OLEH:
FEBRIANI SAHARDJI
A1A119025
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini tepat pada
waktunya. proposal penelitian ini membahas “Dampak pariwisata terhadap perubahan
sosial budaya masyarakat di daerah rancabali ciwidey kabupaten bandung”
Dalam penyusunan proposal ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan proposal ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari
Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan proposal selanjutnya.
Akhir kata semoga proposal ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Febriani Sahardji
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1.........................................................................................................................Latar
belakang...................................................................................................................
1.2.........................................................................................................................Foku
s penelitian dan Rumusan Masalah..........................................................................
PENDAHULUAN
Dengan demikian dari pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa Dalam perkembangan
masyarakat yang diikhtiarkan secara berencana itu tentu saja bukan hasil hasilnya belaka
yang diharapkan, akan tetapi justru karena direncanakan maka segala akibat dan
dampaknya juga diperhitungkan, termasuk usaha mencegah sejauh mungkin dampak
negative yang ditimbulkannya.
Dampak yang ditimbulkan dari pembangunan bukan hanya positip tetapi juga dampak
yang tidak kita inginkan yaitu Negatif hal ini tidak bisa kita tolak karena merupakan hal
yang lumrah dari efek pembangunan tersebut sebagaimana yang dikemukakan oleh
Posman Simanjuntak (2003:188)
Pokok yang terjadi pada perubahan social dan budaya diakibatkan dari perubahan yang
berkembang pesat saat ini selain dari pengaruh Pembangunan, juga karena adanya
penetrasi kebudayaan dari luar yang masuk dengan mudah akibat proses pembangunan itu
sendiri. Diantaranya adalah proses dan berkembangnya pariwisata disuatu daerah yang
banyak dikunjungi wisatawan.
Telah disadari bahwa praktik-praktik pariwisata, yang melihat kebudayaan (juga alam),
terutama sebagai sumber komoditi, ternyata membawa dampak yang tidak selalu positif.
Dampak positif yang biasanya langsung dan segera dapat dirasakan adalah dalam segi
keuntungan ekonomi, sebagaimana yang telah di gariskan dalam Undang-undang Tentang
Kepariwisataan. No.9 Tahun 1990 yaitu Salah satu tujuan penyelenggaraan
kepariwisataan adalah untuk meningkatkan pendapatan daerah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, juga memperluas dan memeratakan
kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta mendorong pembangunan daerah.
Untuk itu sudah selayaknya pariwisata dapat dijadikan alternatif penggerak perekonomian
hingga sedemikian rupa menjadi sumber pendapatan bagi setiap daerah yang memiliki
potensi untuk menyelenggarakannya, dalam upaya memperoleh atau meningkatkan
pendapatan daerah. tetapi sesungguhnya keuntungan tersebut hanya merupakan
keuntungan jangka pendek. Yang dirasakan kemudian adalah dampak buruknya, yaitu
terhadap ekspresi dan eksistensi budaya yang dijadikan sumber komoditi itu.
Pariwisata yang menekankan pendekatan ekonomi cenderung memberikan peranan utama
pada pemerintah atau pemilik modal, dan tujuannya juga ditentukan dan terutama untuk
kepentingan mereka. Peranan masyarakat sangat rendah sehingga mereka cenderung
tampak patuh dan tidak punya inisiatif karena lebih ditempatkan sebagai obyek daripada
sebagai subyek. Sebagai akibatnya, adat-istiadat, nilai-nilai, dan norma-norma menjadi
semakin terkikis. Ritual-ritual suci menjadi semakin dangkal dan pertunjukan-
pertunjukan seni semakin tidak berjiwa. Masyarakat menjadi apatis dan kesejahteraan
mereka pun tidak mengalami perbaikan. Pengaruh pariwisata terhadap masyarakat
(kebudayaan) setempat, harus disadarai bahwa kebudayaan adalah sesuatu yang secara
internal terdeferensiasi, aktif, dan selalu berubah. Oleh karena itu pendekatan yang
kiranya lebih realistis adalah dengan menganggap bahwa pariwisata adalah ‘pengaruh
luar yang kemudian terintegrasi dengan masyarakat’, dimana masyarakat mengalami
proses menjadikan pariwisata sebagai bagian dari kebudayaannya, atau apa yang disebut
sebagai proses ‘turistifikasi’ (touristification). Di samping itu perlu juga diingat bahwa
konsekuensi yang dibawa oleh pariwisata bukan saja terbatas pada hubungan langsung
host-guest. Pengaruh di luar interaksi langsung ini justru lebih penting, karena mampu
menyebabkan restrukturisasi pada berbagai bentuk hubungan di dalam masyarakat.
Dalam Pandangan halayak Pariwisata merupakan komersialisasi nilai nilai budaya demi
mengeruk keuntungan yang besar. Pemikiran itu di kemukakan oleh Spillane ( 1994 :28 )
digolongkan dalam pendekatan Cauntionary, yaitu menganggap bahwa pariwisata
menyebabkan berbagai macam konplik pandangan ini tidak dapat disalahkan karena pada
dasarnya budaya dan pariwisata itu sering dianggap dua aktifitas yang penuh dengan
konplik, disatu sisi karena adanya kepercayaan bahwa budaya bersifat tradisional,
sedangkan disisi lain, pariwisata relative dianggap lebih modern dan dinamis.
Ketentuan-ketentuan ini muncul karena dengan adanya kegiatan kegiatan pariwisata akan
menyebabkan terkontaminasinya nilai nilai budaya asli suatu bangsa, dengan adanya
kedatangan pengaruh budaya asing yang dibawa oleh wisatawan. Belum lagi muncul
kesan dengan adanya pariwisata akan berbentuk kelompok masyarakat vertical
( Nasikum, ( 1994 : 31 ) yaitu yang dilayani dan melayani.
Penilaian subyektif terhadap pariwisata dalam persepektif budaya bahwa dengan adanya
pariwisata justru menimbulkan akses negarif terhadap eksitensi nilai nilai budaya, sudah
begitu melekat kuat dalam pandangan masyarakat luas, tetapi pada kenyataannya bila
secara obyektif kita menilai justru tidak sedikit kontribusi atau sumbangan dan diberikan
oleh Pariwisata terhadap kelangsungan hidup manusia dan akan menggairahkan
kebudayaan asli, dan bahkan akan menghidupkan kembali kebudayaan kebudayaan yang
sudah terlupakan.
Dalam hal ini penulis mencoba membahas dampak Pariwisata terhadap perubahan social
budaya masyarakat di daerah Rancabali Ciwidey Kabupaten Bandung yang merupakan
daerah pedesaan Agraris sebagai tujuan wisata yang terkenal di daerah Bandung Selatan.
Kecamatan Rancabali Merupakan wilayah pecahan dari Kecamatan Ciwidey Kabupaten
Bandung, sebagai daerah yang terletak di ketinggian 1700 dpl, mempunyai potensi alam
yang sangat beragam, kesuburan tanah dan keindahan alam sangat dominan ditunjang
dengan sarana Transportasi yang lancar sehingga terjadi perkembangan social kehidupan
yang pesat salah satunya diakibatkan oleh peranan pariwisata didaerah ini.
Sebelumnya daerah ini merupakan daerah wisata yang dikunjungi wisatawan hanya
sebatas melihat pemandangan alam yang tersebar di beberapa lokasi diantaranya adalah
wisata perkebunan teh Rancabali, Sinumbra, Situ Patenggang, Pemandian air panas untuk
pengobatan di Cibuni, pemandian air panas walini, Cimanggu, penangkaran rusa di
Rancaupas dan Kawah putih. Wisatawan hanya meluangkan beberapa jam lamanya untuk
menikmati keindahan alam tersebut tetapi sesuai dengan perkembangan, wisatawan
akhirnya lebih lama berada di Rancabali dikarenakan salah satunya sarana dan prasarana
daerah ini semakin lengkap diantaranya adalah tempat penginapan, baik penginapan
biasa, Villa sampai hotel yang berbintang.
Semakin berkembangnya jumlah tempat penginapan maka semakin banyak pula lahan
yang digunakan, pada mulanya lahan tersebut adalah lahan pertanian. Mengingat lahan
tersebut dialih fungsikan maka penduduk di daerah itu beralih profesi diantaranya
menjadi pedagang, tukang parkir, keamanan di penginapan dan bahkan ada yang pindah
ke lereng bukit yang berbatasan dengan hutan lindung Gunung Patuha.
a. Sistem Bahasa
Bahasa yang digunakan pada daerah ini adalah Sunda dengan dialek yang
sama dengan sunda lainnya, Bahasa yang dibunakan oleh masyarakat
setempat baik berupa lisan maupun tulisan atau berbentuk symbol simbol
b. Sistem mata Pencaharian
Untuk menunjang hidup sehari hari, setiap masyarakat pasti memiliki mata
pencaharian utama yang berbeda ditiap daerah, sehingga terdapat suku
bangsa memiliki mata pencaharian yang khas dibandingkan dengan
dengan suku bangsa lain.
c. Sistem Teknologi
Teknologi atau peralatan hidup lain yang dimiliki oleh setiap masyarakat
mungkin berbeda beda tergantung dimana masyarakat itu berada.
d. Sistem Organisasi Sosial
Suku bangsa yang merupakan kelompok mayarakat besar akan memiliki
system kemasyarakatannya yang mungkin berbeda dengan suku bangsa
lain: misalnya suku bangsa sunda dan jawa.
e. Sistem Pengetahuan
Masyarakat memilki pengetahuan yang digunakan dalam kehidupan sehari
hari baik dalam bidang agriris maupun dalam bidang pengobatan.
f. Sistem Kesenian
Masyarakat atau suku bangsa memiliki persaan yang dituangkan kedalam
bentuk benci, sedih, gembira, jengkel, bahagia dan sebagainya.perasaan
timul dari setiap individu atau masyarakat dalat dilakukan de dalam bentuk
seni atau perasaan dapat muncul karena seni.
g. Sistem Religi
Kepercayaan ditiap daerah itu berbeda merupakan warisan masa lampau
dari perjalanan hidup masyarakat bersangkutan sebagai warisan
budayanya. Keyakinan setempat yang diyakini masyarakatnya wajib
dihormati oleh masyarakat lain, begitu pula dalam upacara ritual yang
berhubungan dengan keyakinan.
Teori perilaku kolektif mencoba menjelaskan tentang kemunculan aksi social. Aksi
sosial merupakan sebuah gejala aksi bersama yang ditujukan untuk merubah norma
dan nilai dalam jangka waktu yang panjang. Pada sistem social seringkali dijumpai
ketegangan baik dari dalam sistem atau luar sistem. Teori ini melihat ketegangan
sebagai variable antara yang mengubungkan antara hubungan antar individu seperti
peran dan struktur organisasi dengan perubahan sosial.
Stratifikasi social pada mayarakat praindustri belum terlalu terlihat dengan jelas
dibandingkan pada masyarakat modern. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya
derajat perbedaan yang timbul oleh masyarakat oleh adanya pembagian kerja dan
kompleksitas organisasi. Status social masih terbatas pada bentuk ascribed status,
yaitu suatu bentuk status yang diperoleh sejak dia lahir. Mobilitas social sangat
terbatas dan cenderung tidak ada. Kritik status mulai muncul seiring perubahan moda
produksi agraris menuju moda produksi kapitalis yang ditandai dengan pembagian
kerja dan muncul organisasi komplek. Perubahan Masyarakat yang terjadi selama ini
secara umum menyangkut perubahan perubahan struktur, fungsi budaya, dan prilaku
masyarakat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka sedikitnya perlu ada 4 upaya yaitu: pertama
peningkatan lapangan kerja dan potensi perekonomian masyarakat; kedua,
peningkatan keterampilan dan pengetahuan teknis terhadap pelaku atau aparat
pembangunan( agen of change ); ketiga peningkatan terhadap kualitas nilai nilai
moral, agama, dan kesadaran hokum masyarakat dan plaku pembangunan; keempat
mempertahankan dan meningkatkan wibawa dan kesadaran hokum pemerintahan
dengan memberikan teladan perilaku yang baik dan benar sesuai dengan cita-cita
pembangunan nasional.
METODOLOGI PENELITIAN
Menurut Boddan bahwa rancangan penelitian kualitataif, diibaratkan seperti orang mau
bepergian, sehingga ia baru tahu keadaan dan situasi tempat yang mau dituju, tetapi
belum tahu pasti apa yang ada di tempat itu. Ia akan tahu setelah memasuki wilayah yang
baru itu dengan cara membaca, berbagai informasi tertulis, gambar gambar, berfikir dan
melihat obyek dan kegiatan orang yang ada disekitar lingkungan tersebut. Pada tahap ini
peneliti mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan ditanyakan. Setalah
peneliti terjun ke lapangan maka proses selanjutnya adalah tahap reduksi/focus, maka
pada tahap ini peneliti mereduksi segala informasi yang telah diperoleh pada tahap
pertama. Tahap reduksi ini peneliti menyortir data dengan cara memilih man data yang
menarik , penting, berguna, dan baru. Data yang dirasakan tidak terpakai singkirkan.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka data data tersebut selanjutnya dikelompokan
menjadi berbagai katagori yang ditetapkan sebagai focus penelitian. Kemudian tahap
selanjutnya adalah peneliti melakukan analisis yang medalam terhadap data dan informasi
yang diperoleh, maka peneliti dapat menemukan tema dengan cara memfokuskan data
yang diperoleh menjadi suatu bangunan pengetahuan yang baru.
Membuat etnografi juga merupakan hal yang wajib dilakukan uuntuk para sarjana
antropologi. Seperti yang ditulis oleh Marzali (2005:42):
Bagaimanapun, etnografi adalah pekerjaan tingkat awal dari seorang ahli antropologi
yang propesional. Etnografi adalah satu pekerjaan inisiasi bagi yang ingin manjadi ahli
antropologi professional. Seseorang tidak mungkin dapat diakui sebagai seorang ahli
antropologi professional jika sebelumnya dia tidak melakukan sebuah etnografi, dan
melaporkan hasil penelitiannya. Hasil penelitiannya ini harus dinilai kualitasnya…Untuk
meningkat ke peringkat yang lebih tinggi maka…pekerjaan yang harus dilakukan
selanjutnya adalah apa yang disebut sebagai comperative study, basik secara diakronis
maupun secara sinkronis.
Jika kita membaca tulisan tersebut, terlihat penulis ingin menekankan bahwa membuat
etnografi itu merupakan suatu kewajiban. Sesorang sarjana antropologi wajib
menghasilkan sebuah etnografi jika belum maka seseorang tersebut belum dikatakan
seorang sarjana antropologi. Namun jika sudah maka seseorang tersebut berhak untuk
dikatakan seorang sarjana antropologi namun belum bisa dikatakan sebagai ahli
antropologi sesungguhnya ( ahli etnologi ). Seseorang dikatakan ahli etnologi apabila
seseorang tersebut melakukan pekerjaan yang lebih tinggi yaitu comparative study dalam
basic diakronis maupun sinkronis.
Seperti telah dikutip diatas dalam informan purpouse besar informan ditentukan oleh
pertimbangan informasi. Seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba ( 1985 : 247 ) bahwa
“ if the purpouse is to maximize information,then sampling is terminated when no new
information is forth-coming from newly sampled units; this redundance is the primary
criterion”. Dalam hubungan ini Nasution ( 1988 : 248 menjelaskan bahwa penetuan unit
informan dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf redundance ( data
telah jenuh, ditambah informan tidak lagi memberikan informasi yang baru ) artinya
bahwa dengan menggunakan informan selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh
tambahan informasi baru yang berarti.
Dalam hal ini penulis mengadakan wawancara terhadap sesepuh daerah tersebut,
kepala desa/ staf desa. Tokoh masyarakat. Menyangkut permasalahan yang diteliti
yaitu “Dampak perkembangan pariwisata terhadap social budaya Masyarakat
Rancabali “
Untuk merekam wawancara yang penulis lakukan agar berjalan dengan baik maka
diperlukan alat alat yang menunjang kegiatan tersebut :
1) Buku cacatan, berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber data
2) Handycam adalah untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan
3) Camera berfungsi sebagai pemotret keadaan sekitar
3. Observasi partisipasi.
Nasution ( 1982 : 123 ) mengatakan bahwa “ observasi di lakukan untuk memperoleh
informasi tentang kelakuan manusia seperti terjadi dalam kenyataan” melalui
observasi penulis belajar tentang prilaku manusia dan makna dari perilaku tersebut.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi partisipasi pasif, peneliti datang
ke tempat kegiatan orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan
tersebut.