Bab ini akan menyajikan secara rinci dan sistematis hasil-hasil penelitian yang
diperoleh sesuai dengan fokus permasalahan yang diajukan. Diantaranya, meliputi;
gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi, dan pembahasan hasil penelitian, yang
diperoleh dari hasil observasi, wawancara mendalam dan studi dokumentasi.
Secara orbitasi (jarak dari pusat pemerintahan), letak Desa Pakraman Seraya cukup
jauh dari pusat-pusat pemerintahan atau pusat keramaian. Adapun jarak orbitasi Desa
Pakraman Seraya terhadap pusat-pusat pemerintahan yaitu:
1) Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 16 km
2) Jarak dari Pusat Pemerintahan Kabupaten
Kota Administratif :-
3) Jarak dari Ibu Kota Kabupaten/Kota Madya
Daerah Tingkat II : 16 km
4) Jarak dari Ibu Kota Propinsi
Daerah Tingkat I : 96 km
5) Jarak dari Ibu Kota Negara : 1200 km
4.1.9Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan di Desa Pakraman Seraya masih dijalankan dengan sistem
adat. Pemerintahan Desa Pakraman Seraya dipimpin oleh seorang pemimpin adat atau yang
biasa disebut Bendesa Adat.Bendesa asat dibantu oleh beberapa kepala divisi atau yang
biasa disebut Petajuh. Petajuh ini menaungi masalah pawongan atau masyarakat, masalah
Palemahan atau lingkungan serta masalah Parhyangan atau masalah pemujaan kepada
Tuhan. Mengenai susunan organisasi Pemerintah Desa Pakraman Seraya, dapat dilihat pada
bagan berikut.
Bagan 4.1. Bagan/Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Pakraman Seraya
BENDESA ADAT
I Nyoman Matal, SH
PETENGEN PENYARIKAN
I Gede Pageh I Wayan Merta
I Wayan Pura I Gede
Jumlah penduduk Desa Seraya Barat berdasarkan data Penduduk tahun 2012, adalah
sebanyak 5.738 yang terdiri dari laki – laki 2990 jiwa dan Perempuan 2748 jiwa
Sedangkan Tahun 2013 Jumlah Penduduk 5.768 yang terdiri dari laki – laki 3002 dan
perempuan 2766 Sedangkan jumlah RTM sabanyak 471 RTM.Struktur penduduk menurut
pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia yang dipunyai Desa Seraya Barat,
yaitu yang berusia pada usia pendidikan dasar 7 tahun s/d 16 tahun (pendidikan sekolah
dasar dan menengah) yang belum pernah sekolah 0 %, sedang mengikuti pendidikan 81 %
dan sisanya 19 % tidak bersekolah lagi. Sedangkan yang berusia diatas 16 tahun (diatas
usia pendidikan dasar) yang belum pernah sekolah 0 %, sedang mengikuti pendidikan 75 %
dan sisanya 25 % tidak bersekolah lagi, baik pada tingkat lanjutan dan perguruan tinggi.
Struktur penduduk menurut mata pencaharian menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk menggantungkan sumber kehidupannya di sektor pertanian (64,1%), sektor lain
yang menonjol dalam penyerapan tenaga kerja adalah perdagangan (4,4 %), sektor industri
rumah tangga dan pengolahan (20%), sektor jasa (4,6%) dan sektor lainnya seperti pegawai
negeri, karyawan swata dari berbagai sektor (6,9%). Struktur penduduk menurut Agama
menunjukkan Seluruh penduduk Desa Seraya Barat adalah beragama Hindu (100 %).
Kebudayaan daerah Desa Seraya Barat, tidak terlepas dan diwarnai oleh Agama Hindu
dengan konsep “Tri Hita Karana” (hubungan yang selaras, seimbang dan serasi antara
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan
lingkungannya).Secara administrasi Desa Seraya Barat terbagi menjadi 9 Banjar Dinas
dengan jumlah penduduk yaitu 5.768 orang, yang dirinci sebagai berikut;
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Desa Dinas Seraya Barat
Jumlah Jumlah Penduduk
No Nama Banjar Dinas KK Jumlah
Laki Perempuan
1 Dauh Pangkung. 316 450 425 875
2 Merajan 264 457 392 849
3 Gerobog. 117 193 198 391
4 Bungkulan 292 424 418 842
5 Pasiatin. 159 233 208 441
6 Pasiatin Kaler. 166 244 234 478
7 Selalang. 226 391 362 753
8 Kalanganyar 185 324 279 603
9 Kalanganyar Kaler 165 286 250 536
Jumlah 1.884 3.002 2.766 5.768
Sumber: Data Monografi Desa Seraya Barat Tahun 2015
PERBEKEL
BPD LPM
SEKDES
Desa Seraya memiliki luas wilayah 1398,250 Km2/ Ha yang terdiri dari :
Secara administratif Desa Dinas Seraya terbagi atas 15 (lima belas) banjar dinas
yang meliputi;
Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Desa Seraya Tengah
No. Nama Banjar Perempuan Laki-laki Jumlah KK
1. Banjar Kaler 440 422 191
2. Banjar Yeh Kali 459 439 252
3. Banjar Taman 310 348 147
4 Banjar Pejongan 288 298 178
5 Banjar Kecag Balung 443 446 188
6 Banjar Ijo Gading 369 346 158
7 Banjar Gambang 348 325 154
8 Banjar Pauman 310 275 139
9 Banjar Bena Sari 341 408 186
10 Banjar Celagi 310 308 161
11 Banjar Belubuh 360 355 157
12 Banjar Tenggang 316 312 146
13 Banjar Delod Sema 304 318 156
14 Banjar Peninggaran 235 241 132
15 Kayu Wit 254 246 149
JUMLAH 3837 3811 1661
Sumber: Data Monografi Desa Seraya Tengah Tahun 2011
Pendidikan di Desa Seraya Tengah masih belum dapat dikatakan maju. Hal ini
dapat dilihat data jumlah tingkat pendidikan penduduk di Seraya Tengah yaitu;
Data tersebut menunjukan bahwa tingkat pendidikan di Desa Seraya Tengah masih
sangat rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari tingginya angka putus sekolah serta jumlah
penduduk yang hanya tamat sekolah dasar.Tingginya angka putus sekolah serta besarnya
jumlah anak yang tidak bersekolah dan buta huruf menyebabkan rendahnya kualitas sumber
daya manusia di wilayah tersebut. Hal tersebut dikarenakan cara pandang masyarakat yang
rendah terhadap pendidikan, pendidikan dianggap sebagai pelengkap saja dimasyarakat.
Hal ini mengakibatkan desa ini menjadi salah satu desa yang terbelakang dalam urusan
pendidikan serta masuk dalam salah satu desa miskin nasional. Karena itu, pemerintah
pusat maupun daerah sering mengirimkan bantuan baik materi maupun pelatihan serta
bantuan modal bagi pengusaha kecil dan menengah. Hal tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat setempat serta kemandirian warga.
Mata Pencaharian Penduduk Struktur perekonomian Desa Seraya, masih bercorak
agraris yang menitik beratkan pada sektor pertanian. Hal ini didukung oleh penggunaan
lahan pertanian masih mempunyai porsi yang terbesar sebanyak 64,2 % dari total
penggunaan lahan desa. Selain itu, 62,1 % mata pencaharian penduduk menggantungkan
hidup pada sektor pertanian. Pada sektor ini komoditi yang menonjol sebagai hasil andalan
adalah Jagung, ketela pohon dengan luas lahan pertanian adalah 648 ha.Hasil alam Desa
Seraya merupakan daerah yang kekurangan air, sebab desa ini termasuk desa penghasilan
musiman, jagung, Singkong, kacang tanah serta pala wija dan pala bungkah. Kebun-kebun
yang menghasilkan buah musiman. seperti mangga, pisang yang dimiliki oleh Desa Seraya.
Selain tanaman pertanian dan perkebunan yang merupakan hasil alam Desa Seraya , desa
ini juga merupakan desa yang memiliki potensi Sumber daya manusia yang terampil, yaitu
dapat dilihat dengan adanya hasil kerajinan berupa Anyaman, yaitu; (Ate, ini bahan ini
didapatkan langsung dari luar Desa Seraya ) (ingka, bahanya langsung dari rontal yang ada
di Desa Seraya ) Bordir dan kerajinan perak yang ditempa menjadi aksesoris
Fasilitas pasar yang ada di Desa Seraya, yaitu Pasar Desa 1 buah, namun belum
berfungsi maksimal. Pada sektor industri rumah tangga dan pengolahannya adalah
kerajinan, Tikar Rontal, ukir, kayu, batako, anyaman ate, ingka dll. Pada sektor jasa, yang
menonjol adalah tumbuhnya lembaga/istitusi keuangan mikro berupa Koperasi, BUMDES,
UP2K, UED, dan Kelompok Kelompok Simpan Pinjam yang ada di semua Banjar sebagai
pendukung ekonomi Desa. Hal ini diharapkan akan membawa dampak positif dalam
perkembangan ekonomi Desa secara keseluruhan. Disamping itu sektor jasa yang lain
adalah buruh bangunan, buruh tani dan buruh angkutan. Sektor industri pariwisata yang
berkembang di Desa Seraya juga diharapkan mampu mendorong perkembangan ekonomi
desa secara keseluruhan. karena sektor ini sangat mempengaruhi perkembangan sektor-
sektor yang lainnya.
Desa Seraya di pimpin oleh seorang Kepala Desa yang di koordinasi oleh Badan
Perwakilan Desa (BPD). Kepala Desa membawahi Sekretaris Desa dan Kelian-kelian
BanjarSekretaris Desa membawahi kaur pemerintahan, kaur keuangan, kaur umum, kaur
pembangunan, dan kaur kesra.
PERBEKEL
BPD LPM
SEKDES
Luas wilayah DesaSeraya Timur yaitu 936.234 ha, yang terbagi menjadi 9
(sembilan) banjar dinas atau dusun yang meliputi Banjar Dinas Kangin, Banjar Dinas
Tukad item, Banjar Dinas Tukad Buah, Banjar Dinas Tinjalas, Banjar Dinas Bukit Catu,
Banjar Dinas Tukad Tiis, Banjar Dinas Batu Kori, Banjar Dinas Tanah Barak, Banjar Dinas
Gili Selang. Penggunaan lahan di desa tersebut terbagi menjadi daerah pemukiman seluas
3.882 ha, pertanian lahan kering seluas 919.892 ha. Lahan perkebunan atau tegalan seluas
662 ha, perikanan dan peternakan seluas 3 ha, serta penggunaan lahan untuk keperluan lain
seperti; fasilitas umum, tempat ibadah, kuburan dan sebagainnya seluas 12 hektar. Desa
Seraya Barat memiliki jalan sepanjang 39 km, dengan rincian; Jalan provinsisepanjang 8
km jalan kabupaten sepanjang 16 km, jalan desa sepanjang 15 km, dengan kondisi belum
diaspal sepanjang 15km.
Struktur penduduk menurut pendidikan menunjukkan kualitas sumber daya manusia
yang dipunyai Desa Seraya Barat, yaitu yang berusia pada usia pendidikan dasar 7 tahun
s/d 16 tahun (pendidikan sekolah dasar dan menengah) yang belum pernah sekolah 0 %,
sedang mengikuti pendidikan 81 % dan sisanya 19 % tidak bersekolah lagi. Sedangkan
yang berusia diatas 16 tahun (diatas usia pendidikan dasar) yang belum pernah sekolah 0
%, sedang mengikuti pendidikan 75 % dan sisanya 25 % tidak bersekolah lagi, baik pada
tingkat lanjutan dan perguruan tinggi.
Struktur perekonomian Desa Seraya Timur, masih bercorak agraris yang
menitikberatkan pada sektor pertanian. Hal ini didukung oleh penggunaan lahan pertanian
masih mempunyai porsi yang terbesar sebanyak 80 % dari total penggunaan lahan desa.
Juga 80 % mata pencaharian penduduk menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Pada
sektor ini komoditi yang menonjol sebagai hasil andalan adalah Jagung, ketela pohon.
Beberapa sektor ekonomi yang tergolong economic base dan menonjol di samping sektor
pertanian adalah, Nelayan,perdagangan, industri rumah tangga dan pengolahan Lainya.
Pada sektor perdagangan trdapat usaha jual palen – palen dan hasil bumi. Pada sektor
industri rumah tangga dan pengolahan termasuk didalamnya adalah kerajinan Anyam Ate,
Tenun Bebali, percetakan kayu, paras batako dan sebagainya.Pada sektor jasa, yang
menonjol yaitu tumbuhnya lembaga/istitusi keuangan mikro berupa Koperasi, UED dan
BUMDes sebagai pendukung ekonomi desa. Hal ini diharapkan akan membawa dampak
positif dalam perkebangan ekonomi desa secara keseluruhan. Disamping itu sektor jasa
yang lain adalah buruh bangunan dan buruh angkutan.
Struktur penduduk menurut Agama menunjukkan Seluruh penduduk Desa Seraya
Barat adalah beragama Hindu (100 %). Oleh karena seluruh masyarakat di Desa ini
beragama Hindu maka sepanjang wilayah tersebut banyak terdapat tempat
persembahyangan Agama Hindu yang biasa disebut Pura. Sedangkan tempat ibadah agama
lain tidak ada di wilayah tersebut.Kebudayaan daerah Desa Seraya Timur, tidak terlepas
dan diwarnai oleh Agama Hindu dengan konsep “Tri Hita Karana” (hubungan yang
selaras, seimbang dan serasi antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan
manusia dengan lingkungannya). Kedua unsur ini yaitu agama dan budaya seperti dua sisi
mata uang yang tidak terpisahkan serta saling mempengaruhi satu sama lain.
Berdasarkan data yang dimiliki pemerintah Desa Seraya Timur Tahun 2015, Jumlah
penduduk di Desa Seraya Timur Tahun 2015 adalah sebanyak7.619. Jumlah ini terdiri dari
laki–laki yang berjumlah 3.737jiwa dan Perempuan berjumlah 3882 jiwa serta 1648 kepala
keluarga. Secara administrasi Desa Seraya Timur terbagi menjadi 9 Banjar Dinas, yang
dirinci sebagai berikut;
Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Desa Seraya Timur
Jumlah Jumlah Penduduk
No Nama Banjar Dinas KK Jumlah
Laki Perempuan
1 Banjar Kangin 265 630 483 1.113
2 Tukad Hitam 131 327 401 728
3 Tukad Buah 209 349 806 1.155
4 Tinjalas 132 309 243 552
5 Bukit Catu 177 279 234 513
6 Tukad Tiis 227 533 294 1027
7 Batu Kori 142 324 309 633
8 Tanah Barak 257 564 536 1.910
9 Gili Selang 168 422 376 798
Jumlah 1.648 3.737 3.882 7.619
Sumber: Data Monografi Desa Seraya Timur Tahun 2015
PERBEKEL
BPD LPM
SEKDES
Semua data hasil penelitian langsung dibahas, dan diuraikan sesuai dengan rumusan
masalah yang terdapat dalam pertanyaan peneliti sebagai berikut:
4.2.1 Nilai-nilai yang Terdapat dalam Tradisi Magibung di Desa Pakraman Seraya
sebagai civic culture
Dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk mengetahui akademisi, ahli budaya dan
tokoh masyarakat berkenaan dengan pengertian magibung, sejarah dilaksanakannya
magibung, syarat-syarat dalam melakukan magibung, karakteristik dari magibung,
keunggulan magibung dari makan pada umumnya, dan pendapat akademisi, ahli budaya
serta tokoh masyarakat tentang nilai-nilai yang terdapat dalam dalam tradisi magibungdi
Desa Pakraman Seraya sebagai civic culture. Hal ini sangat penting diketahui terlebih
dahulu, agar kita bisa mengetahui tradisi magibungtersebut secara lebih spesifik.
4.2.1.5 Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi magibung sebagai civic culture
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang dilakukan oleh
peneliti di Desa Pakraman Seraya terhadap beberapa sumber yang dianggap kompeten
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, didapatkan beberapa hasil seputar
nilai-nilai dalam tradisi magibung sebagai civic culture. Dari hasil penelitian terungkap
beberapa pendapat yang dipaparkan oleh informan serta dari hasil pengamatan peneliti
sebagai berikut.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada NM, beliau menyatakan bahwa
dipertahankannya tradisi magibung di Desa Pakraman Seraya oleh masyarakat setempat
karena dalam tradisi magibung terdapat nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para leluhur
Desa Pakraman Seraya. Nilai-nilai luhur tersebut yang menjadikan solidaritas serta rasa
kekeluargaan masyarakat di Desa Pakraman Seraya menjadi kuat. Menurut beliau dalam
tradisi magibung terkandungnilai-nilailuhur, yaitu;
A. Nilai Gotong Royong dan peduli lingkungan
Semangat gotong royong masyarakat dalam melaksanakan magibung terlihat dalam
setiap tahapan proses persiapannya. Semua calon peserta magibung bekerja dengan
sungguh-sungguh tanpa terkecuali. Mereka bekerja tanpa dikomando. Masing-masing
orang sudah sadar akan tugas dan kewajibanya masing-masing. Masing-masing orang
akan membagi diri, ada yang bekerja memasak nasi, memasak sayur, membuat sate,
membakar sate menyiapkan bumbu, memotong daging dan lain sebagainya. Satu
pekerjaan yang paling sulit dalam magibung, sehingga membutuhkan keahlian khusus
yaitu meracik bahan gibungan. Orang yang membuat dan meracik gibungan biasa
disebut tukang ebat, sedangkan proses membuat gibungan disebut mebat. Sikap peduli
lingkungan dapat terlihat pada proses pelaksanaan magibung. Misalnya ketika
magibung selesai dilaksanakan, sisa makanan magibung akan diberikan pada binatang
maupun hewan ternak. Selain itu bahan makanan dan perlengkapan yang digunakan
adalah bahan-bahan yang ramah lingkungan serta tidak mengandung bahan kimia yang
membahyakan.
B. Tolong-menolong dan cinta damai
Magibung penuh dengan nilai-nilai kebersamaan, diantaranya rasa saling menolong
antar manusia. masyarakat Bali terkenal sebagai masyarakat yang memiliki solidaritas
yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari proses pelaksanaan magibung. Pada proses
persiapan magibung hampir semua jenis pekerjaan tidak dapat dikerjakan sendiri. satu
jenis pekerjaan harus dikerjakan lebih dari 2-3 orang, karena sifat pekerjaan yang
banyak serta membutuhkan tenaga yang besar. Seperti; memarut kelapa, memotong
daging, menanak nasi, meracik bumbu. Sehingga, untuk dapat menyelesaikan pekerjaan
tersebut membutuhkan orang lain. Dengan adanya saling tolong menolong tersebut
dapat meningkatkan kepdulian antar masyarakat.
C. Toleransi dan Emansipasi
Nilai toleransi terlihat saat para remaja dan masyarakat tidak memilih-milih teman
yang akan menjadi bagian kelompok magibung. selain itu, yang bertugas menjadi
pengayah untuk melayani para perempuan dan orang tua yang sedang magibung, jika
terdapat hal yang kurang, yang diminta oleh peserta magibung para pengayah dngan
sukarela akan memenuhi permintaan tersebut. selain itu, para orang tua anak-anak dan
wanita biasanya akan didahulukan dalam proses magibung.Nilai emansipasi dalam
magibung dapat dilihat dariproses pembagian kerja. Pekerjaan yang berat biasanya akan
dikerjakan oleh pihak pria. Para pria biasanya berangkat dari rumah pukul 04.00 dini
hari menuju lokasi pelaksanaan magibung dan bekerja mempersiapkan makanan sampai
pukul 09.00 pagi. Sedangkan pihak wanita datang pukul 08.30 dengan membawa
sembako yang akan diberikan kepada pihak keluarga yang mengadakan magibung.
pihak perempuan datang hanya untuk makan saja, sedangkan pekerjaannya sudah
dilakukan oleh pihak pria.
D. Melatih karakterpeminpin dan demokrasi
Magibung tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya peminpinm, baik peminpin
dalam sela maupun peminpin utama magibung yang biasa disebut tukang tarek. Dalam
pemilihan peminpin tersebut, akan dilakukan atas dasar demokrasi secara musyawarah
mufakat dan dilakukan secara spontan tanpa diatur sebelumnya. Sehingga para peserta
magibung masing-masing sela dari jumlah delapan orang akan dipilih satu orang
menjadi ketua yang bertugas meminpin jalannya magibung dimasig-masing sela.
Sehingga setiap orang yang terpilih secara musyawarah mufakat tersebut harus siap
untuk meminpin jalannya magibung. Pada tahap ini semua orang diberikan kesempatan
dan dilatih jiwa kepeminpinannya dalam masyarakat. Biasanya, peminpin sela
diutamakan kepada golongan muda yang belum memiliki pengalaman meminpin untuk
melatih jiwa kepeminpinannya.
Sejalan dengan pendapat NM, KW juga menyatakan pendapatnya, bahwa selama
pengalaamn beliau yang pernah menjadi Kepala Desa Seraya selama hampir 36 (tiga puluh
enam) tahun, tradisi magibung penuh dengan nilai-nilai sosial asli masyarakat Desa Seraya
yang termasuk dalam civic culture, yaitu;
1). Meningkatkan persaudaraan dan kepedulian sosial
Nilai kebersamaan sangat kuat terjalin dalam tradisi magibung. kebersamaan terjalin
sejak awal persiapan magibung, proses magibung, sampai selesainya pelaksanaan
magibung. magibung penuh dengan nilai-nilai kebersamaan, rasa kebersamaan
menyebabkan timbulnya rasa persaudaraan, cinta kasih antar sesama manusia.
kebersamaan menjadi penting dalam magibung, rasa kebersamaan dipupuk melalui
mengerjakan pekerjaan secara besama-sama, makan bersama-sama dengan lauk yang
sama. Hal tersebut menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari. Apabila terjadi perselisihan dimasyarakat hampir tidak pernah
konflik tersebut diselesaikan secara brutal, akan tetapi biasanya akan diselesaikan
secara musyawarah kekeluargaan dan apabila tidak menemukan jalan keluar maka akan
dimintakan bantuan kepada para pengurus atau pejabat pemerintahan.
2). Meningkatkankeberanian dan tangung jawab
Setiap orang dilatih untuk bertanggung jawab pada tugas dan kewajibannya. Jika
salah satu peserta magibung tidak menyelesaikan tugasnya maka akan mengganggu
proses magibung. misalnya saja contoh yang sederhana, sesorang yang bertugas
menanak nasi untuk semua peserta, apabila tidak menyelesaikan pekerjaanya, maka
akan sanagt mengganggu proses magibung. Apabila hal tersebut terjadi, orang tersebut
tidak lagi akan diberikan kepercayaan oleh masyarakat yang lain. Yang bersangkutan
akan dicemooh dan dianggap tidak bertanggung jawab oleh masyarakat yang lain,
sehingga akan dikucilkan dari pergaulan dimasyarakat. Oleh karenanya masing-masing
orang akan berusaha bertanggung jawab menyelesaikan semua tugas yang diberikan
kepadanya dengan maksimal berdasarkan rasa tanggung jawab yang tinggi, untuk tidak
mengecewakan peserta magibung lainnya.
3). Disipin dan taat aturan
Tradisi magibung penuh dengan aturan yang ketat, selain aturan yang ketat sanksi
bagi yang melanggar juga ditakuti masyarakat. sanksi yang ada umumnya bukan berupa
materi atau sanksi keras lainnya, melainkan sanksi sosial, seperti rasa malu karena
dicemooh, dikucilkan dari pergaulan, sampai pada sanksi teguran. Beberapa aturan
dalam magibung antara lain; mendahulukan wanita anak-anak dan orang tua, tidak
boleh merebut atau mengambil makanan bagian orang lain, tidak diperbolehkan makan
mendahului, atau selesai makan langsung berdiri mendahului yang lain, tidak boleh
bersendawa, kentut, atau berbicara keras saat makan, duduk harus mersila bagi pria dan
matimpuh bagi wanita. Lutut kanan agak menonjol ke depan dan lutut kiri menonjol
kebelakang. Saat makan tangan yang mencari mulut, tidak boleh berbalik mulut yang
mencari makanan. Sisa makanan tidak boleh ditaruh ditempat makan, tapi dibuang
ditempat yang telah disediakan. Yang boleh mengambil lauk dan menaruhnya diatas
gundukan nasi hanya ketua-ketua dimasing-masing kelompok magibung, kecuali atas
perintah ketua kelompok magibung. lauk yang dimakanpun harus dibagi secara merata,
tidak boleh satu orang mengambil dagingnya yang lain diberikan sayurnya saja atau
sebaliknya. Orang yang sedang sakit biasanya tidak akan di ikutkan dalam magibung,
karena dihawatirkan menularkan penyakit yang dideritanya. Setiap orang akan berusaha
semaksimal mungkin untuk menaati aturan magibung karena kesadaran serta takut akan
sanksi sosial yang diberikan bagi yang melanggar. Selain itu, para peserta magibung
biasanya akan datang tepat waktu yakni mulai pukul lima pagi, para peserta magibung
akan malu jika mereka datang terlambat. Setiap orang akan datang dengan pakaian yang
bersih dan rapi. Pakaian yang biasa digunakan adalah pakaian adat Bali dengan
menggunakan kain kamben, senteng dan udeng. Penggunaan pakaian adat karena
pelaksanaan magibung berbarengan dengan upacara keagamaan.
Guna mencari tahu niai-nilai dalam tradisi magibung sebagai civic culture yang
lebih mendetail, maka peneliti mencari informan dari kalangan intelektual.MenurutGC
menyatakan bahwa, selain mengandung nilai-nilai tersebut tradisi magibung yang masih
dipertahankan sampai dengan saat ini oleh masyarakat, terimplementasi adanya civic
culture Bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut dianggap sesuai dengan ideologi Bangsa
Indonesia yaitu Pancasila, nilai nilai terebut diantaranya;
a). Nilai Ketuhanan
Nilai Ketuhanan tercermin sebelum magibung dilaksanakan. Sebelum proses
magibung dilakukan biasanya akan didahului dengan ngejot gibungan, yaitu prosesi
menghaturkan makanan yang akan dipakai magibung kepada leluhur dan para Dewa.
Prosesnya, tuan rumah yang mengadakan upacara yadnya akan mengambil satu gibungan
beserta perlengkapan sesajen lainnya. Gibungan tersebut akan dihaturkan kepada para
Dewa yang bersemayam di sanggah, yaitu tempat pemujaan umat hindu yang berada pada
masing-masing rumah tangga. Tujuannya adalah sebagai wujud terimakasih kepada para
Dewa atas segala rejeki dan karunia yang diberikan sehingga pada hari itu bisa dilakukan
magibung. Setelah proses ngejot ini selesai barulah pelaksanaan magibung boleh
dilaksanakan. Biasanya magibung belum akan dilaksanakan sebelum ngejot selesai
dilakukan pihak penyelenggara upacara yadnya.
b). Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Nilai Keadilan tercermin di setiap proses pelaksanaan dan persiapan magibung. Pada
saat magibung dilaksanakan setiap orang akan mencari pasangan yang akan diajak
magibung. Satu gibungan (makanan yang akan dipakai magibung) dimakan oleh enam
orang, sehingga masing-masing peserta akan mencari enam orang untuk diajak magibung.
Disini terlihat adanya nilai keadilan, dimana orang yang diajak magibung diperlakukan
sama. Nilai keadilan lainnya dapat terlihat dari pemilihan ketua magibung. ketua yang
dipilih berdasarkan musyawarah mufakat tanpa melihat latar belakang ekonomi maupun
jabatan. Semua orang berhak untuk dipilih dan memilih. Selain itu apabila ada peserta yang
melanggar aturan-aturan magibung, seperti mendahului makan atau mendahului bangun
dari tempat duduk, bersendawa saat makan, mengambil bagian orang lain akan diberikan
sanksi teguran maupun sanksi sosial lainnya, tanpa pengecualain. Semua peserta yang
melakukan pelanggaran akan diberikan sanksi oleh peminpin atau ketua kelompok
magibung.
c). Nilai Persatuan
Nilai persatuan sangat kental tercipta dalam pelaksanaan magibung. Setiap orang yang
datang dalam proses magibung ini, secara sadar dan bertanggung jawab bahu-membahu
mengambil dan membagi pekerjaan untuk menyiapkan gibungan serta membantu keluarga
yang memiliki acara untuk menyelesaikan upacara yadnya yang dilaksanakan keluarga
tersebut. Biasanya para peserta akan datang dari jam 4 pagi. Setelah diberikan hidangan
oleh tuan rumah berupa kopi dan roti, para peserta yang umumnya adalah undangan dari
keluarga yang melaksanakan upacara yadnya, dengan inisiatif masing-masing untuk
mengambil pekerjaan. Diantaranya; memarut kelapa memotong daging, meracik dan
memasak bumbu, membuat olahan sayur dan sate, membakar sate, menanak nasi, dan
berbagai pekerjaan lainnya dikerjakan secara bersama-sama tanpa ada rasa keterpaksaan.
d). Nilai Permusyawaratan Perwakilan
Nilai permusyawaratan Perwakilan dapat dilihat dalam berbagai aktivitas magibung.
misalnya; saat segala persiapan magibung telah selesai disiapkan oleh pengayah, maka
beberapa orang akan berembug untuk memilih salah satu perwakilan yang akan meminpin
jalannya magibung. selain memilih peminpin magibung secara umum, sebelum proses
magibung dilaksanakan juga didahului dengan memilih peminpin di tiap kelompok kecil
pada peserta magibung. Pemilihan ini dilaksanakan secara musyawarah dan penuh rasa
kekeluargaan untuk mencapai mufakat. Peminpin magibung bertugas menanyakan kesiapan
masing-masing kelompok magibung melalui ketua-ketua kelompok yang ada pada masing-
masing kelompok magibung. Setelah semuanya siap peminpin magibung tersebut bertugas
memulai dan mengakhiri prosesi magibung tersebut. sedangkan jalanya magibung masing-
masing kelompok magibung diserahkan pengaturanya kepada ketua masing-masing
kelompok magibung.
e). Nilai Keadilan sosial
Nilai keadilan sosial dalam pelaksanaan magibung dapat dilihat dari sikap
masyarakat dalam memperlakukan masing-masing individu. Dalam prosesi magibung
semua orang yang hadir diperlakukan secara sama, sama dalam hal pelayanan, serta sama
dalam hal pembagian tugas. Setiap individu akan menempati posisi yang sama secera
bergantian. Tidak ada perbedaan kelas sosial dalam pelaksanaan magibung. Semua orang
dipandang sama, walaupun orang yang akan diajak magibung tersebut lebih tinggi secara
ekonomi, pendidikan, jabatan, kasta maupun kelas-kelas sosial lainnya. Pada saat persiapan
nilai kemanusiaan terlihat saat beberapa orang bertugas menyiapkan proses magibung, yang
biasa disebut pengayah. Pengayah merupakan pelayan yang melayani keperluan atau
permintaan dari peserta magibung. Para peserta biasanya saat magibung biasanya minta
dibawakan nasi, lauk, sayur, air ataupun yang lainnya. Para pengayah ini akan secara
sukarela dan penuh keikhlasan melayani segala permintaan dari peserta magibung. Tugas
pengayah akan dilakukan secara bergilir, orang yang sudah dilayani saat magibung, setelah
selesai makan, secara sukarela ia akan mengganti posisi pengayah sebelumnya, serta
menawarkan pengayah tersebut untuk makan dan dilayani. Selain itu makanan yang
dimakan juga sama. Tidak ada yang lebih banyak atau lebih enak. Karena semua dibuat
bersama sehingga semua orang yang hadir dalam magibung tersebut memakan makanan
yang sama dalam kondisi yang sama.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam tradisi magibung terdapat beberapa nilai di
dalamnya yang teridentifikasi sebagai civic culture, yaitu; persaudaraan dan kepedulian
sosial,persaudaraan dan kepedulian sosial,keberanian dan tangung jawabdisipin, dan taat
aturan, sertanilai ketuhanan,nilai kemanusiaan yang adil dan beradab,nilai persatuan,nilai
permusyawaratan perwakilandan nilai keadilan sosial.
4.2.2. Aspek sosio-budaya yang terkandung dalam tradisi magibung, yang dapat
diwariskan serta dibelajarkan dari generasi kegenerasi.
Tradisi magibung mewariskan nilai sosio-budaya yang sangat kuat dan dijadikan
sebagai tolak ukur berprilaku oleh masyarakat Desa Pakraman Seraya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan WJ, beliau menyatakan bahwa tradisi magibung merupakan kekayaan
yang tak ternilai harganya yang diwariskan oleh para leluhur bangsa Indonesia. Tradisi
tersebut menjadi warisan yang kaya akan nilai-nilai sosio-budaya yang dapat dibelajarkan
pada generasi ke generasi selanjutnya. Dalam setiap proses pelaksanaan dan persiapan
pelaksanaan magibung banyak terkandung nilai-nilai moral yang patut dijadikan sebagai
pola prilaku dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Pernyataan tersebut
ditambahkan oleh NA, yang menyatakan bahwa rahasia kuatnya solidaritas masyarakat di
Desa Pakraman Seraya, salah satunya dikarenakan masyarakat setempat yang masih kuat
memegang teguh tradisi magibung tersebut. Lebih lanjut, beliau menambahkan bahwa
tradisi magibung mengandung aspek-aspek sosio-budaya, yaitu; Menyama Braya, Paras-
Paros Sarpanaya dan Salulunglung Sabayantaka, Ngayah, Saling Asah-Asih-Asuh, Manut
Ring Awig-Awig.
a). Menyama Beraya
Menyama braya merupakan konsep bermasyarakat yang berada di Desa Pakraman
Seraya yang mengakui bahwa semua manusia bersaudara. Sebab, setiap manusia
diharapkan memperlakukan semua orang layaknya saudara sendiri. Konsep ini tumbuh
ditengah kesadaran manusia yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam setiap aktivitasnya,
manusia selalu membutuhkan bantuan manusia lainnya. Menyama braya merupakan
konsep ideal hidup bermasyarakat di Desa Pakraman Seraya sebagai filosofi yang
bersumber dari sistem nilai budaya dan adat istiadat masyarakat untuk hidup rukun.
Magibung sangat kental akan konsep Menyama Braya, yang bertujuan memupuk dan
mempererat rasa persaudaraan dan kekeluargaan. Hal tersebut dapat dilihat dalam setiap
proses perencanaan dan persiapan magibung. Semua warga yang datang memperlakukan
para warga lain layaknya saudara mereka sendiri. Pada saat warga mulai datang pada saat
subuh, para kerabat atau anggota keluarga yang mengadakan acara akan membuatkan
hidangan berupa kopi dan beberapa kue sebagai sarapan. Contoh lainnya, ketika proses
magibung dimulai beberapa orang secara sukarela menjadi pengayah (pelayan). Pengayah
tersebut akan melayani semua keperluan yang dibutuhkan oleh para peserta yang sedang
magibung, seperti mengambilkan air, membawakan lauk dan menghidangkan makanan
yang akan digunakan pada acara magibung secara bergiliran. Para undangan akan saling
menawarkan makan kepada undangan lain. Di dalam acara tersebut, undangan maupun
para tetangga akan menjadi pengayah, yang siap diperintah untuk mengambil semua
keperluan dalam magibung. Tugas menjadi pengayah ini dilakukan secara bergantian,
tanpa paksaan dan tidak ada imbalan. Terwujudnya nilai-nilai kekeluargaan, kebersamaan,
peduli antar sesama, gotong royong, dan nilai-nilai lain dalam pelaksanaan magibung,
merupakan aplikasi masyarakat itu sendiri terhadap nilai yang terdapat di dalam aspek
menyama braya tersebut.
b). Paras-paros Sarpanay dan Salulunglung Sabayantaka
Paras-paros Sarpanaya dan Salunglung Sabayantaka berarti hidup susah dan
senang ditanggung bersama. Konsep inilah yang membuat rasa persaudaraan dan
kebersamaan masyarakat Bali menjadi kuat. Konsep Paras-paros Sarpanaya Salunglung
Sabayantaka sangat kuat tercermin dalam setiap aktivitas magibung. Dalam magibung
semua orang yang hadir larut dalam aktivitas kebersamaan, misalnya dalam membuat
gibungan semua orang ikut serta mengambil peran, setiap orang tanpa memandang status
sosial, gender, usia, jabatan, status ekonomi semua bekerja bersama saling membantu satu
sama lain. Semua pekerjaan dikerjakan bersama, mulai dari memarut kelapa, mengolah
bumbu, menyiapkan bahan, memasak bahan makanan, sampai menghidangkan makanan
semuanya dikerjakan bersama baik antara tuan rumah, tetangga sekitar maupun para
undangan dengan tanpa harus diperintah. Selain itu, dalam hal menyiapkan gibungan,
konsep Paras-paros Sarpanaya dan Salunglung Sabayantaka ini terlihat saat makan atau
magibung, semua makanan yang ada dibagi secara merata dan dimakan bersama. Semua
makan dengan kondisi dan situasi, ditempat, dan makanan yang sama. Dengan demikian,
di dalam masyarakat, tidak ada orang yang merasa dirinya lebih tinggi maupun lebih
rendah derajatnya. Hal ini disebabkan karena semua orang tanpa terkecuali diperlakukan
sama dan tanpa diskriminasi oleh anggota masyarakat.
c). Ngayah
Istilah ngayah menjadi kosa kata yang paling sering diungkapkan oleh masyarakat
Bali khususnya masyarakat di Desa Pakraman Seraya. Ngayah dalam bahasa bali berarti
bekerja dan melayani dengan tulus, ikhlas dan tanpa pamrih. Dalam proses magibung,
konsep ngayah tersebut sangat kental terlihat. Semua pekerjaan yang ada dikerjakan
dengan konsep ngayah. Dalam konsep ngayah ini, semua masyarakat terlibat, bekerja
tanpa merasa tertekan atau berat sebelah dalam menyelesaikan pekerjaan yang ada.
Biasanya setiap orang yang hadir akan menawarkan diri untuk mengerjakan pekerjaan
yang ada, mulai dari mempersiapkan bahan memasak hingga melayani warga lain yang
sedang makan. Sementara itu, setiap orang yang terlibat biasanya akan menyuruh orang
lain khususnya mereka yang lebih tua dan lebih senior untuk makan terlebih dahulu,
sedangkan sementara yang lain akan melayani semua kebutuhan yang diperlukan selama
makan sampai dengan selesai.
Berdasarkan hasil wawancara dengan GC, menyatakan bahwa terdapat aspek-
aspek sosio-budaya dalam tradisi magibung di Desa Pakraman seraya. Adapun aspek
sosio-budaya tersebut sangat sejalan dengan konsep hidup masyarakat Bali, yaitu;
a) Saling Asah-asih-asuh
Saling asah-asih-asuh dalam bahasa Bali berarti saling menjaga, saling
menyayangi dan saling mengasihi antar sesama makhluk. Dalam tradisi magibung,
masyarakat Desa Pakraman Seraya mengenal konsep saling asah-asih-asuh. Dalam
pengertian ini, masyarakat diharapkan saling mangayomi satu sama lain, saling menjaga
serta saling mengasihi. Perasaan yang timbul karena didasarkan pada hubungan
persaudaraan, menjadi landasan bagi penerapan konsep ini. Setiap anggota masyarakat
diharuskan untuk saling manjaga. Selain itu, setiap warga juga diharapkan menjaga
hubungan baik dengan semua orang, sebab dalam proses magibung diperlukan adanya
kerja sama antar semua pihak. Oleh karena itu, apabila ada salah satu warga atau
kelompok yang berselisih paham/ berbeda pendapat, otomatis akan sangat mengganggu
pelaksanaan magibung. Selain itu, ketika proses magibung dilaksanakan, setiap orang
dilarang untuk berebut makanan yang ada atau ribut ketika makan. Konsep ini yang
membuat rasa kemanusiaan dan toleransi di kalangan masyarakat Desa Pakraman Seraya
menjadi sangat kental dan kuat.
b) Manut Ring Awig-Awig
Manut ring awig-awig berarti patuh terhadap aturan. Meskipun magibung hanya
aktivitas makan yang dilakukan secara bersama-sama, akan tetapi pada tatanan
prakteknya tidaklah sesederhana itu. Setiap orang yang akan ber-magibung diharuskan
untuk menaati beberapa aturan yang ada dalam tradisi tersebut, sehingga setiap orang
mulai dari anak-anak, remaja, dewasa sampai pada orang tua harus menjalankan semua
aturan yang ada dalam magibung. Apabila ada orang yang melanggar aturan tersebut,
biasanya akan diberlakukan sanksi sosial, seperti dikucilkankan dari pergaulan, ataupun
digunjingkan oleh masyarakat karena dianggap tidak memiliki etika dan sopan santun.
Beberapa aturan yang ada dalam magibung, seperti; mulai dan mengakhiri makan secara
bersama-sama, makan tidak boleh berbicara, sendawa atau kentut. Makan harus
menggunakan tangan kanan, sisa makanan tidak boleh ditaruh ditempat makan tapi
harus dibuang. Makan harus berkelompok yang terdiri dari 6 sampai 8 orang, antara
laki-laki dan perempuan serta anak-anak harus dikelompokan berbeda. Oleh karena itum
dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam magibung ini, semua orang yang terlibat di
dalamnya dilatih untuk menjadi pribadi yang disiplin dan taat aturan.
c) Tri Hita Karana
Tri Hita Karana terdiri dari kata tri yang berarti tiga, hita berarti kebahagiaan,
dan karana berarti penyebab. Jadi, tri hita karana berarti tiga penyebab adanya
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ketiga penyebab kebahagiaan tersebut yaitu,
menjaga hubungan baik antara manusia dengan Tuhan yang disebut Parahyangan,
menjaga hubungan baik antara manusia dengan manusia atau yang biasa disebut
Pawongan, dan menjaga hubungan baik antara manusia dengan alam atau Palemahan.
Magibung mengajarkan kepada masyarakat bahwa kehidupan membutuhkan
keseimbangan. Konsep Tri Hita Karana dapat dijumpai di dalam setiap tahapan dalam
pelaksanaan magibung. Konsep Parahyangan atau menjaga hubungan baik antara
manusia dengan Tuhan, terlihat sebelum proses makan dilakukan. Dalam kepercayaan
Hindu, segala sesuatu makanan sebelum dinikmati hendaknya dipersembahkan dahulu
kepada para Dewa serta leluhur, proses ini disebut Ngejot. Sebelum makan atau
magibung dilaksanakan biasanya diawali dahulu dengan Ngejot Gibungan. Persembahan
ini ditujukan kepada para Dewa dan leluhur sebagai wujud syukur atas rahmat yang
diberikan kepada keluarga, sehingga diharapkan dapat mengadakan dan melaksanakan
tradisi magibung. setelah proses Ngejot ini selesai barulah magibung tersebut dilakukan.
Konsep Pawongan atau menjaga hubungan baik antar manusia sudah diterapkan mulai
awal sampai selesai proses magibung dilaksanakan. Semua masyarakat yang datang
saling tegur sapa dan mengobrol walaupun hanya sekedar menanyakan kabar. Hal
tersebut dilakukan dengan sepenuh hati sebagai bentuk kepedulain sosial dan memiliki
rasa kekeluargaan/ persaudaraan di dalam masyarakat. Konsep Palemahan juga terlihat
dalam prosesi magibung tersebut, misalnya ketika selesai makan apabila terdapat sisa
makanan, maka sisa makanan tersebut tidak akan dibuang tetapi diberikan kepada
binatang yang ada disekitar tempat magibung. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan
dalam magibung haruslah bahan yang ramah lingkungan. Jadi dapat disimpulkan bahwa,
terdapat nilai-nilai sosio-budaya yang terdapat dalam tradisi magibung, yaitu; Menyama
Beraya, Paras-Paros Sarpanaya dan Salulunglung Sabayantaka, Ngayah, Saling Asah-
Asih-Asuh, Manut Ring Awig-Awig, Tri Hita Karana.
4.2.3 Peran Warga Masyarakat dalam Menjaga Eksistensi Tradisi Magibung
Berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi yang telah dilakukan
dalam penelitian di Desa Pakraman Seraya yang berhubungan dengan peran masyarakat
dalam menjaga eksistensi tradisi magibung, terungkap beberapa pendapat yang akan
dipaparkan sebagai informasi penelitian melalui wawancara yang telah dilakukan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap narasumber.
A. Peran Warga dalam Menjaga Eksistensi Magibung
Bertahannya tradisi magibung tidak lepas dari peran masyarakat Desa Pakraman
Seraya yang tetap mempertahankan tradisi magibung dari sejak ratusan tahun lalu
sampai dengan saat ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan IKS, seorang warga Desa
Pakraman Seraya, menyatakan bahwa seluruh warga di Desa Pakraman Seraya
melestarikan tradisi magibung dengan cara selalu melaksanakan dan menerapkan
magibung dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga maupun
lingkungan masyarakat. Misalnya pada saat hari-hari keagamaan seperti Galungan,
Kuningan, dan berbagai kegiatan adat dan keagaman lainnya, keluarga IKS selalu
melaksanakan magibung bersama keluarganya. Beliau juga menambahkan bahwa
dengan melaksanakan magibung dapat meningkatkan keharmonisan dan kebersamaan di
dalam keluarga. Adanya interaksi mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan sampai akhir
acara magibung membuat kehidupan keluarga menjadi lebih harmonis. Masing-masing
anggota keluarga menjadi lebih terbuka kepada anggota keluarga lainnya terhadap
persoalan atau konflik yang mungkin dialami oleh salah satu anggota keluarga.
Sementara itu, menurut GW, sebenarnya dalam melaksanakan magibung dapat
dilaksanakan setiap hari khususnya ketika akan makan malam. Magibung menjadi
kebiasaan yang setiap hari beliau dan keluarganya laksanakan menjelang makan siang
atau makan malam. Beliau juga menambahkan kebiasaan menerapkan tradisi magibung
dalam keluarga sangat bermanfaat, seperti konflik dalam keluarga menjadi lebih jarang
terjadi. Hal tersebut dikarenakan magibung dapat meningkatkan keharmonisan antar
anggota keluarga. Selain itu, GW juga menyatakan kegiatan itu dilakukan, sebab beliau
ingin memperkenalkan tradisi magibung sejak dini kepada anggota keluarganya yang
lain, mengajarkan magibung kepada semua anak-anaknya serta untuk menjaga tradisi
magibung tersebut tetap berlangsung ke generasi selanjutnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa masyarakat di Desa Pakraman Seraya melestarikan
tradisi magibung berdasarkan kesadaran sendiri, tanpa imbalan dan tanpa adanya
paksaan melalui aplikasi langsung. Dalam melaksanakan magibung pada setiap acara
kekeluargaan maupun pada saat makan pada setiap harinya, dilakukan bertujuan untuk
mempererat hubungan antar anggota keluarga dan memperkenalkan tradisi magibung
pada anak sejak dini serta untuk melestarikan tradisi magibung agar tidak hilang di
makan zaman.
B. Peran Pemuda dalam Menjaga Eksistensi Magibung
Pemuda adalah agen penerus bangsa. Demi kelangsungan suatu tradisi, maka
pemuda harus dilibatkan dalam berbagai langkah penyelamatan tradisi agar regenerasi
tetap berlangsung. Berdasarkan hasil wawancara dengan WP, yang menyatakan bahwa
tradisi magibung banyak memberi manfaat, seperti mempererat persatuan di antara
pemuda dan tradisi ini juga merupakan icon seta menjadi kebanggaan tersediri bagi
masyarakat Desa Pakraman Seraya. Beliau juga menambahkan bahwa pemuda adalah
tonggak bagi keberlangsungan eksistensi magibung, oleh karenanya dalam hal
melakukan usaha-usaha untuk melestarikan tradisi magibung pemuda harus ikut
berpartisipasi. Adapun hal-hal yang sudah dilakukan oleh pemuda Desa Pakraman
Seraya untuk mempertahankan tradisi magibung diantaranya dengan melaksanakan
magibung disela-sela kegiatan kepemudaan. Selain mendirikan organisasi formal seperti
karang taruna, pemuda di Desa Pakraman Seraya juga mendirikan organisasi adat
bernama truna-truni. Organisasi truna-truni merupakan organisasi adat yang mewadahi
kegiatan-kegiatan pemuda dan pemudi dalam bidang kegiatan adat dan agama. Menurut
WP, dalam setiap kegiatan yang di isi dengan acara makan-makan biasanya akan
dilaksanakan dengan magibung. Makan dengan magibung dimaksudkan agar anggota
dari truna-truni lebih akrab serta untuk memupuk jiwa kekeluargaan. Di tengah
gempuran globalisasi yang membuat masyarakat menjadi lebih individual, para pemuda
di Desa Pakraman Seraya tetap mempertahankan tradisi magibung. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa pemuda ikut serta dalam upaya pelestarian tradisi magibung tersebut
dengan cara mengadakan magibung pada setiap acara makan bersama antar pemuda
dalam organisasi baik dalam acara formal maupun acara non-formal.
C. Peran pemerintah adatdalam menjaga eksistensi magibung
Kelestarian tradisi magibung juga tidak dapat terlepas dari kebijakan-kebijakan
pemerintah adat dalam melindungi tradisi magibung. Menurut NG, menyatakan bahwa
selain dilingkup keluarga magibung juga bisa dilaksankan di lingkup banjar atau RT.
Magibung dilingkup banjar biasanya dilaksankan dalam beberapa kegiatan keagamaan
seperti; Pitra Yadnya yaitu upacara yang ditujukan untuk para leluhur, seperti Ngaben
dan lain-lain. Selain pitra yadnya, magibung juga biasa dilaksanakan pada saat acara
Bhuta Yadnya dan Dewa yadnya yaitu upacara yang dilakukan kepada para Dewa
sebagai wujud syukur atas berkah yang diberikan serta manusia yadnya yaitu upacara
yang dilakukan kepada sesama manusia sebagai wujud persaudaraan. Semua kegiatan
ini, biasanya diawali atau diakhiri dengan magibung. Semua anggota banjar akan bahu-
membahu bekerja sama untuk menyiapkan gibungan, kemudian gibungan tersebut akan
dinikmati bersama di banjar. Uang yang digunakan untuk magibung biasanya diambil
dari uang khas atau iuran anggota banjar.
Sementara itu, NM menyatakan bahwa berlangsungnya tradisi magibung hingga
saat ini karena peran aktif masyarakat dalam menjaga dan melestarikan tradisi
magibung. Masyarakat tertarik untuk melestarikan tradisi magibung, sebab tradisi ini
memiliki nilai-nilai luhur asli warisan para leluhur bangsa Indonesia. Beliau juga
menambahkan bahwa tidak ada satu pasalpun dalam aturan desa atau awig-awig Desa
Pakraman Seraya yang mengatur mengenai pelaksanaan tradisi magibung tersebut,
Pengurus desa tidak pernah membuatkan aturan mengenai pelaksanaan magibung untuk
melindungi kelestarian tradisi tersebut. Kelestarian tradisi magibung merupakan
kesadaran dari warga Desa Pakraman Seraya sendiri untuk melestarikan dengan cara
melaksanakannya setiap saat serta meneruskan tradisi tersebut kepada anak cucu. Beliau
menyampaikan bahwa tradisi magibung dapat dikatakan sebagai representasi dari sikap
prilaku masyarakat Desa Pakraman Seraya. Dalam pelaksanaan magibung mulai dari
proses persiapan sampai dengan akhir kegiatan menggambarkan sikap dan prilaku
masyarakat Desa Pakraman Seraya yang berjiwa sosial. Beberapa langkah yang
dilakukan oleh masyarakat Desa Pakraman Seraya sehingga membuat tradisi ini tetap
bertahan yaitu melaksanakan magibung di lingkup Desa Pakraman. Magibung di
lingkup desa pakraman biasanya dilaksankan pada saat paruman atau rapat tahunan
yang melibatkan seluruh perwakilan pengurus yang berada di masing-masing banjar di
tiga desa dinas. Selain itu, dalam paruman, magibung juga biasa dilaksanakan pada saat
penyelenggaraan upacara yang dilakukan di pura.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemerintah adat, dalam hal ini desa
adat maupun banjar adat turut serta dalam upaya pelestarian tradisi magibung di Desa
Pakraman Seraya. Upaya yang dilakukan oleh desa adat maupun banjar adat di Desa
Pakraman Seraya, yaitu dengan melaksanakan magibung pada acara-acara rapat dan
pertemuan yang dilakukan oleh desa adat maupun banjar adat di lingkungan desa.
Selain itu, pemerintah adat juga turut serta dalam mempromosikan serta
menyosialisasikan mengenai pentingnya menjaga tradisi magibung tersebut.
D. Peran pemerintah daerah dalam menjaga eksistensi magibung
Menurut WG, pemerintah desa dinas telah melaksanakan langkah-langkah untuk
melestarikan tradisi magibung. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah desa dinas
dalam melestarikan tradisi magibung, yakni dengan melaksanakan magibung pada
acara-acara yang dilakukan di kantor desa, seperti acara tutup buku yang biasa dilakukan
di akhir tahun. Sebagai wujud syukur atas pekerjaan dan target yang berhasil dicapai
selama setahun, pimpinan desa akan mengajak para staf desa untuk makan bersama atau
magibung. Selain sebagai wujud syukur, kegiatan magibung yang dilakukan pihak desa
juga dimaksudkan untuk meningkatkan rasa persaudaraan antar staf desa, menumbuhkan
semangat kerja menghadapi awal tahun baru, dan bertujuan melestarikan tradisi
magibung itu sendiri. Selain pada acara tutup buku, magibung juga biasanya
dilaksanakan pada kegiatan-kegiatan akhir pekan, seperti kegiatan gotong royong atau
jumat bersih, acara 17 agustusan maupun untuk kegiatan-kegiatan adat serta kegiatan
keagamaan yang melibatkan staf desa. Langkah tersebut sangat efektif untuk tetap
melestarikan tradisi magibung, dengan melaksanakan magibung pada acara-acara kantor
secara tidak langsung telah melestarikan tradisi tersebut.
Lebih lanjut, WP menyatakan bahwa pemerintah kabupaten tidak berdiam diri
dalam tindakan pelestarian tradisi magibung. Pemerintah Kabupaten Karangasem ikut
ambil bagian dalam pelestarian tradisi magibung, Pemerintah Kabupaten di bawah
bimbingan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karangasem terus melakukan
sosialisasi kepada masyarakat untuk tetap melestarikan tradisi magibung melalui
pelaksanaan tradisi magibung dalam setiap acara keagamaan, kegiatan pernikahan serta
kegiatan makan sehari-hari dalam keluarga. Kegiatan sosialisasi tersebut dilakukan
dengan mengumpulkan semua kelian banjar serta kelian adat dan kepala desa.
Sosialisasi tersebut dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam
melestarikan tradisi magibung. Selain itu, Dinas Kebudayaan Karangasem sering
melakukan kampanye dengan membuka stan-stan, serta menjadikan magibung sebagai
icon pariwisata Karangasem, hal ini diharapkan agar masyarakat menjadi semakin
tertarik untuk terus melestarikan tradisi magibung.
Pemerintah Kabupaten Karangasem sudah sangat sering mengadakan magibung
untuk menyambut tamu-tamu internasional yang berkunjung ke Karangasem, kegiatan
tersebut dilaksanakan untuk melestarikan tradisi magibung serta untuk memperkenalkan
magibung kepada seluruh wisatawan mancanegara. Selain itu, pada tahun 2006
Pemerintah Kabupaten Karangasem melaksanakan magibung masal yang dilaksanakan
di Taman Sukasada Ujung. Magibung masal ini dilakukan oleh lebih dari 20.000 (dua
puluh ribu) orang dan berhasil memecahkan rekor MURI sebagai peserta magibung
masal terbanyak. Tradisi magibung ini telah banyak diadopsi oleh masyarakat lain yang
ada di Karangasem maupun di luar Karangasem, bahkan umat lain diluar umat Hindu
seperti umat Islam di Denpasar dan Karangasem, pada saat Idul Adha melakukan makan
bersama atau magibung di masjid-masjid. Hal tersebut menjadi kebanggaan karena
kebudayaan masyarakat lokal dapat diterima dan dilestarikan oleh masyarakat lain yang
memiliki kepercayaan yang berbeda.
Jadi, dapat disiimpulkan bahwa Pemerintah Kabupaten Karangasem turut serta
dalam pelestarian tradisi magibung melalui sosialisasi terhadap masyarakat dan
memperkenalkan tradisi magibung kepada turis manca negara yang berkunjung ke
Karangasem, serta dengan cara mengadakan magibung masal yang diadakan di
Karangasem dan berhasil memecahkan rekor MURI sebagai magibung masal terbanyak
menjadikan kebanggaan bagi masyarakat sekitar.
Berkaitan dengan sejarah lahirnya tradisi magibung, dalam sloka juga dijelaskan
sebagai berikut:
Yāt kārosi yād āsnāsi
Yāj juhosi dādasi yāt
Yāt tapasyāsi kaunteya
Tāt kuruswas madarpanām
Apabila diartikan kedalam bahasa Indonesia, kurang lebih berarti sebagai berikut :
Apapun yang kau kerjakan, engkau makan,
Engkau persembahkan, engkau dharmakan, dan disiplin diri
Apa pun yang engkau laksanakan, O Arjuna, laksanakan
Sebagai bhakti kepada Ku (Bhagavadgita, IX : 27).
B Karakteristik magibung
Berdasarkan deskripsi temuan tentang karakteristik magibung di atas,
memiliki kesamaan dengan karakteristik magibung yang disampaikan oleh Seken
(2013:28), yaitu;
a. Dalam beberapa acara yadnya para peserta magibung masyarakat biasanya
berpakaian adat Bali dan rapi.
b. Peserta magibung biasanya berjumlah delapan orang, dengan pembagian
kelompok menurut jenis kelamin perempuan, pria dan anak-anak.
c. Makanan dalam magibung biasanya terdiri dari; nasi, sate dan berbagai macam
sayur yang dicampur olahan daging babi dan ayam.
d. Orang yang magibung adalah orang yang sehat secara jasmani dan rohani
e. Peserta magibung dilarang: ribut, berebut makanan, mengambil makanan teman
disebelahnya, tertawa keras, sendawa atau kentut.
f. Peserta magibung makan harus menggunakan tangan kanan, dan wajib mencuci
tangan sebelum dan setelah selesai makan.
g. Peserta magibung tidak boleh saling mendahului makan karena harus menunggu
komando untuk makan bersamaan.
h. Setelah selesai makan peserta magibung dilarang berdiri sebelum semua peserta
yang lain selesai.