Anda di halaman 1dari 50

Tugas

Akuntansi Biaya

METODE HARGA POKOK PROSES-LANJUTAN


(MULAI DARI PRODUK HILANG DAN SETERUSNYA)
DOSEN PENGAMPU: Tuti Dharmawati, SE. (Akt)., M.Si.

OLEH KELOMPOK 3 (TIGA):

CINDY CLAUDIA B1C121236 (E)

DIAN ASTA DEWI B1C121237 (E)

DIMAS DWI SAPUTRA B1C121239 (E)

DINA TRI WAHYUNI B1C121240 (E)

DWI ANANDA NURSAKINAH B1C121241 (E)

ELKA NUR YANTI B1C121242 (E)


S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALUOLEO
T.A. 2022/2023

METODEHARGAPOKOKPROSES (Lanjutan)

A. Persediaan produk dalam proses awal (diannya taehyung)

Dalam suatu proses produksi produk yang belum selesai diproses pada akhir
periode akan menjadi persediaan produk dalam proses pada awal periode
berikutnya. Produk dalam proses awal periode ini membawa harga pokok produksi
per satuan yang berasal dari periode sebelumnya, yang kemungkinan akan
berbeda dengan harga pokok produksi per satuan yang dikeluarkan oleh
departemen produksi yang bersangkutan dalam periode sekarang. Dengan
demikian jika dalam periode sekarang dihasilkan produk selesai yang ditransfer ke
gudang atau ke departemen berikutnya, harga pokok yang melekat pada
persediaan produk dalam proses awal akan menimbulkan masalah dalam
penentuan harga pokok produk selesai tersebut.

Sehingga dalam prosesnya akan dibahas dua metode penentuan harga pokok
produk dalam metode harga pokok proses yaitu : metode harga pokok rata-rata
tertimbang dan metode FIFO atau masuk pertama keluar pertama

Dalam proses pembuatan produk, umumnya bahan baku hanya dimasukkan


dalam proses di departemen produksi pertama. Departemen produksi berikutnya
hanya menambahkan biaya konversi saja. Tetapi adakalanya di dalam departemen
setelah departemen produksi pertama ditambahkan pula bahan baku ke dalam
proses produksi. Tambahan bahan baku ini kemungkinan akan menambah jumlah
produk yang dihasilkan oleh departemen yang menambahkan bahan baku tersebut;
tetapi adakalanya tambahan bahan baku tersebut tidak menambah jumlah satuan
produk yang dihasilkan dalam departemen yang bersangkutan. Tambahan bahan
baku ini akan mempunyai pengaruh dalam penentuan harga pokok produk.

Untuk memberikan pemahaman mengenai pengaruh adanya persediaan


produk dalam proses pada awal periode terhadap penentuan harga pokok produk
dalam metode harga pokok proses, berikut diilustrasikan mengenai penentuan
harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi (material costing), yang
masalahnya hampir sama dengan masalah perhitungan pengaruh harga pokok
persediaan produk dalam proses awal dalam metode harga pokok proses.
Ilustrasinya adalah diasumsikan pada awal periode terdapat persediaan bahan
baku sebanyak 100 kg yang harga pokoknya Rp1.000 per kg. Dalam periode
tersebut terjadi pembelian bahan baku sebanyak 400 kg dengan harga Rp1.200 per
kg. Jika pada akhir periode ternyata diketahui jumlah bahan baku yang dipakai
1
sebanyak 250 kg, timbul masalah

2
harga pokok yang mana yang akan digunakan untuk menghargai bahan baku yang
dipakai tersebut.

Untuk menentukan harga pokok mana yang akan digunakan untuk menilai
bahan baku yang dipakai tersebut, akuntansi menggunakan berbagai
anggapan mengenai aliran biaya. Adanya berbagai anggapan ini menimbulkan
berbagai metode penentuan harga pokok bahan baku yang dipakai. Seperti metode
harga pokok rata- rata tertimbang (weighted average cost method); metode
masuk pertama keluar pertama (first in first out) dan metode masuk terakhir
keluar pertama (last in first out).

B. Metode rata-rata tertimbang (weighted average cost method/ average)

 Pengertian
Metode average adalah metode pencatatan persediaan rata-rata tertimbang.
Dimana konsepnya perusahaan membagi biaya barang dengan jumlah unit barang
yang tersedia, akibatnya persediaan produk terakhir dan beban pokok
penjualan harus dikalkulasikan dalam bentuk rata-rata.

Dalam menyediakan stok produk memang menjadi salah satu fokus utama
dalam bisnis bagi perusahaan dagang serta perusahaan jenis lainnya.Ketika
kegiatan Anda dalam mengelola stok produk tidak dilakukan secara profesional,
usaha yang Anda kembangkan saat ini bisa saja berakhir dengan kebangkrutan.

 Proses Pemberlakuan Metode Rata-rata

A. Di departemen Pertama :

 Dihitung total biaya untuk masing-masing jenis biaya produksi, yaitu :


biaya bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik dengan cara
biaya yang melekat pada persediaan barang dalam proses awal ditambah
biaya- biaya periode berjalan.
 Dihitung jumlah unit ekuivalen produksi yang dihasilkan dalam
periodeyang bersangkutan : Barang jadi (yang ditransfer ke departemen
berikutnya) ditambah barang dalam proses akhir menurut unit
ekuivalen.Harga pokok rata-rata kemudian dihitung berdasarkan total
biaya dibagi jumlah unit ekuivalen.

B. Di departemen Lanjutan :

3
 Dihitung harga pokok rata-rata yang berasal dari departemen
sebelumnya.Harga pokok tersebut terdiri dari : Harga pokok persediaan
awal danharga pokok yang diterima pada periode yang bersangkutan.
 Dihitung harga pokok rata-rata per satuan yang ditambahkan
dalamdepartemen yang bersangkutan.
 Menghitung harga pokok rata-rata per satuan di departemen yang
bersangkutan dengan cara :
Harga pokok rata-rata dari departemen yangmendahului ditambah harga
pokok rata-rata di departemen yang bersangkutan.

 CARA PERHITUNGANMETODE HARGA POKOK RATA-RATA


TERTIMBANG(dwi)
contoh PT Risa Rimendi memproduksi produknya melalui dua departemen
produksi: departemen 1 dan Departemen 2. Data produksi dan biaya produksi
bulan januari 19x1 di kedua departemen produksi tersebut disajikan dalam
gambar berikut:

PT RISA RIMENDI

Data produksi dan biaya produksi bulan Januari 19x1

Dep 1 Dep2

Data produksi

Produksi dalam proses awal:

Biaya bahan baku 100 %; BK 40 % 4.000 kg -

Biaua tenaga kerja 20 %; BOP 60% - 6.000 kg

Dimasukkan dalam proses bulan ini 40.000 kg -

Unit yang ditransfer ke departemen 2 35.000 kg -

Unit yang diterima dari departemen 1 - 35.000 kg

4
Produk jadi yang ditransfer ke gudang - 38.000 kg

5
Produk dalam proses akhir;

Biaya bahan baku 100 %; biaya konversi 70 % 9.000 kg -

Biaya tenaga kerja 40%; biaya overhead pabrik - 3.000kg


80%

Harga pokok produk dalam proses awal; Rp 11.150.000

Harga pokok dari departemen 1 - -

Biaya bahan baku Rp 1.800.000 1.152.000

Biaya tenaga kerja 1.200.000 4.140.000

Biaya overhead pabrik 1.920.000

Biaya produksi

Biaya bahan baku Rp 20.200.000

Biaya tenaga kerja 29.775.000 Rp 37.068.000

Biaya overhead pabrik 37.315.000 44.340.000

Rumus perhitungan harga pokok per unit produk departemen pertama dengan
menggunakan metode harga pokok rata-rata tertimbang

Biaya bahan baku + Biaya bahan baku yang


yang melekat pada dikeluarkan dalam
Biaya bahan =
produk periode sekarang
baku
dalam proses

Per unit Unit ekuivalensi biaya Bahan baku

Biaya tenaga kerja + Biaya tenaga kerja yang


yang melekat pada dikeluarkan dalam
Biaya tenaga =
produk dalam proses periode sekarang
kerja
awal

Per unit Unit ekuivalensi biaya Tenaga kerja

6
Biaya produk yang + Biaya overhead pabrik yang
melekat pada produk dikeluarkan dalam periode
Biaya
dalam proses sekarang
overhead =
awal

Per unit Unit ekuivalensi biaya Overhead pabrik

Perhitungan biayaproduksipersatuandepartemen1bulanJanuari19x1

Unsur biaya Yang Yang Total Unit Biaya


produksi melekat dikeluarkan biaya ekuivalensi produksi
pada dalam per kg
produk periode
dalam sekarang
proses

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Biaya bahan 1.800.000 20.200.000 22.000.00 44.000 500


baku 0

Biaya tenaga 1.200.000 29.775.000 30.975.00 41.300 750


kerja 0

Biaya overhead 1.920.000 37.315.000 39.235.00 41.300 950


pabrik 0

Perhitunganhargapokokprodukselesaidanpersediaanpro
dukdalampr
oses
departemen
1

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Rp 77.000.000


departemen 2 = 35.000 unit @ Rp 2.200

7
Harga pokok persediaan produk dalam proses
akhir:
Rp

8
Biaya bahan baku = 100 % x 9.000 units x Rp 500 4.500.000

Biaya tenaga kerja = 70 % x 9.000 units x Rp 750 4.725.000


15.210.000
Biaya overhead pabrik = 70 % x 9.000 unit x Rp 950 5.985.000

Jumlah biaya produksi dibebankan dalam 92.210.000


departemen 1

Metodehargapokokrata-ratatertimbang–
departemensetelahdepartemen
pertama

Rumus perhitungan harga pokok per unit produk Departemen ke dua


dengan menggunakan Metode harga pokok rata-rata
tertimbang

Harga pokok Harga pokok produk Harga pokok produk yang


produk per unit dalam proses awal yang ditransfer dari departemen
yang dibawa dari berasal sebelumnya dalam periode
dari departemen sekarang
= sebelulmnya +

Departemen Produk dalam proses awal + Produk yang ditransfer dari


sebelumnya departemen sebelumnya
dalam periode sekarang
(1)

Biaya bahan baku yang + Biaya bahan baku yang


melekat pada produk dikeluarkan dalam
Biaya bahan baku =
dalam proses awal periode sekarang

Per unit Unit ekuivalensi biaya Bahan baku

(2)
9
Biaya tenaga kerja + Biaya tenaga kerja yang
yang melekat pada dikeluarkan dalam
Biaya tenaga =
produk dalam proses periode sekarang
awal

10
kerja

Per unit Unit ekuivalensi biaya Tenaga kerja


(3)
Biaya produk yang l + Biaya overhead pabrik yang
elekat pada produk dalam dikeluarkan dalam periode
Biaya overhead =
proses sekarang
awal

Per unit Unit ekuivalensi biaya Overhead pabrik

(4)

Total harga = (1) +(2)+(3)+(4)


pokok per satuan

Perhitunganhargapokokkumulatifpersatuanprodukdepartemen2dengan
menggunakanmetodehargapokokrata-ratatertimbang

Unsur biaya Yang Yang Total biaya Unit Biaya


produksi melekat dikeluarkan ekuivalen produksi
pada dalam si per kg
produk periode
dalam sekarang
proses

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Harga pokok yang Rp Rp Rp 41.000 Rp 2.150


berasal dari 11.150.000 77.000.000 88.150.000
departemen 1

Biaya yang
ditambahkan
dalam dep 2.
1.152.000 37.068.000 38.220.000 39.200 975
Biaya tenaga kerja
4.140.000 44.340.000 48.480.000 40.400 1.200
Biaya overhead
pabrik

Total biaya produksi 4.325

11
Perhitunganhargapokokprodukselesaidanpersediaanproduk
dalamproses
departemen2

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke


departemen 2 = 38.000 unit @ Rp 4.325
Rp
164.350.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir:

Yang berasalh dari departemen 1 : 3.000 unit s x Rp Rp


2.150 6.450.000

Ditambahkan dalam departemen 2:

Biaya tenaga kerja = 40 % x 3.000 units x Rp 975 1.170.000

Biaya overhead pabrik = 80 % x 3.000 unit x Rp 1.200 2.880.000 10.500.000

Jumlah biaya produksi dibebankan dalam 174.850.000


departemen 1

C. Metode masuk pertama keluar pertama (First In First Out/ fifo)(elka)


Metode ini menganggarp biaya produksi periode sekarang pertama kalil
digunakan untuk menyelesaikan produk yang pada awal periode masih dalam
proses, baru kemudian sisanya digunakan untuk mengolah produk yang
dimasukkan dalam proses dalam periode sekarang

Perhitungan unit ekuivalensi biaya bahan baku departemen 1 dengan


menggunakan MPKP

Persediaan produk dalam proses awal 0 kg


Produk selesai yang ditransfer ke 31.000
departemen 2 kg
Produk dalam proses akhir 100% x 9.000 9.000
Jumlah kg
12
40.000

13
kg

Perhitungan unit ekuivalensi biaya konversi departemen 1 dengan menggunakan


MPKP

Persediaan produk dalam proses awal 2.400 kg


(100%-40%)
31.000
Produk selesai yang ditransfer ke kg
departemen 2
6.300
Produk dalam proses akhir 70% x 9.000
kg
Jumlah
39.700
kg

PerhitunganbiayapersatuandenganmenggunakanmetodeMPKP

Unsure biaya Total biaya Unit ekuivalensi Biaya


produksi produksi per
satuan

Biaya bahan baku Rp 20.200.000 40.000 Rp 505

Biaya tenaga kerja 29.775.000 39.700 750

Biaya overhead 37.315.000 39.700 940


pabrik

87.290.000 2.195

Perhitunganhargapokokprodukselesaidanpersediaanproduk
dalamproses
departemen1

14
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen 2:

15
Harga pokok persediaan produk dalam proses awal 4.920.000

Biaya penyelesaian produk dalam proses awal:

Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja 60 % x 4.000 kg x Rp 750 1.800.000

Biaya overhead pabrik 60 % x 4.000 kg x Rp 940 2.256.000

8.976.000

Harga pokok produk dari produksi sekarang 31.000 kg x Rp 68.045.000


2.195

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Departemen 2 Rp


77.019.000

Harga pokok produk dalam proses akhir:

Biaya bahan baku : 9.000 kg x 100% x Rp 505 = Rp 5.545.000

Biaya tenaga kerja : 9.000 kg x 70% x Rp 750 = Rp 4.725.000

Biaya overhead Pabrik : 9.000 kg x 70 % x Rp 940 =5.922.000 15.192.000

Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 1 92.210.000

D. METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA DEPARTEMEN SETELAH


DEPARTEMEN PRODUKSI PERTAMA

Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan departemen
2

Total biaya Unit Biaya per unit


ekuivalensi

Harga pokok produk yang Rp 77.019.000 35.000 kg Rp 2.201


ditransfer dari departemen
1
Biaya yang dikeluarkan
departemen 2 dalam

16
periode

17
sekarang: 37.068.000 38.000 975

Biaya tenaga kerja 44.340.000 36.800 1.205

Biaya overhead pabrik

Jumlah Rp Rp 4.381
158.427.000

TAMBAHAN BAHAN BAKU DALAM DEPARTEMEN PRODUKSI SETELAH


DEPARTEMEN PRODUKSI PERTAMA

Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam

proses departemen 2

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang:

Harga pokok persediaan produk dalam proses awal : 16.442.000


16.442.000

Biaya penyelesaian produk dalam proses

awal: Biaya bahan baku

Biaya tenaga kerja 80 % x 6.000 kg x Rp 975 =


4.680.000

Biaya overhead pabrik 40 % x 6.000 kg x Rp 1.205 =


2.892.000

24.014.000

Harga pokok produk dari produksi sekarang

32.000 kg x Rp 4.381 =
140.192.000

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang Rp 164.202.000

Harga pokok produk dalam proses akhir:

18
Harga pokok dari departemen 1 = 3.000 x Rp 2.201 =
6.603.000

Biaya tenaga kerja : 3.000 kg x 40% x Rp 975 =


1.170.000 10.665.000

Biaya overhead Pabrik : 3.000 kg x 80 % x Rp 1.205 =


2.892.000
Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 2 174.869.000

Tambahan bahan baku mempunyai dua kemungkinan:

a. Tambahan jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen produksi yang


mengkonsumsi tambahan bahan baku tersebut. Jika tambahan bahan baku
tidak menambah jumlah produk yang dihasilkan , maka tambahan ini tidak
berpengaruh terhadap perhitungan unit ekuivalensi produk yang dihasilkan, dan
sebagai akibatnya tidak mempengaruhi perhitungan harga pokok produksi per
satuan produk yang diterima dari departemen produksi sebelumnya
b. Menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen produksi yang
mengkonsumsi tambahan bahan baku tersebut. Jika terjadi tambahan produk
yang dihasilkan dengan adanya tambahan bahan baku dalam departemen
setelah departemen produksi sebelumnya. Penyesuaian ini dilakukan karena
total harga pokok produk yang berasal dari departemen sebelumnya, yang
semula dipikul oleh jumlah tertentu, sekarang harus dipikul oleh jumlah
produk yang lebih banyak sebagai akibat tambahan bahan baku tersebut.
Akibatnya harga pokok produk per unit yang berasal dari departemen
sebelumnya menjadi lebih kecil

PT oki sasangka

Data produksi dan biaya produksi departemen 2 bulan Januari 19x1

Dep2

Data produksi

Produksi dalam proses awal:

Biaua tenaga kerja 20 %; BOP 60% 6.000 kg

Dimasukkan dalam proses bulan ini -

Unit yang diterima dari departemen 1 35.000 kg

Tambahan produk karena tambahan bahan baku 4.000 kg

19
Produk jadi yang ditransfer ke 38.000 kg

gudang Produk dalam proses akhir;

Biaya tenaga kerja 40%; biaya overhead pabrik 7.000kg


80%

Harga pokok produk dalam proses awal; Rp 11.150.000

Harga pokok dari departemen 1 -

Biaya bahan baku 950.000

Biaya tenaga kerja 1.152.000

Biaya overhead pabrik 4.140.000

Harga pokok kumulatif persediaan produk Rp 17.392.000


dalam proses awal

Harga pokok produk yang diterima dari Rp 77.019.000


departemen 1 dalam bulan ini 35.000 x Rp
2.201
Biaya produksi

Biaya bahan baku 15.000.000

Biaya tenaga kerja Rp 37.068.000

Biaya overhead pabrik 44.340.000

96.408.000

Perhitungan biaya produksi per satuan dengan metode MPKP jika tambahan
bahan baku menambah produk yang dihasilkan di departemen 2

Total biaya Biaya per


satuan

Harga pokok persediaan produk dalam proses Rp 17.392.000


awal
77.019.000 Rp 2.201
Harga pokok produk yang diterima
226
dari departemen 1

Penyesuaian karena adanya tambahan bahan


baku yang menambah produk yang dihasilkan

20
21
Harga pokok produk yang diterima Rp 1.975
dari departemen 1 setelah
disesuiakan
Biaya produksi yang ditambahkan dalam
departemen 2:

Biaya bahan baku


15.000.000 385
Biaya tenaga kerja
37.068.000 936
Biaya overhead
44.340.000 1.109

190.819.000 4.405

Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses
departemen 2 dengan metode MPKP

Total biaya

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Rp 17.392.000


gudang

Harga pokok persediaan produk dalam proses


awal
4.492.800
Biaya penyelesaian produk dalam proses
2.661.600
awal: BTK 80% x 6.000 x Rp 936

BOP 40 % x 6.000 x Rp 1.109

Harga pokok produk dari produksi sekarang 140.960.000 165.468.60


32.000 units x Rp 4.405 0

Harga pokok produk dalam proses akhir :

Harga pokok dari departemen 1 = 7000 x Rp 13.825.000


1.975
2.695.000
BBB : 7.000 kg x 100% x Rp1.975
2.620.800
BTK : 7.000 kg x 40% x Rp 936
6.210.400 25.350.400
BOP : 7.000 kg x 80 % x Rp 1.109

Jumlah biaya yang dibebankan dalam 190.819.00

22
23
departemen 2 0

Tambahan bahan baku di departemen setelah departemen produksi yang pertama


mempunyai 2 kemungkinan :

 menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen yang


bersankutan atau
 tidak menambah jumlah produk yang dihasilkan dalam departemen yang
bersangkutan.
Jika bahan baku tersebut tidak menambah jumlah produk yang dihasilkan dalam
departemen yang bersangkutan, tambahan biaya bahan baku tersebut hanya
menambah biaya bahan baku per satuan dalam departemen tersebut. Jika bahan
baku tersebut menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen yang
bersangkutan, tambahan bahan baku tersebut akan berakibat terhadap penyesuaian
harga pokok per satuan produk yang berasal dari departemen sebelumnya dan
tambahan biaya bahan baku per satuan dalam departemen setelah departemen
produksi pertama.

PRODUK HILANG DALAM METODE POKOK PROSES(dimas)


Selama proses produksi berlangsung, ada kemungkinan terjadi produk hilang
yaitu apabila jumlah unit yang dimasukkan dalam proses tidak sesuai dengan yang
dihasilkan. Misalnya: Masuk proses 1000 unit, jadi 900 unit dan masih dalam
proses 50 unit. Maka ada yang hilang 50 unit.

Produk yang hilang dalam proses didalam laporan harga pokok produksi harus
disertakan sebagai pertanggungjawaban (kapan hilangnya).

Untuk mempermudah penyusunan laporan harga pokok produksi, ada 2 asumsi yang
dipakai:

1. Produk hilang pada awal proses


2. Produk hilang pada akhir proses

1. Produk Hilang pada Awal Proses

Untuk produk hilang pada awal proses, maka dalam penyusunan laporan Harga
Pokok Produksi:

24
 Unit produk yang hilang tidak dibebani harga pokok karena belum
menikmati biaya produksi.
 Tidak diperhitungkan dalam perhitungan unit ekuivalen
 Untuk yang hilang di departemen berikutnya, maka harus ada penyesuaian
biaya per unit pada departemen berikutnya tersebut.
Contoh:

PT. ABC mengolah produknya melalui dua departemen Produksi I dan II.
Kegiatan selama bulan Februari th 2000 adalah sebagai berikut:

Dept. I Dept. II

Masuk proses: 1.500 unit 1.250 unit

 Selesai 1.250 unit 1.100 unit

 Dalam proses 100 unit 100 unit

 Hilang awal proses 150 unit 50 unit

BBB Rp. 1.485.000 -

BTKL Rp. 2.640.000 Rp. 2.052.000

BOP Rp. 1.170.000 Rp. 1.044.000

Tk. Penyl BDP  BB 100% -

TK 70% 40%

BOP 50% 60%

Diminta, buat laporan harga pokok produksi Dept. I &

Dept. II Jawab:

1. Perhitungan harga pokok produksi per unit Dept. I

Biaya Jumlah Ekuivalen Unit HP per Unit

BBB Rp.1.485.000 1.250 +(100 x 100%) = 1.350 Rp. 1.100

BTKL Rp.2.640.000 1.250 +(100 x 70%) = 1.320 Rp. 2.000

BOP Rp.1.170.000 1.250 +(100 x 50%) = 1.300 Rp. 900

25
Jml Rp.5.295.000 Rp. 4.000

2. Perhitungan harga pokok barang jadi Dept. I yang ditransfer ke Dept. II &
barang dalam proses Dept. I

HP Brg jadi Dept. I yang ditransfer ke Dept. II

1.250 x Rp. 4.000 Rp.5.000.000

H.P Barang dalam proses Dept. I

- BBB = 100 x 100% x Rp. 1.100 = Rp.110.000

- BTKL = 100 x 70% x Rp. 2.000 = Rp.140.000

- BOP = 100 x 50% x Rp. 900 = Rp.45.000Rp. 295.000

Jumlah biaya produksi bulan Februari Rp. 5.295.000

3. Laporan H.P Produksi Dept. I

PT. ABC

Lap. H.P Produksi Dept. I

Bln Februari th 2.000

Data Produksi

- Masuk proses 1.500 unit

- Barang jadi ditransfer ke Dept. II1.250 unit

- Barang dalam proses 100 unit

- Hilang (awal proses) 150 unit

1.500 unit

Pembebanan Biaya Dept. I

Biaya Jumlah Per Unit

- BBB Rp. 1.485.000 Rp. 1.100

26
- BTKL Rp. 2.640.000 Rp. 2.000

- BOP Rp. 1.170.000 Rp. 900

Jumlah Rp. 5.295.000 Rp. 4.000

Perhitungan Biaya

HP Brg jadi Dept. I yang ditransfer ke Dept. II

1.250 x Rp. 4.000 Rp. 5.000.000

H.P Barang dalam proses Dept. I

- BBB = 100 x 100% x Rp. 1.100= Rp. 110.000

- BTKL = 100 x 70% x Rp. 2.000 = Rp. 140.000

- BOP = 100 x 50% x Rp. 900 = Rp. 45.000Rp. 295.000

Jumlah biaya produksi Dept. I Rp. 5.295.000

DEPT. II

1. Penyesuaian perhitungan H.P per unit produk yang berasal dari Dept. I

H.P per unit produk yang berasal dari Dept. I

Rp. 5.000.000 : 1.250 Rp. 4.000

H.P per unit produk yang berasal dari Dept. I

Setelah adanya produk yang berasal dari Dept. I

Sebanyak 50 unit adalah Rp. 5.000.000: (1.250 – 50) Rp. 4.166,67

Penysn H.P per unit produk yang berasal dari Dept. I Rp. 166,67

2. Perhitungan harga pokok produksi per unit Dept. II (yang ditambah)

Jenis biJumlah Ek. UnitH.P per unit

- BTKL Rp. 2.052.000 1.100 + (100 x 40%) = 1.140 Rp. 1.800

27
- BOP Rp. 1.044.000 1.100 + (100 x 60%) = 1.160 Rp. 900

Jumlah Rp. 3.096.000 Rp.2.700

3. Perhitungan H.P barang jadi dari Dept. II yang ditransfer ke gudang & H.P
barang dalam proses akhir periode Dept. II

Harga barang jadi yang ditransfer ke gudang

- H.P dari Dept. I : Rp. 4.166,67 x 1.100 Rp. 4.583.337

- Ditambah H.P di Dept. II : Rp. 2700 x 1.100 Rp. 2.970.000

H.P barang jadi Rp. 7.553.337

H.P barang dalam proses Dept. II

- H.P dari Dept. I : 100 x Rp. 4.166,67 = Rp. 416.667

- Ditambah biaya di Dept. II

BTKL = 100 x 40% x Rp. 1.800 = Rp. 72.000

BOP = 100 x 60% x Rp. 900 = Rp. 54.000Rp. 542.667

Jml biaya komulatif Dept. II Rp. 8.096.004

4. Laporan H.P Produksi Dept. II

PT. ABC

Lap. H.P Produksi Dept. II

Data Produksi

- Menerima dari Dept. I 1.250 unit

- Ditransfer ke gudang 1.100 unit

- BDP akhir 100 unit

- Hilang (awal proses) 50 unit

1.250 unit

Biaya Yang Dibebankan di Dept. II

28
Biaya Jumlah Per Unit

- H.P dari Dept. I (1250) Rp. 5.000.000 Rp. 4.000

- Penyusn. H.P/unit

karena adanya prod.

hilang pada

awal proses Rp. 166,67

Rp. 5.000.000 Rp.4.166,67

Biaya yang ditambah di Dept. II

- BTKL Rp. 2.052.000 Rp. 1.800

- BOP Rp. 1.044.000 Rp. 900

Jumlah Rp. 8.096.000 Rp. 6.866,67

Perhitungan Biaya

- H.P barang jadi yang ditransfer ke gudang

Rp. 6.866,67 x 1.100 Rp. 7.553.337

- H.P barang dalam proses akhir

H.P dari Dept. I : 100 x Rp. 4.166,67 =Rp 416.667

- Biaya tambahan di Dept. II

BTKL = 100 x 40% x Rp. 1800 = Rp 72.000

BOP = 100 x 60% x Rp. 900 = Rp 54.000Rp. 542.667

Jumlah biaya komulatif di Dept. II Rp. 8.096.004

29
2. Produk Hilang Akhir Proses( dina)

30
Asumsi : a. Dianggap sudah menikmati biaya produksi

b. Diperhitungkan sebagai bagian dari unit ekuivalen


c. Unit yang hilang akan menjadi beban produk jadi
d. Tidak diperlukan adjustment
Contoh : PT. ABC mengolah produknya melalui dua departemen Produksi I dan II.
Kegiatan selama bulan Februari th 2000 adalah sebagai berikut:

Dept. I Dept. II

Masuk proses 1.500 unit 1.250 unit

Selesai 1.250 unit 1.100 unit

Dalam proses 100 unit 100 unit

Hilang akhir proses 150 unit 50 unit

BBB Rp. 1.485.000 -

BTKL Rp. 2.640.000 Rp. 2.052.000

BOP Rp. 1.170.000 Rp. 1.044.000

Tk. Penyl BDP  BB 100% -

TK 70% 40%

BOP 50% 60%

Diminta, buat laporan harga pokok produksi Dept. I &

Dept. II Jawab :

1. Perhitungan harga pokok produksi per unit

Jumlah(Rp HP/Uni
Biaya Ekuivalen Unit
) t

BBB 1.485.000 1.250 + (100x100%) + 150 = 990


1.500

BTKL 2.640.000 1.250 + (100x70%) + 150 = 1.795,9

31
1.470 2

BOP 1.170.000 1.250 + (100x50%) + 150 =


1.450 900,90

Jumla 5.295.000 3.592,8


h 2

2. Perkiraan harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Dept. II dan BDP

H.P barang jadi yang ditransfer ke Dept. II

1.250 x Rp. 3.592,82 = Rp. 4.491.025

Penyesuaian harga pokok produk hilang akhir proses

150 x Rp. 3.592,82 = Rp. 538.923

H.P produk selesai setelah disesuaikan :

1250 x Rp. 4.023,95 = Rp. 5.029.948

H.P BDP akhir periode :

- BBB : 100 x 100% x Rp. 990 = Rp. 99.000

- BTKL: 100 x 70% x Rp. 1.795,92 = Rp 125.714,4

- BOP : 100 x 50% x Rp. 806,90 = Rp. 40.345 = Rp......265.059,4

=Rp. 5.295.0

3.

PT. ABC

Lap. H.P Produksi Dept. II

Data Produksi

Masuk proses 1.500 unit

Produk jadi yang ditransfer ke Dep. II 1.250 unit

BDP akhir bulan 100 unit

Produk hilang akhir proses 150 unit

Jadi produk yang dihasilkan Dept. I 1.500 unit

32
33
Biaya Yang Dibebankan di Dept. II

JenisBiaya Jumlah Per Unit

- BBB Rp. 1.485.000 Rp. 990

- BTKL Rp. 2.640.000 Rp. 1.795,92

- BOP Rp. 1.170.000 Rp. 806,90

Jumlah Rp. 5.295.000 Rp. 3.592,82

Perhitungan Biaya

H.P produk selesai yang ditransfer ke Dept. II

1.250 x Rp. 3.592,82 = Rp. 4.491.025

Penyesuaian H.P produk hilang akhir produk

150 x Rp. 3.592,82 = Rp. 538.923

H.P produk selesai yang ditransfer ke Dept. II = Rp. 5.029.948

(1.250 x 4.023,95)

H.P produk BDP akhir = BBB Rp. 99.000

= BTK Rp.125.714,4

= BOP Rp. 40.345 Rp. 265.054,4

Jumlah produksi Dept. I Rp. 5.295.007,4

34
1. Perhitungan H.P per unit Dept. II

Jumlah(Rp
Biaya Ekuivalen Unit HP/Unit
)

BBB 2.052.000 1.100 + (100 x 40%) + 50 = Rp


1.190 1.724,37

BOP 1.044.000 1.100 + (100 x 60%) + 50 = Rp 862,81


1.210

Jumla 3.096.000 Rp
h 2.587,18

2. Perhitungan H.P produk selesai yang ditransfer ke gudang dan BDP akhir

H.P produk selesai yang ditransfer ke gudang

H.P dari Dept. I = Rp. 4.023,95 x 1.100 Rp. 4.426.345

H.P yang ditambah di Dept. II : Rp. 2.587,18 x 1.100 Rp. 2.845.898

H.P produk hilang akhir proses

50 x (Rp. 4.023,95 + Rp. 2.587,18) Rp. 330.556,5

H.P produk selesai yang ditransfer ke gudang Rp. 7.602.799,5

H.P persediaan BDP akhir

H.P dari Dept. I : 100 x Rp. 4.023,95 = Rp. 402.395

Biaya tambahan Dept. II

BTKL : 100 x 40% x Rp. 1.724,37 = Rp. 68.975

35
BOP : 100 x 60% x Rp. 862,81 = Rp. 51.768,6= Rp. 523.138,6

Jumlah biaya produksi di Dept. II =Rp. 8.125.938,1

3. PT. ABC

Lap. H.P Produksi Dept. II

Data Produksi

Diterima dari Dept. II 1.250 unit

Produk jadi yang ditransfer ke gudang 1.100 unit

BDP akhir 100 unit

Produk hilang akhir proses 50 unit

1.250 unit

Biaya Yang Dibebankan di Dept. II

Keterangan Jumlah Per Unit

H.P dari Dept. I (1.250) Rp. 5.029.948 Rp. 4.023,95

Biaya tambah di Dept. II

- BTKL Rp. 2.052.000 Rp. 1.724,37

- BOP Rp. 1.044.000 Rp. 862,81

Jumlah Rp. 8.125.948 Rp. 6.611,13

Perhitungan Biaya

H.P barang jadi yang ditransfer ke gudang

1.100 x Rp. 6.611,13 = Rp. 7.272.243

H.P produk hilang 50 x Rp. 6.611,13 = Rp. 330.556,5

36
H.P BDP akhir :

- H.P dari Dept. I = Rp. 4.023,95 x 100= Rp. 402.395

- Biaya tambah di Dept. II

BTKL = Rp. 68.975

BOP = Rp. 51.768,6= Rp. 523.138,6

Jumlah biaya produksi di Dept. II = Rp. 8.125.938,1

PRODUK RUSAK DAN CACAT DALAM SISTEM HARGA POKOK PROSES


(cindy)

Produk rusak (spoilage) merupakan unit yang tidak dapat diterima sehingga
harus dibuang atau dijual dengan nilai yang lebih rendah.Produk cacat (rework)
adalah unit yang perlu diperbaiki secara ekonomi, sehingga produk tersebut dapat
dijual melalui saluran reguler.Sisa Bahan (Scrap) merupakan bagian dari produk yang
tidak memiliki nilai atau jika memiliki, nilainya sangat kecil.

ProdukRusak
Ada dua jenis produk rusak :

1.) produk rusak normal dan

2.) produk rusak tidak

normal.

Produk rusak normal terjadi dalam kondisi operasi yang efisien dan tidak
dapat dikendalikan dalam jangka pendek dan diperhitungkan sebagai bagian dari
biaya produk.Sedangkan produk rusak tidak normal menyebabkan kerugian
melebihi atau di atas perkiraan dalam kondisi operasi yang efisien dan dibebankan
sebagai kerugian dalam periode berjalan.

Biasanya produk rusak ditemukan pada akhir proses dengan demikian ia


telah menyerap biaya produksi sehingga harus dimasukkan dalam perhitungan unit
ekuivalen.

37
PerlakuanAkuntansiProdukRusakTerhadapHargaPokokProd

uksiProduk

Cacat

menurut (supriyono, 1083 :199). Produk cacat adalah produk yang dihasilkan
tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan
biaya pengerjaan kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara
ekonomis dapat disempunakan

lagi menjadi produk jadi yang baik (Mulyadi, 2014 : 306).Masalah akuntansi yang
timbul adalah bagaimana memperlakukan biaya perbaikan produk cacat yang
dapat memakan

biaya bahan, biaya tenaga kerja maupun biaya overhead pabrik. Dalam hal ini
perlakuan biaya produk cacat tergatung penyebab timbulnya

produk cacat yaitu :

1. Produk cacat bersifat normal

dari perusahaan Apabila produk cacat bersifat normal, semua biaya perbaikan
produk cacat

diperlakukan sebagai elemen biaya produksi pada

departemen dimana produk cacat digabungkan dengan setiap elemen biaya yang
ada.

2. Produk cacat terjadi karena

Kesalahan Apabila produk cacat terjadi karena kesalahan, perlakuanbiaya perbaikan


produk cacat tidak boleh dikapitalisasikan kedalam harga pokok produk, akan
tetapi diperlakukan

sebagai elemen rugi produk cacat. Sebagaimana diketahui, produk cacat adalah
produk yang tidak sesuai standar dan masih dapat diperbaiki. Maka membutuhkan
biaya perbaikan., dapat berupa biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya
overhead pabrik. Persoalannya adalah perlakuan atas biaya perbaikan tersebut.

Produk cacat dapat bersifat normal ataupun tidak normal. Perlakuan atas
biaya tambahan adalah sebagai berikut :

38
 Jika cacat normal : biaya perbaikan akan menambah biaya produksi.

 Jika cacat tidak normal : biaya perbaikan diperlakukan sebagai rugi produk
cacat. Biaya produksi tidak bertambah.Produk cacat masuk dalam
perhitungan unit ekuivalen.

1. Pengertian Produk Rusak

Sebelum membahas tentang perlakuan akuntansi atas produk rusak, terlebih


dahulu perlu diketahui tentang pengertian produk rusak berikut ini :
Menurut Supriono (1999:182) mengemukakan bahwa :
Produk rusak adalah produk yang kondisinya rusak atau tidak memenuhi ukuran
mutu yang telah ditentukan dan tidak dapat diperbaiki secara ekonomis menjadi
produk yang baik, meskipun mungkin secara teknik dapat diperbaiki akan
berakibat biaya perbaikan jumlahnya lebih tinggi dibanding kenaikan nilai atau
manfaat adanya perbaikan.
Selanjutnya menurut Hartanto (1992:388) menjelaskan pengertian produk
rusak adalah “merupakan unit-unit yang karena keadaan fisiknya tidak dapat
dilakukan sebagai produk akhir, dan harus dibuang atau dijual dengan harga jauh
dibawah harga jual produk akhir”. Menurut Mulyadi (1999:324) bahwa “produk
rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan,
yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik”.
Berdasarkan pengertian tentang produk rusak di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam membuat atau memproses suatu barang kadang-kadang terdapat produk
rusak.Produk rusak ini merupakan produk yang tidak memenuhi standar mutu
produk yang telah ditentukan dan secara ekonomis tidak dapat diperbaiki.Produk
rusak ini mempunyai wujud fisik, tetapi kondisinya rusak.Pada dasarnya produk
rusak secara teknis bisa diperbaiki menjadi produk yang baik, tetapi biaya yang
dikeluarkan lebih besar dari pada nilai manfaatnya, sehingga produk rusak
dikatakan secara ekonomis tidak dapat diperbaiki. Produk rusak biasanya
diketahui setelah selesainya proses produksi, sehingga produk rusak ini sudah
menikmati biaya produksi sehingga produk rusak ini nantinya akan diikutkan
dalam perhitungan unit
39
ekuivalen.

2. Sebab Terjadinya Produk Rusak

Menurut Sutrisno (2001:124) bahwa “penyebab terjadinya produk rusak ada


dua yaitu produk rusak karena kagiatan normal perusahaan atau produk rusak
normal dan produk rusak karena kesalahan atau produk rusak abnormal”.
Berikut ini disajikan penjelasan kedua penyebab terjadinya produk rusak :
a. Produk rusak karena kegiatan normal perusahaan, yaitu apabila produk rusak
ini memang sering terjadi pada kegiatan normal perusahaan, apabila produk
rusak ini memang sering terjadi pada kegiatan normal perusahaan, sehingga
biasanya memang dicadangkan adanya produk rusak dalam proses produksi.
Untuk dapat dikatakan normal, menurut Hartanto (1992:390) bahwa sejumlah
produk rusak memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Diharapkan terjadi dalam kondisi operasi yang efisien.

2. Bersifat inheren pada tingkat operasi yang direncanakan

3. Bersifat tidak terkendali untuk jangka pendek.


Pada umumnya, biaya produksi atau harga pokok produk rusak yang bersifat
normal diperlakukan sebagai bagian dari harga pokok produk selesai, karena
adanya produk rusak dianggap perlu untuk menghasilkan sejumlah produk selesai
tersebut.
b. Produk rusak, karena kesalahan atau abnormal, yaitu apabila produk rusak yang
penyebabnya karena kurangnya pengawasan, kesalahan pengerjaan, kerusakan
mesin, pemakaian bahan dibawah kualitas standar. Untuk dapat dikatakan
abnormal, maka Hartanto (1992:391) mengemukakan bahwa produk rusak memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Tidak diharapkan terjadi dalam kondisi operasi yang efisien.

2. Tidak bersifat inheren pada tingkat operasi yang direncanakan.


3. Bersifat terkendalikan, dalam arti supervisor dapat mempengaruhi

40
tingkat efisiensi operasi.

41
Harga pokok atau biaya produksi yang melekat pada produk rusak bersifat
abnormal, karena pada dasarnya dihindarkan diperlakukan sebagai suatu kerugian
dalam periode terjadinya produk rusak.

3. Perlakuan Akuntansi Produk Rusak Terhadap Harga Pokok


Produksi Dalam proses produksi memungkinkan timbulnya produk
rusak. Bagi
manajemen disamping mengetahui informasi produk rusak, juga harus mengetahui
apakah produk rusak tersebut sifatnya normal atau abnormal.Sedangkan dari segi
akuntansi biaya timbul masalah untuk perlakuan akuntansi atas produk rusak
dalam penentuan harga pokok produksi. Maka dapat disimpulkan bahwa dalam
perhitungan harga pokok produksi, perusahaan perlu memperhitungkan adanya unit
ekuivalen untuk menentukan harga pokok produk selesai, harga pokok produk
dalam proses maupun harga pokok untuk produk rusak. Sehingga dapat
menghasilkan perhitungan ataupun informasi harga pokok produk yang akurat
sesuai dengan metode harga pokok produksi.Hasil dari perhitungan harga pokok
produk tersebut dibuatkan jurnal sesuai dengan prosedur akuntansinya.
Tergantung pada tipe produksinya atau departemen-departemen yang tercakup
dalam proses produksinya, di dalam praktek, terdapat berbagai metode atau
perlakuan akuntansi terhadap produk rusak yang tidak dapat ditolerir, karena
menyimpang dari tujuan akuntansinya, sampai yang paling akurat dan sangat
informatif. Menurut Hartanto (1992:391) bahwa idealnya, akuntansi terhadap
produk rusak harus mencakup tahap-tahap adalah :
a. Tahap alokasi biaya produksi kepada harga pokok produk akhir, produk
rusak normal dan produk rusak abnormal.
b. Tahap pembebanan harga pokok produk rusak baik kepada produk akhir (untuk
yang rusak normal) maupun kepada rugi produk rusak (untuk yang rusak
abnormal). Menurut Sutrisno (2001:124) bahwa “perlakuan harga pokok produk
rusak, selain penyebab terjadinya produk rusak juga dipengaruhi apakah produk

42
rusak tersebut laku dijual atau tidak laku dijual”. Uraian dari perlakuan harga
pokok produk rusak

43
tersebut di atas disajikan berikut ini:

a. Produk Rusak Tidak Laku Dijual

1. Apabila penyebab terjadinya produk rusak bersifat normal, maka harga pokok
produk rusak yang tidak laku dijual ini, akan dibebankan kepada produk selesai,
yang mengakibatkan harga pokok produk selesai akan dibebankan kepada produk
selesai, sehingga harga pokok produk selesai per unit akan menjadi lebih besar.
Jadi, perlakuannya sama dengan produk akhir proses.
Jurnal yang dibuat adalah :

Persediaan Produk Selesai Rp XXX


Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Rp XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Rp
XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX

2. Terjadinya produk rusak karena kesalahan dan produk rusak tidak laku dijual,
maka harga pokok produk rusak tersebut tidak boleh diperhitungkan kedalam
harga pokok produk selesai, tetapi harus dianggap sebagai kerugian, sehingga akan
diperlakukan sebagai rugi produk rusak.
Jurnal yang dibuat adalah :

Rugi Produk Rusak Rp XXX

Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Rp XXX


Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Rp
XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX

b. Produk Rusak Laku Dijual

1. Bila penyebab produk rusak karena kegiatan normal perusahaan, dan produk
rusak tersebut laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak tersebut dapat
diperlakukan sebagai:
a. Pengurangan harga pokok selesai

44
Harga pokok produk rusak dibebankan ke produk selesai, sehingga apabila produk
rusak tersebut laku dijual, maka sudah sewajarnya hasil penjualan tersebut

45
digunakan sebagai pengurangan harga pokok produk selesai.
Jurnal yang dibuat adalah :
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Persediaan Produk Selesai Rp XXX

b. Pengurang semua biaya produksi.

Dengan perlakuan ini memerlukan alokasi yang adil pada setiap elemen biaya
produksi pada departemen dimana terdapat produk rusak, salah satu metode dapat
digunakan alokasi berdasarkan perbandingan setiap elemen biaya.
Jurnal yang dibuat adalah :

Kas/Piutang Dagang Rp XXX

Barang Dalam Proses – Biaya Bahan Rp XXX


Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja Rp
XXX
Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX

c. Pengurang biaya overhead pabrik

Perlakuan ini sangat mudah, tetapi perlu diperhitungkan bahwa apabila hasil
penjualan produk rusak cukup besar sedang jumlah biaya overhead pabrik kecil,
dimungkinkan biaya overhead akan minus.
Jurnal yang dibuat adalah :

Kas/Piutang Dagang Rp XXX

Barang Dalam Proses – Biaya Overhead Pabrik Rp XXX

d. Penghasilan lain-lain

Perlakuan ini paling mudah digunakan, sehingga pada laporan harga pokok
produksi nantinya sama dengan apabila ada produk hilang pada akhir proses tapi
tidak sesuai dengan perlakuan harga pokok produk selesai.
Jurnal yang dibuat adalah :

46
Kas/Piutang Dagang Rp XXX

47
Penghasilan lain-lain Rp XXX

2. Produk rusak yang laku dijual dan penyebab produk rusak karena kesalahan
atau disebut juga produk rusak abnormal, maka hasil penjualan produk rusak
tersebut akan diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak, hal ini sesuai
karena harga pokok produk rusak nantinya akan dimasukkan kedalam laporan
rugi-laba sebagai elemen biaya lain.
Jurnal yang dibuat untuk mencatat hasil penjualan produk rusak yang diperlakukan
sebagai pengurang rugi produk rusak adalah:
Kas/Piutang Dagang Rp XXX
Rugi Produk Rusak Rp XXX
Menurut Sutrisno (2001:133) bahwa “harga pokok produk rusak diperlakukan
sebagai kerugian dan dimasukkan kedalam rekening rugi produk rusak yang pada
akhir periode akan masuk pada laporan rugi-laba sebagai elemen biaya lain-lain”.

48
49

Anda mungkin juga menyukai