Ki Ugis Suganda
Hutan untuk Masa
Jopi –
tepatnya di Dusun Sukamulya, Kampung Cikarancang.
Peta tumpangtindih Taman Nasional Gunung Halimun dan perluasan kawasan Gunung Halimun
adalah bertani secara tradisional.
Salak serta wilayah komunitas Kasepuhan. Peta partisipatif ini adalah wilayah administratif
Profil Masyarakat Adat Kasepuhan
Ciptagelar
–
menyelamatkan barang-barang pusaka agar tidak jatuh ke tangan
musuh.
Sesepuh (Abah)
Pada tahun 1957 pusat Kasepuhan, pindah lagi ke Kampung
Cikaret (Sirnaresmi), untuk kemudian ke Kampung Ciganas Urusan Kanagaraan Urusan Syara
(Sirna Rasa) pada tahun 1972 sebelum ke Kampung Lebak Gadog
(Linggar Jati ) tahun 1982. Pada tahun 1983 mereka pindah lagi Penghulu Adat
Tatanen
Pantun/Obor
Pakarang
ke Kampung Datar Putat (Cipta Rasa) dan terakhir pada 2000
ke Kampung Cikarancang (Ciptagelar) sampai sekarang. Semua Bengkong laki-laki
Bengkong perempuan
Dalang
Sinden
Menurut ceritera turun temurun, suatu saat kelak masyarakat adat Tukang Pijit Kebersihan
3 3
Hutan untuk Masa
3 3
Hutan untuk Masa
badan usaha milik negara) dan kehutanan melalui Perhutani di
sebagian tanah ulayat/ hutan adat masyarakat Kasepuhan.
Yuyun Indradi –
[Yuyun Indradi –
Desa dan rumah adat di Kasepuhan
4 4
Hutan untuk Masa
4 4
Hutan untuk Masa
Jopi –
penggarap, maka hutan garapan ditetapkan sebagai milik
komunal. Hanya lahan di seputar rumah tinggal yang menjadi hak
perorangan selama yang bersangkutan betah. Apabila yang
bersangkutan pindah maka lahan bekas tempat tinggalnya boleh
ditempati oleh orang lain.
Jopi –
Hal ini banyak dimanfaatkan oleh oknum-oknum masyarakat
lokal (pendatang di wilayah adat Kasepuhan) dan para petugas
untuk berbisnis kayu. Lambat laun keberadaan dan kondisi hutan
adat menjadi terusik dan akhirnya rusak. Hal tersebut diperparah
dengan penegakan hukum yang sangat lemah. Masyarakat Adat
sendiri dalam menegakkan hukum adat, khususnya yang
berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam/hutan,
sering berbenturan dengan para aparat dan perangkat hukum
nasional terutama berkaitan dengan penyimpangan dalam
Akan tetapi tidak demikian dengan sawah dan kebun talun, pengelolaan.
yang masih bisa tetap dimiliki meski yang bersangkutan pindah.
Hak pengelolaannya dapat diberikan kepada orang lain (yang Tanah desa versus tanah adat
masih merupakan anggota komunitas tersebut) dengan meminta Ada semacam perbedaan prinsip antara pengertian tanah desa dan
penggantian berupa barang atau uang sebagai pengganti modal tanah adat. Tanah adat adalah tanah yang dimiliki secara bersama-
awal penggarapannya atau penggantian tanam tumbuh. sama (komunal). Tidak ada milik perorangan, pengelolaannya
diatur oleh aturan adat, tidak terbatas kepada wilayah administrasi
Dengan adanya laju pembangunan yang dibarengi dengan Pemerintahan,tidakadasecarikkertastandabuktikepemilikan(bukti
meningkatnya pendapatan masyarakat, di tahun 1970an tertulis kepemilikan seperti sertifikat/SPPT) tapi mempunyai batas
permintaan kayu untuk perumahan meningkat pula. yang jelas. Apabila ada perselisihan maka akan diselesaikan
4 4
Hutan untuk Masa
dengan cara musyawarah dan mufakat yang dipandu oleh
perangkat adat.
4 4
Hutan untuk Masa
Sedangkan yang disebut tanah Desa adalah tanah yang tahun 1960 Alam semesta dengan berbagai isinya harus dipandang sebagai
belum terdaftar menurut UUPA, yang berasal dari tanah hakulah mahluk juga dan oleh karena itu dapat berinteraksi dengan
atau menurut istilah Pemerintah adalan tanah GG atau tanah yang manusia, dan terpenting adalah bukan hanya manusia saja yang
“tidak berhak menentukan nasib semua mahluk lainnya. Dalam realitas
bertuan”,yangkemudianpadatahun1970andidaftarolehPemerintah kehidupan prinsip ini diterjemahkan bahwa mengelola sumber
Kabupaten dengan tanda bukti secarik kertas dengan nomenklatur daya alam harus berdasarkan hati sanubari. Hal ini dapat dilihat
SIM (Surat Izin Menggarap). Juga dengan beberapa persyaratan: dari prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang dijalani
• Tidak boleh diperjual-belikan masyarakat Kasepuhan.
• Tidak boleh diwariskan
• Apabila diperlukan oleh Pemerintah demi kepentingan Masyarakat adat Kasepuhan mengutamakan keseimbangan
umum tidak boleh menuntut ganti rugi. hubungan antara manusia dengan alam. Mereka percaya bahwa
• Membayar Pajak Bumi dan Bangunan bagi tanah desa yang alam mempunyai dan memberi tanda-tanda yang bisa dibaca
dipergunakan untuk kepentingan individu. dalam komunikasi menjaga keseimbangan. Penerapan pandangan
dasar tentang alam ini dapat dilihat dalam bidang pertanian dan
Apabila terjadi perselisihan, maka akan diselesaikan menurut pengelolaan hutan oleh masyarakat Kasepuhan.
aturan adat, tanah desa yang dimiliki perseorangan diusulkan
kepada Pemerintah Kabupaten agar hak garapnya dicabut dan Dalam dunia pertanian, masyarakat adat Kasepuhan berpedoman
selanjutnya tanah tersebut statusnya menjadi tanah adat yang kepada “Guru Desa”, yaitu gugusan Bintang Kereti dan Kidang,
bersifat komunal. Contoh : kampung, jalan umum, sekolah, yang bergerak dari Timur ke Barat secara beriringan satu tahun
mesjid dan lain-lain. satu kali. Masyarakat adat Kasepuhan mengenal beberapa formasi
bintang dan artinya dalam kegiatan pertanian:
Pandangan mengenai Sumber Daya “Tanggal kereti turun beusi”, artinya pada kira-kira bulan
Alam dan Pengelolaannya Agustus Bintang Kereti mulai muncul berarti masyarakat harus
segera membuat perkakas/alat bertani. “Tanggal kidang, turun
Filosofi dasar tentang alam dan praktek kujang”, artinya masyarakat mulai membabat lahan untuk ladang
pengelolaan dan mulai menggarap sawah.
Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar mempunyai sebuah mitos/
kepercayaan bahwa manusia ini hanya merupakan bagian dari “Tilem kidang, turun kungkang” artinya, kalau Kidang sudah
beberapa makluk yang mendiami alam jagad raya ini. Masyarakat hilang kira-kira pada Bulan Mei, maka padi ladang dan sawah
adat menganggap bahwa penghormatan terhadap “Ibu Bumi, harus sudah selesai dipanen, sebab berdasarkan pengalaman, pada
Bapak Langit“ alam semesta adalah seperti penghormatan bulan Mei akan muncul banyak sekali walang sangit sebagai
terhadap Ibu dan Bapak. Pandangan terhadap alam semesta hama padi.
harus selalu dihubungkan dengan diri manusia. Konsepnya
adalah “Jagat Leutik, Jagat Gede - Jagat leutik sanubari, Jagat Pandangan masyarakat adat Kasepuhan terhadap hutan adalah
gede bumi langit“ (dunia kecil/mikrokosmos, dunia besar/ tidak mengenal hutan produksi. Artinya kayu tidak dikenal
makrokosmos – dunia kecil kesadaran, dunia besar alam semesta). sebagai komoditi ekonomi, dan hasil hutan dimanfaatkan secara
tidak langsung. Hutan berfungsi sebagai:
4 4
Hutan untuk Masa
4 4
Hutan untuk Masa
Yuyun Indradi –
durian, alpukat, nangka, pete, enau, kelapa, kewini, kupa,
jambu bol, jambu kelutuk dan lain-lain.
4 4
Hutan untuk Masa
Hutan titipan
merupakan wilayah hutan yang dijaga dan dilindungi baik oleh
manusia maupun oleh roh pelindung hutan. Masyarakat dilarang
keras memasuki hutan titipan (tanpa seijin Sesepuh adat) dan
mengambilsesuatu dari dalam hutan.Dengankatalainwilayahhutan
ini merupakan wilayah yang sengaja dilindungi dan dilestarikan
untuk kepentingan keseimbangan kehidupan masyarakat.
Hutan tutupan
Merupakan hutan penyangga tetapi juga mempunyai fungsi
lindung. Masyarakat boleh mengambil hasil hutan non kayu saja.
Dalam keadaan sangat mendesak dan memaksa maka pembukaan
hutan di wilayah ini harus didasarkan untuk kepentingan seluruh
masyarakat adat Kasepuhan (kasus Cicemet tahun 1932) dan
bukan untuk kepentingan pribadi.
Hutan bukaan/garapan
Manusia hanya boleh beraktivitas di hutan garapan (bersawah,
berladang, berkebun, membangun rumah, membuat jalan, tempat
ibadah, pemakaman, penggembalaan, dan lain-lain) sedangkan di
dua zonasi/wilayah lainnya, sama sekali tidak boleh ada aktivitas,
kecuali mengambil manfaat tidak langsung.
Leuweung (Hutan) Titipan ± 50%
Merupakan wilayah konservasi adat
Leuweung (Hutan) Tutupan
Merupakan wilayah penyangga (tidak boleh ada ± 20%
aktivitas penebangan kayu hanya boleh diambil produk non
kayu)
Leuweung (Hutan)
Garapan
Semua aktivitas warga berada di hutan garapan dan
terbagi- bagi dalam beberapa peruntukan, seperti: kampung, ± 30%
kuburan, sawah, jalan, pengangonan (tempat
4 4
Hutan untuk Masa
Data yang diperoleh dari hasil pemetaan partisipatif di desa Menurut adat kebiasaan, setiap akan ada kegiatan yang berhubun-
Sirnaresmi menunjukkan perbandingan luasan dari berbagai gan dengan pengelolaan sumber daya alam, selalu juga didahului
fungsi lahan adat tersebut di atas sebagai berikut: dengan kegiatan ziarah kubur ke makam para leluhur. Secara kro-
nologis upacara adat setiap tahun adalah sebagai berikut:
• Pemukiman = 72,18 ha
• Sawah = 559,98 ha • Upacara Ngaseuk
• Kebun/talun/huma = 303,40 ha Artinya mulai menanam padi di ladang dan baru diikuti
• Makam/kuburan = 7,00 ha menanam padi di sawah.
• Hutan ulayat = 1.013,00 ha • Upacara Mipit
• Hutan alam lainnya = 2.948,48 ha Artinya mulai menuai padi di ladang dan seterusnya di
• Total luas desa = 4.906,04 ha sawah
• Upacara Nganyaran
Jika diperbandingkan dengan persentase luasan zona adat maka Artinya mulai menanak atau memasak nasi hasil panen
yang disebut dengan “Hutan Alam lainnya” sebenarnya adalah • Upacara Ponggokan
Leuweung (hutan) Titipan, sedangkan yang disebut dengan Artinya bentuk perwujudan permintaan maaf kepada Ibu
Hutan Ulayat menurut adat Kasepuhan adalah Leuweung (Hutan) Bumi yang telah diolah untuk keperluan pertanian. Juga
Tutupan. Leuweung (Hutan) Garapan sendiri terdiri dari beberapa diadakan musyawarah tentang biaya untuk upacara adat
peruntukan seperti untuk pemukiman/kampung, kebun, sawah, puncak yaitu “Seren Tahun”
makam/kuburan. • Upacara Seren
Tahun
Merupakan puncak upacara dari semuanya, sebagai bentuk
Lembaga Adat, Peraturan Adat dan syukur kepada Sang Pencipta bahwa panen berhasil dengan
Mekanisme Pengambilan Keputusan memuaskan.
dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam • Upacara Hajatan
Baik khitanan maupun perkawinan dilakukan secara masal,
Upacara adat agar semua warga adat Kasepuhan bisa saling membantu
Upacaraadatyangdilakukansepanjangtahunadalah“Opatbelasan” sebab dilakukan pada musim panen
yang biasa dilakukan setiap tanggal 13 malam (menurut kalender
Islam) setiap bulan. Upacara ini dimaksudkan untuk menyambut Kegiatan ini semua dilakukan bersama-sama oleh laki-laki
bulan purnama agar hati manusia selalu terang bagaikan dan perempuan begitu juga kaum muda-mudi sesuai dengan
terangnya bulan purnama dan khusus untuk menghormati para kemampuan dan bidang kerja masing-masing.
khodam (roh- roh) yang menitis dalam benda-benda pusaka.
Bentuknya berupa selamatan (pertemuan kenduri kampung) Aturan adat
dan doa-doa yang dilakukan persis tengah malam (jam 24.00 Hutan dianggap sebagai hal istimewa dan dihormati bagi
malam) dan disertai juga dengan hiburan (kesenian tradisional) masyarakat adat Kasepuhan. Perlakuan khusus terhadap hutan
sesudahnya. Selagi para kaum lelaki bermusyawarah, kaum mengatur perilaku masyarakat ketika akan masuk hutan, yaitu
perempuan membuat rujak buah-buahan dan memasak makanan harus membaca mantera, begitu juga kalau keluar hutan.
untuk konsumsi selamatan. Demikian pula ketika akan menebang kayu untuk bangunan
5 5
Hutan untuk Masa
rumah harus berbekal kemenyan pemberian dari Sesepuh
adat sebagai
5 5
Hutan untuk Masa
tanda restu Alam Besar maupun Alam Kecil. Dalam hal ini ada Kebutuhan akan kayu diusahakan dari kebun talun dan tidak
larangan bahwa tidak boleh menebang pohon apabila terlihat mengambil dari hutan. Pemanfaatan hutan non kayu antara lain
bahwa pohon sedang berpucuk (bersemi). Dalam satu tahun ada adalah rotan, akar-akaran untuk ramuan, madu untuk dikonsumsi
dua bulan penuh dimana masyarakat sama sekali tidak boleh dan dijual dan banyak lagi tanaman obat yang ada di hutan.
menebang kayu di hutan adat untuk bangunan rumah atau apapun, Menurut pengalaman, hampir semua sumber mata air berada di
yaitu pada Bulan Syapar dan Maulud (menurut kalender Islam). hutan titipan yang selalu terjaga kelestariannya, begitu pula
dengan habitat satwa langka. Karena lama kelamaan sistim
Pada dasarnya aturan yang dibangun, disepakati dan dipatuhi berladang tidak selalu menguntungkan, maka aktivitas
oleh masyarakat adat Kasepuhan adalah semata-mata untuk pengelolaan sekarang lebih banyak dilakukan di lahan sawah.
mempertahankan keseimbangan hubungan antara manusia Untuk mengantisipasi perkembangan jaman kebiasaan sistem
dengan alam. Perbuatan yang dianggap melanggar aturan adalah berladang berpindah mulai ditinggalkan. Begitu pula dengan
bentuk-bentuk tindakan yang menyebabkan gangguan terhadap aturan adat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan jaman
keseimbangan. dihentikan. Contoh: berburu rusa hampir tidak dilakukan lagi
karena sekarang sudah jarang ada.
Hal lain yang bisa juga dianggap sebagai aturan adat adalah ritual/
upacara adat yang harus ditempuh dan dilaksanakan sebelum Penegakan hukum adat dan sanksinya
melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan Untuk mengetahui hukum adat yang berlaku di wilayah adat
sumber daya alam. Baik secara kolektif maupun individu hal Kasepuhan Ciptagelar, kita harus berpijak pada konsep pandangan
tersebut merupakan kesepakatan dan menjadi semacam aturan hidup yang berpedoman kepada tiga pilar kehidupan, yaitu:
yang tidak tertulis.
• Tilu Sapamulu
Disebutkan di depan bahwa manusia (masyarakat) hanya boleh Tekad Ucap Lampah
beraktivitas di areal hutan yang telah dialokasikan untuk menjadi Mokaha/Buhun Nagara Syara
lahan garapan. Di luar itu (hutan titipan dan hutan tutupan) segala Nyawa Raga Papakean
aktivitas merupakan pelanggaran. Berdasarkan pembagian zonasi,
hutan alam yang dibuka untuk hutan/lahan garapan disebut • Dua Sakarupa
“Terasan”. Sepanjang ingatan, penulis membuka hutan baru satu Nyawa + Raga. – Papakean = Mahluk hidup telanjang
kali yaitu di Cicemet kurang lebih tahun 1932. Saat itu sistem Nyawa + Papakean – Raga = Mahluk ga’ib
peladangan dilakukan secara rotasi. Untuk memperluas areal Raga + Papakean – Nyawa = Mahluk mati terbungkus
garapan kegiatan berladang juga dilakukan di tanah-tanah yang
ber-SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang) PBB atau tanah • Nu Hiji Eta-eta keneh
GG (semacam SPPT jaman pemerintahan kolonial Belanda). Nyawa + Raga + Papakean = Mahluk hidup berpakaian
Pemanfaatan hasil hutan kayu (hutan garapan) hanya boleh untuk Tiga pilar di atas merupakan hal yang harus selalu
rumah dan pembuatan perabotan. Itupun tidak semua jenis kayu diperhatikan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan
boleh ditebang. masyarakat adat Kasepuhan. Tekad, Ucap dan Lampah
merupakan cerminan ucapan dan tingkah laku yang harus
berlandaskan niat yang dapat dipertanggungjawabkan.
5 5
Hutan untuk Masa
[Yuyun Indradi –
pada tataran individu menekankan keselarasan antara motivasi
atau niat dengan ucapan dan tindakan. Pada tataran kehidupan
sosial, motivasi paralel dengan Buhun atau semangat kolektif
yang harus selaras dengan perencanaan dalam pemerintahan
(Nagara) dan Budaya (Syara). Dalam hal ini masyarakat dan
negara dilihat sebagai wujud makhluk hidup (manusia).
Penyelenggaraan negara dan masyarakat harus memperhitungkan
Nyawa (Buhun dalam kehidupan sosial), Raga (Teritori negara
dalam Kehidupan Sosial Politik) dan Papakean (unsur norma-
norma Budaya yang dalam kehidupan sosial Kasepuhan diatur
oleh Syara).
Harmoni hanya bisa dicapai bila ada kesesuaian antar ketiga unsur
tersebut. Pengelolaan teritori (Nagara) tanpa memperhatikan
semangat kolektif atau Buhun akan menghasilkan suatu
pembangunan tanpa makna bagi masyarakat. Ini diumpamakan
dengan adanya raga dengan pakaian bagus tapi tidak punya
nyawa, atau sama dengan mayat. Demikian pula, penyelenggaraan
yang hanya memperhitungkan Nagara (Raga) dan Buhun (Nyawa)
akan menghasilkan sebuah masyarakat tanpa Syara (Norma
Budaya). Keseluruhan konsep ini sesungguhnya menempatkan
manusia sebagai pusat sekaligus bagian dari alam semesta.
5 5
Hutan untuk Masa
hukuman secara sosial, spiritual dan bahkan secara kosmis yang
disimbolkan
5 5
Hutan untuk Masa
dalam istilah kualat atau kabendon atau terkena kutukan. oleh para Kokolot lembur (perwakilan tua-tua adat tiap kampung),
ibu-ibu dan pemuda-pemudi. Keputusan yang bisa diambil
Hakim penegakan hukum adat adalah lingkungan sosial,
sedangkan Sesepuh beserta para perangkat adat hanya bertindak
sebagai saksi. Memang ada perangkat adat yang berfungsi sebagai
pengawas yaitu bagian Obor/Pamuk. Contoh: Apabila ada warga
incu putu (anggota komunitas adat) yang melanggar aturan-aturan
adat, maka Obor/Pamuk akan memberi peringatan dan teguran
kepada si pelaku kesalahan. Si pelaku kesalahan akan dibawa ke
hadapan Sesepuh, disaksikan oleh para perangkat adat dan
kemudian si pelaku akan mengakui segala kesalahannya dan
berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Si pelaku juga
harus menyediakan syarat-syarat untuk upacara sebagai
penebusan kesalahan dan permintaan maaf. Kemudian dengan
dipandu oleh Dukun si pelaku minta dibersihkan dari dosa-
dosanya oleh para leluhur. Apabila di kemudian hari dia berbuat
lagi, maka secara tidak langsung sanksi fisik akan terkena pada
dirinya, seperti sakit parah bisa sampai mati, dipatuk ular,
diterkam harimau dll.
Pertemuan adat
Pertemuan adat yang rutin adalah 1 bulan sekali pada saat upacara
opat belasan yang dilaksanakan setiap tanggal 13 malam bulan
Hjriyah (kalender Islam). Topik yang dibicarakan semacam
evaluasi
programKasepuhanditiapkampung.Pertemuanadatinijugadihadiri
5 5
Hutan untuk Masa
diantaranya: kapan upacara Ngaseuk, Mipit, Nganyaran, Serah
Ponggokan dan Seren tahun akan dilaksanakan. Keputusan yang
ada hubungannya dengan pengelolaan hutan adat adalah tentang
kapan warga masyarakat adat mulai mengerjakan pembersihan
lahan untuk berladang berdasarkan petunjuk penanggalan (Guru
Desa). Keputusan adat diambil berdasarkan hasil musyawarah
yang langsung dipandu oleh Sesepuh Adat (Abah).
5 5
Hutan untuk Masa
Perbedaannya, peraturan adat bersumber dari hukum adat dan peraturan desa yang berhubungan pengelolaan sumber daya alam/
berlaku langgeng, sedangkan peraturan desa dibuat hanya untuk hutan sebab perangkat desapun adalah warga adat juga.
keperluan jangka waktu tertentu. Peraturan adat dibuat oleh para
leluhur - Wong Tua damel wiwitan, wong anom dharma lakoni Perangkat adat versus perangkat desa
(leluhur yang membuat dan penerusnya yang menjalankan). Di desa Sirnaresmi dalam perangkat/struktur pemerintah desa
Sedangkan peraturan desa dibuat oleh pemerintah desa bersama- belum atau tidak ada Kepala Urusan Lingkungan Hidup yang
sama Badan Perwakilan Desa. khusus mengurus hutan adat baik dalam struktur maupun
kelembagaan. Berbeda dengan struktur kelembagaan adat, ada
Sampai saat ini belum ada peraturan desa tentang hutan adat. yang mengurus khusus tentang hutan adat yaitu ‘’Kemit
Salah satu sebabnya adalah belum adanya sumberdaya manusia Leuweung”. Status perangkat adat tidak diangkat berdasarkan
dari masyarakat Kasepuhan yang cukup paham soal ini dan pemilihan, tetapi berdasarkan keturunan. Masa kerja perangkat
mampu mendorong dirumuskannya peraturan ini. Saat ini sudah desa dibatasi oleh waktu (masa jabatan tertentu), sedangkan masa
dibuat dan baru ada peta wilayah adat dan desa yang dibuat kerja perangkat adat seumur hidup selama yang bersangkutan
secara partisipatif, yang diprakarsai oleh Kasepuhan bekerja sama masih mampu menjalankan tugasnya, dan jika tidak mampu lagi
dengan RMI (Rimbawan Muda Indonesia, sebuah ornop di maka akan digantikan oleh keturunannya.
Bogor). Peraturan adat mengenai hutan adat tidak mengenal batas-
batas adiministrasi pemerintahan desa, kecamatan, kabupaten Kedudukan masyarakat adat Kasepuhan dalam sistem
maupun propinsi. Di masa depan seharusnya ada peraturan desa pemerintahan desa Sirnaresmi sebenarnya tidak terpisah, dalam
tentang hutan adat, yang perlu segera didorong dari sekarang artian bahwa orang-orang yang menjabat sebagai perangkat desa
untuk mulai membangun masih termasuk sebagai anggota masyarakat adat. Dengan kata
lain, perangkat desa adalah anggota masyarakat adat yang duduk
dalam struktur pemerintahan desa yang dipilih oleh masyarakat
Yuyun Indradi –
Jopi –
memperlakukan hutan secara adil. Dalam kegiatan penghijauan
semua warga adat Kasepuhan terlibat tanpa kecuali agar selalu
terjaga sifat kebersamaan, kerukunan, berat sama dipikul
ringan sama dijinjing, Sareundeuk-saigel, sabobot-sapihanean.
6 6
Hutan untuk Masa