Investasi
HALAMAN JUDUL
Tugas Besar II Behavioral Corporate Finance
Puji syukur khadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Besar 2 Makalah
Behavioral Corporate Finance mengenai “Behavioural Finance dalam Proses
Pengambilan Keputusan Investasi” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Besar
pada Mata Kuliah Behavioral Corporate Finance dengan Dosen Pengampu Bapak
Dr. Sudjono, M.Acc
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah wawasan kita
mengenai mata kuliah Behavioral Corporate Finance.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sudjono, M.Acc selaku dosen
mata kuliah Behavioral Corporate Finance yang telah memberikan tugas besar ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang penulis tulis ini masih jauh dari kata sempurna
dan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat makalah ini sebaik
mungkin, namun tidak ada gading yang tak retak. Untuk itu, penulis berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada yang sempurna tanpa adanya sarana yang membangun.
ii
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN.................................................................................................. 4
BAB II .................................................................................................................. 14
LANDASAN TEORI........................................................................................... 14
A. Penerapan .................................................................................................... 26
B. Perbandingan antara Teori, Penelitian Terdahulu dan Praktek ........... 31
C. Pembahasan ................................................................................................. 36
BAB IV ................................................................................................................. 44
PENUTUP ............................................................................................................ 44
A. Kesimpulan .................................................................................................. 44
B. Saran ............................................................................................................ 45
iii
BAB I
PENDAHULUAN
rasional dan obyektif sesuai dengan asumsi teori keuangan tradisional. Banyak
mereka. Fenomena ini kemudian dipelajari dalam behavioural finance, suatu bidang
pengambilan keputusan keuangan para pelaku pasar. Teori ini menjelaskan anomali
pasar dan pola pergerakan harga aset keuangan yang tidak dapat dijelaskan dengan
baik oleh teori keuangan tradisional atau hipotesis pasar efisien (Dreyer &
Lichtenstein, 2022).
(present value) dari semua pilihan investasi yang ada secara akurat, serta memilih
2022).
4
5
Selain itu, investor rasional juga diasumsikan risk averse, artinya mereka akan
menghindari risiko jika tidak ada prospek imbal hasil lebih tinggi. Mereka akan
perkiraan imbal hasil dan risiko yang terukur (Kengatharan, 2014). Hipotesis pasar
efisien juga menyebutkan harga aset di pasar keuangan akan selalu mencerminkan
Akan tetapi realita pasar seringkali menunjukkan fenomena investasi yang tidak
sesuai dengan model tradisional tersebut. Beberapa anomali atau gejala yang sering
teramati antara lain (Baker & Nofsinger, 2002; Kahneman & Riepe, 1998):
sebelumnya
ekonomi
5. Respons asimetris atau tidak proporsional harga aset terhadap berita baik dan
buruk
terhadap terjadinya anomali pasar dan disfungsi sistemik pada pasar keuangan
terpengaruh oleh emosi dan melakukan judgment error yang sistematis ketika
Bias kognitif dan emosi sangat berpengaruh dalam situasi yang dihadapi investor
seperti ketidakpastian tinggi, informasi tak lengkap atau ambigu, dan tekanan untuk
mengambil keputusan secara cepat (Kahneman & Tversky, 1973). Dalam kondisi
judgements dan pilihan yang diambil meskipun seringkali menyimpang dari kaidah
Ada banyak jenis bias psikologis dan perilaku yang telah teridentifikasi. Beberapa
1. Overconfidence bias
2. Confirmation bias
secara tidak tepat. Hal ini membuat investor sulit mengubah pandangannya dan
Loss aversion atau ketakutan akan kerugian membuat investor sangat sensitif
terhadap penurunan nilai investasinya. Mereka cenderung menjual pada saat harga
turun dan membeli kembali saat harga naik lagi untuk menghindari realisasi
kerugian. Perilaku ini tidak efisien dan mengurangi return total investor.
berlebihan pada rekening tertentu. Misalnya berinvestasi agresif pada saham karena
5. Herding bias
Herd behaviour atau perilaku kawanan terjadi saat investor meniru tindakan
investor lain tanpa analisis sendiri. Mereka beranggapan semua orang tidak
mungkin salah. Herd behaviour ini bisa memicu gelembung harga dan panik massal
terjadi pada investor individu dan bahkan profesional sekalipun. Ini menyebabkan
kesalahan sistematis dalam estimasi risiko dan return investasi serta alokasi
Perilaku investor yang tidak rasional akibat bias dan emosi tersebut diduga
harga saham, volatilitas berlebih, gelembung harga, dan krisis sistemik pada pasar
Misalnya overconfidence bias yang membuat banyak investor dan manajer selalu
merasa mampu memilih saham undervalued serta market timing dengan akurat. Hal
harga karena investor terlalu optimis memilih saham tertentu padahal harganya
Sementara loss aversion bias menyebabkan banyak investor panik dan melakukan
rush to exit saat harga turun tajam. Mereka menjual dalam jumlah besar untuk
memotong kerugian meskipun prospek jangka panjang perusahaan tetap baik. Hal
ini memicu efek domino dan meningkatkan amplitudo penurunan harga saham serta
Respons investor yang berlebihan terhadap sinyal pasar ini diduga sebagai salah
satu pemicu krisis keuangan. Misalnya saat terjadi krisis perbankan Amerika pada
1980an dan krisis dot com di 2000an (Dreyer & Lichtenstein, 2022). Perilaku panik
yang menular (herding behaviour) juga teramati selama krisis keuangan global
2008 dan krisis COVID-19 baru-baru ini yang memicu penurunan tajam indeks
Bias juga berdampak negatif secara individual terhadap kinerja portofolio investor
Investor ritel juga kerap melakukan kesalahan market timing dan memperburuk
kemudian panic selling saat terjadi koreksi dan melewatkan pemulihan selanjutnya.
Akibatnya return investor ritel jauh lebih rendah daripada return pasar secara
Oleh karena itu paradigma behavioural finance telah banyak diadopsi dalam praktik
mengenai bias investor sangat berguna bagi manajer investasi dan regulator dalam
merancang strategi dan kebijakan yang tepat agar investor mampu mengambil
Beberapa praktik konkret yang bisa dilakukan antara lain pemberian informasi dan
pasar keuangan dengan lebih kompleks dan realistis. Serta membantu pemangku
10
kepentingan dalam merancang kebijakan dan strategi investasi yang lebih efektif di
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, topik behavioural finance dan
Terdapat beragam jenis bias perilaku dan faktor psikologis yang potensial
Selain itu dampak perilaku investor terhadap pasar keuangan secara keseluruhan
juga merupakan fenomena kompleks dengan banyak faktor yang saling terkait.
Oleh karena itu, dalam studi ini perlu dilakukan pembatasan masalah agar
Pertama, penelitian ini akan berfokus pada beberapa jenis bias perilaku utama yang
dan kinerja investasi investor individu. Beberapa bias inti yang akan dibahas antara
Bias lain seperti availability bias, framing effect, anchoring dan prospect theory
juga relevan, namun tidak dibahas secara mendalam pada studi ini.Topik terkait
perilaku investor institusional seperti mutual fund dan pension fund juga tidak
menjadi fokus penelitian saat ini meskipun secara teori juga dipengaruhi bias
perilaku manajernya.
Kedua, dampak bias investor terhadap pasar keuangan akan dibatasi pada 2
fenomena utama yakni volatilitas berlebih dan terbentuknya bubble harga aset.
11
Dampaknya terhadap krisis keuangan dan contagion effect antar pasar tidak akan
Ketiga, solusi praktis mengatasi bias perilaku investor akan lebih difokuskan pada
keputusan investasi dan stabilitas pasar keuangan secara lebih terfokus. Batasan ini
C. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis bias perilaku utama investor individu yang paling
D. Tujuan
mereka
E. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
investor individu untuk mengatasi judgment error akibat bias perilaku guna
ritel.
3. Manfaat Kebijakan
13
Hasil penelitian dapat menjadi masukan konseptual dan empiris untuk regulator
Selain itu, temuan penelitian juga diharapkan memberi kontribusi pada penyusunan
regulasi industri jasa keuangan guna mendorong praktik investasi yang sehat dan
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Behavioral Finance
Grand theory yang digunakan dalam studi ini adalah Behavioural Finance. Menurut
teori behavioural finance, investor tidak selalu bertindak rasional dan obyektif
Terdapat dua asumsi pokok dalam behavioural finance. Pertama, investor seringkali
menggunakan metode heuristik dan "rule of thumb" (intuisi dan common sense)
investor juga dipengaruhi oleh bias kognitif (cognitive bias) dan emosi yang
2014).
Teori ini didasarkan pada studi eksperimental psikologi kognitif yang menemukan
keputusan dimana faktor emosi juga dominan. Teori ini merupakan kritik terhadap
teori keuangan tradisional yang mengasumsikan investor selalu rasional (Dreyer &
Lichtenstein, 2022).
Menurut Kahneman dan Tversky (1979), terdapat dua sistem yang saling
1) Sistem 1 - Intuitif
15
Sistem ini bersifat cepat, otomatis, tidak sadar, dan sangat dipengaruhi emosi serta
pengalaman masa lalu. Sistem 1 menghasilkan perasaan dan kesan spontan yang
2) Sistem 2 - Rasional
Sistem ini bersifat lambat, sadar, logis, dan analitis. Sistem 2 bertanggung jawab
shortcut'.
a. Prospect Theory
Prospect theory merupakan salah satu model analitis utama behavioural finance
yang dikembangkan oleh Kahneman & Tversky (1979). Teori ini menjelaskan
Menurut prospect theory, individu cenderung bersifat loss aversion, yakni lebih
function) investor bersifat cembung (convex) untuk kerugian dan cekung (concave)
untuk keuntungan.
bergantung pada konteks permasalahannya (framing effect) dan titik acuan awalnya
(endowment effect). Model ini telah banyak divalidasi dan mampu menerangkan
menjelaskan bagaimana interaksi dual proses kognitif (analitik vs intuitif) pada diri
Menurut teori ini, judgement dan pengambilan keputusan oleh individu merupakan
hasil interaksi antara proses kognitif reflektif dan intuitif (Thoma et al., 2015;
shortcut untuk efisiensi kognitif. Namun jika intuisi awal itu dikoreksi dengan
reflektif dan numerik yang rendah, serta terlalu mengandalkan intuisi cenderung
yang rasional relatif bebas dari judgment error karena koreksi yang efektif dari
3. Operational Theory
17
Setelah penjabaran grand theory dan middle theory, berikut ini adalah beberapa
teori tingkat operasional yang akan digunakan dalam studi ini terkait bias perilaku
1) Overconfidence Bias
memilih saham yang tepat (Odean, 1998; Barber & Odean 2000). Ini membuat
saham di masa depan terlalu rendah, sehingga meremehkan risiko dan menyukai
saham volatile. Mereka juga menolak advis dari orang lain, karena yakin pada
keputusannya sendiri.
Perilaku investor tidak konsisten antar mental account ini menyebabkan alokasi
risiko yang sama pada beberapa instrumen tertentu di rekening yang berbeda.
Menurut teori ini, investor individu cenderung mengikuti keputusan investor lain
dalam menentukan aset mana yang harus dibeli. Mereka beranggapan bahwa
Herding bias ini diduga mendorong pembentukan bubble karena semua investor
saling membeli aset yang sama saat harga naik pesat tanpa mempertimbangkan
Teori loss aversion menjelaskan investor jauh lebih sensitif terhadap kerugian
keuntungan $200.
Ini membuat investor cenderung risk averse saat menghadapi peluang gain, namun
tidak konsisten ini sering merugikan investor saat memutuskan untuk memotong
kerugian investasi.
Berikut adalah studi dan penelitian terdahulu yang digunakan oleh peneliti sebagai
Peneltian yang dilakukan oleh Purnamawati, I.G.A., & Wiksuana, I.G.B. (2021)
perilaku yakni overconfidence, bandwagon effect, loss aversion dan risk perception
19
Penelitian yang dilakukan oleh Barberis, N., Jin, L., & Wang, B. (2021).
pasar seperti momentum effect dan reversal effect pada saham. Hasilnya
mendukung proposisi bahwa loss aversion bias dan risk seeking preference investor
overreaction jangka panjang harga saham akibat respons berlebihan terhadap berita.
Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi, A. C., Sutrisno, T. F., & Kenang, I. H.
(2022) menyatakan bahwa hasil survei online investor ritel Bali menunjukkan
variabel behavioural finance, self efficacy, profil risiko dan financial literacy secara
penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh Siregar, K. R. K., Hasibuan, S. H. N., Hsb, S., &
frekuensi dan jenis aksi perdagangan investor ritel online trading serta risk adjusted
Penelitian yang dilakukan oleh Rahma, N. (2023) menyatakan bahwa studi ini
menemukan perilaku berisiko generasi muda dan bias perilaku seperti loss aversion
serta herd behavior sangat memengaruhi keputusan alokasi portofolio investor ritel
Penelitian yang dilakukan oleh Alice, A., & Haryanto, H. (2022) menyatakan
keuangan, aversi risiko dan persepsi risiko tetapi variabel moderasi tidak
Penelitian yang dilakukan oleh Istiadi, W., & Djumahir, S. E. (2017) menyatakan
signifikan antara pria dan wanita, baik pada ambiguty aversion maupun illusion of
keuangan pada responden penelitian ini berada pada kategori sedang, namun hal
investasi. Meskipun tingkat risk perception responden dalam kategori sedang dan
21
tingkat loss aversion dalam kategori tinggi, namun responden masih cenderung
termasuk dalam kelompok investor yang bergantung pada kolega, teman atau
sesama investor serta keputusan mayoritas tanpa melakukan analisa terlebih dahulu.
Penelitian yang dilakukan oleh Desrita, L., & Marheni, D. K. (2022) menyatakan
Sedangkan persepsi risiko dan keenam variabel moderasi lainnya tidak memiliki
keputusan yang baik dan persepsi risiko akan membuat investor takut akan risiko
Penelitian yang dilakukan oleh Kumar, S., & Goyal, N. (2015) menyatakan bahwa
Sebagian besar literatur yang ada tentang bias perilaku menunjukkan terbatasnya
perilaku berkelompok, fokus pada ekuitas dalam bias tempat tinggal, dan temuan
Penelitian yang dilakukan oleh Painoli, G. K. (2016) menunjukan bahwa studi ini
bukan orang pintar. Investor membuat keputusan berdasarkan bias perilaku yang
dibicarakan, dan hal ini berdampak besar pada mereka. Dengan demikian, perilaku
Penelitian yang dilakukan oleh Sobkow, A., Olszewska, A., & Sirota, M. (2023)
ukuran refleksi kognitif yang valid yang memberikan interpretasi yang lebih jelas
daripada CRT tradisional, bahkan dalam konteks bahasa dan budaya yang berbeda
Penelitian yang dilakukan oleh Sadi, R., Asl, H. G., Rostami, M. R., Gholipour, A.,
dengan bias melihat ke belakang dan bias kepercayaan diri yang berlebihan, antara
neurotisme dan bias keacakan, antara eskalasi komitmen dan bias ketersediaan.
Selain itu, terdapat korelasi terbalik antara conscientiousness dan bias keacakan,
Penelitian yang dilakukan oleh Deaves, R., Lüders, E., & Luo, G. Y. (2009)
perdagangan tambahan, meskipun efek lebih baik dari rata-rata juga tampaknya
berperan. Hal ini berlaku baik di tingkat individu maupun di tingkat pasar. Hanya
Penelitian yang dilakukan oleh Barber, B. M., & Odean, T. (2001) menunjukkan
bahwa pria akan melakukan trading lebih berlebihan daripada wanita. Dengan
menggunakan data rekening lebih dari 35.000 rumah tangga dari sebuah pialang
diskon besar, kami menganalisis investasi saham biasa pria dan wanita dari Februari
keuntungan bersih pria sebesar 2,65 poin persentase per tahun dibandingkan dengan
C. Hipotesis
bias perilaku yang paling banyak diamati pada investor ritel maupun profesional
(Deaves et al., 2009; Barber & Odean, 2001; Sadi et al., 2021). Overconfidence
24
bias membuat mereka merasa mampu melakukan stock picking dengan akurat
dan market timing secara konsisten, padahal seringkali prediksi mereka salah.
individu dalam hal akurasi analisis saham, market timing dan frekuensi trading,
sistematis diamati pada investor ritel dan institusional (Sadi et al., 2021). Loss
Akibatnya, investor dengan loss aversion tinggi cenderung melakukan aksi jual
yang optimal.
reflektif dan numerikal yang tinggi terbukti lebih rasional dalam judgement
judgement awal berbasis intuisi yang bias dan mengoreksinya dengan sistem
Cognitive Reflection Test (CRT) yang valid dan reliabel untuk mengukur
Oleh karena itu, studi ini merumuskan hipotesis bahwa investor individu dengan
skor CRT tinggi akan menunjukkan behavioral bias yang lebih sedikit dan
A. Penerapan
Berdasarkan landasan teori behavioural finance yang telah dijelaskan pada bab
kasus konkret.
1. Overconfidence Bias
menghasilkan keputusan yang tidak optimal. Sebagai contoh, bias ini dapat
terlalu sering, atau mengambil risiko yang berlebihan di bidang keuangan dan
investasi. Bias terlalu percaya diri juga dapat membuat seseorang percaya
menyebabkan mereka menganggap enteng masalah etika. Bias ini sulit untuk
terlalu percaya diri adalah jebakan keputusan yang umum terjadi dan
26
27
yakin bahwa harga saham perusahaan teknologi ABC akan melonjak tajam
2. Confirmation Bias
besar pada bukti yang sesuai dengan keyakinan yang ada. Bias ini dapat
yang menjadi dasar pengambilan bukti. Hal ini terjadi ketika individu secara
aktif mencari dan memberikan nilai yang lebih besar pada informasi yang
mengonfirmasi keyakinan yang sudah ada daripada bukti yang mendukung ide-
ide baru. Bias konfirmasi adalah hasil dari strategi otomatis dan tidak disengaja,
bukan penipuan yang disengaja, dan sulit untuk dihilangkan setelah ditegaskan.
Hal ini dapat menyebabkan keputusan yang salah dalam berbagai konteks,
mengelola bias konfirmasi merupakan hal yang penting, terutama di era internet
daripada sebelumnya.
telekomunikasi DEF yang saat ini tengah ekspansi ke digital banking memiliki
prospek pertumbuhan melonjak. Ia pun membeli banyak saham DEF pada harga
Rp3.200 per saham. Setelah harga saham anjlok ke Rp2.700 beberapa waktu
DEF tengah bermasalah dengan kendala regulasi dan masalah merger yang
Loss aversion bias untuk kehilangan adalah bias kognitif yang menggambarkan
tidak rasional, seperti menahan investasi yang merugi terlalu lama atau menjual
saham yang sedang untung terlalu cepat. Hal ini juga dapat menyebabkan
imbal hasil yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Bias ini
bisa jadi sulit diatasi, tetapi investor dapat menghindari jebakan psikologis
dengan mengadopsi strategi alokasi aset yang strategis, berpikir secara rasional,
Kasus Loss aversion bias: Rico memiliki saham sebuah perusahaan konsumer
XYZ yang dinilai high growth dengan valuasi PER 30 kali diatas rata-rata
industrinya. Namun belakangan ini sentimen negatif akibat pelemahan daya beli
masyarakat membuat harga saham XYZ anjlok hingga 40% dalam 2 bulan.
Karena Rico memiliki loss aversion yang tinggi, ia pun memutuskan untuk
XYZ masih bagus jangka panjang. Penjualan saham secara prematur ini sangat
merugikan Rico karena begitu tren pemulihan daya beli terjadi 6 bulan
kemudian, harga saham XYZ kembali naik signifikan hampir mencapai level
sebelum terkoreksi.
yang lain. Bias akuntansi mental juga dapat menyebabkan orang terlalu fokus
yang menyebabkan hilangnya peluang. Bias ini penting untuk dikenali dan
tidak peduli dari mana asalnya atau bagaimana mereka berencana untuk
menggunakannya
Studi kasus mental accounting: Handoko baru saja menerima bonus akhir tahun
sebesar Rp100 juta dari perusahaannya. Karena menganggap uang bonus adalah
seluruh bonusenya ke saham dan reksa dana pertambangan yang sangat volatile
koreksi saham tambang, Handoko mengalami loss hampir 80% dari modal
bonusnya. Perilaku high risk taking pada mental account bonus ini sangat
merugikan Handoko.
5. Herding Bias
meniru apa yang orang lain lakukan, terutama dalam konteks keputusan
investasi. Bias ini sebagian besar dipengaruhi oleh emosi dan naluri, membuat
perilaku ini juga dapat menyebabkan reli pasar yang tidak berdasar, aksi jual,
Contoh kasus herding: Saat Gina melihat banyak investor individu dan institusi
beli saham GHI dalam volume besar tanpa analisis mendalam terhadap
valuasinya. Ketika beberapa prediksi kinerja GHI tidak tercapai dan memicu
aksi jual, Gina pun ikutan panik menjual sahamnya untuk ambil untung
meskipun sebenarnya prospek jangka panjang bisnis logistik GHI masih sangat
1. Overconfidence Bias
32
Overconfidence juga membuat investor meremehkan risiko dan menolak advis dari
perdagangan berlebih baik di tingkat individu maupun pasar. Barber & Odean
(2001) juga menemukan pria melakukan perdagangan 45% lebih banyak dari
sangat percaya diri dalam melakukan analisis teknikal atau fundamental untuk stock
picking. Mereka sering trading aktif karena yakin bisa melakukan market timing.
Namun prediksi dan keputusan mereka tidak selalu benar. Overconfidence ini
Teori menyebutkan loss aversion membuat investor terlalu sensitif pada kerugian
hingga 2 kali lipat dibanding keuntungan (Kahneman & Tversky, 1979). Ini
Penelitian oleh Barber et al. (2021) mendukung loss aversion menjelaskan under
dan overreaction harga saham. Isbanah (2019) juga menemukan meski tingkat loss
aversion tinggi, investor ritel tetap berani berinvestasi karena terlalu percaya diri.
33
selling saat market jatuh 10-20% meski prospek emiten bagus jangka panjang.
Teori menyatakan individu dengan skor Cognitive Reflection Test (CRT) tinggi
lebih rasional karena mampu mendeteksi dan mengoreksi judgement error berbasis
Penelitian Sobkow et al. (2023) membuktikan CRT sebagai indikator valid daya
pikir reflektif. Penelitian lain menemukan investor dengan literasi dan numerikal
Praktik menunjukkan investor ritel dan profesional dengan pendidikan dan keahlian
keuangan, akuntansi, atau teknik tinggi cenderung lebih teliti melakukan analisis
kuantitatif sebelum investasi. Mereka lebih sabar dan disiplin, tidak mudah terbawa
pada investor individu yang sangat mempengaruhi judgement error mereka dalam
hal akurasi analisis saham, market timing dan frekuensi trading berlebih, sehingga
terbesar dan paling berpengaruh buruk terhadap keputusan investasi (Deaves et al.
(Odean 1998).
Praktik di pasar modal Indonesia juga menunjukkan banyak investor ritel laki-laki
dan profesional muda yang sangat percaya diri dalam memilih saham sendiri.
Mereka sering salah timing dan kinerjanya buruk karena cost transaksi tinggi akibat
Sejumlah penelitian sebelumnya seperti Barber et al. (2021) dan Isbanah (2019)
banyak kasus investor ritel maupun institusi yang melakukan panic selling saat
IHSG turun 10-20% meskipun prospek emiten masih bagus dalam 1-2 tahun ke
Hipotesis ketiga menyatakan investor individu dengan skor CRT tinggi akan
menunjukkan behavioral bias lebih sedikit dan membuat keputusan investasi lebih
Penelitian terdahulu seperti Kurniadi et al. (2022) dan Sobkow et al. (2023)
cenderung lebih rasional. Mereka lebih sabar melakukan analisis kuantitatif dan
tidak mudah terbawa opini mayoritas atau sentimen pasar dalam mengambil
keputusan investasi.
standar teori keuangan tradisional. Manusia memang tidak sepenuhnya rasional dan
yang overconfidence, loss averse dan terjebak aksi bergerombol tanpa analisis
mendalam.
Oleh karena itu pendidikan dan sosialisasi mengenai behavioral finance perlu
rasional.
36
dan mencegah judgement error investor, survei nasional terkait predominansi jenis
bias tertentu pada investor ritel dan profesional di berbagai negara, serta
selling dapat dikurangi. Sehingga stabilitas dan efisiensi pasar modal meningkat.
Regulator juga dapat menerapkan kebijakan untuk melindungi investor ritel dari
C. Pembahasan
Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, baik teori maupun studi-studi empiris
perilaku utama yang paling banyak dijumpai pada investor ritel maupun
investor individu memiliki rasa percaya diri berlebihan pada kemampuan dirinya
melakukan frekuensi perdagangan yang sangat aktif karena yakin bisa konsisten
Studi longitudinal oleh Barber & Odean (2001) yang menganalisis aktivitas 35 ribu
investor individu menemukan investor pria rata-rata melakukan transaksi 45% lebih
merugikan investor pria karena biaya transaksi tinggi dan akurasi pemilihan saham
rendah, sehingga mengurangi tingkat imbal hasil investasi mereka secara signifikan
lebih dominan pada kaum pria ketimbang wanita. Demikian pula penelitian oleh
agregat di pasar. Kesimpulan ini sesuai teori bahwa rasa percaya diri yang
Praktik dan pengamatan empiris yang sering dijumpai di pasar modal Indonesia dan
global juga didominasi oleh investor ritel pria dan profesional junior yang
market timing dan stock picking secara akurat, padahal prediksi mereka seringkali
perdagangan yang terlalu aktif untuk pindah dari satu saham ke saham lain,
sehingga menanggung biaya transaksi tinggi dan opportunity cost karena tidak
error dalam prediksi harga, pemilihan saham, dan frekuensi trading yang terlalu
tinggi, sehingga merugikan kinerja investasi. Baik hasil riset akademis maupun
Perilaku kedua terbanyak yang sistematis diamati pada investor individu dan
institusional adalah loss aversion bias. Menurut teori prospect yang dikembangkan
menghindari potensi kerugian setidaknya dua kali lipat dibanding termotivasi oleh
keuntungan. Inilah yang disebut dengan istilah loss aversion. Akibat sensitivitas
yang berlebihan pada kerugian ini, maka saat menghadapi penurunan nilai
kerugiannya dengan exit investasi sebelum nilai kembali membaik dalam jangka
panjang.
Studi ilmiah oleh Barber et al. (2021) menemukan loss aversion dan risk seeking
pasar. Sedangkan penelitian oleh Isbanah (2019) mendapati meski memiliki tingkat
loss aversion yang tinggi, investor individu kerap tetap nekat mengambil risiko
Praktik di pasar modal baik domestik maupun global juga kerap diwarnai oleh panik
massal yang dipicu investor guna menghindari potensi kerugian. Hal ini terjadi
contohnya saat pasar global bergejolak karena taper tantrum pada tahun 2013 atau
saat terjadi krisis Covid-19 di awal 2020 yang memicu aksi jual investor secara
besar-besaran. Demikian pula saat IHSG baru-baru ini sempat anjlok 10-20% di
tengah sentimen The Fed tingkatkan suku bunga acuan, kerap dijumpai investor
ritel maupun institusi yang melakukan premature loss cutting walau emiten yang
mereka pegang masih cukup fundamental. Perilaku ini sangat identik dengan teori
menggunakan interaksi dua sistem, yakni dengan daya nalar intuitif (sistem 1) dan
berpikir reflektif (sistem 2). Sistem 1 bersifat cepat dengan mengandalkan heuristik
dan intuitif, namun rawan bias. Sementara sistem 2 bersifat lambat namun rasional,
logis dan analitis untuk melakukan koreksi yang sistematis. Kemampuan berpikir
Teori Cognitive Reflection Model yang dirumuskan oleh Toplak et al. (2014)
yang memvalidasi CRT sebagai alat ukur kemampuan berpikir reflektif yang
efektif. Semakin investor memiliki skor CRT tinggi, semakin sedikit perilaku bias
karena judgement error dapat terdeteksi dan dikoreksi melalui proses kognitif
reflektifnya.
fundamental maupun teknikal sebelum trading. Selain itu investor dengan latar
belakang tersebut juga tidak mudah terbawa sentimen pasar (herd mentality)
dengan konstruk teoritis bahwa kapasitas berpikir reflektif yang tinggi mampu
yang meganggap investor selalu rasional dan pasar efisien. Berbagai eksperimen
41
dan survei perilaku investor telah banyak membuktikan bahwa pada kenyataannya
investor individu dan institusional tidak selalu rasional, namun rentan dipengaruhi
oleh berbagai jenis bias perilaku dan emosi (behavioral bias) yang justru systemic
dan dapat diprediksi. Kondisi psikologis investor ini kerap memengaruhi penilaian
aset, imbal hasil investasi, hingga stabilitas agregat pasar pada situasi dan waktu
tertentu.
Pengamatan praktik di bursa efek, baik domestik ataupun global sepanjang sejarah
singkat. Perilaku investor ini jelas inkonsisten dengan asumsi makhluk rasional
pada efficient market hypothesis. Volatilitas pasar juga seringkali tidak sebanding
dengan fundamental emiten atau kondisi ekonomi yang ada. Ini semua sangat sesuai
dengan pemaparan berbagai jenis behavioural bias oleh teori dan studi ilmiah
behavioral finance.
berbagai macam bias perilaku yang justru bersifat sistematis dan berdampak
behavioural bias. Upaya ini dapat berupa edukasi dan sosialisasi mengenai jenis-
jenis bias perilaku beserta studi kasus dampaknya, sehingga investor menyadari dan
framework atau blueprint yang mewajibkan skema investasi kolektif dan manajer
menghindari judgement error. Di sisi lain, temuan penelitian behavior finance harus
sangat rentan perilaku investasi yang irasional dan rawan dimanipulasi oleh para
pelaku pasar.
akan terus meningkat pesat pada dekade mendatang. Beberapa peluang penelitian
behavioral finance ke depan yang menarik antara lain eksplorasi variabel perilaku
judgement error akibat bias tertentu pada investor individu maupun institusional.
maupun lintas negara guna pemetaan governance indicator dan perilaku investment
bias yang dominan pada investor ritel dan profesional di masing-masing yurisdiksi.
Selain itu, implementasi dan validasi model kuantitatif behavioral finance untuk
ini, maka stabilitas dan tingkat efisiensi agregat pasar modal global di masa
43
memiliki pedoman kebijakan yang lebih baik dengan bertumpu pada temuan hasil
riset perilaku investor terkini. Dengan demikian perilaku investasi irasional yang
panic selling dapat lebih dimitigasi atau bahkan dihindari di masa mendatang.
44
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
hal akurasi prediksi harga saham, market timing, pemilihan saham, hingga
frekuensi perdagangan yang berlebih. Hal ini dibuktikan oleh teori behavioral
yang kerap memicu investor melakukan premature loss cutting walau prospek
investasi. Investor dengan CRT skor tinggi mampu mendeteksi dan melakukan
baik terbukti lebih rasional dan hati-hati karena mampu melakukan analisis
45
keputusan investasinya.
investasi lebih rasional, serta melindungi investor ritel dari judgement error
judgement investor error, survei identifikasi bias dominan tiap yurisdiksi, serta
B. Saran
perlu diwaspadai antara lain: overconfidence bias yang membuat terlalu percaya
diri sehingga frekuensi transaksi berlebih dan meremehkan risiko; loss aversion
46
bias yang membuat terlalu sensitif pada kerugian hingga melakukan premature
loss cutting; serta herd mentality bias yang membuat ikut-ikutan keputusan
dan interaksi analis / investor lain justru perlu diwaspadai agar tidak mudah
terprovokasi emosi.
3. Regulator OJK dan BEI sangat disarankan untuk secara massif dan intensif
negara mengenai bias perilaku dominan tiap latar belakang demografi investor
investasi yang irasional akibat judgement error. Tentunya saran ini dapat
DAFTAR PUSTAKA
Barber, B. M., & Odean, T. (2000). Trading is hazardous to your wealth: The
common stock investment performance of individual investors. The journal of
Finance, 55(2), 773-806.
Benartzi, S., & Thaler, R. H. (2007). Heuristics and biases in retirement savings
behavior. Journal of Economic perspectives, 21(3), 81-104.
Sadi, R., Jaffar, R., Nagayev, R., Yu, X., Karanina, T., & Mardanov, I. (2021).
Behavioral biases in financial decision-making and investment portfolios: A
systematic literature review. The Journal of Asian Finance, Economics, and
Business, 8(2), 565-575.
Sadi, R., Jaffar, R., Nagayev, R., Yu, X., Karanina, T., & Mardanov, I. (2021).
Behavioral biases in financial decision-making and investment portfolios: A
systematic literature review. The Journal of Asian Finance, Economics and
Business, 8(2), 565-575.
Thoma, V., White, E., Panigrahi, A., & Strowger, V. (2015). Good thinking or gut
feeling? Cognitive reflection and intuition in traders, bankers and financial
non-experts. PloS one, 10(4), e0123202.
Toplak, M. E., West, R. F., & Stanovich, K. E. (2011). The Cognitive Reflection
Test as a predictor of performance on heuristics and biases tasks. Memory &
Cognition, 39, 1275–1289.
Barber, B. M., & Odean, T. (2000). Trading is hazardous to your wealth: The
common stock investment performance of individual investors. The journal of
Finance, 55(2), 773-806.
Odean, T. (1998). Volume, volatility, price, and profit when all traders are above
average. The journal of finance, 53(6), 1887-1934.
50
Barberis, N., Jin, L. J., & Wang, B. (2021). Prospect theory and stock market
anomalies. The Journal of Finance, 76(5), 2639-2687.
Kurniadi, A. C., Sutrisno, T. F., & Kenang, I. H. (2022). The Influence of Financial
Literacy and Financial Behavior on Investment Decision for Young Investor in
Badung District, Bali. Matrik: Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis Dan
Kewirausahaan, 323.
Siregar, K. R. K., Hasibuan, S. H. N., Hsb, S., & Dewi, S. (2023). Persepsi Investor
Millenial dalam Menggunakan Online Trading System. Maktabatun: Jurnal
Perpustakaan dan Informasi, 3(1), 59-63.
Alice, A., & Haryanto, H. (2022). Dampak behavioral finance terhadap keputusan
investasi dengan persepsi risiko sebagai variabel moderasi pada masyarakat
Kota Batam. MBIA, 21(2), 159-173.
Desrita, L., & Marheni, D. K. (2022). The Influence of Financial Behavior with
Risk Perception as Moderation in Determining Investment Decisions in Batam
City. Inovbiz: Jurnal Inovasi Bisnis, 10(2), 184-193.
Kumar, S., & Goyal, N. (2015). Behavioural biases in investment decision making–
a systematic literature review. Qualitative Research in financial markets, 7(1),
88-108.
Sobkow, A., Olszewska, A., & Sirota, M. (2023). The factor structure of cognitive
reflection, numeracy, and fluid intelligence: The evidence from the Polish
adaptation of the Verbal CRT. Journal of Behavioral Decision Making, 36(2),
e2297.
Sadi, R., Asl, H. G., Rostami, M. R., Gholipour, A., & Gholipour, F. (2011).
Behavioral finance: The explanation of investors’ personality and perceptual
biases effects on financial decisions. International journal of economics and
finance, 3(5), 234-241.
Deaves, R., Lüders, E., & Luo, G. Y. (2009). An experimental test of the impact of
overconfidence and gender on trading activity. Review of finance, 13(3), 555-
575.