Anda di halaman 1dari 4

Studi Deformasi Bendungan Jatiluhur dengan GPS

BENDUNGAN DAN KARAKTERNYA Bendungan adalah suatu tembok penahan air yang dibentuk dari berbagai batuan dan tanah. Air yang dibendung akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat antara lain dijadikan pembangkit tenaga listrik (PLTA), penyediaan air bersih, tempat rekreasi, pengendali banjir, dan sebagainya. Sejak tahun 1900 sampai dengan sekarang Indonesia memiliki lebih dari 100 buah bendungan mulai dari tipe waduk lapangan hingga bendungan besar baik yang dikelola oleh pemerintah maupun instansi swasta. Seperti diketahui bahwa tubuh bendungan akan mengalami tekanan dari efek loading air danau bendungan. Akibat gaya tekanan ini maka tubuh bendungan kemungkinan akan dapat mengalami deformasi. Karena bendungan memiliki peranan yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat, maka diperlukan suatu bentuk pemeliharaan dan perawatan yang memadai guna menghindari kerusakan pada bendungan tersebut. Salah satu bentuk pemeliharaan dan perawatan tersebut salah satunya adalah dengan melakukan pemantauan deformasi pada tubuh bendungan. BENDUNGAN JATILUHUR Berdasarkan pengklasifikasian bendungan menurut ICOLD, bendungan Jatiluhur merupakan bendungan tipe urugan berlapis-lapis (Zone DAMS, rockfill DAMS) yaitu bendungan yang dibangun dari hasil penggalian bahan (material) tanpa tambahan bahan pembentuk bendungan asli yang terdiri atas beberapa lapisan yaitu lapisan kedap air (water tight layer), lapisan batu (rock zone shell), lapisan batu teratur (nin-rap) dan lapisan pengering (filter zones) (soedibyo, 1993) Seperti halnya bendungan-bendungan lain buatan manusia, bendungan jatiluhur pun rawan dari deformasi yang disebabkan oleh berbagai muatan-muatan dan gaya-gaya diantaranya berat bendungan sendiri, tekanan pori, tekanan hidrostatis, dan faktor pengaruh lainnya.

METODE PEMANTAUAN DEFORMASI BENDUNGAN

Terdapat 2 metoda yang biasa digunakan dalam memantau deformasi bendungan, yaitu metoda geodetik dan metoda non geodetik, sedangkan metoda analisis deformasi terbagi menjadi 2 yaitu analisis geometrik dan analisis interpretasi fisik. Metoda geodetik dapat dilakukan dengan cara pengukuran Sipat Datar, pengukuran jarak dengan EDM, dan atau dengan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS). Sementara itu metoda non geodetik biasanya dilakukan dengan menggunakan tilt meter dan strain meter, serta bentuk aplikasi lainnya. PRINSIP PEMANTAUAN DEFORMASI BENDUNGAN DENGAN GPS GPS adalah sistem satelit navigasi dan penentuan posisi yang berbasiskan pada pengamatan satelit-satelit Global Positioning System [Abidin, 2000; Hofmann-Wellenhof et al., 1997]. Prinsip pemantauan deformasi dengan menggunakan metode survei GPS yaitu dengan menempatkan beberapa titik pantau di beberapa lokasi yang dipilih disekitar bangunan bendungan, secara periodik untuk ditentukan koordinatnya secara teliti dengan menggunakan metode survei GPS. Dengan mempelajari pola dan kecepatan perubahan koordinat dari titik-titik tersebut dari survei yang satu ke survei berikutnya, maka karakteristik deformasi bendungan akan dapat dihitung dan dipelajari lebih lanjut. GPS memberikan nilai vektor deformasi bendungan dalam tiga dimensi (dua komponen horisontal dan satu komponen vertikal). Jadi disamping memberikan informasi tentang besarnya deformasi bendungan dalam arah horisontal, GPS juga sekaligus memberikan informasi tentang deformasi bendungan dalam arah vertikal. GPS memberikan nilai vektor deformasi bendungan dalam suatu sistem koordinat referensi yang tunggal. Dengan itu maka GPS dapat digunakan untuk memantau pergerakan bendungan secara efektif dan efisien. GPS dapat memberikan nilai vektor pergerakan dengan tingkat presisi sampai beberapa mm, dengan konsistensi yang tinggi baik secara spasial maupun temporal. Dengan tingkat presisi yang tinggi dan konsisten ini maka diharapkan besarnya deformasi pada tubuh bendungan dengan nilai geometrik yang kecil sekalipun akan dapat terdeteksi dengan baik. Studi Deformasi Bendungan Jatiluhur dengan GPS Seperti telah disebutkan di atas, bendungan jatiluhur rawan dari deformasi yang disebabkan oleh berbagai muatan-muatan dan gaya-gaya diantaranya berat bendungan sendiri, tekanan pori, tekanan hidrostatis, dan faktor pengaruh lainnya. Pemantauan deformasi di Jatiluhur telah dilakukan oleh pihak pengelola Jatiluhur bekerja sama

dengan insitutsi-insitusi salah satunya yaitu KK Geodesi ITB, dengan menggunakan metode baik geodetik, maupun non geodetik. Kerjasama antara pengelola Jatiluhur dengan KK FTSL Geodesi ITB yaitu melakukan studi deformasi bendungan Jatiluhur dengan memanfaatkan Teknologi GPS. Kerjasama telah dilakukan pada tahun 1998 sampai dengan 2001. Kemudian pada awal tahun 2006, kembali KK Geodesi melakukan pengukuran GPS di bendungan Jatiluhur.

Data yang dikumpulkan tiap survey diproses dan digabungkan dengan hasil pengolahan data survey sebelumnya untuk di analisis karakteristik deformasi yang terjadi pada tubuh bendungan Jatiluhur yang diamati/dipantau. Strategi pengamatan dan pengolahan data yang optimal merupakan salah satu sasaran utama penelitian, untuk memperoleh hasil yang baik. Data GPS yang diambil untuk keperluan deformasi bendungan ini yaitu data phase dan data code GPS dari tipe Geodetik receiver GPS dual frekuensi (L1/L2), dengan lama pengamatan sekitar 10 sampai 24 jam. Desain jaring pengamatan yang akan digunakan yaitu desain jaring radial, dengan mengikatkan titik-titik pantau terhadap satu titik ikat (referensi) yang telah ditentukan di luar asumsi daerah yang terdeformasi. Karakteristik dari deformasi bendungan yang diperoleh dari survei GPS yang dilaksanakan di Jatiluhur ini selanjutnya dapat diintegrasikan dengan data-data hasil penelitian deformasi menggunakan metoda pengamatan lainnya untuk dibuatkan model deformasi yang terjadi, untuk selanjutnya model ini dijadikan input upaya pemeliharaan bendungan. Dari hasil pengolahan data survey GPS pada survey 1998 sampai dengan 2001 diperoleh informasi mengenai adanya deformasi di tubuh bendungan Jatiluhur. Besarnya deformasi berkisar pad alevel sentimeter. Hasil deformasi ini mempunyai korelasi yang cukup baik dengan hasil dari pemantauan deformasi metoda lainnya, seperti sipat datar. Untuk memperoleh karakteristik deformasi di tubuh bandungan Jatiluhur lebih lanjut, maka dilakukan kembali survey GPS pada awal tahun 2006, kemudian dilakukan pula penambahan jumlah titik pantau GPS di bendungan jatiluhur tersebut. Selain itu integrasi data-data pemantauan sedang dilakukan sehingga hasil akhir dari pola deformasi yang terjadi di tubuh bendungan Jatiluhur ini diharapkan akan diperoleh dengan lebih baik lagi, sehingga memberikan input yang tepat bagi upaya perawatan dan pemeliharaan bendungan jatiluhur. KELOMPOK KEILMUAN GEODESI is powered by WordPress / Entries (RSS) and Comments (RSS) InHarmonia theme crafted by Generative Graphics Workshop / Login

Top ^ http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=95

Anda mungkin juga menyukai