Anda di halaman 1dari 37

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Pengenalan Alat Laboratorium

Tabel 1. Pengenalan Alat Laboratorium

Nama Alat Fungsi

Kaki Tiga Kaki tiga berfungsi sebagai penyangga

untuk kasa asbes pada saat melakukan

pemanasan.

Gelas Kimia Gelas kimia berfungsi untuk

menampung cairan atau larutan dan

dapat digunakan dalam pemanasan

larutan
Erlenmeyer Erlenmeyer berfungsi untuk

melakukan reaksi kimia dengan

volume yang lebih besar dan juga

digunakan dalam proses titrasi

Cawan Petri Cawan


Gelas petri
ukur biasanya
berfungsiterdapat pada
untuk mengukur
laboratorium biologi
volume sejumlah yang berfungsi
cairan
sebagai pengembangbiakan mikroba

atau bakteri dan untk meneliti jamur

Pipet Volume Pipet volume digunakan untuk

mengukur volume cairan secara akurat

dan analitik
Gelas Ukur

Cawan Porselen menguapkan larutan dalam jumlah

kecil.

Kasa Asbes Kasa asbes digunakan untuk menahan

dan menyebarkan panas yang berasal

dari api Bunsen


Plat Tetes Plat tetes digunakan untuk pengujian

atau identifikasi senyawa kimia dalam

jumlah kecil

Lampu Bunsen Bunsen digunakan untuk tempat

spiritus yang akan dibakar melalui

sumbu sebagai alat pembakaran

Spatula Spatula digunakan ntuk mengambil zat

padat.
Pinset Pinset digunakan ntuk mengambil

bahan agar steril

Tabung Reaksi Tabung reaksi digunakan sebagai

wadah untuk melakuka reaksi kimia

dalam jumlah sedikit

Rak Tabung Reaksi Rak tabung reaksi digunakan sebagai

tempat untuk meletakkan tabung

reaksi
Penjepit Tabung Reaksi Penjepit tabung rekasi digunakan

untuk menjepit tabung reaksi pada saat

dalam kondisi yang panas

Labu Ukur Labu ukur digunakan untuk

menyimpan larutan dan membuat

larutan dengan konsentrasi tertentu

tetapi tidak akurat.

Corong Corong digunakan untuk

memindahkan larutan dari wadah satu

ke wadah yang lainnya


Kertas Lakmus Kertas lakmus digunakan sebagai

indikator untuk mengukur ph dari

larutan asam maupun basa

Kaca Arloji Kaca arloji digunakan untuk

meletakkan zat padatan

Batang Pengaduk Batang pengaduk digunakan untuk

mengaduk atau menghomogenkan

sebuah larutan
Lumpang dan Alu Lumpang digunakan sebagai wadah

dalam menghaluskan zat padat. Alu

digunakan untuk menghaluskan zat

padat.

Ball Pipetor Ball pipetor digunakan untuk

memompa suatu larutan agar naik ke

pipet volume

Timbangan Analitik Timbangan analitik digunakan untuk

menimbang zat padat secra akurat.


Buret Buret digunakan untuk mengukur

volume larutan yang keluar melalui

kran alat tersebut dan digunakan pada

saat titrasi.

Oven Besar Oven besar digunakan sebagai tempat

analisis tanah dan jaringan tanaman

Oven Kecil Oven kecil digunakan hanya untuk

analisis jaringan tumbuhan saja.


Furnace Furnace digunakan untuk tempat

pengabuan atau pembakaran

Alumunium Foil Aluminium foil digunakan untuk

penimbang (alas) dan juga penutup

suatu alat laboratorium


4.1.2 Identifikasi Senyawa Anorganik

Tabel 2. Identifikasi Senyawa Anorganik

Larutan Warna Bau Endapan

Awal Akhir

NiSO4 + NaOH Hijau Hijau muda Tidak ada Ada

CuSO4 + NaOH Biru Hijau muda Tidak ada Ada

FeCl3 + NaOH Kuning Merah bata Tidak ada Ada

Pb(NO3)2 + NaOH Bening Putih kapur Tidak ada Ada

NiSO4 + HCl Hijau Hijau Tidak ada Tidak ada

CuSO4 + HCl Biru Biru Tidak ada Tidak ada

FeCl3 + HCl Kuning Kuning Tidak ada Tidak ada

Pb(NO3)2 + HCl Bening Bening Tidak ada Ada

NiSO4 + KCNS Hijau Hijau Tidak ada Tidak ada

CuSO4 + KCNS Biru Hijau muda Tidak ada Ada

FeCl3 + KCNS Kuning Merah bata Tidak ada Tidak ada

Pb(NO3)2 + KCNS Bening Bening Tidak ada Ada sedikit

Pada tabel 2 ini dilakukan dengan mengguanakan perlakuan pemberian

NaOH. Pertama direaksikan NiSO4 + NaOH menghasilkan warna hijau muda dan

tedapat endapan namum tidak berbau. Selanjutnya dilakukan reaksi antara CuSO 4

+ NaOH menghasilkan warna hijau muda dan terdapat endapan namun tidak

berbau. Selanjutnya direaksikan FeCl3 + NaOH menghasilkan warna merah bata

dan terdapat endapan namun tidak berbau. Selanjutnya direaksikan Pb(NO 3)2 +

NaOH menghasilkan warna putih kapur dan terdapat endapan namun tak berbau.
Selanjutnya dilakukan perlakuan dengan pemberian HCl. Pertama

direaksikan NiSO4 + HCl menghasilkan warna hijau dan tidak terdapat endapan

maupun bau. Selanjutnya dilakukan reaksi antara CuSO4 + HCl menghasilkan

warna biru dan tidak terdapat endapan maupun bau. Selanjutkan direaksikan

FeCl3 + HClmenghasilkan warna kuning dan tidak terdapat bau maupun endapan.

Selanjutnya dilakukan reaksi antara Pb(NO 3)2 + HCl menghasilkan warna bening

dan terdapat endapan namun tak berbau.

Selanjutnya dilakukan perlakuan dengan pemberian KCNS. Pertama

direaksikan NiSO4+KCNS menghasilkan warna hijau dan tidak terdapat endapan

maupun bau. Selanjutnya direaksikan CuSO4+KCNS menghasilkan warna hijau

muda dan terdapat endapan namun tak berbau. Selanjutnya direaksikan

FeCl3+KCNS menghasilkan warna merah bata dan tidak berbau maupun endapan.

Selanjutnya direaksikan Pb(NO3)2+KCNS menghasilkan warna bening dan

terdapat sedikit endapan namun tak berbau.

4.1.3 Unsur-Unsur Alkali Tanah

Tabel 3. Sifat Asam Basa

Bahan pH Sifat

MgO + Aquades 7 netral

Ca(OH)2 + Aquades 11 Basa

Pada tabel 3 dilakukan reaksi antara MgO+Aquades dan menghasilkan pH

7. Selanjutnya dilakukan reaksi antara Ca(OH)2+Aquades menghasilkan pH 11.


Tabel 4. Reaksi Pengenalan Senyawa Magnesium

Larutan Warna Endapan

Awal Akhir

MgSO4 + NaOH Bening Putih Kapur Ada

MgSO4 + (NH4)2CO3 Bening Bening Tidak ada

MgSO4 + Na2HPO4 +NH4Cl + NH4OH Bening Putih susu Ada

Pada tabel 5 dilakukan reaksi antara MgSO 4 + NaOH menghasilkan warna

akhir putih kapur dan terdapat endapan. Selanjutnya dilakukan reaksi antara

MgSO4 + (NH4)2CO3 menghasilkan warna akhir bening dan tidak terdapat

endapan. Selanjutnya dilakukan reaksi antara MgSO4 + Na2HPO4 +NH4Cl +

NH4OH menghasilkan warna akhir putih susu dan terdapat endapan.

Tabel 5. Reaksi Pengenalan Kalsium

Pada tabel 5 dilakukan reaksi antara CaCl 2 + (NH4)2CO3 menghasilkan

warna akhir bening dan tak mengendap. Selanjutnya direaksikan CaCl 2 + H2SO4

menghasilkan warna akhir putih keruh dan terdapat endapan. Selanjutnya


dilakukan reaksi antara CaCl2 + (NH4)2C2O4 menghasilkan warna akhir putih

kapur dan tidak mengendap.

Tabel 6. Pengenalan Senyawa Barium

Larutan Warna Endapan


Awal Akhir
BaCl2 + (NH4)2CO3 Bening Bening Ada sedikit
BaCl2 + H2SO4 Bening Keruh Tidak ada
BaCl2 + (NH4)2C2O4 Bening Bening Ada

Pada tabel 6 direaksikan BaCl2 + (NH4)2CO3 menghasilkan warna akhir

bening dan terdapat sedikit endapan. Selanjutnya direaksikan BaCl 2 + H2SO4

menghasilkan warna akhir keruh dan tidak terdapat endapan. Selanjutnya

direaksikan BaCl2 + (NH4)2C2O4 menghasilkan warna akhir bening dan terdapat

endapan.

4.1.4 Sistem Koloid

Tabel 7. Sifat Koloid

Larutan Warna Kelarutan Endapan


Awal Akhir
Gula + aquades Bening Bening Larut Ada
Terigu + aquades Bening Putih keruh Larut Ada
Susu + aquades Bening Putih Larut Ada
Urea + aquades Bening Bening Larut Ada
Detergen + aquades Bening Putih keruh Larut Ada
Pada tabel 7 dilarutkan gula, terigu, susu bubuk, urea, dan detergen dengan

menggunakan aquades sehingga menghasilkan warna akhir bening, putih,putih

keruh dan terdapat endapan.

Tabel 8. Pembuatan Koloid dengan Sistem Emulsi

Larutan Waktu Pemisahan


Aquades + minyak 6,77 detik
Aquades + minyak + detergen 05 : 51 menit

Pada tabel 8 dilarutkan aquades dan minyak lalu dihitung waktu

pemisahannya dan menunjukkan angka 6,77 detik. Selanjutnya dilarutkan

aquades,, minyak, dan detergen dan waktu yang dibutuhkan untuk memisah

adalah 5 menit 51 detik.

Tabel 9. Pembuatan Koloid dengan Cara Hidrolisa

Larutan Warna Waktu


Awal Akhir
FeCl3 + air suling Kuning Merah bata 8 menit, 12 detik

Pada tabel 9 dilarutkan FeCl3 dengan aquades dan menghasilkan warna

akhir merah bata serta waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan koloid adalah

8 menit 12 detik.

Tabel 10. Efek Tyndal

Larutan Tembus/Tidak Tembus Cahaya


K2Cr2O7 Tembus cahaya

Pada tabel 10 dilakukan penyinaran larutan K 2Cr2O7 dengan menggunakan

senter dan menghasilkan tembus cahaya.


4.1.5 Larutan Buffer

Tabel 11. Pembuatan Larutan Buffer

Larutan pH
CH3CHOOH + CH3COONa 7
NH4OH + NH4Cl 8

Pada tabel 11 direaksikan CH3COOH+CH3COONa sebagai buffer asam

dan menghasilkan pH 7. Selanjutnya direaksikan NH 4OH+NH4Cl sebagai buffer

basa dan menghasilkan pH 8.

Tabel 12. Pengenceran Larutan Buffer

Larutan pH
Larutan buffer asam + aquades 6
Larutan buffer basa + aquades 8

Pada tabel 12 direaksikan larutan buffer asam + aquades dan pH turun

menjadi 6. Selanjutnya direaksikan larutan buffer basa + aquades dan pH tetap 8.

Tabel 13. Penambahan Sedikit Asam/Basa pada Larutan Buffer

Larutan pH
Larutan buffer asam + NaOH 7
Larutan buffer asam + HCl 7
Larutan buffer basa + NaOH 8
Larutan buffer basa + HCl 8

Pada tabel 13 direaksikan larutan buffer asam dengan NaOH dan HCl dan

menghasilkan pH 7. Selanjutnya direaksikan larutan buffer basa dengan NaOH

dan HCl dan mengasilkan pH 8.


4.1.6 Indikator dan Penentuan pH

Tabel 14. Penentuan Warna Indikator Larutan dalam Asam dan Basa

Senyawa Warna Sebalum Warna Sesudah


Aduades + MO Bening + Merah Orange
Aquades + BTB Bening + Oren Kuning
Aquades + PP Bening + Merah muda Putih Kapur
NaOH + MO Bening + Merah Merah darah
NaOH + BTB Bening + Oren Kuning Kecoklatan
NaOH + PP Bening + Merah muda Putih keruh
HCl + MO Bening + Merah Merah Gelap
HCl + BTB Bening + Oren Kuning
HCl + PP Bening + Merah muda Putih Keruh

Pada tabel 14 direaksikan Aquades+Metil Orange dan menghassilkan

warna akhir yaitu orange. Selanjutnya direaksikan Aquades+Bromtimol Biru

menghasilkan warna akhir kuning. Selanjutnya direaksikan

Aquades+Phenolphthalein menghasilkan warna akhir putih kapur.

Selanjutnya direaksikan NaOH+Metil Orange menghasilkan warna akhir

merah darah. Selanjutnya direaksikan NaOH+Bromtimol Biru menghasilkan

warna akhir kuning kecoklatan. Selanjutnya direaksikan NaOH+Phenolphthalein

menghasilkan warna akhir putih keruh.

Selanjutnya direaksikan HCl+Metil Orange menghasilkan warna akhir

merah gelap. Selanjutnya direaksikan HCl+Bromtimol Biru menghasilkan warna

akhir kuning. Selanjutnya direaksikan HCl+Phenolphthalein menghasilkan warna

akhir putih keruh.


Tabel 15. Indikator dari Tumbuh-Tumbuhan

Campuran Warna Sebelum Warna Sesudah


Bunga merah muda + Pink Terang Hijau Lumut
Alkohol + NaOH

Bunga Ungu + Alkohol Ungu Hijau Muda


+ NaOH

Bunga Oren + Alkohol + Oren kemerah - Coklat


NaOH merahanan

Bunga merah muda + Hijau Lumut Hijau lumut (memiliki


Alkohol + NaOH + HCl endapan)

Bunga Ungu + Alkohol Hijau Muda Hijau Muda


+ NaOH + HCl

Bunga Oren+ Alkohol + Coklat Coklat Gelap


NaOH + HCl

Pada tabel 15 dicampurkan bunga merah muda+Alkohol+NaOH

menghasilkan warna akhir hijau lumut. Selanjutnya dicampurkan bunga

ungu+Alkohol+NaOH menghasilkan warna akhir hijau muda. Selanjutnya

dicampurkan bunga orange+Alkohol+NaOH menghasilkan warna akhir coklat.

Selanjutnya dicampurkan Bunga merah muda + Alkohol + NaOH + HCl

menghasilkan warna akhir hijau lumut dan terdapat endapan. Selanjutnya

dicampurkan Bunga Ungu + Alkohol + NaOH + HCl mengasilkan warna akhir

hijau muda. Selanjutnya dcampurkan Bunga Oren+ Alkohol + NaOH + HCl

menghasilkan warna akhir coklat gelap.


4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengenalan Alat Laboratorium

Pada praktikum ini membahas tentang berbagai peralatan alat

laboratorium beserta fungsinya. Peralatan laboratorium ini dijelaskan satu per satu

oleh asisten dosen kepada praktikan. Hal ini bertujuan supaya praktikan dapat

mengerti tentang penggunaan alat laboratorium. Sehingga praktikan akan mudah

dalam melakukan kegiatan praktikum pada materi-materi kimia dasar lainnya.

Kaki tiga berfungsi sebagai penyangga untuk kasa asbes pada saat

melakukan pemanasan. Gelas kimia berfungsi untuk menampung cairan atau

larutan dan dapat digunakan dalam pemanasan larutan. Erlenmeyer berfungsi

untuk melakukan reaksi kimia dengan volume yang lebih besar dan juga

digunakan dalam proses titrasi. Cawan petri biasanya terdapat pada laboratorium

biologi yang berfungsi sebagai pengembangbiakan mikroba atau bakteri dan untk

meneliti jamur. Pipet volume digunakan untuk mengukur volume cairan secara

akurat dan analitik. Gelas ukur berfungsi untuk mengukur volume sejumlah

cairan. Cawan porselen digunakan untuk menguapkan larutan dalam jumlah

kecil. Kasa asbes digunakan untuk menahan dan menyebarkan panas yang berasal

dari api Bunsen. Plat tetes digunakan untuk pengujian atau identifikasi senyawa

kimia dalam jumlah kecil. Bunsen digunakan untuk tempat spiritus yang akan

dibakar melalui sumbu sebagai alat pembakaran.

Spatula digunakan ntuk mengambil zat padat. Pinset digunakan ntuk

mengambil bahan agar steril. Tabung reaksi digunakan sebagai wadah untuk

melakuka reaksi kimia dalam jumlah sedikit. Rak tabung reaksi digunakan sebagai

tempat untuk meletakkan tabung reaksi. Penjepit tabung rekasi digunakan untuk
menjepit tabung reaksi pada saat dalam kondisi yang panas. Labu ukur digunakan

untuk menyimpan larutan dan membuat larutan dengan konsentrasi tertentu tetapi

tidak akurat. Corong digunakan untuk memindahkan larutan dari wadah satu ke

wadah yang lainnya. Kertas lakmus digunakan sebagai indikator untuk mengukur

ph dari larutan asam maupun basa. Kaca arloji digunakan untuk meletakkan zat

padatan. Batang pengaduk digunakan untuk mengaduk atau menghomogenkan

sebuah larutan. Lumpang digunakan sebagai wadah dalam menghaluskan zat

padat. Alu digunakan untuk menghaluskan zat padat. Bolt pipetor digunakan

untuk memompa suatu larutan agar naik ke pipet volume. Timbangan analitik

digunakan untuk menimbang zat padat secra akurat. Buret digunakan untuk

mengukur volume larutan yang keluar melalui kran alat tersebut dan digunakan

pada saat titrasi. Oven besar digunakan sebagai tempat analisis tanah dan jaringan

tanaman. Oven kecil digunakan hanya untuk analisis jaringan tumbuhan saja.

Furnace digunakan untuk tempat pengabuan atau pembakaran. Aluminium foil

digunakan untuk penimbang (alas) dan juga penutup suatu alat laboratorium.

4.2.2 Identifikasi Senyawa Anorganik

Pada larutan FeCl3 sebelum diberikan perlakuan diketahui bahwa warna

awal yaitu berwarna kuning, tidak terdapat bau dan juga endapan tidak terlihat.

Setelah diberikan perlakuan dengan diteteskan pereaksi kcns sebanyak 2 tetes,

terlihat beberapa perubahan. Pada saat diteteskan pereaksi kcns, tidak terlihat

adanya endapan dan bau juga tidak dihasilkan

Perlakuan selanjutnya yaitu dengan meneteskan pereaksi HCl pada

larutan FeCl3. Saat diteteskan sebanyak dua kali terlihat adanya perubahan pada

warna yang sebelumnya berwarna kuning berubah menjadi sedikit memudar


sehingga menjadi kuning muda. Untuk bau dan endapan tidak terlihat hasilnya.

Sehingga bau dan endapan sama seperti sebelumnya yaitu tidak ada

Pada perlakuan dengan meneteskan pereaksi NaOH terhadap larutan

FeCl3, diketahui bahwa terdapat beberapa perubahan-perubahan pertama terjadi

pada warna dari larutan. Saat diteteskan sebanyak 2 kali, FeCl 3 yang sebelumnya

berwarna kuning berubah menjadi berwarna coklat kemerahan. Untuk bau yang

dihasilkan tidak ada perubahan dari sebelumnya. Akan tetapi terdapat endapan

pada bagian bawah tabung reaksi setelah dilakukannya perlakuan.

Endapan didefinisikan sebagai bentuk kristal keras yang menempel pada

perpindahan panas permukaan dimana proses penghilangannya dapat dilakukan

dengan cara di bor atau di dril. Endapan yang berasal dari larutan akan terbentuk

karena proses penurunan kelarutan pada kenaikan temperatur operasi dan kristal

padat melekat erat pada permukaan logam (Latifah, 2000).

Proses pengendapan senyawa-senyawa anorganik biasa terjadi pada

peralatan-peralatan industri yang melibatkan air garam seperti industri minyak dan

gas, proses desalinasi dan ketel serta industri kimia. Hal ini disebabkan karena

terdapatnya unsur-unsur anorganik pembentuk kerak seperti logam kalsium dalam

jumlah yang melebihi kelarutannya pada keadaan kesetimbangan.

Terakumulasinya endapan-endapan dari senyawa anorganik tersebut dapat

menimbulkan masalah seperti timbulnya kerak. Endapan yang umum ditemui di

pipa minyak ada beberapa jenis, seperti kalsium karbonat (CaCO3), kalsium sulfat

termasuk gips (CaSO4. 2H2O) dan kalsium sulfat anhidrat (CaSO4), serta barium

sulfat (BaSO4) (Asnawati, 2001).


Larutan Pb(NO3)2 sebelum diberikan perlakuan, diketahui bahwa warna

awal sebelum direaksikan yaitu berwarna putih, tidak adanya bau, dan tidak

terdapat endapan. Pada saat diberikan perlakuan dengan meneteskan proyeksi

kcns sebanyak dua kali, terlihat tidak adanya perubahan baik dari warna, bau,

maupun endapan

Saat diberikan perlakuan dengan pereaksi HCl pada larutan Pb(NO 3)2,

terlihat adanya sedikit perubahan. Perubahan terletak pada munculnya endapan

setelah diteteskan pereaksi HCl sebanyak 2 tetes. Pada warna tidak ada perubahan

sama sekali dari awal sebelum ditambahkan pereaksi. Untuk bau juga tidak

dihasilkan sama sekali.

Pada saat diteteskan pereaksi NaOH sebanyak 2 tetes, terdapat

perubahan warna yang terjadi. Warna putih yang sebelumnya merupakan warna

awal dari Pb(NO3)2 berubah menjadi warna putih sirsak setelah diteteskan

pereaksi NaOH. Selain itu, terdapat endapan pada bagian bawah tabung reaksi dan

tidak dihasilkannya bau setelah dilakukan perlakuan.

Larutan niso4 sebulan diberikannya perlakuan diketahui bahwa warna

awalnya yaitu warna hijau, tidak adanya bau, dan tidak terlihat adanya endapan

pada bagian bawah tabung reaksi. Setelah ditambahkan pereaksi kcns sebanyak 2

tetes, terlihat tidak adanya perubahan titik baik dari warna, bau, maupun endapan

yang dihasilkan.

Setelah ditambahkannya pereaksi HCL sebanyak 2 tetes pada larutan

niso4 hanya terdapat perubahan pada bau. Pada awalnya, bau dari NiSO 4 tidak

ada. Setelah ditambahkan 2 tetes pereaksi HCL terdapat adanya bau yang ditandai

dengan bau yang sedikit lebih kuat dari bau awal sebelum direaksikan. Untuk
warna sendiri, tidak menunjukkan adanya perubahan dan warnanya masih berupa

warna awal yaitu warna hijau. Sedangkan untuk endapan, tidak terlihat adanya

garam yang mengendap pada bagian bawah tabung reaksi.

Ketika reaksi NaOH diteteskan sebanyak 2 tetes pada larutan niso4

terlihat beberapa perubahan yang terjadi. Perubahan pertama terlihat pada warna.

Warna hijau yang merupakan warna awal dari niso4 setelah diteteskan NaOH

berubah menjadi warna hijau tosca. Untuk endapan terlihat adanya endapan garam

pada bagian bawah tabung reaksi titik sedangkan yang terakhir yaitu tidak

menunjukkan adanya perubahan bau.

Pada larutan CuSO4, sebelum dilakukan perlakuan terlihat bahwa warna

awal yaitu biru, tidak ada bau, dan tidak ada endapan yang terdapat pada tabung

reaksi. Setelah diberikan perlakuan dengan diteteskannya pereaksi kcns sebanyak

2 tetes, terlihat adanya perubahan. Perubahan pertama yaitu pada warna. Warna

biru yang menjadi warna awal dari CuSO 4, berubah menjadi warna hijau lumut

dan bau dari larutan sedikit lebih tajam dari sebelumnya. Terdapat juga endapan

pada bagian bawah tabung reaksi yang merupakan garam yang sukar larut.

Proyeksi HCl yang diteteskan sebanyak 2 tetes pada larutan CuSO 4 tidak

menunjukkan adanya perubahan titik baik dari warna, bau, maupun endapan.

Setelah dilakukan pengakuan dengan menggunakan pereaksi NaOH pada CuSO 4

diamati adanya beberapa perubahan. Warna biru yang menjadi warna awal,

berubah menjadi warna biru langit. Terdapat endapan yang terbentuk, namun bau

yang dihasilkan sama sekali tidak ada dan sama seperti sebelumnya.

Beberapa garam logam seperti NaCl sangat mudah larut dalam air.

Sementara terdapat beberapa garam logam lain seperti NaOH yang sukar larut
dalam air. Sehingga garam-garam ini membentuk reaksi pengendapan di dalam

larutan. Reaksi pengendaraan terjadi karena Kation dan anion tertentu akan

bergabung menghasilkan padatan ionik tak larut yang dinamakan endapan. Reaksi

pengendapan ini digunakan di laboratorium untuk mengidentifikasi ion yang ada

di dalam larutan. Pada industri, reaksi pengendapan digunakan untuk

memproduksi berbagai bahan kimia. Misalnya pada ekstraksi logam magnesium

dari air laut. Langkanya yaitu dengan mengendapkan Mg2+ sebagai MgOH2.

Tujuannya adalah untuk menyajikan reaksi pengendapan lewat persamaan kimia

dan mengaplikasikannya beberapa aturan sederhana untuk memprediksi reaksi

pengendapan (Petrucci, 2012).

4.2.3 Unsur-Unsur Alkali Tanah

4.2.3.1 Sifat Asam Basa

Pada praktikum tentang sifat asam basa yang menggunakan dua larutan

yaitu MgO dan CaOH2 terdapat beberapa hasil yang diamati. Pertama yaitu pada

pH dengan memasukkan larutan MgO sebanyak 10 ml ke dalam tabung reaksi dan

mencampurkan aquades dihasilkan PH yaitu 6 atau bersifat asam.

Menurut Hesty (2015), metilglioksal (MgO) diduga merupakan senyawa

intermediet pada reaksi mylar antara dehidroksi aseton dan asam amino glisin. Hal

ini juga merupakan indikasi bahwa adanya kemungkinan terbentuknya senyawa

metil gliosal intermediet antara hidroksi aseton dan asam amino lain. Sehingga

MgO merupakan larutan asam.

Pada larutan CaOH2 yang menghasilkan PH 8 atau bersifat basa. Menurut

Trijoko (2015), kondisi optimal yang dihasilkan oleh caoh2 yaitu pada rentang PH
8-11. Hal ini dikarenakan caoh2 merupakan senyawa basa kuat yang bahkan lebih

kuat dibandingkan NaOH.

4.2.3.2 Reaksi Pengenalan Senyawa Magnesium

Pada percobaan yang dilakukan pada senyawa MgSO4 yang dilakukan

dengan tiga tabung reaksi, terdapat beberapa perubahan yang sebenarnya terletak

pada endapan. Larutan MgSO4 yang masing-masing tercampur atas NaOH,

(NH4)2CO3, Na2HPO4, NH4Cl, dan NH4OH memiliki warna yang sedikit berubah.

Akan tetapi jika dilihat dari endapan, hanya reaksi antara MgSO4 dan (NH4)2CO3

yang tidak mengalami perubahan sedikitpun. Hal ini bisa disebabkan karena

larutan larut secara sempurna.

Menurut Petrucci (2012) dalam bukunya berjudul kimia dasar

prinsipprinsip dan aplikasi modern, disebutkan bahwa gabungan kation akan

menyebabkan padatan tak larut, yaitu endapan atau tidak ada gabungan yang

memungkinkan dan tidak ada reaksi sama sekali. Karena senyawa ionik ada yang

dapat larut di dalam air dan juga ada yang tidak dapat larut di dalam air tergantung

dari jumlah anion serta kation yang bergabung.

4.2.3.3 Reaksi Pengenalan Senyawa Kalsium

Pada reaksi pengenalan kalsium ini, perubahan hanya terjadi pada warna.

Baik itu dicampurkan dengan H2SO4, (NH4)2C2O4, dan (NH4)2CO3. Perubahan

ini hanya bersifat memudar yang memungkinkan terjadi karena pencampuran dua

larutan yang berbeda. Karena menurut Zarlaida (2020), mengatakan bahwa

kelarutan garam alkali tanah bertambah dengan kenaikan berat atom, kecuali

untuk fluorida dan hidroksidanya. Semua elektron dalam keadaan berpasangan


pada alkali tanah sehingga Senyawa alkali tanah bersifat diamagnetik dan tidak

berwarna atau tidak memiliki warna khusus.

Kalsium dan stronsium bila direaksikan di dalam sebuah larutan cair maka

kalsium akan lebih mudah bereaksi. Berbeda dengan magnesium yang lebih sulit

bereaksi dibandingkan dengan kalsium. Untuk itulah tidak terbentuk endapan

pada percampuran senyawa kalsium (Zarlaida, 2020).

4.2.3.4 Reaksi Pengenalan Senyawa Barium

Pada percobaan dengan senyawa barium, diketahui bahwa larutan yang

masing-masing tabung reaksi dicampurkan (NH4)2CO3, H2SO4, dan (NH4)2C2O4

dihasilkan warna putih keruh dan putih susu. Hasil ini sudah jelas bahwa karena

percampuran antara dua larutan yang beda jenis. Karena Senyawa alkali tanah

bersifat diamagnetik atau tidak berwarna (Zarlaida, 2020).

Pada endapan koma ini terjadi bahwa barium (BaSO4) dan barium

karbonat (Ba(CO4)) adalah senyawa yang sukar larut di dalam air. Endapan pada

barium terjadi karena ikatan ion telah diputus, sehingga Ba + akan bereaksi dengan

ion dan terjadilah endapan (Handayani, 2015).

4.2.4 Sistem Koloid

4.2.4.1 Sifat Koloid

Pada proses praktikum sifat koloid yang mengakibatkan enam bahan

dengan 5 bahan dicampurkan pada masing-masing tabung berisi 25 ml aquades.

Menghasilkan kelarutan di mana hanya ada satu larutan yang tidak larut yaitu

aquades ditambahkan tepung terigu.


Menurut Hayati et al. (2014), koloid adalah suatu campuran yang terdiri

dari dua atau lebih zat yang salah satunya tersuspensi dan ukuran partikel koloid

lebih besar daripada larutan. Dengan demikian Bahan gula, susu bubuk, Urea dan

deterjen akan tersuspensi dalam aquades. Sedangkan pada campuran aquades dan

tepung terigu diamati bahwa larutan tidak larut di dalam air.

Menurut Aptindo (2012), Tepung terigu merupakan bubuk halus yang

mengandung zat Pati yaitu karbohidrat kompleks. Untuk itulah tepung terigu akan

sukar larut di dalam air dan biasanya campuran dari tepung akan membentuk

bahan kenyal untuk bahan makanan, sehingga tidak digolongkan sebagai koloid.

Pada pengamatan endapan, dihasilkan endapan pada tepung terigu dan

susu bubuk. Menurut Petrucci (2012), endapan sebenarnya terjadi karena anion

dan kation tertentu bergabung menghasilkan padatan ionik tak larut dan ini sama

halnya dengan penggabungan larutan yang berbentuk endapan karena garam yang

sukar larut pada larutan akibat reaksi Kation dan anion tertentu. Sehingga padatan

bahan itu tidak dapat tersuspensi dengan sempurna yang kemudian membentuk

endapan.

4.2.4.2 Pembuatan Koloid dengan Sistem Emulsi

Pada percobaan larutan minyak makan, diamati bahwa pembentukan

koloid yang dilakukan selama 7 sekon atau detik. Hal yang didapatkan yaitu

minyak yang berada di tepi atas air. Sedangkan pada percobaan larutan minyak

makan ditambah dengan aquades dan deterjen koloid dapat terbentuk dalam waktu

18 sekon.
Menurut Arneli dan Yayuk (2019), berdasarkan fase terdispersi, emulsi

dibedakan ke dalam jenis minyak dalam air dan air dalam minyak. Jenis air dalam

minyak adalah jenis emulsi yang terdiri atas fase terdispersi berupa air dan fase

pendispersi berupa minyak. Sedangkan emulsi minyak dalam air yaitu emulsi

yang terdiri dari fase terdispersi berupa minyak dan fasa pendispersi berupa air.

Pada percobaan yang dilakukan jenis emulsi yaitu larutan minyak dalam air,

karena minyak mengendap di atas permukaan air. Sedangkan untuk waktu,

semakin banyak bahan yang ditambahkan, makan semakin lama waktu yang

dibutuhkan untuk membentuk koloid.

4.2.4.3 Pembuatan Koloid dengan Cara Hidrolisa

Pada pembuatan Koloid dengan cara hidrolisa dilakukan dengan

mencampurkan larutan FeCl3 ke dalam air yang mendidih. Perubahan yang

tampak pada warna yaitu berubah menjadi warna merah pekat. Serta koloid yang

terbentuk dari munculnya perubahan warna.

Menurut Lityo et al. (2020), menyatakan bahwa larutan FeCl 3 yang

ditambahkan ke dalam air yang mendidih akan mengalami proses ionisasi

menghasilkan ion Fe3+.Ion ini akan mengalami reaksi hidrolisis yang akan

membentuk warna merah pekat dan orange pada FeCl3.

4.2.4.4 Efek Tyndal

Pada percobaan efek tyndal, diamati bahwa larutan K2Cr2O7 tembus pada

saat dilakukan penyinaran. Hal ini juga menandakan bahwa larutan K 2Cr2O7

merupakan larutan koloid. Menurut Arneli dan Yayuk (2019), hamburan cahaya

yang ditembus pada suatu larutan disebut dengan efek tyndall. Efek inilah sifat
optik dari sistem koloid. Efek tyndall ini dapat diaplikasikan pada kekeruhan

suatu larutan yang diukur. Karena pada dasarnya semua larutan yang dapat

menghamburkan cahaya disebut dengan koloid. Partikel-partikel pada koloid yang

sangat kecil bisa menghamburkan cahaya yang diserap lewat lampu senter. Efek

ini merupakan sifat optik yang sama halnya dengan prinsip proyektor film dan

lampu sorot mobil yang tembus cahaya pada saat malam yang berkabut.

4.2.5 Larutan Buffer

4.2.5.1 Pembuatan Larutan Buffer

Pada percobaan pertama, dilakukan percampuran antara CH 3COOH+

CH3COONa. Larutan ini bila dicampurkan akan menghasilkan larutan penyangga

asam. Menurut Sudarmo (2017), mengatakan bahwa penyangga asam merupakan

gabungan antara asam lemah dan larutan basa konjugasi titik di mana percobaan

ini larutan yang bertindak sebagai asam lemah yaitu larutan CH 3COOH.

Sedangkan larutan yang bertindak sebagai basa konjugasi yaitu CH 3COONa.

Kedua larutan ini bercampur dan menjadi sebuah larutan penyangga asam.

Percobaan pembuatan penyangga asam ini dilakukan dengan cara

mencampurkan masing-masing larutan CH3COOH dan CH3COONa sebanyak 5

ml. Dari percobaan ini diketahui bahwa pH dari larutan buffer A adalah 5 dan

bersifat sebagai asam.

Menurut Muliawati (2014), dalam campuran CH3COOH dan CH3COONa

akan terdapat beberapa spesi yaitu, ion H + hasil dari ionisasi sebagian kecil

CH3COOH ion CH3COO- hasil ionisasi sebagian kecil dari CH 3COOH dan

ionisasi sempurna dari CH3COONa. Selain itu terdapat molekul CH 3COOH yang
tidak terionisasi, ion Na + dari hasil ionisasi sempurna CH3COONa, molekul H2O

atau air, ion H + dan ion OH- sebagian kecil dari air.

Partikel-partikel yang terdapat dalam larutan penyangga asam tersebut

bergerak terus-menerus di dalam larutan. Pada rancangan animasi, di dalam

larutan penyangga asam terdapat molekul-molekul CH3COOH dan ion CH3COO-

yang merupakan komponen penyangga dengan ion H+ (asam) lebih banyak

dibandingkan ion OH- (basa). Sehingga larutan CH3COOH+CH3COONa

menghasilkan PH asam.

Pada percobaan kedua dilakukan percampuran antara larutan nh4oh dan

NH4Cl. Larutan ini merupakan larutan penyangga basa titik. Menurut Muliawati

(2014), larutan penyangga basa berasal dari campuran basa lemah dengan asam

konjugasinya. Dalam hal ini NH4OH sebagai basa lemah dan NH4CL sebagai

asam konjugasi.

Percampuran larutan NH4OH dan NH4Cl akan diperlihatkan keadaan sub

mikroskopik di mana terlihat partikel-partikel yang ada pada larutan. Dalam

percampuran antara larutan NH4OH dan larutan NH4Cl dihasilkan besar PH yaitu

8. Ini menunjukkan bahwa larutan tersebut bersifat basa.

Menurut Muliawati (2014), percampuran larutan penyangga basa akan

melibatkan beberapa spesi antara lain yaitu ion oh- hasil ionisasi sebagian kecil

dari NH4OH, ion NH4+ hasil dari ionisasi sempurna dari NH4Cl molekul NH4OH

yang tidak terionisasi, ion Cl- hasil ionisasi sempurna dari NH 4Cl, molekul H2O,

ion H+ dan ion OH- sebagian kecil dari air. Dari spesi-spesi tersebut terlihat bahwa

ion oh- adalah spesi yang paling banyak bila dibandingkan dengan ion H +. Hal ini
membuktikan bahwa larutan penyangga basa NH4OH + NH4Cl merupakan bersifat

basa.

4.2.5.2 Pengenceran Larutan Buffer

Pada percobaan pertama dilakukan percampuran antara larutan buffer A

(CH3COOH + CH3COONa) dengan aquades (H2O) . Percobaan Ini menghasilkan

PH dengan besar 5 titik Hal ini menunjukkan bahwa larutan buffer A + H 2O

adalah bersifat asam yang mana dilihat dari PH.

Menurut Muliawati (2014), larutan buffer A terdapat beberapa spesi yaitu

ion H+ ion CH3COO- dan ionisasi sempurna CH3COONa. Serta beberapa molekul

air, plus, dan ion OH-. Setelah diteteskan dengan larutan HCl, Maka akan muncul

beberapa spesi lain seperti ion Cl-, molekul H2O dan ion H+. Pipet yang menetes

ke dalam gelas kimia beriringan dengan masuknya partikel-partikel ke dalam

larutan penyangga asam, sehingga jumlah ion H + dan ion OH- akan meningkat

atau H2O akan terionisasi menjadi ion H+ dan ion OH- Oleh karena itu, jumlah ion

H+ dan ion OH- akan dinetralisir oleh komponen basa yaitu CH 3COO- sehingga PH

dapat dipertahankan.

Pada percobaan kedua dilakukan pencampuran antara larutan buffer B

(NH4OH+NH4Cl) dengan aquades H2O. Percobaan Ini menghasilkan PH yaitu 8

titik Hal ini menunjukkan bahwa larutan penyangga tersebut tergolong dalam sifat

basa.

Menurut Muliawati (2014), partikel-partikel yang terdapat pada larutan

penyangga basa akan bergerak secara terus-menerus di dalam larutan titik


kemudian munculnya tipe tetes yang berisikan air H 2O diikuti dengan keadaan sub

mikroskopik dari H2O tersebut. Penambahan jumlah molekul H 2O tidak

berkontribusi terhadap perubahan jumlah ion H plus dan OH -. Sehingga ion

tersebut jumlahnya akan tetap di dalam larutan. Dengan jumlahnya yang tetap

maka besarnya PH tidak berubah sama sekali.

4.2.5.3 Penambahan Sedikit Asam/Basa pada Larutan Buffer

Pada percobaan pertama dilakukan pencampuran antara larutan buffer A

dengan Satu Tetes larutan HCl yang berperan sebagai asam titik pada percobaan

tersebut diketahui bahwa pH dari larutan adalah 2 atau bersifat asam.

Menurut Muliawati (2014), partikel-partikel penyangga asam akan tampak

dalam keadaan mikroskopiknya. Sehingga larutan penyangga asam akan terdiri

dari ion H+, Iya CH3COO-, sebagian kecil ion CH3COOH, ionisasi sempurna

molekul CH3COONa, molekul H2O, ion H+ dan ion OH-. Partikel-partikel ini akan

bergerak secara terus-menerus di dalam tabung reaksi. Sehingga ketika diteteskan

larutan HCl akan terdapat beberapa spesi lagi seperti ion Cl -, molekul H2O, dan

ion H+. Penambahan jumlah ion H plus akan dinetralisir oleh komponen basa

dalam larutan penyangga yaitu ion CH 3COO- membentuk CH3COOH. Sehingga

seterusnya jumlah ion H+ dan ion OH- dalam larutan tidak mengalami perubahan

pada pH juga dapat dipertahankan besarnya.

Pada percobaan kedua dilakukan percampuran antara larutan buffer A

dengan 1 tetes larutan NaOH yang berperan sebagai basa. Hasil dari percobaan ini

diamati bahwa pH larutan setelah dicampurkan adalah 5. Hal ini menunjukkan

bahwa larutan tersebut bersifat asam.


Percobaan larutan asam ketika ditambahkannya dengan sedikit basa

(NaOH) akan terlihat keadaan mikroskopiknya. Spasi yang terdapat pada larutan

penyangga asam akan bergerak secara bebas terus-menerus di dalam larutan titik

sehingga ketika diteteskan larutan NaOH yang berupa basa, akan terdapat laju

beberapa spesies yaitu na+ dan oh-. Penambahan oh- akan dinatrisi oleh molekul

CH3COOH dan membentuk ion CH3COO-. Oleh karena itu seharusnya ion H + dan

ion oh- dan larutan tidak mengalami perubahan dan PH dapat dipertahankan

(Muliawati, 2014).

Perubahan ketiga yaitu percampuran antara larutan buffer B dengan larutan

HCl yang berperan sebagai asam titik larutan buffer basa ini ketika ditambahkan

sedikit asam diamati bahwa besarnya PH yaitu 2,5 bersifat asam.

Menurut Muliawati (2014), pipet tetes yang menetes ke dalam tabung

reaksi beriringan dengan masuknya partikel- partikel HCl kelarutan penyangga

basa akan terbentuk beberapa spesi yaitu Cl -, ion H2O, dan ion H+. Ketika ion H+

meningkat akan langsung dinetralisir oleh komponen basa (NH 4OH) dan

membentuk ion NH4+ sehingga jumlah ion H+ dalam larutan tersebut relatif tetap.

Sehingga tidak terjadi perubahan perbandingan konsentrasi ion H + dan ion OH-

sehingga PH dapat dipertahankan. Kesetimbangan itu dinyatakan sebagai

NH4OH+H2O ⇌NH4+ +OH- sehingga ion H+ tetap.

Pada percobaan keempat dilakukan percampuran antara larutan buffer B

dengan NaOH yang diamati bahwa ph-nya itu 9 atau bersifat basa. Hal ini

dikarenakan menurut Muliawati (2014), ketika jumlah ion oh- meningkat pada

saat percampuran NaOH maka akan langsung dinetralisir oleh ion NH 4+


membentuk molekul NH3. Sehingga jumlah ion oh- relatif tetap titik Dengan

demikian larutan penyangga asam dapat dipertahankan ph-nya. Penambahan

sedikit basah pada larutan buffer B yaitu NH4 +OH- ⇌ NH3+H2O.

4.2.6 Indikator dan Penentuan pH

4.2.6.1 Penentuan Warna Indikator dalam Asam dan Basa

Pada praktikum penentuan warna indikator dalam asam basa dilakukan

dengan meneteskan sebanyak 2 tetes air suling, HCl, dan NaOH pada

masingmasing 3 lubang plat tetes. Kemudian setelah itu masing-masing bahan

diteteskan sebanyak 1 tetes indikator metil orange (MO), bromtimol biru (BTB),

dan Phenolphthalein (PP), kemudian diamati perubahan warna.

Pada pertempuran terakhir suling dengan masing-masing indikator

tersebut, terlihat beberapa perubahan yang terjadi. Air suling yang berwarna

bening dicampurkan dengan metil orange yang berwarna orange berubah menjadi

berwarna orange. Ini berarti bahwa percampuran antara air suling dan metil

orange tidak mempengaruhi Perubahan warna pada larutan. Hal ini juga terlihat

pada bromtimol biru dan phenolphthalein yang juga tidak menunjukkan perubahan

warna apapun ketiga dicampurkan dengan air suling.

Menurut Zulius (2017), pH dari air adalah sama dengan 7 dan ini adalah

kadar pH yang normal. Sebenarnya air yang baik untuk dikonsumsi adalah sekitar

Netral yaitu antara rentang 6,8-7,0. Oleh karena itu kenaikan sebuah air tidak

mempengaruhi percampuran dari indikator. Sehingga dalam percobaan ini warna

dari indikator tidak berubah dan tetap pada warna dari indikator.
Percobaan pengantin itu bercampur antara larutan hcl dengan

masingmasing indikator. Terlihat bahwa larutan HCL yang ditetesi dengan metil

orange berubah warna merah. Begitu pun dengan bromtimol biru yang berubah

menjadi warna coklat dan phenolphthalein berubah menjadi warna bening.

Menurut Indira (2015), pada metil orange akan merubah warna menjadi

merah jika berada pada lingkungan asam. Bromtimol biru akan berubah menjadi

warna coklat ataupun kuning jika pada lingkungan basah, Selain itu pada

fenolpatalein tidak akan berubah warna pada lingkungan asam. Metil orange dan

metil merah merupakan indikator asam. Sedangkan bromtimol biru dan

fenolphtlein adalah indikator basa. Sementara HCL merupakan larutan yang

sifatnya asam dan akan merubah warna sesuai dengan penjelasan ahli tersebut.

Percobaan terakhir yaitu percampuran antara larutan naoh dengan

masingmasing indikator. Terlihat beberapa perubahan pada warna. Larutan NaOH

dicampurkan dengan indikator metil orange menghasilkan warna orange muda.

Begitu pun dengan percampuran bromtimol biru menghasilkan warna biru dan

indikator fenolftalein menghasilkan warna merah muda.

Menurut Indira (2015), indikator asam seperti metil urin akan

menghasilkan warna orange muda dan kuning pada lingkungan basah. Indikator

basa seperti bromtimol biru akan menghasilkan warna biru dalam lingkungan

bahasa dan fenolftalein akan menghasilkan warna merah muda pada lingkungan

basa. lingkungan yang basa dimaksud adalah larutan yang sifatnya basa seperti

NaOH.

4.2.6.2 Indikator dari Tumbuh-Tumbuhan


Pada praktikum indikator dan tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan

mengambil ekstrak dari tiga jenis bunga berwarna merah, putih, dan kuning.

Mahkota dari ketiga jenis bunga tersebut dihaluskan dan ekstraknya dipanaskan

dengan campuran alkohol hingga mendidih. Kemudian ditambahkan pada larutan

NaOH dan HCL.

Percobaan dengan mencampurkan ekstrak bunga pada larutan HCl

menghasilkan bunga merah yang sebelumnya berwarna merah kehitaman menjadi

merah hati. Pada bunga putih yang sebelumnya berwarna coklat menjadi kuning

pucat. Sedangkan pada bunga kuning yang sebelumnya berwarna coklat menjadi

kuning keemasan.

Pada percobaan dengan mencampurkan ekstrak ketiga bunga pada larutan

naoh menghasilkan perubahan warna pada bunga merah menjadi berwarna hitam.

Bunga putih mengalami perubahan warna menjadi warna kuning kecoklatan, dan

bunga kuning menjadi warna kuning (Tetap).

Perubahan-perubahan terjadi karena kedua larutan memiliki perbedaan

sifat. Larutan HCl merupakan larutan yang sifatnya asam, sedangkan NaOH

adalah larutan yang mempunyai sifat basa. Selain itu perubahan juga terjadi

karena adanya pigmen antosianin yang terdapat pada bunga. Warna antosianin

sangat dipengaruhi oleh struktur antosiani serta derajat keasaman atau PH.

Antosianin cenderung tidak berwarna pada pH netral, di larutan ph-nya asam

memberikan warna yang maksimum atau pekat, sedangkan di larutan yang ph-nya

basah memberikan warna yang minimum atau memudar (Yahid, 2018).


Lebih lanjut menurut Qoirunnisa dan Asngad (2018), hantu sian ini

merupakan senyawa yang terbentuk dalam golongan flavonoid yang menghasilkan

warna merah, kuning, biru, dan ungu pada bunga, buah, sayur, dan tanaman hias.

Antosianin merupakan senyawa yang bersifat polar sehingga akan mampu larut

menggunakan pelarut yang bersifat polar. Pelarut yang digunakan untuk proses

ekstraksi antosianin yaitu etanol, aquades, dan etanol 96%.

Anda mungkin juga menyukai