Anda di halaman 1dari 120

TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT

TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI


KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA DEVELOPER DAN KONSUMEN
TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar

Magister Kenotariatan (M.Kn)

Oleh :

Ahmad Mudasir
NIM 21302000108
Program Studi : Magister Kenotariatan

PROGRAM MAGISTER (S2) KENOTARIATAN (M.Kn)


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)
SEMARANG
2022
TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT
TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI
KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA DEVELOPER DAN KONSUMEN
TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG

TESIS

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Magister Kenotariatan (M.Kn)

Oleh :

Ahmad Mudasir
NIM 21302000108
Program Studi : Magister Kenotariatan

PROGRAM MAGISTER (S2) KENOTARIATAN (M.Kn)


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2022

ii
TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT
TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI
KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA DEVELOPER DAN KONSUMEN
TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG

Oleh :

Ahmad Mudasir
NIM 21302000108
Program Studi : Magister (S2) Kenotariatan (M.Kn)

Disetujui oleh:
Pembimbing
Tanggal, 26 Sya‟ban 1443 H
29 Maret 2022

Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H.


NIDN: 0607077601

Mengetahui,
Ketua Program Magister (S2) Kenotariatan (M.Kn)

Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H.


NIDN: 0620046701

iii
TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT
TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI
KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA DEVELOPER DAN KONSUMEN
TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG

Oleh :

Ahmad Mudasir
NIM 21302000108
Program Studi : Magister (S2) Kenotariatan (M.Kn)
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji
Pada Tanggal 1 September 2022
Dan Dinyatakan LULUS
Tim Penguji
Ketua,

Dr. Achmad Arifullah, S.H., M.H.


NIDN. 0121117801
Anggota

Dr. Bambang Tri Bawono, S.H., M.H


NIDN. 0607077601
Anggota

Dr. Muhammad Hafidh, S.H., M.Kn.


Mengetahui,
Ketua Program Magister (S2) Kenotariatan

Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H.


NIDN: 0620046701

iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Ahmad Mudasir
NIM : 21302000108
Program Studi : Magister (S2) Kenotariatan (M.Kn)
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan tesis ini berjudul
“TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT
TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI
KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA DEVELOPER DAN KONSUMEN
TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG” adalah hasil penelitian/karya
sendiri atau pada bagian-bagian yang telah dirujuk sumbernya.

Semarang, 1 September 2022


Yang membuat pernyataan

Ahmad Mudasir

v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

Yang bertandatangan di bawah ini :


Nama : Ahmad Mudasir
NIM : 21302000108
Program Studi : Magister (S2) Kenotariatan (M.Kn)
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa tugas akhir / Tesis dengan judul:
“TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT
TERJADINYA WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI
KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA DEVELOPER DAN KONSUMEN
TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG” dan menyetujuinya menjadi
hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta memberikan Hak Bebas Royalti
Non-ekslusif untuk disimpan, dialihmediakan, dikelola dalam pangkalan data,
dan dipublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.
Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari
terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka
segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi
tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.

Semarang, 1 September 2022


Yang Manyatakan,

Ahmad Mudasir

vi
ABSTRAK

Dalam melakukan penjualan perumahan Tlogomulyo Residence ada


beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh developer terhadap konsumen yaitu
Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau biasa disebut dengan PPJB. Perjanjian
pendahuluan jual beli tersebut merupakan kesepakatan melakukan jual beli rumah
yang masih dalam proses pembangunan antara calon pembeli rumah dengan
penyedia rumah yang diketahui oleh pejabat yang berwenang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis peran Notaris dalam pembuatan
akta perjanjian pengikatan jual beli dalam konsepsi kepastian hukum, untuk
mengetahui dan menganilisis pelaksanaan tanggungjawab developer atas
dilalukanya wanprestasi kepada konsumen terhadap objek perjanjian dalam
perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang disepakati antara developer dengan
konsumen, untuk mengetahui dan menganilisi Perlindungan hukum bagi
konsumen atas PPJB yang telah disepakati bersama Developer dengan konsumen
Perumahan Tlogomulyo Residence Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah
penelitian hukum yuridis sosiologis, Spesifikasi penelitian ini menggunakan
deskriptif analisis, Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer yang meliputi UUD 1945; Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata; UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Pemukiman; UU No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 30
tahun
2004 tentang Jabatan Notaris; UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, serta data sekunder berisi buku-buku dan dokumen pendukung
lainnya. Pengumpulan data penelitian dengan teknik wawancara dan studi
dokumen atau bahan pustaka. Metode analisa data yang digunakan dalam
menganalisis data adalah analisis kualitatif model interaktif sebagaimana yang
diajukan oleh miles dan Huberman
Hasil penelitian dalam tesis ini menunjukan bahwa: Pertama, Peran
notaris terkait PPJB menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku,
notaris memuat akta autentik bersumber dari ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN,
yaitu akta tersebut dibuat harus sudah sesuai dengan prosedur atau peraturan yang
berlaku agar tidak merugikan pihak developer dan konsumen. Kedua,
pertanggungjawaban developer harus dilaksanakan karena telah melanggar Pasal
1338 Ayat (1) KUH Perdata. Ketiga, Perlindungan hukum terhadap konsumen di
atur dalam Pasal 1 ayat (1) No 8 Tahun 1999 Tentang Undang-undang
Perlindungan Konsumen.

Kata Kunci : Perjanjian Pengikatan Jual Beli, Pertanggungjawaban,


Perlindungan Konsumen

vii
ABSTRACT

In selling the Tlogomulyo Residence housing there are several procedures


that must be carried out by the developer to the consumer, namely the Sale and
Purchase Binding Agreement or commonly referred to as PPJB. The preliminary
sale and purchase agreement is an agreement to buy and sell a house that is still
in the process of being built between a prospective home buyer and a home
provider known by the authorized official. This study aims to identify and analyze
the role of the Notary in making the deed of sale and purchase binding agreement
in the conception of legal certainty, to find out and analyze the implementation of
the developer's responsibility for defaulting on the consumer against the object of
the agreement in the sale and purchase binding agreement (PPJB) agreed
between the developer and the consumer. to find out and analyze the legal
protection for consumers on PPJB which has been agreed with the developer and
consumers of Tlogomulyo Residence Housing, Pedurungan District, Semarang
City.
The research approach method used in this thesis is sociological juridical
law research. This research specification uses descriptive analysis. The type of
data used in this research is primary data which includes the 1945 Constitution;
the Criminal Code; Code of Civil law; UU no. 1 of 2011 concerning Housing and
Settlement Areas; UU no. 2 of 2014 concerning Amendments to the 30-year Law
2004 concerning the Position of Notary; UU no. 8 of 1999 concerning Consumer
Protection, as well as secondary data containing books and other supporting
documents. Collecting research data with interview techniques and study of
documents or library materials. The data analysis method used in analyzing the
data is a qualitative analysis of the interactive model as proposed by Miles and
Huberman
The results of the research in this thesis show that: First, the role of the
notary related to PPJB according to the applicable laws and regulations, the
notary contains an authentic deed sourced from the provisions of Article 15
paragraph (1) UUJN, i.e. the deed must be made in accordance with applicable
procedures or regulations. so as not to harm the developers and consumers.
Second, the developer's responsibility must be carried out because he has
violated Article 1338 Paragraph (1) of the Civil Code. Third, legal protection for
consumers is regulated in Article 1 paragraph (1) No. 8 of 1999 concerning the
Consumer Protection Act.

Keywords : Sale and Purchase Binding Agreement, Liability, Consumer


Protection

viii
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Atas segala


limpahan rahmat dan karunia-Nya, kemudahan yang telah diberikan, doa-doa
yang terkabulkan, dan kasih sayang-Nya yang tiada pernah berhenti, sehingga
tesis yang berjudul : “TANGGUNG JAWAB PENGEMBANG
PERUMAHAN AKIBAT TERJADINYA WANPRESTASI PADA
PERJANJIAN JUAL BELI KEPEMILIKAN RUMAH ANTARA
DEVELOPER DAN KONSUMEN TLOGOMULYO RESIDENCE
SEMARANG” dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Maksud dan tujuan dari
penulisan tesis ini adalah untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat
guna menyelesaikan Program Magister Kenotariatan pada Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Penulis menyadari bahwa
penyusunan tesis ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dari berbagai pihak,
oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Gunarto., S.H., S.E., Akt., M.Hum selaku Rektor
Universitas Islam Sultan Agung Semarang;
2. Bapak Dr. Bambang Tri Bawono, SH., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung Semarang, dan Dosen Pebimbing Tesis saya
yang berkenan membimbing saya hingga tesis saya dapat selesai dengan baik;
3. Bapak Dr. H. Jawade Hafidz, S.H., M.H, selaku Ketua Program Magister
Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang;
4. Tim Penguji, yang berkenan memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam penyusunan tesis ini;
5. Bapak/Ibu Dosen Pengajar Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung Semarang, atas bantuan dan pemberian ilmu
yang berguna selama mengikuti proses perkuliahan atas bimbingan, kritik dan
saran yang diberikan selama ini;
6. Staf Pengajar dan Karyawan serta petugas perpustakaan Magister Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang, atas
segala bantuannya selama ini;

ix
7. Rekan-rekan mahasiswa Magister Kenotariatan Unissula angkatan tahun
2021, yang telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materiil,
8. Seluruh pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Tak ada gading yang tak retak, demikian pula halnya dengan tesis ini,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga Allah SWT. membalas budi baik dan amalannya yang telah
diberikan kepada penulis. Penulis berharap penelitian ini berguna bagi Civitas
Akademika Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang pada
khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Semarang, 1 September 2022


Yang Manyatakan,

Ahmad Mudasir

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.……………...…………....………………………………...i

HALAMAN PERSETUJUAN.………………………………………………….iii

HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iv

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS……………………………………………v

PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH……………..vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……...…...vii

ABSTRAK……………………………………………………………………..viii

ABSTRAC………………………………………………………………………...ix

KATA PENGANTAR…………………………………………………………....x

DAFTAR ISI …………….………………………………………………… …...xii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………...1

A. Latar Belakang………...…………….…………………………………....1

B. Rumusan Masalah ....…………………………………………..................9

C. Tujuan Penelitian …………………………………...……………............9

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………...…10

E. Kerangka Konseptual …………………………………………………...10

F. Kerangka Teori ………………………………………………………….14

G. Metode Penelitian ……………………………………………………….20

H. Sistematika Penulisan.…………………………………………………...25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………...…28

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris.……...………………………………..28

xi
B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli

(PPJB)………34

C. Tinjauan Umum Tentang Peran Notaris dalam Pembuatan Akta PPJB

Berdasarkan UU Yang Berlaku………………………………………….40

D. Tinjauan Tentang Akta Pengikatan Jual Beli Memberikan Kepastian

Hukum…………………………………………………………………...49

E. Perlindungan Hukum Konsumen Developer

Perumahan………………..55

F. Perjanjian Menurut Perpesktif Hukum Islam……………………………59

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………………..70

A. Peran Notaris Dalam pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Dalam Konsepsi

Hukum…………………………………………………70

B. Pertanggungjawaban Developer Atas Terjadinya Wanprestasi Pada

Perjanjian Jual Beli Kepemilikan Rumah Terhadap Konsumen

Tlogomulyo Residence

Semarang……………………………………………………..76

C. Perlindungan Hukum Babi Konsumen Terhadap Perjanjian Jual Beli

Yang Telah Disepakati Bersama Dengan Developer Perumahan

Tlogomulyo Residence

Semarang……………………………………………………..86

D. Contoh Akta Perjanjian Pengikatan Jual

Beli…………………………....90

BAB IV PENUTUP……………………………………………………………105

xii
A. Kesimpulan…………………………………………………………….105

B. Saran…………………………………………………………………...106

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….108

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Pemenuhan kebutuhan akan Perumahan merupakan hak individu yang

sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing individu sehingga

masyarakat sangat tertarik untuk memiliki rumah siap huni. Sebagian orang

beranggapan belum lengkap kehidupan seseorang apabila belum memiliki

rumah sendiri. Namun demikian pemenuhan kebutuhan itu tidak sekedar

syarat formal untuk berlindung. Setiap individu selalu berkeinginan agar

rumah yang dihuninya memenuhi standar kesehatan, standar konstruksi,

tersedianya fasilitas umum, fasilitas sosial dan prasarana lingkungan yang

memadai.

Pemukiman dan perumahan merupakan “kebutuhan utama atau primer

yang harus dipenuhi oleh manusia”. Perumahan dan pemukiman tidak hanya

dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi lebih jauh yaitu “proses

bermukim manusia dalam rangka menciptakan suatu tatanan hidup untuk

masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri”. Namun demikian

belum semua anggota masyarakat dapat menikmati dan memiliki rumah yang

layak, sehat, aman dan serasi. Oleh karena itu, upaya pembangunan

perumahan dan pemukiman terus ditingkatkan untuk menyediakan jumlah

perumahan yang makin banyak dengan harga terjangkau.1

kapasitas setiap individu terkendala oleh terbatasnya untuk memperoleh

rumah yang sesuai dengan keinginan dan harapan mereka, oleh karenanya

1
Andi Hamzah,2006, Dasar- Dasar Hukum Perjanjian, Rineka Cipta, Jakarta, h. 27.

1
ketika berbicara masalah perumahan maka tanggung jawab terhadap

pemenuhan rumah yang layak bukan menjadi monopoli individu itu saja.

Pemerintah Memang telah ada Political Will untuk menyediakan

perumahan, terutama yang ditujukan kepada masyarakat berpenghasilan

rendah, melalui pembangunan perumahan oleh Perum Perumnas. Walaupaun

demikian, laju kebutuhan masyarakat akan perumahan jauh melebihi

kemampuan pemerintah. Oleh karena terdapatnya peluang ini, maka

perusahaan pembangunan perumahan (Developer) swasta tumbuh menjamur

dan melihat usaha Perumahan ini sebagai pasar potensial untuk meraih

keuntungan.

Perusahaan ini bertujuan mendapatkan keuntungan dengan sasaran

pembangunan perumahan untuk masyarakat disegala sektor, baik menengah

keatas maupun kalangan menengah ke bawah. Perusahaan Pengembang

Perumahan (Developer) ini sebagian tergabung dalam organisasi REI (Real

Estate Indonesia) yang merupakan satu-satunya organisai pengusaha yang

bergerak dalam bidang Perumahan dan yang lain adalah pengusaha

perumahan perorangan.

Kenyataan ini semakin mempertegas tingginya tingkat kebutuhan akan

Perumahan, khususnya di Kota Semarang dan sekitarnya, meskipun demikian

pemenuhan kebutuhan perumahan ini bukan tanpa kendala, konsumen yang

keberadaanya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi

menyebabkan pengembang melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi

produk barang atau jasa tersebut dengan cara –cara yang seefektif mungkin

agar dapat mencapai konsumen yang majemuk tersebut.

2
3

Pengembang perumahan mengupayakan semua cara pendekatan terhadap

konsumen, sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk

keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negative bahkan tidak

terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi

antara lain menyangkut kualitas atau mutu barang, informasi yang tidak jelas

bahkan menyesatkan, pemalsuan dan sebagainya.

Praktiknya ada beberapa kasus perumahan yang terjadi pada umumnya

memposisikan konsumen sebagai kelompok yang lemah dibandingkan

dengan pengembang (Developer). Merebaknya kasus perumahan pada

dasarnya diawali dengan ketidak sesuaian antara apa yang tercantum dalam

brosur/iklan dengan yang tersurat dalam perjanjian jual beli yang

ditandatangai oleh konsumen. Fakta-fakta yang ada semakin membuka mata

bahwa posisi konsumen berada pada bagian yang lemah serta perlindungan

hukum terhadapnya belum terjamin sebagaimana yang diharapkan. Realitas

ini semakin dipertegas oleh Shofie yang mengatakan bahwa “Pemasaran yang

dilakukan developer juga sangat tendensius, sehingga tidak jarang informasi

yang disampaikan itu ternyata menyesatkan (misleading information) atau

tidak benar, padahal konsumen sudah terlanjur menandatangani Perjanjian

Pengikatan Jual Beli (PPJB) dengan pengembang atau bahkan sudah akad

kredit dengan Bank pemberi kredit pemilikan Rumah (KPR).2

Permen PUPR No.11/2019 Pasal 10 angka (1), PPJB dilakukan setelah

selaku pembangunan memenuhi persyaratan kepastian atas Status

kepemilikan tanah. Hal yang diperjanjikan. Kepemilikan izin mendirikan

2
Yusuf Shofie, 2000, Perlindungan konsumen dan Instrumen-instrumen Hukumnya,
Citra aditya Bakti, Bandung, h. 74.
4

bangunan induk atau izin mendirikan bangunan. Ketersediaaan prasarana,

sarana, dan utilitas umum; dan Keterbangunan paling sedikit 20% (dua puluh

persen).3 Bunyi pasal di atas mengatur proses yang harus dilakukan oleh

developer dalam menyelenggaraan pembangunan perumahan, karena

merupakan tanggung jawab developer dalam penyelenggaraan perumahan.

Dalam hal ini pihak developer telah melakukan wanprestasi berupa

keterlambatan penyelesaian pembangunan rumah karena tidak sesuai dengan

jadwal yang dijanjikan, sehingga developer dapat dimintakan

pertanggungjawaban.4

Pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman (UU Perumahan dan Kawasan Permukiman)

dipertegas dengan prinsip perlindungan konsumen yang terdapat dalam Pasal

8 ayat (1) huruf (f) dan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang mulai mengenal dan menuju

dianutnya prinsip tanggung jawab multak (strict product liability).5

Dasar hukum konsumen untuk meminta pertanggungjawaban developer

diatur dalam Pasal 134 jo Pasal 151 UU Perumahan dan Kawasan

Permukiman yaitu denda maksimal Rp. 5.000.000.000,00,- (lima miliar

rupiah). Selain sanksi denda, developer tersebut juga dapat dijatuhi sanksi

administratif sebagaimana terdapat dalam Pasal 150 UU Perumahan.

3
Agnes Shofianti Wihaningsih dkk, 2021, “Pertanggungjawaban Hukum Developer
Properti Akibat Keterlambatan dalam Memenuhi Prestasi Ditinjau dari Permen PUPR No. 11
Tahun 2019 Tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah Dihubungkan dengan Pasal
1243 KUH Perdata”, Jurnal Hukum, No. 1,Vol.7, h. 433.
4
Ibid, h.80.
5
Ibid, h.77.
5

Sanksinya mulai dari peringatan tertulis, pencabutan izin usaha, hingga

penutupan lokasi.6

Konsumen dalam melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB),

hendaknya harus memperhatikan klausula yang terdapat dalam PPJB tersebut.

Perihal besaran uang muka atau Down Payment (DP), waktu pelunasan,

waktu serah terima, spesifikasi unit, serta tanggungjawab developer apabila

lalai melaksanakan kewajibannya. Biasanya, perkara yang muncul pada saat

setelah penandatangan PPJB adalah lalainya developer serta keinginan

konsumen untuk meminta kembali DP yang telah dibayarkan.7

PPJB yaitu kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu konsumen dan

pelaku usaha untuk melaksanakan pejanjian atau prestasi masing-masing

dikemudian harinya yakni pelaksanaan jual beli yang dilakukan dihadapan

Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) apabila bangunan telah layak huni dan

bersertifikat.8 PPJB umumnya dilakukan agar properti tidak dibeli oleh pihak

lain. Tujuan PPJB tersebut adalah sebagai pengikat sementara, biasanya

sambil menunggu pembuatan akta jual beli (AJB) resmi di hadapan

Notaris/PPAT.

Notaris/PPAT diberi wewenang oleh negara untuk membuat akta autentik

mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh

peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang

berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian

tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan

6
https://leosiregar.com/ Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-
Menepati-Janji/diakses tanggal 18 Juni 2021 Pukul 19.00 Wib.
7
Ibid, h.68
8
Yusuf Sofhie,2009, Perlindungan Konsumen Dan Instrumen-Instrumen Hukumnya,
Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 96.
6

kutipan akta semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga

ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain akta-akta yang dibuat oleh

Notaris/PPAT adalah akta yang autentik dimana mengikat para pihak yang

tercantum didalamnya untuk melindungi masing-masing pihak dari kejadian-

kejadian yang dapat merugikan salah satu pihak.

Herlien Budiono menggaris bawahi penggunaan suatu akta oleh sebagian

kalangan masyarakat ditujukan sebagai alat bukti yang dibuat oleh atau di

hadapan notaris. Untuk keperluan tersebut tidak jarang orang minta bantuan

pada notaris untuk membuat akta tersebut.9 Lebih lanjut, Herlien Budiono

mengungkapkan kewenangan notaris sebagai berikut:10

“Kewenangan notaris yang utama adalah membuat akta autentik


mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam
akta autentik, menjamin kepastian tanggap pembuatan akta,
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak juga
ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain
ditetapkan oleh Undang-Undangan (Pasal 15 ayat (1) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris (UUJN).”

Peranan Notaris dalam pembuatan akta jual beli berdasarkan PPJB

sangatlah penting, hal ini dikarenakan akta tersebut dapat menjamin

kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis

9
Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2014, hal. 1.
10
Ibid,h.56
7

yang bersifat autentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan, dan

peristiwa hukum yang dibuat.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman, mengatur pula bahwa perjanjian semacam ini dimungkinkan.

Dalam Pasal 42 ditentukan bahwa rumah tunggal, rumah deret, dan/atau

rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan

melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli. Asalkan sudah ada kepastian

atas:

1. Status pemilikan tanah;

2. Hal yang diperjanjikan;

3. Kepemilikan izin mendirikan bangunan induk;

4. Ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;

5. Keterbangunan perumahan paling sedikit 20% (dua puluh persen).

Ketentuan ini belum diberikan petunjuk terbaru melalui peraturan

menteri. Namun dalam prakteknya, pembeli seringkali merasa tidak aman

saat benda belum diserahkan sementara sebagian uang pembeli telah masuk

dalam rekening milik penjual. Apalagi jika kemudian ditengah proses

pelunasan, bisa saja terjadi penjual dinyatakan pailit oleh pengadilan.

Sehingga posisi pembeli cukup lemah dalam hal ini.11 Padahal sesungguhnya

kedua belah pihak, baik developer maupun konsumen mempunyai kedudukan

yang sama di mata hukum karena sudah adanya PPJB yang dapat

memberikan perlindungan bagi developer dan konsumen merupakan

penyerap hasil usaha kegiatan pengusaha tersebut. Dan dari segi hubungan

11
Fathia Azkia, Media Hukum, https://www.rumah.com/panduan-properti/apa-itu-ppjb-
ppjb-adalah-10828, yang diakses pada bulan November 2020. Pukul 11.
8

hukum, PPJB merupakan perjanjian yang dapat memberikan dan menciptakan

suatu kepraktisan serta penghematan waktu dalam menemukan kesepakatan

antara kedua belah pihak.

Praktinya dalam membuat suatu perjanjian jual beli tidak dapat terlepas

dari objek perjanjian, dalam hal ini yang akan dibahas secara mendalam yaitu

perjanjian pengikatan jual beli sebelum rumah selesai dibangun, dimana tak

jarang harga jual yang sudah disepakati ternyata tidak diikuti dengan

pelayanan yang baik kepada calon konsumen, misalnya kualitas bangunan,

pelayanan prajual maupun purnajual, developer terlambat menyelesaikan atau

menyerahkan bangunan, fasilitas tidak sesuai dengan yang diperjanjikan

dalam perjanjian dan sebagainya. Keadaan ini sering membuat konsumen

kecewa dan sering kali penyelesaian keluhan/complain konsumen itu tidak

wajar bagi konsumen, bahkan sangat mengecewakan disebabkan dasar untuk

menyelesaikan keluhan itu, yaitu PPJB diduga tidak memberikan

perlindungan hukum bagi konsumen.

Tanggungjawab hukum terjadi apabila salah satu pihak melakukan

kesalahan atau dapat dikatakan pihak tersebut melanggar ketentuan yang telah

disepakati pada awal perjanjian kredit dibuat, tidak melakukan hak dan

kewajibanya didalam hukum perdata dikatakan orang tersebut telah

melakukan kesalahan yang dapat dikategorikan wanprestasi atau perbuatan

melawan hukum dalam perjanjian/kesepakatan kredit, dan harus mengganti

kerugian yang ditimbulkannya.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dalam bentuk Tesis yang berkaitan dengan kasus perjanjian jual beli rumah
9

antara konsumen dengan develor dengan mengambil judul “TANGGUNG

JAWAB PENGEMBANG PERUMAHAN AKIBAT TERJADINYA

WANPRESTASI PADA PERJANJIAN JUAL BELI KEPEMILIKAN

RUMAH ANTARA DEVELOPER DENGAN KONSUMEN

TLOGOMULYO RESIDENCE SEMARANG”

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana peran notaris dalam pembuatan akta perjanjian pengikatan

jual beli dalam konsepsi kepastian hukum?

2. Bagaimana pertanggungjawaban developer atas terjadinya wanprestasi

pada perjanjian jual beli kepemilikan rumah terhadap konsumen

tlogomulyo residence Semarang ?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen terhadap perjanjian jual

beli yang telah disepakati bersama dengan developer perumahan

tlgomulyo residence Semarang?

C. Tujuan Penelitian.

Tujuan yang hendak dicapai dari Penelitian ini adalah memperoleh

jawaban atas Permasalahan yang telah diuraikan dalam rumusan masalah,

yaitu:

1. Untuk mengetahui peran Notaris dalam pembuatan akta perjanjian

pengikatan jual beli dalam konsepsi kepastian hukum.


10

2. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggungjawab developer

perumahan akibat terjadinya wanprestasi pada perjanjian jual beli

kepemilikan rumah terhadap konsumen Tlogomulyo residence Semarang.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum bagi konsumen

atas Perjanjian jual beli yang telah disepakati bersama dengan Developer

Perumahan tlgomulyo residence Semarang.

D. Manfaat Penelitian.

Hasil dari penelitian ini diharapkan akan memberikan beberapa manfaat

secara teoritis dan praktis, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat secara teoritis

a. Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu

hukum khususnya Bidang Kenotariatan.

b. Diharapkan dapat memberikan bahan referensi/tambahan pengetahuan

dalam penelitian selanjutnya yang terkait dengan tanggungjawab

developer perumahan yang wanprestasi.

c. Diharapkan menambah wawasan bagi masyarakat tentang tanggung

jawab developer perumahan akibat terjadinya wanprestasi dalam

perjanjian kepemilikan rumah.

2. Manfaat secara praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat digunakan untuk

merumuskan pengaturan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam

pelaksanaan dalam perjanjian jual beli kepemilikan rumah.

E. Kerangka Konseptual.
11

Pendekatan konseptual dilakukan manakala peneliti tidak beranjak tidak

pada aturan hukum yang ada. Konsep merupakan bagian terpenting dari pada

teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia

teori dan observasi, antara abstraksi dan realita.12 Hal itu dilakukan

dikarenakan memang belum atau tidak ada aturan hukum untuk masalah yang

dihadapi. Oleh sebab itu, seorang penelti harus membangun konsep untuk

dijadikan acuan dalam penelitannya. Konsep-konsep dasar lazimnya

diperoleh setelah dilakukannya penelusuran bahan-bahan hokum yang

dibutuhkan didalam penelitian yang berupa kajian pustaka menyangkut

permasalahan dan tujuan dari penelitian.

Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakektnya

merupakan suatu pegangan atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka

teoritis yang sering kali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi

operasional yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.13

Menghindari kesimpangsiuran dalam menafsirkan isilah-istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa definisi operasional

yang merupakan judul dari penelitian agar memudahkan pemahaman dalam

penyusunan tesis ini:

1. Tanggung Jawab

Pertanggungjawaban merupakan “suatu akibat atas konsekuensi

kebebasan seorang tentang perbuatannya yang berkaitan dengan etika atau

moral dalam melakukan suatu perbuatan”.14 Secara normatif tanggung

12
Masri Singarimbun Dkk, 1989, Metode Penelitian Survey, Lp3es, Jakarta, h. 34.
13
Soerjono Soekanto. 2002, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta, PT Raja Grafindo
Persada, h.177.
14
Soekidjo Notoatmojo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, h.13.
12

jawab pelaku usaha (developer) diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang –

Undang No 8 Tahun 1999.15

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pelaku

usaha (developer) bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi

kepada konsumen apabila konsumen menderita atau mengalami sesuatu

yang tidak menyenangkan akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa

yang dibeli dari pelaku usaha.

2. Developer

Developer/pengembang adalah “Perusahaan Pembangunan

Perumahan adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang

pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar di

atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan

pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana-prasarana lingkungan dan

fasilitas-fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya”.16

3. Perjanjian

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Perjanjian

didefenisikan sebagai : “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana

satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih”.17

Perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum yang diciptakan dengan

memenuhi persyaratan yang ditentukan hukum oleh persesuaian kehendak

yang menyatakan maksud bersama yang interdependen dari dua atau lebih

15
Pasal 19 ayat (1) Undang – Undang No 8 Tahun 1999.
16
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan
Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pasal 5 ayat (10).
17
R. Subekti, R. Tjitrosudibio,2011, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta,
Pradnya Paramita, H. 338.
13

pihak untuk menciptakan akibat hukum untuk kepentingan satu pihak,

keduabelah pihak, dan juga untuk pihak lain.18

4. Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) merupakan rangkaian proses

kesepakatan antara Setiap Orang dengan pelaku pembangunan dalam

kegiatan pemasaran yang dituangkan dalam perjanjian pendahuluan jual

beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebelum ditandatangani akta jual

beli.19

pengikatan jual beli dimuat hal-hal yang telah disepakati yang

merupakan hak dan kewajiban yang harus dipatuhi oleh Pengembang dan

Konsumen, apabila telah dipenuhi hal-hal yang termuat dalam perjanjian

jual beli maka Pengembang dan Konsumen dapat melakukan Jual Beli

dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

5. Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam perjanjian

kepemilikan rumah adalah adanya kepastian hukum terhadap obyek

tersebut yang dibelinya. Konsumen sebagai pembeli dalam hal ini tidak

mendapatkan hak dan kewajiban sebagai konsumen seperti apa yang telah

di perjanjikan. Perlindungan hukum bagi konsumen perumahan secara

lebih spesifik diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011

Tentang Rumah Susun pada Pasal 105 ayat (2). “Dalam hal penyelesaian

sengketa melalui musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pihak yang

dirugikan dapat menggugat melalui pengadilan yang berada di lingkungan


18
Ridwan Khairandy,2014, Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif Perbandingan
(Bagian Pertama), FH UII Press, Yogyakarta, h. 60.
19
R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Adiyta Bakti, h. 2.
14

pengadilan umum atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan yang

disepakati para pihak yang bersengketa melalui alternatif penyelesaian

sengketa”.

Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi seluruh

rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan

perlindungan hukum harkat dan martabat kemanusiaan yang bersumber

dari Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan prinsip

negara hukum yang berdasarkan Pancasila.20

F. Kerangka Teori.

1. Teori Kepastian Hukum

Penelitian ini, teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum.

Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori kepastian

hukum. Gustav Radbruch, dalam teori gabungan etis dan utility yang

konsep hukumnya ada tiga tujuan hukum, yaitu kemanfaatan, kepastian,

dan keadilan. Pelaksanaan ketiga tujuan hukum ini harus menggunakan

asas prioritas.21 Dengan adanya suatu kepastian hukum, maka tujuan dari

hukum yaitu keadilan akan dapat dicapai. Yang utama dari nilai kepastian

hukum adalah adanya peraturan itu sendiri. “Tentang apakah peraturan itu

harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat, adalah di luar

pengutamaan nilai kepastian hukum”.22 dipilihnya teori kepastian hukum

ini melihat apakah akta perjanjian jual beli yang objeknya diagunkan di

20
Dian Laras Sukma, Jawade Hafidz, dan Ngadino, 2021, The Role of Notary in Land
Liberation Relation to PLTU Development for Public Interest, Jurnal Akta, Vol. 8, No. 1, h. 18.
21
Sonny Pungus, Teori Tujuan Hukum, 2021, http://sonny-tobelo.com/2010/10/teori-
tujuanhukum-gustav-radbruch-dan.html, diakses pada tanggal 2 Desember 2021, Pukul 13.00
WIB.
22
Gustav Radbruch dan Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 9.
15

bank, yang merupakan suatu akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat

yang berwenang adalah sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna juga dapat terdegradasi kekuatan

pembuktiannya menjadi seperti akta dibawah tangan, atau bahkan

dinyatakan batal demi hukum. Degradasi kekuatan pembuktian akta

otentik menjadi kekuatan pembuktian dibawah tangan, dan cacat yuridis

akta otentik yang mengakibatkan akta otentik dapat dibatalkan atau batal

demi hukum, terjadi jika ada pelanggaran atau penyimpangan terhadap

syarat formil dan syarat materil sebagaimana diatur dalam ketentuan

perundang-undangan yang terkait. Dengan demikian dapat ditinjau

apakah akta perjanjian jual beli yang objeknya diagunkan di bank tersebut

memiliki suatu kekuatan hukum maupun kepastian hukum.

Gustav Radbruch juga menyebutkan bahwa terdapat empat hal yang

menjadi dasar makna kepastian hukum, diantaranya ialah:

1. Hukum positif yaitu undang-undang

2. Hukum didasarkan pada fakta-fakta atau hukum yang ditetapkan

3. Kenyataan fakta harus dirumuskan dengan jelas, sehingga

menghindari kekeliruan pemaknaan dan mudah untuk dilaksanakan

4. Hukum positif tidak boleh mudah diubah.23

Pendapat Gustav Radbruch tersebut didasarkan pada pandangannya

bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri.

Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus dari

perundang-undangan. Berdasarkan pendapatnya tersebut, maka menurut


23
Sonny Pungus,2021, Teori Tujuan Hukum, http://sonny-tobelo.com/2010/10/teori-
tujuanhukum-gustav-radbruch-dan.html, diakses pada tanggal 1 November 2021. Pukul 13.00
WIB.
16

Gustav Radbruch, hukum positif yang mengatur kepentingan-kepentingan

manusia dalam masyarakat harus selalu ditaati meskipun hukum positif

itu kurang adil. Kepastian hukum merupakan perihal (keadaan) yang

pasti, ketentuan atau ketetapan. Hukum secara hakiki harus pasti dan adil.

Pasti sebagai pedoman kelakukan dan adil karena pedoman kelakuan itu

harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat

adil dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya.

Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara

normatif, bukan sosiologi.24

Menurut Gustav Radbruch, ada tiga tujuan hukum, yaitu kemanfaatan,

kepastian, dan keadilan. Dalam melaksanakan ketiga tujuan hukum ini

harus menggunakan azas prioritas. Keadilan bisa saja lebih diutamakan

dan mengorbankan kemanfaatan bagi masyarakat luas. Gustav Radbruch

menuturkan bahwa adanya skala prioritas yang harus dijalankan, dimana

prioritas pertama selalu keadilan, kemudian kemanfaatan, dan terakhir

barulah kepastian hukum. Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana

konservasi kepentingan manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum

mempunyai sasaran yang hendak dicapai yang membagi hak dan

kewajiban antara setiap individu di dalam masyarakat. Hukum juga

memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum

serta memelihara kepastian hukum.25

24
Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
Laksbang Pressindo, Yogyakarta, h. 59.
25
Randy Ferdiansyah, Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch,
http://hukumindo.com/2011/11/artikel-politik-hukum-tujuan-hukum.html, diakses tanggal 1
November 2021. Pukul 10.00 WIB.
17

Uraian-uraian mengenai kepastian hukum diatas, maka kepastian

dapat mengandung beberapa arti yakni, adanya kejelasan, tidak

menimbulkan multitafsir, tidak menimbulkan kontradiktif, dan dapat

dilaksanakan. Hukum harus berlaku tegas di dalam masyarakat,

mengandung keterbukaan, sehingga siapapun dapat memahami makna

atas suatu ketentuan hukum.

2. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat,

serta pengakuan terhadap hak – hak asasi manusia yang dimiliki oleh

subyek hukum berdasakarkan ketentuan umum dari kesewenagan atau

sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi

suatu hal lainnya”.26

Teori Perlindungan Hukum yang berkembang atau yang sering

dipakai adalah Teori Perlindungan Hukum dari Philipus M Hadjon

dengan bukunya yang berjudul Pelindungan Hukum Bagi Rakyat.

Menurut saya belum ada Teori Perlindungan Hukum lain yang lebih

general atau berlaku umum. Maksudnya belum ada yang mengemukakan

pendapat tentang perlindungan hukum yang tidak menitikberatakan pada

hukum tertentu. Karena banyak yang mengemukakan tentang teori

perlindungan hukum tetapi menitikberatkan pada hukum tertentu, seperti

Hukum Perlindungan Konsumen, Perlindungan hukum terhadap saksi,

Perlindungan Anak, Perlindungan terhadap Hak atas Kekayaan

Intelektual, dan lain-lain. Semua teori tersebut selalu merujuk pada Teori

26
Philipus M. Hadjon, 1989, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya. H. 20.
18

Perlindungan Hukum milik Philipus M Hadjon Oleh karena teori-teori

Perlindungan Hukum yang ada menitikberatkan atau lebih

mengkhususkan pada hukum tertentu, maka belum ada juga pengertian

tentang perlindungan hukum yang general atau berlaku umum.

Merumuskan prinsip perlindungan hukum bagi rakyat Indonesia,

landasan berpijaknya adalah Pancasila sebagai dasar ideologi dan dasar

falsafah negara. Pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan

martabat manusia dikatakan bersumber pada Pancasila, karena pengakuan

dan perlindungan terhadapnya secara intrinsik melekat pada Pancasila.

Selain bersumber pada Pancasila prinsip perlindungan hukum juga

bersumber pada prinsip negara hukum. Menurut Philipus M Hadjon, yang

mengemukakan prinsip negara hukum Pancasila adalah sebagai berikut :

1. Adanya hubungan hukum antara pemerintah dengan rakyat

berdasarkan asas kerukunan.

2. Hubungan fungsional yang proposional antara kekuasaan-kekuasaan

Negara.

3. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan

merupakan sarana terakhir.

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.27

Jika dilihat dari sarananya perlindungan hukum dibagi menjadi dua,

sarana perlindungan hukum preventif dan sarana perlindungan hukum

represif, yaitu :

5. Sarana Perlindungan Hukum Preventif

27
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,
Surabaya h. 14.
19

Perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan

kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu

keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat

besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan

bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif

pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan

yang didasarkan pada diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus

mengenai perlindungan hukum preventif.

6. Sarana Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan

sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan

Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan

hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah

bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan

perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari

barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasanpembatasan

dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang

mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah

prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan

terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap


20

hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan

dengan tujuan dari negara hukum.28

Menurut Philipus M Hadjon dengan bukunya yang berjudul

Pelindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Penanganannya dan

Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Pembentukan

Peradilan Administrasi Negara, di Indonesia belum ada pengaturan secara

khusus mengenai sarana perlindungan hukum preventif. Philipus M

Hadjon dalam bukunya juga lebih menitikberatkan kepada sarana

perlindungan hukum yang represif, seperti penanganan perlindungan

hukum di lingkungan Peradilan Umum. Ini berarti bahwa perlindungan

hukum baru diberikan ketika masalah atau sengketa sudah terjadi,

sehingga perlindungan hukum yang diberikan oleh Peradilan Umum

bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Begitu juga dengan teori-teori

lain yang menyinggung tentang perlindungan hukum juga membahas

sarana perlindungan hukum yang bersifat represif.

G. Metode Penelitian.

Metode Pendekatan Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode pendekatan yuridis sosiologis. Adapun pendekatan yuridis sosiologis

dilakukan dengan penelitian lapangan yang ditujukan pada penerapan hukum.

Pendekatan yuridis sosiologis adalah pendekatan yang dilakukan dengan

melihat kenyataan yang ada dalam praktek di lapangan.29

28
Philipus M. Hadjon. Op.Cit. h. 30.
29
Agung Nugroho dan Sukarmi, 2020, Notaruy Autority in Installing Mortgage as Effort
to Settie Bad Credit (Second Way Out), Sultan Agung Notary Law Review, Vol. 2, No. 2, 2020. h.
93.
21

Penelitian yuridis sosiologis yang dengan dimaksudkan kata lain yang

merupakan jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebutkan dengan

penelitian secara lapangan, yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku

serta yang telah terjadi didalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut

dimaksudkan suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya

atau keadaan nyata yang telah terjadi di masyarakat dengan maksud dengan

mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan.30

1. Metode Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalan tesis ini adalah

metode penelitian yuridis sosiologis. Penelitian yuridis sosiologis adalah

menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum

secara empiris dengan jalan terjun langsung ke objeknya. 31 Penelitian

yuridis sosiologis adalah penelitian hukum menggunakan data sekunder

sebagai data awalnya, yang kemudian dilanjutkan dengan data primer

dilapangan atau terhadap masyarakat.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini menggunakan deskriptif analisis yaitu

penelitian yang disamping memberikan gambaran, menuliskan dan

melaporkan suatu objek atau suatu peristiwa juga akan mengambil

kesimpulan umum dari masalah yang dibahas.

30
Waluyo, Bambang, 2002, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h.
15.
31
Soerjono, Soekanto, 2005, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, h. 72.
22

3. Jenis Sumber Data

Jenis data dapat di bedakan berdasarkan klasifikasi tertentu

sebagaimana di bawah ini yaitu:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama atau data lapangan. Data primer didapat peneliti dengan

wawancara langsung terhadap subjek penelitian.

b. Data Sekunder, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, hasil-hasil penulisan yang berwujud laporan. Data

sekunder tediri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tersier. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan

hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer yaitu buku-buku, artikel dari Koran, majalah dan media

internet, makalah-makalah dari seminar, serta karya tulis para

pakar hukum, yang membahas tentang Perlindungan Terhadap

Pihak Ketiga dalam Perjanjian Kredit dengan Jaminan Hak

Tanggungan. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder. Berikut merupakan data sekunder dari penelitian ini:

1) Bahan Hukum Primer, yang terdiri dari peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan penelitian hukum yang

dilakukan, antara lain:

a) UUD 1945

b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

c) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.


23

d) Undang-Undang Dasar Pokok-Pokok Agraria.

e) UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Pemukiman.

f) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

g) UU No. 2 tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU 30 tahun

2004 tentang Jabatan Notaris.

h) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun

2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan

Permukiman.

i) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah.

2) Bahan Hukum Sekunder, yang terdiri dari:

a) Buku-buku teks, yang berkaitan dengan tema pelayanan

publik, pelayanan perizinan, pelayanan terpadu satu

pintu, standar pelayanan dan buku teks lain yang relevan

dengan penelitian yang dilakukan.

b) Jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian yang

dilakukan.

c) Pendapat para ahli dan narasumber yang relevan, dalam

hal ini merupakan pengumpulan informasi dan

keterangan dari pejabat atau petugas dinas teknis terkait.

3) Bahan Hukum Tersier


24

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang

memberikan informasi dan penjelasan terhadap badan hukum

primer dan sekunder, meliputi: Kamus Hukum, Kamus Bahasa

Inggris Hukum, Ensikopedia, dan lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data

a. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab dengan seseorang untuk

mendapatkan keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau

masalah. Wawancara sering di hubungkan dengan pekerjaan

jurnalistik untuk keperluan penulisan beria media massa. Namun

wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain keperluan, misalnya

untuk penelitian pembuatan skripsi, tesis atau desertasi.

Penelitian dalam melakukan wawancara dalam pembuatan tesis ini

menggunakan teknik wawancara adalah bebas terpimpin, dimana

pertanyaan yang diberikan tidak terpaku terhadap pedoman

wawancara dan dapat diperdalam maupun dikembangkan sesuai

dengan situasi dan kondisi di lapangan.

b. Studi Dokumen atau Bahan Pustaka

Studi dokumentasi adalah pengumpulan data yang ditujukan

kepada subjek penelitian. Dokumen yang diperlukan lebih kepada

pengumpulan dokumen pendukung data-data penelitian yang

dibutuhkan.
25

Bahan pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan tinjauan

pustaka ke perpustakaan dan pengumpulan buku-buku, bahan-bahan

tertulis serta referensi-referensi yang relevan dengan penelitian yang

sedang dilakukan. Studi kepustakaan menjadi bagian penting karena

dalam kegiatan penelitian dapat memberikan informasi tentang

Perjanjian kepemilikan rumah.

5. Metode Analisis Data

Metode analisa data yang digunakan dalam menganalisis data adalah

analisis kualitatif model interaktif sebagaimana yang diajukan oleh miles

dan Huberman.

Menurut Bogdan dan biklen analisis data kualitatif adalag upaya yang

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data

memilah-milahnya menjadi kesatuan yang dapat dikelola,

mensisitensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa ang

penting dan apa yang diprlajari, dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan.

H. Sistematika Penulisan.

Pembahasan hasil penelitian dijabarkan dan untuk mengantarkan pembaca

pada inti isi yang diinginkan, maka sistematika tesis ini memuat tentang

uraian isi bab-bab. Bagian utama yang ada dalam tesis secara garis besar

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bagian pendahuluan yang memberikan informasi yang bersifat umum dan

menyeluruh secara sistematis yang terdiri dari latar belakang masalah,


26

perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Oleh karena

itu maka diuraikan juga kerangka pemikiran yang digunakan serta Metode

Penelitian, Jadwal Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan mengenai tinjauan umum berisikan tinjauan umum

tentang , tinjauan umum tentang PPAT, tinjauan perjanjian notaris, perjanjian

pengikatan jual beli, tinjauan tentang tanggung jawab developer, dan tinjauan

tentang perlindungan konsumen developer perumahan.

BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian, pembahasan dan hasil dari

data-data, sesuai yang dijelaskan pada bab pendahuluan, kemudian langsung

di analisis. Analisis diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yakni

tentang tanggungjawab developer perumahan akibat terjadinya wanprestasi

pada perjanjian jual beli kepemilikan rumah di tlgomulyo residence Semarang

yang memuat Pasal Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

(KUHPerdata),Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.Undang Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Pemukiman dan Undang-Undang Nomor. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Dalam penyelesaikan kasus tersebut dan

memberikan perlindungan hukum kepada konsumen dalam perjanjian

pembelian rumah.

BAB IV: PENUTUP


27

Bab ini merupakan bagian terakhir yang berisi kesimpulan yang ditarik

dari rumusan masalah yang merupakan jawaban dari permasalahan setelah di

bahas dan saran-saran yang dan saran sebagai rekomendasi dari hasil

penelitian yang berguna bagi pihak terkait.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Notaris

Notaris sebagai salah satu pengemban profesi hukum khususnya berkaitan

dengan pembuatan akta. Profesi hukum mengemban satu misi yaitu

menegakkan hukum yang berkeadilan menjadikan suatu profesi yang mulia

dikenal dengan “officium nobile”.32

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

autentik dan Notaris mempunyai peran yang sangat penting di indonesia

sebagai negara penganut sistem hukum civil law untuk melayani masyarakat

dalam hal pembuatan akta autentik sebagai alat bukti atau sebagai syarat

sah/mutlak untuk perbuatan hukum tertentu. Adapun kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksuddalam UUJN. Notabene, UUJN memiliki peran

sebagai payung hukum bagi Notaris dalam menjalankan profesinya. Oleh

karena itu, profesi Notaris dituntut untuk memberikan pelayanan prima

kepada masyarakat sebagai kliennya yang senantiasa berpedoman mutlak

pada UUJN dan Etika Profesi. Pada pokoknya fungsi dalam suatu jabatan

sebagaimana didefinisikan oleh N.E Algra dan H.C.J.C. Janssen yakni “een

ambt is een anstituut met eigen werkkring waaraan bij de instelling duurzaam

en welomschreven taak en bevoegdheden zijn verleend”atau terjemahannya

“suatu jabatan adalah suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang

32
Yulies Tiena Masriani, Norma Bagi Notaris dalam Pengawasan Notaris, Duta
Nusindo, Semarang 2014, hal. 13.

28
29

dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang”.33

Untuk menjadi Notaris, seseorang harus memenuhi persyaratan sebagaimana

digariskan dalam Pasal 3 UUJN, antara lain:

1. Warga negara Indonesia;

2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

3. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh tahun);

4. Sehat jasmani dan rohani;

5. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor

Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris

setelah lulus strata dua kenotariatan; dan

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat atau

tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang

untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.

Notaris merupakan Pejabat Akta Tanah, pejabat yang diangkat oleh

negara namun tidak sebagai Aparatur Sipil Negara, sehingga Notaris dapat

juga diberhentikan oleh pemerintah. Namun dalam jabatannya, Notaris tidak

dapat menerima gaji dari pemerintah ataupun menerima gaji dari pemerintah.

Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat atas jasa yang telah

dilayaninya atau dapat memberikan pelayanan cuma-cuma untuk mereka

yang tidak mampu. Notaris mempunyai kewenangan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen-dokumen hukum (akta)

33
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 73.
30

otentik dalam bidang hukum perdata. Jika Notaris membuat akta tidak sesuai

dengan aturan hukum yang berlaku, maka masyarakat dapat membuktikan

dengan cara menggugat secara perdata untuk menuntut biaya, ganti rugi, dan

biaya, hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris terhadap masyarakat.34

Notaris sebagai pejabat umum disebut pula oleh Subekti dan Tjitrosudibio

dalam terjemahan Pasal 1868 KUHPerdata secara letterlijk yang berasal dari
35
Bahasa Belanda yaitu Openbare Ambtenaren. Namun perlu diketahui,

Habib Adjie menjelaskan bahwa Notaris tidak sama dengan Pegawai Negeri

mengingat Notaris tunduk pada peraturan khusus, hal mana notaris bersifat

mandiri (autonomous), tidak memihak siapapun (impartial) dan tidak

bergantung kepada siapapun (independent), bermaknanya disini Notaris

dalam menjalankan tugasnya tidak dicampuri oleh pihak manapun termasuk

pihak yang mengangkatnya sepertinya hal profesi hakim.

Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara.

Jabatan Notaris yang menempatkan suatu bidang pekerjaan yang sengaja

dibuat aturan hukum untuk memeberikan kewenangan tertentu. Setiap

kewenangan Notaris yang telh diberikan jabatannya oleh pemerintah harus

memiliki aturan hukum. Sebagi batasan agar jabatan Notaris dapat berjalan

dengan baik dan tidak bertabrakan dengan kewenangan jabatan lainnya. Jika

seorang Notaris melakukan suatu tindakan diluar kewenangan Notaris yang

34
Fajriyah, Nurjanatul.2006. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) dan
Debitur (Nasabah) dalam Perjanjian Kredit tanpa Agunan (KTA) Bank X. Jurnal Hukum dan
Pembangunan, Vol.36, No. 2, hlm. 167.
35
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2004.
31

telah ditentukan, maka dapat dikategorikan perbuatan yang melawan

kewenangan Notaris.36

Kewenangan Notaris dicantumkan pada Pasal 15 ayat (1), (2), (3)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Notaris

berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan

penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dana tau

yang dikehendak oleh yang berkepentungan untuk dinyatakan dalam akta

autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberika grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang

pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat

lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Selain itu Notaris

juga berwenang pula:37

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat

dibawah tangan dengan mendaftar dalam bukti khusus;

2. Membukukan surat dibwah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

3. Membuat copy dari asli surat dibawah tangan berupa salinan termuat

uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan;

4. Melakukan pengesahan kecocokan fotocopy dengan surat aslinya;

5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau

7. Membuat akta risalah lelang

36
Adrian David, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Objek Hak
Tanggungan Dari Upaya Sita Jaminan Oleh Pihak Ketiga. Lex Privatum, Vol. 2, No. 1, hlm. 89.
37
Yunita Krysna Valayvi, 2016, Jaminan Hak Tanggungan Atas Tanah Milik Pihak
Ketiga Dalam Perjanjian Kredit Di Lembaga Keuangan Perbankan Berdasarkan Undang - Undang
Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan, Privat Law, Vol. 4, No. 2, hlm. 132.
32

Uraian diatas Notaris adalah pejabat umum yang berwenang dalam

membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang -undang

lainnya.38 Notaris berwenang membuat akta autentik mengenal semua

perbuatan, perjanjian, dan, penetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikendaki oleh yang berkepentingan

untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, Salinan dan kutipan

akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau

dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh

undang-undang.39 Selain kewenangan Notaris, Notaris juga harus memiliki

Kode Etik Notaris.

Kewajiban notaris dalam menjalankan tugasnya ialah sebagai berikut:

1. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga

kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

2. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyipannya sebagai

bagian dari protokol Notaris;

3. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta

Akta;

4. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan

Minuta Akta;

5. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang

ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

38
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
39
Pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
33

6. Merahasiakan sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala

keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai denganketentuan

dalam undang-undang ini menentukan lain;

7. Menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang

memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak

dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjdi lebih

dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta Akta, bulan, dan tahun

pembuatannya pada sampul setiap buku;

8. Membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak

diterimanya surat berharga;

9. Membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan

waktu perbuatan Akta setiap bulan;

10. Mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf (i) atau

daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat pada kementrian yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5

(lima) hari pada minggu pertama setiap bulannya;

11. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap

akhir bulan;

12. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambing negara Republik

Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan,

dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

13. Membacakan Akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling

sedikit 2 (dua) orang saksi, dan 4 (empat) orang saksi khusus pembuatan
34

Akta wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat iti juga oleh

penghadap, saksi, dan Notaris; dan

14. Menerima magang calon Notaris.

Dengan demikian, notaris bukan hanya memberikan jasa hukum dengan

tujuan mendapatkan imbalan dari kliennya melainkan pula memilik

tanggungjawab moral dan etika yang wajib dan patut dijunjung secara

normatif terendap dalam Kode Etik Notaris.

B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)

Masyarakat Saat melakukan transaksi jual beli tanah, bangunan, rumah,

atau properti lain, sering mendengar istilah yang perlu harus dipahami, seperti

PPJB. PPJB dibuat untuk melakukan pengikatan sementara sebelum

pembuatan AJB resmi di hadapan PPAT/Notaris. Secara umum, isi PPJB

adalah kesepakatan penjual untuk mengikatkan diri akan menjual kepada

pembeli dengan disertai pemberian tanda jadi atau uang muka berdasarkan

kesepakatan. Umumnya PPJB dibuat di bawah tangan karena suatu sebab

tertentu seperti pembayaran harga belum lunas. Di dalam PPJB memuat

perjanjian-perjanjian, seperti besarnya harga, kapan waktu pelunasan dan

dibuatnya AJB.

Adapun beberapa hal yang terpenting dan harus diperhatikan didalam

perjanjian PPJB yaitu:

1. Objek Pengikatan Jual Beli

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) mencakup beberapa objek

yang harus ada. Objek pengikatan jual-beli ada tiga. Tiga objek itu

meliputi luas bangunan beserta gambar arsitektur dan gambar spesifikasi


35

teknis, lokasi tanah yang sesuai dengan pencantuman nomor kavling dan

luas tanah beserta perizinannya. Soal penguraian objek tanah dan

bangunan harus dijelaskan secara detail. Jangan sampai ada data dan

informasi yang kurang.

2. Kewajiban dan Jaminan Penjual

Penjual yang hendak menawarkan properti yang dijual pada pembeli

maka wajib membangun dan menyerahkan unit rumah atau kavling sesuai

dengan yang ditawarkan kepada pembeli, sehingga PPJB menjadi

pegangan hukum untuk pembeli. Dalam pembuatan PPJB, pihak penjual

bisa memasukkan klausul pernyataan dan jaminan bahwa tanah dan

bangunan yang ditawarkan sedang tidak berada dalam jaminan utang

pihak ketiga atau terlibat dalam sengketa hukum. Apabila ada pernyataan

yang tidak benar dari penjual, calon pembeli dibebaskan dari tuntutan

pihak manapun mengenai properti yang hendak dibelinya.

3. Kewajiban Bagi Pembeli

Kewajiban pembeli adalah membayar cicilan rumah atau kavling dan

sanksi dari keterlambatan berupa denda. Keputusan Menteri Negara

Perumahan Rakyat Nomor 9 Tahun 1995 menjelaskan bahwa besar denda

keterlambatan adalah 2/1000 dari jumlah angsuran per hari keterlambatan.

Calon pembeli juga bisa kehilangan uang mukanya apabila pembelian

secara sepihak.

4. Isi PPJB Sesuai Keputusan Pemerintah

PPJB diatur berdasarkan Keputusan Menteri Negara Perumahan

Rakyat Nomor 9 Tahun 1995. Perjanjian ini merupakan salah satu


36

kekuatan hukum sekaligus jaminan hukum pada saat membeli rumah.

Secara garis besar, PPJB berisikan 10 faktor penting, yaitu:

a. Pihak yang melakukan kesepakatan;

b. Kewajiban bagi penjual

c. Uraian objek pengikatan jual beli;

d. Jaminan penjual;

e. Waktu serah terima bangunan;

f. Pemeliharaan bangunan;

g. Penggunaan bangunan;

h. Pengalihan hak;

i. Pembatalan pengikatan;

j. Penyelesaian Perselisihan.

Membuktikan suatu perkara perdata, yang dicari adalah kebenaran formil,

yaitu kebenaran yang didasarkan sebatas pada bukti-bukti yang diajukan oleh

para pihak yang berperkara. Oleh karena itu, umumnya suatu bukti tertulis

berupa surat atau dokumen memang sengaja dibuat oleh para pihak untuk

kepentingan pembuktian nanti, apabila sampai ada sengketa. Pembuktian

suatu perkara perdata, Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(KUHPerdata) atau Pasal 164 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui

(RIB/HIR) telah mengatur jenis alat-alat bukti dalam hukum acara perdata,

yaitu: (1) Bukti Surat; (2) Bukti Saksi; (3) Persangkaan; (4) Pengakuan; dan

(5) Sumpah.

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang dibuat dihadapan notaris

merupakan akta autentik (vide: Pasal 1868 KUH Perdata). Dalam kaitannya
37

dengan akta autentik tersebut, Pasal 1870 KUHPerdata telah memberikan

penegasan bahwa akta yang dibuat dihadapan notaris memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna. Adapun, kutipannya sebagai berikut, Pasal 1870

KUHPerdata.

“Suatu akta autentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-

ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti

yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.”

PPJB adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual dan calon

pembeli suatu tanah/bangunan sebagai pengikatan awal sebelum para pihak

membuat AJB di hadapan PPAT. Biasanya PPJB akan dibuat para pihak

karena adanya syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang harus dilaksanakan

terlebih dahulu oleh Para Pihak sebelum melakukan AJB di hadapan PPAT.

Dengan demikian PPJB tidak dapat disamakan dengan AJB yang merupakan

bukti pengalihan hak atas tanah/bangunan dari penjual kepada pembeli.40

Pihak yang menggunakan PPJB tersebut sebagai bukti dalam gugatannya

setelah 10 (sepuluh) tahun PPJB tersebut dibuat. Hal tersebut bisa saja

dilakukan oleh pihak tersebut apabila memang ada hal yang dipersengketakan

oleh para pihak dalam suatu perjanjian atau dengan pihak-pihak lain yang

mendapat hak dari PPJB tersebut.

Apabila ada pihak-pihak lain di luar pihak-pihak dalam PPJB, yang

digugat dalam perkara tersebut, pihak yang menggugat harus dapat

membuktikan adanya hubungan hukum antara penggugat dengan pihak-pihak

di luar PPJB tersebut. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Tetap Mahkamah

40
Lihat https://www.cermati.com/artikel/pahami-arti-ppjb-pjb-dan-ajb-agar-anda-
terhindar-dari-penipuan diakses bulan Desember 2020.
38

Agung melalui Putusan MA No. 4 K/Rup/1958 tertanggal 13 Desember 1958,

yang memiliki kaidah hukum sebagai berikut:“Untuk dapat menuntut

seseorang di depan pengadilan adalah syarat mutlak bahwa harus ada

perselisihan hukum antara kedua belah pihak yang berperkara.”

Mengingat rentang waktu sejak dibuatnya PPJB tersebut sampai dengan

perkara tersebut bergulir di pengadilan belumlah melebihi masa kadaluwarsa

yang ditentukan oleh hukum untuk menuntut, yaitu selama 30 (tiga puluh)

tahun, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1967 KUHPerdata, yang

berbunyi sebagai berikut:

“Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang


bersifat perorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga
puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu
tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagipula tak dapatlah
dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada
itikadnya yang buruk.”

PPJB berbeda dengan PJB, PJB adalah kesepakatan antara penjual untuk

menjual properti miliknya kepada pembeli yang dibuat dengan akta Notaris.

PJB bisa dibuat karena alasan tertentu seperti belum lunasnya pembayaran

harga jual beli dan belum dibayarkannya pajak-pajak yang timbul karena jual

beli.

PJB ada dua macam yaitu PJB lunas dan PJB tidak lunas. PJB lunas

dibuat apabila harga jual beli sudah dibayarkan lunas oleh pembeli kepada

penjual tetapi belum bisa dilaksanakan AJB, karena antara lain pajak-pajak

jual beli belum dibayarkan, sertifikat masih dalam pengurusan dan lain-lain.

Dalam Pasal-Pasal PJB tersebut dicantumkan kapan AJB akan dilaksanakan

dan persyaratannya. Di dalam PJB lunas juga dicantumkan kuasa dari penjual
39

kepada pembeli untuk menandatangani AJB, sehingga penandatanganan AJB

tidak memerlukan kehadiran penjual. PJB lunas umum dilakukan untuk

transaksi atas objek jual beli yang berada diluar wilayah kerja Notaris atau

PPAT yang bersangkutan. Berdasarkan PJB lunas bisa dibuatkan AJB di

hadapan PPAT di tempat lokasi objek berada.

Perjanjian Jual Beli (PJB) tidak lunas, dibuat apabila pembayaran harga

jual beli belum lunas diterima oleh penjual. Di dalam Pasal-Pasal PJB tidak

lunas sekurang-kurangnya dicantumkan jumlah uang muka yang dibayarkan

pada saat penandatanganan akta PJB, cara atau termin pembayaran, kapan

pelunasan dan sanksi-sanksi yang disepakati apabila salah satu pihak

wanprestasi. PJB tidak lunas juga harus ditindaklanjuti dengan AJB pada saat

pelunasan.

Akta Jual Beli merupakan akta autentik yang dibuat oleh PPAT untuk

peralihan hak atas tanah dan bangunan. Pembuatan AJB sudah diatur

sedemikian rupa melalui Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

(Perkaban) No. 08 Tahun 2012 Tentang Pendaftaran Tanah, sehingga PPAT

tinggal mengikuti format-format baku yang sudah disediakan. Pembuatan

AJB dilakukan setelah seluruh pajak-pajak yang timbul karena jual beli sudah

dibayarkan oleh para pihak sesuai dengan kewajibannya masing-masing.

Langkah selanjutnya adalah mengajukan pendaftaran peralihan hak ke kantor

pertanahan setempat atau yang lazim dikenal dengan istilah balik nama.

Dengan selesainya balik nama sertifikat maka hak yang melekat pada tanah

dan bangunan sudah berpindah dari penjual kepada pembeli.


40

C. Tinjauan Umum Tentang Peran Notaris dalam Pembuatan Akta PPJB

Berdasarkan UU Yang Berlaku

Kewenangan Notaris ditentukan dalam Pasal 15 ayat (1) UUJN terutama

berkaitan dengan pembuatan akta autentik terkait dengan semua perbuatan

hukum (rechtshandeling), perjanjian (verbintennis) dan penetapan

(beschikking) yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau

yang dikehendaki oleh para penghadap (klien) dibuat dihadapan Notaris serta

dituangkan dalam akta Notaris dengan tujuan sebagai alat bukti apabila

terjadi sengketa dikemudian hari. Di samping itu juga untuk memberikan

kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse,

salinan dan kutipan akta. Kewenangan tersebut diamanatkan oleh undang-

undang, sepanjang tidak ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain.

Notaris sebagai pejabat umum, juga berperan dalam memberikan

masukan atau advis hukum kepada para pihak terkait pemanfaatan ppjb, dan

Notaris harus berpegang pada asas-asas pemerintahan yang baik, yakni:

1. Asas Persamaan

Notaris adalah jabatan kepercayaan, dalam menjalankan tugas

jabatannya Notaris harus dapat dipercaya. Salah satu contohnya adalah

kepercayaan dalam merahasiakan hal hal mengenai akta yang dibuatnya.

2. Asas kepastian hukum

Notaris sebagai Pejabat Umum harus memberikan kepastian hukum

kepada para pihak dalam pembuatan akta yaitu dengan menjalankan

jabatannya dengan selalu berpegang pada ketentuan Undang – undang dan

kode etik Notaris.


41

3. Asas kecermatan

Notaris dalam menjalankan jabatannya harus berdasarkan aturan

hukum yang berlaku, Notaris harus cermat dalam memperhatikan

dokumen-dokumen yang diberikan para pihak dalam membuat akta PPJB.

Notaris dalam mengemban tugasnya, harus bertanggung jawab yang

artinya:

1. Notaris dituntut membuat akta yang baik dan benar, dimana akta yang

dibuatnya memuat kehendak dan permintaan para pihak yang

berkepentingan.

2. Notaris dituntut menghasilkan akta-akta yang berkualitas, yang mana

akta yang dibuat sesuai dengan aturan hukum.

3. Notaris juga harus menjelaskan kepada para pihak mengenai kebenaran isi

dan prosedur akta yang dibuatnya.

Kewenangan lain Notaris yang dimaklumat oleh undang-undang yakni

antara lain membuat Akta Pendirian Perseroan Terbatas (diatur dalam Pasal 7

Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas),

Akta Jaminan Fidusia (diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor

42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia), Surat Kuasa Mebebankan Hak

Tanggungan (diatur dalam Pasal 15 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda

Yang Berkaitan dengan Tanah), Akta Pendirian Partai Politik (diatur dalam

Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik),

Akta Pendirian Yayasan (diatur dalam Pasal 9 Ayat (2)Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan juncto Undang-Undang Nomor 28


42

Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001

tentang Yayasan).41 Di samping itu, UUJN memberikan amanat baru

mengenai perluasan kewenangan Notaris sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 15 ayat (2) butir f dan g yakni dalam pembuatan akta pertanahan dan

akta risalah lelang. Hal mana kedua kewenangan tersebut masing-masing

kepada PPAT dan Pejabat Lelang. Mengenai kewenangan pembuatan akta

pertanahan. Pasal 1457 KUHPerdata menegaskan bahwa Jual beli adalah

suatu persetujuan, yang mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain membayar harga yang telah

diperjanjikan. Jual beli tanah biasanya tetap mengacu pada hukum Adat yang

memegang prinsip terang dan tunai. Terang yaitu dilakukan dihadapan

Pejabat Umum yang berwenangan seperti PPAT atau jika tidak ada maka

dihadapan Kepala Desa/Lurah.42

Tunai dimaknai dibayar secara lunas. Apabila prinsip tersebut tidak

dipenuhi, maka tidak pernah ada transaksi jual beli tanah. Namun demikian,

muncul penafsiran terkait dengan kewenangan notaris membuat akta

pertanahan yaitu.43

1. Notaris telah mengambil semua wewenang PPAT menjadi wewenang

Notaris atau telah menambah wewenang Notaris;

2. Bidang Pertanahan menjadi wewenang Notaris;

41
Mochammad Tanzil Multazam, Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam
Membuat Akta Pertanahan Dan Akta Risalah Lelang Menurut Undangundang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, hal. 149,
lihat http://journal.umsida.ac.id/files/MochammadTanzilMultazam.pdf, diakses 15 Mei 2021.
42
Lihat Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI)
No.554K/Sip/1976, Tangggal 26 Juni 1979, Menyatakan: “Berdasarkan Pasal 19 Peraturan
Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat
akta tanah setidak-tidaknya di hadapan Kepala Desa yang bersangkutan”.
43
Habib Adjie II, Op.Cit, hal. 84.
43

3. Tetap tidak ada pengambil alihan dari PPAT atau pengembalian

wewenang kepada Notaris, baik PPAT maupun Notaris telah mempunyai

wewenang sendiri-sendiri.

Perbedaan terhada penafsiran diatas tergambar sehingga norma Pasal 15

ayat (2) adalah norma kabur. Dalam bahasa H. L. A. Hart, norma kabur

(vagueness) disebut “open texture” yaitu suatu aspek hukum yang sering

menunjukkan bahwa setiap penjelasan konsep hukum dalam hal peraturan

perundang-undangan dapat menyesatkan (misleading).44

Tekstur terbuka mengakibatkan menimbulkan banyak penafsiran. Guna

memecahkan hal tersebut, menurut pendapat Habib Adjie dapat digunakan

penafsiran sistematis.45

H. M. Fauzan menjelaskan, metode penafsiran sistematis (logic) adalah

metode yang menafsirkan peraturan perundang-undangan yang satu

dihubungkan dengan peraturan perundang-udangan yang lain atau dengan

keseluruhan dalam sistem hukum. Hukum dilihat sebagai satu kesatuan secara

holistik logis sebagai sistem peraturan. Suatu peraturan tidak dilihat secara

parsial atau berdiri sendiri, melainkan menjadi satu kesatuan yang tidak

terpisahkan. Undang-undang merupakan bagian dari keseluruhan sistem

perundang-undangan. Hal ini dimaknai bahwa tidak ada satupun dari

peraturan perundang-undangan tersebut dapat ditafsirkan seakan-akan ia

berdiri sendiri, tetapi ia harus selalu dipahami dalam kaitannya dengan jenis

44
H.L.A. Hart, Concept of Law, Second Edition, Oxford, Clarendon Press, 1994, hal.
123.
45
Habib Adjie II, Loc.Cit.
44

peraturan yang lainnya. Menafsirkan peraturan perundang- undangan tidak

boleh menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan.46

Sudikno Mertokusumo mengartikan penafsiran sistematis yaitu motede

yang menafsirkan suatu peraturan perundang-undangan atau undang-undang

merupakan bagian dari keseluruhan sistem hukum. Arti pentingnya suatu

peraturan hukum terletak di dalam sistem hukum. Di luar sistem hukum, lepas

dari hubungannya dengan peraturan perundang-undangan hukum yang

lainnya, suatu peraturan hukum tidak mempunyaiarti. Menafsirkan peraturan

perundang-undangan dengan menghubungkannya dengan peraturan hukum

atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum. Dengan

demikian, menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang atau keluar

dari sistem perundang-undangan atau sistem hukum.47 Habib Adjie

menjelaskan hal tersebut bahwa selama ini ada anggapan bahwa pasangan

yang ideal ketika diangkat sebagai Notaris yaitu PPAT, juga ketika diangkat

sebagai PPAT pasangan yang idealnya Notaris. Sehingga ketika Pasal 15 ayat

(2) huruf f UUJN muncul yang kemudian ditangkap dan dimanfaatkan oleh

mereka yang selama ini memangku jabatan sebagai Notaris saja untuk dapat

membuat akta di bidang pertanahan yang selama ini menjadi wewenang

PPAT. Pasal tersebut juga dimanfaatkan oleh mereka yang merangkap

jabatan yaitu Notaris dan PPAT, beranjak dari penafsiran dan keinginan untuk

46
H.M. Fauzan, Kaidah Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2014, hal. 55.
47
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Liberty, Yogyakarta,
2007, hal7
45

tunduk apa adanya dan sepenuhnya kepada UUJN, sehingga rela

meninggalkan jabatan PPATnya.48

Embrio institusi PPAT telah ada sejak tahun 1961 berdasarkan PP No. 10

tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dengan istilah Pejabat yang merujuk

pada PPAT sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Agraria No. 11

Tahun 1961 tentang Bentuk Akta. Pada awal kelahirannya PPAT tidak

dikategorikan sebagai Pejabat Umum, tapi sebagai PPAT saja. PPAT

dikategorikan atau disebutkan sebagai Pejabat Umum berdasarkan Pasal 1

ayat (4) Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

Tanah Beserta Benda-Bendanya yang Berkaitan dengan Tanah menegaskan

bahwa:

“Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah


pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan
hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian
kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.49

PPAT diakui sebagai Pejabat Umum dengan terbitnya Pasal 1 angka 24

PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menjelaskan bahwa PPAT

adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta

tanah tertentu.Secara khusus, keberadaan PPAT diatur dalam PP No.37

Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah, dalam Pasal 1

ayat (1) disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum yang diberi

kewenangan untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum

tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.50

48
Habib Adjie II, Loc.Cit.
49
Ibid. H.89.
50
Ibid, H.88.
46

Masyarakat agar mengetahui batasan perbuatan hukum tertentu yang

berhubungan dengan pembuatan akta yang menjadi kewenangan PPAT,

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 95 Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 juncto Pasal 2

ayat (2) PP No. 37 Tahun 1998, bahwa perbuatan hukum tersebut mengenai,

antara lain:

1. Jual-beli;

2. Tukar-menukar;

3. Hibah;

4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

5. Pembagian hak bersama;

6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Hak Milik;

7. Pemberian Hak Tanggungan;

8. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Pengkajian penafsiran tentang wewenang Notaris dan PPAT dapat ditarik

kesimpulan bahwa wewenang bidang pertanahan tidak pernah menjadi

wewenang Notaris di Indonesia sejak kelahirannya. Ketentuan Pasal 15 ayat

(2) huruf f UUJN tidak menambah wewenang Notaris di bidang pertanahan

dan bukan pula pengembilalihan wewenang dari PPAT. Notaris mempunyai

wewenang dalam bidang pertanahan, sepanjang bukan wewenang yang sudah

ada pada PPAT. Oleh karena itu tidak ada sengketa kewenangan antara
47

Notaris dan PPAT yang masing-masing mempunyai kewenangan sendiri-

sendiri sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.51

Kewenangan pembuatan akta-akta tersebut sebenarnya dapat

dilaksanakan dihadapan Notaris, dalam hal ini notaris juga dapat merupakan

pejabat umum yang yang dapat ditunjuk khusus oleh Menteri Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai pejabat umum yang berwenang

mengkonstatir suatu perjanjian dengan objek tanah ke dalam suatu akta

notariil, dengan tujuan untuk menghindari adanya spesialisasi dalam fungsi

dan tugas notaris sebagai pejabat umum sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 1 UUJN.52 Yang perlu dikemukakan di sini sebelum adanya

kewenangan Notaris dalam pembuatan akta autentik Notaris yang biasanya

berbentuk Akta Pengikatan Jual Beli Hak atas Tanah (APJB Hak atas Tanah).

Subekti mengartikan jual beli hak atas tanah ialah perjanjian antara pihak

penjual dan pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan adanya

causa-causa yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain adalah

sertifikat hak atas tanah belum terdaftar atas nama penjual dan masih dalam

proses baliknamanya, dan belum terjadinya pelunasan harga objek jual beli

atau sertifikat masih diroya.53 Sedangkan Herlien Budiono menyoroti masalah

adanya perbuatan hukum dalam bentuk pengikata yang mana, menyatakan

perjanjian pengikatan jual-beli adalah perjanjian bantuan yang berfungsi

sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas.54

51
Ibid., h. 86.
52
Irawan Soerodjo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arloka, Surabaya,
2003, hal. 161-162.
53
SubektiI, Op.Cit, hal.75.
54
Herlien Budiono, Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak, Majalah Renvoi, edisi tahun
I, No 10, Bulan Maret 2004, hal 57.
48

APJB Hak atas tanah yaitu Akta yang dibuat dihadapan Notaris bukan

menjadi kewenangan PPAT sebagai bentuk perjanjian pendahuluan yang

disepekati antara penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli tanah yang

berisi kesepakatan-kesepakan mengenai apakah sertifikat hak atas tanah

belum terdaftar atas nama penjual dan masih dalam proses baliknamanya, dan

belum terjadinya pelunasan harga objek jual beli atau sertifikat masih diroya

yang selanjutnnya dituangkan dalam AJB dibuat dihadapan PPAT. Namun

demikian, perlu adanya rambu-rambu bagi notaris yang pada intinya

penjabaran sebagaimana dikemukakan oleh Subekti yaitu adanya pengetahui

syarat materiil dan formil yang mesti diketahui oleh Notaris. Menurut Effendi

Perangin kedua syarat tersebut yaitu:55

1. Syarat materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah

tersebut antara lain:

a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan. Maksudnya

adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat

untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan

berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang

dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut,

apakah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak

pakai. Pasal 21 UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas

suatu tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan-

badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah;

55
Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994,
hal.3.
49

b. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan. Yang berhak

menjual suatu bidang tanah tentu saja sipemegang yang sah dari

hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik

sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual

sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah dua orang,

maka yang berhak menjual tanah itu adalah kedua orang itu

bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai

penjual;

c. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak

sedang dalam sengketa.

2. Syarat Formal

Setelah semua persyaratan materiil terpenuhi, maka syarat formal

yaitu pembuatan akta jual beli atas suatu tanah. Dengan dipenuhi

syarat-syarat materiil dan formil mempermudah pekerjaan Notaris

melakukan penemuan hukum sebagai pengejewantahan wewenangnya

dalam bentuk klausula-klausula yang disepakati para pihak sehingga

para penghadap harus menghormatinya atau berlakunya asas pacta

sunt servanda.56

D. Tinjauan Tentang Akta Pengikatan Perjanjian Jual Beli Memberikan


Kepastian Hukum

Akta Pengikatan Jual Beli Tanah atau akta PPJB merupakan produk

hukum yang dibuat oleh Notaris sesuai dengan kewenangannya berdasarkan

56
Pacta sunt servanda adalah norma dasar dalam hukum internasional, Secara umum
pacta sunt servanda diartikan sebagai terikatnya suatu negara terhadap suatu perjanjian
internasional diakibatkan oleh persetujuan dari negara tersebut untuk mengikatkan diri pada
perjanjian internasional, lihat Septarina Budiwati, Prinsip Pacta Sunt Servanda dan Daya
Mengikatnya dalam Kontrak Bisnis Perspektif Transendens,
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/11265 diakses Desember 2020.
50

UUJN. Produk hukum ini harus mengikat para pihak yang membuatnya.

Menurut Habib Adji karakter yuridis akta Notaris salah satunya yaitu

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Siapapun terikat dalam

akta notaris serta tidak dapat ditafsirkan lain, selain yang tercantum dalam

akta tersebut. Di samping itu pembatalan daya ikat akta notaris hanya dapat

dilakukan atas kesepakatan para pihak yang namanya tercantum dalam akta.

Jika ada yang tidak setuju, maka pihak yang setuju harus mengajukan

permohonan ke pengadilan umum agar akta yang bersangkutan tidak

mengikat lagi dengan alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan.57

Habib Adjie mengatakan bahwa Notaris merupakan satu-satunya pejabat

umum yang berhak membuat akta autentik sebagai alat pembuktian yang

sempurna. Notaris dapat dikatakan sebagai kepanjangan tangan negara di

mana dia menunaikan sebagai tugas negara di bidang hukum perdata. Negara

dalam rangka memberikan perlindungan hukum dalam hukum privat kepada

warga negara telah melimpahkan sebagai wewenangnya kepada notaris untuk

membuat akta autentik.58

Akta PPJB dibuat dihadapan Notaris tidak dapat dipungkiri memberikan

kepastian hukum bagi lalu lintas kehidupan masyarakat dimana para

penghadap yang telah bersepakat tidak boleh mengingkari apa yang mereka

telah sepakati. Di dalam hukum, peranan hukum sangat sentral untuk

memberikan kepastian sehingga terciptannya ketertiban masyarakat. Akta

57
Habib AdjieI, Op.Cit, hal. 71-72.
58
Ibid, hal. 229.
51

autentik mempunyai 3 (tiga) fungsi sebagaimana dijelaskan oleh Salim, H.S,

antara lain:59

1. sebagai bukti bahwa para pihak yang bersangkutan telah mengadakan

perjanjian tertentu;

2. sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang tertulis dalam perjanjian

adalah menjadi tujuan dan keinginan para pihak;

3. sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada tanggal tertentu kecuali

jika ditentukan sebaliknya para pihak telah mengadakan perjanjian dan

bahwa isi perjanjian adalah sesuai dengan kehendak para pihak.

Tiga fungsi tersebut tentunya berlaku pula untuk akta PPJB. Sudah barang

tentu hal ini menuntut para pihak untuk menghormati klausula-klausula yang

telah mereka sepakati. Dengan demikian berlaku asas pact sunt servanda

yaitu perjanjian harus dihormati. Pacta sunt servanda berasaldari bahasa latin

yang berarti “janji harus ditepati”. Pacta sunt servanda merupakan asas atau

prinsip dasar dalam sistem hukum civil law, yang dalam perkembangannya

diadopsi ke dalam hukum internasional. Pada dasarnya asas ini berkaitan

dengan kontrak atau perjanjian yang dilakukan diantara para individu, yang

mengandung makna bahwa:60

1. Perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya,

2. Mengisyaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada pada

perjanjian merupakan tindakan yang melanggar janj atau wanprestasi.

59
Salim,H.S., Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, 2006, hal. 43
60
Arfiana Novera dan Meria Utama, Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase,
Tunggal Mandiri Publishing, Malang, 2014, hal. 15.
52

Asas kekuatan mengikat landasannya ada di dalam ketentuan Pasal 1338

ayat (1) KUHPerdata. Didalam Pasal 1339 KUHPerdata juga dimasukkan

prinsip bahwa di dalam sebuah persetujuan orang menciptakan sebuah

kewajiban hukum dan bahwa ia terikat pada janji-janji kontraktualnya serta

harus memenuhinya, dipandang sebagai sesuatu yang patut dan bahkan orang

tidak lagi mempertanyakan mengapa hal itu demikian.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata akibat hukum

dari setiap perjanjian yang sudah memenuhi syarat sahnya perjanjianakan

mengikat sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Jadi

KUHPerdata hanya mengakui adanya hak dan kewajiban yang lahir dari

hubungan kontraktual yang sudah terbentuk.

Pasal 1338 ayat 3 KUHPerdata ditegaskan bahwa perjanjian harus

dilaksanakan dengan itikad baik. Berdasarkan Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

undang bagi para pihak yang membuatnya akan tetapi berdasarkan Pasal 1338

ayat 3 KUHPerdata, perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal

1338 ayat 3 KUHPerdata memberi wewenang kepada hakim untuk

mengawasi pelaksanaan perjanjian supaya jangan sampai pelaksanaan

perjanjian menurut hurufnya justru menimbulkan ketidakadilan. Hakim dapat

menambah dengan menambah dan mengurang kewajiban para pihak. Sebagai

catatan dalam Hukum Romawi dikenal doktrin rebus sic stantibus bahwa

perjanjian hanya mengikat jika kondisi pada saat dilaksanakan perjanjian

sama dengan kondisi pada saat dibuatnya perjanjian. Doktrin ini terutama

untuk mengantisipasi perubahan keadaan dalam perjanjian/kontrak jangka


53

panjang. Doktrin rebussicstantibus juga merupakan tanggapan atau respond

terhadap doktrin pacta sun servanda.61

Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, yang menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi

mereka yang membuatnya. Kedua belah pihak wajib mentaati dan

melaksanakan perjanjian yang telah disepakati sebagaimana mentaati undang-

undang. Konsekuensi yuridis dari asas pacta sunt servanda adalah perjanjian

itu tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain.

Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik

kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Dari asas tersebut

maka kepastian hukum dapat hadir dalam setiap pembuatan Akta

PPJB.Menurut pendapat Gustav Radbruch, kepastian hukum

(rechtsbescherming/legal certainty) adalah “Scherkeit des Rechts selbst”

(kepastian hukum tentang hukum itu sendiri). Adapun 4 (empat) hal yang

berhubungan dengan makna kepastian hukum sebagaimana dikutip oleh

Achmad Ali, diantaranya:62

1. Bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-

undangan (gesetzliches Recht);

61
Bayu Seto Hardjowahono, Naskah Akademik Rancangan Undang Undang Hukum
Kontrak, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI,Jakarta, 2013,
hal. 42-43.
62
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan
(Judicialprudence) TermasukUndang-Undang (Legisprudence) Volume I Pemahaman Awal,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hal. 292-293.
54

2. Bahwa hukum ini didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu

rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim,

seperti “kemauan baik”, “kesopanan”;

3. Bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, disamping juga mudah

dijalankan;

4. Hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah. Kepastian hukum

mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu pertama, adanya aturan yang

bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang

boleh atau tidak boleh dilakukan; dan kedua, berupa keamanan hukum

bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya

aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja

yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap

individu.63

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang,

melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan

hakim yang satu dengan hakim lainnya untuk kasus serupa yang telah

diputuskan.

Peter Mahmud Marzuki menyarankan agar dalam menjaga kepastian

hukum, peran pemerintah dan pengadilan sangat penting. Pemerintah tidak

boleh menerbitkan aturan pelaksanaan yang tidak diatur oleh undang-undang

atau bertentangan dengan undang-undang. Apabila hal itu terjadi, pengadilan

harus menyatakan bahwa peraturan demikian batal demi hukum (nietig van

63
Peter Mahmud Marzuki I, Op.Cit, hal. 137.
55

rechtswege), artinya dianggap tidak pernah ada sehingga akibat yang terjadi

karena adanya peraturan itu harus dipulihkan sediakala. Akan tetapi, apabila

pemerintah tetap tidak mau mencabut aturan yang telah dinyatakan batal itu,

hal itu akan berubah menjadi masalah politik antara pemerintah dan

pembentuk undang-undang. Lebih parah lagi apabila lembaga perwakilan

rakyat sebagai pembentuk undang-undang tidak mempersoalkan keengganan

pemerintah mencabut aturan yang dinyatakan batal oleh pengadilan tersebut.

Sudah barang tentu hal semacam itu tidak memberikan kepastian hukum dan

akibatnya hukum tidak mempunyai daya prediktibilitas.64

Kepastian hukum merupakan cerminan bahwa hukum seyogyanya harus

dijalankan sebagaimana mestinya. Kepastian hukum bersifat mengikat

layaknya hukum terutama terkait dengan pembuatan akta PPJB bagi para

pihak yang membuatnya. Dalam hal ini, kepastian hukum berkarakter khusus

yang mengikat para pihak. Hal demikian produk hukum akta PPJB ialah

untuk memberikan kepastian hukum, apabila salah satu pihak tidak

menghormati dengan melaksanakan klausula-klausula yang telah disepakati,

maka akan dilakukan dilakukan gugatan ke pengadilan dengan dalil ingkar

janji/wanprestasi dan akiba hukumnya akta PPJB dapat dibatalkan oleh

Pengadilan. Sementara pihak yang ingkar janji atau pihak yang kalah akan

dihukum untuk membayar ganti rugi, biaya dan ongkos-ongkos kepada pihak

yang dimenangkan. Kesimpulan yang dapat ditarik yaitu akta PPJB dibuat

dihadapan Notaris merupakan produk hukum dalam bentuk perikatan yang

terjabarkan dalam klausula-klausula yang telah disepakati oleh para pihak

64
Ibid, hal. 138.
56

(para penghadap) yang memberikan kepastian hukum serta menimbulkan

adanya daya prediktibilitas hukum.

E. Perlindungan Hukum Konsumen developer Perumahan

Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, dijelaskan bahwa konsumen adalah : “Setiap orang

pemakai barang dan/jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahlukhidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.”

Penjelasan Pasal 1 butir (2), Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, kata

“pemakai” menekankan, konsumen adalah konsumen akhir (Ultimate

Consumer) yaitu pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk.

Nasution, yang mengatakan bahwa konsumen akhir, yaitu setiap orang

yang mendapatkan barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pribadi, keluarga atau rumah

tangganya, dan tidak untuk keperluan komersial.65

Bertitik tolak dari definisi konsmuen dan penjelasan tentang konsumen

akhir, maka secara garis besar ada beberapa poin utama yang dapat

dirangkum mengenai konsmuen yaitu :

1. Konsumen adalah setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang

dan atau jasa yang tersedia di dalam masayrakat, baik bagi kepentingan

diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup.

65
Nasution, AZ, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar harapan,Jakarta, 1999, hal. 73.
57

2. Barang dan atau jasa, diperoleh melalui mekanisme pemberian prestasi

dengan cara membayar uang, namun dapat juga barang atau jasa diperoleh

tidak melalui mekanisme pemberian prestasi dengan cara

membayar uang.

Unsur pokok kesejahteraan rakyat adalah terpenuhinya kebutuhan

perumahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi setiap Warga Negara

Indonesia dan keluarganya, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai

manusia.

Pembangunan perumahan merupakan salah satu instrument terpenting

dalam strategi pengembangan wilayah yang menyangkut aspek aspek yang

luas dibdang kependudukan dan berkaitan erat dengan pembangunan

ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan ketahan nasional.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan

Pemukiman dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 dan 2 bahwa : “Rumah adalah

bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal, atau hunian dan sarana

pembinaan keluarga.” “Perumahan adalah kelompk rumah yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan

prasarana dan sarana lingkungan.”

Rumah adalah bangunan di mana manusia tinggal dan melangsungkan

kehidupannya, di samping itu rumah juga merupakan tempat berlangsungnya

proses sosialisasi pada saat seseorang diperkenalkan kepada norma dan adat

kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat, maka tidaklah mengherankan bila

masalah perumahan menjadi masalah yang penting bagi individu.66

66
Budihardjo, Sejumlah masalah Permukinan Kota, Alumni, Bandung, 1992, hlm 145
58

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat

kesadaran akan haknya memang masih sangat rendah, hal ini terutama

disebabkan oleh kurangnya kesadaran dari pihak konsumen itu sendiri dan

rendahnya pendidikan konsumen yang ada. Oleh karena itu Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang ada,

dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan

lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan

upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan

konsumen.

Upaya pemberdayaan konsumen melalui pembentukan undang-undang

yang dapat melindungi kepentingan konsumen secara integrative dan

komprehensif, tetapi perlu juga tentang peraturan pelaksanaan, pembinaan

aparat, pranata dan perangkat-perangkat yudikatif, administratif dan edukatif,

serta sarana dan prasarana lainnya, agar nantinya undang-undang tersebut

dapat diterapkan secara efektif di masyarakat.

Bertitik tolak dari pemahaman akan perlindungan konsumen perumahan,

maka dapat dikatakan bahwa :” Perlindungan konsumen perumahan adalah

serangkaian upaya yang dibingkai secara hukum, untuk melindungi

konsumen perumahan sebagai pengguna fasilitas perumahan, yang meliputi

fasilitas bangunan (konstruksi) yang sesuai standar, fasilitas lingkungan,

fasilitias sosial, fasilitas umum dan memenuhi standar kesehatan, serta

mempu memberi rasa aman kepada penghuninya, baik itu untuk kepentingan

pribadi, keluarga, institusi ataupun pihak lain, tetapi tidak untuk

diperdagangkan kembali.”
59

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

memberikan pengertian tentang perlindungan konsumen secara cukup luas,

perlindungan konsumen di definisikan sebagai segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen.

Menurut Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, Tentang

Perlindungan Konsumen, Perlindungan Konsumen bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk

melindungi diri.

2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negative pemakaian barang dan atau jasa.

3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan

menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur

kepastian hukum, keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan

informasi.

5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan konsumen, sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung

jawab dalam berusaha.

6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan

usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan

dan keselamatan konsumen.

F. Perjanjian Menurut Prespektif Hukum Islam

Indonesia sendiri mengenai perkembangan kajian dan praktek ilmu

ekonomi islam juga berkembang pesat. Kajian-kajiannya sudah banyak di


60

selenggarakan di berbagai universitas negeri maupun swasta. Sementara itu

dalam bentuk prakteknya, ekonomi islam telah berkembang dalam bentuk

perbankan dan lembaga-lembaga keuangan ekonomi islam non bank.67 Akad

atau kontrak berasal dari bahasa arab yang berarti ikatan atau simpulan baik

ikatan yang nampak “hissy” maupun tidak Nampak “ma‟nawy”. Kamus Al

Mawrid, menterjemahkan Al-„Aqd sebagai contract and angreement atau

kontrak dan perjanjian.68 Sedangkan akad atau kontrak menurut istilah adalah

suatu kesepakatan atau komitmen bersama baik lisan, isyarat, maupun tulisan

antara dua pihak atau lebih yang memiliki implikasi hukum yang mengikat

untuk melaksanakannya.69 Subhi Mahmasaniy mengartikan kontrak sebagai

ikatan atau hubungan diantara ijab dan qabul yang memiliki akibat hukum

terhadap hal-hal yang dikontrakkan.70 Terdapat juga pakar yang

mendefinisikan sebagai satu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang

berdasarkan kesepakatan atau kerelaan bersama.71

Hukum islam terdapat asas-asas dari suatu perjanjian. Asas ini

berpengaruh pada status akad. Ketika asas ini tidak terpenuhi, maka akan

mengakibatkan batal atau tidak sahnya perikatan/perjanjian yang dibuat.

Adapun asas-asas itu adalah sebagai berikut;72

67
Wahyu Wiryono, 2006, Penyelesaian Sengketa Bank Syari‟ah, Makalah Dalam
Pelatihan Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari‟ah di Pengadilan Agama Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta, Tanggal 8 Juli 2021.
68
Munir Al Ba‟labakyy, 1990, Qamus Al Mawrid. Dar Al-I‟lm Al Malayyin, Beirut, hlm.
770.
69
Muhammad Salam Madkur, 1963, Al-Madkhal Al-Fiqh Al-Islamiyy, Dar Al-Nahdah
Al- „Arabiyyah, TTP, hlm. 506.
70
Subhi Mahmasaniy, 1948, Al-Nazariyyat Al‟-Ammah li al Mujibat wa Al „Uqud fi Al
Syariah Al Islamiyah, Dar Al KItab Al Arabiyy, Mesir, hlm. 210.
71
Hasbi Al-Shiddieqiyy, 1974, Pengantar Fiqh Mu‟amalah, Bulan Bintang, Jakarta, hlm.
34.
72
Soenandar Taryana, 2016, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti,
Jakarta, hlm. 76.
61

1. Al-Huriyah (kebebasan)

Asas ini merupakan prinsip dalam hukum islam dan merupakan prinsip

dasar pula dari hukum perjanjian. Pihak-pihak yang melakukan akad

mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian (freedom of making

contract), baik dari segi yang diperjanjikan (objek perjanjian) maupun

penentuan persyaratan-persyaratan lain, termasuk menetapkan cara

menyelesaikan bila terjadi sengketa. Kebebasan menentukan persyaratan ini

dibenarkan selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariah islam.

Dengan kata lain, syari‟ah islam memberikan kebebasan kepada setiap orang

yang melakukan akad sesuai dengan yang diiinginkan tetapi yang

menentukan akibat hukumnya adalah ajaran agama. Tujuannya adalah untuk

menjaga agar tidak terjadi penganiyayaan antara sesame manusia melalui

akad dan syarat-syarrat yang dibuatnya. Asas ini pula menghindari semua

bentuk paksaan, tekanan, dan penipuan dari pihak manapun. Adanya unsur

pemlasaan dan permasungan kebebadan bagi pihak-pihak yang melakukan

perjanjian, maka legalitas perjanjian, yang dilakukan bisa dianggap

meragukan bahkan tidak sah. Landasan asas ini adalah QS. Al Baqarah ayat

256.73

73
QS. Al Baqarah ayat 256
62

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam),


sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan
jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada
Allah,maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat
kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.”

2. Al- Musawah (persamaan/kesetaraan)

Asas ini membarikan landasan bahwa kedua belah pihak yang melakukan

perjanjian mempunyai kedudukan yang sah antara satu dan lainnya. Sehingga,

pada saat penentuan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas

persaman atau kesetaraan ini.

Landasan asas ini adalah QS. Al Hujurat Ayat 13.74

Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki


dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa- bangsa
dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling
mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”

3. Al-Adalah (keadilan)

Salah satu sifat Tuhan dan Al Qur‟an menekankan agara manusia

menjadikannya sebgai ideal moral QS. Al A‟raf ayat 29.75

74
QS. Al Hujurat Ayat 13
75
QS. Al A‟raf ayat 29
63

Artinya: “Tuhanku menyuruhku berlaku adil. Hadapkanlah wajahmu


(kepada Allah) pada setiap salat, dan sembahlah Dia dengan
mengikhlaskan ibadah semata-mata hanya kepada-Nya.

Bahwa Al Qur‟an mendapatkan keadilan lebih dekat kepada taqwa QS.Al

Maidah ayat 8-9.76

Artinya: “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong


kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Pelaksanaan akad ini dalam akad, dimana para pihak dalam melakukan

akad dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan

keadaaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi

semua kewajiabannya QS. Ali Imran ayat 17.77

76
QS.Al Maidah ayat 8-9
77
QS. Ali Imran ayat 17
64

Artinya: “(Juga) orang yang sabar, orang yang benar, orang yang taat,
orang yang menginfakkan hartanya, dan orang yang memohon ampunan
pada waktu sebelum fajar.”

Asas ini berkaitan erat dalam asas kesamaan meskipun keduanya tidak

sama, dan merupakan lawan dari kezaliman. Salah satu bentuk kezaliman

adalah mencakup hal-hal kemerdekaan orang lain dan atau tidak memenuhi

kewajiban terhadap akad yang dibuat.

4. Al-Ridha (Kerelaan)

Dasar asas ini adalah Qs. An-Nisa ayat 29.78

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah
Maha Penyayang kepadamu.”

Asas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas

dasar kerelaan antara masing-masing pihak. Keralaan antara pihak-pihak yang

berakad dianggap sebagai prasyarat bagi terwujudnya semua transaksi. Jika

dalam transaksi tidak terpenuhi asas ini, maka itu sama artinya dengan makan

sesuatu dengan cara yang batil. Transaksi yang dilakukan tidak dapat

dinyatakan telah mencapai sebuah bentuk usaha yang saling rela yang

pelakunya jika didalamnya ada tekanan, paksaan, penipuan dan mis statmen.

78
Qs. An-Nisa ayat 29
65

Jadi asas ini mengharuskan tidak asanya paksaan dalam proses transaksi dari

pihak manapun.

5. Ash- Shidq (kejujuran dan kebenaran)

Kejujuran adalah satu nilai etika yang mendasar dalam islam. Islam

adalah nama lain dari kebenaran (QS.Ali Imran:95).79

Katakanlah (Muhammad), “Benarlah (segala yang difirmankan) Allah.”


Maka ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidaklah termasuk
orang musyrik.

Allah berbicara benar dan memerintahkan semua muslim untuk jujur

dalam segala urusan dan perkataan (QS.Al-Ahzab ayat 70).80

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah


dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki
bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu.

Islam dengan tegas melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk

apapun. Nilai kebenaran ini memberikan pengaruh pada pihak-pihak yang

melakukan perjanjian untuk tidak berdusta, menipu, dan melakukan

pemalsuan. Pada saat asas ini tidak dijalankan, maka akan merusak legalitas

akad yang dibuat. Pihak yang merasa dirugikan karena pada saat perjanjian

79
QS.Ali Imran:95
80
QS.Al-Ahzab ayat 70
66

dilakukan pihak lainnya tidak mendasarkan pada asas ini, dapat

menghentikan proses perjanjian tersebut.

6. Al-Kitabah (Tertulis)

Prinsip lain yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan akad adalah

sebagaimana disebutkan dalam Al Quran QS Al-Baqarah ayat 282.81

81
QS Al-Baqarah ayat 282
67

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang


piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia
menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah dia
mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang berutang itu orang yang
kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak mampu
mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan
68

benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara


kamu. Jika tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-
laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari
para saksi (yang ada), agar jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi
mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak apabila
dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas
waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih adil
di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih mendekatkan
kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu
jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual
beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu
lakukan (yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada
kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran
kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

QS. Al Baqarah ayat 28382

Artinya: “Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak


mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang
dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain,
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan
hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya.”

Ayat ini mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benar-benar berada


dalam kebaikan bagi semua pihak yang melakukan akad, maka akad itu harus
dilakukan dengan melakukan Kitabah (penulisan perjanjian, terutama
transaksi dalam bentuk kredit). disamping itu, juga

82
QS. Al Baqarah ayat 283
69

Ayat ini mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benar-benar berada

dalam kebaikan bagi semua pihak yang melakukan akad, maka akad itu harus

dilakukan dengan melakukan Kitabah (penulisan perjanjian, terutama

transaksi dalam bentuk kredit). disamping itu, juga diperlukan adanya saksi-

saksi (syahadah), rahn (gadai, untuk kasus tertentu), dan prinsip tanggung

jawab individu.
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Peran Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

Dalam Konsepsi Kepastian Hukum

Perjanjian pengikatan jual beli rumah merupakan perjanjian pendahuluan

yang tunduk pada ketentuan Undang-Undang No 1 Tahun 2011 tentang

Perumahan dan Permukiman, dalam Pasal 42 ayat (1) menyatakan bahwa,

“Rumah tunggal, rumah deret, dan/atau rumah susun yang masih dalam tahap

proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan

jual beli sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan”.

Perjanjian pendahuluan jual beli tersebut dijelaskan dalam Penjelasan

Pasal 42 ayat (1), bahwa perjanjian pendahuluan jual beli merupakan

kesepakatan melakukan jual beli rumah yang masih dalam proses

pembangunan antara calon pembeli rumah dengan penyedia rumah yang

diketahui oleh pejabat yang berwenang.

Perjanjian pendahuluan jual beli tersebut kemudian diatur lebih lanjut

dalam Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 9 Tahun 1995 tentang

Pedoman Pengikatan Jual Beli. PPJB rumah merupakan perjanjian

pendahuluan yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli atas dasar

kesepakatan sebelum jual beli dilakukan.

Perjanjian ini diperlukan untuk mengamankan kepentingan penjual dan

calon pembeli serta meminimalisir sengketa yang mungkin muncul

dikemudian hari. PPJB rumah dilakukan sebelum terjadinya peristiwa hukum

jual beli (AJB). PPJB sebagai perjanjian pendahuluan tidak diatur dalam

70
71

KUHPerdata, akan tetapi keberadaannya sesuai dengan ketentuan Undang-

undang No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman (sebagai lex

specialis) yang mengharuskan dibuatnya perjanjian pendahuluan jual beli

apabila objek jual beli masih dalam proses pembangunan.

Isi dari PPJB adalah pernyataan untuk memberikan sesuatu (misalnya:

calon penjual akan memberikan penyerahan hak milik atas tanah beserta

bangunan diatasnya kepada calon pembeli, jika pembayarannya telah lunas)

dan atau melakukan sesuatu (misalnya: calon pembeli wajib mengangsur

pelunasan pembayaran pada waktu yang telah disepakati) kepada pihak lain

yang berkaitan dengan suatu objek sebelum kepemilikannya berpindah dari

penjual kepada pembeli.

Isi dari PPJB dapat pula mengenai tidak melakukan sesuatu, misalnya

calon penjual dilarang untuk menjual tanah tersebut kepada pihak lain.

Sebagai suatu perjanjian pendahuluan, maka terdapat suatu perbuatan hukum

yang terkait dan melekat setelah dibuatnya PPJB, yaitu perbuatan hukum jual

beli.

Ketentuan Pasal 1457 KUHPerdata ialah “Jual beli adalah suatu

perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk

menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga

yang telah dijanjikan.”

PPJB dapat digolongkan dalam perjanjian obligatoir. Perjanjian

obligatoir adalah perjanjian dimana pihak-pihak sepakat untuk mengikatkan

diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain.83 Oleh

83
Ibid., hal. 92
72

karena itu, dengan dibuatnya PPJB saja belum mengakibatkan beralihnya hak

milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli. Tahapan ini baru

merupakan kesepakatan (konsensual) dan harus diikuti dengan perjanjian

penyerahan (levering), yaitu di tandatanganinya akta jual beli dihadapan

Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pada umumnya jual beli harus

diikuti dengan perbuatan penyerahan, yaitu penyerahan fisik maupun

penyerahan yuridis.

Aturan dasarnya, dilakukannya penyerahan tergantung dari objek jual

belinya (benda tetap atau benda bergerak). Dalam jual beli hak atas tanah

maupun bangunan berupa rumah diatasnya, penyerahan fisik tidak selalu

dilakukan pada saat (segera setelah) jual beli. Penyerahan fisik bukan

merupakan unsur dari jual beli tanah, tapi merupakan kewajiban dari penjual.

Pendapat ini dikuatkan bahwa objek jual beli tanah adala hak atas tanah

(bukan tanah). Jadi dengan adanya jual beli, hak atas tanah sudah beralih.

Artinya penyerahan tunai dari objek jual beli itu telah terjadi.84

Jual beli hak atas tanah maupun bangunan diatasnya, disamping

penyerahan fisik juga harus dilakukan penyerahan yuridis (juridische

levering). Penyerahan yuridis pada jual beli hak atas tanah dilakukan dengan

pembuatan akta jual belinya pada Pejabat Pembuat Akta Tanah (Pasal 19

Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah).

Oleh sebab itu, pada saat dibuatnya PPJB belum dilakukan penyerahan

baik fisik maupun yuridis, karena perjanjian ini masih merupakan perjanjian

pendahuluan sebelum melakukan jual beli. Dari ketentuan tersebut dapat


84
Shinta Christie, Aspek Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai Tahapan Jual
Beli Hak Atas Tanah Secara Angsuran, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Indonesia,
Jakarta, 2012, hal. 37.
73

disimpulkan bahwa PPJB berbeda dengan perjanjian jual beli. Dimana PPJB

merupakan jual beli barang dimana pihak-pihak setuju bahwa hak milik atas

barang akan berpindah kepada pembeli pada waktu yang akan datang.85

Perjanjian jual beli adalah jual beli dimana hak milik atas barang seketika

berpindah kepada pembeli1. Pada jual beli hak atas tanah dan bangunan

(rumah) diatasnya, jual beli terjadi pada saat penandatanganan akta jual beli

dihadapan Notaris/PPAT. Pada dasarnya PPJB tunduk pada hukum perikatan,

dengan dilakukannya PPJB, hak atas tanah belum berpindah. Calon penjual

dan calon pembeli hanya membuat kesepakatan yang harus dilakukan oleh

calon penjual dan calon pembeli sebelum jual beli dilakukan, sedangkan

perjanjian jual beli hak atas tanah, tunduk pada hukum tanah nasional.

Penanda tanganan akta jual beli dihadapan PPAT oleh penjual, pembeli

dan para saksi, kepemilikan objek yang diperjanjikan secara sah telah

berpindah dari penjual kepada pembeli, sebab jual beli menurut Undang-

Undang No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agrarian

(UUPA) ialah jual beli menurut pengertian Hukum Adat yang bersifat tunai

yaitu penyerahan tanah beserta bangunan diatasnya selama-lamanya oleh

penjual kepada pembeli dan pembayaran harganya oleh pembeli kepada

penjual pada saat yang bersamaan, pada saat itu juga hak ikut beralih.

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 dan Pasal 37

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Tujuan utama dibuatnya PPJB adalah untuk mengamankan kepentingan calon

penjual dan pembeli sekaligus untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya

85
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, cet 2, (Bandung: Alumni, 1986), hal.
217.
74

sengketa antara para pihak yang terkait. Oleh karena itu, calon penjual dan

pembeli berkewajiban untuk mentaati substansi dari perjanjian yang telah

disepakati bersama. Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 1338 ayat (1)

KUHPerdata yang menjelaskan, bahwa: “Semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.

Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut, maka isi dari perjanjian tersebut

dapat berupa memberikan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu (Pasal 1234
86
KUHPerdata). Akan tetapi, kewajiban para pihak tidak hanya terbatas pada

apa yang diperjanjikan saja, namun harus memperhatikan apa yang

diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan ketertiban umum.

Abdul Hakim menjelaskan, dalam hukum perjanjian di Indonesia

(KUHPerdata) untuk menentukan apakah substansi atau klausula dalam

perjanjian merupakan klausula yang secara tidak wajar sangat memberatkan

bagi pihak lainnya terdapat pengaturannya dalam Pasal 1337 dan Pasal 1339

KUH Perdata.87 Ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata menyatakan, bahwa:

“Suatu sebab adalah terlarang apabila dilarang oleh Undang-undang atau

apabila berlawanan dengan kesusilaan baik untuk ketertiban umum”.

Selanjutnya dalam Pasal 1339 KUH Perdata menyatakan, bahwa: “Suatu

perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan

di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian

diharuskan oleh kepatutan”.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, maka perjanjian yang dibuat secara

sah dengan disertai kesepakatan akan mengikat para pihak terkait


86
Pasal 1234 KUH Perdata menyatakan bahwa, tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.
87
Abdul Hakim Siagian, Hukum Perdata, USU Press, Medan, 2015, hal. 206.
75

didalamnya. Kesepakatan tersebut harus berangkat dari kehendak yang bebas

(dalam arti bebas dari paksaan sesuai dengan ketentuan Pasal 1321 jo. 1324

KUHPerdata)143, kekhilafan sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1322

ayat (2), penipuan dalam Pasal 1328 ayat (1) diantara para pihak serta

dinyatakan secara tegas dan tertulis pada PPJB Rumah. Kesepakatan

menunjukkan adanya akibat hukum yang di kehendaki oleh para pihak.

PPJB yang dibuat antara developer dengan calon pembeli menunjukkan

adanya hubungan hukum (hubungan kontraktual) antara developer dengan

calon pembeli rumah, selanjutnya yaitu adanya AJB yang dibuat dan

ditandatangani di hadapan PPAT untuk mengalihkan tanah dan rumah dari

developer kepada calon pembeli.88

PPJB yang menjadi salah satu objek penelitian dalam penelitian ini adalah

PPJB Proyek Perumahan Tlogomulyo Residence yang pada dasarnya

substansi PPJB sama dengan perusahaan developernya, yang berbeda

hanyalah tipe rumah yang diperjanjikan dan banyaknya bangunan yang tidak

kondusif, harga dan sistem pembayarannya yang tidak flat.

Setiap orang membutuhkan kepastian hukum serta alat bukti otentik atas

perbuatannya. Oleh karena itu, PPJB atau ikatan yang dibuat oleh pihak

Developer secara yuridis memerlukan bantuan Notaris dalam kapasitasnya

sebagai pejabat umum yang memiliki kewenangan membuat akta otentik.

Perjanjian atau pengikatan secara otentik yang dibuat oleh Developer dengan

konsumen tersebut, membutuhkan bantuan Notaris. Hal ini terjadi karena

Notaris berwenang untuk membuat suatu bentuk akta otentik yang mampu

88
Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2008, hal. 83-84.
76

memberikan perlindungan hukum kepada pihak pihak yang melakukan

perjanjian.

Dokumen PPJB merupakan dokumen yang membuktikan adanya

hubungan hukum antara developer dengan calon pembeli, dimana developer

mengikatkan diri untuk menjual tanah dan/atau rumah kepada calon pembeli.

Sedangkan calon pembeli sebagai konsumen membeli tanah dan/atau rumah

dari developer dengan kewajiban untuk membayar harga jualnya dalam

bentuk baik dengan pembayaran uang muka (down payment) dan sisanya

diselesaikan sesuai dengan apa yang telah di sepakati dalam PPJB.

PPJB yang di lakukan antara developer dengan konsumen berlandaskan teori

kepastian hukum dikarenakan kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum

dapat dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata

dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu

tindakan tanpa memandang siapa yang melakukan. Kepastian hukum dapat

memperkirakakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum

tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan dihadapan

hukum tanpa diskriminasi.

B. Pertanggungjawaban Developer Atas Terjadinya Wanprestasi Pada

Perjanjian Jual Beli Kepemilikan Rumah Terhadap Konsumen

Tlogomulyo Residence Semarang

Perjanjian antara Zaenal Abidin (Pemilik Tanah) dan PT. Aditama Land

selaku pengembang yang dibuat secara sah dan mengikat para pihak, di mana

Zaenal Abidin selaku pemilik tanah melakukan perjanjian dengan PT.

Aditama Land selaku pengembang/pemasar melakukan perjanjian kerjasama

untuk membangun sejumlah rumah yang kemudian akan dijual kepada


77

konsumen, di mana pemilik tanah akan mendapatkan sejumlah uang atas

penjualan rumah tersebut dan PT. Aditama Land akan membangun

perumahan di atas tanah yang sudah di sepakati jual beli kedua belah pihak

tersebut.

Pada tahun 2020 PT. Aditama Land menawarkan beberapa hunian kepada

Ngadiman, Dengan penawaran dari PT. Aditama Land kepada Ngadiman

tersebut, maka Ngadiman berminat dan sepakat untuk membeli sebuah rumah

beserta tanahnya yang terletak di perumahan Tlogomulyo Residence

Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.

Selanjutnya, atas dasar kesepakatan tersebut dibuatkanlah Perjanjian jual

beli sebagai dengan Perjanjian Jual Beli tertanggal 26 Desember 2018, untuk

Tipe 60 rumah No. A1 blok D dengan harga sebesar Rp. 602.500.000,-(enam

ratus dua juta lima ratus ribu rupiah)diatas tanah kavling seluas 300 m², tetapi

sebelum terjadi pembangunan rumah Pihak Developer menawarkan rumah

dalam bentuk lain dan Konsumen menyetujuinya dengan membuat perjanjian

perubahan baru/kedua.

Cara pembayaran berdasar kesepakatan Perjanjian Jual Beli pada Pasal 3

Ayat (1), (2) dan (3) tersebut sebesar Rp 602.500.000,-(enam ratus dua juta

lima ratus ribu rupiah), Konsumen membayar uang muka sebesar Rp

174.000.000,- (seratus tujuh puluh empat juta rupiah) kepada Developer,

sedangkan sisanya sejumlah Rp 428.500.000,- (empat ratus dua puluh

delapan juta lima ratus ribu rupiah) dan penambahan spek bangunan sejumlah

Rp 20.243.000,- (dua puluh juta dua ratus empat puluh tiga ribu rupiah)

dibiayai melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dari proses pengajuan


78

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan diurus oleh Developer sampai selesai.

Akan tetapi Developer dengan sengaja tidak melaksanakan kewajibannya

dengan baik untuk mengurus KPR milik Konsumen meskipun sudah

beberapa kali Konsumen memberikan data-data/ syarat pengajuan KPR

kepada Developer. akibat dari Developer belum menyelesaikan pekerjaan

finishing dan belum mengurus Kredit Pemiikan Rumah (KPR) atas rumah

milik Konsumen yang terletak di perumahan Tlogomulyo Residence

Kecamatan Pedurungan Kota Semarang, sehingga Konsumen belum bisa

menempatinya, bahwa dengan ketidak pastian ini Konsumen merasa sangat

dirugikan.

Sekitar awal bulan September 2019 karena didalam Perjanjian tidak

disebutkan batas waktu pembangunan maka pada saat itu Konsumen

menanyakan kepada Developer tentang batas waktu pengerjaan rumah milik

Konsumen tersebut dan Developer menyampaikan secara lisan kalau rumah

milik Konsumen akan diselesaikan dalam waktu 3 (tiga) bulan sampai 6

(enam) bulan. Seharusnya rumah milik Konsumen tersebut selesai dibangun

pada bulan Maret 2020 (terhitung 3 bulan) akan tetapi sampai bulan Juli 2020

(sudah 23 bulan) rumah yang dijanjikan oleh Developer juga belum selesai

dibangun, hal tersebut secara fakta terlihat dalam kondisi rumah yang masih

dalam keadaan pengerjaan pondasi atau sekitar 20% pengerjaan rumahnya.

Selain Perjanjian Jual Beli tersebut diatas, pembangunan rumah/obyek

sengketa sampai dengan bulan Maret 2020 belum juga selesai pekerjaannya

maka antara Konsumen dengan Developer membuat kesepakatan diluar

Perjanjian Jual Beli yang juga disaksikan oleh PT.Aditama Land dan Bpk.
79

Ngadiman yang ditandatangani pada tanggal 15 April 2021 dan sampai saat

ini belum dibatalkan atau masih mengikat antara Konsumen dan Developer,

yaitu:

Pasal 2 “Pihak II (Developer) menjamin bahwa unit rumah tersebut dan

semua fasilitas diselesaikan paling lambat pada tanggal 12 Desember 2020,

akan tetapi rumah utama di lantai 2 sudah siap ditempati pada tanggal 30

Februari 2021, pekerjaan setelah 30 Februari 2021 tinggal finishing dilantai

1”.89

Pasal 3 “Apabila unit rumah tersebut terlambat diselesaikan sesuai tanggal

pada perjanjian pasal 2, maka Pihak II (Developer) wajib membayar denda

sebesar 1% dari Rp 6.025.000,- (enam juta dua puluh lima ribu rupiah) pada

bulan pertama, dan berlaku kelipatan pada setiapbulan keterlambatan,maka

dengan demikian dapat dihitung sebagai berikut”.

1. Tanggal 15 Januari 2021 (bulan pertama)

1% X Rp 614.742.000,- = Rp 6.025.000,-

2. Tanggal 15 Februari 2021 (bulan ke dua)

2% X Rp 614.742.000,- =Rp 12.050.000,-

3. Tanggal 15 Maret 2021 (bulan ke tiga)

3% X Rp 614.742.000,- = Rp 18.075.000,-

4. Tanggal 15 April 2021 (bulan ke empat)

4% X Rp 614.742.000,- = Rp 24.100.000,-

5. Tanggal 15 Mei 2021 (bulan ke lima)

5% X Rp 614.742.000,- = Rp 30.125.000,-

89
Ibid, Hal. 46.
80

6. Tanggal 15 Juni 2021 (bulan ke enam)

6% X Rp 614.742.000,- = Rp 36.150.000,-

7. Tanggal 15 Juli 2021 (bulan ke tujuh)

7% X Rp 614.742.000,- = Rp 42.175.000,-

8. Tanggal 15 Agustus 2021 (bulan ke delapan)

8% X Rp 614.742.000,- = Rp 48.200.000,-

9. Tanggal 15 September 2021 (bulan ke Sembilan)

9% X Rp 614.742.000,- = Rp 54.225.000,-

10. Tanggal 15 Oktober 2021 (bulan ke sepuluh)

10%X Rp 614.742.000,- = Rp 60.250.000,-

11. Tanggal 15 Oktober 2021 (bulan ke sepuluh)

10%X Rp 614.742.000,- = Rp 60.250.000,-

12. Tanggal 15 Desember 2021 (bulan ke duabelas)

12%X Rp 614.742.000,- = Rp 72.300.000,-

13. 15 Januari 2022 (bulan ke tigabelas)

13%X Rp 614.742.000,- = Rp 78.325.000,-

Total terhitung denda sampai dengan tanggal 15 Januari 2020 adalah Rp.

548.275.000,- (limaratus empat pulu delapan juta dua ratus tujuh puluh lima

ribu rupiah). atas dasar kesepakatan tertanggal 15 Desember 2021 tersebut

dan mengingat denda dengan kelipatan 1 % untuk bulan pertama dan berlaku

kelipatan pada bulan keterlambatan, maka Konsumen selalu mengingatkan

kepada Developer secara tertulis yakni pada tanggal 15 Mei 2021, 15 Juni

2021 dan 15 Juli 2021 akan segera menyelesaikan tanggungjawabnya


81

dikarenakan denda terus berjalan, akan tetapi Developer juga tidak dapat

menyelesaikan tanggungjawabnya sampai gugatan Konsumen didaftarkan.

Karena sampai dengan gugatan Konsumen didaftarkan, terhadap

pembangunan perumahan Tlogomulyo Residence Kecamatan Pedurungan

Kota Semarang juga belum bisa ditempati karena Developer belum selesai

membangun rumah tersebut, belum selesai perbaikan yang diminta

Konsumen, serta juga belum diurus Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sampai

sekarang, maka Developer secara nyata telah melakukan Ingkar Janji

(wanprestasi) terhadap perjanjian/kesepakatan yang telah disepakatinya.

Konsumen telah berkali-kali menanyakan dan mengingatkan kepada

Developer segera menyelesaikan pembangunan rumah tersebut dan segera

menyelesaikan proses KPRnya baik lewat SMS, Whatsapp, telepon,dan

Konsumen telah menyampaikan Somasi tanggal 19 Januari 2021, surat

tanggal 13 Februari 2021 dan surat tanggal 1 April 2021 akan tetapi

Developer tidak memiliki itikat baik untuk menyelesaikan tanggungjawabnya

(perbaikan spesifikasi rumah yang tidak sesuai kesepakatan dan juga

tanggungjawab mengurus KPR). Selain itu Konsumen selalu mendapatkan

jawaban yang tidak pasti dari Developer dan Konsumen sudah berusaha

secara baik- baik/ musyawarah dan sekarang sudah sulit untuk berkomunikasi

dengan Developer sehingga terpaksa Konsumen mengajukan gugatan ke

Pengadilan Negeri Semarang.

Dengan adanya perbuatan ingkar janji / wanprestasi tersebut maka

Konsumen telah dirugikan baik secara materiil, maupun immaterial dimana

apabila diuraikan jumlah kerugian yang diderita Konsumen baik materiil,


82

denda atau immateriil akibat perbuatan Developer tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Kerugian Materiil

Kerugian yang diderita oleh Konsumen telah mengeluarkan

sejumlah uang untuk membayar uang muka atas pembelian rumah/obyek

sengketa tersebut adalah sebesar : Rp. 174.000.000,-(seratus tujuh puluh

empat juta rupiah) dengan rincian sebagai berikut:

a. Bookingfee : Rp. 5.000.000,-

b. Pembayaran 1 : Rp. 70.000.000,-

c. Pembayaran 2 : Rp. 15.000.000,-

d. Pembayaran 3 : Rp. 20.000.000,-

e. Pembayaran 4 : Rp. 20.000.000,-

f. Pembayaran 5 : Rp. 10.000.000,-

g. Pembayaran 6 : Rp. 8.000.000,-

h. Pembayaran 7 : Rp. 5.000.000,-

i. Marketing fee : Rp. 18.000.000,-

j. Pembelian wáter closet : Rp. 3.000.000,- +

Total : Rp. 174.000.000,-

2. Kerugian Denda

Berdasarkan kesepakatan tertulis tertanggal 15 Desember 2020

dan apabila terhitung denda sampai dengan tgl 15 Januari 2021

adalahRp.548.275.000,- (lima ratus empat puluh delapan ribu dua ratus

tujuh puluh lima ribu rupiah).

Dengan rincian sebagai berikut:


83

a. Tanggal 15 Januari 2021 (bulan pertama)

1% X Rp 614.742.000,- = Rp 6.025.000,-

b. Tanggal 15 Februari 2021 (bulan ke dua)

2% X Rp 614.742.000,- = Rp 12.050.000,-

c. Tanggal 15 Maret 2021 (bulan ke tiga)

3% X Rp 614.742.000,- = Rp 18.075.000,-

d. Tanggal 15 April 2021 (bulan ke empat)

4% X Rp 614.742.000,- = Rp 24.100.000,-

e. Tanggal 15 Mei 2021 (bulan ke lima)

5% X Rp 614.742.000,- = Rp 30.125.000,-

f. Tanggal 15 Juni 2021 (bulan ke enam)

6% X Rp 614.742.000,- = Rp 36.150.000,-

g. Tanggal 15 Juli 2021 (bulan ke tujuh)

7% X Rp 614.742.000,- = Rp 42.175.000,-

h. Tanggal 15 Agustus 2021 (bulan ke delapan)

8% X Rp 614.742.000,- = Rp 48.200.000,-

i. Tanggal 15 September 2021 (bulan ke Sembilan)

9% X Rp 614.742.000,- = Rp 54.225.000,-

j. Tanggal 15 Oktober 2021 (bulan ke sepuluh)

10%X Rp 614.742.000,- = Rp 60.250.000,-

k. Tanggal 15 Oktober 2021 (bulan ke sepuluh)

10%X Rp 614.742.000,- = Rp 60.250.000,-

l. Tanggal 15 Desember 2021 (bulan ke duabelas)

12%X Rp 614.742.000,- = Rp 72.300.000,-


84

m. 15 Januari 2022 (bulan ke tigabelas)

13%X Rp 614.742.000,- = Rp 78.325.000,-

3. Kerugian Immateriil

Kerugian yang diderita Konsumen Karena merasa dilecehkan

harga dirinya karena belum juga menempati rumah tersebut dan apabila

dinilai adalah sebesar Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah). Sehingga

kerugiannya dihitung total keseluruhan adalah sebesarRp.822.275.000,-

(delapan ratus dua puluh dua juta dua ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).

Dengan adanya kerugian baik secara materiil, maupun immaterial tersebut

Developer secara nyata telah melakukan Ingkar Janji/ wanprestasi

terhadap perjanjian/kesepakatan yang telah disepakatinya. Menurut Pasal

1234 KUH Perdata seseorang dianggap melakukan wanprestasi apabila:

a. Tidak melaksanakan yang disanggupi untuk dilaksankan.

b. Melaksanakan yang diperjanjikan tetapi tidak seperti yang dijanjikan.

c. Melaksanakan yang diperjanjikan tetapi terlambat.

d. Melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian.

Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata dikatakan bahwa “Suatu perjanjian

yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undangbagi mereka yang

membuatnya”.90Dan Pasal 1457 KUH Perdata “Jual beli sebagai suatu

perjanjian yang mana pihak satu mengikatkan diri untuk memberi suatu

kebendaan dan pihak yang satunya membayar harga yang sudah

90
Ridwan Khairandhy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Program
Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003), Hal. 29.
85

diperjanjikan”.91 Pasal tersebut mengandung asas ketentuan mengikatnya

kontrak, yaitu apa yang dinyatakan dalam suatu hubungan hukum menjadi

hukum yang mengikat bagi mereka. Dengan demikian maka dapat dikatakan

bahwa Developer sudah sepantasnya memenuhi tangungjawab terhadap

konsumen.

Tanggungjawab pelaku usaha (developer) diatur dalam Pasal 19 UUPK.

Disebutkan dalam ketentuan Pasal 19 UUPK:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan,

pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang

dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa

pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis

atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian

santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari

setelah tanggal transaksi.

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan

pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesengajaan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku

apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut

merupakan kesalahan konsumen.

91
Ibid, Hal. 49.
86

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa berlaku

usaha (developer) bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada

konsumen apabila konsumen menderita atau mengalami sesuatu yang tidak

menyenangkan akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dibeli dari

pelaku usaha. Ketentuan tersebut di atas sebenarnya merupakan ketentuan

yang masih bersifat umum. Lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 19 ayat (3)

ditegaskan mengenai batas waktu pemberian ganti rugi kepada konsumen,

yaitu hanya dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal transaksi.

Tanggungjawab lainya yang harus dilaksanakan oleh Developer adalah

menyelesaikan pekerjaan finishing, mengurus Kredit Pemiikan Rumah (KPR)

dan menyelesaiakan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) atas rumah milik

Konsumen yang terletak di Perumahan Tlogomulyo Residence Semarang.

C. Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Perjanjian Jual Beli

Yang Telah Disepakati Bersama Dengan Developer Perumahan

Tlogomulyo Residence Semarang

Istilah perlindungan perlindungan hukum merupakan istilah yang selalu

dikaitkan dengan adanya pencederaan terhadap hak-hak anggota masyarakat

baik yang dilakukan oleh sesama masyarakat, maupun oleh penguasa.92

Perlindungan hukum merupakan “suatu perlindungan yang diberikan kepada

subjek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif

maupun yang bersifat represif, baik yang lisan maupun yang tertulis”.93

Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum sebagai “suatu

92
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Negara, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, 2011, hal.76.
93
Wahyu Simon Tampubolon, Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Ditinjau
Dari Undang Undang Perlindungan Konsumen, Jurnal Ilmiah “Advokasi” Vol. 04. No. 01. Maret
2016, hal 53.
87

gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang memiliki konsep

bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan

dan kedamaian. Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum

dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering

disebut dengan sarana perlindungan hukum”.94

Philipus M. Hadjon membedakan perlindungan hukum menjadi 2 (dua)

jenis, meliputi:

1. Perlindungan hukum preventif

Perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dengan maksud mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu

kewajiban. Dengan perlindungan preventif merupakan bentuk perlindungan

hukum yang diarahkan bagi terlindunginya hak seseorang dari kemungkinan

terjadinya pelanggaran oleh orang lain atau pihak ketiga secara melawan

hukum. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi pemerintah

yang didasarkan pada kebebasan bertindak, karena dengan adanya

perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap

hati-hati untuk mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi.95

Perlindungan hukum preventif telah dibentuk oleh Pemerintah yakni

dengan adanya UUPK. Peraturan ini diharapkan UUPK dapat mendorong

iklim usaha yang sehat serta mendorong lahirnya perusahaan yang tangguh

dalam menghadapi persaingan yang ada dengan menyediakan barang/jasa

94
Ibid. h.67.
95
Philipus M. Hadjon, Loc.Cit.
88

yang berkualitas serta dapat meningkatkan harkat dan martabat konsumen

yang pada gilirannya akan meningkatkan kesadaran, pengetahuan,

kepedulian, kemampuan, serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha

yang bertanggung jawab untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat

merugikan konsumen.

2. Perlindungan hukum represif

Perlindungan hukum adalah “memberikan pengayoman terhadap hak

asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungaan itu diberikan

kepada masyarakat agar bisa menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh

hukum”.96Tujuan hukum dari perlindungan hukum represif untuk

menyelesaikan sengketa. Penanganan dalam menyelesaikan sengketa tersebut

dilakukan oleh badan peradilan yang berwenang baik secara absolut maupun

relatif. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan litigasi dan non litigasi.

Penyelesaian sengketa dengan litigasi diselesaikan melalui Pengadilan dan

penyelesaian sengketa non litigasi dengan dibentuk Badan Perlindungan

Konsumen Nasional, Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya

Masyarakat, dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Jual beli rumah antara developer dan konsumen ditandai dengan

penandatanganan suatu PPJB, baik model PPJB maupun PPR. Model

perjanjian ini adalah kontrak baku yang telah dirancang dan disusun oleh

developer. Dalam menyusun kontrak standar ini, umumnya klausula-klausula

dalam kontrak tersebut lebih banyak melindungi kepentingan developer,

seperti klausula tentang penerapan denda/penalty bila konsumen terlambat

96
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti,Bandung, 2014, hal.54.
89

melakukan pembayaran harga, sedangkan bila developer terlambat

menyelesaikan dan menyerahkan bangunan rumah kepada konsumen tidak

dikenakan denda, bahkan dapat melakukan pembatalan secara sepihak jual

beli tersebut tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada konsumen. Sedangkan,

bila konsumen ingin membatalkan jual beli, maka tanda jadi atau uang muka

yang telah dibayarkan konsumen akan dipotong beberapa persen.97

Berdasarkan Permasalahan tersebut dan dengan telah ditandatanganinya

PPJB oleh semua pihak di hadapan pejabat umum, maka PPJB tersebut

termasuk ke dalam akta autentik, sehingga kedudukan akta autentik tersebut

bersifat sempurna.

Sementara itu, dengan dilakukanya wanprestasi Developer terhadap

Konsumen, ataupun yang disebutkan juga dengan istilah breach of contract)

yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakan prestasi atau kewajiban

sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak

tertentu seperti yang dimaksudkan dalam kontrak yang bersangkutan.98

Sebagai konsekuensi hukum dari pelarangan yang diberikan oleh

Pasal 19 UUPK dan sifat perdata dari hubungan hukum antara pelaku usaha

dan konsumen, maka demi hukum, setiap pelarangan yang dilakukan oleh

pelaku usaha yang merugikan konsumen memberikan hak kepada konsumen

yang dirugikan untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang

merugikanya, serta untuk menuntut ganti rugi atas kerugianya yang diderita

oleh konsumen tersebut.99

97
Muhammad Anies, Op.Cit, hal 288
98
Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2009), Hal. 87.
99
Ibid, Hal. 59.
90

Pada prinsipnya hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen

adalah hubungan hukum keperdataan.100 Akan tetapi, sanksi pidana juga

dapat diberikan bagi pelanggar UUPK. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan

Pasal 45 ayat (3). Sanksi-sanksi yang dapat diberikan bagi pelaku usaha yang

melanggar ketentuan UUPK dapat ditemukan dalam Bab XIII dari mulai

Pasal 60-63:101

D. Contoh Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli

NOTARIS
AHMAD MUDASIR, S.H., M.Kn
DAERAH KERJA KOTA SEMARANG
SK. KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 803/KEP-17.3/X/2020
Tanggal 14 Desember 2020
Jl. Taman Tlogomulyo No. 21. PEDURUNGAN, KOTA SEMARANG
Telp/Fax: (024) 3501321 / 08232330000

PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI


Nomor : 12/2021.
Lembar Pertama

-Pada hari ini Jum‟at, tanggal dua puluh enam desember dua ribu duapuluh satu
(26-12-2021). Hadir dihadapan saya AHMAD MUDASIR Sarjana Hukum,
Magister Kenotariatan, yang berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan
Pertanahan Nasional tanggal 14 Desember Nomor 803/KEP-17.3/X/2020
diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang dimaksud dalam Pasal 7
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dengan
daerah kerja Kabupaten Semarang dan berkantor di Jalan Jendral Sudirman

100
Ibid, Hal. 82.
101
Ibid, Hal.83.
91

Nomor 7 Ungaran Kabupaten Semarang, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang


saya, kenal dan akan disebut pada bagian akhir akta ini : ------------------------------
-------------I. Tuan ADITIYA NUGROHO, lahir di Semarang, pada tanggal
tujuhbelas November tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh tujuh (17-11-1977),
Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat tinggal di Semarang, Jalan
Majapahit Nomor 49, Rukun Tetangga 002, Rukun Warga 009, Kelurahan
Tlogomulyo, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah
pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan
3174101711770007, yang untuk melakukan perbuatan hukum dimaksud didalam
Akta ini telah mendapatkan persetujuan dari isterinya yang hadir dihadapan Saya,
Pejabat dan menandatangani akta ini yaitu Nyonya Mega Intan Permata Sari,
lahir di Kabupaten Semarang, pada tanggal duapuluh enam Maret seribu
sembilanratus tujuhpuluh lima (26-03-1975), Warga Negara Indonesia, Buruh
Harian Lepas, bertempat tinggal di sama dengan Suaminya tersebut diatas,
Pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor 3322132625650002.----------------------
---------------------------------------------------- Menurut keterangannya dalam
hal ini bertindak --------------------------------
-Keduanya bertempat tinggal yang sama seperti yg sudah dituangkan diatas-------
--Untuk keperluan ini berada Kota Semarang--------------------------------------------
-
-Para penghadap dalam melaksanakan perbuatan hukum dalam akta ini telah
sepakat dan saling memberikan persetujuan.---------------------------------------------
- Selaku Penjual selanjut disebut sebagai ------------------------------------------------
-
--------------------------------PIHAK PERTAMA/PENJUAL--------------------------
II. Tuan NGADIMAN , lahir di Kota Semarang, pada tanggal satu Oktober
tahun seribu sembilan ratus enam puluh tiga (01-10-1963), Warga Negara
Indonesia, Karyawan Swasta, bertempat tinggal di Jakarta Selatan, Jalan
Perdagangan II Nomor 7, Rukun Tetangga 008, Rukun Warga 007,
Kelurahan Barito, Kecamatan Pedurungan, Pemegang Kartu Tanda
Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan 3174100110630004; --------------
----------------------------------------
92

-selanjutnya disebut : PIHAK KEDUA/PEMBELI; --------------------------------


-
- para penghadap saya, Notaris kenal dari identitasnya---------------------------------
-
-Para penghadap bertindak sebagaimana tersebut menerangkan terlebih dahulu :
-Bahwa PIHAK PERTAMA memiliki/menguasai : ------------------------------------
- Bahwa Pihak Pertama mempunyai Sebidang tanah : ---------------------------------
-
- Hak Milik seluas 2300 m2(dua ribu tiga ratus meter persegi), terletak di
Propinsi Jawa Tengah, Kota Semarang, Kecamatan Pedurungan, kelurahan
Tlogomulyo,-
- sebagaimana diuraikan dalam Gambar Situasi----------------------------------------
-Sebelah Utara : Tanah milik PUTI RAHMAWATI; -------------------------
-
-Sebelah Selatan : Selokan; -------------------------------------------------------
-
-Sebelah Barat : Tanah milik AGUS HARDIYANTO ; ----------------------
-
-Sebelah Timur : Tanah milik SOLEKAN; -------------------------------------
nomor : 3654/2017 tanggal 14-07-2017 (empat belas Juli seribu dua ribu tujuh
belas), sertipikat (tanda bukti hak) Hak Milik nomor : 1436 yang dikeluarkan
oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang, tanggal 10-09-2015 (sepuluh
September dua ribu lima belas), tercatat atas nama ADITIYA NUGROHO,
Demikian berikut dengan segala turut-turutannya, serta segala sesuatu yang
didirikan, ditanam dan ditempatkan di atas tanah tersebut, yang menurut sifatnya,
peruntukannya dan Undang-Undang dianggap sebagai benda tidak bergerak;------
-selanjutnya disebut TANAH;--------------------------------- ----------------------------
-Bahwa menurut keteranganya dari pihak pertama telah menguasai tanah tersebut
atas pembelian tanah dari ZAENAL ABIDIN berdasarkan Akta Jual Beli Nomor
17/2018.---------------------------------------------------------------------------------------
-Bahwa Pihak Pertama berkehendak menjual tanah salah satu kavling seluas 300
m2 dan bangunan rumah tinggal yang terletak di perumahan Tlogomulyo
93

Residence kavling 110 blok A1 type premium kepada Pihak Kedua, dan Pihak
Kedua menyetujui pembelian tanah tersebut dari Pihak Pertama;---------------------
---------
- Bahwa harga tanah dan bangunan rumah tersebut telah disepakati dan disetujui
oleh kedua belah pihak sebesar Rp.602.500.000,00 (enam ratus dua juta lima
ratus ribu rupiah); ----------------------------------------------------------------------------
-------
-Bahwa Jual Beli tersebut di atas akan dilaksanakan pendaftarannya segera
setelah syarat-syarat yang diperlukan untuk Terlaksananya jual beli tersebut di
atas dipenuhi oleh para pihak yang bersangkutan;---------------------------------------
-----
- Selanjutnya para pihak dengan ini telah setuju dan mufakat untuk saling
mengikat diri mengadakan Perjanjian Jual Beli dengan syarat-syarat sebagai
berikut : ---------------------------------------------------Pasal 1.--------------------------
------------------
-Pihak Pertama wajib dan terikat disini untuk menjual salah satu tanah dan
bangunan rumah yang terletak di perumahan Tlogomulyo Residence kavling 110
blok A1 type premium yang dimilikinya kepada Pihak Kedua yang mengikat diri
pula wajib untuk membelinya dari Pihak Pertama tanah tersebut diatas, berikut
segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atasnya yang menurut hukumnya
termasuk benda tetap. -----------------------------------------------------------------------
---------------------------------------------Pasal 2.-------------------------------------------
Dari Harga tanah dan bangunan rumah yang terletak di perumahan Tlogomulyo
Residence kavling 110 blok A1 type premium telah disepakati kedua belah pihak
sebesar Rp. Rp.602.500.000,00 (enam ratus dua juta lima ratus ribu
rupiah)tersebut diatas telah diterima oleh Penghadap Pihak Pertama dari Pihak
Kedua uang booking fee sebesar Rp.3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah)
dan uang Down Payment/ Uang Muka sebesar Rp 174.000.000,- (seratus tujuh
puluh empat juta rupiah) pada saat sebelum penandatanganan akta ini dan untuk
penerimaan uang tersebut akta ini berlaku sebagai penerimaan bukti kwitansi
yang sah.---------------
94

-Kekurangan Pembayaran pembelian tanah tersebut di atas sebesar Rp.


428.500.000,- (empat ratus dua puluh delapan juta lima ratus ribu rupiah) akan
dibayarkan dengan cara dicicil selama 60 bulan sebesar 8.500.000 (delapan juta
lima ratus ribu rupiah) setiap bulanya Pihak Kedua kepada Pihak Pertama pada
saat penandatanganan Akta Jual Beli dihadapan Pejabat yang berwenang dan
untuk penerimaan uang sejumlah tersebut akan dibuatkan tanda penerimaan
(kuitansinya) secara tersendiri;-------------------------------------------------------------
--------------------------------------------Pasal 3.--------------------------------------------
Pihak Pertama dan Pihak Kedua wajib dan terikat disini untuk segera menyatakan
penjualan dan pembelian tersebut dalam suatu akta resmi yang dibuat oleh dan
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, apabila syarat-syarat
yang diperlukan untuk jual beli tersebut semuanya telah dipenuhi dengan lengkap
oleh kedua belah pihak.----------------------------------------------------------------------
--------------------------------------------Pasal 4.--------------------------------------------
-Pihak Pertama tidak berhak untuk menjual lagi apa yang tersebut pada Pasal 1
diatas kepada orang lain. Pihak Pertama juga tidak berhak untuk meminta
kenaikan harga atas apa yang telah diperjanjikan menurut akta ini, apabila waktu
ditandatangani akta jual beli dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang
berwenang harganya menjadi naik. -------------------------------------------------------
-
- Demikian juga sebaliknya Pihak Kedua tidak berhak untuk meminta penurunan
harga pembeliannya tersebut apabila ternyata harga atas apa yang dibelinya itu
menjadi turun dan sehubungan dengan itu masing-masing pihak secara timbal
balik dengan ini untuk kemudian hari saling memberikan kebebasan sepenuhnya
atas segala tuntutan dan penagihan yang didasarkan atas hal-hal tersebut.----------
--------------------------------------------Pasal 5.--------------------------------------
------
Pihak Pertama menjamin Pihak Kedua bahwa : tanah tersebut adalah benar
milik/kepunyaan Pihak- Pertama sendiri (tidak ada orang lain yang memilikinya)
dan ia berhak sepenuhnya untuk melepaskan haknya; ---------------------------------
- tanah tersebut tidak dikenakan suatu sitaan atau tersangkut sebagai tanggungan
untuk suatu piutang- atau dibebani dengan/secara apapun, pula tidak sedang
95

dalam sengketa, sehingga Pihak Kedua tidak akan mendapat gugatan atau
tuntutan dari siapapun juga mengenai tanah tersebut; ----------------------------------
----------------
- Apabila ternyata kelak keterangan/pernyataan Pihak Pertama tersebut tidak
benar, sehingga Pihak Kedua mendapat kesulitan sedemikian rupa yaitu tanah
tersebut tidak dapat dibalik nama ke atas nama Pihak Kedua, maka Pihak Pertama
berkewajiban- dan berjanji serta mengikat diri untuk mengganti biaya, kerugian
dan bunga yang lazim dan menurut hukum yang berlaku.------------------------------
--------------------------------------------Pasal 6.--------------------------------------------
- Pihak Pertama dengan ini memberi kuasa kepada Pihak Kedua, dengan hak
untuk melimpahkan kepada Pihak lain, serta kuasa ini merupakan bagian yang-
tidak dapat dibuat tanpa adanya Pengikatan Jual Beli : --------------------------------
-------
a. untuk menguasai dan mengurus tanah tersebut ---------------------------------------
b. untuk pengurusan dan menyelesaikan balik nama tanah tersebut di atas
menjadi atas nama Pihak Kedua. ----------------------------------------------------------
-----------
c. untuk menjual tanah tersebut di atas kepada siapapun juga termasuk diri Pihak
Kedua -di atas dan untuk itu Pihak Kedua berhak dan berkuasa melakukan
tindakan hukum mengenai Bangunan tersebut di atas, baik tindakan pengurusan
maupun tindakan pemilikan tanpa ada yang dikecualikan. sendiri, dengan harga
dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh Pihak Kedua.---------------------------------
---------------------------------------------------------Pasal 7.-------------------------------
-------------
Pengikatan ini tidak berakhir jika, salah satu pihak meninggal dunia, akan tetapi
turun-temurun dan harus dipenuhi oleh para ahli waris masing-masing.
Pengikatan ini berakhir pada saat semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan
dalam Pasal 2 tersebut di atas dipenuhi. -------------------------------------------------
---------------------------------------------------------------- Pasal 8.-----------------------
--------------------
Segala perselisihan yang mungkin timbul diantara kedua belah pihak mengenai
akta ini yang tidak dapat diselesaikannya diantara kedua belah pihak akan
96

memilih domisili hukum yang tetap dan seumumnya di kantor Panitera


Pengadilan Negeri di Kota Semarang. ----------------------------------------------------
-----------------------
- Selanjutnya Para Pihak menyatakan dengan -------------------------------------------
- ini menjamin akan kebenaran dokumen, identitas sesuai tanda pengenal dan
keterangan-keterangan yang disampaikan kepada saya, Notaris dengan demikian
membebaskan Notaris serta saksi-saksi dari gugatan hukum apabila dikemudian
hari apa yang dinyatakan dalam akta ini tidak benar dan --- selanjutnya Para
Pihak menyatakan telah mengerti dan memahami isi akta ini.-------------------------
---------------------------------------------------Pasal 9.-------------------------------------
--------
Biaya akta ini dan biaya lainnya yang berkenaan dengan pembuatan akta ini
maupun dalam melaksanakan ketentuan dalam akta ini menjadi tanggungan dan
harus dibayar oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua.------------------------------------
-------------------------------DEMIKIANLAH AKTA INI.-------------------------------
-Dibuat sebagai minuta dan dilangsungkan di Jakarta, pada hari, tanggal dan jam
tersebut dalam kepala akta ini, dengan dihadiri oleh :----------------------------------
-
1. Nona MARIAH ULFAH, lahir di Depok, pada tanggal dua puluh enam Juni
tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh delapan (26-06-1998), Warga Negara
Indonesia, bertempat tinggal di Kota Semarang, Jalan Siak II Nomor 41, Rukun
Tetangga 005, Rukun Warga 009, Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya,
pemegang Kartu Tanda Penduduk dengan Nomor Induk Kependudukan
3276056606980002;-------------------------------------------------------------------------
2. Nyonya INDAH PUTRI, Sarjana Hukum, lahir di Tangerang, pada tanggal
delapan belas Agustus tahun seribu sembilan ratus delapan puluh satu (18-08-
1981), Warga Negara Indonesia, bertempat tinggal di Semarang, Jalan Legoso
Raya, Rukun Tetangga 004, Rukun Warga 011, Kelurahan Pisangan, Kecamatan
Ciputat Timur, Kota Semarang Selatan, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor
3674055808810010; ------------------------------------------------------------------------
-
97

-keduanya pegawai kantor Notaris, yang Saya, Notaris kenal sebagai saksi-saksi
Segera setelah akta ini Saya, Notaris bacakan kepada para penghadap dan saksi
saksi, maka akta ini ditandatangani oleh para penghadap, saksi-saksi dan Saya,
Notaris, serta telah - dibubuhi cap jempol kanan pada lembar tersendiri yang
aslinya dilekatkan pada minuta akta ini. --------------------------------------------------
-Dilangsungkan tanpa perubahan----------------------------------------------------------
-

Pihak Pertama Pihak Kedua

Aditiya Nugroho Ngadiman

Persetujuan Isteri

Mega Intan Permata Sari

Pejabat Pembuat Akta Tanah

AHMAD MUDASIR, S.H.,M.Kn.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan perjanjian antara developer dengan Konsumen, memiliki

beberapa kelemahan yang dapat merugikan pihak Konsumen sebagai pihak

menanggung biaya atas pembelian rumah karena tidak adanya jaminan fisik

dari developer konsumen, sehingga apabila terjadi penyimpangan tidak dapat

dilakukannya sanksi nyata kepada pihak developer. peran notaris yaitu akta

tersebut dibuat harus sudah sesuai dengan prosedur atau peraturan yang

berlaku dan tanggung jawab notaris dalam perjanjian pengikatan jual beli

yang dibuatnya adalah tanggung jawab terhadap aktanya saja serta dalam

pelaksanaan pajak penghasilan pada perjanjian pengikatan jual beli notaris

memiliki peran sebatas memberitahukan tentang adanya atau mengingatkan.

notaris juga tidak berhak atau berwenang melakukan pembayaran pajak yang

seharusnya dilakukan oleh wajib pajak sendiri.

2. Tanggungjawab Pengembang perumahan akibat terjadinya wanprestasi dalam

perjanjian jual beli rumah antara developer dan konsumen Adalah

melaksanakan kewajiban PT.Aditama Land sebagai developer/pengembang

perumahan terhadap rumah yang dijual terhadap Konsumen yang sesuai

dalam perjanjian Akta perjanjian Pengikatan jual beli No.21/GV/X/2020,

diantara tanggungjawab tersebut meliputi menyelesaikan finishing

pembangunan rumah sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan, mengurus

Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan menyelesaikan Ijin Mendirikan

Bangunan (IMB).Tangungjawab tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1338

105
106

KUHPerdata ayat (3) berbunyi: “bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan

dengan iktikad baik”.

3. Perlindungan hukum bagi konsumen perumahan terhadap terjadinya

perjanjian jual beli yang telah disepakati Bersama dengan developer

perumahan Tlogomulyo Residence Semarang sudah mencerminkan

perlindungan hukum terhadap konsumen. Hal ini terlihat dari tuntutan

Konsumen dalam petitum pertama dan keempat dimana developer sudah

sebagain melaksanakan ppengerjaan finishing rumah dan Developer

menyerahkan Sertifikat Hak Milik No.04887 perumahan Tlogomulyo

Residence kavling 110 blok A1 type premium, kepada pihak Bank agar

Pembanding bias segera menyelesaikan pembayaran rumah melalui Kredit

Pemilikan Rumah (KPR) selanjutnya di balik nama menjadi atas nama

Pembanding, melalui kantorNotaris/ PPAT di Kota Semarang atau Kantor

Pertanahan Kota Semarang Kondisi tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7

ayat huruf (g) Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen yaitu: “Kewajiban pelaku usaha memberi kompensasi, ganti rugi

dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau

dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian”.

B. Saran

1. Sebaiknya Notaris dalam membuat suatu akta autentik terkait dengan semua

perbuatan hukum, perjanjian dan penetapan berdasarkan peraturan perundang-

undangan atau yang dikehendaki oleh para penghadap dibuat bersama-sama

antara pembeli dan penjual dengan tujuan tidak terjadi sengketa dikemudian hari

dalam pembuatan PPJB Perumahan.


107

2. Agar pelaksanaan perjanjian jual beli rumah berjalan dengan baik, maka perlu

adanya suatu perjanjian jual beli rumah yang memuat klausula- klausula baku

yang berimbang yang memuat hak dan kewajiban masing- masing pihak,

yaitu developer dan konsumen. Sehingga diharapkan, kedudukan masing-

masing pihak sama kuatnya dalam perjanjian tersebut. .

3. Seharusnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen perlu dipantau oleh lembaga-lembaga perlindungan konsumen.

Hal tersebut sangat penting untuk menyaring klausul-klausul dalam perjanjian

jual beli rumah yang merugikan konsumen dan memantau sejauh mana

developer telah melaksanakan tanggungjawabnya. Disamping itu perlu

adanya pembinaan, pengarahan dan pemberian informasi yang dapat

membantu konsumen agar mengetahui akan hak-haknya serta mengetahui

tindakan-tindakan apa saja yang harus dilakukan apabila konsumen merasa

dirugikan oleh developer.


DAFTAR PUSTAKA
A. Buku

QS. Al Hujurat Ayat 13


QS. Al Baqarah ayat 256
QS. Al A‟raf ayat 29
QS.Al Maidah ayat 8-9
QS. Ali Imran ayat 17
Qs. An-Nisa ayat 29
QS Al-Baqarah ayat 282
QS. Al Baqarah ayat 283
B. Buku

Adjie, H. (2013). Menjalin Pemikiran-Pendapat tentang Kenotariatan. Bandung:


Citra Aditya Bakti.
Agustina, R. (2012). Perbuatan Melawan Hukum dalam Hukum Perikatan (Law
of obligations) . Denpasar: Pustaka Larasan.
Al Ba'labakyy, M. (1990). Qamus Al Mawrid. Beirut: Dar Al-Nahdah.
Al Shiddieqiyy, H. (1974). Pengantar Fiqh Mu'amalah.Jakarta: Bulan Bintang.
Bambang, W. (2002). Penelitian Hukum dalam Praktek. Jakarta: Sinar Grafika.
Budiono, H. (2014). Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Christie, S. (2012). Aspek Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai
Tahapan Jual Beli Hak Atas Tanah Secara Angsuran. Jakarta: Tesis
Magister Kenotariatan.
Fauzan, H. (2014). Kaidah Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Fuady, M. (2007). Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis).
Bandung: Citra Aditya Bakti.
H.S., S. (2006). Hukum Kontrak-Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta:
Sinar Grafika.
Hamzah, A. (2006). Dasar-Dasar Hukum Perumahan. Jakarta: Rineka Cipta.
Harahap, M. (1986). Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: cet 2, (Bandung:
Alumni.
Hart, H. (1994). Concept of Law. Second Edition, Oxford, Clarendon Press.
HR, R. (2006). Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Grafindo Persada,
Jakarta: Grafindo Persada.
HS, S. (2010). Perkembangan Teori dalam Ilmu Hukum. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa.

108
109

I Made Dedy Priyanto, M. (2016). Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)


Dalam Transaksi Peralihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.
Denpasar: Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Kansil, C. (1986). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Khairandy, R. (2014). Hukum Kontrak Indonesia Dalam Perspektif
Perbandingan (Bagian Pertama). Yogyakarta: FH UII Press.
M. Hadjon, P. (2011). Pengantar Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
M.Hadjon , P. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya:
Bina Ilmu.
M.Hadjon, P. (1989). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. Surabaya:
Bina Ilmu.
Mahmasaniy, S. (1943). Al-Nazariyyat al'Ammah li al Mujibat wa Al 'Uquq fi Al
Syariah Alislamiyah. Mesir: Dar Al Kitab Al Arabiyy.
Masriani, T. Y. (2014). Norma Bagi Notaris dalam Pengawasan Notaris.
Semarang: Duta Nusindo.
Meria Utama, A. (2014). Dasar-Dasar Hukum Kontrak dan Arbitrase. Malang:
Tunggal Mandiri Publishing.
Mertokusumo, S. (2007). Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Liberty.
Nasution, A. (2007). Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:
Diadit Media.
Notoatmojo, S. (2010). Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Perangin, E. (1994). Praktik Jual Beli Tanah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Prodjodikoro, W. (2000). Asas-Asas Hukum Perjanjian. Bandung: Mandar Maju.
R. Tjitrosudibio, R. (2004). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta:
Pradnya Paramita.
Rahardjo, S. (2014). Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Rato, D. (2010). Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memahami Hukum.
Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
S. Soemantri, A. (2001). Bunga Rampai Tanggung Renteng. Malang: Bunga
Rampai Tanggung Renteng.
Satjipto Rahardjo, G. (2000). Ilmu Hukum. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
Shidarta. (2014). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Grasindo.
Shofie, Y. (2000). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Shofie, Y. (2009). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Siagian, A. H. (2015). Hukum Perdata. Medan: USU Press.
Sidabalok, J. (2010). Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung:
Citra Aditya Bakti.
110

Singarimbun, M. (1989). Metode Penelitian Survey. Jakarta: Lp3es.


Siwi Kristiyanti, C. (2017). Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sinar
Grafik.
Soekanto, S. (2005). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Balai Pustaka.
Soerodjo, I. (2003). Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia. Surabaya:
Arloka.
Sofie, Y. (2008). Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Subekti. (1992). Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional. Bandung: Citra Aditya
Bakti.
Subekti. (2010). Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa.
Subekti, R. (1995). R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, Bandung, Citra Adiyta
Bakti, h. 2. Bandung: Citra Adiyta Bakti.
Supriyanto, G. (2009). Aplikasi Sistem Tanggung Renteng Koperasi Setia Bhakti
Wanita Jawa Timur. Surabaya: Kopwan Setia Bhakti Wanita.
Tutik, T. T. (2008). Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta:
Kencana.
Widyadharma, I. R. (1996). Etika Profesi Hukum. Semarang: Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Winarto, A. A. (2008). Tanggung Jawab Developer Sebagai Upaya
Perlindungan Konsumen Dalam Bidang Perumahan Di Kabupaten Pati.
Semarang: Universitas Diponegoro Semarang .

C. Jurnal/ Karya Tulis Ilmiah

Adam Setiawan, N. (2020). Tanggung Jawab Jabatan Dan Tanggung Jawab


Pribadi Dalam Penggunaan Diskresi. Jurnal Hukum & Pembangunan
Tahun ke-50 No.3 , 643.
Adrian, D. (2014). Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Atas Objek Hak
Tanggungan Dari Upaya Sita Jaminan Oleh Pihak Ketiga. Lex Privatum,
Vol. 2, 89.
Ali, A. (2010). Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan
(Judicialprudence) TermasukUndang-Undang (Legisprudence) Volume I
Pemahaman Awal. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
AZ, N. (1999).Konsumen dan Hukum. Jakarta:Pustaka SInar Harapan.
Budiono, H. (2004). Pengikat Jual Beli Dan Kuasa Mutlak. Majalah Renvoi, edisi
tahun I, No 10, Bulan Maret 2004, 57.
Budiono, H. (2014). Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris,
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014, hal. 1. . Bandung: Citra Aditya Bakti.
111

Christie, S. (2012). Aspek Hukum Perjanjian Pengikatan Jual Beli Sebagai


Tahapan Jual Beli Hak Atas Tanah Secara Angsuran. Jakarta: Tesis
Magister Kenotariatan.
Fauzansyah, T. (2019). Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Pembelian
Rumah Melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Volume 7 No. 2, 177.
Harahap, M. (1986). Segi-segi Hukum Perjanjian. Bandung: cet 2, (Bandung:
Alumni.
Mcmanaman, L. (1958). Social Engineering: The Legal Philosophy Of Roscoe
Pound. St. John‟s Law Review, Vol. 33, 13.
Mochammad, T. M. (2021). Kewenangan Notaris Sebagai Pejabat Umum Dalam
Membuat Akta Pertanahan Dan Akta Risalah Lelang Menurut
Undangundang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal
Hukum Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, 149.
Ngadino, J. D. (2021). The Role of Notary in Land Liberation Relation to PLTU
Development for Public Interest. Jurnal Akta, 18.
Nuraini. (2020, Desember). Manajer Bagian Pemasaran Perumahan Tlogomulyo
Residence Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
Nurjanatul, F. (2006). Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur (Bank) dan
Debitur (Nasabah) dalam Perjanjian Kredit tanpa Agunan (KTA) Bank X.
Jurnal Hukum dan Pembangunan, 167.
Purwanto, H. (2009). Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian
Internasional. Jurnal Mimbar Hukum UGMVol. 21, 160.
Puspitasar, Y. (2020). Penyimpangan Klausula Baku yang Terdapat Dalam
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Rumah. Notaire, Vol 3 No. (2),
300.
Sukarmi, A. (2020). Notaruy Autority in Installing Mortgage as Effort to Settie
Bad Credit (Second Way Out), Sultan Agung Notary Law Review. Sultan
Agung Notary Law Review, 93.
Tampubolon, W. S. (2016). Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
Ditinjau Dari Undang Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah
“Advokasi” Vol. 04. No. 01, 2003.
Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-tidak-Menepati-Janji.
(2021, Juni 18). Retrieved from Tanggungjawab-Developer-Atas-
Pembangunan-Yang-tidak-Menepati-Janji: Leosiregar
Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-tidak-Menepati-Janji.
(2021, Juni 18). Retrieved from Tanggungjawab-Developer-Atas-
Pembangunan-Yang-tidak-Menepati-Janji: Leosiregar
Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-
Janji/diakses tanggal . (2021, Juni 18). Retrieved from Tanggungjawab-
Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-Janji/diakses
tanggal : https://Leosiregar.com/
112

Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-
Janji/diakses tanggal. (2021, Juni 18). Retrieved from Tanggungjawab-
Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-Janji/diakses
tanggal: http://Leosiregar.com
Valayvi, Y. K. (2016). Jaminan Hak Tanggungan Atas Tanah Milik Pihak Ketiga
Dalam Perjanjian Kredit Di Lembaga Keuangan Perbankan Berdasarkan
Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Privat
Law, Vol. 4, 132.
Wihaningsih, S. A. (2021). Pertanggungjawaban Hukum Developer Properti
Akibat Keterlambatan dalam Memenuhi Prestasi Ditinjau dari Permen
PUPR No. 11 Tahun 2019 Tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual
Beli Rumah Dihubungkan dengan Pasal 1243 KUH Perdata. Volume 7,
433.

D. Peraturan Perundang-Undangan

Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak


atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat akta tanah setidak-tidaknya
di hadapan Kepala Desa yang bersangkutan. (2006). Lihat Yurisprudensi
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI)
No.554K/Sip/1976.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata..
Pasal 1 Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 9 Tahun 1995
Tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli.
Pasal 1234 KUH Perdata Menyatakan Bahwa, Tiap-Tiap Perikatan Adalah Untuk
Memberikan Sesuatu, Berbuat Sesuatu, atau Tidak Berbuat Sesuatu.
Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
pasal 15 ayat 1 Undang-Undang No.2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris.
Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1999.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas
Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Perumahan
dan Kawasan Permukiman.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974 Tentang Ketentuan-
ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah Untuk Keperluan
Perusahaan Pasal 5 ayat (10).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang peraturan Dasar Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
113

E. Internet5

(2020, Desember). Retrieved from


http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt548f3f2f8a900/pengikatan-
jual-beli-dan-kuasa-untuk-menjual.
artikel/pahami-arti-ppjb-pjb-dan-ajb-agar-anda-terhindar-dari-penipuan.
(2020). Retrieved from artikel/pahami-arti-ppjb-pjb-dan-ajb-agar-anda-
terhindar-dari-penipuan: https://www.cermati.com.
Bandingkan dengan tulisan dalam https;//.cermati.com/artikelpahami arti-ppjb-
pjb-dan-agar-anda-terhindar-dari-perjanjian. diakses pada desember
2021
Azkia, F. (2020, November). https://www.rumah.com/panduan-properti/apa-itu-
ppjb-ppjb-adalah-10828. Retrieved from
https://www.rumah.com/panduan-properti/apa-itu-ppjb-ppjb-adalah-
10828: https://www.rumah.com/panduan-properti/apa-itu-ppjb-ppjb-
adalah-10828
Ferdiansyah, R. (2021, November). Tujuan Hukum Menurut Gustav Radbruch.
Retrieved from http://hukumindo.com/2011/11/artikel-politik-hukum-
tujuan-hukum.html: http://hukumindo.com/2011/11/artikel-politik-
hukum-tujuan-hukum.html
https://leosiregar.com/ Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-
Tidak-Menepati-Janji/diakses tanggal 18 Juni 2021 Pukul 19.00 Wib. .
(2021, Juni 18). Retrieved from https://leosiregar.com/ Tanggungjawab-
Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-Janji/diakses
tanggal 18 Juni 2021 Pukul 19.00 Wib. : https://leosiregar.com/
Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-
Janji/diakses tanggal 18 Juni 2021 Pukul 19.00 Wib.
Pacta sunt servanda adalah norma dasar dalam hukum internasional, Secara
umum pacta sunt servanda diartikan sebagai terikatnya suatu negara
terhadap suatu perjanjian internasional diakibatkan oleh persetujuan
dari negara tersebut untuk mengikatkan diri pa. (2020, Desember).
Retrieved from Pacta sunt servanda adalah norma dasar dalam hukum
internasional, Secara umum pacta sunt servanda diartikan sebagai
terikatnya suatu negara terhadap suatu perjanjian internasional
diakibatkan oleh persetujuan dari negara tersebut untuk mengikatkan diri
pa: https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/11265
Pungus, S. (2021, November). Teori Tujuan Hukum. Retrieved from Teori
Tujuan Hukum, http://sonny-tobelo.com/2010/10/teori-tujuanhukum-
114

gustav-radbruch-dan.html: Teori Tujuan Hukum, http://sonny-


tobelo.com/2010/10/teori-tujuanhukum-gustav-radbruch-dan.html
Pungus, S. (2021, Desember). Toeri Tujuan Hukum. Retrieved from http://sonny-
tobelo.com/2010/10/teori-tujuanhukum-gustav-radbruch-dan.html,:
http://sonny-tobelo.com/2010/10/teori-tujuanhukum-gustav-radbruch-
dan.html,
Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-
Janji/diakses tanggal . (2021, Juni 18). Retrieved from Tanggungjawab-
Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-Janji/diakses
tanggal : https://Leosiregar.com/
Tanggungjawab-Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-
Janji/diakses tanggal. (2021, Juni 18). Retrieved from Tanggungjawab-
Developer-Atas-Pembangunan-Yang-Tidak-Menepati-Janji/diakses
tanggal: http://Leosiregar.com.

Anda mungkin juga menyukai