Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Sistem budaya bahari mencakup sistem-sistem pengetahuan,


gagasan, keyakinan / kepercayaan, nilai, dan norma / aturan
berkenaan dengan pemanfaatan sumber daya dan jasa-jasa laut

Sistem pengetahuan nelayan mencakup antara lain:


pengetahuan tentang biota laut bernilai ekonomi tinggi, pengetahuan
tentang lokasi dan sarang ikan, pengetahuan tentang musim,
pengetahuan tentang tanda-tanda-tanda (di laut, darat, angkasa /
perbintangan), dan pengetahuan tentang lingkungan sosial budaya.
Pengetahuan tentang biota laut bernilai ekonomi meliputi spesis-
spesis ikan, udang, kepiting, cumi-cumi, gurita, penyu (spesis-spesis
liar) dan kerang / siput-siputan, teripang, akar bahar, tali arus, rumput
laut / agar-agar, dan berbagai jenis karang, dan lain-lain.

Perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan


kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006). Seperti
yang telah disinggung diatas, perikanan ini merupakan sektor
pertanian yang menopang perekonomian. Sumberdaya perikanan
merupakan barang umum (good common) yang bersifat open access,
artinya setiap orang berhak menangkap ikan dan sumberdaya hayati
lainnya kapan saja, dimana saja, berapapun jumlahnya, dan dengan
alat apa saja. Hal ini mirip dengan ”hukum rimba” dan ”pasar
bebas”. Secara empiris, keadaan ini menimbulkan dampak negatif,
antara lain apa yang dikenal dengan tragedy of common (perebutan
sumberdaya) baik berupa kerusakan sumberdaya kelautan dan
perikanan maupun konflik antar orang yang memanfaatkannya. Oleh
karena itu, perlu diatur regulasi dalam pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan yang bersifat
diperbaharui (renewable) ini menuntut adanya pengelolaan dengan
pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati (Fauzi, 2006 cit
Kartika, 2010).

Sumber daya perikanan memberikan kontribusi penting bagi


perekonomian nasional, sehingga keberadaan sumberdaya perikanan
ini merupakan peluang bagi sumber pertumbuhan ekonomi nasional
dan wahana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun,
pada kenyataanya potensi sumber daya perikanan di Indonesia masih
belum

1
bisa dikelola dan dimanfaatkan secara optimal dan arif. Terjadinya
penangkapan ikan yang berlebihan (eskploitasi) menyebabkan
besarnya jumlah ikan yang ditangkap tidak sebanding dengan
kemampuan sumberdaya ikan untuk pulih kembali (overfishing).
Terjadinya over fishing ini disebabkan oleh illegal fishing yang
marak terjadi. Illegal fishing dapat diartikan sebagai kegiatan
perikanan yang melanggar hukum. Kegiatan Illegal Fishing yang
paling sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia
adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal ikan asing (KIA) yang
berasal dari beberapa negara tetangga (neighboring countries).
Kegiatan illegal fishing juga dilakukan oleh Kapal Ikan Indonesia
(KII). Beberapa modus/jenis kegiatan illegal yang sering dilakukan
KII, antara lain: penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha
Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun
Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI)), memiliki izin tapi
melanggar ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah
penangkapan ikan, pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan
berpangkalan, pemalsuan/manipulasi dokumen (dokumen pengadaan,
registrasi, dan perizinan kapal), dan penangkapan ikan yang merusak
(destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia
sepertisodium atau Potassium sianida, bahan peledak, alat dan/atau
cara, dan/atau bangunan yang membahayakan melestarikan
sumberdaya ikan.

2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kondisi umum pembangunan wilayah Sulawesi


Tenggara ?
2. Bagaimana kondisi potensi perikanan di sulawesi tenggara ?
3. Bagaimana pemberdayaan masyarakat pesisir di sulawesi
tenggara ?
4. Bagaimana kondisi perekonomian sulawesi tenggara
5. Bagaiman kondisi sumberdaya manusia dalam bidang
pendidikan di Sulawesi Tenggara ?

3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penyusunan Makalah ini adalah untuk
menggambarkan
kondisi / potret pembangunan Sulawesi Tenggara di bidang
kemaritiman berdasarkan perpektif pengetahuan masyarakat
nelayan miskin dengan berbagai variabel pendukung yaitu
kondisi demografi wilayah sulawesi tenggara, jumlah

2
penduduk, penghasilan perkapita, serta kondisi ekonomi
secara makro.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. KONDISI UMUM SULAWESI


TENGGARA

1.1. Luas Wilayah

Wilayah y ang menjadi kewenangan Pemeri ntah Provinsi


Sulawesi Tenggara memiliki luas kurang lebih 16,796.19 Km2. Luasan
ini didominasi ole h perairan laut seluas 114.879 Km2 atau sekitar 72
%, sedangkan wilayah daratan hanya seluas 38.139,98 K m2 atau sekitar
28 %. Provinsi Sul awesi Tenggara termasuk Daerah Kepulauan. Pulau-
Pulau yang ada di daerah ini berjumlah 124 pulau. Pulau besar
diantara pulau-pulau yang ada, yaitu : Pulau Buton, Pulau Muna,
Pulau Wawonii dan Pulau Kabaena.
1.2. Jumlah Penduduk

Jumlah Penduduk Sulawesi Tenggara pada Tahun 2010


tercatat 2.232.586 jiwa. Ju mlah ini meningkat menjadi 2.277.020
jiwa pada Tahun 2011. Dengan demikian laju pertumbuhan
penduduk Sulawesi Tenggara kurun w aktu Tahun 2010 sampai
dengan Tahun 2011 tercatat 2 persen.

1.3. Pendidikan

Penduduk usia kerja menurut tingkat pendidikan terakhir yang


ditamatkan, meskipun memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun sebagian besar masih merupakan tamatan
pendidikan dasar mencapai 43,45 persen, dan menengah (SMP dan
SMA) mencapai sekitar 47,53 persen. Sementara untuk tamatan
pendidikan tinggi (universitas dan akademi) tidak sampai 10 persen
dari total penduduk usia kerja . Sementara berdasarkan tipe daerah,
sebagian besar penduduk usia kerja terdapat di perdesaan, yaitu
sekitar 72,62 persen

4
Angkatan Kerja. Jumlah angkatan kerja Provinsi Sulawesi
Tenggara tahun 2013 (Februari) tercatat sebanyak 1.060.349 atau
sekitar 0,87 persen dari total angkatan kerja nasioanl, yang terdiri
dari 1.023.549 jiwa penduduk bekerja dan 36.800 jiwa pengangguran
terbuka. Jumlah angkatan kerja tahun 2012 terbesar terdapat di
Kabupaten Kolaka, yaitu mencapai 153.577 orang dan terrendah di
Kabupaten Konewa Utara sebanyak 23.621 jiwa.
Penduduk Bekerja. Jumlah penduduk bekerja di Provinsi
Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 (Februari) mencapai
1.023.549 jiwa atau bertambah sebanyak 100.431 jiwa dari tahun
2008. Persebaran penduduk bekerja sebagian besar di Provinsi
Sulawesi Tenggara lebih banyak tersedia di perdesaan
dibandingkan di perkotaan, dan sebagian besar penduduk
bekerja masih mengantungkan pendapatnnya di sektor pertanian
(40,93%) dan sektor perdagangan (18,54%). Sementara dilihat
dari pendidikan yang ditamatkan, sebagian besar penduduk
bekerja merupakan tamatan sekolah dasar dan menengah. Untuk
penduduk yang bekerja tahun 2012 terbesar di Kabupaten Kolaka,
yaitu mencapai sebanyak 144.499 jiwa. Gambar 3:

1.4. Penghasilan Perkapita

Adapun penghasilan perkapita Sulawesi Tenggara pada tahun


2012 sebesar Rp. 4,19 juta dan pada tahun 2013 meningkat menjadi
Rp. 4,64 juta. Upaya peningkatan penghasilan perkapita Sulawesi
Tenggara senantiasa terus digalakan melalui berbagai bidang
pembangunan sehingga pada tahun 2014 penghasilan perkapita

5
Sulawesi Tenggara telah mencapai Rp. 5,25 juta. Salah satu tolak
ukur untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah dapat
dilihat dari PDRB perkapita.

1.5. Kondisi Kemiskinan

Perkembangan kemiskinan di Provinsi Sulawesi Tenggara dalam


kurun waktu 2008-2013 (2), secara absolut menurun sebesar 134,19
ribu jiwa, dengan Seperti halnya dengan kondisi tingkat kemiskinan
dari tahun 2008-2013 mengalami penurunan dan hingga akhir tahun
2013 (maret) mencapai 12,83 persen atau menurun sebesar 6,70
persen dari tahun 2008. Kondisi kemiskinan Provinsi Sulawesi
Tenggara masih tergolong tinggi jika dibandingkan terhadap rata-rata
kemiskinan nasional (11,37%).

Penyebaran penduduk miskin terbesar tahun 2011 terdapat di


Kota Kolaka yaitu sebanyak 56,90 ribu jiwa dan Muna sebanyak
44,30 ribu jiwa, dan terendah di Buton Utara sebesar 6,80 ribu jiwa.
Sementara untuk penyebaran tingkat kemiskinan tertinggi terdapat di
Kabupaten Kolaka Utara sebesar 18,76% dan tingkat kemiskinan
terendah di Kota Kota Kendari sebesar 7,46%.

6
2. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA

Pengembangan sumber daya manusia di Propinsi Sulawesi


Tenggara diarahkan untuk mewujudkan manusia berakhlak,
beriman, dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan
menanamkan sejak dini nilai-nilai agama dan moral, serta nilai-nilai
luhur budaya bangsa, baik melalui jalur pendidikan sekolah maupun
pendidikan luar sekolah, serta pendidikan di lingkungan keluarga
dan masyarakat. Demikian pula, pengembangan sumber daya
manusia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
pendidikan, melalui peningkatan kualitas pendidikan umum,
pendidikan kejuruan, maupun pendidikan agama, serta pelayanan
kesehatan dan sosial kepada masyarakat melalui peningkatan
ketersediaan dan sebaran prasarana dan sarana dasar secara makin
berkualitas dan merata. Pengembangan sumber daya manusia
diarahkan untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas, nilai
tambah, daya saing, kewiraswastaan, dan kualitas tenaga kerja,
antara lain melalui kegiatan pembimbingan, pendidikan, dan
pelatihan yang tepat dan efektif, serta peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan
iptek serta pelestarian fungsi lingkungan hidup. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja di propinsi ini diarahkan terutama pada
bidang industri yang memanfaatkan sumber daya alam, yakni
perikanan, kehutanan dan pertambangan, serta perkebunan,
peternakan, dan pariwisata.

3. PROBLEM SOSIAL - EKONOMI MASYARAKAT BAHARI

3.1. Eksploitasi Sumber Daya Laut

Penangkapan dengan menggunakan bahan peledak

Penangkapan ikan dengan menggunakan bahan


peledak

7
merupakan cara yang sering digunakan didalam
memanfaatkan
sumberdaya perikanan khususnya didalam melakukan penangkapan ikan-
ikan karang. Penangkapan ikan-ikan karang dengan menggunakan
bahan peledak dapat memberikan akibat yang kurang baik baik bagi
ikan-ikan yang akan ditangkap maupun untuk karang yang terdapat
pada lokasi penangkapan. Penggunaan bahan peledak dalam
penangkapan ikan menimbulkan efek samping yang sangat besar.
Selain matinya berbagai jenis ikan dalam berbagai ukuran, juga
dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan
sasaran penangkapan.

Kegiatan Penangkapan dengan menggunakan bahan beracun/bahan


kimia
Selain penggunaan bahan peledak didalam penangkapan ikan
diderah karang, kegiatan yang marak dilakukan oleh nelayan adalah
dengan menggunakan obat bius atau bahan beracun lainnya. Bahan
beracun yang umum dipergunakan dalam penangkapan ikan dengan
pembiusan seperti sodium atau potassium sianida. Seiring dengan
meningkatnya permintaan konsumen terhadap ikan hias dan hidup
memicu nelayan untuk melakukan kegiatan penangkapan yang
merusak dengan menggunakan racun sianida. Kegiatan ini umum
dilakukan oleh nelayan untuk memperoleh ikan hidup. Disamping
mematikan ikan-ikan yang ada, sisa racun dapat menimbulkan
dampak negatif bagi kehidupan terumbu karang, yang ditandai
dengan perubahan warna karang yang berwarna warni menjadi putih
yang lama kelamaan karang menjadi mati. Indikatornya adalah
karang mati. Kegiatan penangkapan dengan menggunakan alat
tangkap trawl Kegiatan lain yang termasuk kedalam kegiatan illegal

8
fishing adalah penggunaan alat tangkap trawl pada daerah karang.
Kegiatan ini merupakan kegiatan penangkapan yang bersifat
merusak dan tidak ramah lingkungan. Sebagaimana telah kita
ketahui bersama, penggunaan alat tangkap ini sudah dilarang
penggunaannya di Indonesia karena alat tangkap tersebut termasuk
kedalam alat tangkap yang sangat tidak ramah lingkungan karena
memiliki selektifitas alat tangkap yang sangat buruk. Alat yang
umumnya digunakan oleh nelayan berupa jaring dengan ukuran
yang sangat besar, memilki lubang jaring yang sangat rapat
sehingga berbagai jenis ikan mulai dari ikan berukuran kecil sampai
dengan ikan yang berukuran besar dapat tertangkap dengan
menggunakan jaring tersebut.

3.2. Kemiskinan
Nelayan mempunyai peran yang sangat substantial
dalam memodernisasi kehidupan manusia. Mereka termasuk
agent of development yang paling reaktif terhadap perubahan
lingkungan. Sifatnya yang lebih terbuka dibanding kelompok
masyarakat yang hidup di pedalaman, menjadi stimulator untuk
menerima perkembangan peradaban yang lebih modern.
Dalam konteks yang demikian timbul sebuah stereotif
yang positif tentang identitas nelayan khususnya dan masyarakat
pesisir pada umumnya. Mereka dinilai lebih berpendidikan,
wawasannya tentang kehidupan jauh lebih luas, lebih tahan
terhadap cobaan hidup dan toleran terhadap perbedaan.
Ombak besar dan terpaan angin laut yang ganas
memberikan pengaruh terhadap mentalitas mereka. Di masa lalu,
ketika teknologi komunikasi belum mencapai kemajuan seperti
sekarang, perubahan-perubahan besar yang terjadi pada

9
masyarakat pedesaan (daratan) ditentukan oleh intensitas
komunikasi yang berhasil diwujudkan masyarakat pedesaan
dengan para nelayan.

10
BAB 3
PENUTUP

1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang diperoleh dari uraian di atas adalah :

1. Bahwa perlunya tindakan pengelolaan sumberdaya perikanan


bertujuan untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan dari
sumberdaya perikanan itu sendiri untuk ketersediaannya di
masa sekarang dan akan datang.
2. Pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut harusnya
melibatkan berbagai elemen, baik pemerintah maupun
masyarakat sekitar/ nelayan.

2. Saran

Bertolak dari kesimpulan di atas maka Penulis menyarankan kepada :

- Mahasiswa – mahasiswa ekonomi agar mempelajari wilayah


Sulawesi tenggara, dan melihat potensi pembangunannya
agar bisa turut terlibat dalam pembangunan daerah kita.
- Bagi Negara kesatuan Repoblik Indonesia harus menjaga dan
memilihara sumber daya yang ada di Sulawesi tenggara
tersebut agar dapar bermanfaat bagi Bangsa Indonesia.
- Dan bagi penduduk Sulawesi tenggara untuk bisa
mempelajari sumber daya Alam yang ada di Sulawesi
tenggara. Untuk dimanfaatkan dengan baik untuk kegiatan
usaha produktif.

Sebaiknya pemerintah segera menindaklanjuti masalah-


masalah yang dihadapi oleh masyarakat bahari Indonesia. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi tiingkat kemiskinan masyarakat,
meredam konflik-konflik sosial yang meresahkan masyarakat
bahari, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya laut.

11
BAB V
PENUTUP

Setelah menyusun tugas makalah ini, penulis menyimpulkan : Pulau Bali


sangat terkenal di dunia internasional karena memiliki keindahan alam dan seni
budaya yang sangat menarik, serta masyarakat Pulau Bali dapat bersatu dengan alam
Pulau Bali. Meskipun Bali banyak dimasuki oleh orang asing, tetapi masyarakat
Pulau Bali dapat terus menjaga kebudayaan asli mereka. Obyek-obyek wisata Pulau
Bali sangat menarik dan ramai pengunjung, wisatawan tidak hanya dari dalam negeri
tetapi juga dari mancanegara. Pulau Bali merupakan obyek wisata alam yang sangat
menawan, tidak ketinggalan pula wisata belanjanya yang menjajakan hasil seni
kerajinan dari daerahnya. Pulau Bali merupakan aset daerah yang dapat menambah
devisa negara, karena Bali tidak pernah sepi pengunjung, baik dari dalam maupun
luar negeri.

12
DAFTAR PUSTAKA

Afrani, Riza Noer.1996. Demokrasi Indonesia Kontemporer. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Al Marsudi, Subandi. 2008. Pancasila dan UUD’45 dalam Paradigma Reformasi.


Jakarta: Rajawali Press

Ibrahim, Anis. 2010. Perspektif Futuristik Pancasila Sebagai Asas/Ideologi dalam UU


Keormasan. Jurnal Konstitusi, Volme III Nomor 2

Juremi, Radi Anky.2006. penerapan Ideologi dan Konstitusi Negara Indonesia


Dewasa Ini. Law Review , Fakultas Hukum, Universitas Pelita
Harapan, Volume IV Nomor 2.

Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

Mubyarto. 1991. Pancasila sebagai Ideologi: Pancasila sebagai Ideologi dalam


Kehidupan Kebudayaaan. Jakarta: BP-7 Pusat.

Smith, Anthony D. 2003. Nasionalisme : Teori, Ideologi, Sejarah. Jakarta; Erlangga.

Tjarsono, Idjang. 2013. Demokrasi Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika Solusi
Heterogenitas. Jurnal Transnasional, Volume IV Nomor 2.

13
14

Anda mungkin juga menyukai