Anda di halaman 1dari 8

Jesica Margaretha

16620122
Pengantar Rekayasa dan Desain
Kelas 26

Sustainable Drainage System

1. Latar Belakang
Perkembangan perkotaan yang sangat cepat mulai tidak terkendali dan tidak
sesuai dengan tata ruang maupun konsep pembangunan yang berkelanjutan, hal
ini menyebabkan banyak kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai
tempat penampungan air sementara (retarding pond) dan bantaran sungai berubah
menjadi tempat hunian penduduk.Hal ini disebut sebagai perubahan tata guna
lahan.

Perubahan tata guna lahan kini umum terjadi seiring dengan kebutuhan
pembangunan.Namun,hal ini berdampak terhadap banyak hal.Salah satunya,yaitu
menurunnya kapasitas penyerapan air hujan pada suatu kawasan,terutama kota-
kota besar sehingga terjadi peningkatan air limpasan/air yang mengalir di
permukaan tanah. Hal tersebut harus segera ditindaklanjuti untuk mencegah
terjadinya banjir.Terlebih, saat ini limpasan air permukaan dari daerah yang
diperkeras seperti lahan parkir,wilayah industri,wilayah perkantoran dan jalan raya
hanya dilimpaskan ke selokan sebelum akhirnya mengalir ke sungai. Apabila
hujan yang turun sangat deras saluran drainase tidak dapat menampung limpasan
dan mengakibatkan banjir.
Oleh karena itu,dibutuhkan sistem yang dapat mengelola air limpasan.Pengelolaan
air limpasan dengan mengalirkan air ke badan air ,menyebabkan umum terjadi
permasalahan banjir di area-area tersebut.Hal tersebut merupakan dampak dari
adanya pembangunan di hulu.

2. Konsep Pengelolaan Air Limpasan


Terdapat beberapa konsep pengelolaan air limpasan,salah satunya pengelolaan air
limpasan secara ekologi,yaitu Eco-Drainage/Sustainable Drainage System/low
impact development concept dengan upaya untuk menahan,menggunakan,dan
meresapkan kembali air hujan dikembangkan untuk mengatasi permasalahan ini.

Secara umum,sistem drainase berkelanjutan ini mengelola air hujan yang jatuh di
suatu wilayah dengan menyerupai apa yang terjadi secara alami dan ramah
lingkungan. Sistem ini pun mengurangi dampak dari kuantitas air berlebih akibat
limpasan air di permukaan tanah.
Secara khusus, Sustainable Development Energy ini didukung oleh berbagai
struktur terbangun untuk mengontrol limpasan air tersebut.
Terdapat beberapa metode yang biasa digunakan,yaitu terasering buatan,saluran
filtrasi,permukaan yang berdaya serap, kolam dan juga lahan basah. Pengontrol
tersebut sebaiknya diletakkan dekat agar dapat mempercepat penampungan dan
tidak menyebabkan banjir.berdasarkan

Berdasarkan prinsip,sistem drainase bertujuan untuk mencegah banjir di suatu


kawasan tertentu dan mengelola air tersebut agar cepat dibuang.Namun, air juga
merupakan sumber kehidupan.Oleh karena itu,konsep dari sistem drainase
berkelanjutan ini adalah untuk meningkatkan daya guna air
tersebut,meminimalkan kerugian, dan memperbaiki atau konservasi
lingkungan.Mengenai pengelolaan limpasan permukaan ini dapat dilakukan
dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan.
fasilitas penahan air hujan sendiri terbagi menjadi dua tipe berbeda berdasarkan
fungsinya, yaitu tipe penyimpanan dan tipe peresapan.
Perancangan drainase didasarkan pada konsep agar air dapat mengalir secepat
mungkin dan juga seminimal mungkin menggenangi suatu kawasan.Akan
tetapi,saat ini semakin terjadi ketimpangan antara pemakaian air dengan
ketersediaan air tersebut maka diperlukan perancangan drainase yang tidak hanya
aman,tetapi juga dapat melakukan konservasi terhadap air tersebut,seperti yang
sudah dikatakan sebelumnya.

Namun,perlu diketahui bahwa pembuatan saluran drainase yang salah dan tidak
teratur akan memperbesar peluang banjir. Drainase di lingkungan tertentu
merupakan drainase yang mengalirkan air di permukaan tanah dalam kawasan
tersebut, ke saluran penampungan yang lebih besar atau yang biasa disebut
drainase tersier dan sekunder. Dampak dari perubahan tata guna lahan
mengakibatkan peningkatan banjir karena sistem pengendali banjir dan drainase
yang dikembangkan pun menjadi sangat kurang, ruang terbuka yang selama ini
berfungsi sebagai tempat untuk bersantai, bermain dan juga sebagai sumber
oksigen cenderung berkurang (Kodoatie, 2013). Oleh sebab itu, jika musim hujan,
adanya banjir atau genangan air sangat mungkin terjadi. Pada kenyataan pun
beberapa kawasan tertentu mengalami banjir dan hal itu juga dipengaruhi jaringan
drainase yang tidak berfungsi dengan baik.

Berbeda dengan sistem drainase konvensional, dimana fungsi drainase ini ialah
sebagai media pembuangan air di permukaan secara langsung dan cepat ke sungai.
Namun,metode ini menimbulkan berbagai permasalahan karena perbedaan siklus
dengan metode alami. Sedangkan pada Sustainable Drainage System, sistem
drainase menyerupai siklus alami.
Gambar 2.1. Tampak Samping Penataan Sumur Resapan

3. Kendala konsep Sustainable Drainage System dan alternatif solusi serta


konsekuensi.

Konsepsi perancangan drainase air hujan yang berasaskan pada konservasi air
pada hakekatnya adalah perancangan suatu sistem drainase yang hanya
menampung air dari halaman bukan perkerasan/atap.

Sesuai dengan konsep sistem drainase yang berkelanjutan, maka alternatif struktur
yang dipilih adalah dengan pembuatan Sumur Resapan Air Hujan (SRAH).Sumur
resapan air hujan ini merupakan konsepsi perancangan drainase air hujan yang
berasaskan pada konservasi air tanah.Sumur resapan digali dengan kedalaman di
atas muka air tanah.
Berdasarkan aspek teknis pembuatan Sumur Resapan Air Hujan (SRAH) sebagai
upaya dari penerapan konsep drainase yang berkelanjutan di suatu perumahan
mungkin tidak dapat dilaksanakan karena , serta berdasarkan aspek sosial
kesanggupan pembuatan sumur resapan air hujan oleh masyarakat pun rendah
menurut suatu penelitian,setelah sumur resapan air hujan tersebut diberikan ke
pemerintah setempat,terjadi penurunan kinerja jaringan drainase karena kurangnya
partisipasi masyarakat sehingga menimbulkan genangan sampai dengan banjir di
beberapa tempat.Maka disarankan untuk memilih alternatif tindakan struktural
yang tepat dan pendekatan sosial yang cukup baik kepada seluruh masyarakat
kawasan tersebut sehingga partisipasi masyarakat pun dapat berjalan dengan baik .
Alternatif tersebut dapat disesuaikan dengan kondisi yang ada,seperti diberlakukan
tipe penyimpanan (in-storage). Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk
prediksi kedepan terhadap banjir yang luapannya bisa menggenangi kawasan-
kawasan tersebut.
Gambar 3.1 Contoh Sumur Resapan Air Hujan

Gambar 3.2 Tata Letak Sumur Resapan Air Hujan (SRAH)

Selain dari terdapat kurangnya partisipasi masyarakat dan aspek teknis yang
menyulitkan dalam penbuatan sumur resapan air hujan.
Terdapat beberapa faktor sendiri yang dapat menyebabkan konstruksi drainase
tidak berfungsi dengan baik, diantaranya timbunan sampah, endapan
lumpur/sedimen dan lain-lain.
Drainase sendiri dikategorikan gagal apabila drainase tersebut tidak dapat
melimpaskan genangan air hujan di permukaan tanah secara cepat, sehingga
menimbulkan luapan dan genangan yang berlebihan, yang mengakibatkan banjir.

Hal-hal yang menjadi penyebab kegagalan fungsi drainase untuk mengalirkan


limpahan air yaitu karena drainase tidak terawat dan penuh sedimentasi dan
sampah.Masih terdapat kawasan pemukiman yang genangannya dipengaruhi
banjir sungai.
- Kerusakan lingkungan
Perubahan tata guna lahan seperti yang sudah dijelaskan seperti bagian
lapangan yangtertutup atau bagian perkerasan konstruksi lainnya
menyebabkan kecilnya kemungkinan air untuk diserap. yang mengarah
pada perluasan lingkungan permukiman memperkecil kemungkinan air
hujan meresap ke dalam tanah.
- Sampah dan Sedimentasi
Endapan sampah yang ada di dalam drainase dapat menyebabkan
kurangnya kapasitas drainase dalam menampung air sehingga tidak dapat
mengelola
air limpasan yang ada di permukaan tanah.Hal ini dapat menyebabkan
terjadinya banjir.Oleh sebab itu,terjadinya banjir dapat menjadi indikasi
terjadinya kegagalan sistem drainase dalam kawasan tersebut. Oleh sebab
itu,perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis penyebab kegagalan
fungsi saluran drainase tersebut sehingga dapat menjadi pedoman dalam
merumuskan tindakan yang akan diambil dalam mengatasi masalah banjir
kawasan tersebut.

Agar jaringan drainase dapat berfungsi dengan baik,


a. Kawasan yang dapat dipengaruhi oleh banjir karena badan air,sebaiknya
menggunakan pintu pengendali banjir/air.
b. Sampah dan sedimentasi merupakan salah satu bahan utama yang dapat
menjadi faktor penyumbatan saluran atau gorong-gorong sehingga sampah
dan sedimentasi menjadi faktor utama dalam kegagalan suatu jaringan
drainase. Oleh sebab itu perlu dilakukan perencanaan drainase,pengelolaan
buangan sampah, dan pemeliharaan berkala yang diikuti oleh partisipasi
masyarakat.

4. Kajian penerapan konsep Sustainable Drainage System pada skala global


Secara global,metode-metode sistem drainase berkelanjutan yang sudah
diterapkan di negara-negara maju dapat dikelompokkan menjadi dua tipe fasilitas
penahan air hujan, yaitu tipe penyimpan dan tipe peresapan. Fasilitas penahan air
ini digunakan untuk mengelola air sehingga nantinya dapat menjadi penyedia
cadangan air .Kedua tipe fasilitas penahan air limpasan ini juga harus saling
berkaitan satu sama lain,agar air dapat dikelola dan dimanfaatkan kembali
dengan baik agar tidak terbuang percuma dan menjadi limpasan air di
permukaan tanah. Metode-metode tersebut juga dipilih berdasarkan kesesuaian
luasan, jenis tanah, kedalaman air tanah dan curah hujan pada kawasan tersebut.

5. Kebijakan dan aplikasi yang telah diterapkan di Indonesia


Aplikasi yang telah diterapkan di Indonesia,salah satunya Kota Bandung saat ini
beberapa masih menggunakan sistem drainase konvensional,yaitu dengan
mengalirkan limpasan air dari permukaan tanah ke saluran drainase dengan
secepat mungkin.Akan tetapi, sistem ini tidak didukung dengan dimensi dan
kapasitas tampung dari saluran drainase tersebu sehingga ketika terjadi hujan
besar selama 1 sampai 2 jam, saluran drainase di Kota Bandung tidak mampu
menampung jumlah debit dan akhirnya melimpas.

Di sisi lain,Negara Indonesia khususnya di suatu wilayah di Kota Bandung sudah


menerapkan beberapa metode sistem drainase yang berkelanjutan,yaitu biopori
dan sumur resapan air hujan(seperti yang sudah dijelaskan). Metode ini dianggap
cukup dapat mengelola limpasan air permukaan sehingga tidak langsung dialirkan
ke saluran drainase utama.
Dengan mengacu pada metode sistem drainase berkelanjutan yang telah banyak
diterapkan di negara-negara maju, disarankan Kota Bandung dapat menerapkan
sistem drainase berkelanjutan tersebut guna mengurangi potensi bencana banjir di
Kota Bandung.

Tabel 5.1 Perbandingan Sistem Drainase Berkelanjutan


Indonesia dengan Negara-Negara Maju

6. Pemberitaan yang pernah muncul di media massa terkait sustainable


drainage system.

“Banjir dipaksa menjadi daftar prioritas setelah Perdana Menteri Boris Johnson
dituduh oleh para korban banjir gagal menangani keadaan mereka dengan serius.
Pemerintah mengatakan langkah-langkah dalam rencana baru adalah yang paling
komprehensif dalam satu dekade, termasuk £ 5,2 miliar untuk banjir yang
diumumkan dalam Anggaran empat bulan lalu.
Dikatakan, uang tunai akan membantu melindungi sepertiga dari satu juta properti
di Inggris hingga 2027.
Akan ada uang untuk proyek inovatif seperti sistem drainase yang
berkelanjutan untuk menyediakan permukaan berpori dalam perkembangan baru
untuk mencegah limpasan air.”

Sumber: https://www.bbc.com/news/science-environment-53396977
Referensi
Dicky,Nursetiawan,dkk.2016,”Pemilihan Metode Sistem Drainase
Berkelanjutan Dalam Rangka Mitigasi Bencana Banjir di Kota Bandung”,
Jurnal Online Teknik Sipil Itenas.

Yusuf,Adi.2007,”Kinerja Sistem Drainase Yang Berkelanjutan Berbasis


Partisipasi Masyarakat”,Media Teknik Sipil

Maizir.2017.ISSN: 2354-8452 24,


“EVALUASI KEGAGALAN PEMBANGUNAN DRAINASE DALAM
LINGKUNGAN DAERAH PEMUKIMAN”, Jurnal Teknik Sipil ITP

Feriyanto,Erwin.2016,”Evaluasi Sistem Drainase Perkotaan Terhadap Tata


Ruang Wilayah Kota Metro”,Fakultas Teknik Universitas Lampung

Binus University.2012,Bab 2 Landasan Teori ,eThesis Library Binus.

Anda mungkin juga menyukai