Anda di halaman 1dari 13

FORMAT LAPORAN

PROGRAM PEMBINAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN


PROVINSI DKI JAKARTA
PROGRAM PEMBINAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN
PROVINSI DKI JAKARTA
PROGRAM PEMBINAAN PENDIDIKAN KEAKSARAAN
PROVINSI JAMBI

LAPORAN PRAKTIK
PROGRAM
PEMBINAAN
PENDIDIKAN
KEAKSARAAN
PROVINSI DKI
JAKARTA
DISUSUN OLEH :
NAMA : ADINDA
CANTIKA
MAHARANI
NIM : 857154711
PRODI : PGSD – S
LAPORAN PRAKTIK

2
PROGRAM
PEMBINAAN
PENDIDIKAN
KEAKSARAAN
PROVINSI DKI
JAKARTA
DISUSUN OLEH :
NAMA : ADINDA
CANTIKA
MAHARANI
NIM : 857154711
PRODI : PGSD – S
DISUSUN OLEH :

3
NAMA : VIONA DEPITRI FRIDANA
NIM : 856637458
PRODI : PGSD – S1

DI SUSUN UNTUK
MEMENUHI TUGAS
MATERI
KULIAH :PEMBELAJ
ARAN
BERWAWASAN
KEMASYARAKATA
N
TUTOR Dra Sri
Lestari.M.Pd

4
PROGRAM S1
PENDIDIKAN GURU
SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS
TERBUKA 202 DI SUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS
MATERI KULIAH : PEMBELAJARAN BERWAWASAN
KEMASYARAKATAN
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS TERBUKA 2023

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Warga masyarakat yang buta aksara merupakan penghambat utama baginya untuk
bisa mengakses informasi, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan serta
sikap positifnya. Akibatnya, mereka tidak mampu beradaptasi dan berkompetisi
untuk bisa bangkit dari himpitan kebodohan, kemiskinan, dan kemelaratan dalam
kehidupannya. Setiap warga masyarakat perlu memiliki kemampuan keaksaraan
fungsional, yang memungkinkan seseorang dapat beradaptasi dan bertahan dalam
situasi yang selalu berubah dan kompetitif.Tujuan berbangsa secara eksplisit
tertulis dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah “mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Dalam rangka itulah tiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

5
Pandangan idealistik ini mendasari pentingnya pendidikan dalam kehidupan
bangsa. Tidak terbantahkan bahwa pendidikan mempunyai peranan yang amat
penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang memberikan arahan normatif bagi
pembangunan pendidikan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional, maka ditempuh tiga jalur pendidikan, yaitu
pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Kemitmen
nasional yang secara tegas terformulasi dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, diikuti dengan Instruksi Presiden
nomor 5 tahun2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib
Belajar Pendidikan Dasar
Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA).
Dalam merealisasikan komitmen nasional tersebut, maka pada jalur pendidikan
nonformal, melalui prakarsa keaksaraan untuk pemberdayaan masyarakat,
Departemen Pendidikan Nasional melalui Direktorat Pendidikan Masyarakat,
Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan
Informal sejak tahun 2009 menyediakan layanan program pendidikan keaksaraan,
baik keaksaraan dasar yang merupakan program pemberantasan buta aksara
maupun keaksaraan usaha mandiri atau menu ragam keaksaraan lainnya yang
merupakan program pemeliharaan dan peningkatan kemampuan keaksaraan. Hal
ini dilakukan karena terdapat kecenderungan para aksarawan baru atau penduduk
dewasa yang sudah pernah mengikuti pendidikan keaksaraan kembali buta huruf
apabila kemampuan keaksaraannya tidak digunakan secara fungsional dan
berkelanjutan. Menurut data kependudukan Kabupaten Gowa (2015),
menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Gowa berjumlah 709.386 orang,
didalamnya terdapat penduduk buta aksara mencapai

6
36.400 orang (5,1%) , yang terdiri dari 15.445 laki-laki dan 20.955 perempuan.
Khusus di Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa, warga buta aksara yang usia
15 – 59 tahun masih terdapat 3.476 orang, terdiri 1.499 laki-laki dan 1.977
perempuan. Jumlah warga buta aksara di
Kecamatan Pallangga termasuk paling besar jumlahnya dibanding tujuh belas
kecamatan lainnya. Angka buta aksara tersebut, setiap tahun berubah disebabkan
oleh perpindahan penduduk, baik yang masuk maupun yang meninggalkan daerah
tersebut.Pekerjaan penduduk di daerah Kecamatan Pallangga pada umumnya
bertani padi dan
berkebun, selain itu, sebagian warga masyarakat memiliki pekerjaan sebagai
pembuat batu bata, pedagang, pegawai negeri, dan swasta. Bagi sebagian kaum
perempuan dewasa dan ibu rumahtangga, selain memiliki tingkat pendidikan yang
rendah atau buta huruf, juga tidak memiliki keterampilan kerja, sehingga
hidupnya tergantung kepada kaum laki-laki atau suami. Hal ini, perlu mendapat
intervensi dalam kehidupan mereka, terutama di bidang pendidikan nonformal,
agar mereka dapat berdaya guna. Penyebab utama mereka buta aksara adalah
mereka belum menyadari permasalahan yang melingkupi dirinya jika buta aksara,
belum ada program pembelajaran keaksaraan yang dapat
melayani mereka, masih ada anggapan bahwa kaum perempuan tidak perlu melek
aksara yang penting dapat menjadi ibu rumah tangga dan mendampingi suami
dengan baik. Hasil penelitian oleh Lembaga Swadaya Masyarakat kerjasama
Ditjen PAUDNI Kemdiknas (2010) menemukan bahwa dari 3.048 orang luaran
program pendidikan keaksaraan
yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan, terdapat 54% yang belum tuntas atau
belum melek aksara, artinya luaran program tersebut harus mengulang kembali
program pembelajannya pada tahun berikutnya. Hal ini sangat menghawatirkan
karena program pemberantasan buta aksara
melalui pembelajaran keaksaraan setiap tahun banyak menghabiskan biaya tapi
hasilnya kurang memuaskan.Hasil penelitian lain, menunjukkan bahwa program
pemberantasan buta aksara, untuk menjadikan warga belajar melek aksara, dengan
menggunakan model konvensional yang dilakukan oleh para penyelenggara dan

7
tutor di lapangan, berlangsung rata-rata delapan bulan (Latif, 2011). Hal ini
menunjukkan waktu yang masih lama dan kurang efektif serta jauh dari harapan.
Warga Buta aksara kaum perempuan yang jumlahnya lebih banyak dari kaum
laki-laki,
banyaknya biaya yang digunakan dalam program pembelajaran keaksaraan karena
warga belajar ada yang mengulang mengikuti pembelajaran tahun berikutnya, dan
lamanya waktu belajarberlangsung di kelompok belajar; menunjukkan bahwa
program pembelajaran keaksaraan masih kurang berhasil. Keberhasilan
pemberantasan buta aksara harus ditunjang oleh berbagai faktor, antara lain
rekruitmen dan penyiapan warga belajar yang tepat, keterlibatan dan kemampuan
mengajar tenaga pendidik/tutor, kurikulum yang relevan, sarana dan prasarana
yang cukup memadai, suasana belajar yang kondusif, dan proses penilaian yang
tepat. Selain itu, motivasi belajar warga belajar juga ikut menentukan terhadap
keterlibatan dan partisipasinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
keaksaraan. Salah satu faktor yang diharapkan dapat merangsang warga belajar
mengikuti pembelajaran keaksaraan, apabila materi keaksaraan berkaitan dengan
kebutuhan belajar warga belajar, yang diintegrasikan dengan keterampilan kerja.
Percepatan penuntasan buta aksara selain menggunakan model pembelajaran
keaksaraankonvensional seperti yang dilaksanakan selama ini, dengan
menggunakan bahan ajar dalam
bahasa Indonesia, dengan buku paket yang disusun secara sentralisasi telah
berhasil menurunkan angka buta akasara. Namun dengan keterbatasan dan
kelemahan yang dimiliki pembelajaran keaksaraan konvensional seperti telah
digambarkan pada uraian sebelumnya, maka perlu dikembangkan model
pembelajaran keaksaraan yang lebih efektif yang dapat melayani warga belajar
kaum perempuan. Pendidikan harus mampu memberikan layanan yang mudah,
murah dan mempercepat pemahaman warga masyarakat terhadap materi
pembelajaran keaksaraan yang disampaikan, serta hasilnya dapat menuntaskan
buta aksara lebih cepat. Model pembelajarankeaksaraan terintegrasi keterampilan
kerja (model pembelajaran Aksarakerja) diharapkan menjadi salah satu alternatif
model pembelajaran keaksaraan yang efektif bagi kaum perempuan buta aksara.

8
B. Proses Pembimbingan
Konsep Bahan Ajar Pendidikan Keaksaraan
Pendidikan Keaksaraan Fungsional (PKF) merupakan upaya pengembangan
pribadi warga belajar yang mencakup peningkatan kecakapan baca-tulis-hitung
sesuai dengan
kebutuhan sehari-hari, kecakapan berkomunikasi secara lisan dan tulisan dalam
berbagai hal atau dengan berbagai pihak yang diperlukannya sehari-hari. Ada tiga
tingkatan Penidikan KeaksaraanFungsional, yaitu adas ( aksara tingkat dasar) ,
alan (aksara tingkat lanjutan), dan aman (aksara
tingkat mandiri).Secara umum jenis bahan ajar biasanya terdiri atas Handout,
Buku, Modul, dan belajaran terprogram . Dalam pendidikan keaksaraan yang
dimaksud dengan bahan ajar adalah isi pesan yang menjadi materi belajar baik
tulisan atau gambar yang dituangkan dalam media tertentu misalnya dalam bentuk
buku, poster, liflet dan sebagainya yang dapat digunakan oleh warga belajar.
Bentuk Bahan belajar pendidikan keaksaraan terdiri atas :
1. Tulisan seperti buku, brosur, leaflet dan lain-lain.
2. Gambar, seperti : poster, film, video dan lain-lain.
3. Alat peraga, yaitu : benda wujud nyata, seperti : alat dan bahan praktek.
4. Gabungan (kombinasi) tulisan-gambar-alat peraga, seperti buku bergambar, alat
dan bahan praktek.Kegunaan Bahan ajar dalam pendidikan keaksaraan adalah :
1. sebagai alat bantu bagi tutor membelajarkan membaca, menulis, dan berhitung
(calistung) kepada WB
2. sebagai alat bantu bagi tutor menyampaikan pesan/ materi pembelajaran yang
harus dikuasai oleh WB
Bahan ajar pendidikan keaksaraan dikembangkan dengan maksud :
1. Memperkuat kemampuan keaksaraan warga belajar;
2. Memberikan akses/kemudahan warga belajar dalam memperoleh informasi;
3. Mengembangkan kesadaran kritis warga belajar;
4. Membentuk sikap mental rasional/logis, dan ilmiah warga belajar;
5. Berorientasi pada nilai, sikap mental, dan keterampilan yang diinginkan;

9
6. Memberikan hiburan pada warga belajar.
Dalam acuan bahan ajar program pendidikan keaksaraan yang sifatnya fungsional
(KF), secara umum terdapat 3 jenis bahan belajar yang sering digunakan yaitu
bahan belajar Konvensional, Tematik, dan Panjaraksi. Masing-masing bahan
belajar memiliki kelebihan dan
kekurangan, namun pada intinya bagaimana mempermudah Tutor untuk
menyusun bahan belajar sendiri di kelompok belajar bersama warga belajar dan
pihak-pihak yang mendukung program Keaksaraan Fungsional (KF). Oleh karena
itu dalam tulisan ini bermaksud menjelaskan kepada para peserta lokakarya
tentang bagaimana upaya pengembangan bahan ajar pendidikan keaksaraan yang
bersifat konvensional, tematik dan panjaraksi. Ketiga jenis bahan ajar ini penting
dijelaskan agar para peserta menyesuaikan diri dengan dengan kondisi
pengalaman tutor serta potensi lokal yang ada di sekitar kelompok belajar
keaksaraan khususnya pada pada tingkat keaksaraan dasardasar. untuk mengatasi
hambatan kondisi psikologis, perlunya seorang tutor kontrol suara dan intonasi
yang tepat agar peserta lebih mudah memahami materi yang disampaikan. Untuk
mengatasi hambatan kondisi fisik peserta hendaknya seorang tutor tidak selalu
memaksakan kehendak pada peserta, tapi peserta lebih dihargai alasan dan
pendapatnya. Untuk mengatasi hambatan kondisi lingkungan fisik yaitu perlunya
antara pemerintah kususnya Diknas menjalin kerjasama yang bagus dengan
perangkat Desa untuk melengkapi kekurangan sarana belajar peserta. Untuk
mengatasi hambatan ekonomi pemerintah hendaknya menyediakan atau
memberikan bantuan biaya operasional dan peralatan yang merata pada masing-
masing anggota kelompok dengan pemonitoran yang bagus supaya tepat
kesasaran.

10
C.Kelanjutan kegiatan pembimbingan
Pengembangan bahan belajar keaksaraan mempunyai tujuan (1) memperkuat
kemampuan keaksaraan warga belajar (agar tidak buta aksara kembali dan
menjadi warga belajar yang mandiri); (2) memperbaiki keterampilan ekonomis;
(3) memberikan akses/kemudahan warga belajar dalam memperoleh informasi;
(4) mengembagkan kesadaran kritis warga belajar; (5) membentuk sikap mental
rasional dan ilmiah warga belajar; (6) berorientasi pada nilai, sikap mental, dan
keterampilan yang diinginkan; (7) memberikan hiburan pada warga belajar. 1.
Langkah – Langkah Pengembangan a. Mempelajari secara cermat konsep pokok,
pengertian, tujuan pengembangan bahan belajar keaksaraan (konvensional) b.
Mencermati langkah-langkah penyusunan bahan belajar konvensional. c.
Kumpulkan bahan informasi sebagai bahan dalam pengembangan bahan belajar.
d. Klasifikasikan masalah tersebut menjadi tema-tema e. Angkatlah salah satu
tema tersebut untuk pengembangan bahan belajar. 2. Tujuan Pengembangan
Bahan Belajar Konvensional Bahan belajar konvensional sangat diperlukan bagi
warga belajar buta aksara, semi melek aksara dan aksarawan baru, yang bertujuan
agar dapat membantu mereka: (1) memperoleh keterampilan membaca, menulis,
berhitung dengan pemahaman, menulis kata-kata sederhana, kalimat dan paragraf
dalam bahasa ibu/lokal dan nasional; (2) mengenal dan memahami angka dan
dapat menghitung secara sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari;

11
(3) terus melakukan aktivitas belajar, dalam rangka memperkuat dan
meningkatkan keterampilan keaksaraan yang sudah dimiliki; (4) memperoleh
pengetahuan dan keterampilan baru dan menerapkannya untuk meningkatkan
status ekonomi warga belajar; (5) belajar informasiinformasi baru untuk
meningkatkan kualitas kehidupannya; (6) mengembangkan kesadaran kritis yang
memungkinkan warga belajar memecahkan masalah keaksaraannya; (7) memupuk
kemampuan rasional dan ilmiah; (8) mengarahkan warga belajar pada nilai,
kemampuan keaksaraan yang diinginkan; dan (9) mampu dinikmati dan
menghibur warga belajar melalui kegiatan belajar membaca, menulis, berhitung
tersebut. 3. Jenis Bahan Belajar Konvensional Jenis bahan belajar konvensional
pada umumya diakui bermanfaat dalam program Keaksaraan Fungsional,
diantaranya meliputi: a. Bahan belajar yang bersifat memotivasi Bahan belajar ini
dirancang terutama untuk menarik minat berbagai kelompok sasaran, sehingga
terdorong untuk mengikuti program Keaksaraan Fungsional. Bahan belajar ini
sangat penting untuk warga belajar, Tutor, dan stake holder lain untuk
memperoleh dukungan agar program Keaksaraan Fungsional berhasil. b. Bahan
belajar yang bersifat pengajaran Bahan belajar ini biasanya merupakan paket-
paket atau modul-modul, seperti buku pelajaran permulaan (primer), buku kerja,
buku Tutor, poster, alat peraga dan lain-lain. Bahan belajar jenis ini hanya
digunakan pada saat proses pembelajaran berlangsung di kelompok belajar, karena
bertujuan menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan program.
c. Bahan belajar lanjutan Bahan belajar ini biasanya dirancang untuk tahap pasca
keaksaraan, yaitu bagi warga belajar yang memasuki tahap pelestarian yang
diharapkan mampu menerapkan keterampilan keaksaraannya untuk memperoleh
informasi-informasi/pengetahuan baru, dan menjadikan aktivitas membaca
sebagai kebiasaan dan kesenangan, serta akses mendapatkan informasi yang lebih
luas. Oleh karena itu, bahan belajar jenis inihendaknya memperkuat keterampilan
keaksaraan yang dikuasai sebelumnya serta untuk meningkatkan mutu hidup
mereka. 4. Prinsip-prinsip Penyusunan Bahan Belajar Konvensional Dalam
penyusunan bahan belajar konvensional, prinsip-prinsip yang harus diperhatikan
oleh penyusun, adalah: a. Mudah: Bahan-bahan untuk penyusunan dan media

12
yang harus disediakan dalam proses pembelajaran mudah diperoleh, dan
memberikan kemudahan belajar bagi warga belajar. b. Murah: Bahan-bahan untuk
penyusunan dan media yang harus disediakan dalam proses pembelajaran murah
dan dapat dijangkau oleh Tutor dan warga belajar. c. Meriah: Dalam
penggunaannya menggugah warga belajar sehingga timbul kemeriahan dalam
kelompok untuk menghilangkan kejenuhan. d. Menarik: Dirancang sebagai
penggugah bagi warga belajar sehingga timbul motivasi, jadi bentuknya tidak
hanya berupa teks bacaan tapi disertai gambar sehingga menarik minat warga
belajar untuk mempelajarinya. e. Mempan (up to date): Diupayakan dapat
menyelesaikan masalah keaksaraan dan meningkatkan CALISTUNG warga
belajar, dan informasi bersifat kekinian (tidak ketinggalan jaman) f. Manfaat:
Diupayakan dapat meningkatkan CALISTUNG warga belajar, sehingga mereka
dapat meningkatkan mutu dan taraf hidupnya. g. Mustajab (efektif): Diupayakan
seefektif mungkin untuk dapat menjangkau semua kelompok sasaran (baik
karakteristik, tujuan belajar, tingkat keaksaraan, dan sebagainya) h. Mangkus
(efisien) : Dilihat dari sisi biaya, bentuk, maupun isi/materi (tidak bertele-tele). i.
Mustari (ketepatan): Dirancang agar tepat sasaran, tepat waktu, dan tepat
segalanya.

13

Anda mungkin juga menyukai