Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 1

Nama Anggota :1. Annisa Fitrian Permata Cika

2. Bina Trijayanti

3. Rizqi Hanifah Hikmah Sari

HEAT EXCHANGER

Heat Exchanger adalah suatu alat penukar panas yang digunakan untuk
memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida
lainnya melalui suatu proses yang disebut dengan proses perpindahan panas atau
heat transfer (Kern,1983).

1.1 Titik Pengukuran

Titik pengukuran berfungsi untuk mengukur nilai pada alat di suatu industri,
misalnya pada alat HE. Dimana titik pengukurannya menentukan nilai dari pressure
drop dan factor fouling
Salah satu jenis alat penukar panas di pabrik urea ialah preheater. Preheater
merupakan alat penukar kalor yang digunakan untuk mentransfer panas dari fluida
bersuhu tinggi ke fluida bersuhu rendah dengan tujuan untuk memanaskan fluida
yang akan masuk ke furnace agar kerja furnace lebih ringan.
Ammonia Preheater No.1 (EA-102) merupakan salah satu alat Heat Exchanger
(HE) yang ada di PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang memiliki peran penting
dalam proses penukar energi panas. Jenis Heat Exchanger yang digunakan untuk
proses penukaran panas di area sintesa unit Urea ini adalah tipe Shell dan Tube.
Shell and tube exchanger merupakan heat exchanger yang terdiri dari suatu pipa
besar yang berisi sejumlah tube yang lebih kecil. Shell and tube exchanger
merupakan peralatan heat exchanger yang paling banyak digunakan pada industri
proses, dikarenakan jenis ini mampu menerima laju alir fluida umpan dalam jumlah
yang besar dan bersifat kontinyu.
Diagram Ammonia sebelum dan sesudah dari Ammonia Preheater

Ammonia Preheater EA-102

Dalam hal ini, fluida dingin berupa Ammonia dan fluida yang memanaskan adalah
Steam Condensate. Ammonia yang berasal dari Ammonia Resevoir FA – 104
dipanaskan pada Ammonia Preheater No.1 (EA - 102) dan No.2 (EA - 103) yang
kemudian akan masuk ke Reaktor (DC – 101)

1.1.1 Kinerja dari Ammonia Preheater No.1 (EA-102)

Kinerja dari Ammonia Preheater No.1 (EA-102) perlu dikontrol agar kelangsungan
proses dapat berjalan dengan baik. Untuk mengetahui kelayakan operasi kinerja dari
alat ini harus selalu dievaluasi.
Pengukuran pada alat Heat Exchanger dapat dilakukan terhadap :
1. Fouling Factor
Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya
kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam heat exchanger, yang
melapisi bagian dalam dan luar tube.
Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas
menyeluruh untuk kondisi bersih dan kotor pada alat penukar panas yang
digunakan

Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :


1. Pengotor berat hard deposit, yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi
atau coke keras.
2. Pengotor berpori porous deposit, yaitu kerak lunak yang berasal dari
dekomposisi kerak.

2. Pressure Drop
Pada setiap aliran dalam heat exchanger akan terjadi penurunan tekanan karena
adanya gaya gesekan yang terjadi antara fluida dan dinding pipa.
Hal ini dapat terjadi pada sambungan pipa, fitting, atau pada heat exchanger itu
sendiri. Penurunan tekanan dapat mengakibatkan kehilangan energi sehingga
perubahan suhu tidak konstan.

Untuk menghitung nilai fouling factor dan pressure drop pada alat Ammonia
Preheater No.1 (EA-102) dilakukan dengan beberapa tahap penyelesaian.
1. Data Pengamatan
Pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk perhitungan dilakukan
dengan meninjau kondisi operasi Ammonia Preheater No.1 EA-102 yang
ada di Synthesis Section di ruang control PT. Pupuk Sriwidjaja
2. Metode Perhitungan
Dalam mengerjakan perhitungan fouling factor (Rd) dan pressure drop
menggunakan Metode Kern

1.1.2 Langkah-Langkah Dalam Metode Kern


a. Perhitungan Neraca Massa (Heat Balance)
Heat Balance adalah panas yang dapat diserap atau dilepas, besarnya jumlah
panas yang dilepas sama dengan jumlah panas yang diterima, jadi
diasumsikan tidak ada panas yang hilang.
b. Perhitungan Log Mean Temperatur Diffrerent, LMTD
Untuk alat penukar panas aliran counter flow, beda temperatur rata-rata
dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik.
c. Perhitungan Temperatur Rata-Rata (Tav dan tav)
Temperatur kalorik diartikan sebagai temperatur rata-rata fluida yang terlibat
dalam pertukaran panas, baik melalui shell maupun tube.
d. Perhitungan luas area (flow area)
Flow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran
e. Perhitungan Kecepatan Massa (Mass Velocity)
Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area
f. Perhitungan Reynold Number
Reynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa.
g. Perhitungan Heat Transfer Factor (jH)
h. Menentukan Thermal Function
i. Menentukan nilai Outside Film Coefficient (ho) dan Inside Film Coefficient
(hi)
j. Perhitungan Clean Overall Coefficient, Uc
Uc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi fouling/kerak
k. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, Ud
Ud merupakan dirty overall heat transfer coefficient jika terjadi
fouling/kerak.
l. Perhitungan Dirt Factor, Rd
m. Perhitungan pressure drop

1.2 Kondisi Operasi

Kondisi operasi adalah satu set kondisi untuk mengoperasikan suatu sistem
ataupun proses. Kondisi Heat Exchanger pada sistem di suatu plant dapat diamati
melalui ruang control, adapun kondisi operasi yang dapat diamati yaitu :
a. Temperatur masuk fluida panas (T1) dan fluida dingin (t1)
b. Temperatur keluar fluida panas (T2) dan fluida dingin (t2)
c. Laju alir fluida panas (W) dan fluida dingin (w)

Berikut merupakan Kondisi operasi Ammonia Preheater No.1 EA-102 yang ada di
Synthesis Section di ruang control PT. Pupuk Sriwidjaja yang diambil pada tanggal
10 Agustus 2019 – 14 Agustus 2019
Tabel 1 (Data Aktual) kondisi operasi shell side Ammonia Preheater No. 1 (EA-102)
pada tanggal 10 Agustus 2019 – 14 Agustus 2019

Shell (Steam Condensate)


Tanggal Flowrate T in T out
(kg/hr) (⁰C) (⁰C)
10 Agustus 2019 47.626,2629 126,90 54,47
11 Agustus 2019 48.325,6324 127,03 55,30
12 Agustus 2019 46.840,4573 126,90 55,74
13 Agustus 2019 47.394,6024 127,16 54,48
14 Agustus 2019 46.470,0005 127,03 54,55
Sumber : Control Panel Urea Plant P-IIB, 2019

Tabel 2 (Data Aktual) kondisi operasi tube side Ammonia Preheater No. 1 (EA-102)
pada tanggal 10 Agustus 2019 – 14 Agustus 2019

Tube (Liquid Ammonia)


Tanggal Flowrate t in t out
(kg/hr) (°C) (°C)
10 Agustus 2019 61.558 29,42 80,77
11 Agustus 2019 62.728 29,11 79,59
12 Agustus 2019 62.027 29,29 80,29
13 Agustus 2019 61.285 29,18 80,98
14 Agustus 2019 62.551 28,96 78,83
Sumber : Control Panel Urea Plant P-IIB, 2019

Kondisi operasi dapat diubah untuk lebih mengoptimalkan kerja heat exchanger.
Kinerja heat exchanger pada kondisi operasi dikatakan optimal jika koefisien
perpindahan panas keseluruhan pada kondisi operasi (UA) memiliki nilai yang
maksimal sehingga didapatkan nilai minimal pada fouling resistance. Jika fouling
resistance bernilai minimal maka dapat dikatakan fouling pada heat exchanger
tersebut sedikit yang juga berpengaruh pada pressure drop sistem.
Prinsip kerja dari optimasi ini yaitu mengendalikan flow rate pada sisi shell dan
tube dengan temperatur masukan pada sisi shell dan tube yang tetap dengan sebelum
dioptimasi sehingga didapatkan temperatur keluaran sisi shell dan tube yang berbeda.
Adapun langkah langkah untuk mengoptimasi kondisi operasi pada heat exchanger
berhubungan dengan fouling resistance adalah sebagai berikut :

1. Pengambilan data
Data yang diambil merupakan data desain dan data operasi pada heat exchanger.
Adapun data desain data operasi yang diperlukan, sebagai berikut :
a. Process Flow Diagram (PFD), Piping &Instrumentation Diagram
(P&ID), data desain serta data drawing dari heat exchanger
b. Data operasi dari heat exchanger, yang meliputi :
• Temperatur inlet dan outlet pada sisi shell
• Temperatur inlet dan outlet pada sisi tube
• Volume flow rate pada sisi shell dan tube
c. Data propertis fluida pada sisi shell dan tube dari heat exchanger, yang
meliputi :
• Massa jenis fluida pada sisi shell dan tube
• Heat capacity fluida pada sisi shell dan tube
• Viskositas fluida pada sisi shell dan tube
• Koefisien konduktifitas panas pada sisi shell dan tube
2. Rekonsiliasi Data
Umumnya data operasi sutau plant yang ter-record pada DCS tidak sesuai
dengan kondisi sebenarnya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya error, baik
pada saat pengukuran, pengolahan dan transmisi sinyal pengukuran sehingga
perhitungan perpindahan energi panas tidak sama / balance. Maka sebelum data
operasional tersebut diolah, sebaiknya dilakukan rekonsiliasi data. Rekonsiliasi
data merupakan salah satu metode untuk meminimalkan deviasi antara hasil
pengukuran dengan hasil yang sebenarnya.
3. Pemodelan Heat Exchanger
Setelah mendapatkan data-data yang dibutuhkan, maka dilakukan permodelan
heat exchanger. Pemodelan heat exchanger bertujuan agar perhitungan kinerja
heat exchanger pada saat kondisi operasi mendekati kinerja heat exchanger pada
kondisi yang sesungguhnya (representasi sistem). Dengan asumsi heat exchanger
dalam keadaan steady state dan panas yang diserap oleh dinding pipa diabaikan
maka pemodelan heat exchanger Dapat digunakan persamaan matematis yang
meliputi, kesetimbangan energi pada sisi shell dan tube.
4. Perhitungan Koefisien Perpindahan Panas Sisi Shell dan Tube
Setelah mendapatkan pemodelan heat exchanger yang sesuai, maka
dilanjutkan dengan perhitungan kinerja heat exchanger tersebut. Perhitungan
kinerja heat exchanger pada kondisi operasi melibatkan perhitungan koefisien
perpindahan panas pada sisi shell dan tube.
5. Penentuan Fungsi Objektif
Fungsi objektif merupakan nilai yang harus dimaksimalkan ataupun
diminimalkan. Karena tujuan utama adalah untuk meminimalkan fouling pada
heat exchanger maka Fouling pada heat exchanger dapat dimodelkan dengan
menggunakan persamaan fouling resistance.
6. Optimasi Menggunakan Evolution Strategis

Setelah fungsi objektif didapatkan, maka langkah selanjutnya adalah optimasi


kondisi operasi sehingga fouling pada heat exchanger dapat berkurang / minimal
dengan menggunakan metode evolution srategis. Berikut merupakan diagram alir
dari optimasi dengan menggunakan evolution strat

Anda mungkin juga menyukai