Anda di halaman 1dari 6

PERGERAKAN DAN PEMBINAAN PROGRAM PENDIDIKAN KEAKSARAAN

FUNGSIONAL BERBASIS KEBUTUHAN BELAJAR MASYARAKAT

Disusun oleh

Apriyantisuratmi13@gmail.com

saraoktavia871@gmail.com

Abstrak:

Pendahuluan:

Pendidikan adalah salah satu upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia
yang dilaksanakan pada jalur formal, non formal, dan informal. Pendidikan bukan hanya
mengajar dan mendekontektualisasikan instumen keterampilan membaca dan menulis tetapi
juga mendorong peserta didik supaya ikut partisipasi dalam proses politik melalui proses
membaca dan menulis sesuai keinginan. Pendidikan dilakukan dengan sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 1). Berdasarkan batasan mengenai pendidikan luar sekolah dijelaskan oleh
Djudju Sudjana (2006) bahwa pendidikan luar sekolah sebagai pelengkap pendidikan sekolah
berfungsi untuk melengkapi kemampuan peserta didik dengan jalan memberikan pengalaman
belajar yang tidak diperoleh dalam kurikulum pendidikan sekolah.

Pada umumnya seseorang mengalami kebutaaksaraan karena faktor struktural dan


faktor nonstruktural. Faktor struktural dimaksudkan bahwa kebutaaksaraan seseorang itu
disebabkan karena faktor lingkungan dan budaya, seperti suku – suku yang hidup di
lingkungan terisolir, serta budaya yang berorientasi pada masa depan. Selain faktor struktural
juga faktor nonstruktural yang ikut menjadi penyebab seseorang menjadi buta aksara. Faktor
ini biasanya sangat berkaitan dengan kemiskinan seperti yang terdapat pada kelompok –
kelompok marginal yang selalu bergulat mencari nafkah sepanjang hidupnya, tanpa
mempunyai kesempatan untuk mengenyam pendidikan formal. Salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan nonformal di Indonesia yang akan terus dikembangkan adalah
program pendidikan keaksaraan melalui pendekatan keaksaraan fungsional (functional
literacy). Pendidikan nonformal sebagai sumber pembelajaran kepada masyarakat harus dapat
dilihat sebagai daya dukung terhadap realisasi dan pengelolaan program, dan dijadikan
sebagai pengembangan program di masa yang akan datang (Safri Miradj dan Sumarno, 2014 :
103). Keaksaraan fungsional (functional literacy) secara sederhana diartikan sebagai
kemampuan untuk membaca dan menulis. Di samping itu, keaksaraan merupakan perantara
untuk berperanserta dalam kegiatan sosial, budaya, politik, ekonomi, dan pemberdayaan
masyarakat, serta merupakan sarana untuk belajar sepanjang hayat. Jadi dapat disimpulkan
bahwa program keaksaraan fungsional merupakan salah satu bentuk layanan Pendidikan Luar
Sekolah bagi masyarakat yang belum dan ingin memiliki kemampuan calistung, dan setelah
mengikuti program ini mereka mempunyai kemampuan “baca-tulis-hitung” yang berfungsi
bagi kehidupannya sehari – hari. Mereka juga tidak hanya mempunyai kemampuan calistung
dan keterampilan usaha atau bekerja saja, tapi juga dapat bertahan dalam menjalani
kehidupannya.

Kegiatan yang dilaksanakan dalam program keaksaraan fungsional ini sangat beragam
sehingga peserta merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Untuk materi disesuaikan
dengan kebutuhan dan berkaitan dengan kehidupan warga belajar, seperti keterampilan
calistung dan pelatihan – pelatihan keterampilan membuat jajanan pasar, dan keterampilan
lainnya. Metode yang digunakan disesuaikan dengan konsep pembelajaran orang dewasa
yaitu metode ceramah, tanya jawab, praktek dan pemberian tugas namun menurut pihak
pengelola metode tersebut dirasa masih kurang karena warga belajar memerlukan beberapa
metode yang tidak membosankan seperti metode permainan. Media yang digunakan yaitu alat
tulis untuk kegiatan calistung dan alat memasak untuk kegiatan keterampilan membuat
jajanan pasar dan jamu instan, uang disediakan oleh pihak penyelenggara dan pengelola.

Pendidikan nonformal adalah mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan, dan


nilai-nilai yang memungkinkan bagi seseorang atau kelompok untuk berperan serta secara
efisien dan efektif dalam lingkungan keluarganya, pekerjaannya, masyarakat bahkan Negara.

Pendidikan nonformal dilaksanakan di masyarakat dalam bentuk kelompok-kelompok


belajar dan kelompok belajar itu dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan program dan
pembelajaran.

Kajian teori:

a. Hakikat Pendidikan Keaksaraan Fungsional


Pendidikan berusaha membantu hakekat manusia untuk meraih kedewasaannya, yakni
menjadi manusia yang memiliki integritas emosi, intelek dan perbuatan. Semua itu dalam
rangka melaksanakan kebebasaannya untuk memilih secara bertanggung jawab . Rogers
(1931) dalam Elih (2009: 41) “ Pendidikan menekankan pada perkembangan positif manusia,
yaitu konsentrasi pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang
mereka punyai, termasuk kemampuan interpersonal social, dan pengembangan diri. Semua
sangat penting sebagai modal untuk mencapai kebebasan akademik. Peran pendidik adalah
membantu peserta didik, untuk membantu peserta didik untuk mengembangkan potensi
masing-masing dengan cara mengenali dirinya sendiri. Pendidik dituntut untuk aktif, kreatif
dan fasilitatif. Oleh karena itu belajar dianggap berhasil jika peserta didik mampu memahami
dirinya sendiri serta lingkungannya”

Program keaksaraan fungsional adalah: Salah satu upaya pendukung pemerintah yakni
program pemerintah dalam mengurangi tingkat negatif masyarakat terhadap minimnya
pengetahuan masyarakat tentang keaksaraan. Program keaksaraan fungsional juga merupakan
pendekatan pembelajaran baca, tulis, dan hitung yang terintegrasi dengan keterampilan usaha
berdasarkan kebutuhan dan potensi warga belajar yang bekerja sama dengan berbagai elemen
dunia pendidikan untuk memberantas buta aksara sebagai tolak ukur kualitas SDM Indonesia
dimata dunia, karena 2/3 variabel pendidikan dikontribusi dari angka melek aksara (literacy
rate).

Sesungguhnya program keaksaraan fungsional ini merupakan Program yang telah


dilaksanakan mulai tahun 1950-an melalui berbagai pola dan pendekatan dengan melibatkan
berbagai kalangan masyarakat seperti organisasi social masyarakat, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan lembaga terkait lainnya. Namun, pelaksanaannya
masih kurang efektif. Sehingga pada tahun 2005 pemerintah melaksanakan program
pemberantasan buta aksara intensif sebagai upaya untuk mempercepat peningkatan tingkat
melek aksara (Literacy rate). Begitu juga dengan Pendidikan Luar Sekolah-Non Formal yang
memiliki inisiatif untuk melakukan program keaksaraan fungsional.

Namun banyak analisis kebijakan yang menganggap bahwa angka melek aksara
adalah tolak ukur penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia di
suatu daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran yang berdalih bahwa melatih orang yang
mampu baca-tulis jauh lebih mudah daripada melatih orang yang buta aksara, dan umumnya
orangorang yang mampu baca-tulis memiliki status sosial ekonomi, kesehatan, dan prospek
meraih peluang kerja yang lebih baik. Argumentasi para analis kebijakan ini juga
menganggap kemampuan baca-tulis juga berarti peningkatan peluang kerja dan akses yang
lebih luas pada pendidikan yang lebih tinggi.

Pada umumnya peserta didik pendidikan keaksaraan fungsional itu adalah orang
dewasa yang kondisi soial ekonomi dalam keadaan miskin dan melarat maka dari itu program
pembelajaran yang mereka butuhkan adalah pembebasan mereka dari kebodohan dan
kemiskinan.
Pendidikan keaksaraan fungsional merupakan salah satu program pendidikan yang
mengimplementasikan kegiatan pengelolaan program dan pembelajaran dibangun dari
falsafah pendidikan dan berbagai aliran pendidikan berkaitan dengan aliran pendidikan
diantaranya adalah Prag- matisme, progresivisme, konstruktivisme, humanistik dan
behaviorisme cukup memberikan andil dalam perkembangan dunia pendidikan dan program
pendidikan keaksaraan fungsional. Namun dalam perkembangannya cukup mengalami
hambatan dan kritik atas ketidaksuaian aliran ini untuk ditetapkan.
b. Tujuan Pendidikan Keaksaraan Fungsional

Pendidikan keaksaraan fungsional merupakan pengembangan dari program


pemberantasan buta huruf. Tujuan dari program tersebut ialah untuk meningkatkan
keaksaraan dasar warga masyarakat buta aksara (warga belajar) sesuai dengan minat dan
kebutuhan hidupnya (Sihombing 1999:21). Program keaksaraan fungsional juga bertujuan
untuk membelajarkan warga belajar agar mereka memiliki dan dapat mengembangkan nilai –
nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan
individu, masyarakat, lembaga, dan pembangunan bangsa menuju masa depan yang lebih
baik (Kusnadi, 2005 : 242). Pendidikan keaksaraan juga sering dinilai sangat berpengaruh
terhadap kecakapan mental, hal ini berarti bahwa pendidikan keaksaraan dapat meningkatkan
pengetahuan warga belajar, dapat merubah sikap individu serta dapat meningkatkan
keterampilan bagi warga belajarnya. Salah satu tujuan dari pendidikan keaksaraan fungsional
adalah sebagai sarana dalam pengembangan kesadaran diri serta kemampuan untuk mengatur
diri sendiri dalam peningkatan kualitas pendidikan nonformal. Tanpa dimilikinya kesadaran
diri yang positif dan kemampuan untuk mengelola diri oleh semua pihak yang terlibat dalam
proses pendidikan, kemungkinan besar tujuan peningkatan kualitas pendidikan sulit tercapai.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa program pendidikan keaksaraan


fungsional merupakan bentuk layanan pendidikan non formal untuk membelajarkan
masyarakat buta aksara yang bertujuan agar individu memiliki kecakapan membaca –
menulis dan berhitung untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang fungsional.
Sehingga dengan demikian individu mampu berfungsi secara efektif baik bagi diri sendiri,
keluarga, masyarakat dan bangsanya. Jadi penguasaan membaca – menulis – berhitung
merupakan media untuk menguasai kecakapan seterusnya berupa keterampilan –
keterampilan yang fungsional.

Oleh karena itu, Program Keaksaraan Fungsional merupakan suatu program yang
sangat positive untuk dikembangkan lebih lanjut agar masyarakat maupun Negara ini
memiliki SDM yang berkualitas sehingga taraf intelektualitas Negara indonesiapun lebih
meningkat.

Pembahasan:

a. Pergerakan Program Keaksaraan Fungsioanal Berbasis Kebutuhan Belajar


Masyarakat
Penggerakan program pendidikan keaksaraan fungsional adalah implementasi
dari perencanaan dan pengorganisasian yang telah ditetapkan oleh organisasi. Pada
penggerakan ini perlu menggerakkan orang-orang supaya mereka dapat bekerja
dengan baik dan bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang telah mereka lakukan.
Dengan demikian dalam menggerakkan orang-orang ini diperlukan motivasi sebagai
pembentukan pemahaman tentang tujuan-tujuan yang perlu dicapai oleh orang-orang
yang melakukan kegiatan tertentu”.
Motivasi adalah istilah yang menggambarkan tentang pemberian kekuatan
(energizes) kepada seseorang untuk mengarahkan kegiatannya”. Pendekatan dalam
pelaksanaan program pendidikan keaksaraan fungsional dengan melakukan tiga
pendekatan yaitu: “kesejawatan (partnership), produktivitas (productivity) dan
pemuasan keinginan (wants-satisfaction)”. Pendekatan keseja- watan didasarkan atas
asumsi bahwa pelaksanaan kegiatan dan penyelenggara program tidak menyukai
pekerjaan atau tugasnya, tetapi mereka akan melakukan tugas dengan baik apabila
turut merasakan manfaat atau keuntungan yang diberikan oleh organisasi kepada
dirinya. Pendekatan produktivitas kerja lebih menekankan pada pemberian ganjaran
berdasarkan tingkat produktivitas yang ditunjukkan oleh pelaksana kegiatan.
Tujuan pendekatan pemenuhan kebutuhan adalah supaya para pelaksana dapat
mengembangkan kegiatan yang akan mereka lakukan sehingga pelaksanaan tugas
dapat memenuhi kebutuhan mereka dan sekaligus memenuhi kebutuhan program.
Petunjuk teknis dalam penggerakan program pendidikan keaksaraan
fungsional berbasis kebutuhan belajar:
1. Pertemuan awal dengan warga belajar dilakukan kegiatan motivasi oleh pengelola
kepada penyelenggara, tutor dan warga belajar dengan menyampaikan tujuan dan
manfaat dari program.
2. Pengelola dan penyelenggara menyiapkan alat, sarana dan prasarana untuk
kegiatan belajar.
3. Metoda atau pendekatan pembelajaran disesuaikan dengan konteks lokal (tematik
fungsional) sesuai dengan kebutuhan belajar dan potensi lokal di daerah itu
4. Penggunaan tempat belajar didasari dengan perjanjian tertulis untuk dapat
menggunakannya apakah itu berupa pinjaman, sewa, kepemilikan dan sebagainya.
5. Pengelola membuat akat kerja sama atau memberi surat tugas dalam
mempotensialkan tutor sebagai pendidik dan penyelenggara lapangan sebagai
tenaga kependidikan.
6. Tutor melakukan kegiatan interaksi pembelajaran kepada warga belajar dan
penyelenggara melakukan pengadministrasian kegiatan .
7. Tutor dan penyelenggara selalu berkoordinasi dengan pengelola dalam pelak-
sanaan program terutama terhadap permasalahan yang dihadapi dalam pembe-
lajaran dan administrasi kegiatan.

Penutup:

Daftar pustaka:

Irmawati. 2015. Model Pengelolaan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional Berbasis


Kebutuhan Belajar Masyarakat. Universitas Negeri Padang.

Djuju Sudjana. (2006). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah Perkembangan Falsafah dan
Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production.

Fauzi Eko Prayono, dkk. (2008). Kegiatan Pengkajian Program Keaksaraan Fungsional
(Keberlangsungan Program Pendidikan Keaksaraan Fungsional). Yogyakarta: BPKB DIY.

Moh. Najib, Program Keaksaraan Fungsional, (Pasuruan: Indocam Prima, 2008), h. 3

Tim Indocamp, Buku Tematik Keaksaraan fungsional, (Jakarta: Indocam Prima, 2006), h. 5

Anda mungkin juga menyukai