Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN


ACARA 2
PENGUKURAN DEBIT SUNGAI ATAU SALURAN

Disusun oleh :
1. M.Syaiful Yahya (14520)
2. Qurrotul Aini Eka B (14575)
3. Mia Audina Siburian (14601)
4. Diwidi Kumara Lituhayu ( 14632)
5. Lutfiana Wahyuni (14633)
6. Ario Praditya Putra (14649)A
7. Aiununsiwi C.K.M (14712)

Gol/Kel : A5/2
Asisten : Titan Primastoeti

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA II
PENGUKURAN DEBIT SUNGAI ATAU SALURAN
ABSTRAK
Praktikum acara 2 tentang “Pengukuran Debit Sungai atau Saluran” ini dilaksanakan
untuk mengukur debit air sungai atau saluran berdasarkan luas penampang dan kecepatan
aliran sungai. Pengukuran debit sungai atau saluran dilaksanakan pada hari Jumat, 8 Maret
2019 di aliran sungai depan SGPC Jl. Agro No.10, Kocoran, Caturtunggal, Kec. Depok,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahan dan alat yang digunakan pada
praktikum ini adalah pelampung dengan bandul dan pelampung tanpa bandul, stopwatch,
meteran dan peilschaal. Metode pengukuran debit yang digunakan ialah metode apung
(float method) yaitu dengan menggunakan pelampung berbandul dan pelampung tidak
berbandul dimana kedua jenis pelampung ini masing-masing memiliki nilai koefisien yang
berbeda. Bandul berfungsi sebagai pemberat dan penyeimbang arus yang akan
mempengaruhi kecepatan pelampung sehingga menghasilkan pengukuran debit air yang
berbeda. Nilai rerata pengukuran debit air menggunakan pelampung dengan bandul yaitu
0,03 m3/s atau lebih rendah dibandingkan nilai rerata pengukuran debit air menggunakan
pelampung tanpa bandul yaitu 0,0375 m3/s. Debit air pada saluran dipengaruhi oleh luas
penampang saluran, kecepatan pelampung dan koefisien konstanta pelampung. Semakin
dalam titik pengamatan atau semakin luas penampang saluran air maka kecepatan
pelampung semakin rendah, sehingga pelampung tanpa bandul memiliki laju kecepatan
yang lebih tinggi daripada pelampung dengan bandul.
Kata Kunci : Debit air, koefisien bandul, kecepatan kecepatan aliran sungai
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air merupakan sumber daya alam yang vital untuk keberlangsungan hidup
makhluk hidup. Air yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan manusia sangat
terbatas sehingga pengelolaan air sangat diperlukan agar tetap lestrasi dan
bermanfaat dan juga efisien. Debit Laju aliran air atau debit merupakan hal yang
penting dalam kaitannya dengan kegiatan pengelolaan sumber daya air. Hal
tersebut dikarenakan melalui berbagai jenis data debit dapat dilakukan
pengelolaan sumber daya air baik untuk menanggulangi banjir, pengelolaan
dalam bidang pertanian, maupun untuk mengetahui potensi sumber daya perairan
suatu wilayah. Dalam bidang pertanian pengukuran debit aliran berfungsi dalam
penentuan irigasi dan drainase sehingga pemakaian airnya dapat lebih optimal.
Data debit dapat dimanfaatkan sebagai acuan pengelolaan sumber daya air.
Data debit maksimum dapat digunakan sebagai acuan pembuatan bangunan
pengendali banjir dan data debit minimum dapat digunakan sebagai acuan ssstem
irigasi pertnian, dan debit rata-rata dapat digunakan mengukur potensi sumber
daya air sungai tersebut.

B. Tujuan
Tujuan praktikum acara 2 terkait pengukuran debit sungai atau saluran
adalah mengadakan pengukuran debit sungai atau saluran berdasarkan
penampang dan kecepatan aliran.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Debit adalah volume air yang bergerak menuruni aliran atau sungai per
unit waktu, biasanya dinyatakan dalam kaki kubik per detik atau galon per hari.
Secara umum, debit sungai dihitung dengan mengalikan luas air dalam
penampang saluran dengan kecepatan rata-rata air pada penampang itu: debit =
luas x kecepatan. Metode yang umum digunakan untuk mengukur debit adalah
metode meteran mekanis. Dalam metode ini, penampang saluran aliran dibagi
menjadi beberapa subbagian secara vertikal. Di setiap subbagian, area diperoleh
dengan mengukur lebar dan kedalaman subbagian, dan kecepatan air ditentukan
dengan menggunakan pengukur arus. Debit di setiap sub bagian dihitung dengan
mengalikan area subbagian dengan kecepatan yang diukur. Total debit kemudian
dihitung dengan menjumlahkan debit masing-masing. Jenis peralatan dan metode
yang digunakan di Amerika untuk melakukan pengukuran meter saat ini sangat
lah banyak tergantung oleh kondisi aliran sungai. Lebar subbagian umumnya
diukur menggunakan kabel, pita baja, atau peralatan serupa. Kedalaman
subbagian diukur menggunakan batang rendam, jika kondisinya memungkinkan,
atau dengan menangguhkan berat dari kabel yang dikalibrasi dan sistem gulungan
dari jembatan, kabel, atau perahu atau melalui lubang yang dibor dalam es
(USGS, 2016). Debit air merupakan salah satu patokan atau tolok ukur dalam
pengelolaan sumberdaya air, agar terjaga secara kualitas dan kuantitasnya.
Pengukuran debit pada mata air, secara umum dapat dilakukan dengan metode
sederhana karena metode ini dapat dilakukan dengan mudah dan praktis (Mutaqin,
dkk. 2018).

Debit aliran merupakan satuan untuk mendekati nilai-nilai hidrologis


proses yang terjadi di lapangan. Kemampuan pengukuran debit aliran sangat
diperlukan untuk mengetahui potensi sumberdaya air di suatu wilayah DAS. Debit
aliran dapat dijadikan sebuah alat untuk memonitor dan mengevaluasi neraca air
suatu kawasan melalui pendekatan potensi sumber daya air permukaan yang ada.
Pengukuran debit air dapat dilakukan dengan mengukur kecepatan aliran air pada
suatu wadah dengan luas penampang area tertentu. Terdapat beberapa metode
yang dapat digunakan untuk pengukuran kecepatan aliran air pada sungai atau
alur antara lain: Area-velocity method, Tracer method, Slope area method, Weir
dan flume, Volumetric method Area. Kecepatan aliran dapat diukur dengan metode
: metode current-meter dan metode apung. Kemudian distribusi kecepatan aliran
di dalam alur tidak sama pada arah horisontal maupun arah vertikal (Finawan dan
Mardiwanto. 2011).

Secara konvensional, pengukuran debit bisa dilakukan dengan cara


menentukan luas penampang basah sungai, yaitu dengan cara mengukur air duga.
Serta mengukur kecepatan air (V) dengan menggunakan alat pengukur kecepatan
(current water) atau pelampung di mana kecepatan diukur dengan stopwatch. Air
duga diukur dengan menggunakan alat staff gauge yang dapat mengukur duga air
pada aliran tinggi dan rendah. Alat ini diletakkan di bagian sungai yang lurus dan
harus terkena air. Dengan alat duga ini akan diperoleh data yang terputus/tidak.
Jika terjadi banjir, maka pengukuran tidak dapat dilakukan karena air tidak dapat
tertangkap oleh alat duga air. Karena itulah Automatic Water Level Recorder
(AWLR). Keuntungan AWLR adalah dapat mengikuti perubahan duga air setap
saat sehingga data yang diperoleh bersifat continuous. Jika pengukuran kecepatan
menggunakan alat pegukur kecepatan, maka sungai harus dibagi menjadi
beberapa penampang, lalu masing-masing penampang dibagi lagi menjadi
penamoang yang lebih kecil. Kemudian masing-masing penampang diukur
kecepatannya di dua titik penampang kecil. Dari data tersebut baru bisa dilakukan
perhitungan debit, dengan rumus:

A1V1 rerata2 + A2V2 rerata2 + …. + AnVn rerata2= Q

Kelemahan pengukuran kecepatan dengan cara ini adalah ketika pelampung


terhambat, akan menjadikan data tidak akurat (Limantara. 2018). Metode
sederhana lainnya yaitu metode tampung, menurut Muttaqin, dkk (2018), metode
tamping lebih efektif untuk dilakukan dibandingkan metode apung.
III. METODOLOGI

Praktikum Pengantar Prokaryot Tumbuhan Acara 2 yang berjudul


“Pengukuran Debit Sungai atau Saluran”, dilaksanakan Hari Jumat, 8 Maret 2019
di aliran sungai depan SGPC Jl. Agro No.10, Kocoran, Caturtunggal, Kec. Depok,
Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahan dan alat yang digunakan
pada acara ini adalah meteran, pelampung, stopwatch, dan peilschaal. Adapun
cara kerja yang dilakukan adalah luas penampang melintang saluran/sungai diukur
terlebih dahulu dengan tahapan jeluk air saluran di beberapa titik pengematan
diukur. Untuk saluran yang dasarnya tidak rata/seragam jarak antar titik tidak
lebih dari 1/20 lebar sungai. Untuk saluran yang dasarnya seragam, 10 titik
pengamatan dicukupkan. Kemudian saluran sungai dibuat gambar melintang. Lalu
kecepatan aliran diukur dengan pelampung apung. Tahapan yang dilakukan adalah
lokasi pengukuran dipilih dengan syarat penampang sungai seragam dan bagian
yang relative lurus cukup panjang. Kemudian ditentukan dua titik untuk
pengamatan jalannya pelampung dengan jarak antar titik adalah 20-50 cm. lalu
pelampung dilepas di bagian hulu dan dicatat waktunya sampai mencapai titik 2.
IV. HASIL PENGAMATAN

Tabel 2.1 Pengukuran debit aliran sungai dengan Float ber-bandul

Kecepatan
Kecepatan
Debit
Parameter Rerata Pelampung
Akhir (m2/s)
(m/s)
(m/s)
B1 470 0,15 0,09 0,02
B2 399 0,18 0,11 0,03
B3 391 0,21 0,13 0,04
B4 549 0,13 0,08 0,03
Rerata 452,25 0,1675 0,1025 0,03

Tabel 2.2 Pengukuran debit aliran sungai dengan Float tanpa bandul

Kecepatan
Kecepatan
Debit
Parameter Rerata Pelampung
Akhir (m2/s)
(m/s)
(m/s)
B1 563 0,13 0,11 0,03
B2 481 0,15 0,13 0,04
B3 508 0,14 0,12 0,04
B4 520 0,14 0,12 0,04
Rerata 518 0,14 0,12 0,0375

Tabel 2.3 Hasil Uji T pada kedua perlakuan


Perlakuan Hasil p-Value Keterangan
Bandul 0,03 0,1682 tn
Tanpa Bandul 0,0375
V. PEMBAHASAN
Sungai memegang peranan yang sangat penting dalam bidang pertanian,
karena selain menjadi fungsi sistem irigasi atau pengairan langsung pada tanaman,
juga berfungsi sebagai sumber air yang dapat ditampung. Dua fungsi ini yang
membuat debit dan kecepatan aliran suatu sungai menjadi hal yang mampu
mempengaruhi ketersediaan air bagi lahan pertanian. Menurut Shukla (2011),
debit air yang besar dengan kecepatan arus yang tinggi berpotensi menyebabkan
banjir dan dapat merusak lahan pertanian. Debit air yang besar dengan kecepatan
arus yang tinggi ini dapat disebabkan oleh tingginya laju presipitasi, serta sifat
impermeabilitas tanah disekitar muka sungai tersebut, sehingga air yang turun
tidak mudah ter-infiltrasi dan terjadi run-off.
Debit aliran air adalah volume air sungai atau saluran yang mengalir dalam
satuan waktu tertentu dimana pada satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam
satuan meter kubik per detik (m 3/s) (Gordon et al., 1992). Debit aliran air dapat
digunakan sebagai alat untuk memonitoring dan mengevaluasi neraca air dalam
suatu kawasan dengan menggunakan pendekatan potensi sumber air permukaan
serta membantu dalam merancang bangunan pengendalian banjir dengan
memperhatikan data debit puncak. Fungsi dari pengukuran debit aliran air adalah
untuk mengetahui seberapa cepat air tersebut mengalir dalam waktu satu detik,
sehingga informasi mengenai besarnya debit aliran sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari dan diberbagai bidang.
Pada bidang pertanian, data debit minimum bermanfaat untuk merancang
pemanfaatan air terutama pada musim kemarau melalui pembuatan saluran irigasi
dan dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan air pada tanaman. Pengukuran
debit air berfungsi untuk menentukan kebutuhan air pada suatu sistem irigasi
penanaman, sehingga fungsi irigasi tersebut dapat berjalan dengan baik (Boman
and Shukla, 2009). Pengukuran debit juga bermanfaat untuk menentukan
kecepatan gerakan turbin air pada pembangkit listrik tenaga air. Untuk mengukur
debit pada suatu sungai, umumnya digunakan tiga macam alat dengan metodenya
masing masing yaitu dengan floats, tracer, dan current meter. Diantara ketiga alat
tersebut tracer merupakan alat yang paling akurat, namun mahal karena
menggunakan laser didalam air sebagai pengukurnya, sedangkan floats
merupakan alat yang paling murah dan dapat digunakan secara sederhana dengan
membandingkan kecepatan float dan jarak lintasan. Terlepas dari harga yang
murah dan cara penggunaannya yang sederhana, floats memiliki tingkat akurasi
yang rendah karena memiliki nilai error diatas 10% bahkan saat kondisi air sedang
normal (Tsubaki et. al., 2011).
Kecepatan aliran merupakan hasil bagi antara jarak lintasan dengan waktu
tempuh. Keadaan kecepatan aliran dititik pengamatan berbeda-beda tergantung
pada faktor-faktor seperti bentuk aliran, geometri saluran, cuaca, pasang surut,
tumbuhan air, hambatan samping dan faktor-faktor lainnya. Tumbuhan air maupun
hambatan samping merupakan faktor yang akan memperlambat aliran sehingga
membuat aliran tidak normal. Menurut Effendi (2003), menyatakan bahwa ada
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya kecepatan aliran suatu sungai
atau saluran diantaranya adalah :
1. Gradien sungai, merupakan kelerengan sungai yang diekspresikan oleh suatu
peurunan vertikal pada jarak tertentu. Semakin besar gradiennya maka
semakin besar pula energi yang tersedia untuk mengalirkan air.
2. Karakteristik channel. Channel sungai adalah suatu saluran yang
mengendalikan aliran air, tetapi air tetap mengalami friksi selama mengalir.
Bentuk, ukuran, dan kekasaran channel berakibat pada jumlah friksi yang
dialami air. Semakin besar ukuran channel semakin efisien aliran air karena
kecilnya proporsi air yang berkontak dengan channel. Suatu channel yang
halus dan licin akan menghasilkan aliran air yang realtif seragam, sedangkan
channel yang tidak beraturan akan menghasilkan boulders yang
menyebabkan turbulensi yang akan melambatkan aliran sungai.
3. Discharge, merupakan jumlah volume air yang mengalir per satuan waktu
(m3/s). Nilai ini selalu berubah-ubah bergantung pada curah hujan dan
pelelehan salju. Apabila jumlah air pada sungai bertambah maka kecepatan
aliran air uga bertambah besar. Untuk mengatasi pertambahan air, sungai
akan memperbesar ukuran channel dengan cara memperlebar dan membuat
dalam channel tersebut.

Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa tidak terlihat perbedaan hasil
pengukuran debit pada kedua macam perlakuan, hal ini juga dibuktikan dengan uji
T-Test yang memiliki nilai P-Value >0,05, artinya nilai eror melebihi batas
maksimum 95%. Fenomena anomali ini dapat disebabkan karena banyaknya
debris atau kotoran disungai yang membuat bandul tersangkut, sehingga bandul
tertahan dan menghasilkan data dengan kecepatan yang lebih lamban. Kondisi ini
tidak sesuai dengan rekomendasi Departemen Sumber Daya Alam dan Konservasi
Montana (2013) dimana seharusnya, pengamatan debit sungai dilakukan pada
ukuran sungai yang setara serta sedikitnya debris baik pada muka permukaan
maupun didalam sungai tersebut. Jika mengikuti kaidah yang dipaparkan Bell
(2004) dimana arus air pada sungai ada pada muka air dan di dalam air, maka
seharusnya float dengan bandul memiliki nilai kecepatan yang lebih besar,
sehingga akurasinya lebih baik untuk digunakan pada pengukuran debit sungai
dibandingkan dengan float tanpa bandul.
Nilai rerata pengukuran debit air menggunakan pelampung dengan bandul
yaitu 0,03 m3/s atau lebih rendah dibandingkan nilai rerata pengukuran debit air
menggunakan pelampung tanpa bandul yaitu 0,0375 m3/s. Nilai debit air yang
diukur menggunakan pelampung dengan bandul lebih kecil dibandingkan tidak
menggunakan bandul dikarenakan bandul yang menggantung pada pelampung
menyebabkan laju pelampung terhambat karena adanya goyangan atau gerakan
yang ditimbulkan oleh bandul sehingga laju pelampung berbandul menjadi tidak
konstan. Pada pelampung tanpa bandul relatif tidak mengalami hambatan
kecepatan sehingga gaya mengapung pelampung lebih stabil (Herschey, 1995).
Karena pelampung dengan bandul cenderung tidak stabil, maka kecepatan rata-
ratanya lebih kecil dan nilai debit airnya juga lebih kecil. Pelampung tanpa bandul
lajunya lebih cepat dan nilai debit airnya juga lebih besar karena cenderung lebih
stabil, tidak terhambat oleh gerakan bandul.
VI. KESIMPULAN

1. Pengukuran debit sungai dapat dilakukan dengan menggunakan float


2. Baik float yang ber-bandul dan tanpa bandul tidak memberikan perbedaan
hasil pengamatan debit sungai yang signifikan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Stream Discharge Using Float Method. Department of Natural


Resources and Conservation. Montana.
Bell, F.G. 2004. Engineering Geology and Construction. Spon Press. London.
Boman, B. and S. Shukla. 2009. Water Measurement for Agricultural Irrigation
and Drainage Systems. IFAS University of Florida. Florida.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya Dan
Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Finawan, A., A. Mardiyanto. 2011. Pengukuran debit air berbasis mikrokontroler
AT89S51. Jurnal Litek 8(1): 28-31.

Gordon, N. D., T. A. McMahon, dan B.L. Finlayson. 1992. Stream Hidrology: an


Introduction for Ecologists. John Wiley and Sons, England.

Herschey, R.W. 1995. Streamflow Measurement. Elsevier, London.

Limantara, L. M. 2018. Rekayasa Hidrologi: edisi revisi. Penerbit ANDI.


Yogyakarta.
Muttaqin, T., S.Hut, M.Sc dan Y. Ardayana. 2018. Efektivitas penggunaan
metode tampung dan metode apung untuk perhitungan debit mata air di
Taman Hutan Raya Raden Soerjo. Jurnal Daun 5(1): 45-58
Shukla, M. 2011. Soil Hydrology, Land Use and Agriculture: Measurement and
Modelling. CABI. Massachusetts.
Tsubaki, R., I. Fujita, and S. Tsutumi. 2011. Measurement of the flood discharge
of a small-sized river using an existing digital video recording system.
Journal of Hydro-environment Research 5(4): 313-321.

U.S. Geological Survey. 2016. How Streamflow is Measured, Part 2: The


discharge measurement.{https://water.usgs.gov/edu/streamflow2.html}
diakses 13 Maret 2019

Anda mungkin juga menyukai