Anda di halaman 1dari 4

A.

Konsep Batas Landasan Kontinental Indonesia Berdasarkan Konvesi UNCLOS 1982

The Mainland Rack is a region at the bottom of the ocean that has limited legal power as its rule.
Regarding the board and use, an administrative concept should exist that is governed by the
arrangements of the Law of the Ocean. To understand this discussion even more significantly, knowing
the spatial level of the Central area Rack is imperative.

B. Implementasi Indonesia dalam Penetapan Landasan batas Kontinental

Melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, Indonesia telah mendukung dan Mengratifikasi
Undang-Undang UNCLOS atau konvesi hukum Laut Tahun 1982. Sejalan dengan itu, Indonesia bertekad
untuk tetap menaati Undang-Undang UNCLOS Tahun 1982. Pokok dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1973 yang menghubungkan dengan Landasa batas kontinental masih menjadi hal yang dinamis di
Indonesia. Ketentuan penting dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 secara umum sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan Hukum Maritim Internasional karena materi muatan Landas Kontinen
Indonesia mengacu pada Konvensi Jenewa 1958. Aturan ini memiliki 12 pasal dan 7 bidang, yang
masing-masing bagian mengatur tindakan umum, pemeriksaan dan penyesatan, yuridiksi pada suatu
negara, instalasi, wilayah negara bagian, keamanan terhadap kepentingan berbagai negara, serta pidana
pada yang melanggar hukum.

C. Kesepakatan dan Perjanjian Batas Landasan Kontinental dengan beberapa Negara Tetangga

Untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak kedaulatan Negara Republik Indonesia dan kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam di landas kontinen, perlu dilakukan penetapan batas landas kontinen
dengan negara tetangga. Berdasarkan persetujuan mengenai batas daratan antara Indonesia dan
negara-negara sekitarnya: Perjanjian dan Kesepakatan antara RI-Malaysia di Batas Landasan Kontinental
di Perairan Malaka dan Laut Cina Selatan;

1. Perjanjian pada garis batas RI-Thailand Tahun 1971 Landas Kontinen di Selat Malaka Bagian Utara dan
Laut Andaman.

2. Perjanjian RI-Malaysia-Thailand Tahun 1973 tentang Garis Batas Landasan Kontinental di Jalur selat
Malaka bagian utara.

3. Perjanjian RI-Australia Tahun 1971 dalam menetapkan atas Dasar Laut tertentu, yakni laut Arafuru
dan Irian Jaya Utara-Papua Nugini.

4. Perjanjian pada Garis Batas Selatan Pulau Tanimbar dan Pulau Timor ditetapkan pada tahun 1973
berdasarkan perjanjian antara Australia dan Rhode Island.
5. Perjanjian RI-India tentang Garis Batas Landasan Kontinental di Laut Andaman, termasuk Pulau
Sumatera dan Pulau Nikobar Besar, yang ditandatangani pada tahun 1974 dan 1977.

6. Perjanjian RI-Vietnam Tahun 2003 Garis Batas landasan kontinental di Perairan Natuna.

Undang-undang No. 1 Tahun 1973 yang berdasarkan pada Konvensi Jenewa 1958 mengatur pengaturan
yang terhubung sehubungan dengan batas daratan antara India dan Thailand dan India.

Indonesia juga membuat rencana kesepakatan landasan Kontinental dengan Malaysia pada tahun 1969
dan Vietnam pada tahun 2003 melalui kesepakatan yang secara terpisah. Karena pertimbangan
kerangka hukum yang berbeda, permasalahan ini mengakibatkan adanya keterbukaan yang seluas-
luasnya antara landasan Kontinental Indonesia dan Vietnam. Selain itu, perairan natuna menggunakan
model dari Konvensi Jenewa tahun 1958 daripada menggunakan UNCLOS tahun 1982.

Pada tanggal 11 April 2019, Indonesia secara resmi memperkenalkan jaminan kemudahan lepas landas
pengembangan wilayah pusat melewati 200 mil di perairan utara Pulau Papua, khususnya di lokasi
Kenaikan Eauripik, kepada Komisi United Nations Commission on the Limit of the Continental Shelf.
Upaya ini diarahkan pada usulan jangkauan terjauh dari batas Landasan Kontinental Kawasan Tengah di
Indonesia yang berjarak lebih dari 200 mil laut.

Kapal penelitian BPPT Baruna Jaya I diluncurkan pada 12 Juni 2019 di Jakarta, oleh Badan Pengkajian dan
Eksekusi Pengembangan Badan (BPPT), Balai Pemajuan Garis Kelautan, dan Kantor Informasi Geospasial
(Besar) untuk mulai menata Ekspansi Indonesia batas Kontinental tengah. Informasi dalam ikhtisar
tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendukung usulan PBB untuk memperluas perairan daratan
wilayah Landas di utara Papua.

Pemerintah akan melakukan pembicaraan dengan Mikronesia, Palau, dan Papua Nugini menyusul
kemudahan tersebut. Hal ini karena salah satu daerah yang nyaman adalah Indonesia. Hal ini mencakup
area transmisi landasan Kontinental wilayah fokus mereka. Di beberapa wilayah kawasan penginapan,
Indonesia juga terhubung dengan batas landasan kontinental terluar, yaitu 200 mil daratan dari negara-
negara yang disebutkan. Jika perundingan berhasil, maka luas wilayah perairan yang berada di bawah
yurisdiksi RI akan bertambah 196.568,9 km2 atau setara dengan luas wilayah Inggris.

D. Peraturan-peraturan di Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 Tentang Landas Kontinen


Indonesia yang Perlu Diperbarui lagi lebih Relevan dengan Konvensi Hukum Laut 1982

Konvensi Jenewa tahun 1958 telah diubah dengan Konvensi Hukum Laut tahun 1982 yang memuat
ketentuan mengenai landasan pacu benua sebagai berikut:

1) Pengertian
2) Batasan landasan kontinental antar negara yang pantai-pantai tersebut saling bersejajaran atau
berdekatan satu sama lain negara yang berbeda

(3) Status sah perairan di atas perairan udara pada batas landasan kontinental membentuk kebebasan
dan kesempatan dari berbagai negara

(4) Asimilasi

(5) Hubungan kabel dan pipa jalur bawah laut.

(6) struktur, instalasi, dan pulau buatan di landas kontinen UNCLOS 1982 yang memuat eberapa
pengaturan yang sebelumnya tidak ada dikendalikan pada Konvensi Jenewa 1958 tentang Batas
Landasan Kontinental yakni khususnya daratan:

(1) Adanya penggalian terowongan

(2) pembayaran dan kontribusi terkait dengan eksploitasi sumber daya alam di landas kontinen di luar
dari kawasan 200 mil lautan.15 Karena terdapat perbedaan yang signifikan antara kebijakan Landas
Kontinen Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut tahun 1982, kebijakan ini harus diperbarui dan
bahkan dimodifikasi agar sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut tahun 1982.

E. Pengamatan Terhadap Implementasi dan Penetapan Batas Landasan Kontinental Indonesia secara
Komprehensif

Indonesia telah menyelesaikan kenyamanan batas landasan kontinental dalam jarak 200 mil laut,
mengingatkan kembali perairan Sumatera dan Papua bagian utara di sebelah barat. Peraturan
perundang-undangan yang menyertainya memuat fokus arahan yang telah disahkan oleh Commission
on the Limits of the Continental Shelf (CLCS). Dalam hal ini, Indonesia harus mengesahkan aturan publik
yang memuat batasan wilayah daratan melewati 200 mil lautan di wilayah perairan. Pesisir pedesaan
harus memiliki pemandu dan garis-garis yang diatur secara geologis di bagian terjauh dari daratannya,
sebagaimana diatur dalam pasal 84 UNCLOS 1982.

Namun demikian, Perundang-undangan umum belum dapat disahkan dengan tetap mempertahankan
dukungan terhadap aturan umum mengenai batas wilayah tengah di perairan Papua Utara dan barat
laut Sumatera. Sejak Indonesia benar-benar menerapkan Peraturan Perundang-undangan Nomor 1
Tahun 1973 Batas Landasan Kontinental Indonesia. Berdasarkan penerapan Konvensi Jenewa Tahun
1958, Penyusunan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 1973 masih berlaku aturannya, artinya aturan-
aturan dalam Peraturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1973 belum tentu mengikuti arahan dari
Undang-Undang Kelautan Keseluruhan. Pada tahun 1985 Indonesia mendukung UNCLOS 1982 dengan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985. Melalui Pemerintah Indonesia bertekad untuk tetap mengikuti
rencana penjaminan Undang-undang Laut Tahun 1982 sebagai sumber pandangan dalam peraturan
kelautan yang sebenarnya. Segala peraturan perundang-undangan di Indonesia yang berkaitan dengan
hal-hal yang tercakup dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982 harus mengacu pada hukum
internasional, termasuk peraturan perundang-undangan nasional, guna mengatur atau menata kembali
penetapan daratan di benua tersebut sesuai dengan ketentuan konvensi. Oleh karena itu, masuk akal
jika rencana tersebut, yang saat ini tidak tepat untuk diubah—bahkan, keadaannya pun sesuai dengan
UNCLOS tahun 1982.

Adanya ratifikasi Konvensi UNCLOS Tahun 1982 telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 1985, dan Indonesia ikut serta dalam Konvensi tersebut. Akibatnya adanya penggantian pada
peraturan perundang-undangan tentang Landasan Kontinental yang harus dilakukan dengan segera
karena sebagai konsekuensi dari meratifikasi UNCLOS.

Anda mungkin juga menyukai