Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH SUHU TINGGI TERHADAP PADI STADIA

VEGETATIF, GENERATIF DAN MEKANISME ADAPTASI


TANAMAN CEKAMAN SUHU TINGGI

Disusun Oleh :

ANDRI IKHSAN
217001011
AGROTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI MAGISTER AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor produksi dalam usaha pertanian dipengaruhi oleh factor biotik dan abiotik, iklim
yang merupakan faktor abiotik menjadi salah satu penentu keberlanjutan usaha pertanian, iklim
(suhu dan cuaca) bersifat dinamik dan sulit untuk dikendalian. Faktor suhu menjadi penting
karena tanaman memiliki kisaran suhu optimum tertentu agar aktivitas metabolisme dapat
berjalan secara optimal.

Peningkatan suhu global selama beberapa dekade terakhir akan terus terjadi. Hal ini
diakibatkan oleh ledakan penduduk, pengembangan industri, adanya emisi gas rumah kaca,
dan penebangan liar yang berlebihan. Perubahan iklim yang ekstrim, seperti suhu tinggi pada
musim panas akan menyebabkan efek buruk pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Wang et al 2006). Suhu rata-rata lingkungan merupakan faktor pembatas dalam berbagai
proses pembentukan dan perkembangan bulir padi, seperti pengisian bulir dan laju produksi
bahan kering.

Sejumlah parameter fisiologis juga dipengaruhi oleh suhu tinggi, seperti kandungan
klorofil, laju fotosintesis, dan aktivitas karboksilase RuBP (Ou et al 2005). Periode
pembungaan adalah salah satu periode yang paling sensitif terhadap cekaman suhu tinggi. Pada
padi, suhu rata-rata diatas 34oC pada stadia pembungaan akan menginduksi sterilitas bunga
dan menurunkan hasil (Tian et al 2010; Cao et al 2006). Suhu tinggi saat antesis akan
menghambat perkembangan butir polen dalam lokul kepala sari yang akan menginduksi
pecahnya kepala sari untuk segera terjadi penyerbukan. Sehingga hal ini akan berdampak pada
tidak terjadinya penyerbukan yang sempurna atau tidak pecahnya kotak sari (Matsui et al
2000).

Berdasarkan berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi yang relatif tinggi
pada genotipe padi yang toleran terhadap suhu tinggi dikaitkan dengan suhu daun rendah,
aktivitas akar tinggi, dan tingginya tingkat aktivitas ATPase dalam biji, laju fotosintesis, dan
aktivitas enzim antioksidan dalam daun (Cao et al 2009). Cekaman suhu tinggi dapat
menurunkan produktivitas tanaman akibat proses fotosintesis dalam menghasilkan fotosintat
mengalami gangguan, seringkali cekaman suhu tinggi menyebabkan double stress pada
tanaman, peningkatan suhu akibat perubahan lingkungan bisa menyebabkan cekaman
kekeringan disaat bersamaan karena laju evaporasi, transpirasi tinggi sehingga mempengaruhi
tingkat kehilangan air pada tanaman, pada gilirannya kondisi ini menyebabkan ketersediaan air
tanah menjadi rendah dan mengganggu proses absorbsi air dan hara terlarut dari menu jaringan
tanaman melalui perakaran. Terhambatnya proses ini berimbas pada berbagai proses
metabolisme, dan berimbas pula pada penurunan tingkat produktivitas tanaman.

1.2. Rumusan Masalah

Peningkatan suhu global akibat pemanasan global akibat polutan dari aktivitas manusia
yang menjadi penyumbang emisi gas rumah kaca berefek pada pengurangan produksi pangan
melalui penurunan produksi padi. Suhu tinggi mengganggu aktivitas metabolisme tanaman
padi pada fase vegetatif maupun generatif, upaya lanjut untuk pengembangan varietas toleran
suhu tinggi menjadi salah satu usaha untuk memenuhi konsumsi pangan. Pengembangan
varietas toleran akan lebih mudah apabila mengetahui ciri morfologi ataupun fisiologi tanaman
pada cekaman suhu tinggi. Atas dasar tersebut makalah ini dibuat untuk memberikan informasi
mengenai pengaruh suhu tinggi pada pertumbuhan tanaman pada, dan mekanisme adaptasi
tanaman cekaman suhu tinggi.

1.3 Tujuan

Untuk memenuhi tugas UTS mata kuliah ekofisiologi tanaman

1.4 Manfaat

- Mengetahu pengaruh suhu tinggi terhadap pertumbuhan tanaman padi

- Memberikan informasi bagi penulis dan pembaca terkait mekanisme tanaman cekaman suhu
tinggi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Suhu dan Metabolisme Tanaman

Proses fisiologi pada tanaman berjalan secara baik jika berada pada lingkungan ideal,
fotosintesis berjalan lqncar pada lingkungan dimana bahan dasar fotosintat tersedia optimal,
substrat fotosintesis yang banyak akan menghasilkan fotosintat yang besar juga, produk akhir
fotosintesis digunakan tanaman untuk seluruh aktivitas metabisme tanaman.

Jika lingkungan mengalami perubahan maka akan berdampak pada penyediaan sumber
energi pada tanaman, reaksi metabolisme pada tanaman meruapakan reaksi enzimatis, dimana
proses reaksi berjalan pada kisaran tertentu. Contoh kasus, ketika terjadi perubahan lingkungan
karena suhu tinggi pada tanaman dapat menyebabkan ketidak seimbangan antara pembetukan
dan peromabakan energi, pada suhu tinggi laju fotosintesis tidak sebanding dengan respirasi
akibat penutupan stomata sebagai mekanisme adaptasi sehingga absorpsi CO2 menjadi rendah,
tetapi respirasi berjalan pada siang maupun malam, akibatnya netto fotosintat tidak bisa
digunakan sepenuhnya oleh tanaman.

Jika beberapa faktor lingkungan mengalami perubahan maka akan tertekan dari berbagi
sumber dan bisa menyebabkan double stress pada tanaman. Perubahan suhu ekstrim bisa diikuti
oleh kekeringan, air berkurang sehingga bahan fotosintesi berkurang dan akan ber efek pada
fotosintat, pada kondisi cekaman kekeringan akibat perubahan lingkungan banyak reaksi pada
tanaman tidak terjadi karena sifatnya yang enzimatis, di dalam tanah aktivitis mirkrobia melalui
mineralisasi terhambat, penyediaan mineral organic akan terganggu, tanaman memperoleh
protein melalui ikatan N2 di udara dengan bantuan fiksasi mikroba tanah, N digunakan dalam
pembentukan asam amino. Jika perubahan lingkungan terjadi maka proses ini akan terganggu.
2.2. Dampak Suhu Tinggi Pada Tanaman Padi Stadia Generatif

Gambar 1. Hubungan antara suhu maksimum harian dengan persentase bunga yang memiliki lebih dari
5 butir polen yang mampu menyerbuki stigma selama pengamatan 14-19 Agustus (Tian et al, 2010)

Suhu yang tinggi akan menghambat pematangan polen yang dapat menyerbuki stigma.
Pada suhu dibawah 32°C, persentase bunga dengan jumlah polen matang yang mampu
menyerbuki stigma lebih dari 5 buah adalah diatas 90%. Saat suhu diatas 33°C, penurunan
yang drastis terjadi hingga mencapai kurang dari 80% . Hal ini sesuai dengan hasil percobaan
Jagadish et al (2007) yang menyatakan bahwa batas suhu malai padi yang menginduksi
sterilitas bunga berada pada kisaran 33.7ºC

Gambar 2. Pengaruh suhu tinggi pada stadia heading dan pengisian biji pada aktivitas ATPase bulir
padi. Huruf yang berbeda pada grafik pada genotipe yang sama menunjukkan perbedaan yang signifikan
pada P <0,05 (Cao et al, 2009)

Aktivitas ATPase pada genotipe yang peka terhadap suhu tinggi menurun secara nyata
pada perlakuan T1, namun tidak nyata pada perlakuan T2. Berbeda pada genotipe toleran yang
menunjukkan sedikit variasi aktivitas ATPase. Kultivar HHZ dan T226 merupakan jenis
kultivar yang toleran terhadap suhu tinggi, aktivitas ATPase berkaitan dengan translokasi
bahan kering dan pengisian bulir padi. Genotipe toleran dapat mempertahankan kepasitas
translokasi asimilasi dari organ source menuju organ sink, dan sistem pembongkaran kembali
(unloading) pada sink untuk menghasilkan perkembangan polen dan pengisian bulir yang
sempurna.

Tabel 1. Dwi arah karakter jumlah anakan total, laju pengisian biji, persentase gabah isi, dan bobot
gabah total per tanaman (Usamah Jaisyurahman dkk, 2019)

Perbedaan varietas berpengaruh terhadap daya adaptasi akibat cekaman suhu tinggi,
tanaman toleran tidak mengalami perubahan signifikan pada parameter penelitian akibat
perlakuan suhu tinggi, dalam penelitian ini terlihat bahwa genotipe Mekonggo dan Situ
patenggang lebih toleran terhadap suhu tinggi. Menurut Fernandez (1992), suatu genotipe
toleran dapat memiliki hasil yang tidak berbeda pada optimum dan lingkungan bercekaman,
namun dapat juga memiliki hasil yang lebih tinggi pada kondisi lingkungan bercekaman.
Dalam penelitan diketahui bahwa Mekongga merupakan genotipe memiliki persentase gabah
isi dan bobot gabah total per tanaman lebih tinggi pada kondisi suhu yang lebih tinggi. Genotipe
Situ Patenggang memiliki persentase gabah isi dan bobot gabah total per tanaman seragam
pada kondisi suhu di lantai jemur dan rumah kaca. Genotipe Mekongga dan Situ Patenggang
merupakan genotipe toleran
2.3 Pengaruh Suhu Tinggi Pada Tanaman Padi Stadia Vegetatif

Tabel 2. Pengaruh suhu dan varietas padi terhadap jumlah anakan dan tinggi tanaman pada 8 MST,
serta nilai SPAD, indeks luas daun dan LPT pada saat berbunga.

Varietas memberikan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah anakan dan tinggi
tanaman, Perlakuan suhu dan interaksinya dengan varietas tidak memberikan pengaruh
terhadap peubah nilai SPAD dan indeks luas daun pada saat berbunga, namun peubah tersebut
dipengaruhi secara sangat nyata oleh perbedaan varietas. Hal ini dimungkinkan oleh perbedaan
karakteristik daun yang berbeda antar varietas. Varietas IR64 memiliki nilai SPAD yang
tertinggi dibandingkan varietas lain. Nilai SPAD sangat dipengaruhi oleh umur tanaman,
genotipe (varietas) dan ketebalan daun (Jinwen et al., 2011).

2.4. Cekaman Suhu Tinggi

Cekaman suhu tinggi sering didefinisikan ketika terjadi kenaikan suhu di luar batas
selama jangka waktu yang cukup untuk menyebabkan terjadinya kerusakan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang tidak dapat balik. Secara umum, peningkatan 10–15˚C di atas
suhu ambien dianggap sebagai cekaman suhu tinggi (heat shock, heat sress). Namun demikian,
cekaman suhu tinggi adalah fumgsi yang kompleks dari intensitas suhu, durasi, dan laju
peningkatan suhu. Toleran terhadap suhu tinggi umumnya didefinisikan sebagai kemampuan
tanaman untuk tumbuh dan memproduksi hasil (economic yield) dalam kondisi suhu tinggi.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa suhu malam hari merupakan faktor pembatas utama.
Namun beberapa peneliti lainnya menyatakan bahwa suhu malam hari dan tengah hari tidak
memengaruhi tanaman secara terpisah, tetapi rata-rata suhu harian merupakan angka yang
paling tepat digunakan sebagai penentu respons tanaman terhadap suhu tinggi, sedangkan suhu
siang hari memegang peran berikutnya (Wahid et al. 2007).

Dalam kondisi suhu yang ekstrem, kerusakan sel yang parah atau kematian sel dapat
terjadi dalam hitungan menit, sehingga dapat menyebabkan kerusakan parah pada organisasi
sel tanaman. Cekaman suhu tinggi pada tingkat moderat, kerusakan atau kematian sel mungkin
terjadi setelah jangka waktu yang lama berada dalam cekaman. Kerusakan langsung akibat
suhu tinggi termasuk denaturasi protein dan agregasi protein, serta peningkatan fluiditas lipida
membran. Secara tidak langsung atau cekaman lebih lambat, suhu tinggi menyebabkan
inaktivasi enzim dalam kloroplas dan mitokondria, penghambatan sintesis protein, degradasi
protein, serta kehilangan integritas membran (Howarth 2005).

Cekaman suhu tinggi juga berpengaruh terhadap organisasi mikrotubul (microtubules)


karena terjadinya pemisahan/ pemanjangan benang-benang spindel, pembentukan
“microtubules asters” pada sel-sel mitotik, dan pemanjangan dari “pragmoplast microtubules”.
Kerusakan ini berakibat pada terjadinya kelaparan (starvation), penghambatan pertumbuhan,
reduksi dalam ion flux, produksi senyawa toksik, dan oksigen reaktif (ROS). Setelah
mengalami penderaan suhu tinggi dan terjadinya persepsi sinyal, seketika terjadi perubahan
pada tingkat molekuler yang mendorong terjadinya ekspresi gen dan akumulasi transkrip, maka
terjadilah sintesis protein (stress-related proteins) sebagai strategi toleransi terhadap cekaman
suhu tinggi. Ekspresi HSPs (heat shock proteins) diketahui sebagai strategi penting untuk
adaptasi terhadap cekaman suhu tinggi. Ukuran HSPs berkisar antara 10–200 kDa, memiliki
fungsi seperti chaperon dan berperan dalam sinyal transduksi selama cekaman suhu tinggi
terjadi.

2.5 Mekanisme Adaptasi Tanaman Cekaman Suhu Tinggi

Tanaman memiliki mekanisme tersendiri akibat perubahan abiotic, dalam kondisi


cekaman suhu tinggi tanaman melakukan adaptasi untuk mempertahan metabolisme dapat
berjalan normal, setiap tanaman mempunyai kisaran suhu optimal tersendiri dimana proses
metabolisme berjalan dengan lancar, jika perubahan suhu melibihi titik kritis homestatis maka
akan terjadi perubahan fisiologi tanaman untuk adaptasi terhadap perubahan. Tanaman
menunjukkan berbagai mekansime untuk bertahan hidup dalam kondisi peningkatan suhu yang
meliputi evolusi adaptasi jangka panjang fenologi dan morfologi, serta mekanisme jangka
pendek penghindaran (avoidance) atau mekanisme aklimatisasi seperti merubah orientasi daun,
penurunan suhu melalui transpirasi, atau perubahan komposisi lipida membran. Kematangan
dini pada kebanyakan tanaman berkorelasi dengan kehilangan hasil yang lebih kecil pada
kondisi cekaman suhu tinggi, yang dapat dihubungkan dengan mekanisme “escape” (Wahid et
al. 2007).

Imobilitas tanaman membatasi berbagai responsnya terhadap lingkungan dan


menempatkan penekanan pada mekanisme adaptasi seluler dan fisiologis untuk adaptasi dan
proteksi terhadap cekaman lingkungan. Sinyal awal terhadap cekaman (contohnya stres
osmotik, pengaruh ionik, perubahan suhu, perubahan fluiditas membran) akan memicu
terhadap proses downstream signaling dan kontrol transkripsi yang akan mengaktifkan tanggap
mekanisme untuk membangun kembali kondisi homeostatis, perlindungan dan perbaikan
terhadap kerusakan protein dan membran. Beberapa mekanisme toleransi termasuk ion
transporters, osmoprotectants, penghilangan radikal bebas, LEA protein, beberapa factor yang
terlibat dalam alur pensinyalan (signaling cascades), dan kontrol transkripsi sangat esensial
untuk menanggulangi pengaruh cekaman (Wang et al. 2004). Urutan dari perubahan dan
mekanisme dimulai dari tanggap (perception) terhadap suhu tinggi, pensinyalan/isyarat
(signaling), dan produksi metabolit yang menyebabkan tanaman mampu mengatasi kerusakan
akibat cekaman suhu tinggi.

Gambar 3. Mekanisme hipotetis toleransi terhadap cekaman suhu tinggi pada tanaman. MAPK, mitogen
activated protein kinases; ROS, reactive oxygen species; HAMK, heat shock activated MAPK; HSE,
heat shock element; HSPs, heat shock proteins; CDPK, calcium dependent protein kinase; HSK,
histidine kinase (Sung et al, 2003)
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari beberapa literatur mengenai pengaruh suhu tinggi pada tanaman padi dan mekanisme
adaptasi tanaman cekaman suhu tinggi, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Suhu tinggi mempengaruhi pertumbuhan tanaman pada stadia vegetatif terutama pada
tanaman yang peka terhadap suhu tinggi.
2. Perbedaan varietas mempengaruhi daya toleransi, suhu tinggi tidak mempengaruhi
tingkat produksi gabah pada tanaman toleran, sedang pada tanaman peka terjadi
penurunan produksi yang signifikan
3. Mekanisme adaptasi tanaman pada suhu tinggi meliputi, adaptasi morfologi,
mekanisme penghindaran, pengaturan tekanan osmosis, menanisme signal transduction
DAFTAR PUSTAKA

Arshad, M.S., M. Farooq, F. Asch, S.V.K. Jagadish, P.V.V. Prasad, K.H.M. Siddique. 2017.
Thermal stress impacts reproductive development and grain yield in rice. Int. J. Plant
Physiol. Biochem. 15:57-72.
Cao, Y., Duan, H., Yang, L., Wang, Z., Liu, L. and Yang, J. 2009. Effect of high temperature
during heading and early filling on grain yield and physiological characteristics inIndica
rice. Acta Agron Sin. 35(3):512-521.
Fernández, G.C.J. 1992. Effective selection criteria for assessing plant stress tolerance.
Proceedings of the International Symposium on “Adaptation of Vegetables and other
Food Crops in Temperature and Water Stress”, Taiwan, 13-16 August 1992, 257-270.
Jagadish, S.V.K., P.Q. Craufurd, T.R. Wheeler. 2007. High temperature stress and spikelet
fertility in rice. J. Exp. Bot. 58:1627-1635
Jaisyurahman, Usamah, Desta Wirnas, and Heni Purnamawati. "Dampak suhu tinggi terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman padi." Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal
of Agronomy) 47.3 (2019): 248-254.
Jinwen, L., Y. Jingping, L. Dongsheng, F. Pinpin, G. Tiantai, G. Changshui, C. Wenyue. 2011.
Chlorophyll meter’s estimate of weight-based nitrogen concentration in rice leaf is
influenced by leaf thickness. Plant Prod. Sci. 14:177-183
Khamid, Miftakhul Bakhrir Rozaq. "Mekanisme tanaman padi (Oryza sativa L.) dalam
menghadapi cekaman suhu tinggi pada stadia generatif." Jurnal Agrotek Indonesia 1.2
(2016): 129-139.
Khamid, Miftakhul Bakhrir Rozaq, et al. "Respon pertumbuhan dan hasil padi (Oryza sativa
L.) terhadap cekaman suhu tinggi." Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of
Agronomy) 47.2 (2019): 119-125.
Ou Z Y, Lin G Z, Peng C L. 2005. Response of flag leaves of super high-yielding rice Pei’ai
64S/E32 and Liangyoupeijiu to high temperature. Chin J Rice Sci. 19:249-254.
Wahid, A., S. Gelani, M. Ashraf, M.R. Foolad. 2007. Heat tolerance in plants: an overview.
Environ. Exp. Bot. 61:199-223
Wang, Y.W., Zhai, P.M. and Tian, H. 2006. Extreme high temperatures in southern China in
2003 under the background of climate change. Meteorol Mon. 32(10):27-33.

Anda mungkin juga menyukai