Kelompok 6 :
B.312.4422.033 Petrus Akeng
B.312.4422.039 Prasetyo Hermanto
B.312.4422.040 Mutiara Diyah Pangesti
B.312.4422.119 Tina Yulianty Widagdo
B.312.4422.120 Bima Bintang Fermansyah
DEFINISI BEHAVIORAL
FINANCE
(PERILAKU KEUANGAN)
Definisi Umum:
Behavioral finance adalah studi tentang pengaruh psikologi terhadap perilaku investor atau
analis keuangan dan efeknya pada pasar saham. Ini berfokus pada fakta bahwa investor tidak
selalu rasional, memiliki batas pengendalian diri, dan dipengaruhi oleh bias mereka sendiri.
Behavioral Finance didefinisikan sebagai subbagian dari ekonomi perilaku yang berfokus pada
bagaimana bias kita, serta pengaruh psikologis, memengaruhi perilaku keuangan kita,
keputusan keuangan, dan hasil terkait dari pasar keuangan.
Behavioral Finance adalah studi tentang perilaku pasar investor berdasarkan pada prinsip-
prinsip psikologis mengenai pengambilan keputusan. Behavioral Finance menjelaskan
mengapa orang membeli atau menjual saham. Behavioral Finance berpusat pada fakta bahwa
investor tidak selalu rasional karena mereka sering lupa akan pengendalian diri mereka dan
dipengaruhi oleh kecenderungan mereka. Selanjutnya, bias tersebut dapat menjelaskan
berbagai jenis anomali pasar.
Definisi Behavioral Finance menurut para ahli:
1. Menurut Litner (1998:7) perilaku keuangan merupakan suatu ilmu yang mempelajari
bagaimana manusia menyikapi dan bereaksi atas informasi yang ada dalam upaya untuk
mengambil keputusan yang dapat mengoptimalkan tingkat pengembalian dengan
memperhatikan risiko yang melekat di dalamnya (unsur sikap dan tindakan manusia
merupakan faktor penentu dalam berinvestasi) (Litner, 1998:7)
2. Fuller (2000) menjelaskan tiga poin penting dalam behavioural finance:
3. Behavioural Finance adalah penggabungan antara ekonomi klasik dan keuangan dengan
psikologi dan ilmu pengambilan keputusan, dan perlu diketahui bahwa ilmu pengambilan
keputusan juga berkembang mengikuti perkembangan zaman, sehingga penerapan teori
ekonomi klasik yang relatif bersifat baku, berbeda-beda seiring dengan perkembangan
zaman.
4. Behavioural Finance adalah suatu percobaan untuk menjelaskan apa penyebab beberapa
anomali-anomali keuangan yang sudah terlihat dan dibukukan dalam literasi keuangan.
5. Behavioural Finance adalah suatu bidang studi yang menjelaskan bagaimana investor
secara sistematis membuat judgement yang salah atau “mental mistakes”.
6. Shefrin (2000) mendefinisikan behavioral finance adalah studi yang mempelajari bagaimana
fenomena psikologi mempengaruhi tingkah laku keuangannya. Tingkah laku dari para
pemain saham tersebut di mana Shefrin (2000) menyatakan tingkah laku para praktisi.
4. Nofsinger (2001) mendefinisikan perilaku keuangan yaitu mempelajari bagaimana
manusia secara actual berperilaku dalam sebuah penentuan keuangan (a financial
setting).Khususnya, mempelajari bagaimana psikologi mempengaruhi keputusan
keuangan, perusahaan dan pasar keuangan.
5. Ricciardi dan Simon (2000: 2) : Behavioral finance juga mencoba menjelaskan dan
meningkatkan pemahaman tentang pola-pola dari alasan investor termasuk aspek
emosional dan derajat dari aspek tersebut dalam mempengaruhi proses pengambilan
keputusan.
6. Thaler (1993: xvii) : Behavioral finance is simply open minded finance claiming that
sometimes in order to find the solution to an [financial]empirical puzzle it is necessary to
entertain the possibility that some agents in the economy behave less than fully rationally
some of the time.
7. Olsen (1998: 11) : Behavioral Finance does not try to define “rational” behaviour or
label decision making as biased or faulty; it seeks to understand and predict systematic
financial market implications of psychological process.
TEORI BEHAVIORAL
FINANCE
Beberapa Teori Behavioral Finance sbb :
1. Prospect Theory (Teori Prospek)
Teori ini dikembangkan oleh dua orang ilmuan terkemuka dari Amerika Serikat, yaitu
Daniel Kahneman dan Amos Tversky sekitar tahun 1979. Daniel Kahneman kemudian
menjadi psikolog pertama dan satu-satunya yang memenangkan nobel ekonomi pada 2002
dan menjadi salah satu penemuan terbesar dalam bidang behavioral finance. Prinsip-
prinsip yang diajukan oleh teori prospek meliputi:
a. Fungsi Nilai (value function)
b. Pembingkaian (framing)
c. Perhitungan Psikologis (psychological accounting)
d. Probabilitas (probability)
e. Efek kepastian (certainty effect)
2. Sentimen Investor
Shleifer (2000) mendefinisikan sentiment investor sebagai keyakinan perilaku berbasis heuristic atau aturan
praktis daripada rasionalitas Bayesian dalam membuat keputusan investasi. Ini terjadi ketika preferensi dan
kepercayaan investor memenuhi bukti psikologis daripada model ekonomi standar. Sementara beberapa
peneliti merujuk sentimen investor sebagai kecenderungan berdagangan di kebisingan ketimbang
berdasarkan informasi (Black, 1986; De Long et al, 1990, Shleifer & Vishny 1997; Baker & Wurgler, Yuan
2009)
3. Ambiguity Aversion
Ellsberg (1961) mendefinisikan ambiguity aversion sebagai keinginan untuk menghindari hal-hal yang
belum jelas (ambigu), meskipun tidak akan meningkatkan expected utility. Pompian (2006) menunjukkan
bahwa efek negatif yang dapat ditimbulkan dalam pengambilan keputusan investasi beresiko dengan
adanya perilaku ambiguity aversion investor.
4. Competence Effect
Health dan Tversky (1991) melakukan penelitian yang berhubungan dengan ambiguity aversion. Penelitian
ini memunculkan konsep competence effect yang menyatakan bahwa tingkat ambiguity aversion seseorang
dipengaruhi oleh tingkat subjective competence (kompetensi subyektif). Ketika seseorang merasa memiliki
kemampuan dan pengetahuan yang tinggi dalam suatu hal, mereka akan lebih memilih untuk berinvestasi
pada kondisi yang distribusi probabilitasnya masih ambigu berdasarkan pendapat (judgment) mereka
sendiri. Sebaliknya, seseorang yang merasa tidak kompeten, mereka akan lebih memilih berinvestasi pada
situasi yang tidak ambigu.
5. Overconfidence
Overconfidence berbeda dengan competence effect. Dalam literatur psikologi overconfidence dapat
diartikan sebagai keyakinan bahwa distribusi probabilitas prediksi seseorang lebih tinggi dari
sesungguhnya. Sedangkan dalam berbagai literatur keuangan, overconfidence didefinisikan sebagai
penaksiran yang terlalu tinggi (overestimating) dalam menilai suatu financial aset (Odean (1998)
6. Excessive Trading Theory
Teori mengenai excessive trading (perdagangan yang terlalu berlebihan) pertama kali dikemukakan oleh
Odean (1998) dan Daniel et.al (1998). Secara teori mereka mengatakan bahwa perilaku overconfidence
tinggi yang ditunjukkan dengan derajat miscalibration yang tinggi akan membawa pada kecenderungan
investor untuk melakukan strategi trading yang agresif dan berlebihan. Pada akhirnya hal tersebut akan
menyebabkan kinerja investasi yang buruk (poor performance). d Odean (2001).
7. Perilaku Herding
Herding adalah sebuah perilaku investor yang tidak rasional sebagaimana yang dijelaskan dalam teori
keuangan klasik dikarenakan para pelaku pasar atau investor tidak membuat keputusan dalam
berinvestasi sesuai dengan dasar-dasar pemikiran dalam ekonomi terkait dengan investasi, namun
mereka bertindak berdasarkan tindakan investor lain apabila mereka berada pada kondisi yang sama
atau mengikuti konsensus pasar. Akibatnya, terkadang mereka akan mendapatkan return yang tidak
sesuai atau mereka harus menanggung risiko yang tidak seharusnya di ambil.
BIAS DALAM
BEHAVIORAL FINANCE
1. Self Deception
a. Overconfidence Bias kepercaayaan diri investor yang menganggap bahwa
informasi yang dimiliki lebih tepat dibandingkan dengan keadaan sebenarnya,
biasanya muncul karena pengalaman yang dialami (Pompian,2006). Menurut Shefrin
(2007) overconfidence bias dibedakan menjadi dua yaitu overconfidence about
ability & overconfidence about knowledge
b. Confirmation Bias kecenderungan orang untuk memperhatikan informasi yang
mendukung keyakinannya dan mengabaikan informasi yang bertentangan
dengannya.
c. Cognitive Dissonanve suatu keadaan ketika konflik muncul dari informasi baru
yang diterima berbeda dengan pemahaman yang sudah diterima sebelumnya.
Situasi di mana seseorang tidak nyaman dengan informasi baru yang didapatkan
sehingga dapat menimbulkan keraguan pada pengertian awal yang telah dipahami
(Pompian, 2006)
2. Heuristic Simplification
Representativeness perilaku pengambilan keputusan yang berdasarkan
pengalaman masa lalu investor yang menyebabkan kesalahan dalam mengambil
keputusan (Shefrin, 2007). Berdasarkan Andini (2020), investor dalam membuat
keputusan hanya berdasarkan analisis saham masa lalu yang cenderung trendnya
meningkat.
Framing Bias suatu cara menggunakan bahasa untuk mengelola makna.
Pembingkaian ini melibatkan pemilihan dan penekanan satu atau lebih aspek dari
suatu subjek dengan mengabaikan yang lain ( Robbins dan Judge 1998:80)
Loss Aversion perasaan yang kuat dari dorongan hati investor untuk menghindari
kerugian daripada mendapatkan keuntungan. Loss Aversion juga dapat diartikan
kecenderungan orang lebih suka menahan kerugian dibandingkan dengan memiliki
keuntungan (Luu, 2014).
Emotion suatu dorongan hati lebih dari sekedar perhitungan yang masuk
akal/rational untuk bertindak yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang
mendalam serta disertai dengan perasaan yang kuat. Self Control berkaitan dengan
kegiatan dalam pengelolaan keuangan. Self Control berkaitan dengan seberapa kuat
seseorang memegang nilai dan kepercayaannya untuk dijadikan acuan dalam
mengambil keputusan (Dian, 2004) .
3. Social Interaction
Contagion Effect efek menular penularan kondisi ekonomi suatu negara ke
negara lainnya yang pada akhirnya negara yang tertular itu keadaan ekonomi
terpengaruh dan relative mirip dengan negara asal.
Menurut Ricciardi & Simon (2000), terdapat tiga aspek yang memengaruhi behavioral
finance:
• Aspek Psikologi
Aspek ini berkenaan dengan bagaimana tingkah laku seseorang secara
pribadi maupun dengan lingkungannya. Tingkah laku tersebut baik yang tampak
maupun tidak tampak, dan dengan disadari maupun tidak disadari.
• Aspek Sosiologi
Aspek ini berkenaan dengan perilaku dan kehidupan seseorang dalam
kaitannya dengan sistem sosial. Dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi
orang yang terlibat didalamnya.
• Aspek Keuangan
Aspek ini berkitan dengan pengelolaan keuangan yang akan berpengaruh
pada kehidupan seseorang.
IMPLEMENTASI
BEHAVIORAL FINANCE
IMPLEMENTASI BEHAVIOUR FINANCE DI CAPITAL MARKET
Tujuan dari implementasi behavior finance adalah untuk memastikan bahwa rencana yang
sudah disepakati bisa diterapkan dan membawa dampak yang positif saaat berinvestasi di
pasar modal. Investor yang berkaitan dengan perencanaan harus dapat menjawab hal-hal detail
tentang suatu rencana yang akan diterapkan, sebelum akhirnya masuk ke fase eksekusi
berinvestasi. Rencana implementasi akan menjadi kunci untuk menguraikan langkah-langkah
yang harus diambil investor untuk mencapai tujuan atau inisiatif bersama.
Cara yang baik untuk mengetahui apakah rencana implementasi sudah efektif atau belum
adalah dengan menyerahkannya kepada investor untuk menilai apakah mereka dapat
memahami arti dari pasar modal secara keseluruhan.
namun banyak para investor dalam berperilaku untuk mengelola keuangannya di pasar modal
namun hanya untuk jangka pendek.
Contoh Kasus Implementasi Behavior Finance di Capital Market
Analisa grafik IHSG
Pada masa pandemi COVID-19 ini, IHSG Indonesia bahkan seluruh negara
mengalami penurunan drastis akibat kepanikan para investor.
Seorang investor yang rasional biasanya akan membuat keputusan investasi
yang bijak dan cermat. Namun, kenyataanya seorang investor sering kali
melakukan kesalahan dalam pengambilan keputusan investasi karena
dipengaruhi oleh faktor psikologi dalam diri investor. Menurut Aini dan Lutfi
(2019), keputusan investasi yang diambil atau dibuat oleh seorang investor
tidak selalu didasarkan pada pertimbangan yang rasional saja, melainkan juga
terdapat aspek irasional di dalamnya yang berhubungan erat dengan kejiwaan
seseorang