Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KONSELING HUMANISTIK BERPUSAT PRIBADI

Disusun oleh:
Muhammad Rizq Al Mutawakkil
220111605837

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING
2024
KATA PENGATAR

Puji Syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Praktikum
Konseling Humanistik yang berjudul "Konseling Humanistik Berpusat Pribadi" ini tepat pada
waktunya. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.

Saya sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar makalah ini dapat dibaca dan dipraktekkan.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Malang, 14 Februari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................
A. Latar Belakang...........................................................................................
B. Rumusan Masalah .....................................................................................
C. Tujuan .......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................
A. Pengertian Konseling Berpusat Pribadi.....................................................
B. Tujuan Konseling Berpusat Pribadi ..........................................................
C. Prosedur Konseling Berpusat Pribadi........................................................
D. Teknik Konseling Berpusat Pribadi............................................................
BAB III PENUTUP ....................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konseling berpusat pribadi didasarkan pada falsafah sifat naluri manusia yang menegaskan
adanya usaha untuk beraktualisasi diri. Selanjutnya, pandangan Rogers tentang sifat naluri
manusia adalah fenomenologis; yaitu kita membentuk diri sendiri sesuai dengan persepsi kita
tentang realitas. Kita dimodifikasi untuk mengaktualisasi diri kita sendiri dalam lingkup persepsi
kita akan realitas.

Manusia memiliki kemampuan untuk berfikir secara sadar dan rasional dalam mengendalikan
hasrat biologisnya, serta dalam meraih potensi maksimal mereka sendiri. Pendekatan dalam
konseling humanistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Konseling
berpusat pribadi ini melihat konselor dan konseli sebagai manusia. Tujuannya yaitu untuk
menyadarkan keberadaan konseli agar bisa melihat dirinya sendiri dan mengambil keputusan
sendiri.

Dengan dibuatnya makalah ini, akan membahas tentang konseling berpusat pribadi mengenai
teknik dan juga prosedur dalam proses pelaksanaannya. Selain itu, akan dijelaskan juga tentang
pengertian dan tujuan mengenai konseling berpusat pribadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konseling berpusat pribadi?
2. Apa tujuan konseling berpusat pribadi?
3. Bagaimana prosedur konseling berpusat pribadi?
4. Bagaimana teknik konseling berpusat pribadi?

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan apa itu konseling berpusat pribadi.
2. Untuk menjelaskan tujuan dari konseling berpusat pribadi
3. Untuk menjelaskan bagaimana prosedur konseling berpusat pribadi
4. Untuk menjelaskan bagaimana teknik konseling berpusat pribadi

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konseling Berpusat Pribadi

Konseling berpusat pribadi sering juga disebut Psikoterapi non directive adalah suatu metode
perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor dengan konseli, agar
tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri konseli yang ideal) dengan actual self (diri
konseli sesuai kenyataan yang sebenarnya).
Ciri-ciri konseling ini adalah :

1. Ditujukan kepada konseli yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai


kepribadian konseli yang terpadu
2. Sasaran konseling adalah aspek emosi dan perasaan (feeling), bukan segi intelektualnya
3. Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi sosial, psikologis masa
kini (here and now), dan bukan pengalaman masa lalu
4. Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal self dengan actual self ;
5. Peranan yang aktif dalam konseling dipegang oleh konseli, sedangkan konselor adalah
pasif reflectif, artinya tidak semata-mata diam dan pasif akan tetapi berusaha membantu
agar konseli aktif memecahkan masalahnya. Konseling berpusat pribadi ini didasarkan
pada kepercayaan fundamental bahwa manusia itu pada intinya terpercaya, sosial, dan
kreatif. Ekspresi praktis dari kepercayaan tersebut adalah kemauan konselor untuk
memampukan konseli menyadari sumber dayanya sendiri dan pemahaman dirinya.

v
B. Tujuan Konseling Berpusat Pribadi

Konseling berpusat pribadi yang dikembangkan Carl Ransom Rogers pada tahun 1942
bertujuan untuk membina kepribadian konseli secara integral, berdiri sendiri, dan mempunyai
kemampuan untuk memcahkan masalah sendiri. Kepribadian yang integral adalah struktur
kepribadiannya tidak terpecah artinya sesuai antara gambaran tentang diri yang ideal (ideal
self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual self).

Kepribadian yang berdiri sendiri adalah yang mampu menentukan pilihan sendiri atas dasar
tanggung jawab dan kemampuan tidak tergantung pada orang lain. Sebelum menentukan
pilihan tentu individu harus memahami dirinya (kekuatan dan kelemahan diri), dan kemudian
keadaan diri tersebut harus ia terima.
Untuk mencapai tujuan itu diperlukan beberapa syarat yakni : (1) kemampuan dan
keterampilan konselor; (2) kesiapan konseli untuk menerima bimbingan; (3) taraf intelegensi
konseli yang memadai.

C. Prosedur Konseling Berpusat Pribadi


Sasaran konseling berpusat pribadi berbeda dengan pendekatan orisinil tradisoinil.
Pendekatan berpusat pribadi diarahkan ke kebebasan dan intergrasi individu pada tingkat
yang lebih tinggi. Fokusnya adalah pada pribadi konseli, bukan pada problema yang
dikemukakan oleh konseli. menurut pandangan Rogers (1977) sasaran konseling tidak
hanya sekedar menyelesaikan problema. Melainkan membantu konseli dalam proses
pertumbuhannya, sehingga dia akan bisa lebih baik menangani problema yang dihadapinya
sekarang dan yang akan mereka hadapi di masa depan. Apabila konselor mampu
menciptakan iklim yang kondusif untuk eksplorasi diri, maka konseli akan mendapatkan
kesempatan untuk mengalami dan mengeksplorasi perasaannya secara keseluruhan.

Konseli yang datang kepada konselor dalam keadaan tidak kongruen, yaitu ada
ketidaksesuaian antara persepsi diri dan pengalamannya yang rill. Misalnya seorang
mahasiswa mungkin melihat dirinya di masa depan akan menjadi seorang dokter, namun
nilai hasil studinya mungkin di bawah rata-

6
rata hingga memungkinkan ia tidak diterima di sekolah kedokteran. Ketidaksesuaian
bagaimana ia melihat dirinya (konsep diri) atau bagaimana ia ingin melihat dirinya (konsep
diri ideal) dan kenyataan tentang kemampuan akademiknya yang buruk bisa menghasilkan
kecemasan dan kerentanan individunya, yang bisa membangkitkan motivasi dirinya untuk
mengikuti proses konseling. Salah satu alasan mengapa konseli menginginkan konseling
adalah rasa ketidak berdayaan yang mendasar, tidak memiliki kekuasaan, dan ketidak
mampuan untuk membuat keputusan atau secara efektif mengarahkan hidupnya. Mereka
berharap bisa menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dialami setalah melakukan
proses konseling.

Demikian konseling berjalan, konseli akan mampu mengeksplorasi ruang lingkup


yang lebih luas dari perasaannya (Rogers,1987). Mereka bisa mengungkapkan rasa takut,
kecemasan, rasa bersalah, rasa malu, kebencian, amarah dan emosi lainnya yang telah
mereka perkirakan terlalu negatif untuk bisa diterima dan disertakan dalam struktur pribadi
mereka. Dengan mengikuti proses konseling, konseli makin dapat mengungkapkan atau
menemukan aspek-aspek dalam diri mereka yang selama ini dibiarkan tersembunyi. Pada
saat konseli merasa diterima dan dipahami, maka sifat definsifnya dirasakan tidak perlu
dan mereka menjadi terbuka terhadap pengalaman mereka. Karena mereka sudah bisa
mengurangi perasaan-perasaan negatif yang dialami, mereka pun menjadi realistis,
memiliki persepsi terhadap orang lain dengan cermat dan lebih bisa menerima dan
memahami orang lain.

Pendekatan berpusat pribadi menawarkan landasan humanitik dimana seorang


konselor bisa memahami dunia subjektif si konseli. Konseli diberi kesempatan yang besar
untuk mendengarkan dengan sejujurnya tanpa ada evaluasi atau penilaian. Mereka bisa
secara bebas bereksperimen dengan perilaku baru. Mereka diharapkan untuk bertanggung
jawab terhadap diri sendiri dan mereka lah yang menetukan irama langkah konseling.

7
Berikut beberapa tahap-tahap inti konseling berpusat pribadi yaitu,
1. Konseli datang kepada konselor atas kemauan sendiri. Apabila konseli datang atas
suruhan orang lain, maka konselor harus mampu menciptakan situasi yang sangat bebas
dan permisif dengan tujuan agar konseling memilih apakah akan terus meminta bantuan
atau akan membatalkannya
2. Situasi konseling sejak awal harus menjadi tanggung jawab konseli, untuk itu konselor
menyadarkan konseli
3. Konselor memberanikan konseli agar ia mampu mengemukakan perasaannya.
Konselor harus bersikap ramah, bersahabat, dan menerima konseli sebagaimana
adanya
4. Konselor menerima perasaan konseli serta memahaminya
5. Konselor berusaha agar konseli dapat memahami dan menerima keadaan dirinya
6. Konseli menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil (perencanaan)
7. Konseli merealisasikan pilihannya itu.

D. Teknik Konseling Berpusat Pribadi


Pada saat pandangan psikoterapi Rogers berkembang maka fokus utama konseling
ini bergeser dari teknik konseling ke kualitas, kepercayaan dan sikap pribadi konselor
untuk membangun hubungan baik terhadap konseli.

Dalam kerangka konseling berpusat pribadi “tekniknya” adalah mendengarkan,


menerima, menghormati, menghargai, memahami, dan berbagi. Bersikeras dengan
penggunaan teknik dilihat sebagai hal yang menjadikan hubungan itu tidak memiliki sifat
kepribadian lagi.

Tekniknya haruslah ungkapan yang jujur dari konselornya, teknik-teknik itu tidak
bisa digunakan untuk kepuasaan diri. Penekanan masalah ini adalah dalam hal filosofis dan
sikap konselor ketimbang teknik. Dan mengutamakan hubungan konseling ketimbang
perkataan dan perbuatan konselor. Implementasi teknik konseling didasari atas paham
filsafat serta sikap konselor. Karena itu penggunaan teknik seperti pertanyaan, dorongan,
interpretasi, sugesti dipakai dalam frekuensi yang rendah. Yang lebih utama ialah
pemakaian teknik konseling bervariasi dengan tujuan pelaksanaan filosofi dan sikap tadi.
Karena itu teknik konseling Rogers berkisar antara lain pada cara-cara penerimaan
pernyataan dan komunikasi, menghargai orang lain, dan memahami (konseli). Karena itu
dalam pelaksanaan teknik konseling amat diutamakan sifat-sifat konselor berikut :

8
1. Acceptance, artinya konselor menerima konseli sebagaimana adanya dengan segala
masalahnya. Agar proses konseling berhasil konselor harus bisa memiliki sebentuk rasa
hormat kepada konselor. Dalam prosesnya, konselor tidak boleh menghakimi penampilan,
pikiran, tindakan dan perasaan konseli. Jadi sikap konselor adalah menerima secara netral.

2. Congruance, kongruensi mengandung arti bahwa konselor adalah rill, yaitu mereka itu
jujur, terintegrasi dan otentik selama berlangsungnya konseling. Kongruensi ini mencakup
kesadaran dan keterbukaan konselor dan memiliki dua dimensi. Dimensi pertama, konselor
harus utuh dan menjadi diri mereka sendiri dalam proses konseling, selalu waspada pada
kehadiran dan gerakan pikiran, perasaan, dan persepsi. Kedua, kehadiran seorang konselor
harus menyentuh hati konseli. merekayasa keterasingan, menyajikan wajah profesional.
Artinya karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata dengan perbuatan, dan
konsisten.

3. Understanding, salah satu dari tugas utama konselor adalah memaklumi pengalaman dan
perasaan konseli secara akurat pada saat semuanya itu diungkpakan dalam proses
konseling. Seorang konselor harus berusaha keras untuk memahmi dan menghayati
pengalaman subjektif konseli. Tujuannya yaitu untuk membangkitkan semangat konseli
untuk lebih dekat dengan dirinya sendiri, merasakan mendalam dan intens untuk mengenali
lebih dekat dan menguraikan ketidak kongruensian yang ada dalam dirinya. Artinya
konselor harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia konseli sebagai
mana dilihat dari dalam diri konseli itu.

9
4. Non judgemental, artinya tidak memberi penilaian terhadap konseli, akan tetapi konselor
selalu objektif. Kepedulian seorang konselor adalah tanpa syarat dalam kepedulian itu
tidak dikotori oleh evaluasi dan penilaian. Dalam proses konseling, konselor mengambil
sikap bahwa mereka menghargai konseli seperti apa adanya dan konseli bebas untuk
memiliki perasaan dan pengalam tanpa resiko tidak bisa diterima oleh konselor.

Selain teknik-teknik yang telah disebutkan, di dalam proses konseling harus terdapat adanya
jaminan bahwa masalah yang diungkapkan oleh konseli dapat dijamin kerahasiaannya serta adanya
kebebasan bagi konseli untuk kembali berkonsultasi atau tidak sama sekali jika konseli sudah dapat
memahami permasalahan dirinya.

Pendekatan konseling berpusat pribadi mungkin terdengar sederhana, karena tidak ada struktur
yang baku saat bertanya kepada konseli. Setiap proses bisa saja terjadi hal-hal baru dan konseli
tersebut mengungkap masalah mereka sendiri dan pemecahannya juga terdapat dari konseli
tersebut.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling berpusat pribadi sering juga disebut Psikoterapi non directive adalah
suatu metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor
dengan konseli, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri konseli yang
ideal) dengan actual self (diri konseli sesuai kenyataan yang sebenarnya).

Tujuan dari konseling ini yaitu untuk membina kepribadian konseli secara integral,
berdiri sendiri, dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah sendiri. Dalam
pelaksanaannya, konseling berpusat pada pribadi memiliki beberapa tahap ini, yaitu; (1)
Konseli datang kepada konselor atas kemauan sendiri, (2) Situasi konseling sejak awal
harus menjadi tanggung jawab konseli, (3) Konselor memberanikan konseli agar ia mampu
mengemukakan perasaannya, (4) Konselor menerima perasaan konseli serta
memahaminya, (5) Konselor berusaha agar konseli dapat memahami dan menerima
keadaan dirinya, (6) Konseli menentukan pilihan sikap dan tindakan yang akan diambil
(perencanaan), (7) Konseli merealisasikan pilihannya itu.

Kerangka konseling berpusat pribadi “tekniknya” adalah mendengarkan,


menerima, menghormati, menghargai, memahami, dan berbagi. Karena itu dalam
pelaksanaan teknik konseling amat diutamakan sifat-sifat konselor berikut; acceptance,
congruence, understanding, dan non-judgemental. Pendekatan konseling berpusat pribadi
mungkin terdengar sederhana, karena tidak ada struktur yang baku saat bertanya kepada
konseli. Setiap proses bisa saja terjadi hal-hal baru dan konseli tersebut mengungkap
masalah mereka sendiri dan pemecahannya juga terdapat dari konseli tersebut.

11
B. Saran
Makalah ini disusun untuk memperjelas prosedur dan teknik-teknik yang
terdapat dalam melaksanakan konseling berpusat pribadi. Saran bagi pembaca adalah
agar lebih bijak dan teliti dalam membaca makalah karena dimungkinkan adanya
kesalahan dalam penulisan maupun ejaan, serta membaca sumber lain untuk
menyempurnakan pengetahuan yang diperoleh. Saran bagi penulis adalah agar lebih
teliti dalam membuat makalah dan bisa mengembangkan kemampuannya membuat
makalah dengan mencari sumber-sumber bacaan lebih banyak lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arif, A. (2014). Resource Therapy. Spasi Media.


Gerald, C. (1990). Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Terjamahan Mulyato, Semarang
IKIP Press.

13

Anda mungkin juga menyukai