MASYARAKAT Pemberantasan Buta Aksara untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat Sekitar Hutan Desa Manipi, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa
Oleh
NAMA : UMMU ASHYFAH
NIM : E1A018105 KELAS : D / IV
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2020 A. Artikel Utama Pemberantasan Buta Aksara untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat Sekitar Hutan Desa Manipi, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa (Jessica, Vega, dkk. 2017. Pemberantasan Buta Aksara untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat Sekitar Hutan Desa Manipi, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa. Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. 3 (2): 136-142. ISSN 2460-8572) B. Artikel Pendukung 1. Dampak Pendidikan Keaksaraan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga (Hartini, Rizky Amelia, Sumarno, dan Hiryanto. 2012. Dampak Pendidikan Keaksaraan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. 16 (2): 173-179). 2. Pemberdayaan Masyarakat Desa Yang Buta Huruf (Quraisy, Hidayah dan Rosleny Babo. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Desa Yang Buta Huruf. Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi. 3 (2): 213-222). 3. Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berbasis Potensi Pertanian Bagi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (Mahu, Saing. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berbasis Potensi Pertanian Bagi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal . 6 (1): 20-29) C. Uraian Singkat Isi Artikel Menurut Direktorat Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda (PLSP) program pemberantasan buta huruf atau pendidikan keaksaraan adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk masyarakat penyandang buta aksara untuk menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan keaksaraan (membaca, menulis, dan berhitung) serta keterampilan fungsional yang dibutuhkan terkait dengan kemampuan keaksaraan itu, sehingga mereka dapat menguasai pengetahuan dasar (basic education) yang dibutuhkan dalam habitat dan komunitas hidupnya. Buta huruf merupakan salah satu faktor yang menghambat kualitas sumber daya manusia. Salah satu hal mendasar yang harus dipenuhi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah pemberantasan buta huruf di kalangan masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan aksara masyarakat sekitar hutan di Desa Manipi, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Buta huruf yang terjadi pada masyarakat desa ini dikarenakan kurangnya pendidikan. Pendidikan yang diharapkan mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan hidup ternyata belum mampu dinikmati, khususnya bagi masyarakat yang berada di daerah terpencil seperti Desa Manipi. Oleh karena itu, pemberantasan buta huruf disusun bekerja sama dengan Pusat Kegiatan Belajar Bersama Masyarakat (PKBM) Harapan Bersama dan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang fokus pada kegiatan pemberantasan buta aksara menjadi salah satu solusi permasalahan di Desa Manipi. Dalam kegiatan ini, sebanyak 55 masyarakat desa dengan rentang umur 17-59 tahun dengan latar belakang masyarakat yang belum pernah mengenyam pendidikan dan yang putus sekolah. Metode pembelajaran dibuat dengan memberikan gambar-gambar hasil hutan mengingat mereka tinggal di pinggir hutan. Pada pelajaran membaca misalnya, peserta diperlihatkan gambar madu dan diminta mengeja kata madu tersebut. Begitu pula dengan menulis, misalnya menampilkan buah cokelat dan mereka harus menulis kata cokelat. Hasil yang dicapai dari program pemberantasan buta aksara melalui kegiatan PKM ini memberikan pengaruh yang cukup berarti dalam memotivasi peserta, meningkatkan kesiapan belajar, meningkatkan kemampuan calistung (baca, tulis, dan hitung) dan komunikasi, serta meningkatkan kecakapan fungsional (misalnya membaca KTP, menulis nama, dan membuat kalimat sederhana) (Jessica, dkk. 2017: 136-141). D. Pertanyaan-Pertanyaan 1. Apa dampak pendidikan keaksaraan terhadap kehidupan sosial masyarakat desa terpencil? 2. Mengapa buta huruf masih menjadi permasalahan yang dihadapi Indonesia khususnya di daerah terpencil? 3. Bagaimana model pembelajaran pendidikan keaksaraan di desa terpencil? E. Jawaban dari Pertanyaan 1. Menurut Hartini, dkk dalam artikel Dampak Pendidikan Keaksaraan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga, Peningkatan dalam hal sosial dari warga belajar setelah mengikuti program keaksaraan ini adalah tingkat percaya diri yang meningkat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi yang ada di masyarakat. Masyarakat yang tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan serta sikap mental pembaharuan dan pembangunan. Akibatnya, akses terhadap informasi dan komunikasi yang penting untuk membuka cakrawala kehidupan dunia juga terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan keaksaraan yang memadai. 2. Menurut Quraisy (2016) dalam artikel Pemberdayaan Masyarakat Desa Yang Buta Huruf, Faktor yang menyebabkan masyarakat buta huruf adalah kemiskinan, ekonomi, putus sekolah kondisi sosial masyarakat, dan gender. Desakan ekonomi, kesadaran terhadap pendidikan masih rendah, jumlah anggota keluarga yang banyak, persaingan kehidupan dan kekurang mampuan dalam menghadapi kehidupan merupakan faktor yang menimbulkan anak putus sekolah atau tidak mampu untuk sekolah sehingga timbulnya warga yang buta huruf.Akhirnya, mereka pasrah dalam keadaan kondisi tersebut (fatalism) sehingga terdiam dalam kebuta aksaraannya (silent culture). 3. Menurut Mahu (2011) dalam artikel Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berbasis Potensi Pertanian Bagi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, Unsur-unsur potensi lokal dikembangkan ke dalam modul pembelajaran keaksaraan pertanian tanaman cokelat, perkebunan kacang tanah, dan latihan keterampilan. Komponen pengembangan model pembelajaran disajikan dalam modul materi belajar keaksaraan, namun pemberdayaan komunitas adat terpencil yang merupakan sasaran disesuaikan dengan program pembelajaran keaksaraan tingkat mandiri. Potensi lokal pertanian tampak dalam penyusunan modul, bahan belajar keaksaraan fungsional yang mengacu kepada potensi lokal kebutuhan Komunitas Adat Terpencil. Dalam program pendidikan keaksaraan dengan menggunakan materi berbasis potensi lokal sebagai materi belajar keaksaraan akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan materi belajar keaksaraan dan dapat memperkaya materimateri belajar potensi lokal. Peserta belajar mengikuti pembelajaran potensi lokal pertanian secara serius dan sungguh- sungguh, agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. F. Kesimpulan 1. Buta huruf masih menjadi salah satu permasalahan yang harus dituntaskan oleh Indonesia karena menjadi salah satu faktor yang menghambat kualitas sumber daya manusia. 2. Faktor yang paling utama buta aksara adalah faktor minimnya sarana infrastruktur dan lemahnya sumber daya manusianya. 3. Pengembangan model pembelajaran keaksaraan fungsional dapat dilakukan dengan berbasis potensi-potensi lokal daerah secara aktual dengan memberdayakan kehidupan Komunitas Adat Terpencil. Unsur-unsur potensi lokal dikembangkan ke dalam modul pembelajaran keaksaraan. 4. Peningkatan dalam hal sosial dari warga belajar setelah mengikuti program keaksaraan adalah tingkat percaya diri yang meningkat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi yang ada di masyarakat. Masyarakat yang tertinggal dalam hal pengetahuan, keterampilan serta sikap mental pembaharuan dan pembangunan. Akibatnya, akses terhadap informasi dan komunikasi yang penting untuk membuka cakrawala kehidupan dunia juga terbatas karena mereka tidak memiliki kemampuan keaksaraan yang memadai. G. Refleksi Diri Buta huruf bukanlah sekedar permasalahan tidak bisa baca, menulis ataupun menghitung. Akan tetapi menjadi persoalan kita bersama sebagai masyarakat Indonesia. Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, akan tetapi masih banyak sekali yang belum bisa kita kelola sendiri. Hal ini dikarenakan sumber daya manusia yang masih rendah. Sumber daya alam tersebut membutuhkan sumber daya manusia yang memadai untuk mengelolanya agar dapat memberikan hasil yang maksimal. Jika sumber daya manusia dapat kita tingkatkan maka otomatis kemajuan bangsa akan mengikuti. Disinilah letak peran penting para intelektual yang sudah melek huruf, melek pengetahuan dan melek terhadap berbagai hal untuk dapat turun langsung. Peran lembaga pendidikan yang tertulis dalam tri dharma perguruan tinggi yang salah satunya adalah pengabdian masyarakat, masih terlihat tumpul dalam mengupayakan pengabdian terhadap masyarakat. Karena terkadang program-program yang dikeluarkan cenderung tidak fokus mengatasi masalah yang berkenaan.Hal inilah yang membuat program pengentasan buta huruf atau buta aksara menjadi tidak efektif. Mengenai permasalah ini, bukanlah hal yang biasa melihat karakter masyarakat Indonesia yang sering kali menyalahkan pemerintah atau pihak lain. Kalau kita sibuk mencari siapa yang salah maka tidak akan ada habisnya. Jadi sebagai rakyat yang cinta tanah air, jika bukan kita yang peduli terhadap negara kita siapa lagi. DAFTAR PUSTAKA Hartini, Rizky Amelia, Sumarno, dan Hiryanto. 2012. Dampak Pendidikan Keaksaraan Terhadap Tingkat Sosial Ekonomi Keluarga. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah. 16 (2): 173-179. Jessica, Vega, dkk. 2017. Pemberantasan Buta Aksara untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Masyarakat Sekitar Hutan Desa Manipi, Kecamatan Pana, Kabupaten Mamasa. Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat. 3 (2): 136-142. ISSN 2460- 8572. Mahu, Saing. 2011. Pengembangan Model Pembelajaran Keaksaraan Fungsional Berbasis Potensi Pertanian Bagi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Jurnal Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Non Formal . 6 (1): 20-29. Quraisy, Hidayah dan Rosleny Babo. 2016. Pemberdayaan Masyarakat Desa Yang Buta Huruf. Jurnal Equilibrium Pendidikan Sosiologi. 3 (2): 213-222.