PENDAHULUAN
Pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu dari tujuan nasional.
UNDP menetapkan kemajuan suatu negara dapat ditentukan oleh tiga indikator indeks
pembangunan manusia, yaitu indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks
perekonomian. Angka melek aksara adalah salah satu variabel dari indikator indeks
pendidikan.
Tercatat oleh BPS terjadi penurunan buta aksara tiap tahunnya, namun angka buta
aksara perempuan tetap tinggi daripada angka pada laki-laki, khususnya pada kelompok
usia tua. Dengan demikian pemberantasan buta aksara menjadi nilai strategis mengurangi
angka kebutaaksaraan, terutama kebutaaksaraan pada perempuan. Peningkatan kemelek-
aksaraan pada taraf global telah tercetus pada tujuan PUS (Pendidikan Untuk Semua)
tahun 2000 yang mendukung adanya visi holistik pendidikan hingga pencapaian melek
aksara sebesar 50 persen pada tahun 2015, khususnya bagi perempuan dan akses
pendidikan yang adil bagi mereka (UNESCO, 2006). Pada RPJM 2004-2009, Indonesia
menargetkan kemelekaksaraan pada orang dewasa menjadi 95 persen pada tahun 2009
(Jalal&Sardjuni, 2006). Upaya pemberantasan buta aksara Indonesia telah dimulai sejak
kemerdekaan hingga kini (Swasono, 2007).
Dinas Pendidikan, PKBM Permata Hati 059 adalah salah satu yang saat ini masih
konsisten menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara (KF) dan telah cukup
dikenal oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Pengalaman pada program
pemberantasan buta aksara di Dinas Pendidikan, PKBM Permata Hati 059 diharapkan
2
mampu menjelaskan keberhasilan pelaksanaan program KF yang mempengaruhi
peningkatan kemampuan melek aksara warga belajarnya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Terdapat pula pengertian buta aksara fungsional menurut Depdiknas, yang berarti
ketidakmampuan melakukan kegiatan yang memerlukan kecakapan keaksaraan,
misalnya membaca, menulis dan berhitung untuk bidang usaha yang menjadi mata
pencaharian. Sebaliknya pengertian melek aksara fungsional adalah kemampuan
seseorang paling tidak dapat membaca dan menulis dengan huruf latin dan berhitung
dengan angka arab dalam setiap kegiatannya yang memerlukan kecakapan tersebut dan
juga memungkinkannya untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan membaca, menulis
dan berhitung untuk pengembangan diri dan masyarakat.
4
yang lain, serta memberikan bukti tentang multipersonal, manfaat sosial dan ekonomi
(UNESCO, 2006).
Pengukuran melek aksara seseorang yang digunakan dalam sensus nasional adalah
kemampuan membaca dan menulis sebuah pernyataan sederhana tentang keaksaraannya
sehari-hari (Djalal, 2006). Melek aksara di Indonesia memainkan peranan penting dalam
meningkatkan kehidupan perekonomian individu yang aman dan kesehatannya bagus
serta memperkaya masyarakat dengan pembangunan modal manusia, pengembangan
identitas budaya dan toleransi, serta mempromosikan partisipasi warga negara (Djalal,
2006).
Menurut Meriam Webster dan Oxford English Dictionary dalam Zarida (2000),
kata empower mempunyai dua arti, yaitu pertama, to give power or authority to dan
kedua, to give ability to or enable. Pengertian pertama diartikan sebagai memberi
kekuasaan, mengalihkan kekuasaan atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain.
Sedangkan hal yang kedua diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau
keberdayaan.
Pelaksanaan program KF tidak serta merta hanya belajar membaca, menulis dan
menghitung, namun dilengkapi pula dengan tahapan lanjutan lainnya yang bertujuan
memandirikan kemampuan melek aksara warga belajar. KF merupakan bagian dari
lingkup kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang dilaksanakan oleh Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang dipusatkan pada suatu wilayah sehingga
mudah diakses oleh masyarakat setempat (Sihombing, 1999).
Selain itu KF juga dapat dibentuk oleh beberapa organisasi masyarakat seperti
LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), PKK, SKB (Sanggar Kegiatan Belajar),
Perguruan Tinggi, Aissyiyah, GOW/BKOW, Muslimah NU, atau Wanita Islam.
7
7. Keanekaragaman, hendaknya bervariasi dilihat dari segi materi, metode, maupun
strategi pembelajaran sehingga mampu memenuhi minat dan kebutuhan belajar
warga belajar di setiap daerah yang berbeda-beda
8. Kesesuaian hubungan belajar, dimulai dari hal-hal yang telah diketahui dan dapat
dilakukan oleh warga belajar, sehingga pengalaman, kemampuan, minat dan
kebutuhan belajar menjadi dasar dalam menjalin hubungan yang harmonis dan
dinamis antara tutor dan warga belajar.
8
Ketiga tahapan di atas dilaksanakan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan
program KF yang optimal. Hasil belajar melalui program KF juga dilakukan melalui
mekanisme yang disesuaikan dengan SKK (Standar Kompetensi Keaksaraan). Warga
belajar yang diperbolehkan mengikuti penilaian hasil belajar adalah mereka yang aktif
mengikuti proses pembelajaran secara sistematis dan kontinu. Mereka juga berhak
mendapatkan Surat Keterangan Melek Aksara (SUKMA).
9
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penggunaan metode survei pada penelitian ini memanfaatkan uji tes kemampuan
keaksaraan dan kuesioner, yang kemudian dilakukan analisis statistik untuk mengetahui
hubungan antar variabel bebas (faktor internal dan eksternal) terhadap variabel
dipengaruhi (kemampuan keaksaraan). Metode kualitatif juga digunakan sebagai
pendukung pendekatan kuantitatif melalui teknik wawancara mendalam pada responden
dan informan untuk melengkapi kebutuhan data primer penelitian.
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari responden yaitu warga belajar program KF dengan menggunakan tes
kemampuan keaksaraan dasar dan dipandu dengan wawancara terstruktur. Data primer
10
juga didapatkan melalui wawancara kepada tutor KF, pengelola PKBM, dan perangkat
Desa Tamansari Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo. Sementara data sekunder
berupa dokumentasi dari PKBM Permata Hati 059, Desa Tamansari Kecamatan Dringu
Kabupaten Probolinggo.
Sesuai dengan definisi dari program keaksaraan fungsional, adalah strategi upaya
pemberantasan buta aksara (Depdiknas, 2007). Maka keberhasilan program ini
didasarkan pada :
11
3.5 Diagram alir Penelitian
KEJAR PAKET A
KETUA
BU ELI
SULINAWATI
WAKIL
PAK SANAWI
SEKERTARIS BENDAHARA
ERVINA SAMINI
Data primer yang diperoleh, diklasifikasikan berdasarkan jenis variabel dan diolah.
Hasil pengisian tes kemampuan keaksaraan dasar digunakan untuk mengetahui
kemampuan keaksaraan warga belajar yang masih ia miliki. Skoring juga digunakan pada
hasil pengisian tes kemampuan keaksaraan dasar, variabel penilaian program KF oleh
warga belajar, varibel teknik pembelajaran oleh tutor, tingkat pendidikan keluarga,
dukungan keluarga dan penerapan kemampuan keaksaraan. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan tabulasi silang yang kemudian dijelaskan secara deskriptif
analitis.
4.2 Pembahasan
Keaksaraan fungsional terdiri dari dua konsep yaitu “keaksaraan” dan “fungsional”.
Keaksaraan (literacy) secara sederhana diartikan sebagai kemampuan untuk membaca,
menulis, dan berhitung. Istilah “keaksaraaan” didefinisikan sebagai pengetahuan dasar
dan keterampilan yang diperlukan oleh semua warga Negara dan salah satu pondasi bagi
penguasaan kecakapan-kecakapan hidup yang lain. Sedangkan terminologi “fungsional”
(functional) dalam keaksaraan berkaitan erat dengan fungsi dan atau tujuan dilakukannya
pembelajaran dalam program pendidikan keaksaraan, serta adanya jaminan bahwa hasil
pembelajarannya benar-benar fungsional (bermakna dan bermanfaat) bagi peningkatan
mutu dan taraf hidup warga belajar dan masyarakatnya.
13
Dengan demikian penuntasan buta aksara melalui kelompok belajar keaksaraan
fungsional yang merupakan bentuk pelayanan Dinas Pendidikan (Pendidikan Luar
Sekolah) tidak hanya berhenti pada kecakapan melek aksara, melainkan lebih jauh pada
peningkatan kemampuan memanfaatkan kecakapan melek aksara untuk membangun
kepercayaan diri dan pengembangan daya nalar praktis (fungsional), yang pada gilirannya
mampu mengembangkan potensi diri guna memenuhi hajat hidupnya sehingga tetap exist
dan survive dalam menghadapi perkembangan kehidupan masyarakat di lingkungan
sekitarnya.
Dinas Pendidikan, PKBM Permata Hati 059 adalah salah satu yang saat ini masih
konsisten menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara (KF) dan telah cukup
dikenal oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Pengalaman pada program
pemberantasan buta aksara di Dinas Pendidikan, PKBM Permata Hati 059 diharapkan
mampu menjelaskan keberhasilan pelaksanaan program KF yang mempengaruhi
peningkatan kemampuan melek aksara warga belajarnya.
Meskipun ada 40 persen dari mereka yang memiliki motivasi tinggi belajar
kembali namun tidak intens dilakukan. Kegiatan mengurus anak dan keluarga serta
bekerja menjadi alasan mereka tidak mampu mengingat pelajaran. Seperti beberapa
pernyataan mereka: ”...Mau belajar lagi juga capek. Kerja saja sampai sore, di rumah
juga belum beres” (Akmani, 55 tahun). ”...Susah kalau punya anak kecil. Apalagi saya
punya bayi, repot. Paling di rumah saja” (Siti Ani, 45 tahun).
Selain itu, sebagian masyarakat merasa malas untuk belajar kembali dan merasa
sia-sia karena sangat sulit mengingat pelajaran. Seperti yang diungkapkan oleh beberapa
dari warga belajar: ”...Memang udah bodoh banget neng, lupa melulu. Jadi malas belajar
lagi, sudah pada lupa dulu menghafal apa aja” (Sayu, 50 tahun). Demikian pernyataan
dari beberapa responden.
Selain itu mereka juga mengeluhkan waktu yang diberikan selama program (6
bulan) yang dirasakan masih kurang bagi sebagian dari mereka yang mempunyai
motivasi tinggi untuk belajar. Keberhasilan program KF berdasarkan hasil tes
kemampuan keaksaraan terbilang gagal karena hanya terdapat 17,1 persen warga yang
kemampuan keaksaraannya tinggi. Hal ini jauh dari syarat keberhasilan program yaitu
minimal 50 persen warga belajar yang harusnya kemampuan keaksaraannya tinggi.
Keberhasilan program KF diharapkan dapat dilihat dari langgengnya kemampuan
keaksaraan dasar yang masih dimiliki warga belajar.
15
4.2.2 Kendala yang Dihadapi dalam Upaya Pemberantasan Buta Aksara
Tidak ada gading yang tak retak. Semua program pasti mempunyai kendala.
Demikian juga dengan program pemberantasan buta aksara ini. Meskipun Indonesia
mampu mengurangi angka penyandang buta aksara, namun ternyata dibalik itu semua
para subjek pelaksana teknis menghadapi banyak kendala. Diantaranya adalah:
Selain itu, jika terdapat rencana pembentukan kelompok belajar tahap lanjutan
segera dibentuk sehingga kemampuan keaksaraan warga belajar tidak banyak yang
hilang atau kelanggengan kemampuan keaksaraan dapat segera dipelihara dengan
kegiatan-kegiatan yang menerapkan kemampuan keaksaraan.
Program KF dinyatakan kurang berhasil karena hanya 17,1 persen responden yang
kemampuan keaksaraannya tinggi atau hanya 6 orang yang mampu membaca dan
menulis, namun semangat dari warga belajar masih tetap tinggi untuk mengikuti
Progrsm keaksaraan fungsional. Sebagian responden lainnya masih buta aksara atau
kembali buta aksara karena telah lupa pada pelajaran. Salah satu penyebabnya yaitu
ketidakberlanjutan program menjaga kemampuan keaksaraan WB.
17
4.2.5 Daftar Peserta Keaksaraan Fungsional Permata Hati 059
Kecamatan Dringu
Kabupaten Probolinggo
18
N NAMA TTL ALAMAT PEKERJAAN
O
13. Arsi Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
14. Rusmina Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
15. Butohir Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
16. Satia Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
17. Nemo Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
18. Rumi Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
19. Senemi Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
20. Saiha Dsn. Budagan RT/RW:005/006
Tamansari
19
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dinas Pendidikan, PKBM Permata Hati 059 adalah salah satu yang saat ini masih
konsisten menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara (KF) dan telah
cukup dikenal oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Probolinggo. Partisipasi masyarakat
Desa Tamansari sangatlah besar dalam mengikuti kegiatan belajar di PKBM Permata
Hati 059 Dusun Budagan Desa Tamansari. Program KF masih kurang berhasil karena
hanya sedikit responden yang kemampuan keaksaraannya tinggi atau yang mampu
membaca dan menulis, namun semangat dari warga belajar masih tetap tinggi untuk
mengikuti Program keaksaraan fungsional.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keberhasilan Program KF di Desa Tamansari
a. Adanya kesadaran tinggi dari masyarakat Desa Tamansari khususnya dusun
Budagan untuk belajar
b. Adanya dukungan dari berbagai pihak seperti tim penggerak PKK, tim penggerak
muslimatan, dan para tutor yang kreatif
c. Adanya dukungan dan keterlibatan Mahasiswa yang sedang melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Tamansari
d. Adanya tekad kuat dari Pemkab untuk membebaskan masyarakat di daerahnya
dari buta aksara
5.2 Saran
Upaya ini dapat dilakukan dengan membuat Taman Bacaan Masyarakat yang
berada di sekitar tempat tinggal warga belajar atau membekali mereka dengan life-skile
atau Kelompok Belajar Usaha secara berkelompok agar mereka dapat termotivasi
sekaligus menjaga kemelekaksaraan serta memandirikan diri mereka.
20
Upaya ini tidak hanya dapat dilakukan oleh pihak PKBM karena masalah
keterbatasan sumber daya pada PKBM menjadi hambatan utama, maka dari itu dapat pula
dilakukan oleh masyarakat sekitar warga belajar untuk ikut berpartisipasi mendukung
penuntasan masalah kebutaaksaraan penduduk. Pelaksanakan pembelajaran pada tahap
dasar pemberantasan sebaiknya lebih dari enam bulan, karena masih banyak warga
belajar yang membutuhkan tambahan waktu pembelajaran khususnya bagi mereka yang
masih rendah kemampuan keaksaraannya.
Selain itu diperlukan pula sistem monitoring dan evaluasi baik pada masa
pemberantasan maupun setelah program selesai, dapat dilakukan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten Probolinggo bekerjasama dengan penyelenggara program, dan mitra
kerjasama Program KF agar penyelengaraan program KF dapat dipertanggungjawabkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aksara. 2007. Pengembangan Program Pendidikan Keaksaraan, hal 13-18 edisi Mei-Juni
2007. Dit Dikmas & Ditjen PLS Depdiknas: Jakarta.
Aminullah. 2007. Akan Berhasilkah Pemberantasan Buta Huruf di Indonesia?. BPPLSP
Regional V: Bandung.
Saidah. 2001. Pendidikan Non Formal dengan Program Keaksaraan Fungsional (PKF).
Studi Pendidikan Luar Sekolah. Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri
Jakarta: Jakarta
Sihombing Umberto, Gutama. 1999. Profil PKBM di Indonesia Pada Masyarakat
Perintisan. PD. Mahkota: Jakarta.
UNDP. 2005. Tujuan: Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan
Millenium Indonesia. Http://undpdoc.undp.org/report.mill/0016/0045655IND.pdf Diakses
pada tanggal 11 Agustus 2013
UNESCO. 2006. Laporan Global PUS (Pendidikan Untuk Semua) 2006: Keaksaraan Bagi
Kehidupan. Http://unesdoc.unesco.org/images/0014/0014427IND.pdf Diakses pada
tanggal 11 Agustus
22
LAMPIRAN 1 :
23
24
LAMPIRAN :
25