Anda di halaman 1dari 15

Kehidupan Masyarakat Sungai di

Kalimantan Selatan
Simpul Jaringan Kalsel, dari PantauGambut.id
8 January 2018 | Kalimantan Selatan

Masyarakat Desa Baruh Jaya sangat bergantung pada air sungai.


Hampir semua kegiatan dilakukan dengan menggunakan media
air atau sungai. Bahkan, mata pencaharian utama mereka pun
berhubungan dengan air atau sungai, yaitu bertani, menangkap
ikan, dan beternak binatang air atau rawa.

Masyarakat sungai Desa Baruh Jaya, Kalimantan Selatan. © Simpul Jaringan Kalimantan Selatan

Masyarakat di lahan gambut dikenal sebagai masyarakat sungai (the water


people) karena mobilitas dan kehidupan sehari-hari yang umumnya tidak bisa
lepas dari air atau sungai. Mereka tinggal di pemukiman yang berjajar di pinggir
sungai dengan mata pencaharian utama sebagai petani sawah (rawa), nelayan
penangkap ikan, peternak itik dan  kerbau rawa.
Salah satu desa gambut yang terletak di wilayah Kalimantan Selatan adalah Desa
Baruh Jaya. Nama desa ini diambil dari kata baruh yang artinya sungai, sawah,
atau danau. Daerah ini dahulunya merupakan sungai dan sawah (rawa) yang
dikenal dengan nama Desa Tambangan. Namun, sejak tahun 70-an, dilakukan
pemekaran di wilayah ini sehingga lebih dikenal dengan nama Desa Baruh Jaya.
Seperti umumnya rumah masyarakat Banjar di pinggiran sungai, setiap rumah
yang dibangun terbuat dari kayu serta dibuat jauh lebih tinggi di atas tanah
dengan tiang yang panjang (rumah panggung). Sebanyak 2.247 kepala keluarga
yang tinggal di wilayah ini harus menempuh perjalanan yang cukup jauh dari
pemukiman untuk bisa sampai ke kebun.
Kemampuan masyarakat Desa Baruh Jaya dalam memanfaatkan potensi alam terlihat dari
bagaimana mereka mengatur produktivitas diri.
Masyarakat di desa ini menjadikan sungai sebagai jalur transportasi utama,
lahan untuk bertani, serta perairan rawa untuk komoditas perikanan yang terdiri
atas ikan haruan (gabus), ikan papuyu (betok), dan ikan sapat (sepat). Bahkan,
lahan pertanian pun dimanfaatkan secara maksimal dengan ditanami
bermacam-macam sumber pangan yang secara periodik dipanen secara
bergantian, seperti gumbili/ubi nagara, kacang nagara, semangka, dan padi.

Masyarakat di wilayah ini, baik laki-laki maupun perempuan, bahu-membahu


untuk mengelola potensi alam yang ada. Pada musim tanam maupun
perawatan, laki-laki dan perempuan akan sama-sama pergi ke lahan
perkebunan. Sebagian perempuan akan memasak di sana untuk menyajikan
makanan bagi keluarga mereka dan sebagiannya lagi tinggal di rumah untuk
merawat anak-anak. Selepas anak mandiri, barulah mereka akan kembali ikut
berkebun.
1

2
3

4
5

1. Budidaya kacang tanah di lahan gambut.


2. Potensi alam Desa Baruh Jaya.
3. Para petani dan keluarga bersama-sama mengolah lahan.
4. Masyarakat sungai Desa Baruh Jaya, Kalimantan Selatan.
5. Kondisi lahan yang subur di Desa Baruh Jaya.

Selain itu, mereka juga memanfaatkan lahan rawa dan gambut di wilayah ini
untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan membudidayakan tanaman maupun
ternak. Kebiasaan ini telah dilakukan masyarakat Desa Baruh Jaya jauh sebelum
adanya praktik pertanian komersial. Mereka memanfaatkan sumber daya alam
yang ada dalam skala kecil dan dalam kurun waktu yang lama secara turun-
temurun.

Mata pencaharian utama masyarakat Desa Baruh Jaya adalah bertani sekaligus
mencari ikan. Jika musim penghujan tiba, mereka bertani; sedangkan jika musim
kemarau tiba, mereka akan mencari ikan (maiwak). Pekerjaan lain yang juga
mereka lakukan adalah berdagang, membuat alat-alat rumah tangga dan
kerajinan tangan dari bahan logam, emas, dan lain sebagainya. Mereka juga
membuka layanan jasa berupa transportasi kelotok.
Desa Baruh Jaya terletak di distrik Nagara, yakni distrik yang dikenal sebagai
penghasil buah semangka dan ubi jalar yang dikenal dengan sebutan semangka
nagara dan gumbili nagara. Hasil panen buah semangka nagara bahkan mampu
memenuhi kuota di tiga provinsi, yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur,
dan Kalimantan Tengah.

“Datuk-nenek kami sejak dahulu bahuma semangka dan gumbili (ubi). Dengan
cara seperti ini, banyak orang Nagara yang naik haji (pergi melaksanakan ibadah
haji) dari hasil bahuma semangka dan Gumbili.” tutur Pak Hamid, salah seorang
petani di Nagara.

Masyarakat Nagara menggarap lahan dengan alam sebagai pengingat dan


penanda untuk bertani dan aktivitas lainnya. Meskipun sekarang perubahan
musim sulit diprediksi, namun dengan pengetahuan lokal yang mereka miliki,
hal itu tidak menjadi kendala.

1
2

3
4

1. Semangka Nagara, panen khas petani Desa Baruh Jaya.


2. Suasana pasar gumbili nagara.
3. Sungai sebagai jalur transportasi utama masyarakat Desa Baruh Jaya.
4. Para perempuan dan laki-laki bahu-membahu di Nagara.

Lahan pertanian mereka terletak agak jauh dari pemukiman sehingga


diperlukan waktu lebih kurang satu jam untuk menuju ke sana dengan melewati
sungai besar dan sungai kecil. Hanya ada satu cara yang bisa dilakukan untuk
menjangkau lahan tersebut, yaitu dengan menggunakan perahu kecil
berkapasitas tiga orang yang dikenal dengan sebutan ces. Hal ini disebabkan
oleh masing-masing petakan lahan dipisahkan oleh ray  atau kanal atau sungai
kecil yang hanya bisa dilalui perahu kecil sejenis ces tersebut.
Begitulah gambaran umum masyarakat Desa Baruh Jaya yang merupakan
bagian dari ekosistem gambut dan mampu beradaptasi dengan alam yang ada
di sekitar mereka. Untuk itu, pengelolaan gambut dan berbagai kebijakan
pemerintah terkait gambut perlu mempertimbangkan kondisi masyarakat yang
telah lama tinggal dan beradaptasi di wilayah gambut.
Sungai merupakan suatu sistem aliran air yang terjadi secara alami
diatas permukaan bumi yang membentuk suatu pola aliran dan sumber
airnya dapat berasal dari air tanah, air hujan, dan air gletser.

Pengertian rawa Dikutip dari Dinamika Hidrosfer (2018), rawa adalah dataran bertanah
basah yang selalu digenangi air secara alami. Genangan itu disebabkan oleh sistem drainase
(pelepasan air) yang sangat buruk dan letaknya lebih rendah dari daerah di sekelilingnya. Rawa
biasanya berada di sekitar sungai atau muara sungai yang cukup besar.

Anda mungkin juga menyukai