340 0.89 61.07 Tinggi 0.57 57.15 Sedang
PD_341 0.01 50.17 Sedang -1.24 34.53 Rendah
PD_342 0.74 59.29 Sedang -0.25 46.90 Sedang
PD_343 -1.97 25.39 Rendah -0.16 47.96 Sedang
PD_344 0.67 58.35 Sedang 0.35 54.41 Sedang
PD_345 -0.59 42.58 Sedang -1.04 36.97 Rendah
PD_346 1.19 64.88 Tinggi -0.59 42.61 Sedang
PD_347 -0.78 40.27 Rendah -1.52 31.03 Rendah
Sangat
PD_348 1.57 69.59 Tinggi 2.29 78.57 Tinggi
PD_349 -0.06 49.24 Sedang 1.05 63.12 Tinggi
PD_350 -1.16 35.45 Rendah 0.55 56.83 Sedang
PD_351 0.76 59.55 Tinggi -0.95 38.15 Rendah
Sangat
PD_352 2.34 79.31 Tinggi 0.32 53.95 Sedang
PD_353 0.63 57.88 Sedang 0.00 50.04 Sedang
PD_354 -0.89 38.92 Rendah -0.98 37.77 Rendah
PD_355 -1.08 36.45 Rendah -1.46 31.73 Rendah
PD_356 -1.03 37.08 Rendah 1.60 69.94 Tinggi
PD_357 0.82 60.20 Tinggi 1.20 64.99 Tinggi
PD_358 0.21 52.67 Sedang 1.23 65.35 Tinggi
PD_359 0.50 56.25 Sedang 1.39 67.41 Tinggi
PD_360 2.10 76.22 Tinggi 1.11 63.89 Tinggi
PD_361 1.34 66.73 Tinggi -1.81 27.37 Rendah
PD_362 -0.51 43.67 Sedang 0.80 60.02 Tinggi
PD_363 1.51 68.93 Tinggi 1.15 64.33 Tinggi
PD_364 -0.45 44.33 Sedang 0.88 61.02 Tinggi
PD_365 -1.04 36.94 Rendah 0.05 50.62 Sedang
PD_366 1.28 65.98 Tinggi -0.07 49.09 Sedang
PD_367 0.97 62.13 Tinggi -1.65 29.35 Rendah
PD_368 1.00 62.50 Tinggi 0.79 59.85 Tinggi
PD_369 1.91 73.83 Tinggi -1.10 36.24 Rendah
PD_370 -1.27 34.14 Rendah 0.00 49.94 Sedang
PD_371 1.07 63.38 Tinggi -1.86 26.72 Rendah

259
PD_372 -0.15 48.07 Sedang 0.28 53.49 Sedang
PD_373 -0.10 48.78 Sedang -1.47 31.62 Rendah
PD_374 -0.29 46.35 Sedang -1.05 36.93 Rendah
PD_375 1.07 63.33 Tinggi 1.11 63.84 Tinggi
PD_376 -0.96 38.05 Rendah 0.29 53.63 Sedang
PD_377 -0.24 46.96 Sedang 0.23 52.84 Sedang
PD_378 1.36 67.05 Tinggi 0.55 56.86 Sedang
PD_379 1.93 74.18 Tinggi 0.10 51.21 Sedang
PD_380 -0.89 38.82 Rendah 0.91 61.33 Tinggi
PD_381 0.87 60.89 Tinggi -1.51 31.08 Rendah
PD_382 0.08 51.01 Sedang 1.47 68.43 Tinggi
PD_383 -0.15 48.10 Sedang -1.26 34.24 Rendah
PD_384 2.22 77.77 Tinggi 2.05 75.64 Tinggi
PD_385 -0.24 46.94 Sedang 1.22 65.27 Tinggi
PD_386 -1.31 33.67 Rendah -0.89 38.90 Rendah
PD_387 1.08 63.52 Tinggi 1.26 65.72 Tinggi
PD_388 -0.92 38.47 Rendah 0.26 53.31 Sedang
PD_389 0.91 61.40 Tinggi 0.29 53.58 Sedang
PD_390 -0.31 46.14 Sedang -0.96 38.04 Rendah
PD_391 -0.81 39.84 Rendah -0.15 48.08 Sedang
PD_392 -1.94 25.78 Rendah 0.17 52.16 Sedang
PD_393 -1.56 30.54 Rendah 0.35 54.41 Sedang
PD_394 0.05 50.60 Sedang 0.62 57.70 Sedang
PD_395 -0.88 39.05 Rendah 0.07 50.88 Sedang
PD_396 1.06 63.20 Tinggi 1.11 63.84 Tinggi
PD_397 1.18 64.74 Tinggi 2.08 76.00 Tinggi
PD_398 0.27 53.35 Sedang 1.02 62.81 Tinggi
Sangat
PD_399 1.56 69.56 Tinggi 2.21 77.60 Tinggi
PD_400 -0.35 45.63 Sedang 0.22 52.78 Sedang
PD_401 -0.85 39.43 Rendah 1.83 72.86 Tinggi
PD_402 0.99 62.32 Tinggi -1.55 30.67 Rendah
PD_403 1.23 65.33 Tinggi -1.25 34.37 Rendah
PD_404 0.92 61.45 Tinggi -0.71 41.16 Sedang
PD_405 -0.93 38.42 Rendah -1.10 36.30 Rendah
PD_406 1.31 66.41 Tinggi -0.57 42.86 Sedang
PD_407 -0.59 42.60 Sedang 0.34 54.20 Sedang
PD_408 0.23 52.88 Sedang -0.14 48.21 Sedang
PD_409 -0.87 39.11 Rendah -0.47 44.10 Sedang
PD_410 2.22 77.70 Tinggi -0.47 44.08 Sedang
PD_411 0.43 55.33 Sedang -0.69 41.32 Sedang
PD_412 -0.04 49.56 Sedang -1.45 31.85 Rendah
PD_413 -0.78 40.28 Rendah 1.11 63.93 Tinggi
PD_414 1.96 74.53 Tinggi 1.07 63.36 Tinggi

260
PD_415 1.17 64.60 Tinggi -0.19 47.57 Sedang
PD_416 0.01 50.14 Sedang -0.72 40.95 Sedang
PD_417 -1.64 29.51 Rendah -0.58 42.72 Sedang
PD_418 1.28 66.00 Tinggi 1.92 74.04 Tinggi
PD_419 1.67 70.90 Tinggi 2.16 77.06 Tinggi
PD_420 0.89 61.12 Tinggi 0.98 62.31 Tinggi
Sangat
PD_421 -1.04 37.06 Rendah -2.27 21.67 Rendah
PD_422 -1.90 26.19 Rendah 0.21 52.60 Sedang
PD_423 1.83 72.82 Tinggi 0.50 56.25 Sedang
PD_424 0.83 60.34 Tinggi 0.65 58.15 Sedang
PD_425 -0.49 43.88 Sedang 0.61 57.62 Sedang
Sangat
PD_426 0.84 60.45 Tinggi 2.45 80.65 Tinggi
PD_427 0.88 61.06 Tinggi 1.49 68.59 Tinggi
PD_428 2.07 75.88 Tinggi 0.52 56.49 Sedang
PD_429 0.75 59.34 Sedang 0.54 56.71 Sedang
PD_430 -1.08 36.45 Rendah 1.26 65.80 Tinggi
PD_431 0.99 62.34 Tinggi -0.14 48.29 Sedang
PD_432 0.30 53.73 Sedang 1.20 65.00 Tinggi
PD_433 -0.43 44.60 Sedang 0.96 61.95 Tinggi
PD_434 -1.05 36.91 Rendah 1.79 72.37 Tinggi
PD_435 -1.12 36.00 Rendah -0.63 42.17 Sedang
PD_436 1.72 71.53 Tinggi 2.20 77.48 Tinggi
PD_437 1.66 70.80 Tinggi -0.17 47.86 Sedang
Sangat
PD_438 2.61 82.60 Tinggi 1.66 70.69 Tinggi
PD_439 0.81 60.08 Tinggi 0.39 54.83 Sedang
PD_440 -1.29 33.82 Rendah -0.51 43.61 Sedang
PD_441 -1.21 34.83 Rendah 0.40 54.96 Sedang
PD_442 1.57 69.66 Tinggi 0.97 62.08 Tinggi
PD_443 0.13 51.56 Sedang -0.58 42.72 Sedang
PD_444 0.92 61.54 Tinggi 0.11 51.43 Sedang
PD_445 -0.80 40.05 Rendah -0.09 48.91 Sedang
PD_446 0.93 61.63 Tinggi 0.55 56.85 Sedang
PD_447 1.25 65.68 Tinggi 0.38 54.71 Sedang
PD_448 -1.24 34.48 Rendah 0.23 52.92 Sedang
Sangat
PD_449 -2.24 22.02 Rendah -1.67 29.15 Rendah
PD_450 1.62 70.28 Tinggi 0.40 54.98 Sedang
PD_451 -0.56 42.96 Sedang -1.25 34.43 Rendah
PD_452 0.66 58.31 Sedang 0.92 61.47 Tinggi
PD_453 -1.21 34.91 Rendah 0.27 53.36 Sedang
PD_454 0.32 53.97 Sedang -1.04 37.04 Rendah
PD_455 0.41 55.14 Sedang 0.51 56.35 Sedang
PD_456 -1.54 30.72 Rendah 0.01 50.09 Sedang
261
PD_457 1.39 67.40 Tinggi -0.40 45.04 Sedang
PD_458 -1.96 25.46 Rendah -0.04 49.51 Sedang
PD_459 0.07 50.88 Sedang -0.35 45.67 Sedang
PD_460 -1.42 32.28 Rendah -1.36 33.06 Rendah
Sangat
PD_461 -2.31 21.06 Rendah -2.14 23.27 Rendah
PD_462 -0.18 47.71 Sedang -1.71 28.60 Rendah
PD_463 0.99 62.43 Tinggi -0.70 41.28 Sedang
PD_464 0.71 58.89 Sedang 1.46 68.28 Tinggi
PD_465 -0.21 47.39 Sedang 1.57 69.66 Tinggi
PD_466 -0.42 44.79 Sedang -0.60 42.50 Sedang
PD_467 -1.96 25.52 Rendah 0.13 51.67 Sedang
PD_468 -0.08 49.03 Sedang 1.65 70.57 Tinggi
PD_469 1.04 62.96 Tinggi 0.33 54.15 Sedang
PD_470 -0.01 49.91 Sedang -0.15 48.06 Sedang
PD_471 -0.13 48.36 Sedang 0.93 61.60 Tinggi
PD_472 0.34 54.21 Sedang -0.49 43.85 Sedang
PD_473 -0.58 42.81 Sedang -2.14 23.25 Rendah
PD_474 1.09 63.61 Tinggi -0.21 47.32 Sedang
PD_475 1.25 65.68 Tinggi 0.00 49.95 Sedang
PD_476 0.62 57.75 Sedang 1.16 64.46 Tinggi
PD_477 0.67 58.36 Sedang -0.09 48.92 Sedang
PD_478 -0.22 47.22 Sedang -1.70 28.73 Rendah
PD_479 -1.60 30.01 Rendah -0.11 48.63 Sedang
PD_480 0.06 50.73 Sedang 0.77 59.57 Tinggi
Sangat
PD_481 1.38 67.30 Tinggi 2.29 78.57 Tinggi
PD_482 0.36 54.51 Sedang 0.45 55.66 Sedang
PD_483 0.52 56.45 Sedang -1.07 36.56 Rendah
PD_484 -0.88 39.00 Rendah 0.22 52.81 Sedang
PD_485 1.93 74.14 Tinggi 0.63 57.89 Sedang
PD_486 1.31 66.41 Tinggi 1.77 72.17 Tinggi
PD_487 -0.18 47.81 Sedang -0.58 42.79 Sedang
PD_488 0.37 54.57 Sedang -0.86 39.21 Rendah
PD_489 -0.97 37.87 Rendah 0.52 56.49 Sedang
PD_490 -0.70 41.25 Sedang 1.30 66.25 Tinggi
PD_491 -1.20 35.05 Rendah 0.86 60.73 Tinggi
PD_492 0.52 56.48 Sedang -0.11 48.67 Sedang
PD_493 -0.71 41.14 Sedang -0.69 41.36 Sedang
PD_494 -1.40 32.50 Rendah -0.92 38.52 Rendah
PD_495 0.08 51.01 Sedang 0.83 60.37 Tinggi
PD_496 1.02 62.77 Tinggi -0.24 47.00 Sedang
PD_497 -1.69 28.82 Rendah 1.34 66.78 Tinggi
PD_498 -0.55 43.19 Sedang -1.31 33.60 Rendah
PD_499 -0.78 40.20 Rendah -0.05 49.39 Sedang
262
PD_500 -2.21 22.39 Rendah -1.60 29.98 Rendah
PD_501 -2.20 22.50 Rendah -1.60 29.95 Rendah
PD_502 -1.04 37.03 Rendah -0.59 42.62 Sedang
PD_503 -1.24 34.46 Rendah -0.18 47.76 Sedang
PD_504 -1.31 33.61 Rendah -0.47 44.14 Sedang
PD_505 0.58 57.24 Sedang -0.62 42.19 Sedang
PD_506 0.59 57.38 Sedang 1.65 70.65 Tinggi
PD_507 0.45 55.63 Sedang -0.77 40.32 Rendah
PD_508 1.94 74.30 Tinggi -1.12 36.02 Rendah
PD_509 -0.74 40.79 Rendah 0.09 51.16 Sedang
PD_510 -1.83 27.10 Rendah -1.72 28.50 Rendah
Sangat
PD_511 -0.82 39.76 Rendah -2.23 22.06 Rendah
PD_512 0.67 58.37 Sedang -0.05 49.36 Sedang
PD_513 -2.13 23.36 Rendah -1.04 37.04 Rendah
PD_514 0.83 60.32 Tinggi -1.02 37.27 Rendah
PD_515 1.22 65.28 Tinggi 1.04 62.96 Tinggi
PD_516 2.00 75.00 Tinggi 1.03 62.84 Tinggi
PD_517 1.18 64.72 Tinggi 2.15 76.84 Tinggi
PD_518 0.47 55.86 Sedang 0.58 57.22 Sedang
PD_519 0.89 61.18 Tinggi -0.54 43.21 Sedang
PD_520 0.19 52.40 Sedang -1.42 32.22 Rendah
PD_521 -1.46 31.73 Rendah 0.97 62.15 Tinggi
PD_522 0.68 58.50 Sedang 0.90 61.19 Tinggi
PD_523 -0.23 47.12 Sedang -1.39 32.66 Rendah
PD_524 -0.61 42.36 Sedang -1.57 30.39 Rendah
PD_525 -1.79 27.66 Rendah -1.47 31.59 Rendah
PD_526 -0.24 46.99 Sedang 1.29 66.18 Tinggi
PD_527 -0.23 47.08 Sedang -0.70 41.21 Sedang
PD_528 0.14 51.77 Sedang 0.38 54.77 Sedang
PD_529 -0.67 41.64 Sedang 0.67 58.40 Sedang
PD_530 1.32 66.46 Tinggi -1.00 37.53 Rendah
PD_531 -0.61 42.38 Sedang -1.42 32.25 Rendah
PD_532 1.10 63.70 Tinggi 1.25 65.61 Tinggi
PD_533 0.15 51.89 Sedang -0.58 42.71 Sedang
PD_534 -0.26 46.70 Sedang 0.88 60.99 Tinggi
PD_535 -0.27 46.60 Sedang -1.48 31.53 Rendah
PD_536 0.19 52.37 Sedang -1.53 30.83 Rendah
PD_537 -1.82 27.29 Rendah 0.53 56.63 Sedang
PD_538 -0.08 49.02 Sedang 0.91 61.34 Tinggi
PD_539 -0.43 44.57 Sedang -0.18 47.79 Sedang
PD_540 -0.86 39.21 Rendah 0.51 56.40 Sedang
PD_541 1.45 68.08 Tinggi 0.52 56.52 Sedang
PD_542 -1.11 36.11 Rendah -0.99 37.64 Rendah

263
PD_543 1.11 63.85 Tinggi -0.72 41.03 Sedang
PD_544 0.67 58.38 Sedang 1.24 65.48 Tinggi
PD_545 1.07 63.38 Tinggi -1.62 29.79 Rendah
PD_546 -1.41 32.37 Rendah 1.32 66.56 Tinggi
PD_547 1.22 65.23 Tinggi -0.17 47.90 Sedang
PD_548 1.05 63.12 Tinggi -0.24 46.95 Sedang
PD_549 -1.26 34.27 Rendah -0.14 48.29 Sedang
PD_550 0.82 60.20 Tinggi -0.01 49.91 Sedang
PD_551 -0.79 40.08 Rendah 0.06 50.73 Sedang
PD_552 0.62 57.78 Sedang 1.30 66.19 Tinggi
PD_553 -0.57 42.89 Sedang -0.61 42.40 Sedang
PD_554 -0.08 49.03 Sedang -0.39 45.10 Sedang
PD_555 1.88 73.44 Tinggi -0.39 45.11 Sedang
PD_556 -1.65 29.32 Rendah 1.82 72.74 Tinggi
PD_557 -0.53 43.32 Sedang -0.22 47.24 Sedang
PD_558 1.40 67.55 Tinggi -0.17 47.88 Sedang
PD_559 0.03 50.33 Sedang 0.32 53.94 Sedang
PD_560 -0.36 45.52 Sedang 1.32 66.44 Tinggi
PD_561 1.63 70.33 Tinggi 0.80 59.99 Tinggi
PD_562 2.02 75.31 Tinggi -0.33 45.92 Sedang
PD_563 -1.75 28.17 Rendah -1.20 35.02 Rendah
PD_564 -0.52 43.55 Sedang -0.52 43.45 Sedang
PD_565 -0.13 48.40 Sedang 1.17 64.58 Tinggi
PD_566 -1.50 31.25 Rendah 0.43 55.34 Sedang
PD_567 -0.22 47.27 Sedang 1.00 62.48 Tinggi
PD_568 -1.33 33.31 Rendah -0.21 47.32 Sedang
PD_569 0.18 52.20 Sedang 0.37 54.65 Sedang
PD_570 1.20 64.94 Tinggi 0.55 56.86 Sedang
PD_571 -1.08 36.52 Rendah -0.25 46.93 Sedang
PD_572 0.58 57.26 Sedang -1.13 35.82 Rendah
PD_573 1.63 70.40 Tinggi 0.95 61.84 Tinggi
PD_574 1.87 73.36 Tinggi 0.53 56.65 Sedang
PD_575 0.14 51.81 Sedang -1.68 28.97 Rendah
PD_576 0.06 50.79 Sedang -0.60 42.47 Sedang
PD_577 -0.97 37.81 Rendah -1.29 33.83 Rendah
PD_578 -1.09 36.41 Rendah -1.13 35.82 Rendah
Sangat Sangat
PD_579 2.75 84.44 Tinggi 2.37 79.61 Tinggi
PD_580 -0.81 39.82 Rendah 0.60 57.47 Sedang
PD_581 0.98 62.29 Tinggi -0.72 41.00 Sedang
PD_582 -0.42 44.80 Sedang 1.30 66.21 Tinggi
PD_583 1.95 74.43 Tinggi 0.55 56.91 Sedang
Sangat Sangat
PD_584 2.73 84.12 Tinggi 2.24 78.04 Tinggi
PD_585 0.32 53.96 Sedang -0.18 47.78 Sedang
264
PD_586 1.82 72.80 Tinggi 0.42 55.23 Sedang
PD_587 -0.81 39.84 Rendah 0.24 53.00 Sedang
PD_588 1.65 70.58 Tinggi 1.09 63.67 Tinggi
PD_589 1.69 71.09 Tinggi -0.47 44.18 Sedang
PD_590 -1.07 36.68 Rendah 1.54 69.19 Tinggi
PD_591 1.78 72.20 Tinggi -0.53 43.32 Sedang
PD_592 -0.95 38.11 Rendah 0.95 61.88 Tinggi
PD_593 1.09 63.57 Tinggi -0.07 49.12 Sedang
PD_594 0.67 58.36 Sedang 0.76 59.52 Tinggi
PD_595 -0.23 47.08 Sedang 1.33 66.58 Tinggi
PD_596 1.27 65.90 Tinggi 2.12 76.46 Tinggi
PD_597 -1.76 28.03 Rendah -1.07 36.67 Rendah
PD_598 0.96 62.01 Tinggi 0.06 50.77 Sedang
PD_599 1.07 63.37 Tinggi -0.11 48.69 Sedang
PD_600 0.12 51.48 Sedang -0.07 49.14 Sedang
PD_601 0.47 55.91 Sedang -1.71 28.64 Rendah
PD_602 -0.28 46.56 Sedang 1.23 65.39 Tinggi
PD_603 0.57 57.10 Sedang 0.26 53.22 Sedang
PD_604 -0.35 45.57 Sedang 0.18 52.30 Sedang
PD_605 2.10 76.22 Tinggi 2.15 76.86 Tinggi
PD_606 -0.64 41.98 Sedang 0.48 55.96 Sedang
PD_607 -1.19 35.15 Rendah -1.10 36.25 Rendah
PD_608 -0.75 40.68 Rendah -1.11 36.18 Rendah
PD_609 -1.28 33.96 Rendah -1.99 25.16 Rendah
PD_610 -0.36 45.45 Sedang -1.13 35.88 Rendah
PD_611 -0.01 49.89 Sedang -1.04 37.01 Rendah
PD_612 0.98 62.20 Tinggi 1.03 62.94 Tinggi
PD_613 -0.36 45.53 Sedang 0.40 55.06 Sedang
PD_614 -1.61 29.86 Rendah -0.11 48.64 Sedang
PD_615 0.88 61.02 Tinggi -1.91 26.16 Rendah
PD_616 0.19 52.44 Sedang 0.68 58.56 Sedang
PD_617 -1.16 35.47 Rendah -0.04 49.51 Sedang
PD_618 -0.37 45.36 Sedang -1.47 31.59 Rendah
PD_619 -1.34 33.26 Rendah -0.30 46.20 Sedang
PD_620 -1.29 33.84 Rendah -0.35 45.68 Sedang
PD_621 -0.12 48.50 Sedang -0.56 42.99 Sedang
PD_622 1.47 68.35 Tinggi 1.33 66.68 Tinggi
PD_623 -0.89 38.88 Rendah 1.36 66.98 Tinggi
PD_624 1.10 63.77 Tinggi 2.13 76.68 Tinggi
PD_625 0.17 52.13 Sedang 0.26 53.23 Sedang
PD_626 -0.82 39.77 Rendah 1.35 66.94 Tinggi
PD_627 -0.78 40.22 Rendah 0.62 57.70 Sedang
PD_628 -0.24 47.05 Sedang 1.31 66.38 Tinggi
PD_629 0.69 58.65 Sedang 1.53 69.11 Tinggi
265
PD_630 0.42 55.20 Sedang -0.08 49.04 Sedang
PD_631 0.00 49.97 Sedang -0.93 38.37 Rendah
PD_632 -0.60 42.46 Sedang 0.99 62.44 Tinggi
PD_633 -2.15 23.14 Rendah -1.14 35.74 Rendah
PD_634 0.31 53.83 Sedang 0.24 52.98 Sedang
PD_635 -0.50 43.74 Sedang -0.98 37.70 Rendah
PD_636 0.12 51.56 Sedang 1.18 64.70 Tinggi
PD_637 0.01 50.10 Sedang 1.22 65.22 Tinggi
PD_638 0.92 61.52 Tinggi 1.60 69.97 Tinggi
PD_639 -0.80 39.99 Rendah 1.50 68.79 Tinggi
PD_640 -0.76 40.47 Rendah -0.74 40.69 Rendah
PD_641 -0.92 38.54 Rendah 0.27 53.39 Sedang
PD_642 -1.21 34.82 Rendah -1.66 29.27 Rendah
PD_643 -1.28 33.95 Rendah -0.11 48.66 Sedang
PD_644 0.19 52.38 Sedang 1.61 70.18 Tinggi
PD_645 0.03 50.43 Sedang 0.29 53.62 Sedang
PD_646 0.94 61.76 Tinggi 2.02 75.23 Tinggi
PD_647 -1.26 34.30 Rendah -1.95 25.59 Rendah
PD_648 -1.04 37.05 Rendah 1.45 68.11 Tinggi
PD_649 -1.14 35.71 Rendah 0.85 60.62 Tinggi
PD_650 -1.43 32.18 Rendah -1.20 34.95 Rendah
PD_651 0.62 57.70 Sedang 0.49 56.13 Sedang
PD_652 0.01 50.06 Sedang 0.64 57.99 Sedang
PD_653 0.40 54.96 Sedang -1.39 32.64 Rendah
PD_654 -0.33 45.93 Sedang 0.89 61.09 Tinggi
PD_655 0.36 54.54 Sedang -0.09 48.92 Sedang
PD_656 -1.91 26.11 Rendah 0.23 52.87 Sedang
PD_657 1.15 64.36 Tinggi 1.31 66.32 Tinggi
PD_658 0.76 59.55 Tinggi 1.42 67.75 Tinggi
PD_659 1.00 62.45 Tinggi -0.63 42.17 Sedang
PD_660 2.20 77.46 Tinggi -0.81 39.88 Rendah
PD_661 -0.51 43.63 Sedang 1.83 72.94 Tinggi
Sangat
PD_662 -1.33 33.42 Rendah -2.32 20.97 Rendah
PD_663 -1.40 32.48 Rendah 1.08 63.51 Tinggi
PD_664 -0.17 47.87 Sedang -1.13 35.87 Rendah
PD_665 -0.17 47.87 Sedang 1.58 69.75 Tinggi
PD_666 0.65 58.13 Sedang -0.91 38.61 Rendah
PD_667 -0.28 46.51 Sedang 1.16 64.54 Tinggi
PD_668 1.89 73.57 Tinggi 0.79 59.87 Tinggi
PD_669 1.16 64.48 Tinggi 0.69 58.61 Sedang
Sangat
PD_670 1.11 63.85 Tinggi 2.53 81.59 Tinggi
PD_671 -1.42 32.30 Rendah -1.18 35.26 Rendah
PD_672 1.77 72.12 Tinggi 0.84 60.54 Tinggi
266
PD_673 2.00 75.06 Tinggi 1.78 72.26 Tinggi
PD_674 -0.26 46.73 Sedang 0.89 61.15 Tinggi
PD_675 1.01 62.67 Tinggi 1.71 71.31 Tinggi
PD_676 0.41 55.12 Sedang -0.15 48.14 Sedang
PD_677 0.31 53.91 Sedang 0.88 61.04 Tinggi
PD_678 1.53 69.13 Tinggi -0.63 42.13 Sedang
PD_679 -1.25 34.43 Rendah 0.53 56.64 Sedang
PD_680 0.34 54.24 Sedang 2.00 75.04 Tinggi
PD_681 -0.50 43.74 Sedang -0.33 45.87 Sedang
PD_682 0.82 60.29 Tinggi -0.29 46.39 Sedang
PD_683 1.30 66.31 Tinggi -0.28 46.52 Sedang
PD_684 0.49 56.16 Sedang 1.49 68.59 Tinggi
PD_685 0.92 61.45 Tinggi 0.20 52.54 Sedang
PD_686 -0.18 47.81 Sedang 1.09 63.60 Tinggi
PD_687 1.02 62.71 Tinggi 2.00 75.05 Tinggi
PD_688 1.64 70.48 Tinggi -1.51 31.19 Rendah
PD_689 -1.68 29.01 Rendah -1.09 36.35 Rendah
PD_690 -0.03 49.57 Sedang -0.10 48.69 Sedang
PD_691 0.38 54.77 Sedang 1.83 72.87 Tinggi
PD_692 0.85 60.61 Tinggi 0.71 58.84 Sedang
PD_693 -0.68 41.55 Sedang -1.45 31.88 Rendah
Sangat
PD_694 1.83 72.84 Tinggi 2.22 77.77 Tinggi
PD_695 0.14 51.76 Sedang 0.08 51.01 Sedang
PD_696 -0.48 43.94 Sedang 1.35 66.86 Tinggi
PD_697 -1.09 36.32 Rendah -0.44 44.53 Sedang
PD_698 0.30 53.77 Sedang -0.64 41.95 Sedang
Sangat
PD_699 2.38 79.72 Tinggi 0.47 55.93 Sedang
PD_700 0.72 58.98 Sedang -1.18 35.19 Rendah
PD_701 0.85 60.66 Tinggi -0.98 37.78 Rendah
PD_702 -1.43 32.14 Rendah 0.95 61.82 Tinggi
PD_703 -2.17 22.87 Rendah -1.12 35.95 Rendah
PD_704 0.45 55.67 Sedang -1.35 33.17 Rendah
PD_705 0.17 52.18 Sedang 1.14 64.26 Tinggi
PD_706 -1.09 36.33 Rendah -0.29 46.35 Sedang
PD_707 -0.31 46.18 Sedang 0.94 61.76 Tinggi
PD_708 -1.41 32.41 Rendah -0.87 39.08 Rendah
PD_709 -0.91 38.57 Rendah 0.32 54.00 Sedang

267
Lampiran 15. Total Varians Ujicoba

Total Variance Explained

Component Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Rotation Sums of Squared


Loadings Loadings

Total % of Cumulative Total % of Cumulative Total % of Cumulative

Variance % Variance % Variance %

1 4.938 49.376 49.376 4.938 49.376 49.376 3.580 35.795 35.795

2 2.049 20.493 69.869 2.049 20.493 69.869 3.407 34.073 69.869


3 .512 5.123 74.991

4 .462 4.615 79.607

5 .414 4.136 83.743


6 .377 3.769 87.512

7 .359 3.595 91.107

8 .337 3.369 94.476


9 .292 2.922 97.398

10 .260 2.602 100.000

Extraction Method: Principal Component Analysis.

268
Lampiran 16. Kelayakan Model

Substansi
Butir 1 Butir 2 Butir 3 Butir 4 Jumlah Kategori
3 4 3 3 13 Sangat Layak
4 4 4 3 15 Sangat Layak
4 3 2 3 12 Layak
4 4 3 4 15 Sangat Layak
3 3 4 4 14 Sangat Layak
4 4 4 4 16 Sangat Layak
Rata-rata 14.16 Sangat Layak

Konstruksi
Butir 5 Butir 6 Butir 7 Butir 8 Butir 9 Butir 10 Jumlah Kategori
3 4 4 4 2 3 20 Sangat Layak
3 4 4 4 4 4 23 Sangat Layak
4 2 2 4 2 3 17 Layak
4 4 3 3 3 4 21 Sangat Layak
4 3 3 4 4 4 22 Sangat Layak
4 4 4 4 4 4 24 Sangat Layak
Rata-rata 21.16 Sangat Layak

Kebahasaan
Butir 11 Butir 12 Butir 13 Butir 14 Butir 15 Jumlah Kategori
3 3 3 4 4 17 Sangat Layak
3 3 4 4 3 17 Sangat Layak
4 2 4 2 3 15 Layak
3 4 3 4 4 18 Sangat Layak
4 4 4 3 4 19 Sangat Layak
4 4 4 3 4 19 Sangat Layak
Rata-rata 17.5 Sangat Layak

Validitas
Butir 16 Butir 17 Butir 18 Jumlah Kategori
2 4 4 10 Sangat Layak
4 4 4 12 Sangat Layak
4 4 2 10 Sangat Layak
4 4 4 12 Sangat Layak
3 4 3 10 Sangat Layak
4 3 4 11 Sangat Layak
Rata-rata 10.83 Sangat Layak

269
Praktikabilitas
Butir 19 Butir 20 Butir 21 Butir 22 Butir 23 Butir 24 Jumlah Kategori
2 4 2 4 4 4 20 Sangat Layak
4 4 4 3 4 3 22 Sangat Layak
2 2 4 3 3 4 18 Layak
4 3 3 4 4 4 22 Sangat Layak
3 4 4 4 3 3 21 Sangat Layak
4 4 3 4 4 4 23 Sangat Layak
Rata-rata 21 Sangat Layak

No. Komponen Ʃ Skor Rerata Kategori


1. Substansi 85 14,16 Sangat Layak
2. Konstruksi 127 21,16 Sangat Layak
3. Kebahasaan 105 17,5 Sangat Layak
4. Validitas 65 10,83 Sangat Layak
5. Praktikabilitas 126 21 Sangat Layak

270
Lampiran 17. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA
Model Penilaian Berpikir Kritis Terintegrasi Keterampilan Proses
Sains Kimia Peserta Didik SMA

Nama :
NIP :
Instansi :

1. Apakah Bapak/Ibu sudah memiliki model penilaian untuk mengukur


kemampuan berpikir kritis terintegrasi keterampilan proses sains peserta didik?
Alasan:

2. Apakah kegiatan praktikum kimia yang Bapak/Ibu lakukan sudah


menggunakan model penilaian terintegrasi?
Alasan:

3. Apakah setiap penilaian kegiatan praktikum kimia yang Bapak/Ibu lakukan


sudah menggunakan model penilaian terintegrasi yang berbeda antara materi
yang satu dengan yang lainnya?
Alasan:

4. Bagaiamana cara Bapak/Ibu menilai kemampuan kognitif dan psikomotorik


peserta didik secara terintegrasi pada saat praktikum kimia?
Alasan:

271
5. Apakah Bapak/Ibu sudah menerapkan atau mengajarkan peserta
didik untuk berpikir kritis dalampemecahan masalah di dalam kelas?
Alasan:

Yogyakarta,
Responden,

NIP.

271
Lampiran 18. Surat Validasi

272
273
274
275
276
Lampiran 19. Surat Hasil Validasi

277
278
279
280
281
Lampiran 20. Cover Buku Panduan

282
Lampiran 21. Cover Buku Model

283
Lampiran 22. Surat Penelitian

284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
Lampiran 23. Surat Telah Melaksanakan Penelitian

296
297
298
299
300
301
302

Anda mungkin juga menyukai