Anda di halaman 1dari 11

Analisis Performa Heat Exchanger 14-E-101 Pada Unit GO-HTU PT.

AB
Teola M Konoralma1*, Farid Alfalaki Hamid1
1
Teknik Pengolahan Minyak dan Gas, PEM Akamigas, Jl. Gajah Mada No.38, Cepu, 58315
*
E-mail: thitin.konoralma@gmail.com

ABSTRAK

HTU (Hydrotreating Unit) adalah unit yang terdiri dari unit Hydrogen Plan (Unit 22),
Gas Oil Hydrotreating Unit / GO-HTU (Unit 14), dan Light Cycle Oil Hydrotreting Unit atau
LCO HTU (Unit 22). Unit ini mempunyai fungsi utama ialah mengurangi dan
menghilangkan impurities (nitrogen, senyawa sulfur organik dan senyawa logam) yang
terbawah bersama minyak bumi dan fraksi-fraksinya yang mempengaruhi colour stability
dengan dilakukan proses hidrogenasi, yaitu dengan mereaksikan impurities dengan hidrogen
yang disuplai dari unit Hydrogen Plant dengan bantuan katalis. Gas Oil Hydrotreating Unit
(GO-HTU) ini mengolah gas oil yang belum stabil dan masih bersifat korosif masih
megandung sulfur dan nitrogen dengan bantuan katalis pada proses hidrogenasi sehingga
menghasilkan gas oil yang memenuhi ketentuan pasar yaitu 32.000 BPSD (212 m3/jam).
Feed pada unit GO-HTU ini berasal dari Crude Distillation Unit (CDU), Atmospheric Residu
Hydrometalization Unit (ARHDM), dan ada juga tang berasal dari tangki. Fouling factor
mengindikasikan tingkat kekotoran pada heat exchanger. Semakin tinggi nilai fouling factor,
semakin sedikit panas yang dapat ditransfer oleh heat exchanger tersebut. Penyebab
peningkatan nilai fouling factor adalah akumulasi mineral yang terbawa bersama feed.
Kata kunci : Heat exchanger, Fouling factor (Rd), Pressure drop

1. PENDAHULUAN
Heat exchanger adalah perangkat yang digunakan dalam industri untuk mengalihkan
panas antara fluida, dan fungsi utamanya adalah untuk mengubah suhu dalam suatu proses,
baik itu peningkatan atau penurunan suhu. Dalam unit GO-HTU, heat exchanger berperan
dalam meningkatkan suhu pada umpan sebelum memasuki furnace. Hal ini karena suhu
tinggi pada umpan akan mempermudah operasi furnace tersebut. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja heat exchanger adalah total fouling factor (Rd). Fouling factor
mengindikasikan tingkat kekotoran yang terjadi pada heat exchanger. Semakin tinggi nilai
fouling factor, semakin sedikit panas yang dapat ditransfer oleh heat exchanger. Peningkatan
nilai fouling factor terjadi akibat penumpukan mineral dan zat-zat lain yang terbawa bersama
umpan. Apabila nilai fouling factor melebihi batas toleransi yang ditetapkan, maka perlu
dilakukan tindakan perawatan atau pembersihan heat exchanger. Seiring dengan
perkembangan zaman dan pertumbuhan populasi global, kebutuhan akan energi terus
meningkat, terutama dalam hal minyak bumi. Oleh karena itu, diperlukan upaya
penghematan energi dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dalam proses untuk
memanaskan umpan, dan salah satu alat yang digunakan untuk tujuan tersebut adalah heat
exchanger. Penting untuk mengoperasikan heat exchanger dengan melakukan evaluasi yang
tepat guna menghasilkan panas yang optimal, sehingga produk akhir yang dihasilkan sesuai
dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Dengan metode pressure drop dan fouling factor,
nilai pressure drop dan fouling factor yang diperoleh dari hasil perhitungan evaluasi harus
sesuai dengan batasan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, jika nilai pressure drop dan
fouling factor berada dalam rentang yang telah ditentukan, maka kinerja heat exchanger
dianggap memenuhi standar dan efektif dalam mentransfer panas antara fluida. Sebaliknya,
jika nilai pressure drop dan fouling factor melebihi batasan yang ditetapkan, kemungkinan
terjadi hambatan dalam perpindahan panas dan kinerja heat exchanger perlu diperbaiki atau
dioptimalkan. Fouling factor yang tinggi menyebabkan terbentuknya endapan yang
signifikan dalam heat exchanger, mengganggu aliran fluida, dan meningkatkan penurunan
tekanan yang diperlukan untuk menjaga laju aliran melalui heat exchanger (Frank Kreith,
1997).
Melalui evaluasi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transfer panas pada
heat exchanger melalui upaya pembaruan, baik dalam hal kondisi operasional maupun
optimalisasi desain heat exchanger. Apabila heat exchanger memiliki efisiensi yang tinggi,
maka dapat mengurangi kehilangan panas sekecil mungkin, yang pada akhirnya akan
mengurangi biaya untuk menyediakan energi dalam suatu pabrik. Oleh karena itu, dilakukan
evaluasi kinerja heat exchanger (14-E-101) pada unit Gas Oil Hydrotreating Unit / GO-HTU
(Unit 14) ini untuk menentukan apakah alat ini berfungsi dengan baik atau belum. Jika tidak,
perlu dilakukan pembersihan. Dengan melakukan pembersihan secara berkala pada heat
exchanger, kinerja, performa, dan efisiensi dari alat tersebut akan terjaga, sehingga Heat
Exchanger dapat beroperasi dengan baik. (Kuppan, T. 2000)
Dalam proses evaluasi alat penukar panas, dilakukan serangkaian perhitungan yang
kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai kinerja alat penukar panas
tersebut. Selanjutnya, dilakukan perhitungan optimasi untuk meningkatkan performa heat
exchanger.

 Neraca Panas (1)

 Log Mean Temperature Difference (2)

 Overall Heat Transfer Coefficient (3)

 Fouling factor / Dirt facrtor (4)

 Pressure Drop (5)


 Effisiensi (6)

2. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam perhitungan efisiensi heat exchanger, digunakan metode Kern. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan metode Kern, yang melibatkan nilai koefisien
perpindahan panas bersih keseluruhan (Uc), koefisien perpindahan panas kotor
keseluruhan (Ud), faktor pengotor (Rd), dan efisiensi (Zain dan Mustain, 2020). Metode
Kern menggunakan rumus untuk menghitung aliran panas.

Tahap

persiapan sebelum penelitian melibatkan studi literatur, observasi lapangan, dan


pengumpulan data. Tahap pelaksanaan melibatkan simulasi optimasi untuk mengevaluasi dan
meningkatkan transfer panas pada heat exchanger. Perencanaan pembersihan heat exchanger
juga termasuk dalam tahap ini. Tahap penyelesaian melibatkan analisis hasil, aspek ekonomi,
kesimpulan, dan saran. Analisis hasil menggunakan faktor fouling/dirt factor sebagai batasan,
sedangkan analisis ekonomi berfokus pada biaya operasional yang terkait dengan penggunaan
bahan bakar. Untuk menganalisis hasil, terdapat beberapa metode yang dapat digunakan,
antara lain metode perbandingan dengan perhitungan yang diperoleh, metode perbandingan
dengan standar, dan metode perbandingan dengan hasil yang teramati di lapangan.
3. PEMBAHASAN
A. Unit 14: Gas Oil Hydrotreating Unit (GO-HTU)
Unit Gas Oil Hydrotreating (GO HTU) mengolah gas oil yang tidak stabil dan korosif dengan
menggunakan katalis dan hidrogen. Proses ini menghasilkan gas oil yang memenuhi
persyaratan pasar dengan kapasitas 32.000 BPSD. Feed gas oil disuplai dari Crude
Distillation Unit (CDU), Atmospheric Residue Hydrometalization Unit (ARHDM), dan
tangki penyimpanan. Tambahan pasokan hydrogen berasal dari hydrogen plant melalui Steam
Methane Reformer dan Pressure Swing Adsorption (PSA). Katalis yang digunakan
mengandung oksida nikel/molybdenum dalam basis alumina. Unit ini terdiri dari dua seksi,
yaitu Seksi Reaktor dan Seksi Fraksionasi. Langkah proses di Unit Gas Oil Hydrotreating
adalah sebagai berikut:
 Seksi Feed: Feed gas oil melalui filter dan surge drum feed untuk menghilangkan
partikel padat dan air. Kemudian, feed dipanaskan bersama recycle gas oleh Heat
Exchanger dan Charge Heater.
 Seksi Reaksi: Feed masuk ke reaktor dan didistribusikan di atas bed katalis. Panas yang
dihasilkan dari reaksi diambil oleh Combined Feed Exchanger. Effluent reaktor
didinginkan menggunakan kondensor dan dipisahkan dalam produk separator. Gas
dengan kandungan hidrogen tinggi dialirkan ke Recycle Gas Compressor.
 Make-Up Compressor: Tekanan dalam reaktor diatur menggunakan hidrogen dari H2
Plant melalui kompresor make-up dua stage. Gas make-up dan recycle gas dipanaskan
oleh Heat Exchanger sebelum masuk ke reaktor.
 Seksi Fraksionasi: Produk dari produk separator dialirkan ke High Pressure Stripper
untuk memisahkan hidrokarbon dari produk lainnya. Gas recycle dari separator
dialirkan ke Recycle Gas Knock Out Drum. Cairan hidrokarbon dikembalikan sebagai
feed sebelum masuk Heat Exchanger.
 Seksi Recycle Gas Compressor: Gas recycle yang terpisah dari cairan dialirkan ke
Recycle Gas Knock Out Drum dan kemudian ke Recycle Gas Compressor. Gas tersebut
digunakan dalam stripping dan dikembalikan ke reaktor.

Proses ini melibatkan berbagai alat seperti pompa, kondensor, kompresor, dan heat exchanger
untuk menjaga suhu, tekanan, dan pemisahan produk yang diinginkan.
B. Data Desain Heat Exchanger 14-E-101
Heat Exchanger (14-E-101) pada unit Gas Oil Hydrotreating Unit / GO HTU (Unit 14) ini
termasuk alat penukar panas jenis shell and tube heat exchanger dengan tipe aliran nya
berlawanan arah (counter current).
Tabel 1. Kondisi Desain Heat Exchanger 14-E-101

C. Data Kondisi Operasi Heat Exchanger 14-E-101


Pengambilan data operasi disesuaikan dengan kebutuhan pengamatan selama pelaksanaan
praktik kerja lapangan. Pengambilan data kondisi operasi ini diambil dari rentang tanggal 1
sampai 31 januari 2023.
Tabel 2. Kondisi Operasi Heat Exchanger 14-E-101
D. Data hasil perbandingan data evaluasi Heat Exchanger 14-E-101
Setelah dilakukannya perhitungan evisiensi berdasarkan persamaan yang ada maka diperoleh
tabel hasil perhitungan sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil perhitungan evaluasi heat exchanger

Heat Exchanger 14-E-101 digunakan di unit Go-HTU merupakan heat exchanger jenis shell
and tube. pada bagian shell dilalui oleh fluida dingin yang akan dipanaskan berupa Go-
reactor feed sedangkan tube dilalui oleh fluida panas berupa Go-reaktor effluent. Heat
exchanger ini memanaskan feed sebelum masuk ke dalam furnace sedangakan fluida dingin
akan keluar menuju ke fin fan untuk di dinginkan lagi. Tipe aliran yang digunakan pada heat
exchanger 14-E-101 adalah aliran counter-current. Penggunaan jenis aliran ini karena dapat
memberikan perpindahan panas yang lebih baik. Heat exchanger 14-E-101 ini sudah
digunakan sejak beroperasinya unit GO-HTU yaitu pada tahun 1994 dan baru dilakukan
dilakukan trun around (TA/perawatan skala besar), sehingga mengharuskan kilang untuk
shutdown (stop produksi) pada bulan Mei.
E. Analisa nilai fouling factor heat exchanger 14-E-101
Analisa fouling factor dilakukan karena fouling dapat mempengaruhi kinerja heat exchanger.
Fouling merupakan peristiwa adanya padatan atau hambatan di permukaan punukar panas
yang terkontak dengan fluida kerja, termasuk permukaan perpindahan panas. Peristiwa
tersebut dapat berupa pengendapan, pengerakan, dan proses biologi. Fouling factor yang
tinggi menyebabkan adanya endapan yang berat sehingga secara signifikan mengganggu
aliran fluida dan meningkatkan penurunan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan
laju aliran melalui heat exchanger. Sehingga adanya fouling dapat menyebabkan nilai
koefisien perpindahan panas ,mengecil sehingga proses perpindahan panas akan terhambat.
Ukuran besarnya hambatan akibat adanya kotoran atau endapan di dalam heat exchanger
itulah yang disebut dengan fouling factor.

0.00600 Rd Aktual vs Rd Desain


0.00500

0.00400
Fouling factor (Rd)
0.00300 Rd Desain
Rd

0.00200

0.00100

0.00000
1 2 Bulan
3 4 5 6

Gambar 1. Grafik nilai Rd aktual dan Rd desain


Pada periode bulan 1 hingga bulan 6, terdapat perbandingan antara nilai fouling factor desain
dan aktual pada heat exchanger 14-E-101. Nilai Rd aktual masih berada di bawah batasan nilai
Rd desain dengan rata-rata sebesar 0,00231 hr.ft2.0F/Btu. Fouling factor merupakan faktor
yang berhubungan dengan nilai overall heat transfer coefficient saat terjadi fouling (Ud) dan
saat heat exchanger bersih tanpa fouling (Uc). Nilai Uc merupakan nilai overall heat transfer
coefficient terbaik yang dapat dicapai oleh heat exchanger karena dihitung tanpa adanya
pengaruh fouling. Oleh karena itu, nilai Ud tidak boleh melebihi nilai Uc. Tabel hasil
perhitungan menunjukkan bahwa baik nilai Ud desain maupun nilai Ud aktual lebih kecil
daripada nilai Uc. Hal ini menunjukkan bahwa heat exchanger berkinerja baik dalam
mengatasi fouling. Selain itu, perbedaan suhu inlet dan outlet juga mempengaruhi nilai Ud.
Secara desain, perbedaan suhu inlet dan outlet lebih besar dibandingkan dengan perbedaan
suhu aktual inlet dan outlet. Umumnya, hal tersebut dapat menyebabkan nilai Ud aktual lebih
besar daripada nilai Ud desain. Namun, hasil perhitungan aktual menunjukkan bahwa nilai
fouling factor masih berada di bawah nilai fouling factor desain yang tercantum dalam tabel,
yaitu 0,00267 dan 0,005 hr.ft2.0F/Btu secara berturut-turut. Dari nilai fouling factor hasil
perhitungan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada penumpukan yang menghambat transfer
panas antar fluida. Namun, perhatian tetap perlu diberikan terhadap efisiensi alat karena grafik
menunjukkan bahwa jika alat dioperasikan secara terus-menerus, nilai Rd atau fouling factor
dapat meningkat.

Ud Desain Vs Ud Aktual
45
40
35 Ud Aktual
Ud

30 Ud Desain
25
20
1 2 3 4 5 6
Bulan

Gambar 2. Grafik perbandingan Ud desain vs Ud aktual

Ud Desain Vs Ud Aktual
45
40
35 Ud Aktual
Ud

30 Ud Desain
25
20
1 2 3 4 5 6
Bulan

Gambar .3 Grafik perbandingan Uc desain vs Uc aktual

F. Analisa Efisiensi Heat Exchanger 14-E-101


Sistem perpindahan panas pada heat exchanger umumnya menggunakan Log Mean
Temperature Difference (LMTD) untuk menentukan driving force suhu. Nilai LMTD yang
tinggi mengindikasikan perpindahan panas yang besar. Nilai LMTD heat exchanger 14-E-101
telah dihitung dan diperoleh hasil rata-rata sebesar 64,05 °F. Nilai ini tidak jauh lebih rendah
dari nilai LMTD desain, yaitu 75,10 °F seperti yang tercantum dalam tabel perbandingan.
Ketika nilai aktual jauh lebih rendah dari nilai LMTD desain, itu menunjukkan bahwa
perpindahan panas aktual dari fluida panas ke fluida dingin lebih kecil dari kondisi desainnya.
Namun, dengan perbedaan suhu LMTD yang tidak terlalu besar, dapat disimpulkan bahwa
penyerapan panas masih optimal dan tidak ada hambatan (fouling) di dalam pipa, sehingga
laju perpindahan panas pada heat exchanger tetap baik. Selain nilai LMTD, efisiensi juga
dipengaruhi oleh nilai fouling factor seperti yang telah dibahas sebelumnya. Nilai fouling
factor aktual masih baik dan sesuai dengan batas efisiensi desain. Namun, jika efisiensi aktual
lebih rendah dari efisiensi desain karena adanya fouling yang menyebabkan lapisan
pengotoran dan peningkatan resistansi termal, maka laju perpindahan panas pada heat
exchanger akan berkurang dan berdampak pada kinerjanya. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa efisiensi kinerja heat exchanger 14-E-101 sebesar 95,69%, sedangkan efisiensi
desainnya adalah 98%. Meskipun terdapat perbedaan efisiensi, penurunannya tidak
signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja heat exchanger 14-E-101 tidak mengalami
penurunan efisiensi yang signifikan dan mampu melakukan proses perpindahan panas dengan
baik. Menurut Barun dan Rukmana (2007), nilai efisiensi heat exchanger dapat ditingkatkan
dengan mengubah laju aliran massa fluida dingin. Setiap fluida dingin yang mengalir ke
dalam heat exchanger akan membawa panas yang dialirkan melalui dinding pipa (konduksi),
dan kecepatan aliran fluida dingin akan mempermudah penyerapan panas oleh fluida dingin
(konveksi). Oleh karena itu, semakin besar laju aliran massa fluida dingin, semakin tinggi
efisiensi yang dihasilkan oleh heat exchanger.
G. Analisa pressure drop heat exchanger 14-E-101
Pressure drop merupakan peristiwa menurunnya tekanan dari satu titik ke titik lainnya dalan
suatu pipa atau tabung. Pressure drop dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, beberapa
diantaranya yaitu Pressure drop merupakan peristiwa menurunnya tekanan dari satu titik ke
titik lainnya dalan suatu pipa atau tabung. Pressure drop dipengaruhi oleh berbagai macam
faktor, beberapa diantaranya yaitu faktor gesekan, diameter pipa, panjang pipa, temperatur
aliran, dan kecepatan aliran yang terjadi di dalam pipa atau tabung sehingga pressure drop
memiliki peranan penting dalam kinerja heat exchanger. Untutk perhitungan pressure drop
dapat dilihat pada tabel menunjukkan pressure drop aktual pada shell dan tube yaitu 0,52 psi
pada shell dan 0,44 psi pada tube memiliki nilai lebih kecil atau masih d bawah batas dari
pada pressure drop desain yaitu sebesar 1,0 psi hal ini juga yang membuat efisiensi dari alat
masih besar dan bagus. Pressure drop dipengaruhi oleh bilangan Reynolds dimana semakin
besar bilangan reynolds aliran menjadi semakin turbulen dan menyebabkan pressure drop
yang lebih. Bilangan reynolds juga dipengaruhi oleh diameter pipa atau wadah aliran
mengalir. Bilangan Reynolds akan mempengaruhi efisiensi dari alat heat exchanger, artinya
semakin rendah Bilangan Reynolds akan menghasilkan efisiensi heat exchanger yang
optimum. Pressure drop pada bagian shell yang tinggi juga disebabkan oleh flow rate cooling
water karena pressure drop dapat terjadi karena penurunan kecepatan ataupun perubahan
tinggi suatu fluida. Nilai dari pressure drop sendiri dipengaruhi oleh kecepatan aliran saat
masuk dan luas penampang pipa. Hal ini mengakibatkan semakin besar flow rate, maka
pressure drop akan semakin besar. Nilai flow rate pada aktual masih dibawah dari dari flow
rate desain yaitu flow rate rata-rata aktual 214591,99992 lb/hr sedangkan flow rate desain
428468,37821 lb/hr hal tersebut berpengaruh pada laju kecepatan aliran saat masuk dalam luas
penampang pipa. Sehingga semakin besar flow rate, maka pressure drop juga akan semakin
besar. Menurut Tabares dkk. (2019), efisiensi heat exchanger dapat dicapai dengan
menyeimbangkan variabel-variabel seperti pressure drop, tenaga pompa, pembentukan
fouling, dan erosi pada pipa. Selain itu, pressure drop juga dipengaruhi oleh baffle spacing
berdasarkan rumus yang telah dilampirkan sebelumnya bahwa pressure drop dipengaruhi
oleh perbandingan panjang shell dan baffle spacing. Sinnot (1993) menyatakan bahwa baffle
spacing yang efektif berada pada rentang 0.2-1 m dari diameter shell. Menurut TEMA
(Tubular Exchanger Manufacturers Association), baffle spacing harus lebih besar dari 1/5 dari
diameter dalam shell. Baffle spacing pada data adalah 162.4 mm dan diameter shell pada data
sebesar 1,7 m. Nilai minimum baffle spacing adalah 0.34 m atau 3.4 x 10-4 mm. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai baffle spacing sudah memenuhi nilai minimum, namun
direkomendasikan untuk diperbesar hingga 0.73546 m atau 735,46 mm untuk mengurangi
pressure drop karena baffle meningkatkan turbulensi sehingga dengan menambah baffle
spacing maka baffle yang digunakan semakin sedikit sehingga turbulensi dapat berkurang.
Diperlukan pengendalian kondisi operasi seperti laju alir dan temperatur agar tidak terlalu
jauh dengan kondisi operasi desain sehingga perpindahan panas dapat berjalan optimal. Serta
direkomendasikan untuk mengurangi diameter shell serta menambah baffle spacing agar nilai
pressure drop aktual pada bagian shell dapat memenuhi nilai standar pressure drop desain.

4. KESIMPULAN

Kondisi dari heat exchanger 14-E-101 berdasarkan hasil perhitungan di dapat nilai
pressure drop pada bagian shell sebesar 0,52 psi dan bada bagian tube 0,44 psi. Nilai tersebut
masih dibawah standar batas pressure drop desain yaitu: sebesar 1,0 psi pada shell dan tube
sehingga hal ini menunjukan ΔP masih sanggat baik

Sedangkan untuk harga dari fouling factor (Rd) diperoleh hasil perhitungga yaitu sebesar
0,00267 hr.ft2.0F/Btu dimana harga dari hasil perhitungan ini masih memenuhi batasan
fouling factor (Rd) desain yaitu sebesar 0,00578 hr.ft2.0F/Btu dimana hasil tersebut
menunjukan bahwa alat tersebut masih bersih baik untuk dioperasikan.

Untuk nilai effisiensi heat exchanger ditenukan dengan perbandingan antara energi panas
pada tube (hot fluida) yang berupa Go-Reactor effluent terhadap energi panas pada shell (cold
fluid) yang merupakan Go-reactor feed, sehingga hasil perhitungaan effisiensi aktual yang
diperoleh adalah 95,699 %.

5. DAFTAR ISI
[1] Kern,D.Q, 1950 “Proses Heat Transfer” International Edition, Mc.Graw HillBook

[2] Frank Kreith, 1997, “Prinsip-prinsip Perpindahan Panas”, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta

[3] Kuppan, T. 2000. “Heat Exchanger Design Handbook”. Marcel Dekker Inc.New York.

[4] Standards of Turbular Exchanger Manufacture Association, 8th Edition New York, 1999.

[5] Suhengki. Dan A.F. Lubis. 2018. Pengaruh fouling terhadap laju perpindahan panas.
Jurnal Power Plant. Vol. 6.
[6] Rahayu, dan puspitasari, 2018. Laporan Kerja Praktek PT. PERTAMINA (PERSERO) RU
VI Balongan-Indramayu Jawa Barat. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Surakarta

[7] Hobson G. D, 1984, “Modren Petroleum Technology”, Fifth Edition part 1, The Institute
of Petroleum

[8] Gray, James, 2001. “ Petroleum Refining Technology and Economics”, Marcel Dakker,
New York

[9] Warren L. Mc Cabe. Julian C. Smith dan Peter Harriot, 1985 “Unit Operation of Chemical
Ebgineering”. Mc Graw-Hill International Book Co

[10] Supranto, 1993, “Statistik Teori dan Aplikasi”. Edisi 5, Erlangga, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai