Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TEKNIK IRIGASI

KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAERAH IRIGASI


BONDOYUDO JAWATIMUR, DENGAN DAERAH IKLIM
KOTA MALANG

KELOMPOK 3 – P1

Angga Andriana (F44190003)

Arya Putra Prasetyo (F44190006)

Bima Rizki Nugraha (F44190009)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2022


PENDAHULUAN
Air adalah sumber daya alam yang mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup, begitu juga air
merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui karena air selalu mengalir satu arah dan
membentuk siklus yang disebut siklus hidrologi. Walaupun air dapat diperbarui, air juga
mengalami perubahan baik dari segi kuantitas maupun kualitas, salah satu faktor yang
mempengaruhi perubahan adalah pertambahan penduduk, baik jumlah maupun kegiatan yang
berdampak pada peningkatan kebutuhan air, sedangkan di sisi lain terjadi aktivitas manusia yang
menyebabkan kualitas air menurun. Tanaman membutuhkan air sebagai pembawa nutrisi yang
berguna untuk mendaur ulang hasil fotosintesis dan metabolisme tumbuhan dari tanah ke tempat
fotosintesis. Air juga mempertahankan sel tumbuhan agar tetap aman dan berfungsi berbagai
mekanisme pada tumbuhan (Jalil 2021).
Pasokan air menentukan keberhasilan dalam produksi tanaman, baik dalam generatif dan
vegetatif pada kebutuhan dasar tumbuhan. Kebutuhan air diikutin dengan meningkatnya
kelembaban tanah, tetapi efisiensi konsumsi air berada pada kandungan air tanah tertinggi 55-70%
dari kapasitas lapangan. Kekurangan air atau terlalu banyak air tanaman mempengaruhi
pertumbuhan dan produksinya (Kurnia 2014). Kebutuhan air tanaman dapat ditentukan dari
Koefisien Tanaman (kc) dan evapotranspirasi referensi (ETo). Evapotranspirasi referensi dapat
didasarkan pada Koefisien panci (Kp) dan Evaporasi Pot (Eo). Nilai koefisien untuk tanaman
bervariasi pada tahapan pertumbuhan tanaman dan jenis masing-masing tanaman. Nilai koefisien
pan (Kp) berkisar antara 0,6- 0,9. Koefisien tanaman (kc) pada awal pertumbuhan bernilai rendah
dan tinggi saat berbunga atau pembuahan dan kemudian berkurang sebelum tahap dewasa. Dalam
fase pertumbuhan tanaman maksimal (pembungaan atau pembuahan) membutuhkan banyak air,
oleh karena itu tahap pertumbuhan tanaman, lamanya waktu musim tanam perlu d, dan fase kritis
pertumbuhan perlu dipahami dengan baik agar perencanaan penyediaan air dalam jumlah yang
tepat dan waktunya tepat (Miranda et al. 2006).
Penentuan waktu tanam sangat mempengaruhi kelangsungan usaha budidaya pertanian karena
mampu meminimalisir terjadinya kondisi kehilangan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman,
terutama saat pergantian musim kering ke musim hujan. Sebab dari itu, informasi curah hujan,
temperatur, kelembaban udara dan radiasi matahari dasarian diperlukan sebagai awal dalam
menentukan waktu tanam hingga panen yang tepat, kapan waktu pengairan dan berapa volume air
yang dibutuhkan (Hariyanti et al. 2019). Penggunaan software Cropwat 8.0 dapat membantu untuk
mengetahui perkiraan pemberian air menyesuaikan pada kebutuhan air tanaman dengan
menginputkan data unsur cuaca, karakteristik tanah dan tanaman. Program komputer yang
dikembangkan oleh Food and Agriculture Organization (FAO) tersebut memberikan peluang
untuk dapat mengestimasi jadwal irigasi dengan menyesuaikan pada kondisi ketersediaan air di
lapangan. Nilai estimasi yang diperoleh lebih akurat mendekati fakta di lapangan dan
meminimalisir terjadinya human error dibandingkan dengan metode lain dalam menduga
evapotranspirasi tanaman (Udiana et al. 2014)
TINJAUAN PUSTAKA
Evapotranspirasi tanaman adalah besarnya evapotranspirasi dengan kondisi pemberian air
terbatas untuk memenuhi pertumbuhan. Sedangkan evapotranspirasi prediksi adalah besarnya
evapotranspirasi dengan jumlah air yang tersedia tidak terbatas untuk memenuhi pertumbuhan
optimum atau evapotranspirasi dari permukaan tanaman acuan yang tumbuh dengan pengairan
yang cukup. pada periode awal, evapotranspirasi lebih rendah karena tanaman masih kecil
sehingga luas permukaan tanaman untuk melakukan penguapan lebih kecil, sedangkan pada fase
pembuahan merupakan fase pertumbuhan maksimal dan pada masa pematangan buah tanaman
padi sudah masa tua yang kurang produktif dan proses metabolisme sudah mulai melambat
sehingga kebutuhan airnya berkurang (Sajiwo et al. 2017).
Koefisien tanaman (kc) memiliki nilai yang berbeda pada setiap varietas dan lokasi yang
berbeda akan memiliki koefisien tanaman yang berbeda pada fase pertumbuhan yang sama
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2006), beberapa nilai Kc pada tanaman padi sawah yang
besaran nilainya bervariasi tergantung pada lokasi, musim, varietas, pengelolaan tanaman dan
cuaca. Namun, umumnya mempunyai kecenderungan yang sama dalam hal besarnya nilai
koefisien tanaman sesuai dengan proses pertumbuhannya, pada fase pertumbuhan awal (0 sampai
15 hari) nilai Kc lebih kecil, kemudian meningkat pada pertengahan pertumbuhan dan kembali
menurun di akhir masa pertumbuhan
Evapotranspirasi standar (Eto) didefinisikan sebagai laju evapotranspirasi dari permukaan yang
luas, rapat ditumbuhi rumput hijau dengan ketinggian yang seragam antara 8 – 15 cm dan dalam
kondisi tidak kekurangan air. Untuk menduga nilainya beberapa metode diturunkan berdasarkan
proses fisik yang mengatur laju evapotranspirasi, tetapi kebanyakan didasarkan pada hasil empiris
yang didasarkan pada hubungan statistik antara evapotranspirasi dan satu atau lebih variabel iklim
(Berengena dan Gavilan 2005).
CROPWAT adalah decision support system yang dikembangkan oleh Divisi Land and Water
Development FAO berdasarkan metode PenmanMonteith, untuk merencanakan dan mengatur
irigasi. CROPWAT dimaksudkan sebagai alat yang praktis untuk menghitung laju
evapotranspirasi standar, kebutuhan air tanaman dan pengaturan irigasi tanaman (Usman 2004).
Dari beberapa studi didapatkan bahwa model Penmann-Monteith memberikan pendugaan yang
akurat sehingga FAO merekomendasikan penggunaannya untuk pendugaan laju evapotranspirasi
standar dalam menduga kebutuhan air bagi tanaman
METODELOGI
Perhitungan kebutuhan air tanaman menggunakan metode Penman-Monteith dengan software
Cropwat. Pencarian data dilaksanakan tanggal 5-6 februari meliputi data suhu bulanan minimal
dan maksimal, kelembapan, kecepatan angin, dan lama penyinaran. Kebutuhan data yang
diperlukan berasal dari daerah irigasi Bondoyudo Lumajang-Jember namun data daerah tersebut
tidak ditemukan sehingga dilakukan pendekatan dengan mengambil stasiun BMKG daerah
terdekat yaitu malang. Selanjutnya data diolah dan disimulasikan masa tanam menjadi beberapa
golongan. Berikut diagram alir penelitian kebutuhan air tanaman sebagai berikut :
Mulai

Pencarian data cropwat daerah malang dari BMKG

Penginputan data kedalam cropwat

Pengambilan hasil Kc dan Etc data cropwat

Penggolongan masa tanam padi,tebu, dan palawija

Penginputan Kc dan Etc ke golongan masa tanaman

Pembuatan laporan dan presentasi

Selesai

Gambar 1 Diagram alir penelitian kebutuhan air tanaman


Perhitungan kebutuhan air tanaman merupakan hasil gabungan perhitungan evaporasi dan
transpirasi, apabila dirumuskan maka evapotranspirasi tanaman (Etc) dihitung sebagai berikut :
𝐸𝑇𝑐 = 𝐸𝑡𝑜 × 𝐾𝑐…………………………………………………………………1
Keterangan :
Etc = Evapotranspirasi
Eto = Evapotranspirasi Acuan
Kc = Koefisien Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN


Kebutuhan air tanaman pada daerah irigasi Bondoyudo merupakan menjadi hal yang perlu
diketahu jika ingin merencanakan Sistem Irigasi pada wilayah tersebut. Hal ini terjadi agar air
irigasi dapat diberikan sesuai dengan kebutuhan tidak kurang maupun lebih. Pengairan yang tidak
cukup menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak sempurna bahkan bisa menyebabkan tanaman
mati kekeringan dan sebaliknya jika tumbuhan diberikan kelebihan air maka tumbuhan tersebut
akan membusuk (Rizal et al. 2014). Kebutuhan air tanaman diperoleh dengan mempertimbangkan
beberapa parameter hidrometeorologis seperti suhu maksimum dan minimum, kelembaban,
kecepatan air, lama penyinaran, dan radiasi. Data parameter yang digunakan pada kali ini ialah
data yang berasal dari daerah sekitar Jaringan Irigasi Bondoyudo yaitu kota malang. Hal ini
dilakukan karena data di daerah Lumajang dan Jember tidak tersedia di website resmi BMKG.
Data yang telah kita dapatkan tersebut kemudian dianalisis menggunakan software cropwat
sehingga diperoleh nilai Evapotrasnpirasi acuan (ETo) yang dibutuhkan seperti yang terdapat pada
Tabel 1.

Tabel 1 Data Hidrometeorologis Stasiun Pengukuran Malang


T T Kec.
Kelembapan Penyinaran Rad ETo
Bulan min maks Angin
(o C) (o C) (%) (m/dt) (jam) (MJ/m2/hari) (mm/hari)
Januari 20.00 29.40 85.10 2.41 1.77 12.50 3.09
Februari 19.40 30.40 81.71 3.63 2.11 13.10 3.60
Maret 19.00 30.00 83.55 4.43 1.52 11.80 3.37
April 17.70 31.20 76.70 6.14 1.67 11.30 4.34
Mei 17.60 30.60 76.57 7.03 1.97 10.70 4.31
Juni 19.20 30.60 78.50 7.04 1.70 9.80 3.96
Juli 14.90 30.60 72.48 8.04 2.19 10.60 5.10
Agustus 16.20 31.20 76.42 7.43 2.58 12.10 4.78
September 18.50 31.20 77.50 6.16 2.50 13.00 4.42
Oktober 19.00 31.50 78.52 6.70 2.10 12.90 4.49
November 18.80 31.40 83.90 4.10 1.37 11.90 3.50
Desember 20.00 30.60 83.67 4.47 1.65 12.10 3.49
Rata-rata 18.40 30.70 80.00 5.60 1.90 11.80 4.04

Berdasarkan Tabel 1 tersebut, dapat telihat nilai evapotranspirasi tertinggi terjadi pada bulan
Juli sebesar 5,10 mm/hari, nilai terkecil terjadi pada bulan Januari sebesar 3,09 mm/hari, dan nilai
evapotranspirasi rata-rata sebesar 4.04 mm/hari. Berdasarkan Tabel 1 juga dapat terlihat bahwa
parameter yang paling berpengaruh terhadap nilai ETo adalah radiasi, kelembapan, dan suhu.
Penggolongan jadwal tanam selanjutnya dibuat untuk menentukan pola tanam seperti apa yang
paling efektif. Penelitian kali ini terdapat 4 golongan agar dapat membandingkan masing-masing
golongan untuk mencari yang paling efektif. Komoditas yang digunakan kali ini ialah tanaman
padi, tebu, dan palawija. Padi memiliki 3 kali musim tanam, tebu 1 kali musim tanam, dan palawija
yang kami gunakan ialah kentang dengan 1 kali musim tanam. Jadwal tanam yang kami asumsikan
berdasarkaan kebiasaan masyarakat dalam menanam masing-masing komoditas yang dapat dilihat
pada lampiran 1.
Tanaman yang telah dibuat jadwal tanamnya pada empat golongan masa tanam kemudian
dianalisis menggunakan software cropwat agar diperoleh nilai KC yang kemudian mendapatkan
nilai ETc dari masing-masing yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan tabel tersebut
dapat terlihat bahwa dari keempat golongan pola tanam, Nilai rata-rata ETc terkecil terdapat pada
golongan 4 dengan nilai sebesar 4,17 mm/hari. Sehingga dari keempat golongan tersebut, pola
tanam golongan 4 merupakan pola tanam paling efektif karena memiliki nilai ETc paling kecil,
sehingga kebutuhan air tanaman juga paling kecil sesuai kebutuhan tanaman.
Simpulan
Parameter yang paling berpengaruh terhadap nilai evapotranspirasi acuan (ETo) adalah radiasi,
kelembapan, dan suhu. Pola tanam golongan 4 merupakan pola tanam paling efektif karena
memiliki nilai ETc paling kecil, sehingga kebutuhan air tanaman yang diperlukan juga paling kecil
sesuai kebutuhan tanaman. Pola tanam golongan 4 ini dapat digunakan untuk jadwal tanam di
daerah jaringan irigasi agar beban kebutuhan air jaringan irigasi dapat efektif.
Daftar Pustaka
Jalil A. 2021. Pendugaan kebutuhan air tanaman terhadap tiga rotasi penanaman padi, jagung
dan kedelai dengan istirahat satu minggu di antara tanam dengan aplikasi cropwat.
Jurnal Penelitian Ipteks. 6(1): 6-15
Kurnia U. 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan kering. balai penelitian
tanah. Jurnal Litbang Pertanian. 23(4): 130-138.
Miranda, FR, Gondim RS,Costa CAG. 2006. Evapotranspiration and crop coefficients for
tabasco pepper (Capsicum frutescens L.). Agricultural Water Management. 82:237-246.
Hariyanti KS, Tanie J, Yonny K, Rahmat H., Aris P. 2019. Penentuan waktu tanam dan
kebutuhan air tanaman padi, jagung, kedelai dan bawang merah di provinsi jawab dan
nusa tenggara timur. Jurnal Tanah dan Iklim. 43(1): 83-92.
Udiana IM, Bunganaen W, Rizky APP. 2014. Perencanaan sistem irigasi tetes (Drip
Irrigation) di desa besmarak kabupaten kupang. Jurnal Teknik Sipil. 3(1): 30-41.
Rizal F, Alfiansyah, Rizalihadi M. 2014. Analisis perbandingan kebutuhan air irigasi tanaman padi
metode konvensional dengan metode SRI organik. Jurnal Teknik Sipil. 3(4): 67-76.
Sajiwo I, Sumono, Harahap LA. 2017. Penentuan nilai evapotranspirasi dan koefisien tanaman
beberapa varietas unggul di rumah kaca fakultas pertanian universitas sumatera utara.
Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 5(2):370-374.
Sosrodarsono S, Takeda K. 2006. Hidrologi untuk Pengairan Cetakan ke-X. Jakarta (ID): Pradnya
Paramita.
Berengena, J and P. Gavilan, 2005. Reference evapotranspiration estimation in a highly
advective semiarid environment. Journal of Irrigation and Darinage Engineering.
131(2):147 – 163.
Usman. 2004. Analisis Kepekaan beberapa metode pendugaan evapotranspirasi potensial
terhadap perubahan iklim. Jurnal Natur Indonesia. 6(2): 91-98.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Pola tanam golongan 1-4
Tabel 1 Asumsi Pola Tanam Daerah Irigasi Bondoyudo
Lampiran 2 Hasil perhitungan cropwat nilai Kc dan ETc

Tabel 3 Nilai Kc dan ETc Padi-Padi-Padi-Tebu-Kentang dari Cropwat


Lampiran 3 Grafik identitas tanam padi, tebu, dan kentang

Gambar 2 Grafik identitas tanam padi

Gambar 3 Grafik identitas tanam tebu


Gambar 4 Grafik identitas tanam kentang

Anda mungkin juga menyukai