Anda di halaman 1dari 28

A. Gambaran Umum.

Kabupaten Kepulauan Selayar yang juga dikenal dengan nama Tana Doang atau tanah
tempat berdoa merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan dengan
ibukota kabupaten adalah Benteng dan mempunyai keunikan tersendiri karena merupakan
satu-satunya kabupaten yang letaknya terpisah dari daratan provinsi Sulawesi Selatan
(Pulau Sulawesi).

Kabupaten Kepulauan Selayar memiliki karakteristik berupa gugus kepulauan terletak antara
5°24’ - 7°35’ LS dan 120°15’ - 122°30’ BT dengan luas wilayah 22.326,69 km2 (wilayah
darat 1.188,28 km²/5,42%) dan wilayah laut 21.138,41 km2 (94,68%).
Utara : Kabupaten Bulukumba dan Teluk Bone
Selatan : Provinsi Nusa Tenggara Timur
Barat : Laut Flores dan Selat Makassar
Timur : Laut Flores (Provinsi Nusa Tenggara Timur)

Kepulauan Kepulauan Selayar dihuni sebagian besar etnis Makassar dan sebagian kecil
etnis Bugis, etnis Bajo, serta EtnisTionghoa dengan mata pencaharian utama masyarakat
sebagai adalah petani dan nelayan. Penduduk tersebar dari daratan utama Pulau Selayar
sampai ke Pulau - pulau terpencil (132 buah pulau-pulau kecil) berpenghuni dan tidak
berpenghuni dengan jumlah penduduk 135.809 jiwa (dinas Kependudukan Kab. Kepualaun
Selayar semester 1 Juni 2017).

Untuk iklim seperti halnya dengan daerah lain di Indonesia hanya dikenal dua musim, maka
di Kabupaten Kepualauan Selayar hanya dikenal musim hujan dan musim kemarau. Pada
bulan Mei sampai dengan November arus angin yang bertiup tidak banyak mengandung uap
air sehingga menyebabkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai
dengan April arus angin yang banyak mengandung uap air berhembus sehingga terjadi
musim hujan. Keadaan seperti ini biasanya berganti setiap setengah musim setelah
melewati masa peralihan pada bulan Maret - April dan September - Oktober.

Sedangkan kondisi topografi kepulauan Selayar memanjang utara – selatan dengan panjang
pulau =100 km, dan lebar pulau ±15 km. Pesisir timur umumnya berbukit dan terjal dan
sepanjang pantai banyak dijumpai teluk; sedangkan pesisir barat pulau umumnya datar,
landai, sampai berbukit yang menjadi lahan pemukiman hampir 100% penduduk pulau
Selayar.

Kepulauan Selayar merupakan daerah tujuan wisata yang menarik karena pemandangan
alamnya yang unik, serta pantainya yang indah. Daerah sisi barat pulau ini terutama dihuni
oleh nelayan, yang tinggal di desa-desa kecil yang terus mengikuti dan memegang tradisi
mereka, salah satu tempat favorit yang berada sisi barat Pulau Selayar adalah Pulau
Gusung. Pulau ini banyak dikunjungi oleh wisatawan yang ingin wisata dan bersantai di
pantai berpasir putih yang indah dan alami.

Sisi timur Pulau Selayar dapat dikatakan masih jarang penduduknya, di daerah tersebut juga
banyak tempat yang masih sangat alami serta tempat kehidupan Tarsius yang dianggap
monyet terkecil di dunia dapat ditemukan, juga memungkinkan untuk menemukan banyak
spesies burung, reptil kecil, marsupial, varan dan bahkan wildboars. Sisi timur pulau Selayar
dikelilingi dengan terumbu karang yang menawarkan pemandangan bawah laut yang indah
dan pemandangannya menjadi surga bagi kegiatan Menyelam / Diving, Snorkeling dan
memancing.

Selain Pulau Selayar yang menyajikan banyak tempat wisata, di kabupaten ini juga adalah
lokasi Taman Nasional Takabonerate, Taman Nasional Takabonerate juga dikenal sebagai
surga bawah laut untuk Menyelam / Diving atau Snorkeling dan terkenal dikalangan
wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Takabonerate yang
berarti "pulau karang di atas pasir" adalah atol terbesar di Indonesia, dan yang terbesar
ketiga di dunia setelah Kwajifein Atol di Kepulauan Marsekal dan Suvadiva Atol di
Maladewa, daerah Taman Nasional Takabonerate yang terdiri dari pulau-pulau atol dan
wilayah laut sekitarnya diberi status Perlindungan Taman Nasional sekitar tahun 1992.

Kepulau Selayar menawarkan barbagai macam variasi wisata yang patut dikunjungi, mulai
dari wisata Alam, Kultur, Budaya, Trekking, Bersepeda, Pantai, Kuliner, Snorkeling hingga
Menyelam, perjalanan wisata Anda akan disuguhi pemandangan alam yang alami, indah
dan mengagumkan sehingga wisatawan akan mendapatkan banyak pengalaman yang
menyenangkan selama liburan Anda di Pulau Selayar

Demografi

Penduduk Kabupaten Selayar menurut Sensus Penduduk tahun 2000 berjumlah 103.473
jiwa yang terdiri dari 48.963 jiwa laki-laki dan 54.510 jiwa perempuan dengan laju
pertumbuhan rata-rata 0,38% per tahun selama periode tahun 1999 - 2000. Komposisi
penduduk menurut kelompok umur terdiri dari:
Penduduk usia 0 - 14 tahun sebanyak 26.659 jiwa (25,77%)
Penduduk usia 15 - 64 tahun berjumlah 69.485 jiwa (67,15%)
Penduduk usia 65 tahun keatas sebanyak 7.329 jiwa (7,08%)

Jumlah angkatan kerja di Kabupaten Selayar pada tahun 1999 sebesar 40.531 orang, yaitu
yang bekerja sebanyak 38.777 orang dan jumlah pengangguran sebanyak 1.963 orang,
sedangkan pencari kerja yang terdaftar sebanyak 153 orang.

Penyebaran penduduk berdasarkan wilayah kecamatan pada tahun 2000 adalah sebagai
berikut:

Kecamatan Benteng 15.309 jiwa (14,80%)


Kecamatan Bontoharu 10.535 jiwa (10,18%)
Kecamatan Bontomatene 16.688 jiwa (16,13%)
Kecamatan Bontomanai 13.788 jiwa (13,33%)
Kecamatan Pasimasunggu 12.691 jiwa (12,26%)
Kecamatan Pasimarannu 7.887 jiwa (7,62%)
Kecamatan Bontosikuyu] 12.652 jiwa (12,23%)
Kecamatan Takabonerate 9.387 jiwa (9,07%)
Kecamatan Pasilambena 4.536 (4,38%)

B. BIDANG EKONOMI PULAU SELAYAR

Pulau selayar adalah pulau yang terletak di Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi
Selatan, Indonesia. Di pulau ini terdapat ibu kota kabupaten kepulauan Selayar yaitu Kota
Benteng dan beberapa Kecamatan lainnya. Kabupaten Kepulauan Selayar yang juga
dikenal dengan nama Tana Doang atau tanah tempat berdoa merupakan salah satu
kabupaten yang mempunyai keunikan tersendiri karena merupakan satu-satunya
kabupaten yang letaknya terpisah dari daratan provinsi Sulewasi Selatan (Pulau
Sulawesi). Kepulauan Selayar dihuni sebagian besar etnis Makassar dan sebagian Kecil
Etnis Bugis, Etnis Bajo, Etnis Tionghoa dengan mata pencaharian utama masyarakat
berprofesi sebagai nelayan dengan mengelola sumber daya laut yang tersedia. Penduduk
di pulau selayar bermata pencaharian di sector pemanfaatan sumber daya kelautan seperti
nelayan, petani ikan (budidaya tambak dan laut). Nelayan yang termasuk di dalamnya
ponggawa darat ( Pengusaha/ pemilik perahu), Sawi (nelayan buruh), nelayan pancing,
serta para pengumpul ikan yang dibeli langsung dari nelayan yang baru tiba dari melaut.
Tetapi sebagian dari masyarakat di pulau selayar berprofesi sebagai pedagang/kios yang
menyediakan barang-barang kebutuhan sehari- hari seperti : gula, kopi, bumbu dapur, dan
lainnya. Begitu pula yang berprofesi rangkap (nelayan,petani, dan peternak). Saat kondisi
cuaca tidak memungkinkan untuk melaut, maka mereka melakukan pekerjaan sambilan
dengan melakukan pemeliharaan dan perawatan kebun kelapa, atau menurunkan buah
kelapa kemudian diolah secara intensif menjadi kopra dan hasilnya dijual langsung ke
pedagang besar di Benteng Selayar. Sebahagian lagi dijual kepada tetangga jika ada yang
membutuhkan, karena tidak semua warga yang ada di desa ini memiliki pohon kelapa.
Selanjutnya, penduduk yang berprofesi peternak dengan memelihara ayam, kambing dan
itik, sebagian hasilnya sebagai tambahan untuk biaya sekolah anak-anaknya.

Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya nelayan masih belum


tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang
relatif berada dalam tingkat yang rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap
sumber daya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan pokoknya.

Fungsi Kelembagaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Pulau Selayar Untuk Mencapai


Kesejahteraan Yang Berkelanjutan :

Fungsi dan pentingnya kelembagaan sosial-ekonomi dalan pembangunan masyarakat


pesisir adalah :

1. Sebagai wadah penampung harapan dan pengelola aspirasi kepentingan


pembangunan warga.
2. Menggalang seluruh potensi sosial, ekonomi, politik, dan budaya masyarakat
sehingga kemampuan kolektif, sumber daya, dan akses masyarakat pulau selayar
meningkat.
3. Memperkuat solidaritas dan kohesivitas, sehingga kemampuan gotong royong
masyarakat meningkat; memperbesar nilai tawar (bergaining position).
4. Menumbuhkan tanggung jawab kolektif masyarakat atas pembangunan yang
direncanakan.
C. BIDANG SOSIAL PULAU SELAYAR
1. Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial masyarakat Selayar pada umumnya, sama dengan sistem
pelapisan sosial pada masyarakat Bugis-Makassar. Mengenai awal keberadaannya
sangat sulit ditelusuri, namun jauh sebelum kaum kolonial menginjakkan kakinya
di Sulawesi Selatan, tipe stratifikasi ini telah lama berlaku. Pelapisan sosial
tersebut, yakni berdasarkan keturunan (ascribed status). Dalam perspektif
Friedericy, pelapisan sosial masyarakat Bugis-Makassar terdiri atas 3 lapisan
yakni Anak Karaeng, Tomaradeka, dan Ata.
Stratifikasi sosial masyarakat Selayar pada umumnya, sama dengan sistem
pelapisan sosial pada masyarakat Bugis-Makassar. Mengenai awal keberadaannya
sangat sulit ditelusuri, namun jauh sebelum kaum kolonial menginjakkan kakinya
di Sulawesi Selatan, tipe stratifikasi ini telah lama berlaku. Pelapisan sosial
tersebut, yakni berdasarkan keturunan (ascribed status). Dalam perspektif
Friedericy, pelapisan sosial masyarakat Bugis-Makassar terdiri atas 3 lapisan
yakni Anak Karaeng, Tomaradeka, dan Ata. istilah pallapi barambang (pelapis
dada, makna ettimologi dalam bahasa Indonesia). Selain itu, untuk kategori tau
samara, juga dikenal paalle ruku’ (tukang pengumpul rumput untuk makanan
kuda milik tuannya).
Kategori strata sosial pertama dalam kehidupan sehari-hari senantiasa
dihormati, seperti dalam acara pesta perkawinan ia ditempatkan (duduk) pada
posisi sebelah (bagian) barat dari rumah pesta (attolong lau’). Kategori kedua dari
stratifikasi sosial ini dalam masyarakat juga diperlakukan istimewa mungkin
karena pengetahuan yang dimilikinya tentang berbagai hal baik yang menyangkut
norma (ada’), pengetahuan tentang kesaktian (pangissengang), maupun ilmu
agama atau tarekat (setelah masuknya ajaran Islam). Meskipun tingkat
pengetahuan para panrita itu bervariasi, namun tidak lagi dikenal stratifikasi
sebagai pembeda antara satu dengan yang lain.
Memperhatikan stratifikasi sosial untuk kategori ascribed status ini, secara
fungsional
sama dengan stratifikasi masyarakat Bugis-Makassar dan etnis lainnya di
Sulawesi Selatan. Jenjang tersebut antara lain kaum bangsawan
(keluarga/keturunan raja), orang yang merdeka
(tanpa ikatan) dan rakyat jelata (menyerupai budak). Bahkan satu profesi sosial
tradisional lagi semisal sanro (petugas kesehatan atau ahli nujum) statusnya sama
dengan panrita (to maradeka) dan umum berlaku di tanah Celebes ini. Pada
komunitas adat Karampuang di Kabupaten Sinjai, profesi sanro mutlak berasal
dari kaum perempuan. Di Selayar justru terbagi atas dua yakni sanro mana
(dukun bersalin) yang mutlak adalah perempuan dan sanro kampong atau tau
ngilei, umumnya laki-laki namun tidak menutup kemungkinan juga adalah
perempuan. Bagi mereka yang masih fanatik terhadap keampuhan pattahara
(mantra)para sanrom hingga sekarang, justru enggan menggunakan jasa dokter
dalam berobat jika sakit.
Meskipun demikian, dapat diketahui bahwa tampaknya predikat
bangsawan (tradisional) bagi orang tertentu saat sekarang ini tak ubahnya hanya
sebagai simbol belaka. Stratifikasi sosial lebih diukur berdasarkan indikator
ekonomi seperti pemilik modal dan pemilik berbagai fasilitas hidup mewah yang
menempati posisi penting dalam masyarakat. Melengkapi parameter status sosial
yakni materi tersebut, jenjang pendidikan sebagai achieved status yang dimiliki
oleh seseorang, pun menjadi ukuran mengenai status seseorang dalam
masyarakatnya.
2. Sistem kekerabatan
Sistem kekerabatan di kalangan masyarakat Bugis-Makassar di Sulawesi
Selatan, hingga hari ini kelihatannya masih tetap dipertahankan dan dijunjung
tinggi. Sistem tersebut dikenal dalam berbagai istilah seperti passibijaeng
(Makassar), ada’ assiwijangen (Bugis) dan passibijaan (Selayar). Sistem
kekerabatan yang berlaku di Selayar, adalah sistem bilateral (parental). Kerena
itu, hubungan kekeluargaan seseorang dapat ditelusuri melalui dua jalur, yakni
melalui hubungan kekeluargaan dari garis keturunan ayah maupun dari Ibu.
Kelompok kekerabatan itu, terbentuk melalui dua pola, yakni kelahiran
dan perkawinan. Kerabat dalam bahasa Selayar disebut bija, yang terdiri atas dua
macam yakni bija pammanakang dan bija passianakang. Kategori bija pertama
adalah kelompok kekerabatan yang terbentuk melalui jalur kelahiran dan kategori
bija kedua terbentuk melalui jalur ikatan perkawinan. Kekerabatan dalam unit
sosial terkecil dinamakan bija pammanakang sibatu sapo, yakni mencakup
keluarga luar (extended family) dan segenap keluarga yang tinggal bersama-sama
dalam satu rumah tangga atau nuclear family.
Setiap individu dalam satu rumah tangga merupakan satu kesatuan (sistem
sosial), baik ditinjau dari aspek ekonomi, budaya maupun agama. Bahkan lebih
dari itu sebuah mekanisme integrasi dan pemersatu juga tampak dalam wujud lain
dimana masyarakat Selayar juga mengenal istilah siri’ dalam interaksi sosial
sebagaimana yang berlaku umum pada berbagai masyarakat di setiap daerah
Sulawesi Selatan. Dalam konteks yang lebih luas siri’ juga berarti manisfestasi
budaya dalam hal martabat dan harga diri manusia dalam kehidupan
kemasyarakatan. Demikian penting dan berharganya siri’ tersebut sehingga
eksistensi sebagai manusia dalam kehidupannya sangat ditentukan oleh siri’ ini
dan bagi mereka yang tidak memilikinya dianggap tidak lebih hanya sebagai
binatang.
Tipe kehidupan masyarakat semacam ini dihubungkan dengan social
relationship yakni ikatan ideologi atau kepercayaan terhadap pesan leluhur.
Pengingkaran terhadap leluhur disebut kapalli, sehingga teguran pada seseorang
yang melanggar berbunyi “akoppakonjo kapalli” (jangan begitu pemali). Karena
itu, adanya interaksi sosial yang berlangsung karena ikatan kultural, pada
dasarnya disebabkan oleh munculnya sentiment community yang unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut: (1) Seperasaan, yakni karena seseorang berusaha untuk
mengidentifikasi dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok
tersebut, sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya sebagai kelompok
kami, perasaan kami dan sebagainya. (2) Sepenanggungan, yakni setiap individu
sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri sangat
memungkinkan peranannya dalam kelompok dijalankan. (3) Saling butuh, yakni
individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasakan dirinya
tergantung pada community-nya yang meliputi kebutuhan fisik maupun psikologis
Pengamalan atas nilai siri inilah, sehingga orang Selayar menganggap
setiap persoalan merupakan tanggung jawab bersama. Demikian pula proses
penyelesaiannya, harus dilakukan secara bersama-sama. Pemegang otoritas
tradisional tertinggi dalam penyelesaian persoalan yang berhubungan dengan
kehidupan sehari-hari adalah tau toana kampong (orang yang dituakan dan
dihormati dalam masyarakat). Hal ini didasarkan atas prinsip siri’ta ngase (harga
diri secara kolektif). Proses penyelesaian aneka masalah dalam kehidupan
bermasyarakat, sejak dahulu dilakukan melalui pertemuan yang disebut
a’rappung (kumpul dan duduk bersama).
Setidaknya ada dua alasan mendasar pemilihan pasangan hidup di dalam
lingkungan keluarga sendiri, yakni menjaga keutuhan/keberlangsungan hubungan
kekerabatan (keluarga). Karena itu, dalam masyarakat Selayar sering sering
dijumpai istilah appakambani bija (mendekatkan kembali hubungan keluarga)
dengan cara menjodohkan anak-anak mereka. Alasan lainnya berhubungan
dengan pertimbangan harta warisan, artinya jika mereka yang berjodoh adalah
dari kalangan keluarga sendiri, maka warisan tersebut tidak jatuh serta dinikmati
oleh orang lain. Kaitannya dengan hal ini, di kalangan masyarakat Selayar juga
sering dijumpai istilah “daripada tau maraeng ripaka baji tannang, tantu
bajikangan tommo bijanta” (daripada orang lain yang diberi untung, mendingan
keluarga sendiri).
Model pemilihan pasangan hidup dalam perkawinan yang bersifat
indogami tersebut, secara historis telah lama dipraktekkan. Meskipun demikian,
tidak sedikit pula di antara anggota masyarakat yang memilih pasangan hidup di
luar lingkungan keluarga (eksogami). Pemilihan jodoh atau pasangan hidup di
luar lingkungan keluarga (eksogami) bagi orang-orang tertentu, bukan berarti
menafikan konsep ideal tentang jodoh tadi yang biasanya dihubungkan dengan
kepercayaan sipanaikang dalle (rezekinya cocok).
Adanya kecenderungan sebagian orang Selayar justru mencari atau
menjodohkan anaknya di luar lingkungan keluarga (pantarang kampong) juga
didasarkan atas pertimbangan sosio-kultural yakni dimaksudkan agar dapat
memperluas hubungan keluarga (appakaluara bija). Hal ini disebabkan karena
pada umumnya dalam sebuah kampung di Selayar berasal dari satu garis
keturunan (assibija). Karena itu, setiap pasangan yang akan melangsungkan
perkawinan terlebih dahulu ia diramal (ri bintang) oleh orang tertentu yang
dianggap memiliki otoritas tradisional dan tidak jarang dari mereka ada yang
membatalkan perkawinan hanya karena dianggap tidak cocok (gelessituru
bintangnya).
Berbagai alasan pembatalan tersebut biasanya karena pertimbangan gele
sikalamberang (rumah tangga tidak langgeng) baik disebabkan oleh perpisahan
(sisa’la tallasa) maupun salah satu dari pasangan itu meninggal dunia (sisa’la
mate). Dasar pertimbangan pembatalan lainnya yakni gele situru dalle’ (tidak
cocok dari segi rezeki), yang jika ini tidak dihiraukan akan berdampak pada tidak
adanya berkah dari usaha mereka. Meskipun ia berusaha semaksimal mungkin
dalam menjalani hidup, tetap saja berada dalam kondisi yang sangat sederhana
dari ukuran materi (kaasi-asi).
Hal menarik dari sistem kekerabatan lainnya dalam masyarakat Selayar,
yakni sejak dahulu kala mereka memiliki prinsip kesetiaan yang dijunjung tinggi.
Karena itu, dengan beberapa pengecualian semua pasangan yang telah
melangsungkan akad nikah (memiliki ikatan perkawinan) sepakat untuk setia
hingga akhir hayat dengan istilah pakkekepa lassisa’la’ki (hanya linggis yang
dapat memisahkan kita). Pakkeke dalam hal ini dimaknai secara konotatif yakni
linggis yang dipakai menggali liang lahat (lubang kuburan). Bahkan bagi
pasangan tertentu (khusus yang memiliki ilmu) biasanya meninggal bersama
pasangannya dengan interval waktu yang tidak berjauhan. Biasanya pada hari
ketujuh, hari keempat puluh, dan seratus setelah kematian suami atau sebaliknya.
Berdasarkan cerita rakyat bahwa ada satu prinsip atau komitmen yang
mereka pegang kukuh yakni mengapa mereka (suami dan istri) saat hidup di dunia
(yang hanya sementara) saling setia dan mengerti dalam segala hal, sementara
setelah mati (hidup abadi atau kehidupan sebenarnya) mereka lalu akan berpisah.
Kembali ke soal prinsip kesetiaan yang dimiliki oleh masyarakat Selayar,
sesungguhnya bukan semata karena pappasang to riolo (pesan/perintah atau
anjuran leluhur) akan tetapi juga karena kedekatan emosional setiap pasangan.
Kedekatan emosional yang dimaksudkan yakni umumnya mereka berasal dari
keturunan yang sama (sibija) sehingga kemungkinan untuk berpisah sulit terjadi
terutama jika dihubungkan dengan prinsip siritta ngaseng (harga diri bersama)
yang dianut. Demikian kentalnya kepercayaan mereka terhadap konsep jodoh
ideal tersebut, sehingga tidak jarang menjadi salah satu penyebab timbulnya
praktek kawin lari (silariang) terutama jika salah satu dari kedua belah pihak
keluarga tidak memberikan dukungan perjodohan.
Berdasarkan kenyataan tersebut, bukan berarti bahwa orang Selayar steril
dari keretakan rumah tangga (broken home) akan tetapi ada juga di antara mereka
yang berpisah baik karena tidak cocok atau ada interest lain. Karena itu, di
kalangan masyarakat Tana Doang ini sejak lama juga mengenal perbuatan
selingkuh yang disebut sangkili (pasangan yang melakukan skandal ini disebut
assangkili). Tindak asusila ini pun sering menjadi sebab perpisahan dan sudah
barang tentu perbuatan ini sudah melanggar substansi karakter sosio-kultural yang
telah menjadi bagian integratif dari masyarakat di pulau ini.
Kehidupan bersama di tanah rantau dengan perkembangan kondisi
ekonomi rumah tangga yang variatif, tidak jarang memunculkan kecenderungan
atau kebiasaan mendefinisikan kembali eksistensi mereka. Pada saat yang sama,
jika para pendatang belakangan lebih dahulu berhasil maka akan menjadi sasaran
kritikan bercampur iri. Beberapa contoh kasus menunjukkan bahwa efek dari
rivalitas tidak sehat sesama orang Selayar di perantauan, menyebabkan ada yang
terpaksa harus tersingkir secara sadis. Modus penyingkiran tersebut, dilakukan
dengan menggunakan ilmu ghaib (semisal tenun, santet, doti) sehingga sanksi
hukum tidak dapat menjerat pelaku.
Kejadian seperti ini lalu mengendorkan semangat dan motivasi untuk
tampil dengan gaya hidup mewah, karena kemapaman dari segi ekonomi bukan
garansi untuk hidup tenang. Sebaliknya, harta yang walaupun merupakan hasil
jerih payah dan tetes keringat sendiri tidak jarang justru menjadi malapetaka bagi
diri sendiri. Konsekuensi logis dari hal tersebut, melahirkan pesimisme sebagian
orang dan menjadikan hidup sederhana sebagai pilihan terbaik.
Menganalisa secara elaboratif mengenai solidaritas mekanik atau
collective action orang Selayar berdasarkan ikatan kultural tersebut, dapat
dipahami bahwa sifatnya tidak permanen. Sifat iri dan dengki pada orang lain
(meskipun masih tergolong kerabat dekat) bawaan dari kampung halaman,
menjadi kendala bagi pengembangannya secara kolektif. Dalam pengertian bahwa
semakin besar jumlah anggota komunitas terutama di perantauan dan semakin
maju tingkat pertumbuhan ekonomi,
3. Agama dan kepercayaan
Sejak zaman dahulu hingga kini, orang Selayar masih banyak yang percaya
pada dunia ghaib, roh-roh halus, dan berbagai kekuatan sakti lainnya (religio-
magis). Realitas ini mencerminkan bahwa sistem keberagamaan mereka bersifat
sinkretis, yakni ajaran Islam yang bercampur kepercayaan asli (pra Islam).
a Pengetahuan Tentang Pa’rinring
Kepercayaan akan dunia ghaib (dan mitologi) mengacu pada
anggapan bahwa di balik dunia nyata, terdapat dunia lain yang tidak dapat
dijangkau oleh kekuatan panca indera manusia. Dunia ghaib tersebut dalam
pandangan mereka dihuni oleh makhluk-makhluk halus sakti dan hanya
manusia yang mempunyai ilmu tertentulah yang sanggup menghadapi (atau
mampu berkomunikasi). Makhluk halus seperti roh leluhur, jin, dewa, dan
setan dapat saja mengganggu manusia jika mereka mau, karena itu
penangkalnya (pa’rinring atau pa’bongka setan) harus dimiliki oleh setiap
orang.
Selain itu, pa’rinring juga dimaksudkan untuk membentengi diri
dari beberapa bahaya yang mengancam keselamatan jiwa. Bahaya yang
dimaksud yakni gangguan dari makhluk halus (hantu) jelmaan manusia
seperti poppo’ dan parakang. Hantu kategori pertama ini adalah jelmaan
manusia yang dipercayai mampu terbang dengan hanya membawa kepala
dan bagian tubuh lainnya tetap berada di rumahnya. Poppo’ tidak hanya
keluar saat di sebuah kampung terdengar ada yang sakit, akan tetapi tidak
jarang ia memangsa orang sebagai ajang balas dendam terutama jika ada
yang menyakiti atau membuat ia tersinggung.
Kategori hantu kedua, adalah jelmaan manusia yang dapat berubah-
ubah wujudnya. Menurut keterangan orang-orang Selayar bahwa parakang
biasanya berwujud seekor anjing, kucing, babi, dan jenis binatang berkaki
empat lainnya. Ciri-cirinya konon berupa binatang berwarna hitam dan
bagian tubuh belakang saat berjalan lebih tinggi dari bagian depan (seperti
posisi manusia normal saat merapatkan kedua kaki dan tangan ke lantai
secara bersamaan).
b Upacara Ambasa
Orang Selayar juga memiliki kebiasaan membakar kemenyan
(dupa), menyiapkan sesajen, bunga-bungaan terutama dalam pelaksanaan
upacara keagamaan dan upacara daur hidup. Upacara tersebut terdiri atas
upacara memulai penebangan hutan (membuka lahan baru), memulai
penanaman padi, panen, membuat emping/hasil laut, menghindarkan diri
dari wabah penyakit (songkabala), upacara meminta hujan dan lain-lain.
Khusus masyarakat yang mendiami wilayah pesisir pantai serta
sebagian yang sering ke laut, sejak zaman dahulu nenek moyang mereka
percaya pada penghuni laut yakni Nabbi Heddere’ (Nabi Khaidir). Namun
demikian, sejak tahun 1970-an hingga kini tampaknya kepercayaan tersebut
lambat laun mulai hilang. Selain agama Islam yang dianut dengan baik,
pengaruh perkembangan teknologi pun merupakan faktor penyebab
perubahan kepercayaan tersebut.

c Kekuatan Nasib (sareng)


Selain kepercayaan baik menyangkut ritual maupun normatif
tersebut, di kalangan masyarakat Selayar juga mengenal dan percaya pada
Sareng yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Demikian
kentalnya kepercayaan pada kekuatan nasib ini, sehingga sering dijadikan
sebagai tujuan akhir dari sebuah usaha (puncak perjuangan)
d Pangissengang
Hubungannya dengan prinsip hidup, orang Selayar juga percaya
pada pertolongan yang maha kuasa terhadap hamba-Nya yang berada
dalam kesulitan. Karena itu mereka percaya bahwa pada kondisi
kritis/genting, akan datang pertolongan melalui ilmu kesaktian
(pangissengan) baik karena berkah mantra ataupun disebabkan karena
sebuah kekuatan supra-natural yang telah menjadi bagian dari diri
seseorang. Kondisi genting seperti ini dalam bahasa setempat dinamakan
si-hali tondo’ si-hali katinting (satu bagian yang harus dilalui adalah pagar
dan bagian lain adalah duri). Dalam pengertian lain bahwa keadaan ini
menyebabkan seseorang berada dalam kondisi ketiadaan pilihan lain atau
keadaan genting (tide’ pamuleleang), sehingga solusi paling tepat adalah
sikap pasrah. Jenis pangissengan lainnya yakni:
1) Pasang ri Allo, yakni ilmu kesaktian yang berfungsi untuk memanggil
secara ghaib. Khasiat dari ilmu kesaktian ini yakni seseorang yang
diniatkan (ditargetkan) akan selalu mengingat dan mencari
(mengenang) si pembaca mantra tersebut.
2) Pasang ri Anging, yakni pengetahuan yang berfungsi untuk membuat si
gadis atau kekasih (tak terkecuali bukan kekasih) dapat mengingat atau
mengenang diri si pembaca mantra. Khasiatnya, yakni setiap angin
berhembus dan daun bergoyang maka si gadis selalu menyangka
(mengira) bahwa si dia telah datang (padahal tidak) walaupun itu hanya
halusinasi saja.
3) Pakkeru’ yakni pengetahuan tentang kesaktian yang berfungsi untuk
memanggil secara ghaib yang dilakukan oleh seseorang (biasanya
sanro) atas permintaan orang lain dengan tujuan-tujuan tertentu.
4) Kabura’neang, yakni ilmu pengetahuan tentang keperkasaan atau
keberanian. Bagi mereka yang menguasai ilmu ini, mampu
menaklukkan lawannya tanpa sedikit pun melakukan perlawanan (dapat
memukul orang lain tanpa mampu melawan).
5) Kaka’balang, yakni ilmu kekebalan (bagian dari kabura’neang) yang
dimiliki oleh seseorang untuk melindungi diri dari bahaya.
6) Kanak-anakan, yakni pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan hubungan suami istri dan cara merawat anak.
7) Pakkaraha atau pakko’bi, yakni pengetahuan yang berhubungan
dengan tata cara menyentuh perempuan dengan pengharapan tidak
menolak
8) To’ro Mata, yakni pengetahuan tentang cara menggaet wanita dengan
mengandalkan kekuatan mata.
9) Panrampa’ Nafasu, yakni pengetahuan yang berfungsi untuk meredam
hawa nafsu atau amarah orang lain yang dianggap dapat
membahayakan dirinya.
10) Attalo-talo, pengetahuan tentang cara menunda turunnya hujan
karena sesuatu hal seperti pada acara pernikahan dan acara penting
lainnya.
11) Pattahara, mantra dengan berbagai jenis berdasarkan kegunaannya
yang digunakan untuk mengobati orang-orang sakit.
Salah satu produk budaya atau warisan nilai tradisional masyarakat
Selayar yang menarik dikemukakan adalah pesan kultural bernama
kapalli’. Pesan kultural ini merupakan salah satu institusi sekaligus sistem
sosial yang memiliki nilai penting bagi masyarakat penghuni
Tanadaoang.27 Dalam bahasa Indonesia, kapalli’ sepadan dengan istilah
pantang atau larangan. Meskipun demikian, makna kultural yang
dikandungnya tidaklah sesempit dan sesederhana sebagaimana telah
ditafsirkan secara keliru oleh sebagian orang. Bila menggunakan analisis
fungsional, maka kapalli’ dapat dilihat dari aspek tujuan atau alat (strategi
kebudayaan), dan aspek normatif (sosial kontrol).
Beberapa contoh yang tergolong kapalli’ yakni assalla (menghina
orang lain), anjai’ bangngi (menjahit pada malam hari), akkelong ri
pappalluang (bernyanyi di dapur), attolong di baba’ang (duduk di pintu),
appattolongi lungang (menduduki bantal),
e Menghormati Roh
Saya masih ingat dan sempat menyaksikan bahwa hingga era 1980-
an (mungkin juga masih ada di era 1990-an), masyarakat di Selayar masih
memercayai akan kehadiran kembali di alam dunia roh keluarga yang telah
meninggal. Bahkan tidak jarang “mengganggu” anggota keluarga dan
biasanya ditandai oleh penyakit demam (panas) yang dialami oleh
seseorang. Anggota keluarga yang terkena penyakit demam aneh ini,
disebut lagorai tau mate (disapa/diganggu oleh orang yang telah
meninggal). Untuk itu, penyakit demam seperti ini hanya dapat
disembuhkan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus. Dengan
demikian, untuk menghindari datangnya kembali roh keluarga yang telah
meninggal, maka biasanya saat pemakaman setiap ada yang meninggal
dilakukan ritual penyerahan (penyertaan) tau-tau atau boneka yang terbuat
dari tala (daun lontar) sebanyak jumlah anggota keluarga atau biasanya
sejumlah anak-anak saja dalam rumah.
4. Bahasa dan Kesenian (Karya Sastra)
Bahasa yang digunakan oleh Masyarakat Selayar (di Selayar daratan dan
kepulauan), sebanyak 6 (enam) jenis, yakni: (1) Bahasa Selayar umum yang
merupakan rumpun Bahasa Makassar berdialek Konjo; (2) Bahasa Bugis yang
digunakan oleh sebagian masyarakat di Pulau Jampea, Rajuni, sebagian Lambego,
dan Pasi Tallu; (3) Bahasa Bajo yang digunakan oleh para penghuni pesisir dan
ujung pulau-pulau di Pasimasunggu atau Benteng Jampea; (4) Bahasa Laiyolo
digunakan oleh sebagian penduduk Laiyolo; (5) Bahasa Barang-barang yang
digunakan oleh penduduk Desa Lowa; (6) Bahasa Bonerate digunakan oleh
sebagian besar penduduk Pasimarannu seperti: Pulau Bonerate, Pulau Karumpa,
Pulau Kalahu Toa, dan bahkan hingga pulau Madu yang berdekatan dengan
Maumere.
Selain bahasa, kesenian juga merupakan hal yang penting dikemukakan,
mengingat bahwa ia adalah warisan budaya bangsa atau lebih spesifik adalah
produk budaya lokal (setempat) milik masyarakat tertentu, yang merupakan
bagian integral dari perjalanan sejarah masyarakat bersangkutan. Karena itu,
upaya mengenal lebih jauh mengenai karakteristik masyarakat, maka juga perlu
diungkap beberapa warisan kesenian yang dimiliki. Misalnya Batti-batti yakni
kesenian daerah yang yang biasanya digelar oleh kaum muda-mudi (tak terkecuali
kaum tua) dengan cara berpantun dan berbalasan. Alat musik yang digunakan .

D. Budaya Pulau selayar

Kepulauan Selayar adalah pulau yang hanya memiliki luas sekitar 10.000 KM
persegi ini ternyata kaya akan nilai–nilai budaya dan kekayaan alam yang sayang akan
dilewatkan. Kesenian Kepulauan Selayar diantaranya adalah manca Padang, Kongtau,
dan bati-bati. Kepulauan Selayar berada di daerah wilayah Sulawesi Selatan dan sekarang
menjadi kabupaten Kepulauan Selayar yang ibu kotanya bernama kota Banteng. Pulau
Selayar adalah sebuah pulau yang terletak di Kabupaten Kepulauan Selayar[1], Sulawesi
Selatan, Indonesia. Di pulau ini terdapat ibu kota Kabupaten Kepulauan Selayar
yaitu Kota Benteng dan beberapa Kecamatan antara lain Kecamatan Benteng, Kecamatan
Bontoharu, Kecamatan Bontomanai, Kecamatan Bontomatene, Kecamatan
Bontosikuyu dan Kecamatan Buki. Sarana transportasi dari luar yang paling dekat
adalah Pelabuhan penyeberangan Pamatata yang terletak di desa Pamatata,
kecamatan Bontomatene, Kabupaten Kepulauan Selayar. Bandar udara terdekat dan satu-
satunya yang ada di pulau Selayar adalah Bandar Udara H. Aroeppalaterletak di dusun
Padang, desa Bontosunggu, kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar.

Pulau Selayar merupakan salah satu pulau yang terpisah dari daratan Sulawesi
Selatan dengan luas sekitar 2000 km2 yang membentang dari utara ke selatan antara
Pulau Sulawesi dan Pulau Takabonerate dengan titik koordinat
6°5′48,7″LU 120°30′16,86″BTKoordinat: 6°5′48,7″LU 120°30′16,86″BT. Bagian
pantai barat dan utara adalah berupa bebatuan yang cadas dan terjal, sementara pantai
timur dan sebagian pantai selatan berupa pantai yang landai dan berupa area hutan
produksi serta perkebunan rakyat. Kekhasan pulau ini antara lain menyimpan berbagai
macam fauna endemik dan menarik seperti Tarsius tarsier. Hewan ini memiliki tubuh
berwarna coklat kemerahan dengan warna kulit kelabu, bermata besar dengan telinga
menghadap ke depan dan memiliki bentuk yang lebar.

Keistimewaan lain Pulau Selayar yaitu hampir semua suku, etnik, agama dan
budaya yang ada di sulawesi ada di pulau ini. Suku Makassar, Bugis, Mandar, yang
merupakan suku besar yang mendiami hampir seluruh daratan sulawesi juga ada disini.
Yang menarik bahwa masing-masing etnis tidak ada yang mayoritas semua
mencerminkan adat dan budaya masing-masing. Bahkan dalam perkembangannnya telah
terjadi evolusi budaya yang kemudian menjadikan satu adat istiadat ini menjadi adat
Selayar. hal lain adalah dari segi bahasa, Bahasa Selayar bukan bahasa makassar, bukan
juga bahasa Bugis, ataupun Mandar akan tetapi jika kemudian dicermati bahwa bahasa
selayar adalah gabungan dari bahasa-bahasa tersebut[3]. Peninggalan sejarah dan
kebudayaan yang menarik di pulau ini adalah Gong Nekara, Rumah Jabatan Bupati
Selayar dan Tari Pakarena.

Di Pulau Selayar terdapat beberapa benda bersejarah yang unik. Misalnya,


jangkar raksasa yang terdapat di Pantai Padang. Jangkar ini merupakan jangkar kapal
besar asal Cina milik saudagar kaya bernama Gowa Liong Hui yang pernah singgah ke
pulau ini. Benda bersejarah lainnya adalah Nekara yang berasal dari zaman perunggu.
Nekara di pulau ini berbentuk seperti gong dengan gambar bintang, gajah, pohon kelapa,
bintang, ikan, katak, burung merak dan bangau di sekelilingnya. Anda juga dapat melihat
bagaimana kebudayaan dan kehidupan masyarakat setempat yang unik. Berada di Pantai
Padang, ada perkampungan nelayan sehingga Anda dapat melihat berbagai aktivitas
nelayan mulai dari persiapan melaut, berbagai perlengkapan untuk menangkap ikan
sampai bagaimana mengolah ikan hasil melaut. Yang unik lainnya adalah perkampungan
Toa Bitombang yang merupakan kampung tertua di pulau ini. Keunikan dari
perkampungan ini adalah rumah-rumah beratap bambu dengan penopang kayu yang
tinggi dibawahnya sehingga rumah berada di atas permukaan tanah dengan jarak yang
cukup tinggi. Topografi desa yang berbukit menciptakan keunikan lain dari penopang
ruamh. Misalnya, rumah yang berada pada dataran yang tidak rata, maka dibuat tiang
penopang dengan tinggi 2-3 meter pada bagian depan dan tiang penopang dengan tinggi
13-15 meter pada bagian belakang menjadikan rumah ini terlihat unik. Tiang-tiang rumah
menggunakan kayu bitti atau holasa yang memiliki kualitas yang baik. Inilah alasan
mengapa rumah-rumah di perkampungan ini tetap kokoh walau telah berusia ratusan
tahun.

Keunikan lain dari desa ini adalah penduduknya yang sebagian besar sudah
berusia lanjut, dengan usia diatas 90 tahun tetapi masih dapat bekerja atau melakukan
aktivitas produktif seperti beternak dan berkebun. Suasana desa sangat terasa dari
aktivitas penduduk, rumah-rumah, perkebunan atau hewan-hewan ternak milik penduduk.

Budaya lainnya di kepulauan selayar yaitu Tradisi adu kuda jantan merupakan
salah satu adat kebudayaan masyarakat kecamatan Pasimarannu,yang setiap tahunnya
digelar dalam rangka memeriahkan pesta tahunan sebagai bagian dari kebudayaan turun
temurun masyarakat di daerah ini. Atraksi adu kuda seperti ini biasanya digelar di tempat
terbuka seperti lapangan ataupun kawasan pesisir pantai.
Orang-orang Bajo di Pulau Rajuni, dan pulau-pulau di kawasan Taka Bonerate,
Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan, punya tradisi unik dalam melaksanakan pesta
perkawinan. Mereka mengibarkan bendera, tergantung pada kelas sosial seseorang.
Citizen reporter Ivan Firdaus yang mengunjungi pulau terpencil itu menuliskan kesan-
kesannya. Serombongan lelaki yang memanggul miniatur rumah panggung yang terbuat
dari bambu sudah tampak di depan halaman rumah. Siang itu, dengan diiringi gadis-gadis
di barisan belakang, mereka sedang mengantarkan erang-erang (secara harafiah bisa
diartikan sebagai barang bawaan) dari calon pengantin pria kepada pengantin wanitanya.
Semilir angin dan terik matahari yang menerpa pulau seolah-olah “bersekongkol” dengan
kegembiraan anak-anak yang riuh, menyaksikan pesta yang segera menjadi peristiwa
paling penting di Pulau Rajuni hari itu. Ini adalah perkawinan sepasang pengantin Bajo
(Bagai Sama’, To Sama) di salah satu pulau di kawasan pulau-pulau Taka Bonerate,
Kabupaten Selayar. Sebagaimana layaknya kehidupan pulau, pesta perkawinan adalah
sesuatu yang ditunggu-tunggu, bukan hanya oleh dua kekasih dan keluarganya, tapi juga
oleh seluruh penduduk pulau. Orang Bajo yang melaksanakan pesta perkawinan atau
pesta lainnya seperti sunatan dan syukuran, senantiasa melaksanakan beberapa ritual adat.
Jika seseorang mempunyai darah Bajo, ritual-ritual itu malah menjadi keharusan dalam
setiap pelaksanaan pesta. Acara perkawinan ini didahului dengan a’bantang (ritual tolak
bala dan pembersihan/pemberkatan) bagi calon pengantin. Lalu diadakan pemasangan
kelambu dan campaniga (hiasan tempat tidur pengantin), pengibaran bendera Lolo Bajo
dan Ula-Ula, serta pemukulan gandah (gendang). Ritual appacci dan pemakaian lamming
(hiasan rumah pengantin) yang diadopsi dari tradisi Bugis-Makassar serta barasanji
berupa lagu-lagu pujian bagi Nabi Muhammad SAW juga melengkapi ritual hari itu.
Tentu saja ‘budaya modern’ seperti hiburan musik elekton tidak pula ketinggalan. Khusus
pengibaran bendera Lolo Bajo yang berwarna kuning, bergambar pedang dan bertuliskan
huruf Arab, dilakukan setelah pihak pengantin wanita menerima erang-erang yang
dibawa oleh pihak pengantin pria. Pengibaran Lolo Bajo ini diiringi oleh lemparan beras
putih oleh tetua adat (biasanya perempuan) dan alunan irama gendang (gandah sanro,
yang dalam tradisi Makassar disebut sebagai Tunrung Pa’bballe).

E. Bidang Kesehatan Pulau Selayar

Sanitasi sebagai salah satu aspek pembangunan memiliki fungsi penting dalam
menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat, karena berkaitan dengan kesehatan, pola
hidup, kondisi lingkungan permukiman serta kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari.
Sanitasi seringkali dianggap sebagai urusan yang tidak menjadi prioritas utama, sehingga
sering termarjinalkan dari urusan-urusan yang lain, namun seiring dengan tuntutan
peningkatan standar kualitas hidup masyarakat, semakin tingginya tingkat pencemaran
lingkungan dan keterbatasan daya dukung lingkungan itu sendiri menjadikan sanitasi
menjadi salah satu aspek pembangunan yang harus diperhatikan.

Kepedulian masyarakat dan pemerintah terhadap penyehatan lingkungan dalam


mendukung kualitas lingkungan perlu ditingkatkan. Ketidaktahuan dan pemahaman
masyarakat terhadap pentingnya hidup bersih dan sehat yang tercermin dari perilaku
masyarakat saat ini akan menjawab tantangan pembangunan sanitasi dalam RPJMN
tahun 2015 – 2019 yaitu Universal Access cakupan akses 100% untuk air minum dan
sanitasi dalam rangka pengamanan air minum.

Pentingnya pengelolaan air minum dan sanitasi untuk mencegah terganggunya


kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan, kondisi tersebut mendorong Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Selayar untuk ikut serta dalam Program Percepatan Pembangunan
Sanitasi Permukiman (PPSP). Pemerintah Kabupaten Kep. Selayar dalam rangka
melaksanakan program tersebut telah membentuk Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten
Kep. Selayar pada tanggal 09 Februari 2015 melalui Surat Keputusan Bupati Kep.
Selayar Nomor: 46 Tahun 2015.

Mengingat kota/kabupaten Indonesia akan memerlukan waktu bertahun-tahun


(multi years) untuk memiliki layanan sanitasi yang layak dan menyeluruh serta terkait
dengan capaian target Universal Access di tahun 2019. Kabupaten Kep. Selayar akan
melakukan pemutakhiran dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten Kep. Selayar tahun 2016
– 2019. Strategi Sanitasi Kabupaten Kepulauan Selayar adalah suatu dokumen
perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara
komprehensif pada tingkat kota/kabupaten. Dokumen ini dimaksudkan untuk
memberikan arah yang jelas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi Kabupaten Kep.
Selayar dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis,
terintegrasi, dan berkelanjutan. Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten juga dibutuhkan sebagai
pengikat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan para pelaku pembangunan sanitasi
lainnya untuk dapat terus bersinergi mengembangkan layanan sanitasi Kabupaten Kep.
Selayar.

Guna menghasilkan Strategi Sanitasi Kabupaten Kep. Selayar sebagaimana


tersebut di atas, maka diperlukan suatu kerangka kerja yang menjadi dasar dan acuan bagi
penyusunan strategi sanitasi kota dengan tujuan agar strategi sanitasi tersebut, yang
berupa rencana strategi berjangka menengah (5 tahun) memiliki dasar hukum yang jelas
dan dapat di implementasikan. Kerangka kerja tersebut diharapkan mampu mengatasi
kesenjangan kemampuan Pemerintah Kota dalam menyediakan sarana dan prasarana
sanitasi bagi masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan sarana dan prasarana sanitasi
tersebut, merupakan tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Kep. Selayar agar mampu
menyusun strategi untuk percepatan pembangunan sektor sanitasi. Keterbatasan
kemampuan pemerintah untuk mendanai program pembangunan merupakan salah satu
faktor pendorong dalam menetapkan prioritas pembangunan. Strategi Sanitasi Kota akan
diterjemahkan ke dalam rencana tindak tahunan (annual action plan) yang berisikan
informasi lebih rinci dari berbagai usulan program dan kegiatan pengembangan layanan
sanitasi Kabupaten Kep. Selayar yang disusun sesuai tahun rencana pelaksanaannya.

Pada tahun 2012 POKJA AMPL telah menyusun Buku Putih Sanitasi (BPS)
Kabupaten Kep. Selayar dan Strategi Sanitasi Kota (SSK) Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan tahun 2012–2016. Disamping dokumen tersebut, pemutakhiran dokumen
Strategi Sanitasi Kabupaten Kep. Selayar sangat berkaitan dengan berbagai dokumen
perencanaan pembangunan, baik tingkat nasional, provinsi, maupun kota/kabupaten. Oleh
karena itu, Strategi Sanitasi Kabupaten Kep. Selayar disusun dengan memperhatikan
keterkaitan, keselarasan, dan keterpaduan dengan berbagai dokumen yang dimaksud,
dijelaskan sebagai berikut:

1. Memperhatikan RPJPN dan RPJMN dilakukan melalui penyelarasan kebijakan,


strategi dan program pembangunan sanitasi Kabupaten Kep. Selayar dengan arah,
kebijakan umum dan prioritas pembangunan nasional dan pembangunan kewilayahan.

2. Memperhatikan RPJPD dan RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan dilakukan melalui


penyelarasan kebijakan, strategi dan program pembangunan sanitasi Kabupaten Kep.
Selayar dengan kebijakan, strategi dan program pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Berpedoman pada RPJMD dan RTRW Kabupaten Kep. Selayar dilakukan dengan:

 penyelarasan kebijakan, strategi dan program pembangunan sanitasi Kabupaten


Kep. Selayar dengan visi, misi, arah, kebijakan pembangunan jangka menengah
daerah; dan
 penyelarasan kebijakan, strategi dan program pembangunan sanitasi Kabupaten
Kep. Selayar dengan pemanfaatan struktur dan pola ruang Kabupaten Kep.
Selayar.
4. Berpedoman pada Renstra SKPD terkait Sanitasi Kabupaten Kep. Selayar dilakukan
dengan penyelarasan kebijakan, strategi dan program pembangunan sanitasi Kabupaten
Kep. Selayar dengan rencana dan strategi SKPD.

 Air Limbah Domestik


Melihat kemajuan pelaksanaan pembangunan sanitasi dengan mengukur dan
memperbaharui kondisi dasar sanitasi, memantau dampak, hasil dan keluaran dari
kegiatan sektor sanitasi kabupaten dan memastikan bahwa tujuan dan sasaran
sanitasi, rencana pengembangan dan target tertentu sanitasi kabupaten, serta
kepatuhan pada standar pelayanan minimum yang ada sudah dilaksanakan secara
efektif. Perkembangan pelaksanaan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
tertuang dalam dokumen strategi sanitasi kabupaten tahun 2012 penanganan BABs
sebesar 13,15, berdasarkan data Dinas Kesehatan BABs masih menunjukkan angka
8,05% dimana tahun 2012 tercatat 21,20%.

 Persampahan
Dalam rangka untuk mencapai tujuan dan sasaran pengelolaan persampahan di
Kabupaten Kepulauan Selayar, perlu ada keselarasan dan kesesuain antara
pelaksanaan dan perencanaan yang telah dibuat. Tingkat cakupan layanan
persampahan di Kabupaten Kepulauan Selayar sudah mencapai 93,24% dengan
frekuensi pengangkutan sampah 72,70%.

 Air Limbah Domestik


Limbah domestik atau sering juga disebut limbah rumah tangga adalah limbah
yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian dan kotoran manusia. Seperti pada
limbah pada umumnya limbah rumah tangga merupakan buangan yang berbentuk
cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia yang sulit untuk
dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi
kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dan sebagainya. Air limbah
harus dikelola untuk mengurangi pencemaran.
Pengelolaan air limbah dapat dilakukan dengan membuat saluran air kotor dan
peresapan dengan memperhatikan beberapa hal, diantaranya tidak mencemari
sumber air minum yang ada di daerah sekitarnya, tidak mengotori permukaan tanah
sehingga bisa mengakibatkan tersebarnya cacing tambang pada permukaan tanah,
mencegah berkembang biaknya lalat dan serangga lainnya, tidak menimbulkan bau
yang mengganggu. Sistem pengolahan air limbah domestik yang terdiri atas black
water yang berasal dari tinja, urine, air pembersih dan air penggelontor.
Umumnya menggunakan jamban leher angsa dengan kontruksi penampungan
dan pengumpulan berupa tangki septik, pipa sewer dan cubluk. Pada umumnya
sistem pembuangan limbah non tinja ini dialirkan melalui lubang resapan yang
disalurkan melalui saluran terbuka yang dialirkan ke sistem drainase atau ke sungai.
Walaupun prasarana pendukung pengelolaan air limbah seperti tangki septik
komunal dan MCK++ dalam beberapa tahun ini dikembangkan, namun tingkat
cakupan layanan air limbah domestik masih cukup rendah yaitu sistem setempat (on-
sit).
Sistem pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Kepulauan Selayar belum
berjalan efektif sebagaimana diharapkan dan itupun hanya diprakarsai oleh
pemerintah, belum dilakukan oleh dunia usaha ataupun masyarakat. Dari pihak
pemerintah daerah menyediakan 1 unit mobil pengangkut tinja dengan kapasitas 3 m
yang melayani Kecamatan Benteng Kabupaten Kepulauan Selayar. Faktor utama
adalah masih rendahnya kepedulian masyarakat dalam pengelolaan air limbah
dimana hal tersebut didasari oleh ketidaktahuan masyarakat kapan perlu dilakukan
penyedotan lumpur tinja.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 14/PRT/M/2010
tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang,
maka koordinasi dan penyelenggaraan pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang dilaksanakan oleh instansi yang bertanggung jawab di Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, baik daerah provinsi maupun
kabupaten/kota.
Di Kabupaten Kepulauan Selayar pengelolaan air limbah domestik menjadi
tupoksi lintas SKPD yang mana secara teknis menjadi kewenangan Dinas Pekerjaan
Umum. Pengelolaan air limbah domestik juga berkaitan erat dengan tupoksi SKPD
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah dan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah terutama dalam hal perumusan kebijakan, pengawasan
maupun pembinaan. Institusi pemerintahan tersebut memiliki korelasi yang kuat,
dimana Dinas Pekerjaan Umum dan Distarhan KP berperan sebagai operator karena
lebih bersifat teknis dan Badan Lingkungan Hidup Daerah serta Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah lebih memainkan peran sebagai regulator. Upaya-upaya
preventif dan promotif menjadi bagian penting yang tidak terpisahkan dari rangkaian
kegiatan pengelolaan air limbah domestic sehingga peran dari Dinas Kesehatan juga
sangat penting.
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar telah melayani persampahan secara
menyeluruh, terutama untuk daerah perkotaan. Sampai saat ini, tingkat cakupan
layanan persampahan meliputi layanan pengangkutan (RT-TPS-TPA) sebesar
33,33% skala perkotaan. Penanganan sampah dengan cara membakar secara terbuka
(open burning) masih menjadi pilihan yang dilakukan masyarakat. Padahal dalam
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis
SPM Bidang Lingkungan Hidup, dijelaskan bahwa selain kegiatan transportasi dan
industri, kegiatan pembakaran terbuka dan kawasan permukiman juga memiliki
pengaruh terhadap kualitas udara.
Sebagian masyarakat menganggap pembakaran sampah bukanlah sesuatu yang
dapat menghawatirkan, terlebih karena Kepulauan Selayar dengan luasan lahan yang
masih sangat memadai, penggunaan bahan dan materi yang dominan masih alami,
dianggap tidak memberikan intervensi terhadap kualitas udara. Padahal jika dihitung
volume timbunan sampah yang dihasilkan setiap harinya dan diasumsikan paling
tidak 10% dari jumlah tersebut dibakar setiap harinya, maka dapat dibayangkan
seberapa besar pengaruhnya terhadap kualitas udara yang setiap saat dihirup.
Di Kabupaten Kepulauan Selayar volume timbulan sampah mencapai sekitar
503 m/hari dengan volume sampah yang terangkut sekitar 469 m/hari. Dimana,
sumber timbulan sampah terbesar adalah kawasan permukiman dan perdagangan.
Pelayanan persampahan di Kabupaten Kepulauan Selayar saat ini didukung oleh
keberadaan sarana dan prasarana yang kondisinya jumlahnya masih terbatas. Jumlah
sarana dan prasarana persampahan di Kabupaten Kepulauan Selayar saat ini terdiri
atas 16 unit motor sampah, 1 unit kendaraan pick up, dan 9 unit dump truck.
Beroperasi dengan ritasi yang berbeda-beda. TPS yang tersebar di Kabupaten
Kepulauan Selayar berjumlah 9 TPS dan 3 Container sedangkan TPS 3R hanya ada
di Kelurahan Benteng Utara yang dikelola pihak swasta.
Berdasarkan orientasi kerja dan kesepadanan tupoksi SKPD maka pengelolaan
sub sektor persampahan secara operasional berkaitan langsung dengan Dinas
Kebersihan dan Pertamanan sedangkan Badan Lingkungan Hidup Daerah dan
Bappeda lebih berperan dalam perumusan kebijakan serta perencanaan secara
makro. Pengelolaan sub sektor persampahan tidak cukup hanya berorientasi pada
upaya-upaya penyediaan sarana dan prasarana serta penyelamatan lingkungan tetapi
juga sangat diintervensi oleh aspek penyehatan lingkungan dan perilaku hidup
masyarakat sehingga Dinas Kesehatan juga memegang peranan penting terutama
dalam tahap preventif dan promotif.
Distarhan KP yang memiliki mandat tupoksi langsung untuk pengelolaan sub
sektor persampahan. tupoksi yang dimaksud antara lain merencanakan langkah-
langkah teknik, menyusun konsep yang sifatnya teknis, melaksanakan pengawasan
dan pengendalian serta monitoring dan evaluasi secara teknis kegiatan bidang
kebersihan. Pengawasan Lingkungan, monitoring dan evaluasi adalah bidang pada
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah yang memiliki keterkaitan erat
dengan pengelolaan sub sektor persampahan. Hal tersebut tergambar dari tupoksi
yang diemban antara lain merumuskan kebij akan operasional, melaksanakan
pembinaan, evaluasi implementasi program pencegahan dan pengendalian serta
pemulihan kualitas lingkungan. Tupoksi tersebut kemudian menempatkan Badan
Lingkungan Hidup Daerah pada posisi regulator dalam pengelolaan sub sektor
persampahan.
Diluar SKPD tersebut umumnya penanganan masih bersifat internal. Perangkat
peraturan daerah yang mengatur tentang pengelolaan persampahan baru pada
pengaturan restribusi dan jalur pendistribusian sampah, sehingga kelembagaan yang
bertanggung jawab terhada pengelolaan persampahan belum bisa menjawab
permasalahan persampahan di Kabupaten Kepulauan Selayar.
 Drainase Lingkungan
Sistem drainase lingkungan terdiri dari berbagai elemen yang seringkali
dioperasikan dan dikelola oleh berbagai institusi, baik di tingkat nasional, provinsi
maupun kebupaten/kota. Masing-masing institusi seringkali menggunakan berbagai
defenisi dan terminologi yang berbeda untuk berbagai elemen dari sistem sungai dan
drainase. Dalam bidang Pekerjaan Umum sendiri, seringkali terminologi ini hanya
menyebutkan drainase utama dan minor. Sementara dari Pengelola Sumber Daya
Air, hampir semua drainase perkotaan diperlakukan sebagai drainase mikro.
Terlepas dari berbagai defenisi tersebut, pada dasarnya drainase merupakan
prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan penerima air dan atau
ke bangunan resapan buatan, baik yang sifatnya primer, sekunder maupun tersier.
Secara umum, sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
dari suatu lingkungan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan
sistem drainase terdiri dari saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul
(collector drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain),
dan badan air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai
bangunan lainnya seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah,
pintu-pintu air, kolam tando, dan stasiun pompa. Fungsi saluran drainase adalah
diantaranya yaitu mengeringkan bagian wilayah dari genangan sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif, mengalirkan air permukaan kebadan air penerima
terdekat secepatnya, mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan meresapkan air permukaan untuk menjaga
kelestarian air tanah.
Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase dibagi menjadi tiga bagian
yaitu:
a. Sistem drainase lokal, yang termasuk dalam sistem drainase lokal adalah sistem
saluran awal yang melayani suatu kawasan permukiman tertentu seperti kompleks
permukiman, areal pasar, perkantoran, areal industry dan komersial. Sistim ini
melayani area kurang dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi
tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainya.
b. Sistem drainase utama, yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran
drainase primer, sekunder, dan tersier beserta bangunan kelengkapannya yang
melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat.

Secara struktur drainase di kota Kabupaten Kepulauan Selayar dan sekitarnya


pada umumnya adalah pasangan batu, namun pemeliharaan yang kurang baik
sehingga pendangkalan terjadi dan banyaknya sampah yang menumpuk di saluran
mengakibatkan kurang lancarnya sistem pengaliran di dalam saluran tersebut
sehingga menimbulkan genangan di beberapa titik. Kondisi pengelolaan drainase
lingkungan di Kabupaten Kepulauan Selayar saat ini dapat dilihat dari segi kualitas
maupun kuantitas infrastruktur maupun aspek non infrastruktur. Dari segi kualitas
maupun kuantitas infrastruktur, masih belum menyentuh semua daerah permukiman
di Kabupaten Kepulauan Selayar. Kegiatan pembangunan dan pemeliharaan di
Kabupaten Kepulauan Selayar merupakan tanggung jawab dari Pemerintah
Kabupaten Kepulauan Selayar yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan
Dinas Tata Ruang dan Pengawasan Bangunan. Selain dari itu sistem pengelolaan
drainase juga melibatkan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dimana
pencegahan pencemaran air merupakan salah satu prioritas pada jenis pelayanan
dasar bidang lingkungan hidup. Sebagai salah satu utilitas suatu daerah/wilayah,
drainase tentu saja harus direncanakan dan dibangun sesuai dengan karakteristik dan
potensi yang dimiliki serta berkesesuaian dengan utilitas lain maupun fungsi lahan
yang ada. Berdasarkan hal tersebut maka eksistensi Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda), memiliki intervensi yang tidak kecil terutama
karena sistem pengelolaan drainase harus dipandang sebagai bagian dari sistem suatu
wilayah, baik sarana prasarana fisik maupun aspek non fisik lainnya.

Pembangunan dan pemeliharaan drainase di Kabupaten Kepulauan Selayar upaya


masyarakat lebih kepada usaha tiap individu untuk membuat drainase sederhana
berupa galian tanah depan rumah masing-masing dan biasanya tidak berfungsi
karena tidak semua rumah dalam jalur tersebut membuat drainase sederhana yang
serupa. Asumsi yang terbentuk bahwa masalah drainase adalah kewajiban
pemerintah membuat sebagian masyarakat tidak peduli dengan sistem drainase.
Sumber:
ppsp.nawasis.info/dokumen/.../sanitasi/pokja/...kepulauanselayar/Bab%20II%20SSK.d...

https:/kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnsulsel/potret-kehidupan-masyarakat-nelayan-di-pulau-
pasi-kabupaten-selayar/

Kusnadi.2009. Keberadaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir.

Ahmadin. 2016. Warisan Budaya Orang Selayar.


Ngadi. 2013. Dinamika Pendapatan Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Kepulauan Selayar.
J. Sosek KP, Vol. 8, No. 2.
https://www.researchgate.net/publication/317569367_DINAMIKA_PENDAPATAN_PENDUDUK_
DI_WILAYAH_PESISIR_KABUPATEN_KEPULAUAN_SELAYAR

Ahmadin. 2016. Warisan Budaya Orang Selayar.


Ngadi. 2013. Dinamika Pendapatan Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Kepulauan Selayar.
J. Sosek KP, Vol. 8, No. 2.
https://www.researchgate.net/publication/317569367_DINAMIKA_PENDAPATAN_PENDUDUK_
DI_WILAYAH_PESISIR_KABUPATEN_KEPULAUAN_SELAYAR

Anda mungkin juga menyukai