Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM PENGELOLAAN AIR UNTUK PERTANIAN


ACARA 5
CROPWAT

Disusun oleh :
1. Bella Mega Pahlevi (14455)
2. Syahniz Safira (14582)
3. Stanislaus Rere Noah (14675)
4. Nuril Fadzillah (14870)
5. Ramadhana S. P. (14874)
6. Sarah Sausan Hanun (14879)
7. Yuniar Mutiara Dewi (14885)
Gol/Kel : A5/5
Asisten : Lita Rahmadani

LABORATORIUM AGROHIDROLOGI
DEPARTEMEN TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
ACARA 5
CROPWAT

I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bicara pertanian, bidang ini sangat erat kaitannya dengan kebutuhan
air. Bagaimana tidak, air adalah salah satu sumber kehidupan bagi tanaman.
Bahkan, 70%-80% tubuh tanaman diisi oleh air. Air juga berperan sebagai
media transportasi unsur hara dan terlibat dalam reaksi biokimia dalam sel
tumbuhan. Oleh karena itu, keberadaan air sangat penting bagi tanaman.
Berdasarkan siklus hidrologi yang terjadi, air yang berada di laut, sungai,
dan daratan akan menguap melalui proses evaporasi dan transpirasi dari
tumbuhan ke atmosfer kemudian kembali ke bumi dalam bentuk air hujan.
Setelah turun hujan, sebagian air akan mamasuki pori-pori tanah dan masuk
ke dalam tanah menjadi air tanah dan sebagian lagi tetap berada di
permukaan tanah.
Pada usaha pertanian, air dapat berasal dari hujan maupun air tanah.
Apabila tanaman kekurangan air maka harus dilakukan pengairan atau
irigasi sedangkan saat ketersediaannya melimpah maka harus dilakukan
drainase. Sumber air yang melimpah akan memudahkan pengembangan
usaha pertanian. Tentunya setiap tanaman membutuhkan air dengan jumlah
yang berbeda-beda. Di lain pihak, ketersediaan air juga sangat bergantung
pada kondisi iklim. Supaya keduanya dapat seimbang dan kegiatan
budidaya tanaman dapat berjalan dengan baik maka diperlukan perencanaan
dan manajemen yang baik. Salah satu upaya perencanaan adalah dengan
menghitung kebutuhan air tanaman dan kebutuhan irigasi.
Pada jaman modern ini, telah hadir suatu teknologi pendukung
pertanian berupa aplikasi Cropwat for Windows yang dapat membantu
perhitungan-perhitungan kebutuhan air dengan efektif dan efisien. CropWat
adalah suatu program komputer yang dapat mempermudah perhitungan
kebutuhan air tanaman dan kebutuhan air irigasi berdasarkan data iklim dan
data tanaman. Program tersebut sangat direkomendasikan dalam kegiatan
irigasi dan perencanaan pemberian air irigasi untuk berbagai jenis tanaman
kecuali tanaman padi. Aplikasi ini berguna untuk menghitung ukuran standar
dalam merancang dan mengatur skema irigasi. Dapat mempermudah
penentuan pola tanam dan skema irigasi pada suatu lahan di wilayah dan
waktu tertentu. Selanjutnya, akan diketahui kebutuhan air tanaman dan
kebutuhan air irigasi yang ada. Data iklim yang digunakan biasanya data
iklim selama satu tahun. Melihat kegunaan-kegunaannya, CropWat memang
sangat berguna bagi para petani.

B. TUJUAN
Praktikum ini dilakukan agar praktikan dapat menggunakan program
komputer CropWat untuk menentukan kebutuhan air tanaman dan kebutuhan
irigasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Air sangat diperlukan tanaman untuk pertumbuhan tanaman. Jika tidak ada
air, maka proses biologis, fisiologis, bahkan kimiawi yang ada di dalam tanaman
akan terhenti. Fungsi air sendiri adalah sebagai alat trasportasi hara dari akar ke
daun maupun mengedarkan hasil fotosintesis ke seluruh tubuh tanaman, menjaga
tekanan turgor tanaman, dan lain sebagainya. Kebutuhan air irigasi tanaman perlu
dianalisis agar tidak ada pemborosan pemakaian air (Rokhma, 2008). Irigasi
adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak (Simanjuntak et al., 2014).
Penjadwalan irigasi adalah manajemen terbaik, dimana salah satu tujuannya
adalah untuk merencanakan jadwal irigasi. Dengan adanya jadwal irigasi ini maka
dapat ditentukan kedalaman air dan selang irigasi yang tepat sehingga
produktivitas tanaman dapat optimal. Jika dalam irigasi, volume air yang
diberikan dan waktu pemberian tidak tepat, maka justru menurunkan efisiensi.
Untuk menentukan irigasi yang optimal, dibutuhkan perencanaan jadwal irigasi.
Penjadwalan irigasi dapat dicapai dengan mengamati tanaman, mengukur kadar
air dalam tanah, maupun melalui perangkat lunak. Di era yang serba modern
seperti ini tentu saja banyak yang lebih memilih menggunakan software, akan
tetapi untuk beberapa orang yang kurang memahami teknologi pasti akan memilih
cara konvensional (Ekwue et al., 2015).
Efisiensi penggunaan air dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu jumlah air
yang diaplikasikan, waktu pengaplikasian dan efisiensi metode irigasi. Dengan
adanya penjadwalan irigasi diharapkan dalam penggunaan air lebih efisien. Selain
untuk efisien dalam penggunaan air, penjadwalan irigasi juga bertujuan untuk
memaksimalkan hasil maupun peningkatan kualitas tanaman dengan
menambahkan jumlah yang tepat untuk tetap menjaga kelembapan tanah (Hashem
et al., 2016). Jadwal irigasi dapat diprediksi berdasarkan kebutuhan air tanaman.
Kebutuhan air tanaman adalah total air yang dibutuhkan untuk evapotranspirasi,
sejak ditanam hingga panen di iklim tertentu, ketika tanah terkena hujan dan/atau
diirigasi hingga kelembaban tanah terpenuhi, maka kemungkinan tanaman
tumbuh dan hasilnya optimal lebih besar (Allen et al., 1998 cit Laouisset & Della,
2016).
CropWat merupakan salah satu software pendukung yang dikembangkan
oleh FAO Divisi Pengembangan Air dan Tanah. CropWat 8.0 untuk Windows
adalah sebuah program komputer untuk perhitungan kebutuhan air tanaman dan
irigasi berdasarkan data tanah, iklim, dan tanaman. Program ini juga
memungkinkan pengembangan jadwal irigasi untuk kondisi manajemen yang
berbeda dan perhitungan pasokan air untuk berbagai pola tanaman. Tujuan utama
dari CropWat adalah; menghitung besarnya evapotranspirasi, kebutuhan air
tanaman dan kebutuhan air irigasi untuk mengembangkan jadwal irigasi dengan
melihat manajemen irigasi dan skema ketersediaan air; untuk mengestimasi
banyaknya air dari efek hujan dan kekeringan; dan untuk mengevaluasi efisiensi
dari irigasi yang telah dilakukan (Stancalie et al., 2010). CropWat 8.0 juga dapat
digunakan untuk mengevaluasi praktik irigasi yang dilakukan petani dan untuk
memperkirakan kinerja tanaman di kondisi tadah hujan maupun irigasi (Anonim,
2015). CropWat praktis digunakan untuk pengembangan jadwal irigasi dan
sebagai evaluasi curah hujan dan pelaksanaan irigasi berdasarkan dari kadar
kelengasan tanah tiap harinya dengan menggunakan berbagai variasi pilihan untuk
kebutuhan air dan kondisi manajemen irigasi (Smith, 2002).
III. METODOLOGI
Praktikum Pengelolaan Air untuk Pertanian Acara V yang berjudul
CROPWAT dilaksanakan pada hari Jumat, 22 Maret 2019 di Laboratorium
Agrohidrologi, Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
Pada acara ini, digunakan alat berupa laptop dan program CROPWAT versi 8.0.
Dalam penggunaan program CROPWAT versi 8.0 digunakan empat panel utama
dalam program, yaitu Climate/ETo (Data Iklim), Rain (Data Hujan), Crop
(Data Tanaman), Soil (Data Tanah), dan kriteria jadwal irigasi.
Proses pengopeasian diawali dengan diinputkannya setiap data ke dalam
panel yang sesuai. Data iklim (Climate/Eto) diinputkan pada panel Climate/Eto
dengan cara diklik "file" pada bagian toolbar kemudian data dipilih dan diklik
open. Output yang keluar berupa tabel hasil Eto bulanan dengan metode Penman.
Selain tabel hasil, output juga dapat disajikan dalam bentuk diagram yang berisi
nilai dari setiap faktor berpengaruh dan kombinasi antar faktor. Diagram tersebut
dimunculkan dengan cara diklik "chart" pada bagian tools. Dengan cara yang
sama, dilakukan untuk beberapa data lainnya, yaitu: Data Hujan pada panel Rain,
Data Tanaman pada panel Crop, dan Data Tanah pada panel Soil. Setelah semua
data diinput, maka didapat hasil analisis kebutuhan air tanaman pada panel
CWR (Crop Water Requirement) dan Schedule untuk mengetahui nilai neraca
lengas tanah dan hasil produksi relatif tanaman kacang tanah. Data CWR
disajikan dalam bentuk tabel, sedangkan data schedule disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik. Pada lahan, ditanami 2 jenis tanaman lainnya, yaitu tanaman
jagung dan paprika manis yang dapat dibuat pola penanamannya dengan cara
diinputkannya data tanaman tersebut pada panel Crop Pattern kemudian diklik
pada panel scheme. Output keluar dalam bentuk tabel yang berisi tentang pola
tanam, jadwal irigasi, kebutuhan irigasi, dan luasan irigasi.
IV. HASIL PENGAMATAN

Tabel 4.1. Data Iklim (Eto) Bulanan Stasiun Bandung

Tabel 4.2. Data Curah Hujan Total dan Curah Hujan Efektif
Tabel 4.3. Skema Irigasi 3 Tanaman (Kacang Tanah, Jagung, dan Lada)
V. PEMBAHASAN

Perhitungan kebutuhan air tanaman dapat dilakukan dengan metode


konvensional maupun metode modern. Metode konvensional memiliki beberapa
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode konvensional yaitu dapat dilakukan
di mana saja, bahkan di tempat yang tidak memiliki jaringan listrik dan internet.
Selain itu, metode konvensional dapat dilakukan oleh siapa saja yang memahami
konsep-konsep klimatologi. Sebaliknya, kekurangan metode konvensional yaitu
membutuhkan perhitungan secara manual. Pembuatan grafik dan histogram juga
harus dilakukan secara manual, sehingga tidak praktis. Data pengamatan yang
juga harus disimpan rapi agar tidak hilang. Kekurangan terakhir adalah tingkat
akurasi yang lebih rendah karena terjadi kesalahan perhitungan akibat pembulatan
angka.
Metode modern dapat dilakukan dengan menggunakan software seperti
CropWat buatan FAO. Kelebihan metode ini adalah perhitungan serta pembuatan
grafik dan histogram yang lebih mudah karena dilakukan secara otomatis oleh
komputer dan kemudian dicetak menggunakan printer. Software CropWat juga
dapat menyimpan data-data yang sudah dihitung sehingga memudahkan pengguna
untuk melanjutkan perhitungan di kemudian hari. CropWat juga mampu
melakukan perhitungan pola penanaman sampai 30 jenis tanaman, perkiraan
jumlah irigasi yang diperlukan, serta jadwal penanaman. Kekurangan metode
dengan CropWat adalah komputer yang memerlukan sumber daya listrik, Hal ini
dapat menyusahkan apabila perhitungan dilakukan di tempat yang terpencil dan
belum terjangkau oleh listrik. Pengoperasian komputer dan software CropWat
juga menjadi kendala bagi orang-orang yang belum terbiasa mengoperasikannya.
Terdapat berbagai macam versi CropWat, dengan versi terbaru adalah
CropWat 8.0 for Windows. CropWat versi 8.0 dikembangkan dari CropWat versi
5.7 yang dibuat tahun 1992 dan CropWat versi 7.0 yang dibuat tahun 1999.
CropWat 8.0 memiliki perbedaan dibandingkan versi-versi sebelumnya, yaitu
tampilan muka yang diperbarui secara total. Selain itu, CropWat versi 8.0
memiliki fitur-fitur baru seperti (FAO, 2009):
 Dapat memasukkan data klimatologi secara harian, dasarian, dan bulanan
untuk perhitungan Eto

 Dapat menggunakan data CLIMWAT dari versi sebelumnya

 Memungkinkan pengguna untuk memperkirakan data klimatologi ketika
pengambilan data tidak lengkap

 Perhitungan kebutuhan air tanaman harian dan dasarian berdasarkan
algoritma perhitungan yang sudah disempurnakan dengan perubahan pada
koefisien tanaman

 Perhitungan kebutuhan air tanaman dan jadwal irigasi untuk tanaman
kering dan padi

 Tampilan muka yang interaktif

 Kemudahan untuk menyimpan dan membuka kembali jadwal irigasi yang
sudah dibuat sebelumnya

 Hasil data klimatologi, kebutuhan air tanaman, dan jadwal irigasi dapat
ditampilkan dengan grafik

 Dapat digunakan oleh komputer dengan sistem operasi Windows
95/98/ME/2000/NT/XP/lebih baru
Berdasarkan hasil analisis data iklim selama satu tahun di daerah Bandung
dengan komoditas kacang tanah, jagung dan lada, maka diperoleh hasil sebagai
berikut:


Gambar 5.1. Histogram ETo vs Suhu

Berdasarkan gambar 5.1., diketahui bahwa histogram berwarna oranye


menunjukkan suhu maksimum bulanan, histogram berwarna biru menunjukkan
suhu minimum bulanan dan histogram berwarna merah muda adalah ETo bulanan.
Suhu tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 31,30C. Untuk suhu minimum
terjadi pada bulan Agustus dengan suhu sekitar 14,20C. Menurut Usman (2004),
apabila suhu semakin tinggi, maka akan mengakibatkan laju evapotranspirasi juga
semakin tinggi. Sebaliknya, apabila suhu semakin rendah, maka akan
mengakibatkan laju evapotranspirasi juga semakin rendah. Ketergantungan
evaporasi potensial terhadap suhu sangat besar, karena suhu merupakan
pengintegrasi beberapa variabel lingkungan dan suhu digunakan sebagai masukan
utama sejumlah model untuk pendugaan evapotranspirasi.
Pada gambar 5.1. terlihat bahwa evapotranspirasi maksimum terjadi pada
bulan September yaitu sebesar 4,40 mm/hari, sedangkan evapotranspirasi terendah
terjadi pada bulan Juni sebesar 3,44 mm/hari. Temperatur maksimum yang paling
tinggi terjadi pada bulan September dan didapatkan data evaporasi tertinggi juga
pada bulan September. Hal ini sesuai dengan pernyataan Usman (2004) bahwa
suhu tertinggi terjadi pada bulan September diikuti evapotranspirasi maksimum
yang juga terjadi pada bulan September.


Gambar 5.2. Histogram ETo vs Kelembaban

Berdasarkan histogram 5.2., dapat diketahui bahwa histogram berwarna


hijau tua menunjukkan kelembaban relatif bulanan dan histogram berwarna merah
muda adalah ETo bulanan. Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada bulan Januari
dan Maret yaitu 80%. Untuk kelembaban relatif terkecil terjadi pada bulan
September dengan kelembaban relatif sekitar 70%. Menurut Soemarto (1986),
apabila kelembaban relatif semakin tinggi, maka akan mengakibatkan laju
evapotranspirasi semakin rendah. Sebaliknya, apabila kelembaban relatif semakin
rendah, maka akan mengakibatkan laju evapotranspirasi semakin tinggi.
Kelembaban udara yang rendah seperti pada bulan September dan Oktober
menunjukkan tingkat evapotranspirasi yang lebih tinggi. Pada bulan-bulan dengan
kelembaban udara yang tinggi, evapotranspirasi cenderung lebih rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor kelembaban berpengaruh negatif terhadap nilai ETo
pada daerah Bandung.


Gambar 5.3. Histogram ETo vs Kecepatan Angin

Berdasarkan gambar 5.3., dapat diketahui bahwa histogram berwarna hijau


muda menunjukkan kecepatan angin bulanan dan histogram berwarna merah
muda adalah ETo bulanan. Kecepatan angin setiap bulannya mengalami
kecepatan yang sama, yakni 95 km/hari. Menurut Nurhayati dan J. Aminuddin
(2016), kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses
evapotranspirasi. Laju evapotranspirasi sebanding dengan kecepatan angin.
Semakin tinggi kecepatan angin maka semakin tinggi nilai evapotranspirasi,
begitu pula sebaliknya semakin rendah kecepatan angin maka semakin rendah
nilai evapotranspirasi. Hal ini disebabkan karena angin yang kencang akan
meniup partikel air maupun kelembaban yang berada di atas daun sehingga
menyebabkan daerah di atas daun menjadi lebih kering dan meningkatkan
transpirasi.
Berdasarkan gambar 5.3. maka dapat diketahui bahwa evapotranspirasi
maksimum terjadi pada bulan September yaitu sebesar 4,40 mm/hari, sedangkan
evapotranspirasi terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 3,44 mm/hari. Pada
gambar 5.3. dapat dilihat bahwa rata-rata kecepatan angin di Bandung relatif sama.

Gambar 5.4. Histogram ETo vs Lama Penyinaran

Berdasarkan gambar 5.4., dapat diketahui bahwa histogram berwarna


kuning menunjukkan rerata lama penyinaran sinar matahari bulanan dan
histogram berwarna merah muda adalah rerata ETo bulanan. Rerata lama
penyinaran sinar matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus yaitu 8,3 jam.
Untuk rerata lama penyinaran sinar matahari terkecil terjadi pada bulan Januari
yaitu sekitar sekitar 6,3 jam. Menurut Soemarto (1986), apabila lama penyinaran
sinar matahari semakin tinggi, maka akan mengakibatkan laju evapotranspirasi
juga semakin tinggi. Sebaliknya, apabila lama penyinaran sinar matahari semakin
rendah, maka akan mengakibatkan laju evapotranspirasi juga semakin rendah.
Berdasarkan gambar 5.4., maka dapat diketahui bahwa evapotranspirasi
maksimum terjadi pada bulan September yaitu sebesar 4,40 mm/hari, sedangkan
evapotranspirasi terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 3,44 mm/hari. Hasil ini
kurang sesuai dengan pernyataan Soemarto (1986) di atas karena tingginya tingkat
evapotranspirasi dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainnya, seperti suhu dan
kelembaban.
Gambar 5.5. Histogram ETo vs Radiasi

Berdasarkan gambar 5.5., maka dapat diketahui bahwa rerata radiasi


matahari tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 21,2 MJ/m2/hari. Untuk
rerata radiasi matahari terkecil terjadi pada bulan Juni yaitu sekitar sekitar 17,3
MJ/m2/hari. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003), apabila radiasi matahari
semakin tinggi, maka akan mengakibatkan laju evapotranspirasi juga semakin
tinggi. Sebaliknya, apabila radiasi matahari sinar matahari semakin rendah, maka
akan mengakibatkan laju evapotranspirasi juga semakin rendah.
Berdasarkan gambar 5.5., maka dapat diketahui bahwa evapotranspirasi
maksimum terjadi pada bulan September yaitu sebesar 4,40 mm/hari, sedangkan
evapotranspirasi terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 3,44 mm/hari.
Pernyataan tersebut sesuai dengan teori Sosrodarsono dan Takeda (2003) karena
radiasi matahari tertinggi berada pada bulan September dan terendah pada bulan
juni, sehingga laju evapotranspirasi tertinggi berada pada bulan September dan
terendah pada bulan juni.
Gambar 5.6. Histogram Curah Hujan vs Curah Hujan Efektif

Berdasarkan grafik antara curah hujan dengan curah hujan efektif


didapatkan nilai curah hujan efektif yang paling tinggi pada bulan Desember.
Curah hujan efektif didapatkan dari nilai curah hujan historis dan sintesis
(Dwiratna, 2013). Nilai curah hujan efektif diperoleh berdasarkan nilai curah
hujan yang dipengaruhi dengan tingkat kejenuhan tanah atau total irigasi,
karakteristik tanaman, karaktertistik tanah, kapasitas tanah, tekstur tanah,
kebutuhan air, karakterisitik hujan. Apabila hujan terjadi setelah dilakukan irigasi
maka nilai efektif curah hujan akan berkurang (Ali, 2017). Sehingga berdasarkan
data histogram diatas beberapa bulan diantaranya sesuai dengan teori, tingginya
curah hujan mempengaruhi curah hujan efektif.

Gambar 5.7. Histogram CWR vs Irigasi Tanaman Kacang Tanah


Dari histogram di atas dapat dilihat kebutuhan air tanaman kacang tanah.
Diketahui bahwa tanaman kacang tanah membutuhkan irigasi pada bulan Mei
sampai Juli. Hal ini terjadi karena curah hujan yang terjadi pada bulan tersebut
dapat dikatakan lebih sedikit dibandingkan pada bulan-bulan lainnya. Kacang
tanah pada dasarnya membutuhkan sedikit air pada awal masa pertumbuhan.
Kemudian kebutuhan akan air itu akan meningkat hingga kanopi daun
berkembang dan menutup sempurna. Pada bulan Mei hingga Juli kacang tanah
memasuki fase perkembangan sehingga membutuhkan banyak air irigasi yang
ditandai dengan histogram berwarna biru. Kebutuhan air kacang tanah pada awal
periode pertumbuhan sedikit, kemudian meningkat hingga kanopi daun
berkembang dan menutup sempurna, selanjutnya berkurang hingga menjelang
panen (Stansell et. al., dalam Boote et al., 1982).

Gambar 5.8. Jadwal irigasi tanaman kacang tanah

CropWat juga dapat menyajikan data kebutuhan irigasi tanaman dalam


bentuk grafik jadwal irigasi tanaman, seperti pada Garis TAM merupakan total
lengas tersedia, yaitu perbedaan lengas tanah antara kapasitas lapang dan titik layu
yang dinyatakan dengan satuan mm/m (mm air per m kedalaman tanah)
ditunjukkan dengan garis warna hijau. Initial Soil Moisture Depletion (%TAM)
menunjukkan tingkat kekeringan tanah pada awal tanam. Akibat dari keadaan
lengas tanah yang tidak stabil, maka diperlukan perlakuan khusus seperti adanya
jadwal irigasi. Garis RAM (Readily Available Moisture)adalah jumlah air tersedia
yang dapat digunakan oleh tanaman, yaitu lengas tersedia yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman stagnan dari hari pertama setelah tanam sampai
selama satu tahun. Berdasarkan gambar di atas, maka dapat diketahui hasil bahwa
TAM dari hari tanam yang ke-0 hingga ke-55 hst selalu mengalami kenaikan,
yang dimulai dari sekitar 90 mm hingga menjadi sekitar 220 mm. Setelah hst ke-
55 tersebut, nilai yang diperoleh nilai sekitar 230 mm. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa kawasan dataran tinggi Bandung memiliki kondisi lengas tanah
yang buruk, sehingga diperlukan irigasi.

Gambar 5.9. Skema Kebutuhan Air irigasi pada Tumpangsari Kacang Tanah,
Jagung, dan Lada

Pola tanam di atas menunjukkan pola tumpang sari antara kacang tanah,
jagung, dan lada dengan pembagian lahan 30%, 30%, dan 40%. Ketiga tanaman
mulai ditanam pada bulan Desember dasarian ketiga. Tanaman yang
ditumpangsarikan membutuhkan irigasi sebanyak 0,1 mm/hari dan 1,6 mm/hari
pada bulan Februari. Dari keseluruhan lahan yang digunakan untuk tumpangsari,
area yang membutuhkan irigasi mencapai 60% dari total lahan yang digunakan.
Kemudian masa panen dari ketiga tanaman tersebut berbeda-beda. Tanaman
kacang tanah panen pada bulan April dasarian ketiga. Selanjutnya pada tanaman
jagung panen dilakukan pada bulan April dasarian ketiga. Terakhir pada tanaman
lada panen dilakukan pada bulan Februari dasarian ketiga.
VI. KESIMPULAN

CropWat 8.0 merupakan sebuah program komputer yang berguna untuk


menghitung kebutuhan air tanaman dan kebutuhan irigasi dengan disertai grafik
dan gambar. Data yang dibutuhkan dalam CropWat 8.0 adalah kebutuhan air (Eto
data tanaman dan data curah hujan) dan jadwal irigasi (data tanah dan kriteria
jadwal irigasi). Dari hasil penentuan kebutuhan air dan kebutuhan irigasi
menggunakan program CropWat, didapat bahwa tanaman kacang tanah, jagung
dan lada ditanam secara tumpangsari di Bandung dengan perbandingan 30%, 30%,
dan 40%.
DAFTAR PUSTAKA

Ali. M.H. 2017. Effective Rainfall Calculation Methods for Field Crops: An
Overview, Analysis and New Formulation. Bangladesh Institute of
Nuclear Agriculture. P: 2.

Anonim. 2015. CropWat. http://www.fao.org/. Diakses pada tanggal 24 Maret


2019.

Boote, J.R., Stansell, A.M. Schuber., and J. F.Stone, 1982. Irrigation, water use
and water relations. p. 164–205. In H.E. Patte and C.T. Young (Eds.) Peanut
Sci. and Tech. APPRES, Texas, USA.

Dwiratna, N.P.S., Nawawi, G., dan Asdak, C. 2013. Analisis curah hujan dan
aplikasinya dalam penetapan jadwal dan pola tanam pertanian lahan kering
di Kabupaten Bandung. Bionatura-Jurnal Ilmu-ilmu Hayati dan Fisik 15(1) :
2.

Ekwue, E. I., Rebekah, C. Constantine., and R. Birch. 2015. Simulation of


irrigation water requirements of some crops in trinidad using the CropWat
irrigation software. The West Indian Journal of Engineering 37(2): 31-36.

FAO. 2009. CropWat http://www.fao.org/landandwater/aglw/cropwat.stm


diakses pada 25 Mei 2019.

Hashem, A., B. Engel, V. Bralts, S. Radwan., and M. Rashad. 2016. Performance


evaluation and development of daily reference evapotranspiration model.
Irrigation & Drainage Systems Engineering 5(1): 1-6.

Laouisset, M.B and A. Della. 2016. Estimation of Barley (Hordeum vulgare L.)
crop water requirements using cropwat software in Ksar-Chellala Region,
Algeria. Agris on-line Paper in Economics and Informatics 8(3): 91-102.

Nurhayati dan J. Aminuddin. 2016. Pengaruh kecepatan angin terhadap


evapotranspirasi berdasarkan metode penman di kebun stroberi Purbalingga.
Journal of Islamic Science and Technology 2 (1) : 21-28.

Rokhma, N.M. 2008. Menyelamatkan Pangan dengan Irigasi Hemat Air. Kanisius.
Yogyakarta.

Simanjuntak, E., H. Widiastuti., I. Argiono., T. Aramanda., T.T. Kartika., L.S.


Baskoro., A.N. Subkhi., R. Lelowati., E. Sumartiny., A.B. Wicaksono., M.
Wahyuningsih., M. Aulia., dan N. Khairunnisa. 2014. Peluang Investasi
Infrastruktur Bidang Pekerjaan Umum. Pusat Kajian Strategis Kementrian
Pekerjaan Umum. Jakarta.
Smith, M. 2002. CropWat: a Computer Program for Irrigation Planning and
Management. Food and Agricultural Organization of The United Nations.
Bangladesh.

Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik. Erlangga, Jakarta.

Sosrodarsono, S dan K. Takeda. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Pradna


Paramita, Jakarta.

Stancalie, F., A. Marica., and L. Toulios. 2010. Using earth observation data and
cropwat model to estimate the actual crop evapotranspiration. Physics and
Chemistry of The Earth 35(1): 25-30.

Usman. 2004. Analisis kepekaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi


potensial terhadap perubahan iklim. Jurnal Natur Indonesia 6 (2) : 91-98.
LAMPIRAN

1. Buka software CropWat

2. Klik Climated, kemudian muncul tabel monthly Eto, Penman-Monteith

3. Klik open. Pilih file klimatologi yang diinginkan (BANDUNG-PLATEU.pen)


4. Muncul data klimatologi di daerah yang ditetapkan (BANDUNG.pen)

5. Setelah itu klik Chart dan munculah histogram Climate/Eto/Rain

6. Langkah berikutnya adalah membandingkan Eto dengan temperatur. Centang


kotak Min. Temp dan Max. Temp beserta Bar. Kemudian muncul histogram
Eto vs Temp
7. Kemudian, Eto dengan humidity dibandingkan. Centang kotak Humidity
beserta Bar. Lalu muncul histogram Eto vs Humidity

8. Lalu langkah untuk membandingkan Eto dengan wind. Centang kotak Wind
beserta Bar. Akan muncul histogram Eto vs Wind

9. Langkah untuk membandingkan Eto dengan sunshine. Centang kotak


Sunshine beserta Bar. Kemudian muncul histogram Eto vs Sunshine
10. Terakhir, langkah untuk membandingkan Eto dengan radiation. Centang
kotak Radiation beserta Bar. Kemudian muncul histogram Eto vs Radiation

11. Setelah itu untuk memasukkan data curah hujan ke dalam CropWat, maka
klik Rain, kemudian open dan pilih data curah hujan daerah yang ditetapkan
(BANDUNG.cli)

12. Muncul tabel Monthly Rain


13. Centang kotak Rain beserta Bar dan Eff. Rain beserta Bar. Kemudian muncul
histogram Rain vs Eff. Rain

14. Klik Soil, kemudian Open

15. Pilihlah folder FAO, dan pilihlah data medium.soil


16. Muncul dry crop

17. Klik crop untuk memasukkan data tanaman. Kemudian klik open dan pilih
data tanaman yang diinginkan (GRONDNUT.cro). Muncul data tanaman

18. Kemudian Klik CWR untuk melihat Etc Tanaman


19. Setelah itu klik Chart untuk melihat kebutuhan irigasi tanaman

20. Klik Schedule untuk melihat jadwal irigasi tanaman. Pilih Daily Soil
Moisture Balance pada kotak tabel format untuk melihat kebutuhan irigasi
harian

21. Klik Chart untuk melihat TAM dan RAM


22. Klik Crop Pattern untuk mengetahui kebutuhan air tanaman
yang ditumpang-sarikan. Pada tabel Cropping Pattern pilih jenis tanaman
yang akan ditumpangsarikan. (Grondnut, Corn, Sweet Peppers)

23. Kemudian klik Scheme

Anda mungkin juga menyukai