Anda di halaman 1dari 3

BIAS-BIAS PSIKOLOGI BEHAVIORAL FINANCE

a. Heuristics
Untuk penyederhanan proses pengambilan keputusan, manusia cenderung membuat
“rule of thumb” atau aturan standar yang sederhana untuk mengambil keputusan. Sebagai
contoh, 80/20 rule yang diungkapkan pertama kali oleh ekonom Italia bernama Vilfredo
Pareto banyak digunakan oleh manajer keuangan untuk menyusun portofolionya.

b. Overconfidence
Ritter (2003) juga menjelaskan bahwa investor cenderung berinvestasi secara
berlebihan hanya pada saham yang mereka sudah biasa atau familiar. Investor cenderung
merasa terlalu percaya diri.

c. Framing
Pola berfikir manusia bisa dimanipulasi dengan presentasi konsep yang dikemas lebih
menarik. Sebagai contoh, Bodie (2009) menjelaskan bahwa permainan “coin toss” yang
meberikan imbalan $50 pada tails dan hadiah sebesar $50 yang di-bundling dengan
kekalahan $50 jika keluar heads. Walaupun kedua hal diatas dapat menimbulkan kerugian
$50, perilaku investor akan berbeda terhadap masing-masing taruhan.

d. Representativeness
Investor cenderung meremehkan rata-rata jangka panjang dan memberikan perhatian
lebih pada jangka pendek, sehingga investor cenderung ”overreact” pada jangka pendek.
Sebagai contoh, dimana pemikiran bahwareturn atas saham yang tinggi adalah “normal”
hanya karena melihat rata-rata historical return yang tinggi.

e. Conservatism
Bodie, Kane, Marcus (2009) juga menjelaskan bahwa investor cenderung bereaksi
“terlalu lambat” tentang perkembangan yang terjadi. Berlawanan dengan
bias representativeness, investor menjadi “underreact” karena conservatism.
RAGAM BIAS KOGNITIF
 Representativeness Bias Keputusan investasi yang terlalu cepat tanpa analisa
mendalam, hanya mengandalkan pengalaman masa lalu yang dianggap dapat
mewakili atau menjadi acuan keputusan investasinya saat ini.
 Anchoring & Adjustment Bias Investor mengacu pada satu informasi tertentu
sebagai dasar pengambilan keputusan dan perubahan investasi.
 Availability Bias Keputusan investasi yang dilakukan semata-mata atas kemudahan
dan ketersediaan (apa yang paling mudah dan tersedia untuk dilakukan, itulah yang
menjadi keputusan akhir). Seringkali investor meyakini bahwa investor lain pun
pasti melakukan hal yang sama dengan dirinya.
 Self-Attribution Bias Investor menganggap keberhasilan investasi murni berkat
kemampuan dirinya sendiri dalam memprediksi dan menganalisa. Jika terjadi
kegagalan, investor akan selalu menyalahkan faktor eksternal.
 Illusion of Control Bias Investor percaya dirinya memiliki pengendalian penuh atas
tercapainya kinerja investasi yang dimiliki.
 Conservatism Bias Investor cenderung ‘memaksakan’ penilaian awal dan
menyangkal perubahan kondisi dan informasi yang terjadi atas investasinya. Hal ini
membuat investor lambat bereaksi terhadap informasi atau fakta terbaru.
 Confirmation Bias (Selection Bias) Investor cenderung hanya mencari informasi
yang mendukung pandangannya atas keputusan investasi, dan mengabaikan informasi
yang bertentangan.
 Hindsight Bias Investor cenderung hanya mengingat dan melebih-lebihkan
keberhasilan pengalaman investasi di masa lalu namun melupakan - dan tidak belajar
dari - kegagalan yang pernah terjadi.
 Recency Bias . Investor lebih percaya pada data-data baru daripada data-data masa
lalu
 Ambiguity Aversion keinginan untuk menghindari hal-hal yang belum jelas (ambigu),
meskipun tidak akan meningkatkan expected utility.
 Cognitive dissonance ketidaknyamanan mental ketika informasi yang baru diperoleh
bertentangan dengan pemahaman yang sudah ada sebelumnya.
 Mental Accounting Bias menggambarkan kecenderungan orang untuk
mengkategorikan, dan mengevaluasi hasil ekonomi dengan mengelompokkan aset
mereka non sepadan.
RAGAM BIAS EMOSI
 Overconfidence Bias Keputusan investasi yang dilakukan karena kepercayaan diri
investor yang terlalu berlebihan atas prediksi dan informasi yang dimilikinya.
 Loss Aversion Bias Investor yang merasa dampak kerugian investasi lebih besar
dibandingkan kepuasan atas keuntungan investasi. Akibatnya, investor rela untuk
terus mempertahankan investasi yang tidak menguntungkan.
 Self-Control Bias Investor tidak memiliki disiplin yang memadai terhadap proses dan
tujuan investasi yang telah dibuatnya sendiri.
 Status-Quo Bias Perasaan nyaman yang membuat investor tidak mau mengubah atau
melakukan penyesuaian investasi.
 Endowment Bias Investor menilai investasi dari sisi sentimental (intangible), dan
mempertahankannya apa pun kondisinya..
 Regret-Aversion Bias Investor takut mengambil keputusan investasi karena takut
akan dampak yang tidak diharapkan yang mungkin terjadi.
 Greed Bias Keinginan untuk terus mendapatkan keuntungan, meskipun harus
melampaui batas kemampuan investasi yang dimiliki oleh investor.
 Optimistic bias merupakan cara untuk melihat atau menangani informasi yang
negatif dengan kuat sehingga kecenderungan kuat untuk mengharapkan hal-hal
berubah baik secara keseluruhan (Baron et al., 2008).

Anda mungkin juga menyukai