Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PRAKTIK

PEMBERANTASAN BUTA AKSARA


PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN

NAMA : 1. JAMILIA (85577443)


2. IIN INTAN SARI (
3. GENI FARERA (85577677)
4. ARTIANSI NOVITA SARI (83585475)

KELA : 1C – PGSD
S

UPBJJ – UT PALEMBANG
PROGRAM S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2021.2
BAB I
PENDAHULUA
N
A. Latar Belakang
“Buta aksara adalah seseorang yang tidak dapat membaca, menulis,
dalam huruf latin dan berhitung dengan angka Arab, sedangkan buta aksara
fungsional adalah orang yang tidak dapat memanfaatkan kemampuan baca,
tulis, dan berhitung dalam kehidupan sehari-hari” (Departemen Pendidikan
Nasional, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah, 2006: 3). Buta huruf dalam arti
buta bahasa Indonesia, buta pengetahuan dasar yang dapat menunjang
kehidupan sehari-hari, buta aksara dan angka, buta akan informasi kemajuan
teknologi, merupakan beban berat untuk mengembangkan sumberdaya
manusia yang berkualitas dalam arti mampu menggali dan memanfaatkan
peluang yang ada di lingkungannya. Selain itu buta huruf (buta aksara) adalah
buta aksara adalah orang yang tidak memilikikemampuan membaca, menulis
dan berhitung serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari(Maf’Ullah,
2013 : 3).
Menurut beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa buta huruf
adalah penduduk yang tidak dapat membaca ataupun menulis baik itu huruf
latin ataupun huruf lainnya pada usia tertentu. Selain itu juga buta aksara
adalah kelompok masyarakat yang tidak mendapatkan Pendidikan sekolah
pada usianya.

B. Penyebab Buta Aksara


Faktor-faktor penyebab buta aksara di Indonesia menurutMuhammad
(2009:88) antara lain :
a. Tingginya angka putus sekolah dasar(SD).
b. Beratnya kondisi geografis Indonesia.
c. Munculnya penyandang buta aksara baru.
d. Pengaruh faktor sosiologis dan socialmasyarakat.
e. Kembalinya seseorang menjadi buta aksara.
Selain itu menurut Wahyudiati dalam Badriyah (2014: 107), penyebab buta
aksara adalah karena putus sekolah atau tidak pernah bersekolah sama sekali
yang disebabkan oleh faktor budaya, sosial, politik, dan gender. Faktor
kemiskinan menjadi faktor utama yang membuat seseorang menjadi buta
aksara karena untuk makan sehari-hari masih sulit apalagi untuk mengenyam
bangku sekolah. Selain itu, wilayah yang jauh dengan layanan pendidikan
juga menjadi faktor seseorang menjadi buta aksara. Contohnya di daerah
pedalaman atau daerah terpencil yang sangat jauh ke sekolah dasar sekalipun,
apalagi ke sekolah lanjutan. Warga yang berada di daerah terpencil harus
berangkat pagi-pagi sekali atau jam lima pagi karena jarak rumah dengan
sekolah sangat jauh. Permasalahan lain yaitu orang tua yang menganggap
bahwa sekolah itu tidak penting dan menganggap bahwa sekolah adalah
perbuatan yang sia-siadan lebih baik menyuruh anak untuk membantu
berladang, berternak dan kegiatan lain yang dapat menghasilkan uang.

C. Praktik Program yang Digunakan


Salah satu indikator HDI adalah kemampuan dalam Pendidikan Buta
aksara adalah masalah Pendidikan, terutama pendidikan non formal. Upaya
pemberantasan buta aksara dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi.
Kenaikan angka masih harus berhadapan dengan kenaikan buta huruf
kembali. Sebagai gambaran secara nasional angka buta akasara di Provinsi
Jawa Timur termasuk tinggi diantara sekian provinsi lainnya. Lebih khusus
untuk Kabupaten Jember tahun 2015 masih ada lebih dari 40.000 orang
penyandang buta aksara.
Banyak analisis kebijakan menganggap kemampuan baca tulis adalah tolak
ukur penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia di
suatu daerah dan pada umumnya orang-orang yang mampu baca tulis
memiliki status sosial, kesehatan, dan prospek meraih peluang kerja yang
lebih baik. Berdasarkan sebuah penelitian, orang-orang yang menyandang
buta aksara/buta huruf lebih tertinggal dan lebih terbelakang daripada orang-
orang yang pandai dan bias membaca. Buta huruf yang ada di Indonesia
sebenarnya sudah ada sejak zaman penjajahan.
Pihak penjajah sebenarnya memang sengaja agar rakyat Indonesia
menjadi lebih terbelakang dan bodoh. Pada masa itu tidak ada sekolah untuk
rakyat yang bukan keturunan ningrat. Sehingga rakyat Indonesia yang miskin
tidak sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengenyam pendidikan dan
terjadilah buta huruf.
D. Hambatan Dalam Program Keaksaraan Fungsional dan Strategi
Krisis multidimensional sangat mempengaruhi usaha pemerintah untuk
mensukseskan wajib belajar 12 tahun. Setiap tahun hampir 1 jutaan anak rata-
rata putus sekolah sebanyak 761.366 anak, dari siswa Sekolah Dasar dan
Madrasah Ibtidaiyah putus sekolah sebanyak 25.729.254 di Indonesia. Jika
anak SD mengalami putus sekolah saat masih kelas 1 sampai kelas 3, maka
dalam waktu 4 tahun tidak bisa melakukan baca tulis hitung dan akan menjadi
buta huruf. Berdasarkan kenyataan penyandang buta aksara mereka yang
tidak dapat melanjutkan pendidikan sampai tamat karena berbagai alasan.
Sebagai contoh di Kabupaten Banyuasin, pada tahun 2018 masih
terdapat 16.391 orang sebagai penyandang buta aksara. Angka tersebut akan
menjadi lebih banyak jika ditambah dengan mereka yang belum memiliki
ijazah pendidikan dasar. Merekalah yang menjadi garapan pendidikan luar
sekolah. Masalahnya adalah: “bagaimana membantu penyandang buta aksara
agar memiliki motivasi diri dan partisipasi untuk mengikuti program buta
aksara.”? Walau sudah dilakukan berbagi upaya oleh pemeritah setempat
melalui dinas pendidikan, akan tetapi taraf ketuntasan masih relatif belum
menggembirakan.
Belum lagi masih banyak anak Indonesia yang belum memiliki kesempatan
untuk masuk sekolah karena ketidak mampuan orang tua atau keluarganya.
Kondisi ini memaksa untuk mendatangkan pemasukan tambahan bagi
keluarga. Ada 5 penyebab tingginya tingkat buta aksara di Indonesia:
1. Tinggi nya angka putus Sekolah Dasar
2. Beratnya kondisi geografis Indonesia
3. Munculnya penyandang buta aksara baru
4. Pengaruh sosiologis masyarakat
5. Kembalinya seseorang menjadi buta aksara
Jumlah penduduk buta aksara di Indonesia kini sebesar 98,07 persen.
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Masyarakat (PAUD Dikmas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) Harris Iskandar ada lima hal yang menjadi variable penduduk
buta aksara. Warga masyarakat yang buta aksara merupakan penghambat
utama baginya untuk bisa mengakses informasi, mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan serta sikap positifnya. Akibatnya, mereka
tidak mampu beradaptasi dan berkompetisi untuk bisa bangkit.Dari himpitan
kebodohan dan kemiskinan dalam kehidupannya.
Setiap warga perlu memiliki kemampuan keaksaraan fungsional, yang
memungkinkan seseorang dapat beradaptasi dan bertahan dalam situasi yang
selalu berubah dan kompetitif. Mayoritas warga buta huruf bermukim di
wilayah pedesaan yang sulit dijangkau. Saat ini hanya tersisa satu hingga dua
warga buta huruf. Dalam suatu daerah, tidak bisa dipastikan seluruh desa
memiliki warga buta huruf. Karena itu, program pengentasan buta huruf
terlebih dulu harus menyisir lokasi bermukim warga, tidak sedikit dari
mereka tinggal di desa terpencil. Kendala kedua yang signifikan yaitu
motivasi warga, sebab berdasarkan data Kemendikbud mayoritas warga buta
huruf berusia di atas 45 tahun.

E. Ide/Gagasan Mahasiswa Untuk Pemberantasan Buta Aksara


Berlatar belakang tidak/kurang memiliki kemampuan, akan berdampak
pada rendahnya motivasi untuk berkembang. Prinsip mudah menyerah pada
keadaan, sehingga mayoritas bergantung pada orang lain. Kreativitas salah
satu modal untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dari semula . Dalam
pemenuhan kebutuhan, mengutamakan kebutuhan fisik yang bersifat primer.
Dapat makan sehari–hari diutamakan dibanding pemenuhan lain apalagi
pemenuhan untuk mengangkat harga diri lewat belajar.
Dengan kondisi yang relatif kurang, maka dorongan berinteraksi secara
kelompok lebih tinggi, kemandirian lemah lebih banyak bergantung kepada
orang lain. Keterdekatan satu sama lain diperkuat oleh tradisi kekeluargaan
turun-temurun. Dari hal itu, tingkat kepercayaan atas informasi dari luar
muncul jika berasal dari keluarga. Salah satu kondisi warga belajar adalah
waktu luang dan keikhlasan dalam belajar. Termasuk di dalamnya adalah
kepercayaan dan kepuasan terhadap siapa yang mengajari. Melihat waktu
dalam keseharian penyandang buta aksara sebagian besar habis digunakan
untuk beraktivitas dimata pencaharian pokok.
Dari hal ini waktu dan tenaga tersedot, sehingga ketika ada sisa waktu
digunakan untuk beristirahat. Keengganan ikut belajar muncul ketika ada
paksaan dan ancaman dari pihak luar. Hal itu ditambah dengan jarak antar
tempat tinggal dan belajar relatif tidak dekat. Pakaian ketika berada di tempat
belajar pun harus bebas pantas menambah beban. Untuk hal ini, strategi
metastasis berbasis keluarga dilakukan. Untuk menuntaskan buta aksara
potensi keluarga dibutuhkan beberapa hal. Kebutuhan yang ada antara lain:
1. Data yang Akurat, Berisi Kuantitas dan Kualitas Keluarga
2. Pelatihan Tutor Akhli
3. Pelatihan Tutor Pelaksana
4. Bahan dan Metode Pembelajaran
5. Monitoring dan Evaluasi
6. Ketersediaan Dana
Secara teknis pelaksanaan strategi metastasis harus diawali dengan
adanya data akurat tentang masyarakat yang masih buta aksara. Selain itu
data tentang orang didalam keluarga yang mampu calistung mereka akan
dijadikan tutor dalam kelompok keluarga, sebagai gambaran jika dalam satu
kelompok terdiri tiga kepala keluarga dengan satu orang anggota keluarga
mampu calistung, maka dari satu orang tutor keluiarga yang telah dilatih akan
dapat mengajari keluarganya .
Semakin banyak tutor semakin banyak pula anggota keluarga
penyandang buta aksara dituntaskan. Semakin lengkap data semakin
memudahkan dalam penngambilan langkah berikutnya. Pengambilan data
tidak dilakukan secara acak, pendataan secara tatap muka lebih menjamin
akurasinya. Akan tetapi untuk mendapat data dengan teknik itu memerlukan
tenaga, waktu dan biaya salah satu upaya untuk meringankan beban dengan
melibatkan sejumlah masyarakat akademik, majelis taklim, ormas yang legal.
Setelah data diperoleh, diperlukan tenaga inti yang telah dilatih dengan
metode pembelajaran bagi. Tenaga inti adalah tenaga terlatih pertama yang
kelak akan melatih calon tenaga tutor keluarga. Tutor keluarga diambilkan
atau dipercayakan kepada salah seorang anggota keluarga yang telah mahir
calistung dan telah dilatih oleh pelatih tutor inti. Teknik atau metode
membelajarkan orang dewasa berbeda dengan membelajarkan anak. Bahan
dan metode pembelajaran pun harus berbasis keluarga dan kearifanlokal.
Huruf atau kata dan suku kata disesuaikan dengan kebutuhan dan lingkungan.
Sebagai contoh mengajarkan kata ayam, padi, pisang akan lebih cepat
dipahami dari pada diajarkan kata-kata ini budi, itu sepatu. Hal tersebut
mengacu pada metode belajar asosiasi, di mana ingatan cepat muncul jika
dihadapkan dengan yang telah diketahui sebelumnya. Bahan pembelajaran
diupayakan sekonkrit mungkin sesuai lingkungan belajar. Menunju objek asli
lebih mudah dipahami dibanding dengan menggunakan media gambar.
Kepercayaan belajar akan memunculkan motivasi diri, bukan karena
dipaksa. Pembelajaran menjadi menyenangkan karena perlu monitoring yang
baik. Demikian hasil belajar perlu diketahui lewat penilaian sebelum akhirnya
dinyatakan mampu dengan diberi hadiah berupasurat keterangan mampu
calistung. Keculian itu juga pemantauan secara terus-menerus terhadap apa
yang telah diterima dalam pembelajaran terutama baca tulis hitung.
DAFTAR PUSTAKA

Rifzihroziah. (2015). Pemberantasan Buta Aksara,


https://www.kompasiana.com/rifqohroziah/56354af22ab0bdd80d911295/bu ta-
aksara?page=all#sectionallkompas siunduh tanggal 11-10-2020
Nugraheny, Dian Erika. (2016). Pemberantasan Buta Aksara Terkendala Faktor
Geografis
https://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/16/09/09/od8iri284
-pemberantasan-buta-aksara-terkendala-faktor-geografis diunduh tanggal 12-
10-2020
Hiryanto, (2017) Efektivitas program pemberantasan buta aksara melalui Kuliah
KerjaNyata (KKN) https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://staffnew.uny.ac.id/upload/132049754/
penelitian/efektivitas%2Bprogram
%2BKKN.pdf&ved=2ahUKEwjr0dOMn7PsAhXy4nMBHZb8ATcQFjAAe
gQIARAB&usg=AOvVaw0nlK3qbiXYeBvWthRAkUrC&cshid=16026496
52368 di unduh tanggal 11-10-2020
Saifan Zaking. (2020). Kemendikbud Sebut 98 Persen Penduduk Indonesia Sudah
Melek Huruf
https://www.jawapos.com/nasional/pendidikan/04/09/2020/kemendikbud-
sebut-98-persen-penduduk-indonesia-sudah-melek-huruf/diunduh 12-10-2020
Ainy, Khomaira Nurul. dkk. 2019. Penduduk Buta Aksara Tahun 2018, Jakarta: Pusat
Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Anda mungkin juga menyukai